Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA

advertisement
Laporan Tugas Akhir
Bab 2
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Konsep Dasar Mekanisme Gempa Bumi
Kerak bumi terdiri dari beberapa lapisan tektonik keras yang disebut lithosfir
(lithosphere) yang mengapung di atas medium fluida yang lebih lunak yang disebut
mantle, sehingga kerak bumi ini dapat bergerak. Teori yang dipakai untuk
menerangkan terjadinya pergerakan-pergerakan kerak bumi tersebut adalah Teori
Perekahan Dasar Laut (Sea Floor Spreading Theory) yang dikembangkan oleh F. V.
Vine dan D. H. Mathews pada tahun 1963 (Irsyam, 2005). Massa batu atau pelat
tersebut apabila retak membentuk garis patahan. Bersatunya massa batu atau pelat
satu sama lain dicegah oleh gaya-gaya friksional. Namun demikian, apabila tahanan
ultimit friksional tercapai karena adanya gerakan kontinu dari fluida di bawahnya
akan ada dua pelat yang akan betumbukan satu sama lain menimbulkan gelombang
seismik yang dapat menyebabkan pergerakan tanah vertikal dan tanah lateral yang
besar dan biasa disebut sebagai gempa bumi.
Teori ini kemudian berkembang menjadi Teori Pelat Tektonik (Plate Tectonics
Theory). Teori ini menyebutkan bahwa permukaan bumi terdiri dari kurang lebih 12
lempeng lithosfir yang terpisah-pisah dan mengambang di atas cairan asthenosfir.
Pada perbatasan antarlempengan, terdapat tiga macam interaksi, yaitu
1.
Saling menjauh (divergent margins)
a.
Lempengan saling menjauh.
b.
Biasanya terjadi di dasar laut.
c.
Kekuatan gempa yang ditimbulkan relatif kecil.
2.
Saling mendekat (convergent margins)
a.
Lempengan saling mendekat.
b. Kekuatan gempa yang ditimbulkan relatif besar, karena tekanan yang
ditimbulkan besar, sehingga terjadi penumpukan tegangan yang besar
sebelum batuan hancur.
Saling melewati dengan menggeser (transform margins).
a.
Lempengan saling menggeser.
b. Akibat pergerakan tersebut terjadi regangan yang cukup besar.
c.
Pusat gempa jenis ini biasanya dangkal dan oleh karenanya memiliki daya
rusak yang besar.
3.
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
II-1
Laporan Tugas Akhir
Ketiga macam interaksi antarlempeng inilah yang menyebabkan terjadinya gempa
bumi. Pergerakan antarlempeng menurut Teori Pelat Tektonik ini dapat dilihat pada
Gambar 2.1 berikut :
Gambar 2. 1 Pergerakan Antarlempeng Menurut Teori Pelat Tektonik
(Hasil Rekaan Badan Ruang Angkasa AS-NASA)
Gempa bumi dapat didefinisikan sebagai gerakan tiba-tiba atau suatu rentetan
gerakan tiba-tiba dari tanah dan bersifat transien yang berasal dari suatu daerah
terbatas dan menyebar dari titik tersebut ke segala arah (Irsyam, 2005). Gempa bumi
yang menimbulkan kerusakan yang paling luas adalah gempa tektonik. Gempa bumi
tektonik disebabkan oleh terjadinya pergeseran kulit bumi (litosphere) yang
umumnya terjadi di daerah patahan kulit bumi. Deformasi yang disebabkan oleh
terjadinya interaksi antarlempeng dapat berupa :
1. Subduksi (subduction), terjadi apabila terjadi interaksi antarlempeng yang
tebalnya hampir sama, dimana lempeng pertama tenggelam di bawah lempeng
kedua. Subduksi biasanya terjadi si sepanjang busur pulau.
2. Transkursi (transcursion), terjadi apabila terjadi interaksi antara dua lempeng,
dimana keduanya dapat berupa lempeng laut atau antara lempeng laut dan
lempeng benua yang bergerak horizontal satu terhadap lainnya.
3. Ekstrusi (extrusion), terjadi apabila terjadi interaksi antara dua lempeng tipis
yang bergerak saling menjauh.
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
II-2
Laporan Tugas Akhir
2. 1.1 Parameter Dinamika Struktur
Gerakan tanah yang diakibatkan oleh getaran gempa bumi meliputi percepatan,
kecepatan, dan perpindahan. Ketiganya pada umumnya teramplifikasi sehingga
menimbulkan gaya dan perpindahan yang dapat melebihi kapasitas yang dapat
ditahan oleh struktur yang bersangkutan. Nilai maksimum besarnya gerakan tanah
yaitu percepatan tanah puncak, kecepatan tanah puncak, dan perpindahan tanah
puncak menjadi parameter-parameter utama didalam desain struktur tahan gempa.
Dalam melakukan perencanaan gempa perlu diketahui beberapa parameter penting
dinamika struktur, yaitu massa ( m ), kekakuan ( k ), redaman ( c ), dan waktu getar
alami struktur ( T ).
a. Kekakuan (k)
Kekakuan suatu struktur adalah gaya yang dapat disimpan oleh sistem struktur
bila struktur itu diberi perpindahan baik itu perpanjangan, perpendekan,
perputaran sudut, atau deformasi-deformasi lainnya. Kekakuan dari suatu sistem
struktur adalah penjumlahan dari kekakuan masing-masing elemen pembentuk
struktur tersebut, yang meliputi panjang ( L ), modulus elastisitas ( E ), momen
inersia ( I ), momen inersia polar ( J ), modulus elastisitas geser ( G ), dan luas
penampang ( A ).
Untuk struktur berderajat kebebasan banyak kekakuan struktur berupa matriks
n u n yang simetri, dengan n adalah jumlah derajat kebebasan (degree of
freedom). Pada analisis pengaruh gempa pada struktur gedung, struktur gedung
dianggap sebagai bangunan dengan kekakuan lantai (balok dan pelat) sangat
besar jika dibanding kekakuan kolom, sehingga untuk pemodelan dua dimensi
sistem portal satu lantai mempunyai satu derajat kebebasan yaitu perpindahan
terhadap arah lateral. Sedangkan untuk pemodelan tiga dimensi sistem portal satu
lantai mempunyai tiga derajat kebebasan yaitu dua arah perpindahan (sumbu x
dan sumbu y ) dan rotasi dari lantai.
b. Redaman ( c )
Redaman pada suatu struktur yang bergetar menyatakan adanya fenomena
disipasi energi atau penyerapan energi. Salah satu contoh bila struktur digetarkan
semakin lama amplitudonya semakin kecil hingga akhirnya struktur itu diam.
