(Clitoria ternatea).

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Karakterisasi Kembang Telang (Clitoria ternatea).
Kembang atau bunga telang (Clitoria ternatea) adalah tumbuhan
merambat yang biasa ditemukan di pekarangan atau tepi hutan. Tumbuhan
anggota suku polong-polongan ini berasal dari Asia tropis, namun sekarang telah
menyebar ke seluruh daerah tropika.
Sejak dulu tumbuhan ini ditanam di
pekarangan sebagai tanaman hias.
Kembang telang termasuk tumbuhan monokotil dan mempunyai bunga
yang berwarna biru, putih dan coklat. Bunga kembang telang merupakan bunga
berkelamin dua (hermaphroditus) karena memiliki benang sari (alat kelamin
jantan) dan putik (alat kelamin betina) sehingga sering disebut dengan bunga
sempurna atau bunga lengkap.
Daun kembang telang termasuk daun tidak
lengkap karena tidak memiliki upih daun, hanya memiliki tangkai daun (petiolus)
dan helai daun (lamina). Akar pada tumbuhan kembang telang termasuk akar
tunggang dan warnanya putih kotor. Bagian-bagian dari akar kembang telang
yaitu leher akar (Colum radisi), batang akar atau akar utama (Corpus radisi),
ujung akar (Apeks radisi), serabut akar (Fibrila radicalis). Biji kembang telang
berbentuk seperti ginjal, pada saat masih muda berwarna hijau, setelah tua bijinya
berwarna hitam.
Kembang telang dapat beradaptasi dengan baik pada kisaran tanah
berpasir. Tahan terhadap kekeringan dengan curah hujan 500-900 mm, salinitas
5
dan mampu berkompetisi dengan baik terhadap gulma. Sebagai tanaman penutup
tanah, kembang telang (Clitoria ternatea) mampu menutup tanah dengan baik
pada umur 4 – 6 minggu setelah tanam. Tumbuh baik bersama rumput-rumputan
yang tinggi seperti rumput Guinea dan rumput gajah (Tmannetje dan Jones,
1992).
Pertumbuhan kembang telang terbaik di bawah sinar matahari penuh.
Kembang telang mampu beradaptasi terhadap lahan yang luas. Kembang telang
adalah salah satu dari sebagian kecil kacang polong yang dengan baik dapat
menyesuaikan diri pada tanah liat di daerah lembab. Kebutuhan curah hujan
tahunan untuk dapat bertahan serendah-rendahnya 400 mm. Habitat kembang
telang adalah tumbuhan tropika dataran rendah lembab dan agak lembab.
2.2. Pertumbuhan Tanaman
Pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal.
Faktor
internal yang mempengaruhi pertumbuhan antara lain: umur, keadaan tanaman,
faktor hereditas, dan zat pengatur tumbuh. Faktor eksternal yang mempengaruhi
pertumbuhan adalah iklim, tanah, dan kondisi biologis dari lingkungan (Gardner
et al., 1991). Faktor lingkungan utama yang membatasi pertumbuhan tanaman
adalah faktor iklim dan tanah. Iklim akan menentukan tipe vegetasi tanaman yang
tumbuh dan produksi. Tanah memiliki fungsi primer yaitu memberikan unsur
mineral baik sebagai tempat persediaan maupun media untuk pertukaran.
Disamping itu tanah menyediakan air sebagai cadangan dan tempat tanaman
berpegang serta bertumpu tegak. Pengaruh langsung dari struktur tanah dapat
terlihat pada pertumbuhan akar.
6
Harjadi
(1983)
menyatakan
bahwa
didalam
pertumbuhan
dan
perkembangan tanaman, ada dua fase yang berbeda yaitu fase vegetatif dan fase
generatif. Pada fase vegetatif terjadi perkembangan akar, daun dan batang baru.
