BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Manajemen Setiap perusahaan atau organisasi bertujuan agar tujuannya dapat tercapai secara efektif dan efisien dengan sumber daya yang terbatas. Dalam mengelola sumber daya tersebut, perusahaan atau organisasi membutuhkan manajemen dalam operasionalnya. Berikut adalah definisi manajemen menuru beberapa ahli. Menurut Bateman & Snell (2007:9) adalah: Management is the process of working with people and resource to accomplish organizational goals. Definisi Manajemen menurut Plunket, Allen (2005:17) adalah: Management: one or more managers individually and collectively setting and achieving goals by exercising related functions (planning, organizing, staffing, leading and controlling) and coordinate various resource (information, materials, money, people). Berdasarkan definisi – definisi diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen merupakan suatu proses dalam mengkoordinasikan segala aktifitas kerja dalam rangka mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Dalam upaya mencapai tujuan tersebut perusahaan menggunakan fungsi manajemen yaitu planning, organizing, leading and controlling dengan segala sumber daya yang ada yaitu information, materials, money, and people. 2.2 Pengertian Pemasaran dan Manajemen Pemasaran 2.2.1 Pengertian Pemasaran Dalam dunia binis, suatu aktifitas pemasaran sering diartikan sebagai suatu aktifitas menawarkan produk dan menjual prodik, tetapi bila dilihat lebih lanjut ternyata makna pemasaran bukan hanya sekedar menawarkan atau menjual produk saja, melainkan aktifitas menganalisa dan mengevaluasi tentang kebutuhan dan keinginan konsumen. Pengertian pemasaran menurut Kotler dan Keller (2007:6) adalah sebagai berikut: Pemasaran adalah suatu fungsi organisasi dan seperangkat proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan, dan menyerahkan nilai kepada pelanggan dan mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan para pemilik sahamnya. Sedangkan menurut Alma (2007:12) dalam bukunya yang berjudul “Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa (Edisi Revisi)”: Pemasaran adalah usaha para pengusaha yang menyalurkan barang dan jasa dari titik produsen ke titik konsumen. Sedangkan menurut Saladin (2006:2) mengemukakan bahwa pemasaran adalah: Pemasaran adalah suatu proses social dan manajerial dari individu dan kelompok untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya melalui penciptaan, penawaran, dan pertukaran (nilai) produk dengan yang lain. Dari ketiga definisi tersebut pada dasarnya mempunyai tujuan dan pandangan yang sama terhadap pemasaran dan dapat disimpulkan bahwa pemasaran merupakan aktivitas dalam proses menciptakan, mengkomunikasikan dan menyerahkan suatu barang atau jasa dari produsen ke konsumen dengan mempunyai nilai dari sutu barang tersebut dengan tujuan untuk dapat mengidentifikasi, mengantisispasi, dan memenuhi kebutuhan social dan keinginan manusia. 2.2.2 Pengertian Manajemen Pemasaran Manajemen pemasaran dalam sebuah perusahaan mempunyai peran yang sangat penting untuk mencapai tujuan. Tugas manajemen pemasaran adalah melakukan pencapaian mengenai bagaimana mencari peluang pasar untuk melakukan pertukaran barang dan jasa dengan konsumen. Setelah itu, manajemen pemasaran mengimplememtasikan rencana tersebut dengan cara melaksanakan strategi pemasaran untuk menciptakan dan mempertahankan konsumen. Untuk lebih jelasnya berikut ini dikemukakan pengertian manajemen menurut Kotler dan Keller yang dikutip oleh Molan (2007:6): Manajemen pemasaran adalah sebagai seni dan ilmu memilih pasar sasaran dan menciptakan, menjaga dan menumbuhkan pelanggan dengan menciptakan, menyerahkan dan mengkomunikasikan nilai pelanggan yang unggul. Sedangkan menurut Alma (2007:130) adalah: Manajemen pemasaran adalah kegiatan menganalisa, merencanakan, mengimplementasikan, dan mengawasi segala kegiatan (program), guna memperoleh tingkat pertukaran yang menguntungkan dengan pembeli sasaran dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Menurut Peter & Donnelly (2007:15) adalah: The process of planning and executing the conception, pricing, promotion, and distribution of goals, services, and ideas to create exchange with target groups that satisfy customer and organizational objectives. Berdasarkan definisi diatas penulis menyimpulkan bahwa manajemen pemasaran merupakan sutu proses merencanakan dan melaksanakan konsep tentang produk, harga, promosi, distribusi dari barang maupun jasa untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen dan memenuhi tujuan organisasi serta merupakan sebuah seni dan ilmu dalam menentukan target pasar. 2.3 Tujuan Pemasaran Tujuan pemasaran adalah mengenal dan memahami pelanggan sedemikian rupa, sehingga produk cocok dengannya dan dapat dijual dengan sendirinya. Idealnya pemasaran menyebabkan pelanggan siap membeli, sehingga produsen harus berusaha agar produknya tetap tersedia. Menurut Tjiptono (2011:22) ada beberapa tujuan yang ingin dicapai melalui pemasaran diantaranya: 1. Menciptakan kepuasan pelanggan melalui produk-produk yangberkualitas 2. Meningkatkan kompetensi perusahaan terkait dengan pemasaran 3. Menjawab tantangan kompetisi dalam dunia bisnis 4. Menjalin relasi jangka panjang antara perusahaan dengan konsumen 5. Memperoleh laba melalui perubahan dunia bisnis yang pesat Sedangkan menurut Kotler (2007:6), tujuan pemasaran adalah: Menghasilkan standar hidup yang lebih tinggi dan agar konsumen memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Selanjutnya, Drucker (2007:6) mengemukakan bahwa tujuan dari pemasaran adalah: Mengetahui dan memahami pelanggan sedemikian rupa sehingga produk atau jasa itu cocok dengan pelanggan dan selanjutnya mampu menjual dirinya sendiri. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pemasaran itu adalah untuk memahami keinginan dan kebutuhan pelanggan agar produk atau jasa yang ditawarkan oleh produsen dapat cocok di hati konsumen maupun pelanggan. 