Penerimaan Diri Pada Laki-laki Dewasa Penyandang Disabilitas Fisik Karena Kecelakaan Arry Avrilya Purnaningtyas Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan. Jl. Kapas 9 Semaki Yogyakarta 55166 [email protected] Abstrak Pada dasarnya manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan sebaikbaiknya walaupun pada diri setiap manusia ada kelebihan dan kekurangannya akan menjadi suatu keunikan tersendiri bagi seseorang tersebut. Setiap manusia menginginkan bisa hidup normal sesuai rencana yang diharapkan tetapi seringkali harapan itu sirna karena ada suatu peristiwa yang tidak terduga seperti kecelakaan yang mengakibatkan kecacatan pada tubuh sehingga kehilangan fungsinya. Istilah disabilitas merupakan salah satu upaya untuk merekontruksi pandangan, pemahaman dan persepsi masyarakat pada seorang penyandang disabilitas yaitu seseorang yang tidak normal, cacat dan tidak mempunyai kemampuan Tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan diri dan dinamika penerimaan diri pada orang dewasa penyandang disabilitas fisik karena kecelakaan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif fenomenologis. Metode pengambilan data menggunakan wawancara dengan analisis isi dan observasi pada sampling purposif yang memiliki kriteria orang dewasa yang berusia 18-40 tahun dan seorang penyandang disabilitas fisik karena kecelakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan diri adalah faktor internal yang berupa aspirasi realistis, keberhasilan, perspektif diri, wawasan sosial, konsep diri yang stabil dan faktor eksternal yang berupa dukungan dari keluarga dan lingkungan sehingga kedua subjek bisa menerima diri sendiri dengan baik. Masa kecil yang bahagia dan lingkungan keluarga yang harmonis telah menjadikan kedua subjek sebagai pribadi yang stabil sehingga ketika mengalami kecelakaan, kedua subjek mempunyai modal internal yang kokoh untuk mendorongnya segera pulih dari keguncangan pasca kecelakaan. Faktor yang kondusif juga telah memberikan motivasi yang kuat bagi penerimaan diri yang positif pada kedua subjek. Kata Kunci : Penerimaan Diri, Disabilitas fisik karena kecelakaan Abstract Basically man is created by God with preferably even all human beings have their advantages and disadvantages will be a uniqueness of the person. Every man wants a normal life as planned can be expected but that hope is extinguished because often there is an unexpected event such as accidents that result in defects in the body up to a loss of function. The term disability is an effort to reconstruct the views, understanding and perception of the public on a person with a disability is not normal, disabled and do not have the ability aim of this study was to determine the factors that affect the dynamics of self-acceptance and selfacceptance among adults with disabilities physical accident. This study used a qualitative phenomenological approach. The method of data collection using interviews with content analysis and observations on the purposive sampling criteria that has adults aged 18-40 years and persons with physical disabilities due to traffic accidents. The results showed that the factors that influence selfacceptance is a form of internal factors realistic aspirations, success, self perspective, social insight, self-concept is stable and external factors such as support from family and the environment so that both subjects could accept yourself well . Childhood a happy and harmonious family environment has created both a personal subject as a stable until the moment had an accident, the two subjects have a strong internal capital to push quickly recover from postaccident trauma. Conducive factor has also provided a strong motivation for positive self-acceptance on both subjects. Keywords : Self acceptance, physical disability due to traffic accident PENDAHULUAN Pada dasarnya manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan sebaik-baiknya sehingga walaupun pada diri setiap manusia ada kelebihan dan kekurangannya akan menjadi suatu keunikan tersendiri bagi seseorang tersebut. Setiap manusia menginginkan bisa hidup normal sesuai rencana yang diharapkan tetapi seringkali harapan itu sirna karena ada suatu peristiwa yang tidak terduga. Salah satu kejadian yang tidak terduga adalah kecelakaan yang mengakibatkan kecacatan sehingga anggota tubuh menjadi kehilangan fungsinya. Disabilitas diserap dari bahasa Inggris disability dengan bentuk jamak disabilities yang berarti cacat atau ketidakmampuan. Disabilitas adalah seseorang yang keadaan fisik atau sistem biologisnya berbeda dengan orang lain pada umumnya. Istilah disabilitas merupakan salah satu upaya untuk merekontruksi pandangan, pemahaman dan persepsi masyarakat pada seorang penyandang disabilitas adalah seseorang yang tidak normal, cacat dan tidak mempunyai kemampuan. Maka dengan menggunakan kata disabilitas bisa memperhalus kata dan merubah persepsi serta pemahaman masyarakat bahwa setiap manusia diciptakan berbeda dan seorang penyandang disabilitas hanyalah sebagai seseorang yang memiliki perbedaan kondisi fisik namun tetap mampu melakukan segala aktifitas dengan cara pencapaian yang berbeda. Penggantian kata “cacat” menjadi istilah disabilitas ini juga telah disepakati oleh komnas HAM dan kementrian sosial.