Redaman struktur dimodelkan sama dengan redaman viscous yaitu besarnya gaya
redaman yang dialami oleh suatu struktur yang bergetar berbanding lurus dengan
koefisien redaman serta kecepatan getaran struktur.
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
II-3
c
Laporan Tugas Akhir
(2- 1)
[ ccr
Redaman kritis suatu struktur didefinisikan sebagai berikut:
ccr
2mZn
2 mk
2k
(2- 2)
Zn
dengan :
m
k
Zn
=
=
=
massa
kekakuan
frekuensi alami (radian/detik)
[
=
koefisien persentase redaman
c. Waktu Getar Alami Struktur (T)
Waktu getar alami adalah waktu yang dibutuhkan oleh struktur untuk bergetar
satu kali bolak-balik tanpa adanya gaya luar. Besarnya waktu getar alami struktur
perlu diketahui agar peristiwa resonansi pada struktur dapat dihindari. Peristiwa
resonansi struktur adalah suatu keadaan dimana frekuensi alami pada struktur
sama dengan frekuensi dari beban luar yang bekerja sehingga dapat menyebabkan
keruntuhan pada struktur. Untuk sistem berderajat kebebasan tunggal tanpa
redaman, waktu getar alami dapat dihitung dari persamaan getaran bebas berikut
ini:
my ky
0 (untuk kasus tidak terdapat redaman)
(2- 3)
Solusi umum persamaan diatas adalah suatu fungsi periodik harmonis yang dapat
dianggap sebagai fungsi sinusoidal:
x(t )
x(t T )
(2- 4)
x(t )
A cos Zt B sin Zt
(2- 5)
x (t ) ZA sin Zt ZB cos Zt
(2- 6)
x(t )
Z 2 A cos Zt Z 2 B cos Zt
Z 2 ( A cos Zt B sin Zt )
Z 2 x(t )
(2- 7)
Dimana Ȧ, t dan T berturut turut adalah frekuensi, waktu dan waktu getar, yaitu
waktu yang diperlukan untuk melakukan suatu perioda getaran. A dan B adalah
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
II-4
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Laporan Tugas Akhir
amplitude getaran yang ditentukan oleh kondisi awal dari sistem. Hubungan
antara waktu getar ( perioda T), dengan frekuensi Ȧ dapat dinyatakan sebagai
berikut :
T
2S
Z
(2- 8)
(detik)
Subtitusi persamaan (2-7) kedalam persamaan (2-3), didapat :
Z 2 mx kx
0
(2- 9)
Sehingg
a didapatkan :
Z
k
m
(2- 10)
Ȧ adalah frekuensi natural dari sistem tersebut dengan satuan rad/detik.
Z
2S
(dari persamaan (2-8))
T
2S f
(2- 11)
Dari persamaan (2-11) dan (2-10), diperoleh perioda struktur sebagai berikut:
T
2S
m
k
2S
Zn
(2- 12)
2.1.2 Pemodelan Sistem Struktur
Dalam dinamika struktur, jumlah koordinat bebas diperlukan untuk menetapkan
susunan atau posisi sistem pada setiap saat, yang berhubungan dengan jumlah derajat
kebebasan (degrees of freedom). Pada umumnya struktur berkesinambungan
(continuous structure) mempunyai tak hingga derajat kebebasan. Namun dengan
proses idealisasi atau seleksi, sebuah model yang tepat dapat mereduksi jumlah
derajat kebebasan menjadi suatu jumlah diskrit.
Dalam analisis dinamik, struktur berderajat kebebasan tunggal dapat dimodelkan
sebagai sistem dengan koordinat perpindahan tunggal. Sistem berderajat kebebasan
tunggal ini dapat dijelaskan secara tepat dengan model matematis pada gambar 2.15
yang mempunyai elemen-elemen sebagai berikut :
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
II-5
Laporan Tugas Akhir
a. Elemen massa, m , yang menyatakan massa dan sifat inersia dari struktur.
b. Elemen pegas, k , yang menyatakan gaya balik elastis dan kapasitas energi
potensial dari struktur.
c. Elemen redaman, c , yang menyatakan sifat geseran dan kehilangan energi
struktur.
d. Gaya pengaruh, F (t ) , yang menyatakan gaya luar yang bekerja pada sistem
struktur.
x1
F1 (t )
m1
k1
Gambar 2. 2 Sistem Struktur Berderajat Kebebasan Satu
x(t )
k
c
m
F (t )
Gambar 2.3 Model Matematis untuk Sistem Berderajat Kebebasan Satu
Formulasi persamaan gerak untuk sistem dengan satu derajat kebebasan dapat
diperoleh dengan prinsip keseimbangan dari gaya-gaya yang bekerja pada sistem,
yaitu gaya luar, dan gaya-gaya lainnya yang terjadi akibat adanya gerakan-gerakan
pada sistem tersebut. Persamaan gerak dari keseimbangan gaya yang ada pada sistem
tersebut dapat ditulis sebagai berikut :
my(t ) cy (t ) ky (t )
F (t )
(2- 13)
dengan y (t ) adalah percepatan, y (t ) adalah kecepatan, dan y (t ) adalah perpindahan.
Dari persamaan (2-42) tersebut dapat diperoleh gaya inersia, redaman, dan kekakuan
elastik dari persamaan berikut :
my(t )
FI
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
(2- 14)
II-6
Laporan Tugas Akhir
cy (t )
FD
(2- 15)
ky (t )
FS
(2- 16)
sehingga dapat diperoleh persamaan :
FI FD FS
F (t )
(2- 17)
dimana FI , FD , dan FS berturut-turut adalah gaya inersia, redaman, dan elastik, dan
F (t ) adalah beban dinamik.
2.1.3 Respon Spektra dan Respon Spektra Desain
Respon Spektra adalah respon maksimum (perpindahan, kecepatan dan percepatan
sistem berderajat tunggal yang mempunyai kekakuan (k), redaman (c), dan massa(m)
tertentu dan beban dinamik tertentu (p(t)).
Respon spektra desain adalah respon spektra yang telah disederhanakan dengan
pendekatan statistik sehingga kurva respon spektra dapat diwakili oleh garis tertentu.
Respon spektra yang dipakai dalam desain menurut Tata cara Perencanaan
Banguynan Tahan Gempa Untuk Rumah dan Gedung (SNI 03-1726-2002) adalah
respon spektra percepatan degan perioda.