2.4 Strategi Pemasaran Setiap fungsi manajemen memberikan kontribusi tertentu pada saat penyusunan strategi pada level yang berbeda. Pemasaran merupakan fungsi yang memiliki kontak paling besar dengan lingkungan eksternal, padahal perusahaan hanya memiliki kendali yang terbatas terhadap lingkungan eksternal. Oleh karena itu, pemasaran memainkan peranan penting dalam mengembangkan strategi. Dalam peranan strategisnya, pemasaran mencakup setiap usaha untuk mencapai kesesuaian antara perusahaan dengan lingkungannya dalam rangka mencari pemecahan atas masalah penentuan dua pertimbangan pokok. Pertama, bisnis apa yang digeluti perusahaan pada saat ini dan jenis bisnis apa yang dapat dimasuki di masa mendatang. Kedua, bagaimana bisnis yang telah dipilih tersebut dapat dijalankan dengan sukses dalam lingkungan yang kompetitif atas dasar perspektif produk, harga, promosi, dan distribusi (bauran pemasaran) untuk melayani pasar sasaran. Menurut Tjiptono (2002:6) Strategi pemasaran adalah: Alat fundamental yang direncanakan untuk mencapai perusahaan dengan mengembangkan keunggulan bersaing yang berkesinambungan melalui pasar yang dimasuki dan program pemasaran yang digunakan untuk melayani pasar sasaran tersebut. Menurut Benet (2011:23) mengemukakan bahwa strategi pemasaran merupakan Pernyataan (baik secara implisit maupun eksplisit) mengenai bagaimana suatu merek atau lini produk mencapai tujuannya. Menurut Kotler (2007:30), mengatakan bahwa inti pemasaran strategis modern terdiri atas tiga langkah pokok, yaitu segmentasi, targeting, dan positioning. Ketiga langkah ini sering disebut STP (Segmentation, Targetting, Positioning). 2.5 Pengertian Bauran pemasaran (Marketing Mix) Marketing Mix merupakan salah satu unsur yang terdapat dalam pemasaran yang sering digunakan untuk mempengaruhi pasar. Menurut Kotler & Armstrong (2006:48) adalah: Markrting mix is the set of controllable, tactical marketing tools that the firm blends to produce the response it wants in the target market. Menurut Alma (2007:205) adalah: Marketing mix merupakan strategi mencampur kegiatan-kegiatan marketing, agar dicari kombinasi maksimal sehingga mendatangkan hasil paling memuaskan. Menurut Swastha (2003:78) bauran pemasaran (marketing mix) adalah: Kombinasi dari empat variable atau kegiatan yang merupakan inti dari system pemasaran perusahaan, yakni: produk, struktur harga, kegiatan promosi dan system distribusi. Berdasarkan definisi tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian bauran pemasaran adalah penggabungan unsur-unsur dari variable pemasaran yang dapat dikontrol dan digunakan oleh perusahaan untuk mencapai pasar sasaran yang dituju. Unsur-unsur bauran pemasaran menurut Kotler & Armstrong (2006:48) terdiri dari 4P yaitu: 1. Product (Produk) Kombinasi barang dan jasa yang ditawarkan perusahaan kepada pasar sasaran. Produk yang ditawarkan dapat dalam beberapa model, fitur dan pilihan lainnya. 2. Price (Harga) Jumlah uang yang harus dibayarkan pelanggan untuk memperoleh produk. Harga yang diberikan dapat berupa harga eceran, harga diskon dan harga lainnya. Pemberian harga tersebut dimaksudkan untuk menyesuaikan harga dengan situasi persasingan yang ada dan membawa produk tersebut agar sejalan dengan prersepsi pembeli tentang nilai suatu produk. 3. Place (Tempat) Tempat atau distribusi meli[uti kegiatan perusahaan yang membuat produk tersedia bagi pelanggan sasaran. Tempat ini meliputi proses pendistribusian produk, untuk menyalurkan produk ke konsumen yang potensial untuk melakukan pembelian. 4. Promotion (Promosi) Aktifitas menyampaikan manfaat produk dan membujuk pelanggan membelinya. Promosi dilakukan dengan tujuan untuk memberitahukan kepada pelanggan tentang perusahaan dan produk-produknya. 2.6 Pengertian dan Tingkatan Produk Produk merupakan elemen kunci dari penawaran di pasar untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Dalam hal ini, pengertian produk tidak hanya dalam bentuk fisik, akan tetapi produk diartikan secara luas bisa berupa jasa manusia, organisasi, ide/gagasan, atau tempat. Secara konseptual, produk adalah pemahaman subjektif dari produsen atas sesuatu yang dapat ditawarkan sebagai usaha untuk mencapai tujuan perusahaan melalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen, sesuai dengan kompetensi dan kapasitas perusahaan serta daya beli pasar. Dalam melakukan sebuah penawaran, seorang pemasar perlu memahami tingkatan sebuah produk. Setiap tingkatan produk memiliki nilai tambah bagi pelanggannya yang dapat membentuk hierarki nilai pelanggan (customer value hierarchy). Menurut Kotler (2011:29) terdapat lima level produk, yaitu: 1. Manfaat Inti (Core Benefit) merupakan tingkatan yang paling dasar, yaitu manfaat atas jasa yang sebenarnya dibeli oleh pelanggan. 2. Produk Dasar (Basic Product) merupakan versi dasar dari produk atau manfaat umum dari produk yang dikonsumsi. 3. Produk yang diharapkan (Expected Product) merupakan seperangkat atribut atau kondisi minimal yang diharapkan pembeli ketika membeli suatu produk. 4. Produk yang ditingkatkan (Augmented Product) merupakan produk yang memiliki manfaat tambahan yang lebih daripada expected product atau yang melampaui harapan pelanggan. 5. Calon Produk (Potential Product) merupakan keseluruhan penyempurnaan dan perubahan yang mungkin dialami sebuah produk kemudian hari. Produk potensial menekankan pada evolusi dimana perusahaan mencari cara-cara baru yang agresif untuk memuaskan dan membedakan tawaran pesaing. 