( http://bahasa.kompasiona.com) Menurut Siswadi (2011), Ketua Umum Persatuan Penyandang Cacat Indonesia, jumlah penyandang cacat di Indonesia berdasarkan data Depkes RI mencapai 3,11% dari populasi penduduk atau sekitar 6,7 juta jiwa. Sementara bila mengacu pada standar yang diterapkan Organisasi Kesehatan Dunia PBB dengan persyaratan lebih ketat, jumlah penyandang cacat di Indonesia mencapai 10 juta jiwa.(Oktaviana, 2012) Mengingat betapa pentingnya menghormati, melindungi, memenuhi, dan memajukan hak-hak penyandang disabilitas, Pemerintah Indonesia pun telah menandatangani Convention on the Rights of Persons with Disabilities (Konvensi mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas) pada tanggal 30 Maret 2007 di New York. Akhirnya ratifikasi Konvensi tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas dimunculkan melalui Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Convention On The Rights Of Persons With Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas) yang telah disahkan dan diundangkan pada 10 November 2011. Ada beberapa hal penting terkait ratifikasi konvensi tersebut, pertama, pengakuan bahwa diskriminasi atas setiap orang berdasarkan disabilitas merupakan pelanggaran terhadap martabat dan nilai yang melekat pada setiap orang. Kedua, penyandang disabilitas harus memiliki kesempatan untuk secara aktif terlibat dalam proses pengambilan keputusan mengenai kebijakan dan program, termasuk yang terkait secara langsung dengan mereka. Ketiga, pentingnya aksesibilitas kepada lingkungan fisik, sosial, ekonomi dan kebudayaan, kesehatan dan pendidikan, serta informasi dan komunikasi, yang memungkinkan penyandang disabilitas untuk menikmati sepenuhnya semua hak asasi manusia dan kebebasan fundamental.(www.bpkb.go.id) Pemahaman ini diharapkan masyarakat lebih bisa menghargai seorang penyandang disabilitas dan memahami bahwa seorang penyandang disabilitas adalah makhluk yang diciptakan sama pada umumnya manusia, yang berbeda hanya kondisi fisik dan juga bahwa seorang disabilitas mempunyai suatu potensi serta sikap positif terhadap lingkungan. Penyandang disabilitas terbagi menjadi beberapa jenis yaitu tunanetra, tunarungu, tunagrahita dan tunadaksa.(Somantri, 2007) Seseorang yang mengalami disabilitas fisik karena kecelakaan belum tentu bisa menerima diri dengan baik. Penerimaan diri merupakan suatu tingkatan kesadaran individu tentang karakteristik kepribadiannya, akan kemauan untuk hidup dengan keadaan tersebut. Penerimaan diri adalah sikap yang pada dasarnya merasa puas dengan diri sendiri, potensi yang dimiliki serta pengakuan akan keterbatasannya.(Caplin, 2006). Laki-laki dewasa penyandang disabilitas fisik karena kecelakaan dapat menyesuaikan diri dengan penerimaan diri yang baik, sehingga bisa menerima kondisi sekarang dan beraktifitas dengan baik. Penerimaan diri yang baik membuat laki-laki dewasa penyandang disabilitas fisik karena kecelakaan merasa senang , tenang dan dapat menyesuaikan dirinya untuk mengatasi masalah yang dihadapi. Berbagai masalah yang dihadapi oleh lakilaki penyandang disabilitas fisik karena kecelakaan apabila direspon secara negatif maka akan muincul tekanan-tekanan dalam dirinya sehingga akan gagal dalam menerima dirinya. Kegagalan dalam penerimaan diri pada laki-laki dewasa penyandang disabilitas fisik karena kecelakaan membuat dirinya merasa rendah diri, merasa tidak berharga karena merasa tidak bisa mengembangkan potensi dan kemampuannya. Kegagalan dalam penerimaan diri juga memunculkan rasa malu, sensitif dan tidak terhindarkan juga hinaan, celaan sering diterima dari lingkungan sekitarnya yang akan menyebabkan penyandang disabilitas menarik diri dari pergaulannya. Fenomena seperti ini banyak ditemukan di kehidupan sehari–hari dimasyarakat tetapi kurang mendapat perhatian dari masyarakat. Penelitian ini akan meneliti tentang penerimaan diri pada laki-laki dewasa penyandang disabilitas fisik karena kecelakaan yang dulu kondisi fisiknya normal, dikagumi, dipuji dan mempunyai suatu impian yang besar dan tiba-tiba suatu kecelakaan yang mengakibatkan kondisi fisiknya berbeda dengan sebelumnya sehingga sekarang menyandang predikat disabilitas. Disabilitas pada sebagian