I. 1.1 PENDAHULUAN Latar Belakang Dewasa ini semakin banyak dilakukan penelitian di bidang mikrobiologi, terutama penelitian berbasis pemanfaatan jamur dan bakteri. Sebagai obyek penelitian, bakteri lebih disukai dibandingkan mikroorganisme lain mengingat karena sifat pertumbuhan bakteri yang cepat dan mudah untuk dibiakan. Penelitian terkait ganggang hijau-biru relatif sedikit dan jarang dilakukan serta terfokus pada ganggang hijau-biru dari habitat air laut. Ganggang hijau-biru sebenarnya memiliki potensi pemanfaatan yang sangat luas, baik dalam bidang pangan, kesehatan maupun lingkungan. Ganggang hijau-biru (cyanobacteria) atau dikenal juga dengan istilah Cyanophyta merupakan filum bakteria yang mendapatkan energi melalui proses fotosintesis (Sarma, 2012). Ganggang hijau-biru memanen cahaya sebagai sumber energi menggunakan klorofil, energi yang didapatkan kemudian akan ditransfer ke pusat reaksi fotosintesis (Stambler dan Dubinsky, 2006). Organisme fototrof aerobik seperti ganggang hijau-biru utamanya menyerap energi matahari pada area sinar tampak (400 – 700 nm) (Overmann dan Garcia-Pichel, 2004). Ganggang hijau-biru bisa berbentuk sel tunggal atau koloni. Koloni ganggang hijau-biru dapat membentuk filamen ataupun lembaran. Beberapa koloni filamen memiliki kemampuan untuk berdiferensiasi menjadi tiga tipe sel yang berbeda: sel vegetatif adalah yang paling umum dijumpai, sel fotosintesis pada kondisi lingkungan yang baik, dan tipe heterokista yang berdinding tebal yang mengandung enzim nitrogenase pada kondisi lingkungan ekstrim (Bischoff dan Bold, 1963). Ganggang hijau-biru secara alami terdapat di alam dengan sebaran yang luas, meliputi berbagai habitat darat dan perairan, namun penelitian terkait ganggang hijau-biru masih sangat sedikit. Hal ini disebabkan oleh tingkat kesulitan yang tinggi pada tahap isolasi dan pemurnian mikroorganisme tersebut (Ferris dan Hirsch, 1991). Agar, yang secara rutin digunakan sebagai agen pemadat media untuk bakteri, diketahui mengandung pengotor dan beberapa di antaranya diduga justru menghambat pertumbuhan ganggang hijau-biru itu sendiri (Allen dan Gorham, 1981). Karenanya, diperlukan teknik khusus dalam pembuatan media padat untuk pertumbuhan ganggang hijau-biru (Castenholz, 1988). Pemanfaatan ganggang hijau-biru yang telah banyak dilakukan hingga saat ini meliputi penggunaannya sebagai PST (protein sel tunggal), suplemen diet, obat antikanker dan sebagai sumber energi alternatif. Spesies ganggang hijau-biru yang telah banyak diteliti umumnya adalah yang berasal dari lingkungan perairan, baik air asin maupun air tawar. Ganggang hijau-biru yang umum digunakan di industri hanya mampu tumbuh hingga suhu maksimal 40 °C (Allen dan Stanier, 1968). Hingga saat ini, masih belum banyak ditemui pemanfaatan spesies ganggang hijau-biru yang tahan terhadap suhu tinggi, mengingat keberadaannya yang sangat jarang di alam. Dalam bidang industri, mikroorganisme yang bersifat termofilik dinilai lebih menguntungkan karena tahapan-tahapan pada proses industri umumnya terjadi pada suhu yang tinggi. Pada penelitian ini, dilakukan isolasi spesies ganggang hijau-biru yang berasal dari Sungai Bebeng di kaki Gunung Merapi, dengan suhu habitat asalnya berkisar 60 – 65 °C, serta dilakukan identifikasi morfologis spesies ganggang hijau-biru tahan suhu tinggi tersebut. 1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan mengidentifikasi ganggang hijau-biru yang bersifat termofilik dari bantaran Sungai Bebeng, Merapi. 