2.7Atribut & Klasifikasi Produk 2.7.1 Pengertian Atribut Produk Dengan adanya atribut yang melekat pada suatu produk yang digunakan konsumen untuk menilai dan mengukur kesesuaian karakteristik produk dengan kebutuhan dan keinginan. Bagi perusahaan dengan mengetahui atribut – atribut apa saja yang bisa mempengaruhi keputusan pembelian maka dapat ditentukan strategi untuk mengembangkan dan menyempurnakan produk agar lebih memuaskan konsumen. Definisi produk menurut Stanton (1993) adalah: Sekumpulan atribut yang nyata dan tidak nyata didalamnya sudah tercakup warna, kemasan, prestise pengecer dan pelayanan dari pabrik, serta pengecer yang mungkin diterima oleh pembeli sebagai suatu yang bisa memuaskan keinginannya. Menurut Tjiptono (2007:103) atribut produk yaitu: Unsur-unsur produk yang dipandang penting oleh konsumen dan dijadikan dasar pengambilan keputusan pembelian. Sedangkan Simamora (2001:147) mengatakan bahwa atribut produk sebagai berikut: Atribut produk adalah faktor-faktor yang dipertimbangkan oleh pembeli pada saat membeli produk seperti harga, kualitas, kelengkapan fungsi (fitur), desain, layanan purna jual, dan lain-lain. Berdasarkan pengertian di atas mengenai atribut produk, dapat disimpulkan bahwa atribut produk adalah unsur produk (baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud) yang dipandang penting oleh konsumen pada saat melakukan pembelian produk. Menurut Kotler & Armstrong (2001:354) beberapa atribut yang menyertai dan melengkapi produk (karakteristik atribut produk) adalah: a. Merek (branding) Merek (brand) adalah nama, istilah, tanda, simbol, atau rancangan, atau kombinasi dari semua ini yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi produk atau jasa dari satu atau kelompok penjual dan membedakannya dari produk pesaing. Pemberian merek merupakan masalah pokok dalam strategi produk. Pemberian merek itu mahal dan memakan waktu, serta dapat membuat produk itu berhasil atau gagal. Nama merek yang baik dapat menambah keberhasilan yang besar pada produk (Kotler & Armstrong, 2001:360. b. Pengemasan (packing) Pengemasan (packing) adalah kegiatan merancang dan membuat wadah atau pembungkus suatu produk. c. Kualitas Produk (Product Quality) Kualitas Produk (Product Quality) adalah kemampuan suatu produk untuk melaksanakan fungsinya meliputi, daya tahan keandalan, ketepatan kemudahan operasi dan perbaikan, serta atribut bernilai lainnya. Untuk meningkatkan kualitas produk perusahaan dapat menerapkan program ”Total Quality Manajemen (TQM)". Selain mengurangi kerusakan produk, tujuan pokok kualitas total adalah untuk meningkatkan nilai pelanggan. 2.7.2 Klasifikasi produk Banyak klasifikasi suatu produk yang dikemukakan ahli pemasaran, diantaranya pendapat yang dikemukakan oleh Kotler. Menurut Kotler (2002,p.451), produk dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok, yaitu: 1. Berdasarkan wujudnya, produk dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok utama, yaitu: a. Barang Barang merupakan produk yang berwujud fisik, sehingga bisa dilihat, diraba atau disentuh, dirasa, dipegang, disimpan, dipindahkan, dan perlakuan fisik lainnya. b. Jasa Jasa merupakan aktivitas, manfaat atau kepuasan yang ditawarkan untuk dijual (dikonsumsi pihak lain). Seperti halnya bengkel reparasi, salon kecantikan, hotel dan sebagainya. Kotler (2002, p.486) juga mendefinisikan jasa sebagai berikut “Jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apa pun. Produknya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan dengan suatu produk fisik”. 2. Berdasarkan aspek daya tahannya, produk dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu : a. Barang tidak tahan lama (nondurable goods) Barang tidak tahan lama adalah barang berwujud yang biasanya habis dikonsumsi dalam satu atau beberapa kali pemakaian. Dengan kata lain, umur ekonomisnya dalam kondisi pemakaian normal kurang dari satu tahun. Contohnya: sabun, pasta gigi, minuman kaleng dan sebagainya. b. Barang tahan lama (durable goods) Barang tahan lama merupakan barang berwujud yang biasanya bisa bertahan lama dengan banyak pemakaian (umur ekonomisnya untuk pemakaian normal adalah satu tahun lebih). Contohnya lemari es, mesin cuci, pakaian dan lain-lain. 3. Berdasarkan tujuan konsumsi yaitu didasarkan pada siapa konsumennya dan untuk apa produk itu dikonsumsi, maka produk diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: a. Barang konsumsi (consumer’s goods) Barang konsumsi merupakan suatu produk yang langsung dapat dikonsumsi tanpa melalui pemrosesan lebih lanjut untuk memperoleh manfaat dari produk tersebut. b. Barang industri (industrial’s goods) Barang industri merupakan suatu jenis produk yang masih memerlukan pemrosesan lebih lanjut untuk mendapatkan suatu manfaat tertentu. Biasanya hasil pemrosesan dari barang industri diperjual belikan kembali. Menurut Kotler (2002, p.451) ”barang konsumen adalah barang yang dikonsumsi untuk kepentingan konsumen akhir sendiri (individu dan rumah tangga), bukan untuk tujuan bisnis”. Pada umumnya barang konsumen dibedakan menjadi empat jenis: a. Convenience goods Merupakan barang yang pada umumnya memiliki frekuensi pembelian tinggi (sering dibeli), dibutuhkan dalam waktu segera, dan hanya memerlukan usaha yang minimum (sangat kecil) dalam pembandingan dan pembeliannya. Contohnya antara lain produk tembakau, sabun, dan sebagainya. b. Shopping goods Barang-barang yang dalam proses pemilihan dan pembeliannya dibandingkan oleh konsumen diantara berbagai alternatif yang tersedia. Contohnya alat-alat rumah tangga, pakaian, furniture, mobil bekas dan lainnya. c. Specialty goods Barang-barang yang memiliki karakteristik dan/atau identifikasi merek yang unik dimana sekelompok konsumen bersedia melakukan usaha khusus untuk membelinya. Misalnya mobil Lamborghini, pakaian rancangan orang terkenal, kamera Nikon dan sebagainya. d. Unsought goods Merupakan barang-barang yang tidak diketahui konsumen atau kalaupun sudah diketahui, tetapi pada umumnya belum terpikirkan untuk membelinya. Contohnya asuransi jiwa, ensiklopedia, tanah kuburan dan sebagainya. Berbicara mengenai produk maka aspek yang perlu diperhatikan adalah kualitas produk. Menurut American Society for Quality Control, kualitas adalah “the totality of features and characteristics of a product or service that bears on its ability to satisfy given needs”,. Definisi ini merupakan pengertian kualitas yang berpusat pada konsumen sehingga dapat dikatakan bahwa seorang penjual telah memberikan kualitas bila produk atau pelayanan penjual telah memenuhi atau melebihi harapan konsumen. Kualitas produk merupakan pemahaman bahwa produk yang ditawarkan oleh penjual mempunyai nilai jual lebih yang tidak dimiliki oleh produk pesaing. Oleh karena itu perusahaan berusaha memfokuskan pada kualitas produk dan membandingkannya dengan produk yang ditawarkan oleh perusahaan pesaing. Akan tetapi, suatu produk dengan penampilan terbaik atau bahkan dengan tampilan lebih baik bukanlah merupakan produk dengan kualitas tertinggi jika tampilannya bukanlah yang dibutuhkan dan diinginkan oleh pasar. Menurut Kotler and Armstrong (2004, p.283) arti dari kualitas produk adalah “The ability of a product to perform its functions, it includes the product’s overall durability, reliability, precision, ease of operation and repair, and other valued attributes”. 