masyarakat masih dipandang sebagai sebuah aib, tidak seorangpun yang mau untuk menerima keadaan disabilitas, meskipun itu sebuah kejadian yang tidak disengaja. Individu yang mengalami disabilitas yang awalnya keadaannya normal tentu akan memerlukan upaya dan realitas untuk bisa menerima disabilitas itu. Kecelakaan yang mengakibatkan disabilitas fisik biasanya respon yang muncul awalnya adalah stres, putus asa, rendah diri, merasa tidak berharga dan seringkali individu tersebut menjadi sangat sensitif. Namun bagaimanapun disabilitas adalah suatu realitas. Ketika terjadi atau menimpa seseorang maka tidak terelakkan sehingga satu-satunya hal yang dapat dilakukan adalah menerima kondisi disabilitas sebagai sebuah realitas. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami: 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan diri pada laki-laki dewasa penyandang disabilitas fisik karena kecelakaan. 2. Dinamika psikologis penerimaan diri pada Laki-laki dewasa penyandang disabilitas fisik karena kecelakaan. Tinjauan Pustaka 1. Definisi Penerimaan Diri Menurut Supratiknya (1995), suatu penghargaan yang tinggi terhadap diri sendiri atau tidak bersikap sinis terhadap diri sendiri. Penerimaan diri berkaitan dengan kerelaan membuka diri atau mengungkapkan pikiran, perasaan dan reaksi kepada orang lain, kesehatan psikologis individu serta penerimaan terhadap orang lain. Menurut Maslow (dalam Feist & Feist, 2008), penerimaan diri adalah pribadi yang dapat menerima diri apa adanya, memiliki sikap positif atas dirinya, tidak terbebani oleh kecemasan atau rasa malu. Subjek menerima kelemahan dan kelebihan dirinya. Rogers (dalam Feist & Feist, 2008) penerimaan diri adalah individu yang memiliki pandangan yang realistik mengenai dunia sehingga memiliki pandangan yang lebih akurat mengenai potensi-potensi yang ada dalam dirinya, mampu menyempitkan jurang diri-ideal dan diri-rill, lebih terbuka terhadap pengalaman, lebih efektif dalam memecahkan masalah sendiri dan memiliki tingkat anggapan positif lebih tinggi sehingga dapat mengembangkan pandangan tentang siapa dirinya sesungguhnya. Papalia, Olds dan Feldman (2004) menyatakan bahwa individu yang memiliki penerimaan diri berpikir lebih realistik tentang penampilan dan bagaimana dirinya terlihat dalam pandangan orang lain. Ini bukan berarti individu tersebut mempunyai gambaran sempurna tentang dirinya, melainkan individu tersebut dapat melakukan sesuatu dan berbicara dengan baik mengenai dirinya. Darajat (2003) menyatakan rasa dapat menerima diri dengan dengan sungguh-sungguh inilah yang akan menghindarkan individu dari jatuh kepada rasa rendah diri, akan hilangnya kepercayaan diri sehingga akan mudah tersinggung dan akan mudah menyinggung orang lain. Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penerimaan diri adalah seseorang yang dapat menyadari dan mengakui karakteristik pribadinya dan mampu melangsungkan hidupnya dengan suatu kelebihan dan kekuranganya tanpa menyalahkan orang lain dan mampu menjalin hubungan dengan orang lain. 2. Ciri-ciri seseorang yang mempunyai penerimaan diri yang baik Allport (dalam Hjelle & Zieglar, 1981) mengungkapkan bahwa orang yang menerima dirinya adalah orang-orang yang: a. Memiliki gambaran yang positif tentang dirinya Seseorang bisa mendapatkan sisi lain dari dirinya dan tidak berhenti pada kebiasaan dan keterbatasan serta aktivitas yang hanya berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan sendiri. b. Seseorang yang dapat mengatur dan bertoleransi dengan keadaan emosi Dasar individu yang baik adalah kesan positif terhadap dirinya sendiri sehingga dengan demikian seseorang akan dapat bertoleransi dengan frustrasi dan kemarahan atas kekurangan dirinya dengan baik tanpa perasaan yang tidak menyenangkan dan perasaan bermusuhan. c. Dapat berinteraksi dengan orang lain Dua hal yang menjadi kriteria hubungan interpersonal yang hangat dengan orang lain adalah keintiman dan kasih sayang. d. Memiliki persepsi yang realistik dan kemampuan untuk menyelesaikan masalah Seseorang melihat pada hal-hal yang ada pada dirinya, bukan pada hal-hal yang diharapkan ada pada dirinya sehingga berpijak pada realitas, bukan pada kebutuhan-kebutuhan dan fantasi. e. Memiliki kedalaman wawasan dan rasa humor Pribadi dewasa yang mengenal dirinya tidak perlu melimpahkan kesalahan dan kelemahan kepada orang lain, melihat dirinya secara objektif, sangup menerima dalam hidup dan memiliki rasa humor. f. Memiliki konsep yang jelas tentang tujuan hidup Tanpa ini wawasan mereka akan terasa kosong dan tandus. Ada rasa humor akan merosot, sikap religius dan filsafat hidup yang menyatukan memiliki suara hati yang berkembang baik dan mempunyai hasrat kuat untuk melayani orang lain. Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri penerimaan diri antara lain memilki penghargaan yang tinggi pada potensi yang dimiliki, memiliki rasa humor dan mudah bergaul, bisa mengatur emosi dengan baik, bertanggung jawab, terbuka pada diri dan orang lain serta memiliki tujuan hidup. 3. Faktor- faktor yang mempengaruhi Penerimaan diri Setiap orang memiliki ideal self atau menginginkan diri yang lebih dari pada pribadi yang sesungguhnya sehingga tidak semua individu bisa menerima dirinya. Apabila ideal self itu tidak realistis dan sulit tercapai dalam kehidupan nyata maka akan frustasi, cemas, kecewa. Hurlock (2004) menyatakan penerimaan diri dipengaruhi oleh sejumlah faktor, di antaranya adalah : a. Aspirasi yang realistis Individu yang mampu menerima dirinya harus realistis tentang dirinya serta mempunyai keinginan yang dapat di capai. b. Keberhasilan Individu menerima dirinya, harus mampu mengembangkan potensi dirinya sehingga potensinya tersebut dapat berkembang secara maksimal. c. Perspektif Diri Kemampuan dan kemauan menilai diri secara realistis serta menerima kelemahan serta kekuatan yang dimiliki. d. Wawasan sosial Kemampuan melihat diri sebagaimana pandangan orang lain tentang diri individu tersebut. e. Konsep diri yang stabil. Bila individu melihat dirinya dengan secara konsisten dari suatu saat dan saat-saat lainnya. Chaplin (2005) berpendapat faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan diri adalah: a. Konsep diri yang stabil, individu yang mempunyai konsep diri yang stabil akan melihat dirinya dari waktu ke waktu secara konstan dan tidak akan berubah-ubah. b. Kondisi emosi yang menyenangkan dengan tidak menunjukkan tidak adanya tekanan emosi sehingga memungkinkan individu untuk memilih yang terbaik dan sesuai dengan dirinya selain itu individu juga memiliki sikap yang positif dan menyenangkan yang akan mengarahkan pada pembentukan sikap individu untuk mudah menerima diri karena tidak adanya penolakan. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan diri adalah harapan yang realistis, konsep diri yang stabil, kondisi emosi yang menyenangkan, mengembangkan keberhasilan, mempunyai perspektif diri dan wawasan sosial. 4. Penyandang Disabilitas Somantri (2007) mengartikan disabilitas sebagai suatu keadaan rusak atau terganggu sebagai akibat gangguan bentuk atau hambatan pada tulang, otot dan sendi dalam fungsinya yang normal atau dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang menghambat kegiatan individu sebagai akibat kerusakan atau gangguan pada tulang dan otot, sehingga mengurangi kapasitas normal individu untuk mengikuti pendidikan dan berdiri sendiri. Kondisi ini dapat disebabkan oleh penyakit, kecelakaan atau dapat juga disebabkan oleh bawaan sejak lahir. Menurut (Dinsos, 2012) dalam ketentuan umum Undang Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, khususnya Pasal 1 dan pada bagian penjelasannya disebutkan, bahwa yang dimaksud dengan penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya. Cacat fisik adalah seseorang yang menderita kelainan pada tulang atau sendi anggota gerak dan tulang, tidak lengkapnya anggota gerak atas dan bawah, seseorang yang buta kedua matanya atau kurang awas (low vision), seseorang yang tidak dapat mendengar dan berbicara dengan baik sehingga menimbulkan gangguan atau menjadi lambat untuk melakukan kegiatan sehari-hari secara wajar/layak. Kriteria : 1. Anggota tubuh tidak lengkap putus/amputasi tungkai, lengan atau kaki 2. Cacat tulang/persendian 3. Cacat sendi otot dan tungkai, lengan dan kaki 4. Lumpuh 5. Buta total (buta kedua mata) 6. Masih mempunyai sisa penglihatan/kurang awas (low vision) 7. Tidak dapat mendengar/memahami perkataan yang disampaikan pada jarak satu meter tanpa alat bantu dengar 8. Tidak dapat berbicara sama sekali/berbicara tidak jelas (pembicaraannya tidak dapat dimengerti) 9. Mengalami hambatan atau kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang lain Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penyandang cacat fisik adalah seseorang yang mempunyai kelainan pada pada anggota tubuhnya yang diakibatkan dari kecelakaan, faktor bawaan, maupun penyakit sehingga menghambat dalam melakukan aktivitas sehari-hari. 5. Dewasa Dini Menurut Hurlock (2004) Dewasa adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya. Masa Dewasa dini di mulai pada umur 18 tahun sampai umur 40 tahun. Tahap Perkembangan Dewasa Dini antara lain : a. Penyesuaian terhadap perubahan fisik Pada periode dewasa dini, penampilan dan kesehatan fisik mencapai puncaknya dan menurun pada akhir dewasa dini. Puncak efisiensi fisik biasanya dicapai pada usia pertengahan dua puluhan dan sesudah mana menjadi penurunan lambat laun hingga awal usia empat puluh. b. Perubahan