2.2 KRITERIA PERENCANAAN PEMBEBANAN
2.2.1. Perencanaan Pembebanan Gempa
Berdasarkan Tata Cara Perencanaan ketahanan Gempa Rumah dan Gedung SNI 031726-2002 daerah tersebut terletak pada wilayah gempa Zona 5. Dalam perencanaan
beban gempa akan digunakan dengan menggunakan metoda Respon Spektra,
walaupun bangunan dalam Tugas Akhir ini digolongkan dalam jenis bangunan
beraturan yang dapat digunakan dengan metoda statik ekuivalen dalam perencanaan
beban gempa pada bangunan. Namun dengan menggunakan metoda Respon Spektra
jauh dapat mewakili bentuk beban gempa karena beban gempa pada dasarnya
merupakan jenis beban yang dinamis. Respon Spektra merupakan pembebanan yang
dinamis.
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
II-7
Laporan Tugas Akhir
Gambar 2.4. Respon Spektra Wilayah Gempa 5 berdasarkan SNI 03-1726-2002
2.2.2 Arah Pembebanan Gempa
Dalam perencanaan struktur gedung, arah utama pengaruh Gempa Rencana harus
ditentukan sedemikian rupa, sehingga memberi pengaruh terbesar terhadap unsurunsur subsistem dan sistem struktur gedung secara keseluruhan.
Untuk mensimulasikan arah pengaruh Gempa Rencana yang sembarang terhadap
struktur gedung, pengaruh pembebanan gempa dalam arah utama yang ditentukan
harus dianggap efektif 100% dan harus dianggap terjadi bersamaan dengan pengaruh
pembebanan gempa dalam arah tegak lurus pada arah utama pembebanan tadi, tetapi
dengan efektifitas besar gaya gempa yang terjadi dibanding dengan arah utama hanya
sebesar 30%.
2.2.3 Perencanaan Beban-Beban dan Kuat Terfaktor
Dengan menyatakan kekuatan ultimit suatu struktur gedung dan pembebanan ultimit
pada struktur gedung itu berturut-turut sebagai :
Ru = ij Rn
(2-18)
Qu = Ȗ Qn
(2-19)
di mana ij adalah faktor reduksi kekuatan, Rn adalah kekuatan nominal struktur
gedung, Ȗ adalah faktor beban dan Qn adalah pembebanan nominal pada struktur
gedung tersebut, maka menurut Perencanaan Beban dan Kuat Terfaktor harus
dipenuhi persyaratan keadaan batas ultimit sebagai berikut :
Ru • Qu
(2-20)
Dengan menyatakan beban mati nominal sebagai Dn, beban hidup nominal sebagai
Ln dan beban gempa nominal sebagai En, maka Perencanaan Beban dan Kuat
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
II-8
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Laporan Tugas Akhir
Terfaktor harus dilakukan dengan meninjau pembebanan ultimit pada struktur
gedung sebagai berikut:
-Untuk kombinasi pembebanan oleh beban mati dan beban hidup :
Qu = ȖD Dn + Ȗ L Ln
(2-21)
-Untuk kombinasi pembebanan oleh beban mati, beban hidup dan beban gempa:
Qu = ȖD Dn + Ȗ L Ln + Ȗ E En
(2-22)
di mana ȖD, ȖL dan ȖE adalah faktor-faktor beban untuk beban mati nominal, beban
hidup nominal dan beban gempa nominal, yang nilai-nilainya ditetapkan dalam
standar pembebanan struktur gedung dan/atau dalam standar beton atau standar baja
yang berlaku. Dn merupakan jenis beban mati, Ln merupakan jenis beban hidup dan
En merupakan beban gempa.
2.3
Analisa Struktur Dengan Metoda Elemen Hingga
Metoda elemen hingga (Finite Element Method) adalah suatu metoda numerik dalam
penyelesaian persoalan dengan cara pendekatan menggunakan elemen diskrit.
Metoda elemen hingga membagi benda kontinu (balok/kolom/pendel) menjadi
elemen-elemen yang jumlahnya terhingga atau terbatas.
Metoda elemen hingga digunakan oleh piranti lunak analisa struktur seperti SAP,
ETABS dan SAFE untuk mendapatkan gaya dalam elemen struktur dari input
geometri struktur dan geometri elemen struktur serta parameter mekanis material
elemen struktur.
Elemen yang digunakan untuk analisis struktur adalah elemen garis dengan dua titik
nodal, yakni titik nodal i dan j, yang terletak pada kedua ujung elemen seperti pada
Gambar 2.3.
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
II-9
Laporan Tugas Akhir
Gambar 2.5. Elemen Batang Sederhana
Gambar 2.3 menunjukkan sebuah elemen batang yang diberi label (m) dengan 6
derajat kebebasan yang menjadi dasar metoda analisa struktur untuk batang dalam
bidang 2 dimensi.
Keterangan Gambar 2.3 adalah sebagai berikut:
x qi adalah beban luar yang terjadi atas batang i-j.
x Fn (n=1~6) menunjukkan gaya-gaya dalam yang terjadi di titik nodal akibat
beban luar qi.
x ǻn (n=1~6) menunjukkan perpindahan yang terjadi pada titik nodal akibat
beban luar qi.
x Ȗ adalah sudut kemiringan elemen batang terhadap sumbu struktur XY.
Langkah-langkah penyelesaian untuk mendapatkan gaya dalam nodal pada Gambar
2.3 adalah:
1.
Merakit matriks kekakuan elemen lokal [S]m
2.
Menghitung matriks kekakuan elemen [k]m terhadap sumbu struktur
3.
Merakit matriks kekakuan struktur [K]s
4.
Penentuan gaya-gaya ujung elemen
5.
Merakit vektor beban ekivalen {P}s
6.
Penyelesaian [K]s{X}s = {P}s
7.