1.3 Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian ini adalah didapatkan sumber hayati ganggang hijau-biru termofilik, yang dapat dimanfaatkan pada proses reduksi asam lemak. II. 2.1 TINJAUAN PUSTAKA Ganggang Hijau – Biru Cyanobacteria atau ganggang hijau-biru adalah filum (atau divisi) bakteri yang mendapat energi melalui fotosintesis. Jejak fosil ganggang hijau-biru telah ditemukan sejak 3,8 miliar tahun lalu dan merupakan salah satu kelompok bakteri terbesar dan terpenting di bumi. Ganggang hijau-biru dapat ditemukan di hampir semua habitat yang bisa dibayangkan, dari samudera ke air tawar bahkan sampai ke batu dan tanah (Bischoff dan Bold, 1963). Kebanyakan ganggang hijau-biru ditemukan di air tawar, sedangkan beberapa spesies ditemukan tinggal di lautan, terdapat di tanah lembab, atau bahkan kadang-kadang melembabkan batuan di gurun. Beberapa ganggang hijau-biru bersimbiosis dengan lumut kerak, tumbuhan, berbagai jenis protista dan menyediakan energi bagi inangnya (Seckbach dan Oren, 2006). Ganggang hijau-biru yang berasal dari kelas Myxophyceae adalah mikroorganisme primitif dan dikelompokkan dalam prokariota. Sel-sel ganggang ini tidak memiliki inti yang terbagi dengan baik dan pembelahan sel yang terjadi adalah pembelahan biner sederhana. Organisme ini memiliki warna hijau-biru, dengan pigmen utamanya dapat berupa hijau klorofil a, karoten, xanthofil, c-phycocyanin dan c-phycoerythryn. Produk dari aktivitas fotosintetisnya adalah glikogen (Kaushik, 1987). Setiap individu sel umumnya memiliki dinding sel yang tebal dan lentur, serta bersifat Gram negatif. Ganggang hijau-biru tidak memiliki flagela. Mereka bergerak dengan meluncur sepanjang permukaan. Ganggang hijau-biru secara tradisional diklasifikasikan menjadi lima kelompok, berdasar struktur tubuhnya yaitu: Chroococcales, Pleurocapsales, Oscillatoriales, Nostocales dan Stigonematales (Oilgae, 2006). Ganggang hijau-biru adalah satu-satunya kelompok organisme yang mampu mereduksi nitrogen dan karbon dalam kondisi tidak ada oksigen (anaerob). Mereka melakukannya dengan mengoksidasi belerang (sulfur) sebagai pengganti oksigen. Beberapa spesies ganggang hijau-biru memproduksi neurotoksin, hepatotoksin, sitotoksin, dan endotoksin, membuat mereka berbahaya bagi hewan dan manusia (Stein, 1973). 2.2 Isolasi dan Pemurnian Ganggang Hijau - Biru Seringkali, langkah pertama menuju keberhasilan isolasi adalah memahami dan meniru keadaan lingkungan atau habitat yang terjadi secara alami. Untuk mikroalga yang berasal dari pesisir pantai, suhu dan salinitas sangat perlu diperhatikan, untuk fitoplankton yang berasal dari lautan terbuka maka kualitas air dan toksisitas logam menjadi permasalahan tambahan. Mikroalga yang berasal dari air tawar dan diisolasi pada selain musim dingin umumnya tidak peka terhadap perubahan suhu, tetapi pH dan kadar alkali sangatlah berpengaruh. Mikroalga dari lingkungan asam atau hypersaline membutuhkan media pertumbuhan yang khusus, sedangkan bagi mikroalga yang berasal dari tanah, faktor lingkungan tidak terlalu banyak berpengaruh dalam pertumbuhannya (Andersen dan Kawachi, 2005). Metode pengambilan cuplikan sangat menentukan keberhasilan isolasi karena jika sel sampai rusak atau mati maka akan mengakibatkan kegagalan penumbuhan di laboratorium (Andersen dan Kawachi, 2005). Langkah kedua menuju keberhasilan isolasi meliputi penghilangan kontaminan, terutama yang bersifat kompetitor pada spesies target. Metode pemurnian yang kerap dilakukan antara lain (Kaushik, 1987) : a. Pengenceran berulang Teknik ini umumnya digunakan ketika cuplikan dari alam sangat kaya ganggang hijau biru yang spesifik. Cuplikan ditumbuhkan berulangkali pada media cair hingga didapatkan isolat yang diinginkan. b. Fragmentasi Penyeragaman bentuk filamen dengan homogenizer kaca selama lima sampai sepuluh menit memungkinkan diperolehnya filamen pendek yang seragam dengan panjang empat sampai delapan sel. c. Antibiotik