Bab 2 - Widyatama Repository

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Manajemen
Setiap perusahaan atau organisasi bertujuan agar tujuannya dapat tercapai
secara efektif dan efisien dengan sumber daya yang terbatas. Dalam mengelola
sumber daya tersebut, perusahaan atau organisasi membutuhkan manajemen
dalam operasionalnya. Berikut adalah definisi manajemen menuru beberapa ahli.
Menurut Bateman & Snell (2007:9) adalah:
Management is the process of working with people and resource to
accomplish organizational goals.
Definisi Manajemen menurut Plunket, Allen (2005:17) adalah:
Management: one or more managers individually and collectively setting
and achieving goals by exercising related functions (planning,
organizing, staffing, leading and controlling) and coordinate various
resource (information, materials, money, people).
Berdasarkan definisi – definisi diatas dapat disimpulkan bahwa
manajemen merupakan suatu proses dalam mengkoordinasikan segala aktifitas
kerja dalam rangka mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Dalam upaya
mencapai tujuan tersebut perusahaan menggunakan fungsi manajemen yaitu
planning, organizing, leading and controlling dengan segala sumber daya yang
ada yaitu information, materials, money, and people.
2.2 Pengertian Pemasaran dan Manajemen Pemasaran
2.2.1 Pengertian Pemasaran
Dalam dunia binis, suatu aktifitas pemasaran sering diartikan sebagai suatu
aktifitas menawarkan produk dan menjual prodik, tetapi bila dilihat lebih lanjut
ternyata makna pemasaran bukan hanya sekedar menawarkan atau menjual
produk saja, melainkan aktifitas menganalisa dan mengevaluasi tentang
kebutuhan dan keinginan konsumen.
Pengertian pemasaran menurut Kotler dan Keller (2007:6) adalah sebagai
berikut:
Pemasaran adalah suatu fungsi organisasi dan seperangkat proses
untuk menciptakan, mengkomunikasikan, dan menyerahkan nilai
kepada pelanggan dan mengelola hubungan pelanggan dengan cara
yang menguntungkan organisasi dan para pemilik sahamnya.
Sedangkan menurut Alma (2007:12) dalam bukunya yang berjudul
“Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa (Edisi Revisi)”:
Pemasaran adalah usaha para pengusaha yang menyalurkan barang
dan jasa dari titik produsen ke titik konsumen.
Sedangkan menurut Saladin (2006:2) mengemukakan bahwa pemasaran adalah:
Pemasaran adalah suatu proses social dan manajerial dari individu
dan kelompok untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya melalui
penciptaan, penawaran, dan pertukaran (nilai) produk dengan yang
lain.
Dari ketiga definisi tersebut pada dasarnya mempunyai tujuan dan
pandangan yang sama terhadap pemasaran dan dapat disimpulkan bahwa
pemasaran merupakan aktivitas dalam proses menciptakan, mengkomunikasikan
dan menyerahkan suatu barang atau jasa dari produsen ke konsumen dengan
mempunyai nilai dari sutu barang tersebut dengan tujuan untuk dapat
mengidentifikasi, mengantisispasi, dan memenuhi kebutuhan social dan keinginan
manusia.
2.2.2 Pengertian Manajemen Pemasaran
Manajemen pemasaran dalam sebuah perusahaan mempunyai peran yang
sangat penting untuk mencapai tujuan. Tugas manajemen pemasaran adalah
melakukan pencapaian mengenai bagaimana mencari peluang pasar untuk
melakukan pertukaran barang dan jasa dengan konsumen. Setelah itu, manajemen
pemasaran mengimplememtasikan rencana tersebut dengan cara melaksanakan
strategi pemasaran untuk menciptakan dan mempertahankan konsumen.
Untuk lebih jelasnya berikut ini dikemukakan pengertian manajemen
menurut Kotler dan Keller yang dikutip oleh Molan (2007:6):
Manajemen pemasaran adalah sebagai seni dan ilmu memilih pasar
sasaran dan menciptakan, menjaga dan menumbuhkan pelanggan
dengan menciptakan, menyerahkan dan mengkomunikasikan nilai
pelanggan yang unggul.
Sedangkan menurut Alma (2007:130) adalah:
Manajemen pemasaran adalah kegiatan menganalisa, merencanakan,
mengimplementasikan, dan mengawasi segala kegiatan (program),
guna memperoleh tingkat pertukaran yang menguntungkan dengan
pembeli sasaran dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
Menurut Peter & Donnelly (2007:15) adalah:
The process of planning and executing the conception, pricing,
promotion, and distribution of goals, services, and ideas to create
exchange with target groups that satisfy customer and organizational
objectives.
Berdasarkan definisi diatas penulis menyimpulkan bahwa manajemen
pemasaran merupakan sutu proses merencanakan dan melaksanakan konsep
tentang produk, harga, promosi, distribusi dari barang maupun jasa untuk
memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen dan memenuhi tujuan organisasi
serta merupakan sebuah seni dan ilmu dalam menentukan target pasar.
2.3 Tujuan Pemasaran
Tujuan pemasaran adalah mengenal dan memahami pelanggan sedemikian
rupa, sehingga produk cocok dengannya dan dapat dijual dengan sendirinya.
Idealnya pemasaran menyebabkan pelanggan siap membeli, sehingga produsen
harus berusaha agar produknya tetap tersedia.
Menurut Tjiptono (2011:22) ada beberapa tujuan yang ingin dicapai
melalui pemasaran diantaranya:
1. Menciptakan
kepuasan
pelanggan
melalui
produk-produk
yangberkualitas
2. Meningkatkan kompetensi perusahaan terkait dengan pemasaran
3. Menjawab tantangan kompetisi dalam dunia bisnis
4. Menjalin relasi jangka panjang antara perusahaan dengan konsumen
5. Memperoleh laba melalui perubahan dunia bisnis yang pesat
Sedangkan menurut Kotler (2007:6), tujuan pemasaran adalah:
Menghasilkan standar hidup yang lebih tinggi dan agar konsumen
memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan
menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan
produk yang bernilai dengan pihak lain.
Selanjutnya, Drucker (2007:6) mengemukakan bahwa tujuan dari
pemasaran adalah:
Mengetahui dan memahami pelanggan sedemikian rupa sehingga
produk atau jasa itu cocok dengan pelanggan dan selanjutnya mampu
menjual dirinya sendiri.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan
dari pemasaran itu adalah untuk memahami keinginan dan kebutuhan pelanggan
agar produk atau jasa yang ditawarkan oleh produsen dapat cocok di hati
konsumen maupun pelanggan.
2.4 Strategi Pemasaran
Setiap fungsi manajemen memberikan kontribusi tertentu pada saat
penyusunan strategi pada level yang berbeda. Pemasaran merupakan fungsi yang