Menentukan gaya-gaya dalam ujung elemen
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
II-10
Laporan Tugas Akhir
1. Merakit matriks kekakuan elemen lokal [S]m
Pada elemen batang pada Gambar 2.5, matriks kekakuan elemen lokal [S]m
terdefinisi:
EA
º
ª EA
0
0
0
0 »
« L
L
«
12 EI
6EI
12 EI 6EI »
0
3
»
« 0
3
2
L
L
L
L2 »
«
6EI
4 EI
6EI
2 EI »
« 0
0
2
2
L
L
L
L »
(2-23)
[ S ]m ««
»
EA
EA
0
0
0
0
»
«
L
« L
12EI
6EI
12EI
6EI »»
« 0
0
3
2
L
L
L3
L2 »
«
6EI
2 EI
6EI
4 EI »
«
0
2
2
«¬ 0
L
L
L
L »¼
Dimana:
E adalah nilai modulus elastisitas material batang
A adalah luas penampang
I adalah momen inersia penampang
L adalah panjang batang
2. Menghitung matriks kekakuan elemen [k]m terhadap sumbu struktur
Matriks kekakuan elemen [k]m terhadap sumbu sistem struktur diperoleh dari
persamaan:
[k]m = [T]mT [S]m [T]m
(2-24)
Dimana:
ª cos J m
« sin J
m
«
« 0
[T]m = «
« 0
« 0
«
¬« 0
sin J m
0
0
0
cos J m
0
0
0
1
0
0
0
cos J m
0
0
sin J m
0 sin J m
0
0
cos J m
0
0
0
0º
0»
»
0»
»
0»
0»
»
1¼»
(2-25)
Dan [S]m terdefinisi menurut (2-17)
3. Merakit matriks kekakuan struktur [K]s
Matriks kekakuan struktur [K]s tersusun dari matriks kekakuan elemen
[k]m.Penyusunan matriks kekakuan struktur [K]s dilakukan dengan memperhatikan
penjumlahan kekakuan pada titik pertemuan antara batang satu dengan batang yang
lain.
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
II-11
Laporan Tugas Akhir
Pada penyusunan matriks kekakuan struktur [K]s dengan indeks derajat kebebasan
struktur:
K1313 = (k644+k711); K1414 = (k655+k722); K1515 = (k666+k733)
K1314 = (k654+k721); K1315 = (k664+k731); K1413 = K1314; K1513 = K1315
4. Penentuan gaya-gaya ujung elemen kondisi terkekang penuh
Penentuan gaya ujung elemen pada koordinat struktur melibatkan transformasi
koordinat beban dan gaya dalam seperti pada Gambar 2.5.
Penyelesaian umum dalam menentukan FEM, FEN, dan FEV adalah
1
FEN1 FEN 4
q ux l m
(2-27)
2
1
2
(2-28)
FEM 3 FEM 6
q uy l m
12
1
FEV2 FEV 5
q uy l m
(2-29)
2
Selanjutnya gaya dalam pada nodal dalam koordinat global {P}m dinyatakan dengan:
^P`m >T @Tm ^FEF`m
(2-30)
Dimana:
x {P}m menyatakan matriks gaya dalam pada nodal dalam koordinat global
x [T]m adalah matriks transformasi yang terdefinisi menurut (2-25)
x {FEF}m adalah matriks penjumlahan antara gaya ekivalen pada nodal akibat
gaya luar pada bentang dengan gaya ekivalen pada nodal akibat beban luar
yang bekerja pada titik-titik nodal yang dinyatakan dengan:
{FEF}m= -{FE}m + ^P`m
nodal
(2-31)
-
{FE}m adalah gaya ekivalen pada nodal (FEM, FEN, FEV) akibat
gaya luar pada bentang
-
^P`nodal
m
adalah gaya luar yang terjadi pada nodal yang ditinjau
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
II-13
Laporan Tugas Akhir
Xm
FEV5
FEN4
FEM6
qu
Ym
FEV5
FEV2
FEN1
FEN4
?m
FEM6
FEM3
qux
quy
FEV2
FEN1
?m
P*6
P*4
FEM3
qux
quy
P*3
P*5
?m
P*1
P*2
Gambar 2.7. Transformasi koordinat dalam menentukan gaya ekivalen
struktur
5. Merakit vektor beban ekivalen {P}s
Dengan memperhatikan posisi derajat kebebasan struktur pada tiap elemen, dapat
dirakit beban ekivalen titik-titik kumpul dari distribusi beban-beban ujung elemen
terkait titik kumpul.
Perakitan vektor beban ekivalen ini dilakukan seperti perakitan matriks kekakuan
struktur, dimana dilakukan penjumlahan atas komponen matriks gaya-gaya ujung
elemen {P}m yang memiliki indeks derajat kebebasan struktur yang sama. Pada
Gambar 2.4,
P13 = P64 + P71
P14 = P65 + P72
P15 = P66 + P73
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
II-14
Laporan Tugas Akhir
6. Penyelesaian [K]s{X}s = {P}s
Dengan [K]s dan{P}s diketahui dari langkah-langkah perhitungan sebelumnya, dapat
diketahui {X}s yang menunjukkan perpindahan dan putaran sudut titik-titik nodal
pada struktur melalui persamaan:
(2-32)
[K]s{X}s = {P}s
Penyelesaian persamaan di atas dapat menggunakan cara DEKOMPOSISI atau
eliminasi GAUSS. Pada tugas akhir ini, penyelesaian persamaan di atas dilakukan
oleh software SAP 2000 v9 pada proses running program.
7. Menentukan gaya-gaya dalam ujung elemen
Gaya dalam ujung elemen dinyatakan dengan {F}m. Penentuan gaya dalam ujung
elemen dilakukan melalui persamaan:
^F`m >FE@m ^S`m ^'`m
(2-33)
dimana:
x {F}m adalah matriks yang menyatakan gaya dalam ujung elemen dalam
koordinat lokal
x {FE}m adalah matriks yang menyatakan gaya ekivalen (FEM, FEN, FEV)
pada nodal akibat gaya luar pada bentang
x {S}m adalah matriks kekakuan elemen lokal
x {ǻ}m adalah matriks yang menyatakan deformasi elemen lokal yang didapat
dari:
{ǻ}m=[Tm]{X}m
(2-34)
dengan:
- [T]m adalah matriks transformasi yang terdefinisi menurut (2-25)
{X}m adalah matriks deformasi elemen pada koordinat global yang
didapat dari matriks deformasi struktur {X}s
Pada Gambar 2.7. komponen-komponen {X}6 pada titik pertemuan 8 adalah:
X64 = X13
X65 = X14
X66 = X15
2.3.1 Metoda Elemen Hingga pada Program SAP 2000 v9
Pada program SAP yang digunakan untuk analisa struktur pada tugas akhir ini,
analisanya dilakukan secara 3 dimensi. Pada analisa 3 dimensi, langkah-langkah
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
II-15
Laporan Tugas Akhir
penyelesaiannya sama namun ada 6 derajat kebebasan pada tiap titik nodal sehingga
komponen matriks elemen dan struktur menjadi lebih banyak.
