4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Momen Magnetik dan Magnetisasi

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Momen Magnetik dan Magnetisasi
Secara makroskopis, magnetisasi adalah respon bahan magnetik terhadap medan
magnet luar. Secara mikroskopis, magnetisasi suatu bahan pada dasarnya berasal dari
gerakan spin dan gerakan orbital elektron mengelilingi intinya. Dari gerakan ini akan
menghasilkan momen magnetik spin dan momen magnetik orbital pada suatu elektron.
Momen magnetik total suatu atom merupakan resultan dari dua momen magnetik
tersebut. Momen magnetik atom pada bahan akan berpasangan satu sama lain, sejajar,
berlawanan, atau tidak sejajar dan tidak berlawanan. Suatu momen magnetik atomik
dapat berorientasi acak jika tidak ada interkasi antara satu dengan yang lain. (Wu,
2008).
Penggambaran momen magnetik spin dan momen magnetik orbital dapat
ditunjukkan pada Gambar 2.1(a) dan (b).
(a)
(b)
Gambar 2.1. (a) Momen magnetik spin dan (b) momen magnetik orbital
(Coey, 2009).
Pada model atom klasik klasik dengan satu elektron bermassa me dan bermuatan
– e yang berputar mengelilingi inti atom dengan periode τ pada luasan A, momen
magnetik orbital didefinisikan dengan mo, yang dinyatakan pada persamaan (2.1)
mo = A I
(2.1)
dengan I adalah arus listrik, untuk I = – e / τ, diperoleh persamaan (2.2)
4
mo = – e A / τ
(2.2)
Momentum sudut untuk satu elektron adalah p o = me r2 dϕ / dt , dengan me adalah massa
elektron dan r adalah jari-jari lintasan elektron mengelilingi inti atom. Luas area yang
dilingkupi oleh gerak elektron dinyatakan dengan persamaan (2.3)
A = (½) po τ / me
(2.3)
sehingga momen magnetik orbital mo untuk satu elektron dapat ditunjukkan dengan
persamaan (2.4)
mo = – (e / 2me) po
(2.4)
Momentum spin elektron ps menghasilkan momen magnetik spin ms yang dinyatakan
dengan persamaan (2.5)
ms = – e p s / me
(2.5)
dengan demikian momen magnetik total untuk satu elektron adalah jumlah dari momen
magnetik orbital dan momen magnetik spin, dinyatakan dengan persamaan (2.6)
mtot = ms + mo
= – (e / 2me) 2p s – (e / 2me) p o
(2.6)
Dalam model mekanika kuantum, gerakan orbital elektron mengelilingi inti
atom bersifat terkuantisasi. Momentum sudut diberikan dengan bilangan momentum
sudut orbital l , sehingga untuk momentum sudut dituliskan dengan persamaan (2.7)
po = lℏ
(2.7)
5
dengan l = 0, 1, 2, 3 … (n-1) dan ℏ = 1,055  10 -34 Js. Untuk momentum spin diberikan
dengan bilangan kuantum spin s. Dengan nilai s selalu ½ untuk satu elektron. Sehingga
momentum spin elektron dinyatakan pada persamaan (2.8)
ps = sℏ
(2.8)
Momentum sudut total diberikan dengan bilangan kuantum j. Sehingga momentum total
dinyatakan dengan persamaan (2.9)
p j = j ℏ = (l + s) ℏ
(2.9)
Sesuai dengan model mekanika kuantum di atas, momen magnetik orbital dapat
dituliskan dengan persamaan (2.10)
mo = −
=−
(2.10)
bernilai 9,27 × 10-24 Am2 , dikenal dengan Bohr magneton, μB .
untuk
Sehingga momen magnetik orbital dapat dituliskan dengan persamaan (2.11)
mo = −
(2.11)
Sedangkan untuk momen magnetik spin ms dituliskan dengan persamaan (2.12)
ms = −
mo = −2
= −2
(2.12)
6
Dengan demikian momen magnetik total pada suatu atom dengan satu elektron dapat
dituliskan dengan persamaan (2.13)
mtot = mo + ms
= −(
+ 2
)
= − ( + 2 )
(2.13)
Jika dalam suatu atom memiliki lebih dari satu elektron, maka untuk
menentukan momen magnetik total mengikuti aturan Hund. Aturan ini mengidentifikasi
state elektron yang mungkin terisi dan dapat digunakan untuk menghitung momen
orbital L, momen spin S dan momen total J untuk suatu atom dari konfigurasi
elektronnya dan kulit yang tidak terisi.
Aturan Hund dapat diterapkan pada elektron dalam kulit partikel untuk
menjelaskan keadaan dasar suatu atom. Tiga aturan berlaku untuk momen spin S,
momen orbital L, dan momen total J untuk masing-masing atom. Elektron mengisi
keadaan yang tersedia dengan mengikuti aturan berikut :
1. Total momen spin atomik maksimum yang diperbolehkan adalah S = Ʃ ms
diperoleh tanpa melanggar prinsip larangan Pauli.