memiliki kontak paling besar dengan lingkungan eksternal, padahal perusahaan
hanya memiliki kendali yang terbatas terhadap lingkungan eksternal. Oleh karena
itu, pemasaran memainkan peranan penting dalam mengembangkan strategi.
Dalam peranan strategisnya, pemasaran mencakup setiap usaha untuk
mencapai kesesuaian antara perusahaan dengan lingkungannya dalam rangka
mencari pemecahan atas masalah penentuan dua pertimbangan pokok. Pertama,
bisnis apa yang digeluti perusahaan pada saat ini dan jenis bisnis apa yang dapat
dimasuki di masa mendatang. Kedua, bagaimana bisnis yang telah dipilih tersebut
dapat dijalankan dengan sukses dalam lingkungan yang kompetitif atas dasar
perspektif produk, harga, promosi, dan distribusi (bauran pemasaran) untuk
melayani pasar sasaran.
Menurut Tjiptono (2002:6) Strategi pemasaran adalah:
Alat fundamental yang direncanakan untuk mencapai perusahaan
dengan
mengembangkan
keunggulan
bersaing
yang
berkesinambungan melalui pasar yang dimasuki dan program
pemasaran yang digunakan untuk melayani pasar sasaran tersebut.
Menurut Benet (2011:23) mengemukakan bahwa strategi pemasaran merupakan
Pernyataan (baik secara implisit maupun eksplisit) mengenai
bagaimana suatu merek atau lini produk mencapai tujuannya.
Menurut Kotler (2007:30), mengatakan bahwa inti pemasaran strategis
modern terdiri atas tiga langkah pokok, yaitu segmentasi, targeting, dan
positioning. Ketiga langkah ini sering disebut STP (Segmentation, Targetting,
Positioning).
2.5 Pengertian Bauran pemasaran (Marketing Mix)
Marketing Mix merupakan salah satu unsur yang terdapat dalam
pemasaran yang sering digunakan untuk mempengaruhi pasar. Menurut Kotler &
Armstrong (2006:48) adalah:
Markrting mix is the set of controllable, tactical marketing tools that the
firm blends to produce the response it wants in the target market.
Menurut Alma (2007:205) adalah:
Marketing mix merupakan strategi mencampur kegiatan-kegiatan
marketing, agar dicari kombinasi maksimal sehingga mendatangkan
hasil paling memuaskan.
Menurut Swastha (2003:78) bauran pemasaran (marketing mix) adalah:
Kombinasi dari empat variable atau kegiatan yang merupakan inti
dari system pemasaran perusahaan, yakni: produk, struktur harga,
kegiatan promosi dan system distribusi.
Berdasarkan definisi tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa
pengertian bauran pemasaran adalah penggabungan unsur-unsur dari variable
pemasaran yang dapat dikontrol dan digunakan oleh perusahaan untuk mencapai
pasar sasaran yang dituju.
Unsur-unsur bauran pemasaran menurut Kotler & Armstrong (2006:48)
terdiri dari 4P yaitu:
1. Product (Produk)
Kombinasi barang dan jasa yang ditawarkan perusahaan kepada pasar
sasaran. Produk yang ditawarkan dapat dalam beberapa model, fitur dan
pilihan lainnya.
2. Price (Harga)
Jumlah uang yang harus dibayarkan pelanggan untuk memperoleh produk.
Harga yang diberikan dapat berupa harga eceran, harga diskon dan harga
lainnya. Pemberian harga tersebut dimaksudkan untuk menyesuaikan
harga dengan situasi persasingan yang ada dan membawa produk tersebut
agar sejalan dengan prersepsi pembeli tentang nilai suatu produk.
3. Place (Tempat)
Tempat atau distribusi meli[uti kegiatan perusahaan yang membuat produk
tersedia
bagi
pelanggan
sasaran.
Tempat
ini
meliputi
proses
pendistribusian produk, untuk menyalurkan produk ke konsumen yang
potensial untuk melakukan pembelian.
4. Promotion (Promosi)
Aktifitas menyampaikan manfaat produk dan membujuk pelanggan
membelinya. Promosi dilakukan dengan tujuan untuk memberitahukan
kepada pelanggan tentang perusahaan dan produk-produknya.
2.6 Pengertian dan Tingkatan Produk
Produk merupakan elemen kunci dari penawaran di pasar untuk memenuhi
kebutuhan dan keinginan konsumen. Dalam hal ini, pengertian produk tidak hanya
dalam bentuk fisik, akan tetapi produk diartikan secara luas bisa berupa jasa
manusia, organisasi, ide/gagasan, atau tempat. Secara konseptual, produk adalah
pemahaman subjektif dari produsen atas sesuatu yang dapat ditawarkan sebagai
usaha untuk mencapai tujuan perusahaan melalui pemenuhan kebutuhan dan
keinginan konsumen, sesuai dengan kompetensi dan kapasitas perusahaan serta
daya beli pasar. Dalam melakukan sebuah penawaran, seorang pemasar perlu
memahami tingkatan sebuah produk. Setiap tingkatan produk memiliki nilai
tambah bagi pelanggannya yang dapat membentuk hierarki nilai pelanggan
(customer value hierarchy).
Menurut Kotler (2011:29) terdapat lima level produk, yaitu:
1. Manfaat Inti (Core Benefit) merupakan tingkatan yang paling dasar, yaitu
manfaat atas jasa yang sebenarnya dibeli oleh pelanggan.
2. Produk Dasar (Basic Product) merupakan versi dasar dari produk atau
manfaat umum dari produk yang dikonsumsi.
3. Produk yang diharapkan (Expected Product) merupakan seperangkat
atribut atau kondisi minimal yang diharapkan pembeli ketika membeli
suatu produk.
4. Produk yang ditingkatkan (Augmented Product) merupakan produk yang
memiliki manfaat tambahan yang lebih daripada expected product atau
yang melampaui harapan pelanggan.
5. Calon Produk (Potential Product) merupakan keseluruhan penyempurnaan
dan perubahan yang mungkin dialami sebuah produk kemudian hari.
Produk potensial menekankan pada evolusi dimana perusahaan mencari
cara-cara baru yang agresif untuk memuaskan dan membedakan tawaran
pesaing.
2.7Atribut & Klasifikasi Produk
2.7.1 Pengertian Atribut Produk
Dengan adanya atribut yang melekat pada suatu produk yang digunakan
konsumen untuk menilai dan mengukur kesesuaian karakteristik produk dengan
kebutuhan dan keinginan. Bagi perusahaan dengan mengetahui atribut – atribut
apa saja yang bisa mempengaruhi keputusan pembelian maka dapat ditentukan
strategi untuk mengembangkan dan menyempurnakan produk agar lebih
memuaskan konsumen.
Definisi produk menurut Stanton (1993) adalah:
Sekumpulan atribut yang nyata dan tidak nyata didalamnya sudah
tercakup warna, kemasan, prestise pengecer dan pelayanan dari
pabrik, serta pengecer yang mungkin diterima oleh pembeli sebagai
suatu yang bisa memuaskan keinginannya.
Menurut Tjiptono (2007:103) atribut produk yaitu:
Unsur-unsur produk yang dipandang penting oleh konsumen dan
dijadikan dasar pengambilan keputusan pembelian.
Sedangkan Simamora (2001:147) mengatakan bahwa atribut produk sebagai
berikut:
Atribut produk adalah faktor-faktor yang dipertimbangkan oleh