2.8 Merek (Brand) Merek merupakan suatu atribut penting dari sebuah produk yang penggunaannya saat ini sudah meluas. Selain itu, merek merupakan identitas untuk membedakan identitas produk perusahaan dengan prroduk yang dihasilkan oleh pesaing. Merek juga dapat membantu perusahaan untuk memperluas lini produk serta mengembangkan posisi pasar yang spesifik bagi suatu produk. Gagasan-gagasan mengenai merek yang paling tahan lama adalah nilai, budaya dan kepribadian yang tercermin dari merek tersebut. Hal-hal tersebut menentukan inti dari sebuah merek. Agar dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai pengertian merek, berikut pengertian merek menurut beberapa ahli Pengertian merek menurut Simamora (2002:149) adalah : Merek adalah nama, tanda, istilah, symbol, desain atau kombinasinya yang ditujukan untuk mengidentifikasi dan mendiferensiasi (membedakan) barang atau layanan suatu penjual dari barang atau layanan penjual lain. Tjiptono (2005:2) berpendapat bahwa pengertian merek adalah sebagai berikut : Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Sedang kan menurut UU Merek Tahun 2011 Pasal 1 ayat 1 adalah: Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Merek dapat memiliki enam level pengertian menurut Kotler (2011:31) sebagai berikut: 1. Atribut, merek mengingatkan pada atribut tertentu. Mercedes memberi kesan sebagai mobil yang mahal, dengan kualitas yang tinggi, dirancang dengan baik, tahan lama, dan bergensi tinggi. 2. Manfaat, bagi konsumen kadang sebuah merek tidak sekedar menyatakan atribut, tetapi manfaat. Mereka membeli produk bukan membeli atribut, tetapi membeli manfaat. Atribut yang dimiliki oleh suatu produk dapat diterjemahkan menjadi manfaat fungsional dan atau emosional. Sebagai contoh, atribut “tahan lama” diterjemahkan menjadi manfaat fungsional “tidak perlu segera membeli lagi”, atribut “mahal” diterjemahkan menjadi manfaat emosional “bergengsi”, dan lain-lain. 3. Nilai, merek juga menyatakan sesuatu tentang nilai produsen. Jadi, Mercedes berarti kinerja tinggi, keamanan, gengsi, dan lain-lain. 4. Budaya, merek juga mewakili budaya tertentu. Mercedes mewakili budaya Jerman; terorganisir, efisien, dan bermutu tinggi. 5. Kepribadian, merek mencerminkan kepribadian tertentu. Mercedes mencerminkan yang masuk akal (orang), singa yang memerintah (hewan), atau istana yang agung (objek). 6. Pemakai, merek menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan produk tersebut. Mercedes menunjukkan pemakainya seorang diplomat atau eksekutif. Pada intinya merek adalah suatu nama, istilah, symbol, tanda, desain atau kombinasi dari semuanya yang digunakan untuk mengidentifikasikan produk dan membedakan produk perusahaan dengan produk pesaing. Pada hakikatnya merek mengidentifikasikan penjual dan pembeli. Merek sebenarnya merupakan janji penjual untuk secara konsisten memberikan cirri, manfaat dan jasa tertentu kepada pembeli. Dengan demikian, suatu merek dapat mengandung tiga hal, yaitu sebagai berikut: 1. Menjelaskan apa yang dijual perusahaan 2. Menjelaskan apa yang dijalankan oleh perusahaan 3. Menjelaskan profil perusahaan itu sendiri. 2.9 Citra Merek (Brand Image) Citra merek (brand image) merupakan representasi dari keseluruhan persepsi terhadap merek dan dibentuk dari informasi dan pengalaman masa lalu terhadap merek itu. Citra terhadap merek berhubungan dengan sikap yang berupa keyakinan dan preferensi terhadap suatu merek. Konsumen yang memiliki citra yang positif terhadap suatu merek, akan lebih memungkinkan untuk melakukan pembelian. Ciri merek dapat dianggap sebagai jenis asosiasi yang muncul dalam benak konsumen ketika mengingat suatu merek tertentu. Asosiasi tersebut secara sederhana dapat muncul dalam bentuk pemikiran atau citra tertentu yang dikaitkan suatu merek, sama halnya ketika kita berpikir tentang orang lain. Asosiasi ini dapat dikonseptualisasikan berdasarkan jenis, dukungan, kekuatan, dan keunikan. Jenis asosiasi merek, meliputi atribut, manfaat, dan sikap. Atribut terdiri dari atribut yang berhubungan dengan produk, misalnya desain, warna, ukuran, dan atribut yang tidak berhubungan dengan produk, misalnya harga, pemakai, dan citra penggunaan. Sedangkan manfaat, mencakup manfaat secara fungsional, manfaat secara simbolis, dan manfaat berdasarkan pengalaman. Shimp (2011:32) Menurut Susanto (2011:11) citra merek adalah: Apa yang dipersepsikan oleh konsumen mengenai sebuah merek. Dimana hal ini menyangkut bagaimana seorang konsumen menggambarkan apa yang mereka rasakan mengenai merek tersebut ketika mereka memikirkannya. Kotler (2011:32) mendefinisikan citra merek sebagai Seperangkat keyakinan, ide, dan kesan yang dimiliki oleh seseorang terhadap suatu merek, karena itu sikap dan tindakan konsumen terhadap suatu merek sangat ditentukan oleh citra merek tersebut. Citra merek merupakan syarat dari merek yang kuat. Sedangkan Simamora (2011:33) mengatakan citra merek merupakan Persepsi yang relatif konsisten dalam jangka waktu panjang. Sehingga tidak mudah untuk membentuk citra, citra sekali terbentuk akan sulit untuk mengubahnya. Citra yang dibentuk harus jelas dan memiliki keunggulan bila dibandingkan dengan pesaingnya, saat perbedaan dan keunggulan merek dihadapkan dengan merek lain. 2.9.1 Manfaat Citra Merek (Brand image) Brand image yang efektif akan mencerminkan tiga hal menurut Kotler (2003:326): 1. Membangun karakter produk dan memberikan value proposition 2. Menyampaikan karakter produk secara unik sehingga berbeda dengan para pesaingnya. 