2. Total momen orbital maksimum L = Ʃ ml .
3. Jika kulit atom terisi kurang dari setengah penuh maka momen total
J = |L – S| , jika terisi lebih dari setengah penuh J = |L + S|. Ketika kulit tepat
terisi setengah penuh L = 0 maka J = S .
Hal ini berarti bahwa elektron akan mengisi suatu kulit atom dengan semua spin
sejajar. Elektron tersebut juga akan mulai mengisi keadaan dengan momen orbital
terbesar kemudian diikuti momen orbital yang lebih kecil, begitu seterusnya.
Momen magnetik per satuan volume adalah perkalian antara jumlah atom per
satuan volume n dengan momen magnetik m dari setiap molekul. Kondisi ini disebut
dengan magnetisasi saturasi Ms yang dirumuskan dengan
Ms = nm
(2.14)
7
Pendekatan lain untuk memahami konsep tentang momen magnetik ini dapat
digambarkan dengan sebuah magnet dengan kutub-kutub berkekuatan p terletak
berdekatan satu sama lain terpisah sejauh l. Kemudian magnet tersebut diletakkan pada
sudut θ terhadap suatu medan magnet seragam H. Sehingga torsi bekerja pada magnet
untuk menyearahkan magnet agar sejajar dengan medan. Ilustrasi dari kondisi ini
ditunjukkan oleh Gambar 2.2.
F = pH
H
θ
+p
-p
2
F = pH
Gambar 2.2. Sebatang magnet yang berada pada medan magnet seragam
(Cullity dan Graham, 2009)
Total momen gaya pada gambar 2.2 dapat ditunjukkan pada persamaan (2.15)
(
sin )
+(
sin )
Saat nilai H = 1 Oe dan
=
sin
(2.15)
= 90 o, besarnya momen gaya ditunjukkan pada persamaan
(2.16)
m = pl
(2.16)
dengan m adalah momen magnetik. Ini adalah momen gaya yang bekerja pada magnet
yang ditempatkan pada medan magnet seragam sebesar 1 Oe.
8
Pada Gambar 2.2 batang magnet tersebut tidak sejajar dengan medan magnet,
sehingga harus mempunyai suatu energi potensial Ep tertentu relatif terhadap posisi
sejajar. Usaha yang dilakukan untuk memutar batang magnet melalui sudut sebesar dθ
melawan medan ditunjukkan pada persamaan (2.17)
= 2(
sin )
=
sin (2.17)
Sehingga pada posisi θ = 90 o nilai energinya adalah nol. Sehingga persamaan energi
potensial dapat ditunjukkan dengan persamaan (2.18)
=∫
sin =−
cos
(2.18)
Energi potensial Ep bernilai – mH ketika magnet sejajar dengan medan luar,
bernilai nol ketika membentuk sudut 90o, dan bernilai + mH ketika magnet berada pada
posisi sejajar dalam arah yang berlawanan. Momen magnetik m adalah sebuah vektor
yang digambarkan dari kutub selatan ke kutub utara (Cullity dan Graham, 2009).
Momen magnetik per satuan volume disebut dengan magnetisasi M. Hubungan
antara momen mgnetik m dengan magnetisasi M ditunjukkan pada persamaan (2.19)
M=m/V
(2.19)
Sebatang magnet dengan rapat fluks Φ di bagian pusat, panjang dipole l dan luas
penampang A mempunyai momen magnetik m sebesar m = Φl/µ0. Sehingga magnetisasi
M sebesar M = m/Al , sehingga hubungan antara magnetisasi M dengan medan magnet
luar ditunjukkan pada persamaan (2.20)
M = Φ/µ0A = B/µ0
(2.20)
Dalam kasus ini tidak ada arus listrik untuk menghasilkan medan magnet
sehingga B = µ0M. Jika magnetisasi dan medan magnet keduanya muncul maka
kontribusi keduanya dapat dijumlahkan (Jiles, 1998), ditunjukkan pada (2.21)
B = H + 4πM
(2.21)
9
B. Klasifikasi Bahan Magnetik
Klasifikasi bahan magnetik dapat dikelompokkan berdasarkan suseptibilitas
magnetiknya didefinisikan menurut persamaan (2.22) (Jiles, 1998)
χ=M/H
(2.22)
Berdasar persamaan (2.22), bahan magnetik dapat dklasifikasi menjadi
dimagnetik, paramagnetik, ferromagnetik, ferrimagnetik dan antiferromagnetik.
Pada bahan diamagnetik, ketika tidak ada medan luar momen magnetiknya nol.
Jika diberi pengaruh medan luar maka bahan tersebut akan menghasilkan momen
magnetik dengan arah yang berlawanan. Jika medan luar diperbesar maka momen
magnetik juga akan semakin besar dalam arah yang berlawanan. Menurut konsep
suseptibilitas, bahan diamagnetik merupakan bahan yang memiliki suseptibilitas yang
kecil dan negatif, χ ≈ - 10-5 . Respon magnetiknya melawan medan magnetik luar yang
menginduksinya.
