Laporan Tugas Akhir Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Konsep Dasar Mekanisme Gempa Bumi Kerak bumi terdiri dari beberapa lapisan tektonik keras yang disebut lithosfir (lithosphere) yang mengapung di atas medium fluida yang lebih lunak yang disebut mantle, sehingga kerak bumi ini dapat bergerak. Teori yang dipakai untuk menerangkan terjadinya pergerakan-pergerakan kerak bumi tersebut adalah Teori Perekahan Dasar Laut (Sea Floor Spreading Theory) yang dikembangkan oleh F. V. Vine dan D. H. Mathews pada tahun 1963 (Irsyam, 2005). Massa batu atau pelat tersebut apabila retak membentuk garis patahan. Bersatunya massa batu atau pelat satu sama lain dicegah oleh gaya-gaya friksional. Namun demikian, apabila tahanan ultimit friksional tercapai karena adanya gerakan kontinu dari fluida di bawahnya akan ada dua pelat yang akan betumbukan satu sama lain menimbulkan gelombang seismik yang dapat menyebabkan pergerakan tanah vertikal dan tanah lateral yang besar dan biasa disebut sebagai gempa bumi. Teori ini kemudian berkembang menjadi Teori Pelat Tektonik (Plate Tectonics Theory). Teori ini menyebutkan bahwa permukaan bumi terdiri dari kurang lebih 12 lempeng lithosfir yang terpisah-pisah dan mengambang di atas cairan asthenosfir. Pada perbatasan antarlempengan, terdapat tiga macam interaksi, yaitu 1. Saling menjauh (divergent margins) a. Lempengan saling menjauh. b. Biasanya terjadi di dasar laut. c. Kekuatan gempa yang ditimbulkan relatif kecil. 2. Saling mendekat (convergent margins) a. Lempengan saling mendekat. b. Kekuatan gempa yang ditimbulkan relatif besar, karena tekanan yang ditimbulkan besar, sehingga terjadi penumpukan tegangan yang besar sebelum batuan hancur. Saling melewati dengan menggeser (transform margins). a. Lempengan saling menggeser. b. Akibat pergerakan tersebut terjadi regangan yang cukup besar. c. Pusat gempa jenis ini biasanya dangkal dan oleh karenanya memiliki daya rusak yang besar. 3. Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa II-1 Laporan Tugas Akhir Ketiga macam interaksi antarlempeng inilah yang menyebabkan terjadinya gempa bumi. Pergerakan antarlempeng menurut Teori Pelat Tektonik ini dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut : Gambar 2. 1 Pergerakan Antarlempeng Menurut Teori Pelat Tektonik (Hasil Rekaan Badan Ruang Angkasa AS-NASA) Gempa bumi dapat didefinisikan sebagai gerakan tiba-tiba atau suatu rentetan gerakan tiba-tiba dari tanah dan bersifat transien yang berasal dari suatu daerah terbatas dan menyebar dari titik tersebut ke segala arah (Irsyam, 2005). Gempa bumi yang menimbulkan kerusakan yang paling luas adalah gempa tektonik. Gempa bumi tektonik disebabkan oleh terjadinya pergeseran kulit bumi (litosphere) yang umumnya terjadi di daerah patahan kulit bumi. Deformasi yang disebabkan oleh terjadinya interaksi antarlempeng dapat berupa : 1. Subduksi (subduction), terjadi apabila terjadi interaksi antarlempeng yang tebalnya hampir sama, dimana lempeng pertama tenggelam di bawah lempeng kedua. Subduksi biasanya terjadi si sepanjang busur pulau. 2. Transkursi (transcursion), terjadi apabila terjadi interaksi antara dua lempeng, dimana keduanya dapat berupa lempeng laut atau antara lempeng laut dan lempeng benua yang bergerak horizontal satu terhadap lainnya. 3. Ekstrusi (extrusion), terjadi apabila terjadi interaksi antara dua lempeng tipis yang bergerak saling menjauh. Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa II-2 Laporan Tugas Akhir 2. 1.1 Parameter Dinamika Struktur Gerakan tanah yang diakibatkan oleh getaran gempa bumi meliputi percepatan, kecepatan, dan perpindahan. Ketiganya pada umumnya teramplifikasi sehingga menimbulkan gaya dan perpindahan yang dapat melebihi kapasitas yang dapat ditahan oleh struktur yang bersangkutan. Nilai maksimum besarnya gerakan tanah yaitu percepatan tanah puncak, kecepatan tanah puncak, dan perpindahan tanah puncak menjadi parameter-parameter utama didalam desain struktur tahan gempa. Dalam melakukan perencanaan gempa perlu diketahui beberapa parameter penting dinamika struktur, yaitu massa ( m ), kekakuan ( k ), redaman ( c ), dan waktu getar alami struktur ( T ). a. Kekakuan (k) Kekakuan suatu struktur adalah gaya yang dapat disimpan oleh sistem struktur bila struktur itu diberi perpindahan baik itu perpanjangan, perpendekan, perputaran sudut, atau deformasi-deformasi lainnya. Kekakuan dari suatu sistem struktur adalah penjumlahan dari kekakuan masing-masing elemen pembentuk struktur tersebut, yang meliputi panjang ( L ), modulus elastisitas ( E ), momen inersia ( I ), momen inersia polar ( J ), modulus elastisitas geser ( G ), dan luas penampang ( A ). Untuk struktur berderajat kebebasan banyak kekakuan struktur berupa matriks n u n yang simetri, dengan n adalah jumlah derajat kebebasan (degree of freedom). Pada analisis pengaruh gempa pada struktur gedung, struktur gedung dianggap sebagai bangunan dengan kekakuan lantai (balok dan pelat) sangat besar jika dibanding kekakuan kolom, sehingga untuk pemodelan dua dimensi sistem portal satu lantai mempunyai satu derajat kebebasan yaitu perpindahan terhadap arah lateral. Sedangkan untuk pemodelan tiga dimensi sistem portal satu lantai mempunyai tiga derajat kebebasan yaitu dua arah perpindahan (sumbu x dan sumbu y ) dan rotasi dari lantai. b. Redaman ( c ) Redaman pada suatu struktur yang bergetar menyatakan adanya fenomena disipasi energi atau penyerapan energi. Salah satu contoh bila struktur digetarkan semakin lama amplitudonya semakin kecil hingga akhirnya struktur itu diam. Redaman struktur dimodelkan sama dengan redaman viscous yaitu besarnya gaya redaman yang dialami oleh suatu struktur yang bergetar berbanding lurus dengan koefisien redaman serta kecepatan getaran struktur. Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa II-3 c Laporan Tugas Akhir (2- 1) [ ccr Redaman kritis suatu struktur didefinisikan sebagai berikut: ccr 2mZn 2 mk 2k (2- 2) Zn dengan : m k Zn = = = massa kekakuan frekuensi alami (radian/detik) [ = koefisien persentase redaman c. Waktu Getar Alami Struktur (T) Waktu getar alami adalah waktu yang dibutuhkan oleh struktur untuk bergetar satu kali bolak-balik tanpa adanya gaya luar. Besarnya waktu getar alami struktur perlu diketahui agar peristiwa resonansi pada struktur dapat dihindari. Peristiwa resonansi struktur adalah suatu keadaan dimana frekuensi alami pada struktur sama dengan frekuensi dari beban luar yang bekerja sehingga dapat menyebabkan keruntuhan pada struktur. Untuk sistem berderajat kebebasan tunggal tanpa redaman, waktu getar alami dapat dihitung dari persamaan getaran bebas berikut ini: my ky 0 (untuk kasus tidak terdapat redaman) (2- 3) Solusi umum persamaan diatas adalah suatu fungsi periodik harmonis yang dapat dianggap sebagai fungsi sinusoidal: x(t ) x(t T ) (2- 4) x(t ) A cos Zt B sin Zt (2- 5) x (t ) ZA sin Zt ZB cos Zt (2- 6) x(t ) Z 2 A cos Zt Z 2 B cos Zt Z 2 ( A cos Zt B sin Zt ) Z 2 x(t ) (2- 7) Dimana Ȧ, t dan T berturut turut adalah frekuensi, waktu dan waktu getar, yaitu waktu yang diperlukan untuk melakukan suatu perioda getaran. A dan B adalah Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material II-4 Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa Laporan Tugas Akhir amplitude getaran yang ditentukan oleh kondisi awal dari sistem. Hubungan antara waktu getar ( perioda T), dengan frekuensi Ȧ dapat dinyatakan sebagai berikut : T 2S Z (2- 8) (detik) Subtitusi persamaan (2-7) kedalam persamaan (2-3), didapat : Z 2 mx kx 0 (2- 9) Sehingg a didapatkan : Z k m (2- 10) Ȧ adalah frekuensi natural dari sistem tersebut dengan satuan rad/detik. Z 2S (dari persamaan (2-8)) T 2S f (2- 11) Dari persamaan (2-11) dan (2-10), diperoleh perioda struktur sebagai berikut: T 2S m k 2S Zn (2- 12) 2.1.2 Pemodelan Sistem Struktur Dalam dinamika struktur, jumlah koordinat bebas diperlukan untuk menetapkan susunan atau posisi sistem pada setiap saat, yang berhubungan dengan jumlah derajat kebebasan (degrees of freedom). Pada umumnya struktur berkesinambungan (continuous structure) mempunyai tak hingga derajat kebebasan. Namun dengan proses idealisasi atau seleksi, sebuah model yang tepat dapat mereduksi jumlah derajat kebebasan menjadi suatu jumlah diskrit. Dalam analisis dinamik, struktur berderajat kebebasan tunggal dapat dimodelkan sebagai sistem dengan koordinat perpindahan tunggal. Sistem berderajat kebebasan tunggal ini dapat dijelaskan secara tepat dengan model matematis pada gambar 2.15 yang mempunyai elemen-elemen sebagai berikut : Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa II-5 Laporan Tugas Akhir a. Elemen massa, m , yang menyatakan massa dan sifat inersia dari struktur. b. Elemen pegas, k , yang menyatakan gaya balik elastis dan kapasitas energi potensial dari struktur. c. Elemen redaman, c , yang menyatakan sifat geseran dan kehilangan energi struktur. d. Gaya pengaruh, F (t ) , yang menyatakan gaya luar yang bekerja pada sistem struktur. x1 F1 (t ) m1 k1 Gambar 2. 2 Sistem Struktur Berderajat Kebebasan Satu x(t ) k c m F (t ) Gambar 2.3 Model Matematis untuk Sistem Berderajat Kebebasan Satu Formulasi persamaan gerak untuk sistem dengan satu derajat kebebasan dapat diperoleh dengan prinsip keseimbangan dari gaya-gaya yang bekerja pada sistem, yaitu gaya luar, dan gaya-gaya lainnya yang terjadi akibat adanya gerakan-gerakan pada sistem tersebut. Persamaan gerak dari keseimbangan gaya yang ada pada sistem tersebut dapat ditulis sebagai berikut : my(t ) cy (t ) ky (t ) F (t ) (2- 13) dengan y (t ) adalah percepatan, y (t ) adalah kecepatan, dan y (t ) adalah perpindahan. Dari persamaan (2-42) tersebut dapat diperoleh gaya inersia, redaman, dan kekakuan elastik dari persamaan berikut : my(t ) FI Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa (2- 14) II-6 Laporan Tugas Akhir cy (t ) FD (2- 15) ky (t ) FS (2- 16) sehingga dapat diperoleh persamaan : FI FD FS F (t ) (2- 17) dimana FI , FD , dan FS berturut-turut adalah gaya inersia, redaman, dan elastik, dan F (t ) adalah beban dinamik. 2.1.3 Respon Spektra dan Respon Spektra Desain Respon Spektra adalah respon maksimum (perpindahan, kecepatan dan percepatan sistem berderajat tunggal yang mempunyai kekakuan (k), redaman (c), dan massa(m) tertentu dan beban dinamik tertentu (p(t)). Respon spektra desain adalah respon spektra yang telah disederhanakan dengan pendekatan statistik sehingga kurva respon spektra dapat diwakili oleh garis tertentu. Respon spektra yang dipakai dalam desain menurut Tata cara Perencanaan Banguynan Tahan Gempa Untuk Rumah dan Gedung (SNI 03-1726-2002) adalah respon spektra percepatan degan perioda. 