Kognitif Orang dewasa yang matang perkembangan kognitifnya lebih sistematis dalam memecahkan masalah. Orang dewasa dini mulai berpikir yang lebih liberal dan bijaksana dalam mengambil keputusan tentang cara pemecahan masalah, sehingga peningkatan toleransi terhadap hal–hal yang tidak diinginkan. c. Penyesuaian peran seksual Penyesuaian pada peran seks pada masa dewasa dini benar-benar sulit. Anak laki-laki dan perempuan telah menyadari pembagian peran seks, tetapi belum tentu mereka mau menerimanya sepenuhnya. Banyak gadis remaja ingin berperan sebagai seorang ibu dan istri yang baik kalau mereka dewasa nanti tetapi setelah dewasa mereka tidak mau menjadi istri ataupun ibu sesuai pengertian tradisional yaitu alasan mereka ingin menghindari peranan wanita tradisional. d. Penyesuaian perubahan minat Remaja umumnya mempertahankan minat-minat mereka sewaktu beralih kemasa dewasa tetapi minat pada masa dewasa kemudian akan berubah. Minat yang dipertahankan dalam kehidupan dewasa tidak sesuai dengan peran sebagai orang dewasa, sedangkan yang lain tidak lagi memberikan kepuasan seperti semula. Perubahan minat biasanya terjadi sangat cepat pada masa remaja seperti perubahan-perubahan fisik dan psikologis. e. Penyesuaian perubahan perkawinan Penyesuaian yang cocok dan disukai menjadi sulit karena banyaknya pertambahan model keluarga menjadikan proses penyesuaian hidup sebagai suami istri sulit. Tingkat kesulitan menjadi besar karena gaya hidupnya berbeda dengan anggota lainnya dalam keluarga. misalnya, seorang wanita dahulu kehidupan masa anak-anaknya dirumah dibesarkan dalam keluarga inti mungkin akan mendapat kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan kondisi baru dan masalah yang timbul ketika ia menikah dengan pria yang berasal dari latar belakang keluarga besar. f. Penyesuaian pekerjaan Penyesuaian pekerjaan yang cocok dengan bakat dan minatnya dengan jenis pekerjaan yang diemban, makin tinggi pula tingkat kepuasan yang diperoleh. Pola umum kehidupan mereka bergantung pada beberapa banyak yang mereka peroleh dan bagaimana cara memperolehnya. Banyak orang dewasa muda yang kurang memiliki keterampilan sehingga salah memilih suatu pekerjaan yang tidak sesuai dengan keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa masa dewasa dini mulai dari umur 18 tahun sampai umur 40 tahun. Masa dewasa dini merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan–harapan sosial baru. Tahap perkembangan dewasa dini antara lain penyesuaian terhadap perubahan fisik, perubahan kognitif, penyesuaian peran seksual, penyesuaian perubahan minat, penyesuaian perubahan perkawinan dan penyesuaian pekerjaan. METODE PENELITIAN Pendekatan dan strategi penelitian Pendekatan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan proses kegiatan mengungkapkan secara logis, sistematis dan empiris terhadap fenomenafenomena sosial yang terjadi disekitar untuk direkontruksi guna mengungkapkan kebenaran yang bermanfaat bagi kehidupan masyarakat dan ilmu pengetahuan. Kebenaran yang dimaksud adalah keteraturan yang menciptakan keamanan, ketertiban, keseimbangan dan kesejahteraan masyarakat (Iskandar, 2009) Menurut Miles dan Humberman (Poerwandari, 2007) penelitian kualitatif sedikit banyak dapat dianologikan dengan proses penyelidikan, tidak banyak berbeda dengan kerja detektif yang harus mendapat gambaran tentang fenomena yang diselidiki. Kirk dan Miller (moleong, 2000) mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif merupakan tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Penelitian fenomenologi berorientasi untuk memahami, menggali, dan menafsirkan arti dari peristiwaperistiwa, fenomena-fenomena dan hubungan dengan orang-orang yang bisa dalam situasi tertentu. Pendekatan ini berdasarkan kenyataan lapangan dengan menggunakan pengamatan terhadap fenomena atau gejala sosial alamiah yang digunakan sebagai sumber data (Iskandar, 2009). Menurut Bogdan Biklen (Iskandar, 2009) penelitian dengan pendekatan fenomenologi berusaha memahami makna dari suatu peristiwa atau fenomena yang saling berpengaruh dengan manusia dalam keadaan tertentu. Hakikat penelitian kualitatif adalah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya, berinteraksi, berusaha memahami bahasa dan tafsiran manusia tentang dunia sekitarnya, mendekati atau berinteraksi dengan orangorang yang berhubungan dengan fokus penelitian dengan tujuan mencoba memahami, menggali pandangan dan pengalaman untuk mendapatkan informasi atau data yang dilakukan. Analisis isi (content analyse) merupakan metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini untuk mendeskripsikan individu dengan penerimaan diri pada laki-laki dewasa penyandang disabilitas karena kecelakaan. Sampling Dalam