pembeli pada saat membeli produk seperti harga, kualitas,
kelengkapan fungsi (fitur), desain, layanan purna jual, dan lain-lain.
Berdasarkan pengertian di atas mengenai atribut produk, dapat
disimpulkan bahwa atribut produk adalah unsur produk (baik yang berwujud
maupun yang tidak berwujud) yang dipandang penting oleh konsumen pada saat
melakukan pembelian produk.
Menurut Kotler & Armstrong (2001:354) beberapa atribut yang
menyertai dan melengkapi produk (karakteristik atribut produk) adalah:
a.
Merek (branding)
Merek (brand) adalah nama, istilah, tanda, simbol, atau rancangan,
atau
kombinasi
dari
semua
ini
yang
dimaksudkan
untuk
mengidentifikasi produk atau jasa dari satu atau kelompok penjual dan
membedakannya dari produk pesaing. Pemberian merek merupakan
masalah pokok dalam strategi produk. Pemberian merek itu mahal dan
memakan waktu, serta dapat membuat produk itu berhasil atau gagal.
Nama merek yang baik dapat menambah keberhasilan yang besar pada
produk (Kotler & Armstrong, 2001:360.
b. Pengemasan (packing)
Pengemasan (packing) adalah kegiatan merancang dan membuat
wadah atau pembungkus suatu produk.
c. Kualitas Produk (Product Quality)
Kualitas Produk (Product Quality) adalah kemampuan suatu produk
untuk melaksanakan fungsinya meliputi, daya tahan keandalan,
ketepatan kemudahan operasi dan perbaikan, serta atribut bernilai
lainnya. Untuk meningkatkan kualitas produk perusahaan dapat
menerapkan program ”Total Quality Manajemen (TQM)". Selain
mengurangi kerusakan produk, tujuan pokok kualitas total adalah
untuk meningkatkan nilai pelanggan.
2.7.2 Klasifikasi produk
Banyak klasifikasi suatu produk yang dikemukakan ahli pemasaran,
diantaranya pendapat yang dikemukakan oleh Kotler. Menurut Kotler
(2002,p.451), produk dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok, yaitu:
1. Berdasarkan wujudnya, produk dapat diklasifikasikan ke dalam dua
kelompok utama, yaitu:
a. Barang
Barang merupakan produk yang berwujud fisik, sehingga bisa dilihat,
diraba atau disentuh, dirasa, dipegang, disimpan, dipindahkan, dan
perlakuan fisik lainnya.
b. Jasa
Jasa merupakan aktivitas, manfaat atau kepuasan yang ditawarkan
untuk dijual (dikonsumsi pihak lain). Seperti halnya bengkel reparasi,
salon kecantikan, hotel dan sebagainya. Kotler (2002, p.486) juga
mendefinisikan jasa sebagai berikut “Jasa adalah setiap tindakan atau
kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain,
yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan
kepemilikan apa pun. Produknya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan
dengan suatu produk fisik”.
2. Berdasarkan aspek daya tahannya, produk dapat dikelompokkan menjadi
dua, yaitu :
a. Barang tidak tahan lama (nondurable goods)
Barang tidak tahan lama adalah barang berwujud yang biasanya habis
dikonsumsi dalam satu atau beberapa kali pemakaian. Dengan kata
lain, umur ekonomisnya dalam kondisi pemakaian normal kurang dari
satu tahun. Contohnya: sabun, pasta gigi, minuman kaleng dan
sebagainya.
b. Barang tahan lama (durable goods)
Barang tahan lama merupakan barang berwujud yang biasanya bisa
bertahan lama dengan banyak pemakaian (umur ekonomisnya untuk
pemakaian normal adalah satu tahun lebih). Contohnya lemari es,
mesin cuci, pakaian dan lain-lain.
3. Berdasarkan tujuan konsumsi yaitu didasarkan pada siapa konsumennya
dan untuk apa produk itu dikonsumsi, maka produk diklasifikasikan
menjadi dua, yaitu:
a. Barang konsumsi (consumer’s goods)
Barang konsumsi merupakan suatu produk yang langsung dapat
dikonsumsi tanpa melalui pemrosesan lebih lanjut untuk memperoleh
manfaat dari produk tersebut.
b. Barang industri (industrial’s goods)
Barang industri merupakan suatu jenis produk yang masih memerlukan
pemrosesan lebih lanjut untuk mendapatkan suatu manfaat tertentu.
Biasanya hasil pemrosesan dari barang industri diperjual belikan
kembali.
Menurut Kotler (2002, p.451) ”barang konsumen adalah barang yang
dikonsumsi untuk kepentingan konsumen akhir sendiri (individu dan rumah
tangga), bukan untuk tujuan bisnis”. Pada umumnya barang konsumen dibedakan
menjadi empat jenis:
a. Convenience goods
Merupakan barang yang pada umumnya memiliki frekuensi pembelian
tinggi (sering dibeli), dibutuhkan dalam waktu segera, dan hanya
memerlukan usaha yang minimum (sangat kecil) dalam pembandingan
dan pembeliannya. Contohnya antara lain produk tembakau, sabun,
dan sebagainya.
b. Shopping goods
Barang-barang yang dalam proses pemilihan dan pembeliannya
dibandingkan oleh konsumen diantara berbagai alternatif yang
tersedia. Contohnya alat-alat rumah tangga, pakaian, furniture, mobil
bekas dan lainnya.
c. Specialty goods
Barang-barang yang memiliki karakteristik dan/atau identifikasi merek
yang unik dimana sekelompok konsumen bersedia melakukan usaha
khusus untuk membelinya. Misalnya mobil Lamborghini, pakaian
rancangan orang terkenal, kamera Nikon dan sebagainya.
d. Unsought goods
Merupakan barang-barang yang tidak diketahui konsumen atau
kalaupun sudah diketahui, tetapi pada umumnya belum terpikirkan
untuk membelinya. Contohnya asuransi jiwa, ensiklopedia, tanah
kuburan dan sebagainya.
Berbicara mengenai produk maka aspek yang perlu diperhatikan adalah
kualitas produk. Menurut American Society for Quality Control, kualitas adalah
“the totality of features and characteristics of a product or service that bears on
its ability to satisfy given needs”,.
Definisi ini merupakan pengertian kualitas yang berpusat pada konsumen
sehingga dapat dikatakan bahwa seorang penjual telah memberikan kualitas bila
produk atau pelayanan penjual telah memenuhi atau melebihi harapan konsumen.
Kualitas produk merupakan pemahaman bahwa produk yang ditawarkan oleh
penjual mempunyai nilai jual lebih yang tidak dimiliki oleh produk pesaing. Oleh
karena itu perusahaan berusaha memfokuskan pada kualitas produk dan
membandingkannya dengan produk yang ditawarkan oleh perusahaan pesaing.
Akan tetapi, suatu produk dengan penampilan terbaik atau bahkan dengan
tampilan lebih baik bukanlah merupakan produk dengan kualitas tertinggi jika
tampilannya bukanlah yang dibutuhkan dan diinginkan oleh pasar.
Menurut Kotler and Armstrong (2004, p.283) arti dari kualitas produk
adalah “The ability of a product to perform its functions, it includes the product’s
overall durability, reliability, precision, ease of operation and repair, and other