Pada beberapa kondisi, sulit dilakukan teknik pengenceran berulang dan/atau ultrasonik untuk menghilangkan kontaminan. Pada kondisi demikian maka penggunaan metode kimia lebih diminati daripada metode fisika. Salah satu metode kimia yang ada yaitu pengunaan antibiotik tunggal atau kombinasi untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan kontaminan. Pemurnian dengan menggunakan antibiotik telah diadopsi oleh banyak ilmuwan (Venkataraman, 1969). d. Radiasi ultraviolet Metode ini telah banyak digunakan untuk mendapatkan biakan murni dari ganggang hijau-biru (Bowyer dan Skerman, 1968). Suspensi mikroalga disinari selama dua puluh sampai tiga puluh menit dengan radiasi UV (λ 2750 A°) (Kaushik, 1987). e. Inkubasi suhu tinggi Ganggang hijau-biru termofilik (kisaran pertumbuhan yang optimal di atas 45 °C) mudah diisolasi dari habitat termal dengan pengayaan di atas suhu 45 °C (Castenholz, 1969). Kebanyakan ganggang hijau-biru tahan suhu tinggi tidak dapat tumbuh baik dengan suhu di bawah 30 - 35 °C, sedangkan suhu optimum tampaknya berada di dekat 72 °C (Kaushik, 1987). 2.3 Media Pertumbuhan Ganggang Hijau – Biru Pertumbuhan makroskopik koloni ganggang hijau-biru dapat secara umum terlihat di sungai dan kolam serta di permukaan tanah, bata tua, talang beton dan lain-lain. Distribusi yang luas dari ganggang hijau biru memastikan bahwa inkubasi nonspesifik biasanya akan berhasil, tetapi pengembangan spesies tertentu dan isolasi dalam biakan murni, adalah pekerjaan yang menuntut dan memakan banyak waktu (Kaushik, 1987). Seperti jasad hidup lainnya, ganggang hijau biru memerlukan nutrisi yang sesuai serta lingkungan yang menguntungkan. Pertama, media pertumbuhan harus mengandung nutrisi penting bagi pertumbuhan biakan mikroalga yang diberikan. Kedua, media harus pada saat yang sama memberikan lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan, yaitu, pH yang tepat, tekanan osmotik, aerasi dan sebagainya. Pada dasarnya semua media biakan dapat digunakan baik dalam bentuk cair atau padat (Kaushik, 1987). Cara sederhana untuk menangani ganggang adalah untuk menumbuhkan mereka dalam medium cair dalam tabung reaksi, termos kerucut atau botol biakan. Pertumbuhan pada media cair dapat terlihat dengan parameter yang berbeda (Kaushik, 1987): kekeruhan: warna kekeruhan, lebih atau kurang padat pelikel: massa kecil filamen yang mengapung pada permukaan medium cair sedimen: sel terflokulasi dan mengendap, tetapi berputar jika tabung digoyangkan Nutrien yang keterbatasannya dapat mempengaruhi bentuk dan pertumbuhan ganggang hijau-biru yaitu karbon, fosfor, nitrogen dan besi. Perubahan bentuk sel sebagai respon terhadap keterbatasan nutrien memungkinkan bakteri untuk menggunakan sumber nutrien yang tersedia untuk menunjang kehidupan, pertumbuhan dan reproduksinya. Gambar 2.1 menunjukkan pengaruh kondisi lingkungan biotik dan abiotik terhadap perubahan morfologi ganggang hijau biru (Singh dan Montgomery, 2011). Gambar 2.1 Diagram Pengaruh Faktor Lingkungan Terhadap Perubahan Bentuk Sel Ganggang Hijau-Biru (Singh dan Montgomery, 2011). Karbon anorganik seperti karbon dioksida diasimilasi pada siklus Calvin dan ketersediannya akan sangat mempengaruhi efektivitas fotosintesis ganggang hijaubiru. Ketersediaan karbon yang rendah dihubungkan dengan sifat dinding sel yang menjadi lebih kaku pada ganggang hijau-biru (Marcus, 1982). Kekurangan karbon juga menginduksi terbentuknya akinete pada sebagian spesies ganggang hijau-biru, yang diduga merupakan sebuah metode untuk dapat bertahan pada kondisi kekurangan karbon yang tidak menguntungkan dengan pembentukan sel yang berfungsi seperti spora, pembentukan akinete diasosiasikan dengan pembesaran sel. (Kaplan-Levy