2.2 KRITERIA PERENCANAAN PEMBEBANAN 2.2.1. Perencanaan Pembebanan Gempa Berdasarkan Tata Cara Perencanaan ketahanan Gempa Rumah dan Gedung SNI 031726-2002 daerah tersebut terletak pada wilayah gempa Zona 5. Dalam perencanaan beban gempa akan digunakan dengan menggunakan metoda Respon Spektra, walaupun bangunan dalam Tugas Akhir ini digolongkan dalam jenis bangunan beraturan yang dapat digunakan dengan metoda statik ekuivalen dalam perencanaan beban gempa pada bangunan. Namun dengan menggunakan metoda Respon Spektra jauh dapat mewakili bentuk beban gempa karena beban gempa pada dasarnya merupakan jenis beban yang dinamis. Respon Spektra merupakan pembebanan yang dinamis. Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa II-7 Laporan Tugas Akhir Gambar 2.4. Respon Spektra Wilayah Gempa 5 berdasarkan SNI 03-1726-2002 2.2.2 Arah Pembebanan Gempa Dalam perencanaan struktur gedung, arah utama pengaruh Gempa Rencana harus ditentukan sedemikian rupa, sehingga memberi pengaruh terbesar terhadap unsurunsur subsistem dan sistem struktur gedung secara keseluruhan. Untuk mensimulasikan arah pengaruh Gempa Rencana yang sembarang terhadap struktur gedung, pengaruh pembebanan gempa dalam arah utama yang ditentukan harus dianggap efektif 100% dan harus dianggap terjadi bersamaan dengan pengaruh pembebanan gempa dalam arah tegak lurus pada arah utama pembebanan tadi, tetapi dengan efektifitas besar gaya gempa yang terjadi dibanding dengan arah utama hanya sebesar 30%. 2.2.3 Perencanaan Beban-Beban dan Kuat Terfaktor Dengan menyatakan kekuatan ultimit suatu struktur gedung dan pembebanan ultimit pada struktur gedung itu berturut-turut sebagai : Ru = ij Rn (2-18) Qu = Ȗ Qn (2-19) di mana ij adalah faktor reduksi kekuatan, Rn adalah kekuatan nominal struktur gedung, Ȗ adalah faktor beban dan Qn adalah pembebanan nominal pada struktur gedung tersebut, maka menurut Perencanaan Beban dan Kuat Terfaktor harus dipenuhi persyaratan keadaan batas ultimit sebagai berikut : Ru Qu (2-20) Dengan menyatakan beban mati nominal sebagai Dn, beban hidup nominal sebagai Ln dan beban gempa nominal sebagai En, maka Perencanaan Beban dan Kuat Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material II-8 Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa Laporan Tugas Akhir Terfaktor harus dilakukan dengan meninjau pembebanan ultimit pada struktur gedung sebagai berikut: -Untuk kombinasi pembebanan oleh beban mati dan beban hidup : Qu = ȖD Dn + Ȗ L Ln (2-21) -Untuk kombinasi pembebanan oleh beban mati, beban hidup dan beban gempa: Qu = ȖD Dn + Ȗ L Ln + Ȗ E En (2-22) di mana ȖD, ȖL dan ȖE adalah faktor-faktor beban untuk beban mati nominal, beban hidup nominal dan beban gempa nominal, yang nilai-nilainya ditetapkan dalam standar pembebanan struktur gedung dan/atau dalam standar beton atau standar baja yang berlaku. Dn merupakan jenis beban mati, Ln merupakan jenis beban hidup dan En merupakan beban gempa. 2.3 Analisa Struktur Dengan Metoda Elemen Hingga Metoda elemen hingga (Finite Element Method) adalah suatu metoda numerik dalam penyelesaian persoalan dengan cara pendekatan menggunakan elemen diskrit. Metoda elemen hingga membagi benda kontinu (balok/kolom/pendel) menjadi elemen-elemen yang jumlahnya terhingga atau terbatas. Metoda elemen hingga digunakan oleh piranti lunak analisa struktur seperti SAP, ETABS dan SAFE untuk mendapatkan gaya dalam elemen struktur dari input geometri struktur dan geometri elemen struktur serta parameter mekanis material elemen struktur. Elemen yang digunakan untuk analisis struktur adalah elemen garis dengan dua titik nodal, yakni titik nodal i dan j, yang terletak pada kedua ujung elemen seperti pada Gambar 2.3. Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa II-9 Laporan Tugas Akhir Gambar 2.5. Elemen Batang Sederhana Gambar 2.3 menunjukkan sebuah elemen batang yang diberi label (m) dengan 6 derajat kebebasan yang menjadi dasar metoda analisa struktur untuk batang dalam bidang 2 dimensi. Keterangan Gambar 2.3 adalah sebagai berikut: x qi adalah beban luar yang terjadi atas batang i-j. x Fn (n=1~6) menunjukkan gaya-gaya dalam yang terjadi di titik nodal akibat beban luar qi. x ǻn (n=1~6) menunjukkan perpindahan yang terjadi pada titik nodal akibat beban luar qi. x Ȗ adalah sudut kemiringan elemen batang terhadap sumbu struktur XY. Langkah-langkah penyelesaian untuk mendapatkan gaya dalam nodal pada Gambar 2.3 adalah: 1. Merakit matriks kekakuan elemen lokal [S]m 2. Menghitung matriks kekakuan elemen [k]m terhadap sumbu struktur 3. Merakit matriks kekakuan struktur [K]s 4. Penentuan gaya-gaya ujung elemen 5. Merakit vektor beban ekivalen {P}s 6. Penyelesaian [K]s{X}s = {P}s 7. Menentukan gaya-gaya dalam ujung elemen Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa II-10 Laporan Tugas Akhir 1. Merakit matriks kekakuan elemen lokal [S]m Pada elemen batang pada Gambar 2.5, matriks kekakuan elemen lokal [S]m terdefinisi: EA º ª EA 0 0 0 0 » « L L « 12 EI 6EI 12 EI 6EI » 0 3 » « 0 3 2 L L L L2 » « 6EI 4 EI 6EI 2 EI » « 0 0 2 2 L L L L » (2-23) [ S ]m «« » EA EA 0 0 0 0 » « L « L 12EI 6EI 12EI 6EI »» « 0 0 3 2 L L L3 L2 » « 6EI 2 EI 6EI 4 EI » « 0 2 2 «¬ 0 L L L L »¼ Dimana: E adalah nilai modulus elastisitas material batang A adalah luas penampang I adalah momen inersia penampang L adalah panjang batang 2. Menghitung matriks kekakuan elemen [k]m terhadap sumbu struktur Matriks kekakuan elemen [k]m terhadap sumbu sistem struktur diperoleh dari persamaan: [k]m = [T]mT [S]m [T]m (2-24) Dimana: ª cos J m « sin J m « « 0 [T]m = « « 0 « 0 « ¬« 0 sin J m 0 0 0 cos J m 0 0 0 1 0 0 0 cos J m 0 0 sin J m 0 sin J m 0 0 cos J m 0 0 0 0º 0» » 0» » 0» 0» » 1¼» (2-25) Dan [S]m terdefinisi menurut (2-17) 3. Merakit matriks kekakuan struktur [K]s Matriks kekakuan struktur [K]s tersusun dari matriks kekakuan elemen [k]m.Penyusunan matriks kekakuan struktur [K]s dilakukan dengan memperhatikan penjumlahan kekakuan pada titik pertemuan antara batang satu dengan batang yang lain. Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa II-11 Laporan Tugas Akhir Pada penyusunan matriks kekakuan struktur [K]s dengan indeks derajat kebebasan struktur: K1313 = (k644+k711); K1414 = (k655+k722); K1515 = (k666+k733) K1314 = (k654+k721); K1315 = (k664+k731); K1413 = K1314; K1513 = K1315 4. Penentuan gaya-gaya ujung elemen kondisi terkekang penuh Penentuan gaya ujung elemen pada koordinat struktur melibatkan transformasi koordinat beban dan gaya dalam seperti pada Gambar 2.5. Penyelesaian umum dalam menentukan FEM, FEN, dan FEV adalah 1 FEN1 FEN 4 q ux l m (2-27) 2 1 2 (2-28) FEM 3 FEM 6 q uy l m 12 1 FEV2 FEV 5 q uy l m (2-29) 2 Selanjutnya gaya dalam pada nodal dalam koordinat global {P}m dinyatakan dengan: ^P`m >T @Tm ^FEF`m (2-30) Dimana: x {P}m menyatakan matriks gaya dalam pada nodal dalam koordinat global x [T]m adalah matriks transformasi yang terdefinisi menurut (2-25) x {FEF}m adalah matriks penjumlahan antara gaya ekivalen pada nodal akibat gaya luar pada bentang dengan gaya ekivalen pada nodal akibat beban luar yang bekerja pada titik-titik nodal yang dinyatakan dengan: {FEF}m= -{FE}m + ^P`m nodal (2-31) - {FE}m adalah gaya ekivalen pada nodal (FEM, FEN, FEV) akibat gaya luar pada bentang - ^P`nodal m adalah gaya luar yang terjadi pada nodal yang ditinjau Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa II-13 Laporan Tugas Akhir Xm FEV5 FEN4 FEM6 qu Ym FEV5 FEV2 FEN1 FEN4 ?m FEM6 FEM3 qux quy FEV2 FEN1 ?m P*6 P*4 FEM3 qux quy P*3 P*5 ?m P*1 P*2 Gambar 2.7. Transformasi koordinat dalam menentukan gaya ekivalen struktur 5. Merakit vektor beban ekivalen {P}s Dengan memperhatikan posisi derajat kebebasan struktur pada tiap elemen, dapat dirakit beban ekivalen titik-titik kumpul dari distribusi beban-beban ujung elemen terkait titik kumpul. Perakitan vektor beban ekivalen ini dilakukan seperti perakitan matriks kekakuan struktur, dimana dilakukan penjumlahan atas komponen matriks gaya-gaya ujung elemen {P}m yang memiliki indeks derajat kebebasan struktur yang sama. Pada Gambar 2.4, P13 = P64 + P71 P14 = P65 + P72 P15 = P66 + P73 Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa II-14 Laporan Tugas Akhir 6. Penyelesaian [K]s{X}s = {P}s Dengan [K]s dan{P}s diketahui dari langkah-langkah perhitungan sebelumnya, dapat diketahui {X}s yang menunjukkan perpindahan dan putaran sudut titik-titik nodal pada struktur melalui persamaan: (2-32) [K]s{X}s = {P}s Penyelesaian persamaan di atas dapat menggunakan cara DEKOMPOSISI atau eliminasi GAUSS. Pada tugas akhir ini, penyelesaian persamaan di atas dilakukan oleh software SAP 2000 v9 pada proses running program. 7. Menentukan gaya-gaya dalam ujung elemen Gaya dalam ujung elemen dinyatakan dengan {F}m. Penentuan gaya dalam ujung elemen dilakukan melalui persamaan: ^F`m >FE@m ^S`m ^'`m (2-33) dimana: x {F}m adalah matriks yang menyatakan gaya dalam ujung elemen dalam koordinat lokal x {FE}m adalah matriks yang menyatakan gaya ekivalen (FEM, FEN, FEV) pada nodal akibat gaya luar pada bentang x {S}m adalah matriks kekakuan elemen lokal x {ǻ}m adalah matriks yang menyatakan deformasi elemen lokal yang didapat dari: {ǻ}m=[Tm]{X}m (2-34) dengan: - [T]m adalah matriks transformasi yang terdefinisi menurut (2-25) {X}m adalah matriks deformasi elemen pada koordinat global yang didapat dari matriks deformasi struktur {X}s Pada Gambar 2.7. komponen-komponen {X}6 pada titik pertemuan 8 adalah: X64 = X13 X65 = X14 X66 = X15 2.3.1 Metoda Elemen Hingga pada Program SAP 2000 v9 Pada program SAP yang digunakan untuk analisa struktur pada tugas akhir ini, analisanya dilakukan secara 3 dimensi. Pada analisa 3 dimensi, langkah-langkah Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa II-15 Laporan Tugas Akhir penyelesaiannya sama namun ada 6 derajat kebebasan pada tiap titik nodal sehingga komponen matriks elemen dan struktur menjadi lebih banyak. Input geometri struktur dan sifat material didapat dari data material bambu dan geometri prototipe model struktur dan penyelesaian langkah-langkah perhitungan hingga menghasilkan deformasi dan gaya dalam sepenuhnya dilakukan oleh program. 2.4 Konsep Dasar Bangunan tahan Gempa Tujuan utama dalam merencanakan bangunan tahan gempa adalah melindungi bangunan agar dapat menyelamatkan jiwa manusia, mengurangi secara maksimal kecelakaan yang dapat terjadi. 