valued attributes”.
2.8 Merek (Brand)
Merek merupakan suatu atribut penting dari sebuah produk yang
penggunaannya saat ini sudah meluas. Selain itu, merek merupakan identitas
untuk membedakan identitas produk perusahaan dengan prroduk yang dihasilkan
oleh pesaing. Merek juga dapat membantu perusahaan untuk memperluas lini
produk serta mengembangkan posisi pasar yang spesifik bagi suatu produk.
Gagasan-gagasan mengenai merek yang paling tahan lama adalah nilai, budaya
dan kepribadian yang tercermin dari merek tersebut. Hal-hal tersebut menentukan
inti dari sebuah merek.
Agar dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai pengertian
merek, berikut pengertian merek menurut beberapa ahli
Pengertian merek menurut Simamora (2002:149) adalah :
Merek adalah nama, tanda, istilah, symbol, desain atau kombinasinya
yang
ditujukan
untuk
mengidentifikasi
dan
mendiferensiasi
(membedakan) barang atau layanan suatu penjual dari barang atau
layanan penjual lain.
Tjiptono (2005:2) berpendapat bahwa pengertian merek adalah sebagai berikut :
Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf,
angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur
tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan
perdagangan barang atau jasa.
Sedang kan menurut UU Merek Tahun 2011 Pasal 1 ayat 1 adalah:
Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf,
angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur
tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan
perdagangan barang atau jasa.
Merek dapat memiliki enam level pengertian menurut Kotler (2011:31)
sebagai berikut:
1. Atribut, merek mengingatkan pada atribut tertentu. Mercedes memberi
kesan sebagai mobil yang mahal, dengan kualitas yang tinggi, dirancang
dengan baik, tahan lama, dan bergensi tinggi.
2. Manfaat, bagi konsumen kadang sebuah merek tidak sekedar menyatakan
atribut, tetapi manfaat. Mereka membeli produk bukan membeli atribut,
tetapi membeli manfaat. Atribut yang dimiliki oleh suatu produk dapat
diterjemahkan menjadi manfaat fungsional dan atau emosional. Sebagai
contoh, atribut “tahan lama” diterjemahkan menjadi manfaat fungsional
“tidak perlu segera membeli lagi”, atribut “mahal” diterjemahkan menjadi
manfaat emosional “bergengsi”, dan lain-lain.
3. Nilai, merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai produsen. Jadi,
Mercedes berarti kinerja tinggi, keamanan, gengsi, dan lain-lain.
4. Budaya, merek juga mewakili budaya tertentu. Mercedes mewakili budaya
Jerman; terorganisir, efisien, dan bermutu tinggi.
5. Kepribadian, merek mencerminkan kepribadian tertentu. Mercedes
mencerminkan yang masuk akal (orang), singa yang memerintah (hewan),
atau istana yang agung (objek).
6. Pemakai, merek menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau
menggunakan produk tersebut. Mercedes menunjukkan pemakainya
seorang diplomat atau eksekutif.
Pada intinya merek adalah suatu nama, istilah, symbol, tanda, desain atau
kombinasi dari semuanya yang digunakan untuk mengidentifikasikan produk dan
membedakan produk perusahaan dengan produk pesaing. Pada hakikatnya merek
mengidentifikasikan penjual dan pembeli. Merek sebenarnya merupakan janji
penjual untuk secara konsisten memberikan cirri, manfaat dan jasa tertentu kepada
pembeli.
Dengan demikian, suatu merek dapat mengandung tiga hal, yaitu sebagai berikut:
1. Menjelaskan apa yang dijual perusahaan
2. Menjelaskan apa yang dijalankan oleh perusahaan
3. Menjelaskan profil perusahaan itu sendiri.
2.9 Citra Merek (Brand Image)
Citra merek (brand image) merupakan representasi dari keseluruhan
persepsi terhadap merek dan dibentuk dari informasi dan pengalaman masa lalu
terhadap merek itu. Citra terhadap merek berhubungan dengan sikap yang berupa
keyakinan dan preferensi terhadap suatu merek. Konsumen yang memiliki citra
yang positif terhadap suatu merek, akan lebih memungkinkan untuk melakukan
pembelian.
Ciri merek dapat dianggap sebagai jenis asosiasi yang muncul dalam
benak konsumen ketika mengingat suatu merek tertentu. Asosiasi tersebut secara
sederhana dapat muncul dalam bentuk pemikiran atau citra tertentu yang dikaitkan
suatu merek, sama halnya ketika kita berpikir tentang orang lain. Asosiasi ini
dapat dikonseptualisasikan berdasarkan jenis, dukungan, kekuatan, dan keunikan.
Jenis asosiasi merek, meliputi atribut, manfaat, dan sikap. Atribut terdiri dari
atribut yang berhubungan dengan produk, misalnya desain, warna, ukuran, dan
atribut yang tidak berhubungan dengan produk, misalnya harga, pemakai, dan
citra penggunaan. Sedangkan manfaat, mencakup manfaat secara fungsional,
manfaat secara simbolis, dan manfaat berdasarkan pengalaman. Shimp (2011:32)
Menurut Susanto (2011:11) citra merek adalah:
Apa yang dipersepsikan oleh konsumen mengenai sebuah merek.
Dimana
hal
ini
menyangkut
bagaimana
seorang
konsumen
menggambarkan apa yang mereka rasakan mengenai merek tersebut
ketika mereka memikirkannya.
Kotler (2011:32) mendefinisikan citra merek sebagai
Seperangkat keyakinan, ide, dan kesan yang dimiliki oleh seseorang
terhadap suatu merek, karena itu sikap dan tindakan konsumen
terhadap suatu merek sangat ditentukan oleh citra merek tersebut.
Citra merek merupakan syarat dari merek yang kuat.
Sedangkan Simamora (2011:33) mengatakan citra merek merupakan
Persepsi yang relatif konsisten dalam jangka waktu panjang.
Sehingga tidak mudah untuk membentuk citra, citra sekali terbentuk
akan sulit untuk mengubahnya. Citra yang dibentuk harus jelas dan
memiliki keunggulan bila dibandingkan dengan pesaingnya, saat
perbedaan dan keunggulan merek dihadapkan dengan merek lain.
2.9.1 Manfaat Citra Merek (Brand image)
Brand image yang efektif akan mencerminkan tiga hal menurut Kotler
(2003:326):
1. Membangun karakter produk dan memberikan value proposition
2. Menyampaikan karakter produk secara unik sehingga berbeda dengan
para pesaingnya.
3. Member kekuatan emosional dari kekuatan rasional
Ketika brand image mampu membangun karakter produk dan memberikan
value
proposisition,
kemudian
menyampaikan
karakter
produk
kepada
konsumennya secara unik, berarti brand tersebut telah memberi kekuatan
emosional lebih dari kekuatan rasional yang dimiliki oleh produk tersebut. Hal ini
akan membuat konsumen mengasosiasikan serangkaian hal yang positif dalam
fikirannya ketika mereka memikirkan brand tertentu (Dolak, 2004). Dalam jangka