3. Member kekuatan emosional dari kekuatan rasional Ketika brand image mampu membangun karakter produk dan memberikan value proposisition, kemudian menyampaikan karakter produk kepada konsumennya secara unik, berarti brand tersebut telah memberi kekuatan emosional lebih dari kekuatan rasional yang dimiliki oleh produk tersebut. Hal ini akan membuat konsumen mengasosiasikan serangkaian hal yang positif dalam fikirannya ketika mereka memikirkan brand tertentu (Dolak, 2004). Dalam jangka panjang hal ini dapat meningkatkan kekuatan Brand, yang lebih sering disebut Brand Equty dengan cara meningkatkan Brand Awarness, brand loyalty, perceived quality dan brand association (Aaker, 1996:8). 2.9.2 Komponen Citra Merek (Brand image) Menurut Hogan (2007:52), citra merek merupakan asosiasi dari semua informasi yang tersedia mengenai produk, jasa dan perusahaan dari merek yang dimaksud. Informasi ini didapat dari dua cara yaitu: 1. Melalui pengalaman konsumen secara langsung, yang terdiri dari kepuasan fungsional dan kepuasan emosional. Merek tersebut tidak cuma dapat bekerja maksimal dan memberikan performansi yang dijanjikan tapi juga harus dapat memahami kebutuhan konsumen, mengusung nilai-nilai yang diinginkan oleh kosumen dan juga memenuhi kebutuhan individual konsumen yang akan mengkontribusi atas hubungan dengan merek tersebut. 2. Persepsi yang dibentuk oleh perusahaan dari merek tersebut melalui berbagai macam bentuk komunikasi, seperti iklan, promosi, hubungan masyarakat (public relations), logo, fasilitas retail, sikap karyawan dalam melayani penjualan, dan performa pelayanan. Bagi banyak merek, media, dan lingkungan dimana merek tersebut dijual dapat mengkomunikasikan atribut-atribut yang berbeda. Setiap alat pencitraan ini dapat berperan dalam membina hubungan dengan konsumen. Penting demi kesuksesan sebuah merek, jika semua faktor ini dapat berjalan sejajar atau seimbang, ketika nantinya akan membentuk gambaran total dari merek tersebut. Gambaran inilah yang disebut citra merek atau reputasi merek, dan citra ini bisa berupa citra yang positif atau negatif atau bahkan diantaranya. Citra merek terdiri dari atribut objektif/instrinsik seperti ukuran kemasan dan bahan dasar yang digunakan, serta kepercayaan, perasaan, dan asosiasi yang ditimbulkan oleh merek produk tersebut. Arnould (2007:52). Komponen citra merek (brand image) menurut Simamora (2011:33) terdiri atas tiga bagian, yaitu: 1. Citra pembuat (corporate image), yaitu sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap perusahaan yang membuat suatu barang atau jasa. 2. Citra pemakai (user image), yaitu sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap pemakai yang menggunakan suatu barang atau jasa. 3. Citra produk (product image), yaitu sekumpulan asosiasi yang dipersepsikan konsumen terhadap suatu barang atau jasa. Schiffman dan Kanuk (2011:33) menyebutkan faktor-faktor pembentuk citra merek sebagai berikut: 1. Kualitas atau mutu berkaitan dengan kualitas produk barang atau jasa yang ditawarkan oleh produsen dengan merek tertentu. 2. Dapat dipercaya atau diandalkan, berkaitan dengan pendapat atau kesepakatan yang dibentuk oleh masyarakat tentang suatu produk yang dikonsumsi. 3. Kegunaan atau manfaat, yang terkait dengan fungsi dari suatu produk barang atau jasa yang bisa dimanfaatkan oleh konsumen. 4. Pelayanan, yang berkaitan dengan tugas produsen dalam melayani. 5. Resiko, berkaitan dengan besar-kecilnya akibat atau untung-rugi yang mungkin dialami oleh konsumen. 6. Harga, yang dalam hal ini berkaitan dengan tinggi-rendahnya atau banyak-sedikitnya jumlah uang yang dikeluarkan konsumen untuk mempengaruhi suatu produk, juga dapat mempengaruhi citra jangka panjang. 7. Citra yang dimiliki oleh merek itu sendiri, yaitu berupa pandangan, kesepakatan, dan informasi yang berkaitan dengan suatu merek dari produk tertentu. Citra merek merepresentasikan inti dari semua kesan menngenai suatu merek yang terbentuk dalam benak konsumen. Kesan-kesan ini terdiri dari: 1. Kesan mengenai penampilan fisik dan performansi produk 2. Kesan tentang keuntungan fungsional produk 3. Kesan tentang orang-orang yang memakai produk tersebut 4. Semua emosi dan asosiasi yang ditimbulkan produk itu 5. Semua makna simbolik yang terbentuk dalam benak konsumen. termasuk juga imajeri dalam istilah karakteristik manusia Sehingga dapat dikatakan bahwa citra merek merupakan „totalitas‟ terhadap suatu merek yang terbentuk dalam persepsi konsumen. (Sengupta dalam Lutiary Eka Ratri, 2007:52). Citra pada suatu merek merefleksikan image dari perspektif konsumen dan melihat janji yang dibuat merek tersebut pada konsumennya. Citra merek terdiri atas asosiasi konsumen pada kelebihan produk dan karakteristik personal yang dilihat oleh konsumen pada merek tersebut. Menurut Plummer (2007:54), citra merek terdiri dari tiga komponen, yaitu: 1. Product attributes (Atribut produk) yang merupakan hal-hal yang berkaitan dengan merek tersebut sendiri, seperti kemasan, isi produk, harga, rasa, dan lain-lain. 2. Consumer benefits (Keuntungan konsumen) yang merupakan kegunaan produk dari merek tersebut. 3. Brand personality (Kepribadian merek) merupakan asosiasi yang mengenai kepribadian sebuah merek apabila merek tersebut adalah manusia. Citra suatu merek dapat menentukan titik perbedaan yang mengindikasikan bagaimana suatu merek superior dibandingkan dengan alternatif merek lain dalam suatu kategori produk. Titik perbedaan suatu merek dapat diekspresikan melalui berbagai kelebihan merek, seperti: a. Kelebihan fungsional yang mengklaim performansi superior atau keuntungan ekonomi, kenyamanan, penghematan uang dan efisiensi waktu, kesehatan, serta harga murah. b. Kelebihan emosional untuk membuat konsumen percaya bahwa dengan menggunakan suatu merek, ia akan menjadi penting, spesial, ataupun merasa senang. Merek menawarkan kesenangan, membantu atau meningkatkan citra diri dan status, dan hubungannya dengan orang lain. Kelebihan emosional menggeser fokus dari merek dan fungsi produknya ke pengguna dan perasaan yang didapat ketika menggunakan merek tersebut. 