Fase ini berhubungan dengan tiga proses penting yaitu pembelahan sel,
perpanjangan sel dan tahap awal dari deferensiasi sel atau pembentukan jaringan
yang terjadi pada perkembangan jaringan-jaringan primer. Lebih lanjut Fitter dan
Hay (1991) menyatakan bahwa semua proses pertumbuhan ini memerlukan
karbohidrat sebagai bahan baku energi. Kekurangan persediaan karbohidrat akan
berakibat
terganggunya
pertumbuhan tanaman.
proses
tersebut
yang
menyebabkan
lambatnya
Karbohidrat yang diperlukan tanaman dalam proses
pertumbuhan tanaman diperoleh dari aktivitas fotosintesis.
Apabila timbul
pembatasan faktor pertumbuhan akan terjadi pengurangan pertumbuhan dan
perkembangan.
2.3. Pupuk Organik
Pupuk sendiri dapat dibedakan menjadi dua jika dilihat berdasarkan
sumber bahan yang digunakan yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk
anorganik adalah pupuk yang berasal dari bahan mineral yang telah diubah
menjadi senyawa kimia yang mudah diserap tanaman. Sementara itu, pupuk
organik adalah pupuk yang terbuat dari bahan organik atau makhluk hidup yang
telah mati. Pupuk yang dihasilkan dari limbah hasil pembuatan biogas adalah
pupuk oganik karena bahan dasarnya merupakan limbah organik.
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa pemakaian pupuk organik juga
dapat memberi pertumbuhan dan hasil tanaman yang baik. Rahmatika (2010)
7
menemukan pengaruh yang sama antara perlakuan pemupukan urea 100%
dibandingkan dengan penggunaan 100% nitrogen yang berasal dari azola pada
tanaman padi. Hal serupa juga ditemukan Rohmat dan Sugiyanta (2010) yang
meneliti kombinasi pupuk organik dan anorganik pada tanaman padi. Penggunaan
pupuk organik 10 ton/ha dan pupuk anorganik (200kg Urea/ha + 100kg SP-36/ha
+ 100kg KCl/ha) mampu meningkatkan efektivitas agronomi jika dibandingkan
hanya menggunakan pupuk anorganik. Hadi (2005) juga menyarankan
memanfaatkan abu sekam sebagai alternatif pupuk organik sumber kalium pada
budidaya tanaman padi sawah.
Di dalam tanah, pupuk organik akan dirombak oleh organisme menjadi
humus atau bahan organik tanah.
Bahan organik berfungsi sebagai pengikat
butiran primer tanah menjadi butiran sekunder dalam bentuk agregat yang mantap.
Meskipun mengandung unsur hara yang rendah, bahan organik penting dalam
meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah, serta dapat bereaksi dengan ion
logam untuk membentuk senyawa kompleks, sehingga ion logam yang meracuni
tanaman atau menghambat penyediaan hara diantaranya A1, Fe, dan Mn dapat
dikurangi.
2.4. Pupuk Kandang Ayam
Pupuk kandang ayam terdiri dari sisa pakan dan serat selulosa yang tidak
dicerna. Pupuk kandang ayam mengandung protein, karbohidrat, lemak dan
senyawa organik lainnya. Protein pada pupuk kandang ayam merupakan sumber
nitrogen. Komposisi pupuk kandang ayam sangat bervariasi bergantung pada
jenis ayam, umur, keadaan individu ayam, dan makanan (Foot et al., 1976).
8
Dalam pemeliharaan ayam pedaging maupun ayam petelur (unggas) akan
menghasilkan limbah yang mempunyai nilai nutrisi yang cukup tinggi. Jumlah
kotoran ayam/limbah yang dikeluarkan setiap harinya, rata-rata per ekor ayam
0,15 kg (Charles dan Hariono, 1991). Fontenot et al. (1983) melaporkan bahwa
rata-rata produksi buangan segar ternak ayam petelur adalah 0,06 kg/hari/ekor,
dan kandungan bahan kering sebanyak 26%, sedangkan dari pemeliharaan ayam
pedaging kotoran yang dikeluarkan sebanyak 0,1 kg/hari/ekor dan kandungan
bahan keringnya 25%.