2.4.1 Batasan-Batasan dalam Perencanaan dan Pelaksanaan Mengenai kerusakan struktur yang terjadi, dari hasil pengamatan lapangan di Indonesia dan di luar negeri (1979-2004) (Mencegah Kerusakan Bangunan Akibat Gempa dan Tsunami, Suswandojo Siddiq, Peneliti Utama Bid. Stuktur dan Teknologi Gempa, Puslitbang Permukiman, Bandung 2005) penyebab keruntuhan pada bangunan akibat dari beban gempa yang terjadi pada bangunan: x Faktor konfigurasi dan sistem struktur (tidak mengikuti kaidah struktur bangunan tahan gempa, seperti keteraturan, kontinuitas, kesimetrisan pada seluruh bagian bangunan) x Kurangnya kekakuan, kekuatan dan daktilitas struktur, x Lemahnya dan/atau tidak meratanya struktur lapisan tanah, daya dukung tanahfondasi dan daya dukung komponen-struktur fondasi. Beberapa kaidah-kaidah yang perlu diperhatikan saat merencanakan bangunan tahan gempa agar dapat meminimalisasikan kerusakan bangunan saat terjadinya gempa: a. Denah Bangunan Denah bangunan sebaiknya sederhana, simetris dan tidak terlalu panjang. Suatu kesimetrisan bangunan dicapai agar jarak pusat kekakuan dengan pusat massa bangunan dapat berhimpit sehingga menghasilkan eksentrisitasnya kecil dan dapat meminimalisir terjadinya torsi pada bentuk prilaku struktrur bangunan. Dan keuntungan lainnya adalah agar dalam menganalisis struktur lebih mudah dan sederhana serta prilakunya lebih mudah dipredikisi. Apabila bentuk bangunan terpaksa tidak dapat simetris bagian yang menonjol konstruksinya sebaiknya dipisahkan dari bangunan utama. Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa II-16 Laporan Tugas Akhir Gambar 2.8. Contoh bentuk denah bangunan simetris Gambar 2.9. Denah bangunan tidak simetris Letak suatu dinding penyekat, pintu serta jendela sebaiknya simetris terhadap sumbu denah bangunan. Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa II-17 Laporan Tugas Akhir Gambar 2.10. Letak pintu dan jendela yang simetris b. Atap Bangunan Konstruksi atap sebaiknya menggunakan bahan yang ringan dan sederhana. Karena suatu massa bangunan mempengaruhi besar gaya gempa yang terjadi pada bangunan. Gambar 2.11. Konstruksi atap ringan c. Pondasi Bila pondasi terdiri dari batukali maka perlu dipasang balok pengikat/sloof sepanjang pondasi tersebut. Untuk jenis Pondasi setempat perlu diikat kuat satu sama lain dengan memakai balok pondasi. Dalam pelaksanaan tugas Akhir ini dipilih menggunakan pondasi setempat dikarenakan bahwa beban akibat dinding (panel bambu) cukup kecil. Pada bangunan di Tugas Akhir ini dianggap pondasi kali setempat karena beban yang berasal dari dinding bisa dianggap mampu ditahan oleh sloof bambu sendiri. Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa II-18 Laporan Tugas Akhir a) Pondasi batu kali menerus Gambar 2.12. Desain pondasi dalam menangani bahaya gempa Kriteria desain struktural untuk keamanan yang harus dipenuhi adalah: x Kekakuan struktur harus dijaga, dapat dilakukan dengan menempatkan bresing atau silang angin pada bagian-bagian perlemahan seperti tembok, sekeliling pintu dan jendela, atau dengan menggunakan balok lintel pada bangunan beton bertulang, juga harus ada ikatan angin pada rangka atap. x Kolom harus lebih kuat daripada balok, yakni keruntuhan balok harus mendahului keruntuhan kolom. x Sambungan harus didesain lebih kuat daripada elemen struktur, yang berarti keruntuhan elemen struktur harus mendahului keruntuhan sambungan. x Ikatan pada sambungan harus dapat menyatukan elemen struktur dengan sempurna, sehingga tidak ada elemen yang lepas dari strukturnya. x Penyaluran beban dari elemen (balok/kolom/rangka) hingga ke pondasi lalu ke tanah harus terjadi secara sempurna, misalnya dengan menyambungkan kolom ke pondasi dengan ankur. Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa II-19 Laporan Tugas Akhir Keseluruhan pembahasan mengenai desain di atas adalah untuk menghasilkan suatu load path (aliran beban) yang sempurna dari setiap komponen non struktural (atap, tembok, lantai) ke komponen struktural penumpang (balok anak, jika ada) ke komponen struktural utama (balok, kolom) ke pondasi, sehingga beban tersebut dapat dialirkan dengan baik ke tanah dasar agar tidak terjadi kegagalan struktur bangunan. Hal yang utama yang ingin dicapai agar dapat terbentuk load path seperti di atas adalah integritas struktur. Struktur yang menyatu dengan sempurna tidak akan memiliki elemen yang memikul beban sendiri. Setiap komponen struktur akan menyalurkan beban yang diterimanya secara sempurna ke komponen struktur lainnya, hingga ke pondasi. Integritas struktur dapat dilihat dari bentuk sistem struktur, kekuatan setiap elemen serta detailing sambungan yang baik. 2.5 Bambu sebagai Material Bangunan 2.5.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang sangat pesat di Indonesia dan negara-negara lain mengakibatkan peningkatan jumlah kebutuhan terhadap kayu sebagai bahan. Lebih lagi penebangan kayu hutan yang kurang terkendali dapat membahayakan kelestarian hutan ketersedian material kayu. Agar kelestarian hutan dapat terpelihara, maka perlu dilakukan upaya untuk mencari alternatif bahan pengganti kayu sebagai bahan bangunan maupun bahan perabot rumah tangga. Dengan memperhitungkan berbagai keunggulan dan kelemahannya, bambu dapat dipertimbangkan untuk dipakai sebagai pengganti kayu sebagai bahan bangunan maupun perabot rumah tangga. 