Pada bahan paramagnetik terdapat momen magnetik namun sangat lemah dan
energi panas menyebabkan arah momen magnetik tersebut menjadi acak. Sehingga pada
umumnya bahan paramagnetik tidak memiliki momen magnetik tanpa adanya medan
luar yang mempengaruhi. Jika terdapat medan luar yang mempengaruhi maka momen
magnetik akan memiliki arah yang sama dengan arah medan luar tersebut. Namun
hanya sebagian kecil saja yang menjadi searah. Hal ini disebabkan karena pada bahan
paramagnetik energi panas memiliki pengaruh yang relatif lebih besar daripada energi
magnetik yang diberikan. Bahan paramagnetik memiliki suseptibilitas yang kecil dan
positif, χ ≈ 10-3 – 10 -5 .
Bahan ferromagnetik memiliki magnetisasi spontan yang sangat kuat. Momen
magnetik atom-atomnya saling mempengaruhi antara satu dengan lain meskipun tidak
ada medan luar. Sehingga akan menghasilkan medan magnetik internal permanen yang
sangat kuat. Bahan ferromagnetik memiliki suseptibilitas yang besar dan positif, χ ≈ 50
– 10.000.
Berdasarkan kemudahan untuk dimagnetisasi dan didemagnetisasi, bahan-bahan
magnetik dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu bahan softmagnetic dan
hardmagnetic. Bahan softmagnetic adalah bahan-bahan magnetik yang mudah untuk
dimagnetisasi dan didemagnetisasi. Sedangkan bahan hardmagnetic adalah bahan-bahan
10
magnetik yang sulit untuk dimagnetisasi dan didemagnetisasi (Cullity dan Graham,
2009).
Karakteristik
yang
membedakan
bahan
softmagnetic
dengan
bahan
hardmagnetic adalah permeabilitasnya yang tinggi. Hubungan antara permeabilitas
bahan softmagnetik dengan medan magnetik mirip seperti hubungan antara
konduktifitas logam dengan arus listrik (Coey, 2009). Secara metematis, permeabilitas
magnetik µ menunjukkan rasio antara rapat fluks magnetik B dengan medan magnet H,
ditunjukan oleh persamaan (2.23) (Cullity dan Graham, 2009)
=
(2.23)
Jika dihubungkan dengan persamaan (2.21) dan (2.22), induksi magnet B dapat
dinyatakan dengan B = (1 + 4π χ) H. Seingga permeabilitas dapat dinyatakan pula
dengan persamaan (2.24)
µ = (1 + 4π χ)
(2.24)
Karena memiliki permeabilitas yang tinggi inilah bahan softmagnetic menjadi
kandidat kuat dalam penerapan untuk pembuatan sensor. Sensor magnetik dengan
menggunakan bahan softmagnetic ini diyakini mampu mendeteksi medan magnet yang
sangat kecil (~0,1 nT) (Liu et al,. 2009).
Salah satu bahan softmagnetic yang sering digunakan adalah campuran nikelbesi (Ni-Fe) yang mengandung 50 – 80% Ni, yang secara luas dikenal dengan sebutan
permalloy (Culity dan Graham, 2009). Secara umum, bahan yang dipilih untuk
pembuatan sensor magnetik adalah bahan dengan resistivitas rendah, permeabilitas
magnet tinggi, magnetisasi saturasi tinggi, dan parameter redaman yang rendah (Phan
dan Peng, 2008).
Pada bahan magnetik berbentuk kawat, permeabilitas bahan magnetik
dipengaruhi oleh medan magnetik luar. Dengan memberikan medan magnetik luar yang
tegak lurus dengan sumbu kawat dapat meningkatkan permeabilitas bahan magnetik
berbentuk kawat. Hal
ini disebabkan karena meningkatnya perpindahan dinding
11
domain (domain wall) atau proses magnetisasi dalam arah melingkar (Phan & Peng,
2008).
Sebaliknya, dengan memberikan medan magnetik luar yang sejajar dengan
sumbu kawat juga akan sedikit meningkatkan permeabilitas kawat ketika medan
magnetik luar tersebut lebih kecil dari medan pembalik (switching field). Namun jika
medan magnetik luar terlalu besar akan menurunkan permeabilitas bahan.
C. Domain Magnetik dan Domain Wall
Domain magnetik merupakan daerah dimana momen magnetik mempunyai
orientasi atau arah yang sama (Coey, 2009). Dalam pembahasan tentang bahan
magnetik, konsep domain ini sangat penting. Pemahaman mengenai domain ini bermula
dari munculnya fenomena yang menunjukkan bahwa beberapa bahan menunjukkan
magnetisasi spontan yang kuat meskipun dengan perlakuan medan luar yang kecil.
Beberapa sifat magnetik yang kuat ditemukan karena adanya magnetisasi spontan.
Mekanisme dibalik munculnya magnetisasi spontan ini pertama kali diutarakan
oleh Pierre Weiss pada 1907. Dia mengasumsikan bahwa terdapat suatu medan efektif
yang disebut medan molekular (molecular field). Medan molekular ini mencoba untuk
menyearahkan arah spin tetangganya agar menjadi searah satu dengan yang lain.