Pada ayam pedaging biasanya diberikan pakan dengan kandungan kualitas
atau kandungan zat gizi pakan terdiri dari protein 28-24%, lemak 2,5%, serat
kasar 4%, kalsium (Ca) 1%, phosfor (P) 0,7-0,9%, ME 2800-3500 Kkal. Dengan
melihat pakan yang demikian bagus maka kita dapat menyimpulkan limbah yang
dihasilkan masih mempuyai nilai nutrisi yang tinggi, apalagi sistem pencernaan
unggas adalah lambung tunggal dan proses penyerapan berjalan sangat cepat
sehingga tidak sempurna masih banyak kandungan nutrisi yang belum terserap
dan dibuang bersama dengan feses. Dalam pemeliharan ayam kita juga masih
banyak melihat pakan yang tercecer jatuh kedalam feses sekitar 5-15% dari pakan
yang diberikan, ataupun telur yang pecah dalam kandang hal ini akan
meningkatkan nilai nutrisi yang ada dalam feses.
2.5. Limbah Biogas
Biogas didefinisikan sebagai gas yang dilepaskan jika bahan-bahan
organik (seperti kotoran ternak, kotoran manusia, jerami, sekam dan daun-daun
hasil sortiran, sayur) difermentasi atau mengalami proses metanisasi (Hambali dan
9
Eliza, 2007). Limbah sludge biogas merupakan limbah bagian padat dari hasil
pengolahan biogas.
Bahan yang umum digunakan untuk menghasilkan biogas salah satunya
adalah kotoran ternak terutama kotoran ternak ruminansia, diantaranya seperti
kotoran ternak sapi.
Pemanfaatan limbah biogas sebagai pupuk dapat
memberikan keuntungan yang hampir sama dengan penggunaan kompos. Sisa
keluaran biogas ini telah mengalami fermentasi anaerob sehingga bisa langsung
digunakan untuk memupuk tanaman.
2.6. Pupuk Kandang Sapi
Sarief (1995), menyatakan bahwa pupuk kandang merupakan pupuk yang
berasal dari campuran kotoran ternak dan urin serta sisa-sisa makanan yang tidak
dihabiskan dan umumnya berasal dari ternak sapi, ayam, kerbau, kuda, babi dan
kambing. Kotoran sapi merupakan limbah peternakan yang dihasilkan dari suatu
kegiatan usaha peternakan yang berupa limbah padat, cair, dan gas. Kotoran sapi
memiliki warna yang bervariasi dari kehijauan hingga kehitaman, tergantung
makanan yang dimakan.
Setelah terpapar udara, warna dari kotoran sapi
cenderung menjadi gelap.
Ridwan (2006) menyatakan bahwa satu ekor sapi
dewasa dapat menghasilkan 23,59 kg kotoran tiap harinya.
Kotoran sapi
merupakan salah satu contoh dari pupuk kandang. Pupuk kandang merupakan
pupuk yang berasal dari kandang ternak, baik berupa kotoran padat (faeces) yang
bercampur sisa makanan maupun air kencing (urin), sehingga kualitas pupuk
kandang beragam tergantung pada jenis, umur serta kesehatan ternak, jenis dan
kadar serta jumlah pakan yang dikonsumsi, jenis pekerjaan dan lamanya ternak
10
bekerja, lama dan kondisi penyimpanan, jumlah serta kandungan haranya
(Soepardi,1983).
Pupuk kandang yang berasal dari kotoran sapi ini adalah pupuk yang baik
digunakan selama tidak ada masalah polusi logam berat. Unsur hara dalam pupuk
kandang sapi sangat bervariasi tergantung pada jenis pakan yang diberikan dan
cara penyimpanan pupuk kandang tersebut.
Umumnya pupuk kandang sapi
mengandung nitrogen 0,97%, fosfor (P2O5) 0,69%, potasium (K2O) 1,66%,
magnesium (Mg) 1,0-1,5% dan unsur hara mikro (Purwa, 2007).