penelitian “ Penerimaan diri pada laki-laki dewasa penyandang disabilitas fisik karena kecelakaan“ ini, digunakan jenis sampling purposive dimana teknik pemilihan subjek berdasarkan pada penilaian pribadi. Representatif atau tidak pemilihan subjek ini ditentukan oleh peneliti. Narbuko dan Achmadi (2007) mengemukakan bahwa sampling purposive berdasarkan pada ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang diperkirakan mempunyai sangkut paut erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat yang ada dalam populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Jadi, ciri-ciri atau sifat-sifat yang spesifik yang ada dijadikan kunci untuk pengambilan sampel. Penelitian ini, akan digunakan subjek seorang penyandang disabilitas karena kecelakaan. Oleh karena itu ,harus dipahami dahulu siapakah yang dikatakan disabilitas itu sehingga bisa didapatkan subjek di lapangan sesuai dengan karakteristik yang telah ditentukan. Karakteristik subjek untuk penelitian ini yaitu : 1. Disabilitas fisik karena kecelakaan 2. Usia dewasa (18 tahun sampai dengan 40 tahun) Metode Pengambilan Data 1. Wawancara Menurut Narbuko dan Acmadi (2007) wawancara adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan dimana dua orang atau lebih bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan-keterangan. Wawancara kualitatif dilakukan bila peneliti bermaksud untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektif yang dipahami individu berkaitan dengan topik yang diteliti (Poerwandari, 2007). . 2. Observasi Istilah observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut. Junker (Moleong, 2000) membagi peran pengamat dalam sebuah observasi penelitian menjadi empat, yaitu berperan serta lengkap, pemeran serta sebagai pengamat, pengamat sebagai pemeran serta dan pengamat penuh. Desain Penelitian Penelitian ini akan digunakan subjek sejumlah dua orang yang tinggal di yogyakarta. Jumlah subjek yang hanya sedikit ini salah satunya disebabkan oleh masalah ketersediaan subjek yang memang sangat terbatas. Namun, tidak menutup kemungkinan jumlah subjek akan bertambah jika kemudian ditemukan subjek lain. Tempat penelitian ini adalah dirumah subjek dan tempat subjek bekerja. Penelitian ini dilakukan selama dua bulan dalam pengambilan data di lapangan. Keterpercayaan Penelitian 1. Validitas Istilah lain dari validitas adalah kredibilitas. Poerwandari (2007) menjabarkan kredibilitas dalam penelitian kualitatif terletak pada keberhasilannya mencapai maksud mengeksplorasi masalah atau mendeskripsikan setting, proses, kelompok sosial atau pola interaksi yang kompleks. Sejauh mana peneliti telah benar-benar mengukur suatu kriteria atau aspek-aspek yang dimaksud. Dalam mencapai validitas penelitian kualitatif digunakan metode triangulasi, mengecek ulang antara sumber data dan observasi. Peneliti telah melakukan metode triangulasi untuk mencapai validitas dengan mengecek ulang sumber data (member check), serta melakukan triangulasi dalam hal analisis data dengan peneliti lain. Peneliti lain dalam hal ini adalah dosen pembimbing skripsi. 2. Obyektivitas (Neutrality) Objektivitas dapat dilihat sebagai konsep intersubyektivitas, terutama dalam kerangka ’pemindahan’ dari data yang subyektif kearah generalisasi (data objektif) (Poerwandari, 2007). Upaya untuk meningkatkan netralitas data adalah dengan memiliki jurnal pribadi untuk memudahkan jika akan dilacak kebelakang proses penelitian, yaitu dalam penelitian ini peneliti mempunyai file note. File note digunakan peneliti untuk mencatat berbagai temuan di lapangan yang relevan dengan penelitian yang tidak terduga atau terfikirkan. PEMBAHASAN 1. Faktor - faktor yang mempengaruhi penerimaan diri Hurlock (2004) Setiap orang memiliki ideal self atau menginginkan diri yang lebih daripada pribadi yang sesungguhnya sehingga tidak semua individu bisa menerima dirinya. Apabila ideal self itu tidak realistis dan sulit tercapai dalam kehidupan nyata maka akan frustasi, cemas, kecewa. Penerimaan diri dipengaruhi oleh sejumlah faktor, di antaranya adalah aspirasi yang realistis, keberhasilan, perspektif diri, wawasan sosial dan konsep diri yang stabil. Berdasarkan hasil temuan lapangan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan diri pada laki-laki dewasa penyandang disabilitas fisik karena kecelakaan. Kedua subjek memiliki aspirasi realistis, bahwa subjek bisa menerima dirinya sendiri sebagai suatu realitas dalam hidupnya dan bisa mencapai sesuatu yang mereka inginkan secara realistis. Hal ini sejalan dengan pendapat Hurlock (2004) yang mengatakan bahwa aspirasi realitas adalah individu yang mampu menerima dirinya harus realistis tentang dirinya serta mempunyai keinginan yang dapat dicapai. Hal itu ditemukan dalam penelitian