panjang hal ini dapat meningkatkan kekuatan Brand, yang lebih sering disebut
Brand Equty dengan cara meningkatkan Brand Awarness, brand loyalty,
perceived quality dan brand association (Aaker, 1996:8).
2.9.2 Komponen Citra Merek (Brand image)
Menurut Hogan (2007:52), citra merek merupakan asosiasi dari semua
informasi yang tersedia mengenai produk, jasa dan perusahaan dari merek yang
dimaksud. Informasi ini didapat dari dua cara yaitu:
1. Melalui pengalaman konsumen secara langsung, yang terdiri dari
kepuasan fungsional dan kepuasan emosional. Merek tersebut tidak
cuma dapat bekerja maksimal dan memberikan performansi yang
dijanjikan tapi juga harus dapat memahami kebutuhan konsumen,
mengusung nilai-nilai yang diinginkan oleh kosumen dan juga
memenuhi kebutuhan individual konsumen yang akan mengkontribusi
atas hubungan dengan merek tersebut.
2. Persepsi yang dibentuk oleh perusahaan dari merek tersebut melalui
berbagai macam bentuk komunikasi, seperti iklan, promosi, hubungan
masyarakat (public relations), logo, fasilitas retail, sikap karyawan
dalam melayani penjualan, dan performa pelayanan. Bagi banyak
merek, media, dan lingkungan dimana merek tersebut dijual dapat
mengkomunikasikan
atribut-atribut
yang
berbeda.
Setiap
alat
pencitraan ini dapat berperan dalam membina hubungan dengan
konsumen. Penting demi kesuksesan sebuah merek, jika semua faktor
ini dapat berjalan sejajar atau seimbang, ketika nantinya akan
membentuk gambaran total dari merek tersebut.
Gambaran inilah yang disebut citra merek atau reputasi merek, dan citra
ini bisa berupa citra yang positif atau negatif atau bahkan diantaranya. Citra merek
terdiri dari atribut objektif/instrinsik seperti ukuran kemasan dan bahan dasar yang
digunakan, serta kepercayaan, perasaan, dan asosiasi yang ditimbulkan oleh
merek produk tersebut. Arnould (2007:52).
Komponen citra merek (brand image) menurut Simamora (2011:33)
terdiri atas tiga bagian, yaitu:
1. Citra pembuat (corporate image), yaitu sekumpulan asosiasi yang
dipersepsikan konsumen terhadap perusahaan yang membuat suatu
barang atau jasa.
2. Citra pemakai (user image), yaitu sekumpulan asosiasi yang
dipersepsikan konsumen terhadap pemakai yang menggunakan suatu
barang atau jasa.
3. Citra produk (product image), yaitu sekumpulan asosiasi yang
dipersepsikan konsumen terhadap suatu barang atau jasa.
Schiffman dan Kanuk (2011:33) menyebutkan faktor-faktor pembentuk
citra merek sebagai berikut:
1. Kualitas atau mutu berkaitan dengan kualitas produk barang atau jasa
yang ditawarkan oleh produsen dengan merek tertentu.
2. Dapat dipercaya atau diandalkan, berkaitan dengan pendapat atau
kesepakatan yang dibentuk oleh masyarakat tentang suatu produk yang
dikonsumsi.
3. Kegunaan atau manfaat, yang terkait dengan fungsi dari suatu produk
barang atau jasa yang bisa dimanfaatkan oleh konsumen.
4. Pelayanan, yang berkaitan dengan tugas produsen dalam melayani.
5. Resiko, berkaitan dengan besar-kecilnya akibat atau untung-rugi yang
mungkin dialami oleh konsumen.
6. Harga, yang dalam hal ini berkaitan dengan tinggi-rendahnya atau
banyak-sedikitnya jumlah uang yang dikeluarkan konsumen untuk
mempengaruhi suatu produk, juga dapat mempengaruhi citra jangka
panjang.
7. Citra yang dimiliki oleh merek itu sendiri, yaitu berupa pandangan,
kesepakatan, dan informasi yang berkaitan dengan suatu merek dari
produk tertentu.
Citra merek merepresentasikan inti dari semua kesan menngenai suatu
merek yang terbentuk dalam benak konsumen. Kesan-kesan ini terdiri dari:
1. Kesan mengenai penampilan fisik dan performansi produk
2.
Kesan tentang keuntungan fungsional produk
3. Kesan tentang orang-orang yang memakai produk tersebut
4. Semua emosi dan asosiasi yang ditimbulkan produk itu
5.
Semua makna simbolik yang terbentuk dalam benak konsumen.
termasuk juga imajeri dalam istilah karakteristik manusia Sehingga dapat
dikatakan bahwa citra merek merupakan „totalitas‟ terhadap suatu merek yang
terbentuk dalam persepsi konsumen. (Sengupta dalam Lutiary Eka Ratri,
2007:52).
Citra pada suatu merek merefleksikan image dari perspektif konsumen dan
melihat janji yang dibuat merek tersebut pada konsumennya. Citra merek terdiri
atas asosiasi konsumen pada kelebihan produk dan karakteristik personal yang
dilihat oleh konsumen pada merek tersebut.
Menurut Plummer (2007:54), citra merek terdiri dari tiga komponen,
yaitu:
1. Product attributes (Atribut produk) yang merupakan hal-hal yang
berkaitan dengan merek tersebut sendiri, seperti kemasan, isi produk,
harga, rasa, dan lain-lain.
2. Consumer
benefits
(Keuntungan
konsumen)
yang
merupakan
kegunaan produk dari merek tersebut.
3. Brand personality (Kepribadian merek) merupakan asosiasi yang
mengenai kepribadian sebuah merek apabila merek tersebut adalah
manusia.
Citra
suatu
merek
dapat
menentukan
titik
perbedaan
yang
mengindikasikan bagaimana suatu merek superior dibandingkan dengan alternatif
merek lain dalam suatu kategori produk. Titik perbedaan suatu merek dapat
diekspresikan melalui berbagai kelebihan merek, seperti:
a. Kelebihan fungsional yang mengklaim performansi superior atau
keuntungan ekonomi, kenyamanan, penghematan uang dan efisiensi
waktu, kesehatan, serta harga murah.
b. Kelebihan emosional untuk membuat konsumen percaya bahwa
dengan menggunakan suatu merek, ia akan menjadi penting, spesial,
ataupun merasa senang. Merek menawarkan kesenangan, membantu
atau meningkatkan citra diri dan status, dan hubungannya dengan
orang lain. Kelebihan emosional menggeser fokus dari merek dan
fungsi produknya ke pengguna dan perasaan yang didapat ketika
menggunakan merek tersebut.
2.10 Perilaku Konsumen
Dalam menjalankan usahanya, pengusaha harus dapat memahami perilaku
konsumen. Gambaran dari perilaku konsumen dapat mempengaruhi pengambilan
keputusan dibidang strategic pemasaran. Titik awal memahami perilaku
konsumen adalah model rangsangan atau tanggapan yang diperlihatkan dalam
gambar 2.1. Pemasaran dan rangsangan lingkungan memasuki kesadaran
konsumen. Satu perangkat psikologis berkombinasi dengan karakteristik
konsumen tertentu untuk menghasilkan proses keputusan dan keputusan
pembelian. Tugas pemasar adalah memahami apa yang terjadi dalam keasadaran
konsumen antara datangnya rangsangan pemasaran luar dan keputusan pembelian
akhir.