Selanjutnya, Heisenberg mengidentifikasi medan molekular ini sebagai efek pertukaran
mekanika kuantum (quantum-mechanical exchange effect). Medan molekular ini sangat
kuat sehingga dapat memagnetisasi material hingga jenuh meskipun tidak ada perlakuan
medan luar. Setiap domain dapat termagnetisasi spontan hingga mencapai magnetisasi
jenuh, namun jika arah magnetisasi setiap domain berbeda akan menyebabkan
magnetisasi untuk keseluruhan daerah pada bahan magnetik tersebut menjadi nol
(Yaying, 2003). Gambaran skematik domain magnetik ditunjukkan oleh Gambar 2.3
Domain magnetik
Dinding magnetik
Gambar 2.3. Gambaran skematik domain magnetik.
12
Struktur domain suatu bahan magnetik satu dengan yang lain berbeda-beda.
Sehingga proses magnetisasi dan sifat kemagnetan bahan magnet juga berbeda-beda.
Untuk bahan magnet berbentuk kawat terdapat dua model struktur domain magnetik.
Struktur domain yang pertama adalah pada inti silindernya membujur (longitudinal easy
axis) dan radial di bagian kulitnya. Struktur domain untuk jenis kawat ini ditunjukkan
oleh Gambar 2.4.
Gambar 2.4. Struktur domain magnetik membujur di bagian inti dan radial di bagian
kulit (Phan dan Peng, 2008).
Model struktur domain magnetik berikutnya adalah anisotropi di kulit luar
melingkar sedangkan anisotropi di inti kawat tegak lurus dengan sumbu kawat. Struktur
domain magnetik seperti ini ditunjukkan oleh Gambar 2.4. Struktur domain yang
demikian ini juga berlaku untuk kawat hasil elektrodeposisi, namun bagian inti kawat
adalah bahan konduktor non-magnetik (Phan dan Peng, 2008).
Gambar 2.5. Struktur domain magnetik di bagian inti tegak lurus dan melingkar di
bagian kulit (Phan dan Peng, 2008).
Selain domain magnetik, juga terdapat domain yang merupakan hasil interaksi
antar domain magnetik. Domain ini disebut dengan domain walls. Domain walls ini
13
juga muncul pada transisi arah spin up menjadi arah spin down dan kebanyakan
perubahan magnetik di bawah pengaruh medan magnetik luar muncul pada domain
walls, sehingga pemahaman tentang domain walls ini sangat penting untuk
menggambarkan proses magnetisasi (Jiles, 1998). Domain walls dengan lebar W yang
terletak diantara dua domain magnetik secara skematik ditunjukkan oleh Gambar 2.6.
Gambar 2.6. Gambar skematik domain wall (Bloch Walls) (Jiles, 1998)
D. Histeresis pada Ferromagnetik
Histeresis menggambarkan proses magnetisasi reversal pada bahan magnetik
dari kondisi awal yang tidak termagnetisasi kemudian diinduksi oleh medan magnetik
luar sehingga membentuk kurva histeresis. Tipikal kurva histeresis untuk soft
ferromagnetik dan hard ferromagnetic ditunjukkan oleh Gambar 2.7(a) dan 2.7(b).
(a)
(b)
(1)
(2)
(3)
(4)
Gambar 2.7. Tipikal kurva histeresis (a) Soft ferromagnetic & (b) Hard ferromagnetik
(Greiner, 1998).
14
Pada Gambar 2.7(b), mula-mula bahan magnetik dalam keadaan tidak
termagnetisasi (H = 0, M = 0), kemudian diberi medan magnet pengimbas dengan kuat
medan H yang ditingkatkan mengikuti garis putus-putus yang disebut dengan juvenile
curve. Hal ini menyebabkan bahan magnetik mencapai kondisi saturasi (1). Kuat medan
H yang menyebabkan bahan magnetik mencapai saturasi adalah Msat. Pada kondisi
saturasi ini seluruh momen magnetik telah disearahkan sesuai dengan arah medan
magnet pengimbas. Jika medan pengimbas tersebut kemudian diperkecil hingga nol,
atau dengan kata lain medan pengimbas dihilangkan, masih terdapat medan sisa
(magnetik remanen) pada bahan magnetik (2). Untuk menghilangkan medan sisa ini
diperlukan medan magnet luar dengan kuat medan tertentu dengan arah yang
berlawanan dengan arah semula, sehingga M = 0 (3). Jika medan magnet luar ini terus
diperbesar, maka momen magnetik mulai berbalik arah dan akhirnya mencapai kondisi
saturasi dengan arah yang berlawanan (4). Medan yang diperlukan untuk
menghilangkan magnetisasi sisa dan membalik arah magnetisasi ini disebut dengan
medan koersif (Hc). Sedangkan untuk bahan soft ferromagnetik tidak terdapat magnetik
remanen dan medan koersifnya sangat kecil (Greiner, 1998).
E. Medan Demagnetisasi (Hd) dan Faktor Demagnetisasi (Nd)
Suatu medan magnet H dapat dihasilkan oleh arus listrik atau oleh kutub
magnet. Jika medan magnet dihasilkan oleh arus listrik, maka garis-garis medan magnet
kontinu dan membentuk loop tertutup. Namun jika medan magnet dihasilkan dari kutub
magnet, maka garis-garis medan magnet keluar dari kutub utara menuju ke kutub
selatan.