2.5.2 Keunggulan Bambu Keunggulan bambu yakni mudah ditanam dan tidak diperlukan perlakuan secara khusus serta masa produksi yang singkat mempermudah menghasilkan material bambu yang siap pakai. Untuk melakukan budi daya bambu, tidak diperlukan investasi yang besar, setelah tanaman sudah mantap, hasilnya dapat diperoleh secara terus menerus tanpa menanam lagi. Budidaya bambu dapat dilakukan sembarang orang, dengan peralatan sederhana dan tidak memerlukan bekal pengetahuan tinggi. Berbeda dengan pohon kayu hutan yang baru siap ditebang dengan kualitas baik setelah umur 40-50 tahun, bambu dengan kualitas baik dapat diperoleh pada umur 3-5 tahun. Bambu mempunyai kekuatan yang cukup tinggi, kuat tariknya dapat dipersaingkan dengan baja. Sekalipun demikian kekuatan bambu yang tinggi ini belum Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material II-20 Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa Laporan Tugas Akhir dimanfaatkan dengan baik karena biasanya batang-batang struktur bambu dirangkaikan dengan pasak atau tali yang kekuatannya rendah. Terjadi perlemahan pada kekuatan sambungannya. Dari keuntungan-keuntungan yang lebih daripada kayu hutan, karena sifatnya yang sustainable dan harga beli bambu bisa dikatakan cukup murah. maka bambu sangatlah potensial bagi pengganti bahan bangunan yang langka dan mahal. Tabel 2.1 Kuat tarik dan tekan berbagai jenis bambu di Indonesia Jenis Bambu Bagian Kuat tarik Kuat tekan (MPa) (MPa) Bambu Petung (Dendrocalamus asper) Pangkal 228 277 Tengah 177 409 Ujung 208 548 Bambu Tutul (Bambusa vulgaris) Pangkal 239 532 Tengah 292 543 Ujung 449 464 Bambu Galah (Gigantochloa verticilata) Pangkal 192 327 Tengah 335 399 Ujung 232 405 Bambu Apus (Gigantochloa apus) Pangkal 144 215 Tengah 137 228 Ujung 174 335 *) Bahan Kuliah Teknologi Bambu, Morisco, 2005 2.5.3 Kendala Pemakaian Bambu sebagai Bahan Material Meskipun berpotensi untuk digunakan sebagai bahan bangunan namun bambu mempunyai beberapa kendala dari daya tahan bambu hingga dalam fungsi strukturnya : 1. Kendala pertama yaitu bambu mudah diserang bubuk, sehingga mengurangi daya tahan dan kekuatan bambu itu sendiri. Tanpa pengawetan bambu hanya dapat bertahan kurang 1-3 tahun jika langsung berhubungan dengan tanah dan tidak telindungi terhadap cuaca. Namun bila terlindungi terhadap cuaca dapat bertahan lebih dari 4-7 tahun. Untuk bambu yang diawetkan daya tahan bambu lebih dari 15 tahun. Adapun bambu yang diawetkan secara tradisional masih dapat bertahan hingga umur lebih dari 20 tahun. Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa II-21 Laporan Tugas Akhir 2. Kendala berikutnya menyangkut kekuatan sambungan bambu yang umumnya sangat rendah mengingat perangkaian batang-batang struktur bambu seringkali dilakukan secara konvensional menggunakan paku, pasak, atau tali ijuk. Sambungan struktur bambu dengan paku dan pasak pada sejajar serat bambu yang memiliki kekuatan geser rendah menjadikan bambu mudah pecah. Penyambungan bambu memakai tali sanagat tergantung pada keterampilan pelaksana. Kekuatan sambungan hanya didasarkan pada kekuatan gesek antara tali dan bambu atau antara bambu yang satu dengan bambu lainnya. Dengan demikian penyambungan bambu secara konvensional kekuatannya rendah. Sehingga kekuatan bambu tidak dapat dimanfaatkan secara optimal. Pada saat tali kendor akibat kembang susut bambu akibat perubahan temperatur, kekuatan gesek akan turun. Oleh karena itu sambungan bambu menggunakan tali haruslah diperiksa secara berkala agar tidak kendor. 3. Kendala ketiga sifat bambu yang mudah terbakar. Sekalipun ada cara-cara untuk menjadikan bambu tahan terhadap api, namun biaya yang dikeluarkan relatif cukup mahal. 4. Opini masayarakat ikut menjadi suatu kendala dalam kategori sosial, yang sering menghubungkan bambu dengan material bagi kalangan orang miskin, sehingga orang segan tinggal di rumah bambu karena takut menimbulkan opini sosial. Untuk mengatasinya maka perlulah dilibatkan desain arsitektural agar bangunan bambu yang dibuat terlihat menarik. 2.5.4 Teori Pengawetan Bambu Material bambu apabila tidak diberi perlakuan khusus, mempunyai durabilitas yang sangat rendah, dimana telah dijelaskan sebelumnya. Untuk menjaga umur bambu maka diperlukan suatu metoda pengawetan. Berikut merupakan beberapa cara pengawetan bambu: 1. Secara konvensional Kumbang bubuk menyerang bambu karena ingin mengkonsumsi pati yang terdapat pada bambu tersebut, maka solusi yang ditawarkan bagaimana memilih atau menebang bambu dengan kandungan pati yang rendah. Kita dapat memilih jenis bambu dengan kandungan pati yang rendah, misalnya bambu apus atau bambu tali. Juga untuk mendapat kandungan pati yang rendah kita dapat mengatur waktu penebangan bambu, yaitu saat bertepatan dengan kandungan bambu pati Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa II-22 Laporan Tugas Akhir didalam bambu rendah. Penebangan dianjurkan pada saat musim kemarau pada saat bambu tidak mudah menyerap makanan dari tanah. Cara lainnya dapat dilakukan dengan merendam bambu didalam kolam air dalam kurun waktu 3-12 bulan, agar terjadi proses biologis yaitu fermentasi pada pati yang terkandung di dalam bambu, sehingga hasil dari fermentasi ini dapat larut di didalam air. Dengan demikian perendaman bambu didalam air dapat munurunkan kadar pati di dalam bambu. Namun pati yang terdapat pada bambu menjadikan kekuatan ikatan antar serat-seratnya, maka hilangnya kandungan pati secara berlebihan akan menurunkan kekuatan bambu. Maka dianjurkan pengawetan dilakukan tidak lebih dari 1 bulan. 