Menurut
Agustina (2011), kompos kotoran sapi mengandung N 0,7% dan K2O 0,58% dan
urinnya mengandung 0,6% N dan 0,5% K.
Pupuk organik yang berasal dari kotoran ternak dapat menghasilkan
beberapa unsur hara yang sangat dibutuhkan tanaman. Disamping menghasilkan
unsur hara makro, pupuk kandang juga menghasilkan sejumlah unsur hara mikro,
seperti Fe, Zn, Bo, Mn, Cu, dan Mo. Jadi dapat dikatakan bahwa, pupuk kandang
ini dapat dianggap sebagai pupuk alternatif untuk mempertahankan produksi
tanaman.
2.7. Manfaat Pemberian Pupuk Organik Bagi Pertumbuhan Legum
Peningkatan produksi hijauan pakan ternak tidak terlepas dari manfaat
pemberian pupuk sebagai bahan penyubur, karena dengan memberikan unsur hara
akan memberikan pertumbuhan dan perkembangan tanaman agar tercapai hasil
lebih tinggi.
Sajimin et al. (2001) menyatakan bahwa untuk memperoleh
produksi yang tinggi pada lahan yang tingkat kesuburannya rendah dapat
dilakukan dengan penggunaaan pupuk organik.
Hijauan di daerah tropis
11
umumnya berkualitas rendah jika dibandingkan dengan hijauan di daerah sedang
(temperate). Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan nilai
nutrien hijauan pakan tersebut adalah dengan pemberian hara melalui pemupukan,
baik dengan pupuk organik maupun pupuk anorganik. Pupuk organik adalah
pupuk yang dihasilkan dari sisa-sisa tanaman, hewan, dan manusia seperti pupuk
hijau, kompos, pupuk kandang, dan hasil sekresi hewan dan manusia
(Setyamidjaja, 1986), sedangkan pupuk anorganik adalah pupuk yang dibuat oleh
pabrik yang mempunyai kandungan unsur hara tertentu dengan kadar tertentu
(Setyamidjaja, 1986).
Pemberian
pupuk
kandang
pada
legum
sangat
produktivitas dari tanaman legum yang dibudidayakan.
memperngaruhi
Hal ini karena
penggunaan pupuk kandang bagi tanah, secara kimia memberikan keuntungan,
yaitu menambah unsur hara terutama N, P, dan K dan meningkatkan KTK serta
secara biologi dapat meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah (Allison,
1973). Susetyo (1985) menyatakan bahwa, NPK mengandung beberapa unsur,
antara lain unsur nitrogen yang berfungsi dalam sintesis protein.
Protein
berfungsi sebagai pembangun protoplasma untuk membentuk organ-organ
tanaman. Unsur fosfor berfungsi untuk pertumbuhan akar maupun pada bagian
atas tanaman seperti batang dan daun. Unsur kalium berguna untuk menambah
sintesa dan translokasi karbohidrat, sehingga mempercepat ketebalan dinding sel
dan kekuatan tangkai. Apabila terjadi defisiensi kalium maka akan tampak daun
yang hangus pada sebagian tanaman.
12
Pupuk organik sangat bermanfaat bagi peningkatan produksi tanaman,
baik kualitas maupun kuantitas, mengurangi pencemaran lingkungan, dan
meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan. Penggunaan pupuk organik
dalam jangka panjang dapat meningkatkan produktivitas lahan dan dapat
mencegah degradasi lahan.
Sumber bahan untuk pupuk organik sangat
beranekaragam, dengan karakteristik fisik dan kandungan kimia yang sangat
beragam sehingga pengaruh dari penggunaan pupuk organik terhadap lahan dan
tanaman dapat bervariasi. Penelitian Wahyuningsih (2004) dengan menggunakan
pupuk kandang dari sapi yang diberi ransum berkonsentrat disuplementasi
ammonium sulfat mendapatkan dosis pupuk 20 ton/ha dapat meningkatkan
produktivitas leguminosa Pueraria phaseloides cv. Javanica yang maksimal
dibandingkan dengan dosis pupuk 25 ton/ha.
13
Download