Misal suatu sampel yang termagnetisasi oleh medan yang diaplikasikan dari kiri
ke kanan dan kemudian medan tersebut dihilangkan, maka kutub utara akan terbentuk di
ujung sebelah kanan dan kutub selatan terbentuk di ujung sebelah kiri. Sehingga medan
magnet keluar secara radial dari kanan ke kiri. Medan tersebut merupakan medan yang
berada di luar dan di dalam sampel yang termagnetisasi. Dengan demikian terdapat
medan yang berlawanan dengan magnetisasi yang disebut dengan medan demagnetisasi.
Medan demagnetisasi (Hd) bekerja dalam arah berlawanan dengan magnetisasi
M yang menghasilkannya. Hubungan antara medan demagnetisasi dengan magnetisasi
bahan ditunjukkan oleh persamaan (2.25)
Hd = – NdM
(2.25)
15
Dimana Nd adalah faktor demagnetisasi atau koefisien demagnetisasi yang sangat
bergantung pada bentuk geometri sampel. Nilai faktor demagnetisasi pada beberapa
bentuk sampel ditunjukkan pada Tabel 2.1
Tabel 2.1. Faktor demagnetisasi pada beberapa bentuk geometri sampel (Jiles, 1998)
Bentuk geometri
Toroid
Silinder panjang
Silinder
l/d = 20
Silinder
l/d = 10
Silinder
l/d = 8
Silinder
l/d = 5
Silinder
l/d = 1
Bola
Faktor demagnetiasi Nd
0
0
0,00617
0,0172
0,02
0,040
0,27
0,33
Pada bahan berbentuk kawat, medan efektif Heff yang bekerja pada kawat
merupakan penjumlahan dari medan luar yang diterapkan Happ pada bahan dan medan
demagnetisasi Hd. Pernyataan ini dapat dituliskan dengan persamaan (2.26) (Vazquez,
2002)
Heff = Happ – Hd = Happ – NdM
(2.26)
dengan Nd merupakan faktor demagnetisasi. Untuk bahan berbentuk kawat atau bentuk
geometri silinder, faktor demagnetisasi Nd pada silinder merupakan rasio antara panjang
l dengan diameter d. Semakin besar rasio l/d maka semakin kecil faktor
demagnetisasinya, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.1. Untuk menghilangkan efek
medan demagnetisasi ini diperlukan kawat yang cukup panjang. Namun untuk kawat
yang pendek efek medan demagnetisasi secara substansial akan selalu muncul.
F. Impedansi dan Magnetoimpedansi
Nilai impedansi suatu bahan ditentukan berdasarkan persamaan (2.27)
= √
+
(2.27)
16
dengan R adalah resistansi dan X adalah reaktansi. Satuan impedansi adalah Ohm.
Dengan demikian impedansi bergantung pada resistansi, reaktansi, dan frekuensi
(karena reaktansi bergantung pada frekuensi) (Halliday dan Resnick, 2009). Sedangkan
magnetoimpedansi adalah perubahan impedansi pada bahan magnetik yang dialiri arus
AC karena pengaruh medan magnet luar (Cortes et al., 2015). Fenomena
magnetoimpedansi ini secara grafis ditunjukkan pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8. Grafik magnetoimpedansi yang menunjukkan perubahan impedansi
sebagai fungsi medan magnet luar (Phan dan Peng, 2008).
Penentuan rasio magnetoimpedansi menggunakan persamaan (2.28)
( Z  Z H max )
Z
(%)  H 0
100%
Z
Z H max
(2.28)
dengan Z / Z (%) adalah rasio magnetoimpedansi, Z H0 adalah impedansi ketika tidak
ada medan magnetik luar, dan ZHmax adalah impedansi ketika medan magnet eksternal
mencapai maksimum. Impedansi maksimum dicapai pada saat tidak ada medan magnet
eksternal yang diaplikasikan pada bahan dan berangsur-angsur menurun dengan
meningkatnya medan magnet luar (Uppili dan Daglen, 2013).
Dalam perkembangan kajian tentang magnetoimpedansi ini disimpulkan bahwa
magnetoimpedansi dipengaruhi oleh geometri sampel (Phan dan Peng, 2008), panjang
17
sampel (Vazquez et al., 2002), diameter sampel (Garcia et al., 2005), ketebalan sampel
(Zhong et al., 2008) dan frekuensi arus AC yang mengalir pada sampel (Sinnecker et
al., 2000). Untuk pengukuran magnetoimpedansi pada kawat konduktor magnetik
ditunjukkan pada Gambar 2.9.
Gambar 2.9. Skema pengukuran magnetoimpedansi pada kawat konduktor
(Chaturvedi et al., 2010).
Sesuai Gambar 2.9, impedansi Z pada konduktor magnetik diberikan sebagai
rasio Vac / Iac, dimana Iac adalah ampiltudio arus AC yang melaui konduktor dan Vac
adalah tegangan yang terukur diantara ujung-ujung konduktor. Sehingga untuk kawat
konduktor magnetik dengan panjang l dan luas penampang q, impedansi Z dapat
dinyatakan dengan persamaan (2.29)
=
=
⟨ ⟩
=
(2.29)
⟨ ⟩
dengan E adalah medan listrik,
j adalah rapat arus dan Rdc adalah hambatan dc.