Input geometri struktur dan sifat material didapat dari data material bambu dan
geometri prototipe model struktur dan penyelesaian langkah-langkah perhitungan
hingga menghasilkan deformasi dan gaya dalam sepenuhnya dilakukan oleh
program.
2.4
Konsep Dasar Bangunan tahan Gempa
Tujuan utama dalam merencanakan bangunan tahan gempa adalah melindungi
bangunan agar dapat menyelamatkan jiwa manusia, mengurangi secara maksimal
kecelakaan yang dapat terjadi.
2.4.1 Batasan-Batasan dalam Perencanaan dan Pelaksanaan
Mengenai kerusakan struktur yang terjadi, dari hasil pengamatan lapangan di
Indonesia dan di luar negeri (1979-2004) (Mencegah Kerusakan Bangunan Akibat
Gempa dan Tsunami, Suswandojo Siddiq, Peneliti Utama Bid. Stuktur dan Teknologi
Gempa, Puslitbang Permukiman, Bandung 2005) penyebab keruntuhan pada
bangunan akibat dari beban gempa yang terjadi pada bangunan:
x Faktor konfigurasi dan sistem struktur (tidak mengikuti kaidah struktur
bangunan tahan gempa, seperti keteraturan, kontinuitas, kesimetrisan pada
seluruh bagian bangunan)
x Kurangnya kekakuan, kekuatan dan daktilitas struktur,
x Lemahnya dan/atau tidak meratanya struktur lapisan tanah, daya dukung tanahfondasi dan daya dukung komponen-struktur fondasi.
Beberapa kaidah-kaidah yang perlu diperhatikan saat merencanakan bangunan tahan
gempa agar dapat meminimalisasikan kerusakan bangunan saat terjadinya gempa:
a.
Denah Bangunan
Denah bangunan sebaiknya sederhana, simetris dan tidak terlalu panjang. Suatu
kesimetrisan bangunan dicapai agar jarak pusat kekakuan dengan pusat massa
bangunan dapat berhimpit sehingga menghasilkan eksentrisitasnya kecil dan
dapat meminimalisir terjadinya torsi pada bentuk prilaku struktrur bangunan. Dan
keuntungan lainnya adalah agar dalam menganalisis struktur lebih mudah dan
sederhana serta prilakunya lebih mudah dipredikisi.
Apabila bentuk bangunan terpaksa tidak dapat simetris bagian yang menonjol
konstruksinya sebaiknya dipisahkan dari bangunan utama.
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
II-16
Laporan Tugas Akhir
Gambar 2.8. Contoh bentuk denah bangunan simetris
Gambar 2.9. Denah bangunan tidak simetris
Letak suatu dinding penyekat, pintu serta jendela sebaiknya simetris terhadap
sumbu denah bangunan.
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
II-17
Laporan Tugas Akhir
Gambar 2.10. Letak pintu dan jendela yang simetris
b. Atap Bangunan
Konstruksi atap sebaiknya menggunakan bahan yang ringan dan sederhana.
Karena suatu massa bangunan mempengaruhi besar gaya gempa yang terjadi
pada bangunan.
Gambar 2.11. Konstruksi atap ringan
c. Pondasi
Bila pondasi terdiri dari batukali maka perlu dipasang balok pengikat/sloof
sepanjang pondasi tersebut. Untuk jenis Pondasi setempat perlu diikat kuat satu
sama lain dengan memakai balok pondasi. Dalam pelaksanaan tugas Akhir ini
dipilih menggunakan pondasi setempat dikarenakan bahwa beban akibat dinding
(panel bambu) cukup kecil. Pada bangunan di Tugas Akhir ini dianggap pondasi
kali setempat karena beban yang berasal dari dinding bisa dianggap mampu
ditahan oleh sloof bambu sendiri.
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
II-18
Laporan Tugas Akhir
a) Pondasi batu kali menerus
Gambar 2.12. Desain pondasi dalam menangani bahaya gempa
Kriteria desain struktural untuk keamanan yang harus dipenuhi adalah:
x
Kekakuan struktur harus dijaga, dapat dilakukan dengan menempatkan bresing
atau silang angin pada bagian-bagian perlemahan seperti tembok, sekeliling pintu
dan jendela, atau dengan menggunakan balok lintel pada bangunan beton
bertulang, juga harus ada ikatan angin pada rangka atap.
x
Kolom harus lebih kuat daripada balok, yakni keruntuhan balok harus
mendahului keruntuhan kolom.
x
Sambungan harus didesain lebih kuat daripada elemen struktur, yang berarti
keruntuhan elemen struktur harus mendahului keruntuhan sambungan.
x
Ikatan pada sambungan harus dapat menyatukan elemen struktur dengan
sempurna, sehingga tidak ada elemen yang lepas dari strukturnya.
x
Penyaluran beban dari elemen (balok/kolom/rangka) hingga ke pondasi lalu ke
tanah harus terjadi secara sempurna, misalnya dengan menyambungkan kolom ke
pondasi dengan ankur.
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
II-19
Laporan Tugas Akhir
Keseluruhan pembahasan mengenai desain di atas adalah untuk menghasilkan suatu
load path (aliran beban) yang sempurna dari setiap komponen non struktural (atap,
tembok, lantai) ke komponen struktural penumpang (balok anak, jika ada) ke
komponen struktural utama (balok, kolom) ke pondasi, sehingga beban tersebut
dapat dialirkan dengan baik ke tanah dasar agar tidak terjadi kegagalan struktur
bangunan.
Hal yang utama yang ingin dicapai agar dapat terbentuk load path seperti di atas
adalah integritas struktur. Struktur yang menyatu dengan sempurna tidak akan
memiliki elemen yang memikul beban sendiri. Setiap komponen struktur akan
menyalurkan beban yang diterimanya secara sempurna ke komponen struktur
lainnya, hingga ke pondasi. Integritas struktur dapat dilihat dari bentuk sistem
struktur, kekuatan setiap elemen serta detailing sambungan yang baik.
2.5 Bambu sebagai Material Bangunan
2.5.1 Latar Belakang
Pertumbuhan penduduk yang sangat pesat di Indonesia dan negara-negara lain
mengakibatkan peningkatan jumlah kebutuhan terhadap kayu sebagai bahan. Lebih
lagi penebangan kayu hutan yang kurang terkendali dapat membahayakan
kelestarian hutan ketersedian material kayu. Agar kelestarian hutan dapat
terpelihara, maka perlu dilakukan upaya untuk mencari alternatif bahan pengganti
kayu sebagai bahan bangunan maupun bahan perabot rumah tangga. Dengan
memperhitungkan berbagai keunggulan dan kelemahannya, bambu dapat
dipertimbangkan untuk dipakai sebagai pengganti kayu sebagai bahan bangunan
maupun perabot rumah tangga.