dan Lubzens, 2010). Akinete berperan sebagai tempat penyimpanan cadangan makanan, DNA dan komponen lain yang diperlukan pada tahapan pembentukan sel vegetatif selama fase pengecambahan akinete (Kaplan-Levy dan Lubzens, 2010). Nitrogen sangat dibutuhkan untuk produksi nukleotida dan asam amino. Pada beberapa spesies ganggang hijau-biru, kehilangan nitrogen mengakibatkan terjadinya diferensiasi heterokista penambat nitrogen. Fiksasi nitrogen oleh heterokista pada ganggang hijau-biru mendukung produktivitas ekosistem dengan cara meningkatkan pertumbuhan organisme (Sinha dan Hader, 1996). Heterokista umumnya berukuran lebih besar dan berbentuk lebih bundar dibandingkan dengan sel vegetatif (Kumar, 2010). Perubahan bentuk sel yang berhubungan dengan pembentukan heterokista dinyatakan terjadi apabila sel tidak memperoleh nitrogen sesuai kapasitas kebutuhannya (Young, 2006). Fosfat sangatlah penting bagi pembentukan asam nukleat dan dalam proses fosforilasi, yang berpengaruh terhadap fungsi protein. Ketersediaan fosfat di alam kerap kali menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan ganggang hijau-biru di alam. Pada ganggang hijau-biru berfilamen, kekurangan fosfat mengakibatkan pembentukan hormogonia dan akinete (Flores dan Herrero, 2010). Besi berpengaruh dalam pertumbuhan berbagai organisme, termasuk bakteri. Kekurangan besi memberikan dampak yang besar bagi bakteri fotosintetik, mengingat besi menjadi pusat dari fungsi nitrogenase dan sistem pemanen cahaya pada klorofil (Montgomery dan Pattanaik, 2010). Ganggang hijau-biru memperlihatkan pembesaran sel, sebagai hasil dari vakuolasi (Pattanaik dan Montgomery, 2010) atau fragmentasi filamen (Kupper, 2008), sebagai respon terhadap kondisi pertumbuhan yang miskin besi. 2.4 Identifikasi Morfologis Ganggang Hijau – Biru Ciri ganggang hijau-biru antara lain tidak memiliki membran sel, tidak memiliki mitokondria dan juga tidak memiliki plastida. Karena itulah umumnya klorofil yang dimiliki berjumlah banyak namun tersebar pada seluruh sitoplasma. Ganggang hijau-biru dapat berbentuk sel, filamen ataupun koloni. Diameternya antara 1 – 60 µm. Secara umum ganggang hijau-biru memiliki bentuk dasar yang khas yang dapat mencirikan antara satu genus dengan yang lain, atau bahkan antara spesies (Chorus dan Bartram, 1999). Ganggang hijau-biru yang termasuk dalam ordo Chroococcales memiliki bentuk uniselular dan isopolar. Ganggang hijau-biru dari ordo Pleurocapsales memiliki bentuk khas yaitu pseudoparenkim. Ganggang hijau-biru dari ordo Chamaesiphonales umumnya uniselular dan hiperpolar. Ganggang hijau-biru dengan bentuk multiselular, trikal dan belum memiliki heterokista termasuk dalam ordo Oscillatoriales. Ganggang hijau-biru dari ordo Stigonematales berbentuk multiselular, trikal, memiliki heterokista serta tumbuh membentuk cabang – cabang. Ordo Nostocales memiliki ciri khas membentuk heterokista, multiseluler, trikal, dan tumbuh membentuk garis lurus (Chorus dan Bartram, 1999). Ganggang hijau-biru uniseluler yang diklasifikasikan ke dalam genus Synechococcus (Thermosynechococcus), adalah genus yang paling memiliki ketahanan terhadap suhu tinggi. Ganggang hijau-biru berbentuk benang seperti Mastiglocaduslaminosus dan Phormidium spp., lebih bersifat thermotoleran dan dapat tumbuh pada suhu 55 sampai 62°C (Seckbach dan Oren, 2006). (A) ) (B) (C) (D) (E) Gambar 2.2 Ganggang hijau-biru Sesuai Ordo; (A) (F) Chroococcales, (B) Pleurocapsales, (C) Chamaesiphonales, (D) Oscillatoriales, (E) Stigonematales, (F) Nostocales (Chorus dan Bartram, 1999). 2.5 Hipotesis Penelitian Dari celah yang mengeluarkan gas panas di kawasan kaki Gunung Merapi dapat diisolasi, dan diidentifikasi ganggang hijau-biru termofilik.