2.10 Perilaku Konsumen Dalam menjalankan usahanya, pengusaha harus dapat memahami perilaku konsumen. Gambaran dari perilaku konsumen dapat mempengaruhi pengambilan keputusan dibidang strategic pemasaran. Titik awal memahami perilaku konsumen adalah model rangsangan atau tanggapan yang diperlihatkan dalam gambar 2.1. Pemasaran dan rangsangan lingkungan memasuki kesadaran konsumen. Satu perangkat psikologis berkombinasi dengan karakteristik konsumen tertentu untuk menghasilkan proses keputusan dan keputusan pembelian. Tugas pemasar adalah memahami apa yang terjadi dalam keasadaran konsumen antara datangnya rangsangan pemasaran luar dan keputusan pembelian akhir. Gambar 2.1 Model Perilaku Konsumen Psikologi Konsumen Rangsangan Pemasaran Rangsangan Lain Produk & Jasa Harga Ekonomi Motivasi Persepsi Pembelajaran Memori Teknologi Saluran Distribusi Politik Budaya Promosi Karakteristik Konsumen Budaya Sosial Personal Sumber: Kotler & Proses Keputusan Pembelian Keputusan Pembelian Pilihan Produk Pengenalan masalah Pencarian informasi Penilaian alternative Keputusan pembelian Perilaku pasca pembelian Pilihan Merek Pilihan dealer Jumlah pembelian Saat yg tepat melakukan pembelian Metode pembayaran Keller (2007:006) Gambar diatas memperlihatkan bahwa rangsangan pemasaran terdiri dari 4 P yaitu: Produk, harga, saluran distribusi dan promosi. Rangsangan lain yaitu ada ekonomi,teknologi, politik dan budaya. Semua input ini dimasukan kedalan kotak hitam pembeli, dimana semuanya berubah menjadi respon pembeli yang diamati yaitu pemilihan produk, pemilihan merek, pemilihan agen yang dibeli dan jumlah yang dibeli. 2.10.1 Pengertian Perilaku Konsumen Perilaku Konsumen merupakan suatu tindakan yang tunjukkan oleh konsumen dalam hal mencari, menukar, menggunakan, menilai, mengatur barang atau jasa yang mereka anggap akan memuaskan kebutuhan mereka. Dalam arti lain perilaku ditunjukkan, yakni bagaimana konsumen mau mengeluarkan sumber dayanya yang terbatas seperti uang, waktu, tenaga untuk mendapatkan menukarkan dengan barang atau jasa yang diinginkannya. Menurut Mowen (2002) bahwa, perilaku konsumen (consumer behaviour) didefinisikan sebagai studi tentang unit pembelian (buying units) dan proses pertukaran yang melibatkan perolehan, konsumsi dan pembuangan barang, jasa, pengalaman serta ide-ide. Sedangkan menurut Kotler (2007) bahwa, perilaku konsumen merupakan studi tentang cara individu, kelompok, dan organisasi menyeleksi, membeli, menggunakan, dan memposisikan barang, jasa, gagasan, atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka. The American Marketing Association dalam Setiadi (2003) menyatakan bahwa perilaku konsumen merupakan interaksi dinamis antara afeksi & kognisi, perilaku, dan lingkungannya dimana manusia melakukan kegiatan pertukaran dalam hidup mereka. Dari definisi tersebut terdapat 3 (tiga) ide penting perilaku konsumen, yaitu : 1. Perilaku konsumen bersifat dinamis. Itu berarti bahwa perilaku seorang konsumen, grup konsumen, ataupun masyarakat luas selalu berubah dan bergerak sepanjang waktu. 2. Perilaku konsumen melibatkan interaksi antara afeksi (perasaan) dan kognisi (pemikiran), perilaku dan kejadian di sekitar. 3. Perilaku konsumen melibatkan pertukaran, karena itu peran pemasaran adalah untuk menciptakan pertukaran dengan konsumen melalui formulasi dan penerapan strategi pemasaran. Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen adalah cara mempelajari individu mengambil keputusan untuk memanfaatkan sumber daya mereka yang tersedia (waktu, uang, usaha) guna memiliki apa yang dibeli, dimana, kapan dan bagaimana membelinya yang berhubungan dengan konsumsi. 2.10.2 Pengertian Keputusan Pembelian Keputusan pembelian merupakan kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian terhadap produk yang ditawarkan oleh penjual. Menurut Kotler (2000:201) pengertian proses keputusan pembelian, yaitu : Untuk meraih keberhasilan, pemasar harus melihat lebih jauh bermacam-macam faktor yang mempengaruhi pembelian dan mengembangkan pemahaman mengenai bagaimana konsumen melakukan keputusan pembelian. Secara khusus, pemasar harus mengidentifikasi siapa yang membuat keputusan pembelian, jenisjenis keputusan pembelian, dan langkah-langkah dalam proses pembelian. Sedangkan menurut Alma (2004:105) pengertian keputusan pembelian sebagai berikut: Bila konsumen mengambil keputusan, maka ia akan mempunyai serangkaian keputusan menyangkut, produk, merek, kualitas, model, waktu, harga, cara pembayaran, dan sebagainya. Kadang-kadang dalam pengambilan keputusan ini ada saja pihak lain yang memberi pengaruh terakhir, yang harus dipertimbangkan kembali, sehingga dapat merubah seketika keputusan semula. Berdasarkan definisi-definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa keputusan pembelian adalah proses masukan atau pengintegrasian kedalam diri inbdividu yang mendorong individu tersebut yang akhirnya melakukan pembelian. Menurut Kotler ( 2002 : 183 ), perilaku pembelian konsumen dipengaruhi oleh: 1. Faktor budaya, yang terdiri dari: a. Budaya, merupakan penentu keinginan dan perilaku yang paling mendasar. b. Sub-budaya, masing-masing budaya memiliki sub-budaya yang lebih kecil yang memberikan lebih banyak ciri-ciri sosialisasi khusus bagi anggotanya. c. Kelas sosial, adalah pembagian masyarakat yang relative homogen dan permanent, yang tersusun secara hierarkis dan anggotanya menganut nilai-nilai, minat dan perilaku yang sama. 2. Faktor Sosial a. Kelompok acuan, yaitu kelompok yang memiliki pengaruh langsung (tatap muka) atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang. b. Keluarga c. Peran dan diharapkan Status, dimana peran adalah kegiatan yang akan dilakukan oleh seseorang dan masing-masing peran tersebut menghasilkan status. d. Faktor Pribadi, yang terdiri dari usia dan tahap siklus hidup; pekerjaan dan lingkungan ekonomi; gaya hidup dan kepribadian dan konsep diri. 3. Faktor Psikologis, yang terdiri dari motivasi, persepsi, pembelajaran, keyakinan dan sikap. 