2. Menggunakan bahan kimia Dengan memasukan bahan kima yang dapat mematikan serangga dan jamur. Dengan metoda gravitasi, tekan hidrostatis, dan juga kompresi. Pada bambu yang baru saja ditebang yang masih lengkap dengan kulit, cabang-cabang serta daun-daun. Penguapan kandungan air melewati air-air akan mengakibatkan cairan pengawet terserap naik ke ujung. Cara pengawetan ini tidak mudah pelaksanaannya dan keberhasilannya sulit untuk dicek. Gambar 2.13. Pengawetan bambu dengan larutan kimia dengan menggunakan metoda kompresi 2.5.5 Metoda Perangkaian Batang-Batang Bambu Untuk struktur yang dibebani dengan gaya tekan tiang, maka pemakaian batang bengkok/melengkung perlu dihindarkan agar tidak mudah pecah. Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa II-23 Laporan Tugas Akhir Gambar 2.14. Tiang Penyangga Balok Bambu mempunyai sifat mudah pecah jika dipaku oleh karena itu pemakaian paku sebagai alat sambung pada batang struktur bambu harus dihindarkan, sebagai penggantinya dapat digunakan kawat pengikat. Kawat pengikat pada rangkaian batang-batang struktur perlu dipasang dengan tarikan kuat jangan sampai kendor. Ikatan yang kendor akan mengakibatkan bambu mudah lolos. Ikatan yang kuat ditandai dengan posisi kawat yang rata dengan batang horizontal. Gambar 2.15. Ikatan antara batang-batang struktur Untuk memperoleh posisi yang tepat seringkali bambu dipukul-pukul dengan martil. Pada tiang yang sudah diberi beban berat penggeseran posisi tiang akan memperoleh perlawanan gaya gesek antara tiang dengan landasannya. Pemukulan bambu yang cukup keras pada bambu akan mengakibatkan bambu pecah, sehingga pangkal tiang harus diusahakan agar bertepatan dengan buku-buku. Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa II-24 Laporan Tugas Akhir Gambar 2.16. Pangkal tiang bambu Bambu yang dibebani dengan tiang akan mudah pecah jika tumpuan tiang tidak bertepatan dengan buku-buku. Apabila hal ini tidak dapat dihindarkan, maka balok penyangga tiang perlu diisi dengan kayu yang dibulatkan dengan ukuran sesuai dengan rongga bambu. Pengisi rongga bambu juga dapat dibuat dari bambu dengan diameter yang lebih kecil ataupun mortar beton yang di curahkan kedalam ujung buku ataupun bagian buku yang telah dilubangi terlebih dahulu. Gambar 2.17. Ujung balok yang diisi untuk menyangga tiang Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa II-25 Laporan Tugas Akhir Jenis-jenis kepala tiang yang diberi bentuk lurus atau miring yang mempunyai fungsi dan tujuan masing-masing. Gambar 2.18. Bentuk potongan ujung atas tiang Bambu sebagai tiang penyangga terkadang ukurannya sedikit lebih kecil daripada balok disangganya. Diperlukan dua batang bambu sebagai tiang penyangga. Untuk ukuran tiang penyangga lebih besar dari balok, dapat dipasang lidah dari bilah bambu. Agar balok bambu dapat ditumpu dengan baik, pada kepala tiang perlu dipasang papan landasan dari kayu. Hubungan antar tiang penyangga dengan balok yang disangganya, agar kokoh perlu diikat dengan tali kawat. Selain itu dapat pula salah satu lidah dibuat lebih panjang, dan ditekuk merangkul balok, baru diikat dengan tali kawat. Gambar 2.19. Proses pemotongan ujung lidah ganda. Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa II-26 Laporan Tugas Akhir Gambar 2.20. Potongan datar dengan lidah ganda sebagai penyangga balok dasar Gambar 2.21. Tiang penyangga ganda dan dengan lidah tambahan Gambar 2.22. Ikatan dengan tali kawat dan lidah panjang Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa II-27 Laporan Tugas Akhir Rangkaian batang struktur dari bambu dengan tali kawat akan lebih kuat lagi jika dilengkapi dengan pasak. Pasak ini dapat dibuat dari pangkal bambu yang sudah tua dari bagian yang dekat dengan pangkal dan buku, sehingga kekuatannya tinggi serta kembang susutnya rendah. Gambar 2.23. Ikatan tiang penyangga dengan balok memakai tali kawat dan pasak pada tiang Gambar 2.24. Ikatan antara batang struktur vertikal dan horisontal menggunakan pasak. Berbagai sambungan batang-batang struktur secara tradisional sesuai dengan uraian terdahulu pada umumnya hanya struktur ringan karena kekuatannya rendah. Aplikasi cara tersebut pada kuda-kuda terbatas pada kuda-kuda dengan atap ringan, seperti seng, asbes, jerami dan daun tebu. Adapun contoh aplikasi-aplikasi sambungan pada kuda-kuda dapat dilihat pada gambar dibawah ini. Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa II-28 Laporan Tugas Akhir Gambar 2.25. Bentuk rangka atap yang akan menggunakan struktur bambu Gambar 2.26. Detailing sambungan pada joint-joint pada rangka atap tersebut 2.5.6 Desain Elemen Struktur Bambu Kuat bambu sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan, kesuburan tanah, serta lokasi tempat tumbuh. Oleh karena itu, perancangan struktur harus didasarkan pada kekuatan bambu dengan. Penghematan dapat dilakukan jika pengujian sampel dapat dilaksanakan. Kiranya perlu juga diperhatikan mengenai pembatasan lendutan. Menurut Tular dan Sutidjan (1961), modulus elastisitas E bambu berkisar antara 9807 – 29420 MPa, tetapi untuk perancangan digunakan E sebesar 29420 MPa. Tabel 2 menyajikan kuat batas dan tegangan ijin bambu secara umum untuk desain. Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa II-29 Laporan Tugas Akhir Tabel 2.2 Kuat batas dan tegangan ijin bambu Macam Kuat Batas Tegangan Ijin Kayu Tegangan (MPa) (MPa) Tarik 98-392 29 Lentur 69-294 10 Tekan 25-98 8 E Tarik 9807-29420 19,6 x 103 Gambar 2.27. Potensi bambu dalam memikul beban berat 2.6 Perhitungan Korelasi Parameter Tanah Untuk menghitung daya dukung pondasi maka diperlukan suatu parameter-parameter tanah, yang di dapat dari pengujian laboratorium dan pengujian di lapangan. Namun karena keterbatasannya waktu, tenaga dan peralatan maka beberapa parameter tanah tidak dapat diambil di lapangan seluruhnya. Maka berdasarkan pengalaman serupa beberapa ahli-ahli tanah membuat suatu korelasi nilai-nilai parameter tanah agar dapat merepresentasikan suatu paramater tanah yang ingin dicari. Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa II-30 Laporan Tugas Akhir Tabel 2.3 Korelasi Parameter Tanah untuk Tanah Pasir (non-kohesif) Tabel 2.4 Korelasi Parameter Tanah untuk Tanah Lempung (kohesif) Dalam penentuan jenis tanah berdasarkan peraturan gempa beberapa parameter tanah yang belum diketahui akan di korelasikan menggunakan kedua tabel diatas ( Tabel 2.4 dan Tabel 2.5). Korelasi ini digunakan untuk menentukan besar nilai N- SPT pada jenis tanah pasir dan lempung yang didapat dari lapangan sebelumnya. Setelah melakukan korelasi parameter tanah tersebut, akan dilakukan penentuan jenis tanah berdasarkan peraturan Tata Cara Perencanaan ketahanan Gempa Rumah dan Gedung SNI 03-1726-2002 agar dapat menentukan jenis respons spektra yang akan digunakan pada pemodelan beban gempa sesuai dengan kriteria-kreteria pada daerah tinjauan. Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa II-31 Laporan Tugas Akhir Tabel 2.5 Jenis-jenis tanah berdasarkan SNI 03-1726-2002 2.7 Estimasi Biaya Bangunan Perhitungan volume pekerjaan dan harga satuan pekerjaan akan memenuhi hal-hal berikut: Berdasarkan harga bahan bangunan dan upah pekerja sesuai dengan kondisi setempat. Spesifikasi dan cara pengerjaan setiap jenis pekerjaan sesuai dengan standar yang berlaku di Indonesia. Berdasarkan gambar teknis dan rencana kerja dan syarat-syarat Dalam perhitungan bahan telah ditambahkan toleransi sebesar 10-20% Pengerjaan dilakukan dengan cara manual Dalam melakukan perhitungan harga satuan pekerjaan, dilakukan parameterparameter berikut ini: 1. Angka Indeks adalah faktor pengali atau koefisien sebagai dasar perhitungan bahan bangunan dan upah kerja. 2. Harga Satuan Pekerjaan adalah biaya upah pekerja dengan atau tanpa harga bahan bangunan untuk satuan pekerjaan tertentu. 3. Satuan pekerjaan adalah satuan jenis kegiatan konstruksi bangunan yang dinyatakan dalam satuan panjang, luas, volume, atau unit. Namun dalam Tugas Ahir ini akan dilakukan perhitungan estimasi biaya bangunan secara sederhana, tanpa memperhitungakan secara detail. Hanya bagian struktural dan beberapa bagian non struktural. 2.8 Tipe Sambungan Bambu Setiap struktur merupakan rangkaian bagian-bagian tunggal yang harus disambungkan satu sama lain, biasanya pada ujung batang dengan berbagai macam cara. Fungsi utama dari sambungan adalah untuk membuat suatu kesatuan utuh agar maksud dari kontinuitas aliran beban dapat terlaksana dengan baik. Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa II-32 Laporan Tugas Akhir Yang umum dipakai dalam dunia konstruksi teknik sipil alat sambung menggunakan baut dan las. Namun untuk bangunan bambu umumnya menggunakan alat sambung berupa tali ijuk, dan beberapa sambungan untuk bangunan bambu yang telah tersentuh dengan modernisasi menggunakan alat sambung baut. Untuk sambungan baut mempunyai dua prilaku transfer beban yang umumnya terjadi yaitu tipe Friksi dan tipe Tumpu. 1. Tipe Friksi, bila suatu baut dipasang dengan tarik awal spesifikasi, akan ada pratekan awal di antara potongan-potongan yang digabungkan, seperti terlihat dalam Gambar 2.26. kemudian akan terjadi transfer beban-beban tarik pelat P seperti Gambat 2.26 melalui gesekan, dan mungkin tidak ada tumpuannya tangkai baut terhadap sisi lobang. Sampai gaya gesek ȝT teratasi, kekuatan geser baut dan kekuatan tumpu pelat tidak mempengaruhi kemampuan mentransfer beban dalam arah melintang bidang geser diantar pelat-pelat. Diagram benda bebas untuk mentransfer beban-beban pada suatu sambungan dengan baut pratarik diperlihatkan dalam Gambar 2.26. 2. Tipe Tumpu, bila suatu baut atau pasak dipasang untuk mencegah baut terlepas keluar. Beban akan ditransfer dengan dengan tumpuan tangkai baut terhadap sisi lobang. Dari diagram benda bebas pada setiap baut tersebut dapat diperhatikan bahwa transfer diantara pelat sebenarnya terjadi melalui gaya geser pada baut itu. Gesekan antara pelat dapat diabaikan. Tipe tumpu ini berupa baut yang berfungsi untuk mentransfer beban dari penampang yang satu dengan yang lain dengan menggunakan baut yang disisipkan ke dalam lobangnya yang dibuat kedua potongan penampang tersebut seperti Gambar 2.27 Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa II-33 Laporan Tugas Akhir Gambar 2.28. Tipe Sambungan Friksi *) ket pen = baut Gambar 2.29. Tipe Sambungan Tumpu Dalam Tugas Akhir ini sambuangan baut yang terdapat pada model struktur bambu merupakan tipe sambungan tumpu dimana baut tidak dikencangkan dengan suatu spefisikasi tertentu yang dapat menyebabkan gaya tekan akibat pengencangan tersebut. Dihindarkannya tipe sambungan friksi untuk mengantisipasi tertekannya bambu dalam arah tegak lurus penampang bambu yang merupakan sisi terlemah dalam penampang bambu. Pemanfaatan Material Bambu sebagai Material Bangunan Sederhana di Daerah Rawan Gempa II-34