Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Wirosaban

advertisement
Kasus
Analisis Pengelolaan
Obat di RSUD
Wirosaban
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Wirosaban adalah RS
Pemerintah Yogyakarta → RS tipe C dengan jumlah bed = 124 bed
(tahun 2009). Pengelolaan obat di IFRS → tahap seleksi,
perencanaan, pengadaan, penyimpanan, distribusi dan
penggunaan → saling terkait satu dengan lainnya, sehingga harus
terkoordinir dengan baik agar masing – masing dapat berfungsi
secara optimal. Jika TIDAK mengakibatkan sistem suplai dan
penggunaan obat yang ada menjadi tidak efisien. Hasil observasi
data pendapatan RSUD Wirosaban dalam 3 tahun terakhir sebagai
berikut :
Tabel I. Persentase Kontribusi Pendapatan IFRS terhadap Rumah Sakit
Tahun
Pendapatan IFRS
Pendapatan RS (Rp)
Persentase (%)
(Rp)
2005
3.703.740.465
7.984.158.899
46,39
2006
3.831.450.576
10.687.014.129
35,85
2007
4.453.536.426
10.940.092.526
40,71
Hasil Observasi. . . (Kendala yang sering muncul)
Perencanaan
• merencanakan obat yang terlalu banyak dan mahal yang
ternyata tidak digunakan
• memilih item obat yang kurang tepat → terjadi duplikasi
• perencanaan obat yang tidak cocok dalam jumlah besar.
pengadaan
• pemilihan penyalur atau pemasok, yang telah dipilih
seringkali mengirimkan obat yang tidak bermutu
• adanya kekurangan dana → kurangnya persediaan barang
→ pelayanan terhambat.
penyimpanan
distribusi
• gudang yang kurang memenuhi syarat,
• stok barang berlebih atau kurang → tidak sesuai dengan
kartu stock,
• obat rusak / kadaluwarsa
• pelayanan yang terlalu lama dan tidak ramah atau
komunikasi yang tidak baik,
• resep banyak yang keluar → pasien rawat jalan
• pemberian informasi yang kurang memadai.
1. Tahap seleksi
Tabel II . Kesesuaian Item Obat yang Tersedia dengan DOEN pada tahun 2007
Keterangan
Nilai
∑ item obat yang tersedia di IFRS
886
∑ item obat yang tersedia di IFRS yang
sesuai dengan DOEN
457
% kesesuaian item obat yang tersedia di
IFRS dengan DOEN
51,58%
Jika dibandingkan dengan RSUD “Saras Husada” Purworejo → Kesesuaian item
obat dengan yang tercantum dalam DOEN adalah 30% → RSUD Wirosaban
masih lebih ↑. TAPI, angka ini masih lebih ↓ dibandingkan dengan standar,
yaitu 76 % (Anonim, 2006).
DAMPAK: ≠ efisien dalam penggunaan dana maupun penggunaan obat karena
penyediaan obat lain yang mungkin relatif lebih mahal, dibandingkan dengan
obat esensial dengan jumlah dan jenis yang banyak.
SOLUSI: me↑ sosialisasi formularium kepada dokter di RSUD Wirosaban
2. Tahap Perencanaan
→ Metode konsumsi → dilakukan oleh kepala IFRS → membuat
estimasi kebutuhan obat di tahun yang akan datang → berdasar
pada kebutuhan obat tahun sebelumnya, disesuaikan dengan pola
penyakit, program RS dan program IFRS di tahun mendatang,
estimasi kenaikan pasien & estimasi kenaikan anggaran → diajukan
ke Pemda untuk dirapatkan dahulu → Hasil persetujuan ada dalam
Daftar Anggaran Satuan Kerja Pemda dan DPRD yang disahkan oleh
Gubernur →Kepala IFRS menyusun perencanaan obat untuk tahun
mendatang yang disesuaikan dengan dana yang disetujui oleh
Pemda →diajukan kepada direktur untuk disetujui.