Gambar 2.1
Model Perilaku Konsumen
Psikologi
Konsumen
Rangsangan
Pemasaran
Rangsangan
Lain
Produk & Jasa
Harga
Ekonomi
Motivasi
Persepsi
Pembelajaran
Memori
Teknologi
Saluran
Distribusi
Politik
Budaya
Promosi
Karakteristik
Konsumen
Budaya
Sosial
Personal
Sumber: Kotler &
Proses Keputusan
Pembelian
Keputusan
Pembelian
Pilihan Produk
Pengenalan masalah
Pencarian informasi
Penilaian alternative
Keputusan pembelian
Perilaku pasca
pembelian
Pilihan Merek
Pilihan dealer
Jumlah pembelian
Saat yg tepat
melakukan pembelian
Metode pembayaran
Keller (2007:006)
Gambar diatas memperlihatkan bahwa rangsangan pemasaran terdiri dari 4
P yaitu: Produk, harga, saluran distribusi dan promosi. Rangsangan lain yaitu ada
ekonomi,teknologi, politik dan budaya. Semua input ini dimasukan kedalan kotak
hitam pembeli, dimana semuanya berubah menjadi respon pembeli yang diamati
yaitu pemilihan produk, pemilihan merek, pemilihan agen yang dibeli dan jumlah
yang dibeli.
2.10.1 Pengertian Perilaku Konsumen
Perilaku Konsumen merupakan suatu tindakan yang tunjukkan oleh
konsumen dalam hal mencari, menukar, menggunakan, menilai, mengatur barang
atau jasa yang mereka anggap akan memuaskan kebutuhan mereka. Dalam arti
lain perilaku ditunjukkan, yakni bagaimana konsumen mau mengeluarkan sumber
dayanya yang terbatas seperti uang, waktu, tenaga untuk mendapatkan
menukarkan dengan barang atau jasa yang diinginkannya.
Menurut Mowen (2002) bahwa, perilaku konsumen (consumer
behaviour) didefinisikan sebagai studi tentang unit pembelian (buying units)
dan proses pertukaran yang melibatkan perolehan, konsumsi dan
pembuangan barang, jasa, pengalaman serta ide-ide.
Sedangkan
menurut
Kotler
(2007)
bahwa,
perilaku
konsumen
merupakan studi tentang cara individu, kelompok, dan organisasi
menyeleksi, membeli, menggunakan, dan memposisikan barang, jasa,
gagasan, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan
mereka.
The American Marketing Association dalam Setiadi (2003) menyatakan
bahwa perilaku konsumen merupakan interaksi dinamis antara afeksi &
kognisi, perilaku, dan lingkungannya dimana manusia melakukan kegiatan
pertukaran dalam hidup mereka.
Dari definisi tersebut terdapat 3 (tiga) ide penting perilaku konsumen,
yaitu :
1. Perilaku konsumen bersifat dinamis. Itu berarti bahwa perilaku
seorang konsumen, grup konsumen, ataupun masyarakat luas selalu
berubah dan bergerak sepanjang waktu.
2. Perilaku konsumen melibatkan interaksi antara afeksi (perasaan) dan
kognisi (pemikiran), perilaku dan kejadian di sekitar.
3. Perilaku konsumen melibatkan pertukaran, karena itu peran pemasaran
adalah untuk menciptakan pertukaran dengan konsumen melalui
formulasi dan penerapan strategi pemasaran.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku
konsumen adalah cara mempelajari individu mengambil keputusan untuk
memanfaatkan sumber daya mereka yang tersedia (waktu, uang, usaha) guna
memiliki apa yang dibeli, dimana, kapan dan bagaimana membelinya yang
berhubungan dengan konsumsi.
2.10.2 Pengertian Keputusan Pembelian
Keputusan
pembelian merupakan kegiatan individu yang secara
langsung terlibat dalam pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian
terhadap produk yang ditawarkan oleh penjual. Menurut Kotler (2000:201)
pengertian proses keputusan pembelian, yaitu :
Untuk meraih keberhasilan, pemasar harus melihat lebih jauh
bermacam-macam faktor yang mempengaruhi pembelian dan
mengembangkan
pemahaman
mengenai
bagaimana
konsumen
melakukan keputusan pembelian. Secara khusus, pemasar harus
mengidentifikasi siapa yang membuat keputusan pembelian, jenisjenis keputusan pembelian, dan langkah-langkah dalam proses
pembelian.
Sedangkan menurut Alma (2004:105) pengertian keputusan pembelian
sebagai berikut:
Bila konsumen mengambil keputusan, maka ia akan mempunyai
serangkaian keputusan menyangkut, produk, merek, kualitas, model,
waktu, harga, cara pembayaran, dan sebagainya. Kadang-kadang
dalam pengambilan keputusan ini ada saja pihak lain yang memberi
pengaruh terakhir, yang harus dipertimbangkan kembali, sehingga
dapat merubah seketika keputusan semula.
Berdasarkan definisi-definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
keputusan pembelian adalah proses masukan atau pengintegrasian kedalam diri
inbdividu yang mendorong individu tersebut yang akhirnya melakukan
pembelian.
Menurut Kotler ( 2002 : 183 ), perilaku pembelian konsumen dipengaruhi oleh:
1. Faktor budaya, yang terdiri dari:
a. Budaya, merupakan penentu keinginan dan perilaku yang paling
mendasar.
b. Sub-budaya, masing-masing budaya memiliki sub-budaya yang lebih
kecil yang memberikan lebih banyak ciri-ciri sosialisasi khusus bagi
anggotanya.
c. Kelas sosial, adalah pembagian masyarakat yang relative homogen dan
permanent, yang tersusun secara hierarkis dan anggotanya menganut
nilai-nilai, minat dan perilaku yang sama.
2. Faktor Sosial
a. Kelompok acuan, yaitu kelompok yang memiliki pengaruh langsung
(tatap muka) atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku
seseorang.
b. Keluarga
c. Peran
dan
diharapkan
Status,
dimana
peran
adalah
kegiatan
yang
akan dilakukan oleh seseorang dan masing-masing peran
tersebut menghasilkan status.
d. Faktor Pribadi, yang terdiri dari usia dan tahap siklus hidup; pekerjaan
dan lingkungan ekonomi; gaya hidup dan kepribadian dan konsep diri.
3. Faktor Psikologis, yang terdiri dari motivasi, persepsi, pembelajaran,
keyakinan dan sikap.
2.10.3 Proses Keputusan pembelian
Proses keputusan pembelian dijelaskan oleh beberapa ahli dengan istilah yang
berbeda, namun dengan makna yang sama. Berikut pengertian proses keputusan
pembelian Menurut Kotler (2000 : 171) terdapat lima tahapan bagi konsumen
dalam membuat keputusan pembelian yaitu :
Gambar 2.2
Model lima tahap proses pembelian (Kotler, 2002:204)
Pengenalan
Masalah
Pencarian
Informasi
Evaluasi
Alternatif
Keputusan
Pembelian
Perilaku
Pasca-Pembelian
a. Pengenalan Masalah
Proses pembelian dimulai saat pembeli mengenali sebuah masalah
atau kebutuhan. Pembeli merasakan perbedaan antara keadaan aktualnya
dengan keadaan yang dinginkannya. Kebutuhan tersebut dapat berasal dari
rangsangan internal atau eksternal.
b. Pencari Informasi
Seorang konsumen yang mulai tergugah minatnya mungkin akan
mencari informasi lebih lanjut. Sumber informasi konsumen digolongkan
ke dalam empat kelompok yaitu:

Sumber pribadi: Keluarga. teman, tetangga, kenalan

Sumber komersial: Iklan, wiranaga, penyalur, kemasan. Pajangan

Sumber publik: Media massa, organisasi konsumen

Sumber pengalaman: Penanganan, Pengkajian dan Pemakaian
produk
Sumber-sumber ini memberikan pengaruh yang relatif berbeda-beda
sesuai dengan.jenis produk dan karakteristik pembeli.
c. Evaluasi Alternatif
Konsumen membentuk penilaian atas produk terutama berdasarkan
kesadaran dan rasio. Beberapa konsep dasar untuk memahami proses
evaluasi.

konsumen berusaha memenuhi suatu kebutuhan.

konsumen mencari manfaat tertentu dari solusi produk.

konsumen memandang setiap produk sebagai sekumpulan atribut
dengan kemampuan yang berbeda dalam memberikan manfaat
yang dicari untuk memuaskan kebutuhannya.
d. Keputusan Pembelian
Setelah mengadakan penilaian terhadap merek-merek yang ada, maka
selanjutnya konsumen akan membentuk suatu niat untuk membeii, namun
terdapat dua faktor yang berbeda diantara niat pembelian dengan
keputusan pembelian yaitu:

Pendirian orang, tergantung atas pendirian orang lain terhadap
alternatif yang disukai konsumen dan motivasi konsumen untuk
menuruti keinginan orang lain.

faktor situasi yang tidak diantisipasi. Faktor ini dapat muncul clan
mengubah niat pembelian. Dalam menjalankan niat pembelian,
konsumen dapat membuat lima sub-keputusan yaitu keputusan
merek, pemasok, kuantitas, waktu dan metode pembayaran.
e. Perilaku Pasca Pembelian
Setelah membeli suatu produk, akan mengalami tingkat kepuasan
atau ketidakpuasan. .Jika produk lebih rendah daripada harapan pembeli,
maka pembeli akan kecewa. Jika kinerja produk sesuai harapan
pembeli, maka pembeli akan, merasa puas.
Hal ini akan membedakan apakah pembeli akan membeli kembali
produk tersebut dan membicarakan hal-hal yang menguntungkan atau
tidak menguntungkan tentang produk tersebut pada orang lain. Kepuasan
dan ketidak puasan konsumen dengan produk yang dibeli akan
mempengaruhi tingkah laku berikutnya.
Apabila konsumen puas, maka akan memperlihatkan peluang,
pembeli yang lebih tinggi. Namun jika tidak puas konsumen kemungkinan
akan melakukan salah satu tindakan seperti meninggalkan produk,
mengembalikan
produk,
mencari
informasi
lebih
lanjut
untuk
mempertegas nilai guna produk tersebut, menyampaikan keluhan pada
perusahaan atau mendatangi ahli hukum.
2.11Loyalitas
Produk dan layanan yang berkualitas berperan penting dalam membentuk
kepuasan konsumen, selain itu juga erat kaitannya dalam menciptakan keuntungan
bagi perusahaan. Semakin berkualitas produk dan layanan yang diberikan oleh
perusahaan maka kepuasan yang dirasakan oleh pelanggan akan semakin tinggi.
adanya kepuasan pelanggan akan dapat menjalin hubungan harmonis antara
produsen dan konsumen. Menciptakan dasar yang baik bagi pembelian ulang serta
terciptanya loyalitas pelanggan dan membentuk rekomendasi dari mulut ke mulut
yang akan dapat menguntungkan sebuah perusahaan. Pengertian loyalitas menurut
Dharmesta (2006:37) adalah:
Respon perilaku pembelian yang dapat terungkap secara terus
menerus oleh pengambil keputusan dengan memperhatikan satu atau
lebih merek alternative dari sejumlah merek sejenis dan merupakan
fungsi proses psikologis. Perlu ditekankan bahwa hal tersebut
berbeda dengan perilaku membeli ulang, loyalitas pelanggan
menyertakan aspek perasaan, tidak melibatkan aspek afektif
didalamnya.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa loyalitas
meruapakan sebuah sikap yang menjadi dorongan perilaku untuk melakukan
pembelian produk/jasa dari suatu perusahaan yang menyertakan aspek perasaan
didalamnya, khusunya yang membeli secara teratur dan berulang-ulang dengan
konsistensi yang tinggi, namun tidak hanya membeli ulang suatu barang dan jasa,
tetapi juga mempunya komitmen dan sikap yang positif terhadap perusahaan yang
menawarkan produk/ jasa tersebut.
2.12 Loyalitas Merek (Brand Loyalty)
2.12.1 Pengertian Loyalitas Merek (Brand Loyalty)
Loyalitas merek adalah istilah dalam pemasaran untuk menggambarkan
seberapa
kuat
preferensi
seorang konsumen terhadap
sebuah merek bila
dibandingkan dengan merek lainnya. Loyalitas merek seringkali diukur dari
seberapa
banyak
pembelian
ulang
(repeat
purchase)
dilakukan
atau
dari sensitivitas merek.
Aaker (1997:56) mendefinisikan loyalitas merek (brand loyalty) sebagai:
Suatu ukuran keterkaitan pelanggan kepada sebuah merek. Ukuran
ini mampu memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya
seorang pelanggan beralih ke merek lain yang ditawarkan oleh
kompetitor, terutama jika pada merek tersebut didapati adanya
perubahan, baik menyangkut harga ataupun atribut lainnya.
Sedangkan Menurut Mowen (1995:531) berpendapat bahwa citra merek (Brand
loyalty) adalah:
Defined as the degree to which a customer holds a positive attitude
toward a brantl, has a commitment to it, and intends to continue
purchasing it in the future As such, brand loyalty ls directly influenced
by the cuslomer satisfaction dissatisfaction with the brand.
Yang mempunyai arti Bahwa loyalitas merek didefinisikan sebagai
tingkatan
dimana
merek, memiliki
pelanggan
komitmen
memiliki
dan
sikap
cenderung
positif
untuk
terhadap
terus
suatu
melanjutkan
membeli produk dengan suatu merek tertentu dimasa yang akan datang.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa loyalitas merek (brand
loyalty) merupakan pelanggan yang loyal pada umumnya akan melanjutkan
pembelian merek tersebut walaupun dihadapkan pada banyak alternatif merek
produk pesaing yang menawarkan karakteristik produk yang lebih unggul
dipandang dari berbagai sudut atributnya.
2.12.2 Tingkat Loyalitas Merek (Brand Loyalty)
Dalam kaitannya dengan loyalitas merek terdapat beberapa tingkat
loyalitas. Masing-masing tingkatannya menunjukkan tantangan pemasaran yang
harus dihadapi sekaligus aset yang dapat dimanfaatkan. Adapun tingkatan tersebut
adalah sebagai berikut Aaker (1997:58)