bahwa subjek pertama menerima keadaan dirinya dengan lapang dada, berusaha bangkit dalam hidupnya dan bisa mencapai sesuatu yang diinginkan. Sedangkan subjek kedua bisa menerima dirinya secara realitis karena masih bisa berjalan walaupun dengan potesa dan berusaha mencapai sesuatu yang diinginkannya. Selain aspirasi yang realistis Hurlock (2004) juga menyatakan tentang pentingnya keberhasilan. Keberhasilan adalah individu yang bisa menerima dirinya, harus mampu mengembangkan potensi dirinya sehingga potensinya berkembang secara maksimal. Dalam penelitian ini subjek pertama mempunyai rasa optimis yang tinggi dan tidak mau kalah dengan orang-orang normal dalam memperoleh keberhasilan. Sedangkan subjek kedua akan terus mengembangkan potensi yang ada pada dirinya. Temuan lain dalam penelitian adalah perspektif diri. Subjek pertama menjelaskan bahwa orang yang cacat masih bisa berkarya bahkan bisa melebihi orang-orang yang normal. Sedangkan subjek kedua menjelaskan bahwa keterbatasan fisiknya mampu meningkatkan kekuatan dalam dirinya dan berfikiran positif. Hal ini sejalan dengan pendapat Sartain (Satyaningtyas & Abdullah, 2009) menjelaskan bahwa menerima keadaan diri berarti menghargai segala kelebihan dan kekurangan yang ada pada diri sendiri dan berusaha untuk mengelola kelebihan dan kekurangannya dengan sebaikbaiknya. Wawasan sosial adalah kemampuan melihat diri sebagaimana pandangan orang lain pada dirinya. Dalam penelitian subjek pertama menyatakan bahwa pandangan orang lain tentang dirinya menjadikan motivasi untuk lebih maju sesuai dengan harapan yang diinginkan begitu juga dengan subjek kedua pandangan orang lain tentang dirinya mampu menguatkan dirinya untuk lebih baik. Selain itu Chaplin (2005) orang mempunyai konsep diri yang stabil yaitu melihat dirinya dari waktu ke waktu secara konstan dan tidak akan berubah-ubah. Dalam penelitian subjek pertama menjelaskan bahwa subjek bisa menerima dirinya tanpa syarat dan mengambil hikmah atas kejadian yang menimpanya. Dan subjek kedua menjelaskan bahwa kondisinya sekarang berbeda tetap optimis dan kedepannya tetap bisa menerima dengan keadaan disabilitas sampai kapanpun. 2. Dinamika Psikologis Penerimaan Diri Berdasarkan hasil temuan dilapangan terhadap subjek mengenai dinamika psikologis penerimaan diri, ditemukan bahwa dinamika penerimaan diri kedua subjek cukup baik. Pada masa kecil dan masa remaja subjek pertama mendapatkan kebahagiaan dan sadar kenakalannya berakibat buruk pada prestasi sekolahnnya, kenakalan waktu subjek remaja adalah kenakalan yang wajar dan relatif stabil. Subjek pertama sekarang lebih bisa mereflesikan diri atau lebih bisa menentukan diri sendiri yang lebih positif. Subjek pertama juga mempresepsikan keluarga yang positif dan komunikatif. Sedangkan masa kecil subjek kedua biasa saja jarang main seperti anak-anak pada umumnya dan menceritakan keluarganya yang komunikatif, baik walaupun ada figure ayah yang keras. Hal ini sejalan dengan pendapat Hurlock (Rizkiana & Retnaningsih, 2009) menyatakan anak yang diasuh secara demokratis akan cenderung berkembang sebagai orang yang dapat menghargai dirinya sendiri. Pada masa dewasa adalah masa reproduktif, mulai bekerja, memilih pasangan hidup, mulai membina keluarga, mempunyai tanggung jawab yang besar dan mencari kelompok sosial yang menyenangkan. Pada penelitian dilapangan ditemukan pada masa dewasa kedua subjek ada kesamaan. Subjek pertama ketika mengalami kecelakaan yang mengakibatkan cacat fisik, subyek pertama awalnya tidak percaya diri dan sedikit kehilangan rasa humor. Sedangkan subyek kedua ketika mengalami kecelakaan harus merelakan kakinya untuk diamputasi sehingga subyek merasa terguncang, tidak percaya diri, belum sepenuhnya bisa menerima kondisinya dan ada rasa tidak ada yang berteman dengan dirinya. Selain itu kedua subyek menjalani proses dalam hidupnya, akhirnya bisa menerima kecacatan mereka. Hasil penelitian dilapangan subyek pertama bisa menerima kondisi sekarang dengan ikhlas, percaya pada takdir, selalu optimis dan open mind. Sedangkan subjek kedua bisa menerima kondisinya dengan berusaha ikhlas menerima dirinya sebagai suatu realitas dan membuka diri dengan dunia luar. Pernyataan diatas sejalan dengan Roger(2008) bahwa menerima diri sendiri adalah individu yang memiliki pandangan yang realistik mengenai dunia sehingga memiliki pandangan yang lebih akurat mengenai potensi-potensi yang ada dalam dirinya, mampu menyempitkan jurang diri-ideal dan diri-rill, lebih terbuka terhadap pengalaman, lebih efektif dalam memecahkan masalah sendiri dan memiliki tingkat anggapan positif lebih tinggi sehingga dapat mengembangkan pandangan tentang siapa dirinya sesungguhnya Penerimaan diri yang diperoleh kedua subjek atas dasar dorongan internal dan eksternal. Subjek pertama menyatakan bahwa bisa menerima dirinya sendiri dengan kondisinya sekarang karena adanya motivasi yang kuat dalam dirinya, mempunyai harapan yang ingin dicapai dan support dari keluarga. Subjek kedua juga menyatakan bahwa dirinya bisa menerima kondisinya sekarang karena mempunyai motivasi yang kuat untuk mencapai suatu harapan, dukungan dari keluarga dan psikososial yang baik. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dijelaskan sebelumnya dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan diri pada laki-laki dewasa penyandang disabilitas fisik karena kecelakaan adalah a. Faktor Internal : aspirasi realistis yaitu kedua subjek bisa menerima dirinya sendiri sebagai suatu realitis serta mempunyai keinginan yang dicapai. Faktor keberhasilan juga sebagai peningkat penerimaan diri karena kedua subjek mempunyai rasa optimis yang tinggi dalam mengembangkan potensi-potensi yang ada dalam dirinya. Selain itu perspektif diri yaitu kemampuan dan kemauan menilai diri secara realistis serta menerima kekurangan dan kelebihan yang dimiliki. Wawasan sosial juga mempengaruhi penerimaan diri kedua subjek karena pandangan orang lain tentang dirinya menjadikan motivasi untuk lebih maju. Subjek mempunyai konsep diri yang stabil yaitu dengan melihat dirinya secara konsisten dari waktu ke waktu. b. Faktor Eksternal : dukungan keluarga dan dukungan lingkungan. Subjek memperoleh dukungan sosial dari orang-orang yang bermakna dalam dirinya secara emosional akan merasa diperhatikan, dihargai, disayangi, mendapat saran dan kesan menyenangkan dalam dirinya sehingga memunculkan sikap penerimaan diri yang baik. 2. Dinamika Psikologis kedua subjek baik dalam menerima dirinya yang memiliki kondisi yang berbeda pasca kecelakaan ternyata, lebih dipengaruhi oleh situasi pribadinya dimasa kecil. Masa kecil yang bahagia dan harmonis dalam keluarga telah menjadikan kedua subjek sebagai pribadi yang stabil sehingga ketika mengalami kecelakaan, kedua subjek mempunyai modal internal yang kokoh untuk mendorongnya segera pulih dari keguncangan pasca kecelakaan. Faktor yang kondusif juga telah memberikan motivasi yang kuat untuk bagi penerimaan diri yang positif pada kedua subjek. DAFTAR PUSTAKA Chaplin, J.P.2005. Kamus Lengkap Psikologi. Penerjemah: Kartini Kartono. Jakarta: Raja Grafindo Persada Darajat, Z. 2003. Penyesuaian Diri. Jakarta: Bulan Bintang Feist J & Feist G,J . 2008. Theories of Personality. Edisi ke-6. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Hjelle, L. A. & Ziegler, D. S. 1981. Personality Theories : Basic Assumptions,Researsch, and Application. Tokyo : Mc Graw Hill Inc Hurlock, E.B. (1974). Personality Development. New Delhi : MC. Graw Hill Publishing Company Hurlock, E.B. (2004). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan.Cetakan Ke-5. Jakarta: Erlangga Iskandar. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Gaung Persada (GP Press) Moeloeng, L.J.2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda Karya. Narbuko,C & Achmadi,A.2007. Metodologi Penelitian.2007.Jakarta: Bumi Aksara. Oktaviana, I.A. 2012. Suara Mahasiswa, Subsidi Untuk Penyandang Disabilitas. www.Seputar-Indonesia.com. Di akses 23 September 2012 Papalia, D.E., Olds, S.W., Feldman, R.D. 2004 Human development McGrawHill New York. Poerwandari, E.K.2007. Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Perilaku Manusia. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan pendidikan Psikologi (LPSP3) Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Rahmat, J.W.2001. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya Rizkiana,U & Retnaningsih. 2009. Penerimaan Diri Pada Remaja Penderita Leukimia. Jurnal psikologi. Volume 2 Satyaningtyas, R. & Abdullah, S.M.2009. Penerimaan Diri dan Kebermaknaan Hidup Penyandang Cacat Fisik. Jurnal Psikologi Silfina, M. 2010. Koping Stres Pada Difabel Korban Gempa Bumi 27 Mei 2006. Skripsi.(tidak diterbitkan). Surakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta. Somantri,S.2006.Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT. Refika Aditama Supraktiknya.1995. Komunikasi Antar Pribadi: Tinjauan Psikologi. Yogyakarta: Kanisius Sulaeman, D. 1995. Psikologi Remaja : Dimensi-Dimensi Perkembangan. Bandung : Mandar Maju Susanti, D.P.,Mufattahah, S. dan Zulkaida, A. 2010. Penerimaan Diri Pada Istri Pertama Dalam Keluarga Poligami Yang Tinggal Dalam Satu Rumah. Jurnal Psikologi 2006. Definisi dan Kriteria PMKS. http://www.dinsos.pemdadiy.go.id. Diakses tanggal 21 september 2012 . 2011. Pengertian Disabilitas. http://bahasa.kompasiona.com.Diakses 23 september 2012 . 2011. Ratifikasi Konvensi Penyandang Disabilitas. www.bpkb.go.id. Diakses tanggal 24 september 2012