a. Persentase dana yang tersedia dibanding dana yang
dibutuhkan sebenarnya
Keterangan
Periode tahun 2007
Jumlah dana yang tersedia (Rp)
3.750.000.000
Jumlah dana yang dibutuhkan (Rp)
5.000.000.000
% dana yang tersedia
75%
% dana yang dibutuhkan
133,33%
5
5
4.5
4
3.75
3.75
Dana kebutuhan total yang
sebenarnya
Jumlah (M)
3.5
Dana kebutuhan obat
setelah penyesuaian
dengan anggaran
3
2.5
2
Dana yang tersedia
1.5
1
0.5
0
Jenis dana
• Pengadaan obat butuh dana relatif besar karena obat
merupakan penunjang pelayanan yang sangat penting.
• Besarnya anggaran dan kontribusi pendapatan obat untuk
pengadaan obat → menunjukkan IFRS punya peran yang
sangat penting sebagai revenue center & sumber pendapatan
bagi RS → maka obat harus dikelola dengan baik agar dapat
memberi manfaat bagi pasien dan RS.
b. Perbandingan antara jumlah item obat yang
direncanakan dengan jumlah item obat yang dipakai
dalam kenyataan
Tabel IV. Perbandingan jumlah item obat yang direncanakan dengan jumlah
item obat yang dipakai dalam kenyataan
Keterangan
Periode tahun 2007
Jumlah item obat yang direncanakan
570
Jumlah item obat dalam kenyataan
1272
Perbandingan
1:2,2
Jumlah obat yang digunakan selama tahun 2007 sekitar 2x
lipat jumlah obat dalam perencanaan. Ada obat yang tidak
masuk dalam perencanaan → dikaitkan dengan pola
peresepan.
SOLUSI: mengganti obat yang diresepkan dengan obat lain
yang mengandung zat aktif sama, yang tersedia dalam
perencanaan.
4. Tahap Pengadaan
• → sesuai dengan anggaran yang tersedia.
• Pengadaan obat di RSUD Wirosaban dilakukan oleh anggota tim
pengadaan: Kepala IFRS, perwakilan dari Pemerintah Daerah, dan
perwakilan dari Dinas Kesehatan.
• Pengadaan obat dibagi menjadi 2 sistem:
• A. Sistem Penunjukkan langsung → yg dipilih!
• B. Sistem Tender
Keuntungan Sistem
Penunjukkan Langsung
• waktunya cepat,
• pengadaan bisa dalam jumlah
relatif ↓,
• mendapatkan kualitas seperti
yang diinginkan,
• memper↓ lead time dan dapat
kredit,
• dapat mengantisipasi kenaikan
harga.,
• Jadwal pengadaan ≠
direncanakan terlebih dahulu,
tetapi tergantung kebutuhan
dan lihat berdasarkan stok obat
yang mulai menipis.
Alasan TIDAK memilih sistem
TENDER
• agar tidak terjadi stok mati
karena pengadaan obat
sekaligus dalam jumlah besar,
hal itu terkait dengan pola
peresepan dokter yang
cenderung berubah-ubah.
• gudang yang tidak terlalu luas
dan lead time yang tidak lama
a. Frekuensi tertundanya
pembayaran
Tabel V. Persentase tertundanya pembayaran.
Jumlah faktur
%
Faktur tepat waktu pembayaran
19
Faktur tidak tepat waktu pembayaran
81
Seluruh sampel faktur
100
Pembayaran di RSUD Wirosaban tidak seluruhnya sesuai dengan
waktu jatuh tempo.