Sedangkan ⟨ ⟩ adalah rata-rata nilai pada penampang q. Lebih lanjut, jika dikaitkan
dengan keberadaan efek kulit (skin effect), perhitungan tentang impedansi untuk kawat
konduktor magnetik berbentuk silinder secara khusus dinyatakan dengan persamaan
(2.30)
Z = Rdc krJ0(kr) / 2J1(kr)
(2.30)
18
dengan Rdc adalah hambatan dc, r adalah jari-jari kawat, dan k = (1 + j) / δ dengan j
adalah bagian imaginer, J0 dan J1 merupakan fungsi Bessel orde 1, dan δ adalah
kedalaman penetrasi pada suatu medium magnetik yang akan dijelaskan selanjutnya.
G. Skin Depth
Skin depth merupakan kedalaman di bawah permukaan kawat konduktor dimana
nilai B atau H turun 37% dari nilainya di permukaan kawat (Culity & Graham, 2009).
Pada bahan soft magnetic perubahan impedansi dipengaruhi oleh perubahan skin depth,
dimana skin depth sendiri dipengaruhi oleh permeabilitas bahan magnetik yang
ditunjukkan oleh persamaan (2.31)

1
f
(2.31)
dengan σ adalah konduktifitas bahan, µ adalah permeabilitas magnetik dan f adalah
frekuensi arus AC (Mishra et al., 2011).
Frekuensi arus AC pada kajian fenomena magnetoimpedansi ini dibagi menjadi
tiga daerah, yaitu frekuensi rendah, sedang, dan tinggi. Daerah frekuensi rendah adalah
di bawah 1 MHz (f ≤ 1 MHz). Pada rentang ini pengaruh skin depth sangat lemah.
Perubahan impedansi pada bahan akibat adanya pengaruh medan magnet luar terutama
dipengaruhi
oleh
induktansi
bahan
yang
bersesuaian
dengan
permeabilitas
circumferential untuk bahan berbentuk kawat.
Daerah frekuensi sedang adalah 1 MHz hingga 1 GHz (1 MHz ≤ f < 1 GHz).
Pada rentang ini magnetoimpedansi dapat mencapai puncak pada frekuensi 1 – 10 MHz
sebagai konsekuensi dari kontribusi pergerakan domain wall dan rotasional magnetisasi.
Penurunan magnetoimpedansi pada frekuensi yang lebih tinggi disebabkan karena
munculnya arus eddy yang meredam pergerakan domain wall, sehingga hanya
rotasional magnetisasi saja yang berkontribusi pada mganetoimpedansi.
Daerah frekuensi tinggi adalah di atas 1 GHz (1GHz ≤ f ).
Pada rentang
frekuensi ini magnetoimpedansi dipengaruhi oleh efek gyromagnetik dan relaksasi
feromagnetik. Magnetoimpedansi maksimum bergeser ke arah medan yang lebih tinggi
19
dimana bahan telah mengalami magnetisasi saturasi. Arus yang mengalir pada bahan
terkonsentrasi di dekat permukaan bahan (Peng et al, 2015).
Berdasarkan persamaan (2.28) dan (2.29), magnetoimpedansi dapat dipahami
sebagai konsekuensi dari peningkatan skin depth hingga mencapai jari-jari kawat
melalui penurunan permeabilitas circumferential kawat konduktor di bawah pengaruh
medan magnet searah. Untuk mendapatkan nilai magnetoimpedansi yang besar perlu
untuk mengurangi skin depth dengan cara memilih bahan magnetik yang mempunyai
permeabilitas besar. Hal ini jelas menunjukkan bahwa permeabilitas yang semakin besar
akan mengurangi skin depth yang ditingkatkan oleh medan magnet luar. Fenomena ini
ditunjukkan oleh gambar 2.10 (Phan dan Peng, 2008).
Gambar 2.10. Ketergantungan antara skin depth dan permeabilitas dengan medan
magnet luar (Phan dan Peng, 2008).
Dalam kenyataannya, komponen real dan imajiner dari impedansi Z berubah
dengan penerapan medan magnet luar searah, HDC. Pada komponen in-plane atau
resistansi R, pada kawat konduktor dapat ditunjukkan dengan persamaan (2.32).
=
(
(2.32)
)
Dengan ρ adalah resistivitas atau hambatan jenis bahan, l adalah panjang kawat
konduktor, r adalah jari-jari kawat konduktor dan δ adalah skin depth. Persamaan (2.32)
memberikan pengertian bahwa perubahan skin depth yang disebabkan oleh medan
magnet luar searah, HDC, melalui permeabilitas bahan akan merubah resistansi bahan
20
begitu pula impedansinya. Sehingga skin depth dapat dievaluasi sebagai fungsi medan
magnet melalui pengukuran nilai resistansi R. Oleh karena itu, perubahan pada R
berperan untuk merubah impedansi Z begitu pula pada magnetoimpedansi.