2.5.2
Keunggulan Bambu
Keunggulan bambu yakni mudah ditanam dan tidak diperlukan perlakuan secara
khusus serta masa produksi yang singkat mempermudah menghasilkan material
bambu yang siap pakai. Untuk melakukan budi daya bambu, tidak diperlukan
investasi yang besar, setelah tanaman sudah mantap, hasilnya dapat diperoleh
secara terus menerus tanpa menanam lagi. Budidaya bambu dapat dilakukan
sembarang orang, dengan peralatan sederhana dan tidak memerlukan bekal
pengetahuan tinggi.
Berbeda dengan pohon kayu hutan yang baru siap ditebang dengan kualitas baik
setelah umur 40-50 tahun, bambu dengan kualitas baik dapat diperoleh pada umur
3-5 tahun.
Bambu mempunyai kekuatan yang cukup tinggi, kuat tariknya dapat dipersaingkan
dengan baja. Sekalipun demikian kekuatan bambu yang tinggi ini belum
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
II-20
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
Laporan Tugas Akhir
dimanfaatkan dengan baik karena biasanya batang-batang struktur bambu
dirangkaikan dengan pasak atau tali yang kekuatannya rendah. Terjadi perlemahan
pada kekuatan sambungannya.
Dari keuntungan-keuntungan yang lebih daripada kayu hutan, karena sifatnya yang
sustainable dan harga beli bambu bisa dikatakan cukup murah. maka bambu
sangatlah potensial bagi pengganti bahan bangunan yang langka dan mahal.
Tabel 2.1 Kuat tarik dan tekan berbagai jenis bambu di Indonesia
Jenis Bambu
Bagian
Kuat tarik Kuat tekan
(MPa)
(MPa)
Bambu Petung (Dendrocalamus asper)
Pangkal
228
277
Tengah
177
409
Ujung
208
548
Bambu Tutul (Bambusa vulgaris)
Pangkal
239
532
Tengah
292
543
Ujung
449
464
Bambu Galah (Gigantochloa verticilata)
Pangkal
192
327
Tengah
335
399
Ujung
232
405
Bambu Apus (Gigantochloa apus)
Pangkal
144
215
Tengah
137
228
Ujung
174
335
*) Bahan Kuliah Teknologi Bambu, Morisco, 2005
2.5.3 Kendala Pemakaian Bambu sebagai Bahan Material
Meskipun berpotensi untuk digunakan sebagai bahan bangunan namun bambu
mempunyai beberapa kendala dari daya tahan bambu hingga dalam fungsi
strukturnya :
1. Kendala pertama yaitu bambu mudah diserang bubuk, sehingga mengurangi
daya tahan dan kekuatan bambu itu sendiri.
Tanpa pengawetan bambu hanya dapat bertahan kurang 1-3 tahun jika langsung
berhubungan dengan tanah dan tidak telindungi terhadap cuaca. Namun bila
terlindungi terhadap cuaca dapat bertahan lebih dari 4-7 tahun. Untuk bambu
yang diawetkan daya tahan bambu lebih dari 15 tahun. Adapun bambu yang
diawetkan secara tradisional masih dapat bertahan hingga umur lebih dari 20
tahun.
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
II-21
Laporan Tugas Akhir
2. Kendala berikutnya menyangkut kekuatan sambungan bambu yang umumnya
sangat rendah mengingat perangkaian batang-batang struktur bambu seringkali
dilakukan secara konvensional menggunakan paku, pasak, atau tali ijuk.
Sambungan struktur bambu dengan paku dan pasak pada sejajar serat bambu
yang memiliki kekuatan geser rendah menjadikan bambu mudah pecah.
Penyambungan bambu memakai tali sanagat tergantung pada keterampilan
pelaksana. Kekuatan sambungan hanya didasarkan pada kekuatan gesek antara
tali dan bambu atau antara bambu yang satu dengan bambu lainnya. Dengan
demikian penyambungan bambu secara konvensional kekuatannya rendah.
Sehingga kekuatan bambu tidak dapat dimanfaatkan secara optimal. Pada saat
tali kendor akibat kembang susut bambu akibat perubahan temperatur, kekuatan
gesek akan turun. Oleh karena itu sambungan bambu menggunakan tali haruslah
diperiksa secara berkala agar tidak kendor.
3. Kendala ketiga sifat bambu yang mudah terbakar. Sekalipun ada cara-cara
untuk menjadikan bambu tahan terhadap api, namun biaya yang dikeluarkan
relatif cukup mahal.
4. Opini masayarakat ikut menjadi suatu kendala dalam kategori sosial, yang sering
menghubungkan bambu dengan material bagi kalangan orang miskin, sehingga
orang segan tinggal di rumah bambu karena takut menimbulkan opini sosial.
Untuk mengatasinya maka perlulah dilibatkan desain arsitektural agar bangunan
bambu yang dibuat terlihat menarik.
2.5.4 Teori Pengawetan Bambu
Material bambu apabila tidak diberi perlakuan khusus, mempunyai durabilitas yang
sangat rendah, dimana telah dijelaskan sebelumnya. Untuk menjaga umur bambu
maka diperlukan suatu metoda pengawetan. Berikut merupakan beberapa cara
pengawetan bambu:
1. Secara konvensional
Kumbang bubuk menyerang bambu karena ingin mengkonsumsi pati yang
terdapat pada bambu tersebut, maka solusi yang ditawarkan bagaimana memilih
atau menebang bambu dengan kandungan pati yang rendah.
Kita dapat memilih jenis bambu dengan kandungan pati yang rendah, misalnya
bambu apus atau bambu tali.
Juga untuk mendapat kandungan pati yang rendah kita dapat mengatur waktu
penebangan bambu, yaitu saat bertepatan dengan kandungan bambu pati
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
II-22
Laporan Tugas Akhir
didalam bambu rendah. Penebangan dianjurkan pada saat musim kemarau pada
saat bambu tidak mudah menyerap makanan dari tanah.
Cara lainnya dapat dilakukan dengan merendam bambu didalam kolam air
dalam kurun waktu 3-12 bulan, agar terjadi proses biologis yaitu fermentasi
pada pati yang terkandung di dalam bambu, sehingga hasil dari fermentasi ini
dapat larut di didalam air. Dengan demikian perendaman bambu didalam air
dapat munurunkan kadar pati di dalam bambu. Namun pati yang terdapat pada
bambu menjadikan kekuatan ikatan antar serat-seratnya, maka hilangnya
kandungan pati secara berlebihan akan menurunkan kekuatan bambu. Maka
dianjurkan pengawetan dilakukan tidak lebih dari 1 bulan.