SEBAB: karena kekurangan dana, Surat Kuasa Otoritas (SKO) telat
turun, kerlambatan pihak PBF dalam menagih pembayaran obat ke RS
SOLUSI: menerapkan sistem
Revolving Fund (RF), dengan
menyisihkan 10% dari laba IFRS sebagai back up dana untuk pembayaran
hutang obat sebelum SKO turun atau pada waktu kehabisan dana.
b. Frekuensi kesalahan faktur
• tidak dapat diukur
c. Frekuensi pengadaan tiap item obat
Tabel VI. Frekuensi Pengadaan tiap item obat
Frekuensi
Jumlah
Presentase
Rendah (< 12 x/th)
309
(309/354) x 100% = 87,29%
Sedang (12 sd 24 x/th)
40
(40/354) x 100% = 11,30%
Tinggi (>24 x/th)
5
(5/354) x 100% = 1,41%
Frekuensi pengadaan tergantung kebutuhan dan anggaran
yang tersedia
Semakin tinggi frekuensi pengadaan maka semakin kecil
kemungkinan terjadi penumpukan obat.
Tahap Penyimpanan
a. Kecocokan antara obat dengan kartu stok
Kecocokan obat dengan kartu stok
%
Cocok
93,3
Tidak cocok
6,7
Nilai kecocokan obat dengan kartu stok 93,3% 
mendekati nilai standar yaitu 100%.
Hasil ini masih rendah dibandingkan dengan RSUD
”Saras Husada” Purworejo yaitu yang cocok dengan
kartu stok adalah 98,61% dan yang tidak cocok
adalah 1,38%.
Diantaranya masalah yang menyebabkan ketidakcocokan obat
dengan kartu stok adalah :
• Petugas masih kurang disiplin dan teliti dalam hal administrasi
stok obat.
• Petugas belum sempat menulis pengeluaran obat di kartu stok,
tetapi baru ditulis dalam buku mutasi obat.
• Pengecekan antara buku mutasi obat dengan kartu stok tidak
selalu dilakukan setiap hari oleh petugas.
Solusi untuk mengurangi ketidak cocokan obat dengan kartu stok
diantaranya adalah :
• Perlu dilakukan pengecekan antara buku mutasi obat dengan
kartu stok setiap hari untuk menghindari terjadinya
ketidaksesuaian antara kartu stok dengan kenyataan.
• Membuat kebijakan tertulis dalam bentuk Petunjuk Pelaksanaan
Pengelolaan Barang atau Obat yang digunakan petugas sebagai
pedoman untuk meningkatkan ketelitian dan kedisiplinan.
b. Turn over ratio
Keterangan
Stock opname per 31 Desember 2006
Kode
Nilai (Rp)
A
506.222.332,68
(Persediaan awal tahun 2007)
Total pembelian tahun 2007
B
Stock opname per 31 Desember 2007
C
3.750.000.000,00
(Persediaan akhir tahun 2007)
594.586.992,00
Persediaan rata-rata tahun 2007
D = (A + C) / 2
550.404.662,34
Turn Over Ratio (TOR)
(A + B – C) : D
6,65x ̴ 7x
Hasil TOR 7 x  masih dibawah standar (8-12 kali setahun)
Hasil ini jauh di bawah hasil yang didapatkan di RSUD ”Saras Husada”
yaitu 11 kali.
Nilai TOR yang rendah ini dapat diatasi dengan cara
memberikan sosialisasi kepada semua dokter yang
bertugas di RSUD Wirosaban untuk meresepkan
obat yang tertera di formularium, sehingga hal ini
akan mengurangi kemungkinan obat mengalami
penumpukan di gudang. Seperti yang diketahui
bahwa obat yang tersedia sesuai dengan obat yang
direncanakan sesuai formularium rumah sakit.
c. Persentase dan nilai obat yang kadaluwarsa dan
atau rusak
Keterangan
Obat kadaluwarsa dan rusak tahun 2007
Stock opname per 31 Desember 2007
Jumlah (Rp)
Persentase
5.135.155
506.222.332,68
1,19%
Obat yang kadaluwarsa dan rusak sebesar 1,19% 
masih diatas nilai stadar yaitu 0%
Sedangkan di RSUD “Saras Husada” Purworejo tidak
terdapat obat yang kadaluwarsa dan rusak selama
tahun 2007 (0%).