Berpindah-pindah (Switcher)
Pelanggan yang berada pada tingkat loyalitas ini dikatakan sebagai
pelanggan yang berada pada tingkat paling dasar. Semakin tinggi frekuensi
pelanggan untuk memindahkan pembeliannya dari suatu merek ke merekmerek yang lain mengindikasikan mereka sebagai pembeli yang sama
sekali tidak loyal atau tidak tertarik pada merek tersebut. Pada tingkatan
ini merek apapun mereka anggap memadai serta memegang peranan yang
sangat kecil dalam keputusan pembelian.

Pembeli yang bersifat kebiasaan (Habitual Buyer)
Pembeli yang berada dalam tingkat loyalitas ini dapat dikategorikan
sebagai pembeli yang puas dengan merek produk yang dikonsumsinya
atau
setidaknya
mereka
tidak
mengalami
ketidakpuasan
dalam
mengkonsumsi produk tersebut. Pada tingkatan ini pada dasarnya tidak
didapati alasan yang cukup untuk menciptakan keinginan untuk membeli
merek produk yang lain atau berpindah merek terutama jika peralihan
tersebut memerlukan usaha, biaya, maupun berbagai bentuk pengorbanan
lain.

Pembeli yang puas dengan biaya peralihan (Satisfied buyer)
Pada tingkat ini pembeli merek masuk dalam kategori puas bila mereka
mengkonsumsi merek tersebut, meskipun demikian mungkin saja mereka
memindahkan pembeliannya ke merek lain dengan menanggung biaya
peralihan (switching cost) yang terkait dengan waktu, uang, atau resiko
kinerja yang melekat dengan tindakan mereka beralih merek. Untuk dapat
menarik minat para pembeli yang masuk dalam tingkat loyalitas ini maka
para pesaing perlu mengatasi biaya peralihan yang harus ditanggung oleh
pembeli yang masuk dalam kategori ini dengan menawarkan berbagai
manfaat yang cukup besar sebagai kompensasinya (switching cost loyal).

Menyukai merek (Likes the brand)
Pembeli yang masuk dalam kategori loyalitas ini merupakan pembeli yang
sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. Pada tingkatan ini dijumpai
perasaan emosional yang terkait pada merek. Rasa suka pembeli bisa saja
didasari oleh asosiasi yang terkait dengan simbol, rangkaian pengalaman
dalam penggunaan sebelumnya baik yang dialami pribadi maupun oleh
kerabatnya ataupun disebabkan oleh kesan kualitas yang tinggi.

Pembeli yang komit (Committed buyer)
Pada tahap ini pembeli merupakan pelanggan yang setia. Mereka memiliki
suatu kebanggaan sebagai pengguna suatu merek dan bahkan merek
tersebut menjadi sangat penting bagi mereka dipandang dari segi
fungsinya maupun sebagai suatu ekspresi mengenai siapa sebenarnya
mereka. Pada tingkatan ini, salah satu aktualisasi loyalitas pembeli
ditunjukkan oleh tindakan merekomendasikan dan mempromosikan merek
tersebut kepada orang lain.
Gambar 2.3
Piramida loyalitas Merek (Aaker,1991)
2.13 Hubungan Citra Merek (Brand Image) terhadap Loyalitas Merek (Brand
Loyalty)
Citra yang dimiliki merek di dalam pikiran konsumen, positioning merek
cenderung memberikan kontribusi yang lebih penting terhadap kesuksesan sebuah
merek dibandingkan karakteristik aktual yang dimiliki merek, sehingga pemasar
berusaha untuk menciptakan citra merek/produk yang konsisten dengan citra diri
konsumen yang kira-kira sesuai pada segmen pasar yang ditargetkan. Hasil dari
kesuksesan strategi ini adalah dimana konsumen mengandalkan citra merek dalam
pemilihan produk.
Penelitian Gul, et al (2012) , menunjukan bahwa:
Citra merek (brand image) memiliki hubungan yang siginifikan
dengan loyalitas merek (brand l;oyalty) berdasarkan kelompok usia,
tingkat pendidikan, titik pembelian dan pembelian ulang.
Citra merek yang berbeda dan unik merupakan hal yang paling penting,
karena produk semakin kompleks dan pasar semakin penuh, sehingga konsumen
akan semakin bergantung pada citra merek dari pada atribut merek yang
sebenarnya untuk mengambil keputusan pembelian. Schiffman & Kanuk
(2000, h.141).
Konsumen cenderung memilih berdasarkan citra merek, terutama ketika
konsumen itu tidak memiliki pengalaman dengan produk dalam kategori tertentu
yang tidak pernah mereka beli, mereka akan cenderung untuk “percaya” pada
produk dengan nama merek yang terkenal atau favorit. Konsumen sering berpikir
bahwa merek yang terkenal merupakan produk yang lebih baik dan lebih bernilai
untuk dibeli karena tersirat jaminan akan kualitas, dapat diandalkan, dan
pelayanan yang lebih baik. Usaha promosi sebuah merek mendukung pemahaman
mengenai kualitas produk mereka dengan membangun dan mempertahankan citra
merek yang positif dalam benak konsumen. (Schiffman & Kanuk, 2000).
Citra merek merupakan serangkaian asosiasi yang dilihat dan dimengerti
dari semua informasi yang tersedia mengenai merek itu, keseluruhan persepsi
yang didapat berdasarkan pengalaman baik secara langsung maupun tidak
langsung, serangkaian perasaan, ide, dan sikap yang dimiliki tentang merek. Citra
ini belum tentu sifatnya faktual tetapi perseptif, berdaasarkan persepsi konsumen
mengenai atribut dan karakteristik merek. Citra merek dapat dibangun dan
dibentuk melalui kegiatan promosi dan iklan, tetapi citra merek yang ada di dalam
benak konsumen bisa benar-benar berbeda dengan apa yang didesain oleh
pembuat.
Download