H. Impedansi pada Sistem Multi Lapisan (Multilayer System)
Pembuatan sampel dengan sistem multi lapisan bahan magnetik (multilayer
system) terbukti mampu meningkatan magnetoimpedansi (Volchkov et al., 2011;
Chaturvedi et al., 2014). Sistem multi lapisan ini terdiri dari dua lapis bahan magnetik
identik yang disisipi oleh lapisan konduktif non-magnetik (Fernandez et al., 2012).
Ilustrasi dari sistem multi lapisan dapat dilihat pada Gambar 2.11.
l
b
d2
d1
NiFe
Cu
NiFe
Gambar 2.11. Skema sistem multi lapisan yang terdiri atas dua lapisan magnetik (NiFe)
dengan tebal d 2 yang disisipi oleh lapisan konduktif non-magnetik (Cu) dengan tebal d1
(Fernandez et al., 2012).
Fenomena magnetoimpedansi pada struktur multi lapisan disebabkan karena
adanya perbedaan resistansi antara lapisan magnetik dan lapisan konduktif. Ketika arus
AC I = I0 exp (– jωt) mengalir maka sebagian besar arus akan mengalir pada lapisan
konduktif, yang disebabkan karena konduktifitas lapisan konduktif lebih besar daripada
konduktifitas lapisan magnetik. Pada kondisi ini efek dari skin depth dapat dihilangkan
karena pengaruh dari ketebalan lapisan konduktif dan lapisan magnetik. Dengan
demikian, impedansi pada struktur multilapisan dapat dinyatakan oleh persamaan
(2.33).
Z = R – jωΦ/cI
(2.33)
21
dengan R adalah resistansi dari lapisan konduktif, Φ adalah fluks magnetik yang
dihasilkan oleh arus AC ketika mengalir pada lapisan magnetik, c adalah kecepatan
cahaya, dan I adalah arus AC yang mengalir. Resistansi (R) sendiri diyatakan persamaan
(2.34).
R = l / 2σ1d1b
(2.34)
dengan l adalah panjang lapisan, σ1 konduktifitas lapisan konduktif, d 1 ketebalan lapisan
konduktif, dan b adalah lebar lapisan.
Jika diasumsikan lapisan memiliki panjang tak hingga, maka medan magnet di
dalam lapisan magnetik adalah seragam, sehingga fluks magnetiknya adalah dapat
ditunjukkan dengan persamaan (2.35)
= ( ℎ)
(2.35)
dengan µ adalah permeabilitas dan d 2 adalah tebal lapisan magnetik. Pada umumnya
medan magnet h memiliki komponen ke arah sumbu y dan x. Nilai dari komponen pada
sumbu y memiliki hubungan dengan arus yaitu h y = 2 πI / cb, dan hubungan antara hy
dan h x ditentukan dengan kondisi bahwa nilai dari fluks magnetik ke arah sumbu x
adalah nol, yang bersesuaian dengan persamaan (2.36)
Φ = µyyhyd 2l = µyyd2(2 πI / cb)
(2.36)
sehingga impedansi pada sistem multi lapisan dapat dinyatakan dengan persamaan
(2.37)
=
(1 − 2
dengan δ1 = c / 2
)
(2.37)
, merupakan skin depth yang berada di dalam lapisan konduktif.
Persamaan (2.37) menunjukkan bahwa rasio magnetoimpedansi dapat menjadi lebih
besar pada konfigurasi multi lapisan walaupun diaplikasikan pada frekuensi rendah
(Panina & Makhnovskiy, 2003).
22
I. Arus Eddy
Untuk memahami konsep arus Eddy dapat dijelaskan dengan Gambar 2.12.
Gambar 2.12. Sebuah bahan magnet diliit dengan kawat kondutor berarus listrik
Digambarkan sebuah batang silinder magnet dililit dengan kawat konduktor
yang berarus listrik i w. Arus ini akan menyebabkan timbulnya medan Ha disepanjang
sumbu bahan magnet dan seragam di seluruh bagain tampang lintang batang magnet
tersebut. Medan Ha ini akan memagnetisasi bahan magnet sehingga akan menghasilkan
suatu medan induksi B yang akan meningkat seiring dengan peningkatan kuat medan
Ha. Selain itu, medan Ha ini juga akan membangkitkan suatu arus dengan arah berputar
yang disebut dengan arus Eddy iec. Selanjutnya munculnya arus Eddy ini akan
menghasilkan suatu medan Hec yang sejajar namun berlawanan arah dengan medan
awal Ha yang membangkitkan arus Eddy tersebut.
Pada kondisi ini gaya gerak listrik e dapat dinyatakan dengan persamaan (2.38)
e = – A dB/dt
(2.38)
dengan A adalah luas penampang batang silinder magnet (π r2), B adalah induksi
magnetik dan t adalah waktu. Yang perlu diperhatian bahwa gaya gerak listrik e ini akan
diinduksikan di semua bahan, baik itu bahan magnet atau non-magnet. Selain itu gaya
gerak listrik e akan semakin besar untuk bahan dengan permeabilitas µ yang besar. Hal
ini disebabkan karena gaya gerak listrik e bergantung pada dB/dt dan dengan
memperhatikan kembali persamaan B = µH, sehingga arus Eddy menjadi semakin kuat
23
pada bahan softmagnetik yang mempunyai permeabilitas yang besar. Berikutnya arus
Eddy juga semakin besar untuk bahan dengan resistivitas yang kecil.