2. Menggunakan bahan kimia
Dengan memasukan bahan kima yang dapat mematikan serangga dan jamur.
Dengan metoda gravitasi, tekan hidrostatis, dan juga kompresi. Pada bambu
yang baru saja ditebang yang masih lengkap dengan kulit, cabang-cabang serta
daun-daun. Penguapan kandungan air melewati air-air akan mengakibatkan
cairan pengawet terserap naik ke ujung. Cara pengawetan ini tidak mudah
pelaksanaannya dan keberhasilannya sulit untuk dicek.
Gambar 2.13. Pengawetan bambu dengan larutan kimia dengan menggunakan
metoda kompresi
2.5.5 Metoda Perangkaian Batang-Batang Bambu
Untuk struktur yang dibebani dengan gaya tekan tiang, maka pemakaian batang
bengkok/melengkung perlu dihindarkan agar tidak mudah pecah.
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
II-23
Laporan Tugas Akhir
Gambar 2.14. Tiang Penyangga Balok
Bambu mempunyai sifat mudah pecah jika dipaku oleh karena itu pemakaian paku
sebagai alat sambung pada batang struktur bambu harus dihindarkan, sebagai
penggantinya dapat digunakan kawat pengikat. Kawat pengikat pada rangkaian
batang-batang struktur perlu dipasang dengan tarikan kuat jangan sampai kendor.
Ikatan yang kendor akan mengakibatkan bambu mudah lolos. Ikatan yang kuat
ditandai dengan posisi kawat yang rata dengan batang horizontal.
Gambar 2.15. Ikatan antara batang-batang struktur
Untuk memperoleh posisi yang tepat seringkali bambu dipukul-pukul dengan martil.
Pada tiang yang sudah diberi beban berat penggeseran posisi tiang akan memperoleh
perlawanan gaya gesek antara tiang dengan landasannya. Pemukulan bambu yang
cukup keras pada bambu akan mengakibatkan bambu pecah, sehingga pangkal tiang
harus diusahakan agar bertepatan dengan buku-buku.
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
II-24
Laporan Tugas Akhir
Gambar 2.16. Pangkal tiang bambu
Bambu yang dibebani dengan tiang akan mudah pecah jika tumpuan tiang tidak
bertepatan dengan buku-buku. Apabila hal ini tidak dapat dihindarkan, maka balok
penyangga tiang perlu diisi dengan kayu yang dibulatkan dengan ukuran sesuai
dengan rongga bambu. Pengisi rongga bambu juga dapat dibuat dari bambu dengan
diameter yang lebih kecil ataupun mortar beton yang di curahkan kedalam ujung
buku ataupun bagian buku yang telah dilubangi terlebih dahulu.
Gambar 2.17. Ujung balok yang diisi untuk menyangga tiang
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
II-25
Laporan Tugas Akhir
Jenis-jenis kepala tiang yang diberi bentuk lurus atau miring yang mempunyai fungsi
dan tujuan masing-masing.
Gambar 2.18. Bentuk potongan ujung atas tiang
Bambu sebagai tiang penyangga terkadang ukurannya sedikit lebih kecil daripada
balok disangganya. Diperlukan dua batang bambu sebagai tiang penyangga. Untuk
ukuran tiang penyangga lebih besar dari balok, dapat dipasang lidah dari bilah
bambu. Agar balok bambu dapat ditumpu dengan baik, pada kepala tiang perlu
dipasang papan landasan dari kayu. Hubungan antar tiang penyangga dengan balok
yang disangganya, agar kokoh perlu diikat dengan tali kawat. Selain itu dapat pula
salah satu lidah dibuat lebih panjang, dan ditekuk merangkul balok, baru diikat
dengan tali kawat.
Gambar 2.19. Proses pemotongan ujung lidah ganda.
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
II-26
Laporan Tugas Akhir
Gambar 2.20. Potongan datar dengan lidah ganda sebagai penyangga balok dasar
Gambar 2.21. Tiang penyangga ganda dan dengan lidah tambahan
Gambar 2.22. Ikatan dengan tali kawat dan lidah panjang
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
II-27
Laporan Tugas Akhir
Rangkaian batang struktur dari bambu dengan tali kawat akan lebih kuat lagi jika
dilengkapi dengan pasak. Pasak ini dapat dibuat dari pangkal bambu yang sudah tua
dari bagian yang dekat dengan pangkal dan buku, sehingga kekuatannya tinggi serta
kembang susutnya rendah.
Gambar 2.23. Ikatan tiang penyangga dengan balok memakai tali kawat
dan pasak pada tiang
Gambar 2.24. Ikatan antara batang struktur vertikal
dan horisontal menggunakan pasak.
Berbagai sambungan batang-batang struktur secara tradisional sesuai dengan uraian
terdahulu pada umumnya hanya struktur ringan karena kekuatannya rendah. Aplikasi
cara tersebut pada kuda-kuda terbatas pada kuda-kuda dengan atap ringan, seperti
seng, asbes, jerami dan daun tebu. Adapun contoh aplikasi-aplikasi sambungan pada
kuda-kuda dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
II-28
Laporan Tugas Akhir
Gambar 2.25. Bentuk rangka atap yang akan menggunakan
struktur bambu
Gambar 2.26. Detailing sambungan pada joint-joint pada rangka atap tersebut
2.5.6 Desain Elemen Struktur Bambu
Kuat bambu sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, kesuburan tanah, serta
lokasi tempat tumbuh. Oleh karena itu, perancangan struktur harus didasarkan pada
kekuatan bambu dengan. Penghematan dapat dilakukan jika pengujian sampel dapat
dilaksanakan. Kiranya perlu juga diperhatikan mengenai pembatasan lendutan.
Menurut Tular dan Sutidjan (1961), modulus elastisitas E bambu berkisar antara
9807 – 29420 MPa, tetapi untuk perancangan digunakan E sebesar 29420 MPa.
Tabel 2 menyajikan kuat batas dan tegangan ijin bambu secara umum untuk desain.