2.10.3 Proses Keputusan pembelian Proses keputusan pembelian dijelaskan oleh beberapa ahli dengan istilah yang berbeda, namun dengan makna yang sama. Berikut pengertian proses keputusan pembelian Menurut Kotler (2000 : 171) terdapat lima tahapan bagi konsumen dalam membuat keputusan pembelian yaitu : Gambar 2.2 Model lima tahap proses pembelian (Kotler, 2002:204) Pengenalan Masalah Pencarian Informasi Evaluasi Alternatif Keputusan Pembelian Perilaku Pasca-Pembelian a. Pengenalan Masalah Proses pembelian dimulai saat pembeli mengenali sebuah masalah atau kebutuhan. Pembeli merasakan perbedaan antara keadaan aktualnya dengan keadaan yang dinginkannya. Kebutuhan tersebut dapat berasal dari rangsangan internal atau eksternal. b. Pencari Informasi Seorang konsumen yang mulai tergugah minatnya mungkin akan mencari informasi lebih lanjut. Sumber informasi konsumen digolongkan ke dalam empat kelompok yaitu: Sumber pribadi: Keluarga. teman, tetangga, kenalan Sumber komersial: Iklan, wiranaga, penyalur, kemasan. Pajangan Sumber publik: Media massa, organisasi konsumen Sumber pengalaman: Penanganan, Pengkajian dan Pemakaian produk Sumber-sumber ini memberikan pengaruh yang relatif berbeda-beda sesuai dengan.jenis produk dan karakteristik pembeli. c. Evaluasi Alternatif Konsumen membentuk penilaian atas produk terutama berdasarkan kesadaran dan rasio. Beberapa konsep dasar untuk memahami proses evaluasi. konsumen berusaha memenuhi suatu kebutuhan. konsumen mencari manfaat tertentu dari solusi produk. konsumen memandang setiap produk sebagai sekumpulan atribut dengan kemampuan yang berbeda dalam memberikan manfaat yang dicari untuk memuaskan kebutuhannya. d. Keputusan Pembelian Setelah mengadakan penilaian terhadap merek-merek yang ada, maka selanjutnya konsumen akan membentuk suatu niat untuk membeii, namun terdapat dua faktor yang berbeda diantara niat pembelian dengan keputusan pembelian yaitu: Pendirian orang, tergantung atas pendirian orang lain terhadap alternatif yang disukai konsumen dan motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain. faktor situasi yang tidak diantisipasi. Faktor ini dapat muncul clan mengubah niat pembelian. Dalam menjalankan niat pembelian, konsumen dapat membuat lima sub-keputusan yaitu keputusan merek, pemasok, kuantitas, waktu dan metode pembayaran. e. Perilaku Pasca Pembelian Setelah membeli suatu produk, akan mengalami tingkat kepuasan atau ketidakpuasan. .Jika produk lebih rendah daripada harapan pembeli, maka pembeli akan kecewa. Jika kinerja produk sesuai harapan pembeli, maka pembeli akan, merasa puas. Hal ini akan membedakan apakah pembeli akan membeli kembali produk tersebut dan membicarakan hal-hal yang menguntungkan atau tidak menguntungkan tentang produk tersebut pada orang lain. Kepuasan dan ketidak puasan konsumen dengan produk yang dibeli akan mempengaruhi tingkah laku berikutnya. Apabila konsumen puas, maka akan memperlihatkan peluang, pembeli yang lebih tinggi. Namun jika tidak puas konsumen kemungkinan akan melakukan salah satu tindakan seperti meninggalkan produk, mengembalikan produk, mencari informasi lebih lanjut untuk mempertegas nilai guna produk tersebut, menyampaikan keluhan pada perusahaan atau mendatangi ahli hukum. 2.11Loyalitas Produk dan layanan yang berkualitas berperan penting dalam membentuk kepuasan konsumen, selain itu juga erat kaitannya dalam menciptakan keuntungan bagi perusahaan. Semakin berkualitas produk dan layanan yang diberikan oleh perusahaan maka kepuasan yang dirasakan oleh pelanggan akan semakin tinggi. adanya kepuasan pelanggan akan dapat menjalin hubungan harmonis antara produsen dan konsumen. Menciptakan dasar yang baik bagi pembelian ulang serta terciptanya loyalitas pelanggan dan membentuk rekomendasi dari mulut ke mulut yang akan dapat menguntungkan sebuah perusahaan. Pengertian loyalitas menurut Dharmesta (2006:37) adalah: Respon perilaku pembelian yang dapat terungkap secara terus menerus oleh pengambil keputusan dengan memperhatikan satu atau lebih merek alternative dari sejumlah merek sejenis dan merupakan fungsi proses psikologis. Perlu ditekankan bahwa hal tersebut berbeda dengan perilaku membeli ulang, loyalitas pelanggan menyertakan aspek perasaan, tidak melibatkan aspek afektif didalamnya. Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa loyalitas meruapakan sebuah sikap yang menjadi dorongan perilaku untuk melakukan pembelian produk/jasa dari suatu perusahaan yang menyertakan aspek perasaan didalamnya, khusunya yang membeli secara teratur dan berulang-ulang dengan konsistensi yang tinggi, namun tidak hanya membeli ulang suatu barang dan jasa, tetapi juga mempunya komitmen dan sikap yang positif terhadap perusahaan yang menawarkan produk/ jasa tersebut. 2.12 Loyalitas Merek (Brand Loyalty) 2.12.1 Pengertian Loyalitas Merek (Brand Loyalty) Loyalitas merek adalah istilah dalam pemasaran untuk menggambarkan seberapa kuat preferensi seorang konsumen terhadap sebuah merek bila dibandingkan dengan merek lainnya. Loyalitas merek seringkali diukur dari seberapa banyak pembelian ulang (repeat purchase) dilakukan atau dari sensitivitas merek. Aaker (1997:56) mendefinisikan loyalitas merek (brand loyalty) sebagai: Suatu ukuran keterkaitan pelanggan kepada sebuah merek. Ukuran ini mampu memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya seorang pelanggan beralih ke merek lain yang ditawarkan oleh kompetitor, terutama jika pada merek tersebut didapati adanya perubahan, baik menyangkut harga ataupun atribut lainnya. Sedangkan Menurut Mowen (1995:531) berpendapat bahwa citra merek (Brand loyalty) adalah: Defined as the degree to which a customer holds a positive attitude toward a brantl, has a commitment to it, and intends to continue purchasing it in the future As such, brand loyalty ls directly influenced by the cuslomer satisfaction dissatisfaction with the brand. Yang mempunyai arti Bahwa loyalitas merek didefinisikan sebagai tingkatan dimana merek, memiliki pelanggan komitmen memiliki dan sikap cenderung positif untuk terhadap terus suatu melanjutkan membeli produk dengan suatu merek tertentu dimasa yang akan datang. Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa loyalitas merek (brand loyalty) merupakan pelanggan yang loyal pada umumnya akan melanjutkan pembelian merek tersebut walaupun dihadapkan pada banyak alternatif merek produk pesaing yang menawarkan karakteristik produk yang lebih unggul dipandang dari berbagai sudut atributnya. 2.12.2 Tingkat Loyalitas Merek (Brand Loyalty) Dalam kaitannya dengan loyalitas merek terdapat beberapa tingkat loyalitas. Masing-masing tingkatannya menunjukkan tantangan pemasaran yang harus dihadapi sekaligus aset yang dapat dimanfaatkan. Adapun tingkatan tersebut adalah sebagai berikut Aaker (1997:58) Berpindah-pindah (Switcher) Pelanggan yang berada pada tingkat loyalitas ini dikatakan sebagai pelanggan yang berada pada tingkat paling dasar. Semakin tinggi frekuensi pelanggan untuk memindahkan pembeliannya dari suatu merek ke merekmerek yang lain mengindikasikan mereka sebagai pembeli yang sama sekali tidak loyal atau tidak tertarik pada merek tersebut. Pada tingkatan ini merek apapun mereka anggap memadai serta memegang peranan yang sangat kecil dalam keputusan pembelian. Pembeli yang bersifat kebiasaan (Habitual Buyer) Pembeli yang berada dalam tingkat loyalitas ini dapat dikategorikan sebagai pembeli yang puas dengan merek produk yang dikonsumsinya atau setidaknya mereka tidak mengalami ketidakpuasan dalam mengkonsumsi produk tersebut. Pada tingkatan ini pada dasarnya tidak didapati alasan yang cukup untuk menciptakan keinginan untuk membeli merek produk yang lain atau berpindah merek terutama jika peralihan tersebut memerlukan usaha, biaya, maupun berbagai bentuk pengorbanan lain. Pembeli yang puas dengan biaya peralihan (Satisfied buyer) Pada tingkat ini pembeli merek masuk dalam kategori puas bila mereka mengkonsumsi merek tersebut, meskipun demikian mungkin saja mereka memindahkan pembeliannya ke merek lain dengan menanggung biaya peralihan (switching cost) yang terkait dengan waktu, uang, atau resiko kinerja yang melekat dengan tindakan mereka beralih merek. Untuk dapat menarik minat para pembeli yang masuk dalam tingkat loyalitas ini maka para pesaing perlu mengatasi biaya peralihan yang harus ditanggung oleh pembeli yang masuk dalam kategori ini dengan menawarkan berbagai manfaat yang cukup besar sebagai kompensasinya (switching cost loyal). Menyukai merek (Likes the brand) Pembeli yang masuk dalam kategori loyalitas ini merupakan pembeli yang sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. Pada tingkatan ini dijumpai perasaan emosional yang terkait pada merek. Rasa suka pembeli bisa saja didasari oleh asosiasi yang terkait dengan simbol, rangkaian pengalaman dalam penggunaan sebelumnya baik yang dialami pribadi maupun oleh kerabatnya ataupun disebabkan oleh kesan kualitas yang tinggi. Pembeli yang komit (Committed buyer) Pada tahap ini pembeli merupakan pelanggan yang setia. Mereka memiliki suatu kebanggaan sebagai pengguna suatu merek dan bahkan merek tersebut menjadi sangat penting bagi mereka dipandang dari segi fungsinya maupun sebagai suatu ekspresi mengenai siapa sebenarnya mereka. Pada tingkatan ini, salah satu aktualisasi loyalitas pembeli ditunjukkan oleh tindakan merekomendasikan dan mempromosikan merek tersebut kepada orang lain. Gambar 2.3 Piramida loyalitas Merek (Aaker,1991) 2.13 Hubungan Citra Merek (Brand Image) terhadap Loyalitas Merek (Brand Loyalty) Citra yang dimiliki merek di dalam pikiran konsumen, positioning merek cenderung memberikan kontribusi yang lebih penting terhadap kesuksesan sebuah merek dibandingkan karakteristik aktual yang dimiliki merek, sehingga pemasar berusaha untuk menciptakan citra merek/produk yang konsisten dengan citra diri konsumen yang kira-kira sesuai pada segmen pasar yang ditargetkan. Hasil dari kesuksesan strategi ini adalah dimana konsumen mengandalkan citra merek dalam pemilihan produk. Penelitian Gul, et al (2012) , menunjukan bahwa: Citra merek (brand image) memiliki hubungan yang siginifikan dengan loyalitas merek (brand l;oyalty) berdasarkan kelompok usia, tingkat pendidikan, titik pembelian dan pembelian ulang. Citra merek yang berbeda dan unik merupakan hal yang paling penting, karena produk semakin kompleks dan pasar semakin penuh, sehingga konsumen akan semakin bergantung pada citra merek dari pada atribut merek yang sebenarnya untuk mengambil keputusan pembelian. Schiffman & Kanuk (2000, h.141). Konsumen cenderung memilih berdasarkan citra merek, terutama ketika konsumen itu tidak memiliki pengalaman dengan produk dalam kategori tertentu yang tidak pernah mereka beli, mereka akan cenderung untuk “percaya” pada produk dengan nama merek yang terkenal atau favorit. Konsumen sering berpikir bahwa merek yang terkenal merupakan produk yang lebih baik dan lebih bernilai untuk dibeli karena tersirat jaminan akan kualitas, dapat diandalkan, dan pelayanan yang lebih baik. Usaha promosi sebuah merek mendukung pemahaman mengenai kualitas produk mereka dengan membangun dan mempertahankan citra merek yang positif dalam benak konsumen. (Schiffman & Kanuk, 2000). Citra merek merupakan serangkaian asosiasi yang dilihat dan dimengerti dari semua informasi yang tersedia mengenai merek itu, keseluruhan persepsi yang didapat berdasarkan pengalaman baik secara langsung maupun tidak langsung, serangkaian perasaan, ide, dan sikap yang dimiliki tentang merek. Citra ini belum tentu sifatnya faktual tetapi perseptif, berdaasarkan persepsi konsumen mengenai atribut dan karakteristik merek. Citra merek dapat dibangun dan dibentuk melalui kegiatan promosi dan iklan, tetapi citra merek yang ada di dalam benak konsumen bisa benar-benar berbeda dengan apa yang didesain oleh pembuat.