Sesuai dengan Gambar 2.12, arus Eddy mengalir melalui tampang lintang batang
silinder magnet membentuk serangkaian cincin lingkaran konsentris. Disetiap cincin
arus Eddy menghasilkan medan Hec yang sejajar namun berlawanan arah dengan medan
dari arus luar. Sehingga medan oleh arus Eddy yang paling kuat adalah di tengah-tengah
batang magnet dan semakin melemah pada bagian permukaan batang magnet.
Penggambaran total medan sebenarnya yang terjadi di sepanjang batang magnet dapat
ditampilkan pada Gambar 2.13.
Ha
Hec
Htot
diameter
Gambar 2.13. Penggambaran total medan pada batang magnet dengan pengaruh medan
arus eddy.
Dengan ilustrasi seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.13, dapat dipahami
bahwa medan yang dihasilkan oleh arus eddy Hed seakan-akan melindungi bahan
magnet di bagian interior dari pengaruh medan magnet luar. Akibatnya proses
magnetisasi dibagian interior batang dipelambar oleh arus Eddy. Sehingga medan
demagnetisasi Hd awal lebih kecil dari nilai akhirnya, dan kuat medan H pada
permukaan batang pada kondisi awal lebih besar dari kondisi akhirnya karena tidak
dilindungi oleh arus Eddy. Akibatnya pada lapisan permukaan menjadi lebih cepat
untuk dimagnetisasi (Cullity dan Graham, 2009). Dengan demikian medan efektif yang
bekerja pada bahan magnet akhirnya dapat dinyatakan oleh persamaan (2.39).
∆Heff = ∆Happ – M ∆Nd
(2.39)
24
J. Redaman Arus Eddy
Redaman arus Eddy disebabkan oleh medan arus Eddy Hec yang dihasilkan oleh
arus Eddy disekitar pergerakan domain wall seperti yang ditunjukkan pada Gambar
2.14.
Gambar 2.14. Ilustrasi proses terjadinya redaman arus Eddy pada bahan magnetik.
Medan luar Ha yang diaplikasikan pada bahan magnetik menggerakkan dinding
domain dari 1 ke 2, perubahan fluks magnetik di daerah yang terkena medan luar
menginduksi gaya gerak listrik yang menyebabkan arus Eddy dan menghasilkan medan
arus Eddy Hec yang mempunyai arah berlawanan dengan arah medan luar yang
diaplikasikan Ha. Karena medan yang sesungguhnya memberikan aksi pada dinding
sekarang menjadi lebih kecil dari Ha, maka kecepatan pergerakan dinding domain
menjadi lebih lambat jika dibandikan apabila tidak ada arus Eddy, dengan kata lain
pergerakan dinding domain teredam ole arus Eddy. Untuk memfokuskan pemahaman,
pada skala besar, arus Eddy yang muncul pada bahan magnetik disebut dengan arus
Eddy makro. Sedangkan arus Eddy yang berhubungan dengan pergerakan domain wall
disebut dengan arus Eddy mikro.
Adanya hubungan antara arus Eddy mikro dengan pergerakan domain wall ini
menghasilkan ketergantungan frekuensi dengan permeabilitas seperti yang ditunjukkan
pada persamaan (2.29) yang menggambarkan pergerakan domain wall teredam yang
dicirikan dengan suatu frekeunsi relaksasi. Dalam kenyataannya, proses magnetisasi
dapat muncul bukan hanya akibat dari pergerakan dinding domain tetapi juga karena
rotasi spin. Pada umumnya, relaksasi dari magnetisasi rotasi lebih cepat dari pada
25
pergerakan dinding domain. Pada frekuensi yang cukup rendah, penurunan
permeabilitas dengan frekuensi adalah berhubungan dengan pergerakan dinding domain
yang teredam akibat dari arus eddy.
Pada frekuensi rendah (di bawah 1 MHz), ketergantungan antara medan magnet
luar dengan impedansi sebanding dengan permeabilitas circumferntial. Hal ini juga
menandai pula bahwa kerugian arus eddy pada sampel berbentuk kawat lebih kecil
karena memiliki struktur domain sirkular.
K. Karakteristik Permalloy Ni80Fe20 dan Cu
Permalloy Ni80Fe20 merupakan bahan magnetik yang dibuat dari campuran
logam nikel dan besi dengan kadar nikel 80% dan besi 20%. Dari berbagai logam
campuran nikel-besi, permalloy mempunyai permeabilitas paling besar (300.000) dan
medan koersif yang kecil (0,02 Oe) sehingga mudah untuk dimagnetisasi. Karena
memiliki permeabilitas yang besar inilah permalloy Ni80Fe20 adalah bahan magnetik
yang banyak digunakan untuk pembuatan sensor magnetik.
26
Download