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
II-29
Laporan Tugas Akhir
Tabel 2.2 Kuat batas dan tegangan ijin bambu
Macam
Kuat Batas
Tegangan Ijin Kayu
Tegangan
(MPa)
(MPa)
Tarik
98-392
29
Lentur
69-294
10
Tekan
25-98
8
E Tarik
9807-29420
19,6 x 103
Gambar 2.27. Potensi bambu dalam memikul beban berat
2.6
Perhitungan Korelasi Parameter Tanah
Untuk menghitung daya dukung pondasi maka diperlukan suatu parameter-parameter
tanah, yang di dapat dari pengujian laboratorium dan pengujian di lapangan. Namun
karena keterbatasannya waktu, tenaga dan peralatan maka beberapa parameter tanah
tidak dapat diambil di lapangan seluruhnya. Maka berdasarkan pengalaman serupa
beberapa ahli-ahli tanah membuat suatu korelasi nilai-nilai parameter tanah agar
dapat merepresentasikan suatu paramater tanah yang ingin dicari.
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
II-30
Laporan Tugas Akhir
Tabel 2.3 Korelasi Parameter Tanah untuk Tanah Pasir
(non-kohesif)
Tabel 2.4 Korelasi Parameter Tanah untuk Tanah Lempung (kohesif)
Dalam penentuan jenis tanah berdasarkan peraturan gempa beberapa parameter tanah
yang belum diketahui akan di korelasikan menggunakan kedua tabel diatas ( Tabel
2.4 dan Tabel 2.5). Korelasi ini digunakan untuk menentukan besar nilai N- SPT
pada jenis tanah pasir dan lempung yang didapat dari lapangan sebelumnya.
Setelah melakukan korelasi parameter tanah tersebut, akan dilakukan penentuan jenis
tanah berdasarkan peraturan Tata Cara Perencanaan ketahanan Gempa Rumah dan
Gedung SNI 03-1726-2002 agar dapat menentukan jenis respons spektra yang akan
digunakan pada pemodelan beban gempa sesuai dengan kriteria-kreteria pada daerah
tinjauan.
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
II-31
Laporan Tugas Akhir
Tabel 2.5 Jenis-jenis tanah berdasarkan SNI 03-1726-2002
2.7 Estimasi Biaya Bangunan
Perhitungan volume pekerjaan dan harga satuan pekerjaan akan memenuhi hal-hal
berikut:
Berdasarkan harga bahan bangunan dan upah pekerja sesuai dengan kondisi
setempat.
Spesifikasi dan cara pengerjaan setiap jenis pekerjaan sesuai dengan standar
yang berlaku di Indonesia.
Berdasarkan gambar teknis dan rencana kerja dan syarat-syarat
Dalam perhitungan bahan telah ditambahkan toleransi sebesar 10-20%
Pengerjaan dilakukan dengan cara manual
Dalam melakukan perhitungan harga satuan pekerjaan, dilakukan parameterparameter berikut ini:
1. Angka Indeks adalah faktor pengali atau koefisien sebagai dasar perhitungan
bahan bangunan dan upah kerja.
2. Harga Satuan Pekerjaan adalah biaya upah pekerja dengan atau tanpa harga
bahan bangunan untuk satuan pekerjaan tertentu.
3. Satuan pekerjaan adalah satuan jenis kegiatan konstruksi bangunan yang
dinyatakan dalam satuan panjang, luas, volume, atau unit.
Namun dalam Tugas Ahir ini akan dilakukan perhitungan estimasi biaya bangunan
secara sederhana, tanpa memperhitungakan secara detail. Hanya bagian struktural
dan beberapa bagian non struktural.
2.8
Tipe Sambungan Bambu
Setiap struktur merupakan rangkaian bagian-bagian tunggal yang harus disambungkan
satu sama lain, biasanya pada ujung batang dengan berbagai macam cara. Fungsi
utama dari sambungan adalah untuk membuat suatu kesatuan utuh agar maksud dari
kontinuitas aliran beban dapat terlaksana dengan baik.
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
II-32
Laporan Tugas Akhir
Yang umum dipakai dalam dunia konstruksi teknik sipil alat sambung menggunakan
baut dan las. Namun untuk bangunan bambu umumnya menggunakan alat sambung
berupa tali ijuk, dan beberapa sambungan untuk bangunan bambu yang telah tersentuh
dengan modernisasi menggunakan alat sambung baut.
Untuk sambungan baut mempunyai dua prilaku transfer beban yang umumnya terjadi
yaitu tipe Friksi dan tipe Tumpu.
1. Tipe Friksi, bila suatu baut dipasang dengan tarik awal spesifikasi, akan ada
pratekan awal di antara potongan-potongan yang digabungkan, seperti terlihat
dalam Gambar 2.26. kemudian akan terjadi transfer beban-beban tarik pelat P
seperti Gambat 2.26 melalui gesekan, dan mungkin tidak ada tumpuannya
tangkai baut terhadap sisi lobang. Sampai gaya gesek ȝT teratasi, kekuatan geser
baut dan kekuatan tumpu pelat tidak mempengaruhi kemampuan mentransfer
beban dalam arah melintang bidang geser diantar pelat-pelat. Diagram benda
bebas untuk mentransfer beban-beban pada suatu sambungan dengan baut
pratarik diperlihatkan dalam Gambar 2.26.
2. Tipe Tumpu, bila suatu baut atau pasak dipasang untuk mencegah baut terlepas
keluar. Beban akan ditransfer dengan dengan tumpuan tangkai baut terhadap sisi
lobang. Dari diagram benda bebas pada setiap baut tersebut dapat diperhatikan
bahwa transfer diantara pelat sebenarnya terjadi melalui gaya geser pada baut itu.
Gesekan antara pelat dapat diabaikan. Tipe tumpu ini berupa baut yang berfungsi
untuk mentransfer beban dari penampang yang satu dengan yang lain dengan
menggunakan baut yang disisipkan ke dalam lobangnya yang dibuat kedua
potongan penampang tersebut seperti Gambar 2.27
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
II-33
Laporan Tugas Akhir
Gambar 2.28. Tipe Sambungan Friksi
*) ket pen = baut
Gambar 2.29. Tipe Sambungan Tumpu
Dalam Tugas Akhir ini sambuangan baut yang terdapat pada model struktur bambu
merupakan tipe sambungan tumpu dimana baut tidak dikencangkan dengan suatu
spefisikasi tertentu yang dapat menyebabkan gaya tekan akibat pengencangan
tersebut. Dihindarkannya tipe sambungan friksi untuk mengantisipasi tertekannya
bambu dalam arah tegak lurus penampang bambu yang merupakan sisi terlemah
dalam penampang bambu.
Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material
Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa
II-34
Download