Masalah :
• Kurangnya pengawasan obat di gudang
• Kurang baiknya sistem distribusi obat.
• Juga dikaitkan dengan kegiatan pada tahap pengadaan,
dimana obat tersebut kemungkinan bukan yang benar-benar
dibutuhkan oleh rumah sakit atau obat-obat di luar
formularium.
Solusi untuk mencegah terjadinya obat kadaluwarsa dan rusak
dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut:
• Meningkatkan pengawasan terhadap obat-obat yang disimpan
di gudang
• Menerapkan sistem penyimpanan FIFO & FEFO
• Meningkatkan frekuensi stock opname
Tahap Distribusi
a. Rata-rata
waktu yang digunakan untuk melayani
resep sampai ke tangan pasien
Rata-rata lama waktu pelayanan resep (menit)
Jenis resep
Tahap I
Tahap II
Tahap III
(08.00-10.00) (10.00-12.00) (12.00-14.00)
Standar
Rata-Rata
IFRS
Non racikan
19,33
21,83
15
18,72
15
Racikan
35,33
41,83
31,33
36,16
30
Rata-rata waktu pelayanan resep tersebut melampaui
standar waktu pelayanan resep yang ditetapkan instalasi
farmasi.
Hal ini terjadi karena terbatasnya jumlah petugas dan tidak
adanya sistem pre-packaging untuk obat-obat racikan rutin
b. Persentase resep yang terlayani
Keterangan
Resep yang terlayani
Resep yang tidak layani
Jumlah total resep
%
93,81
6,19
100,00
Persentase resep yang terlayani adalah sebesar
93,81%  hampir mendekati nilai standar 100%,
menunjukkan ketersediaan obat yang cukup baik.
Hasil ini tidak jauh berbeda dengan yang didapatkan di
RSUD “Saras Husada” Purworejo yaitu resep yang
terlayani sebesar 99,42%, dan yang tidak terlayani
sebesar 0,58%.
Tahap Penggunaan
a. Jumlah item obat per lembar resep
RS
Jumlah rata-rata item obat per lembar
resep
Rawat jalan
Rawat inap
RS Wirosaban
2,7
4,5
RS Sari Husada
Purworejo
2,9
2,9
Standar WHO  1,8 – 2,2
Semakin besar item obat dalam resep semakin
besar kemungkinan terjadi polifarmasi dan
interaksi obat.
b. Persentase resep obat dengan nama generik
RS
% penulisan obat generik
Rawat jalan
Rawat inap
RS Wirosaban
32,52
48,74
RS Sari Husada
Purworejo
27,1
32,3
Standar pemerintah  ≥ 82,00%.
Penyebab rendahnya penulisan obat generik
dimungkinkan karena adanya promosi pabrik obat
dan fungsi PFT untuk mengevaluasi pengunaan
obat generik belum optimal.
c. Persentase peresepan antibiotik
RS
% peresepan antibiotik
Rawat jalan
Rawat inap
RS Wirosaban
34,81
24,82
RS Sari Husada
Purworejo
12,57
24,82
Standar WHO yaitu < 22,17%
Rata-rata peresepan antibiotik di Indonesia
sebesar 43%, yang berarti penggunaan
antibiotik yang berlebihan merupakan salah
satu bentuk ketidakrasionalan dalam
peresepan.
d. Persentase injeksi yang diresepkan
RS
% injeksi yang diresepkan
Rawat jalan
Rawat inap
RS Wirosaban
2,60
68,13
RS Sari Husada
Purworejo
0
47,62
Standar WHO untuk peresepan injeksi rawat
jalan  0%
e. Persentase penulisan resep sesuai dengan
formularium
RS
% penulisan resep sesuai dengan
formularium
Rawat jalan
Rawat inap
RS Wirosaban
75,33
76,82
RS Sari Husada
Purworejo
89,95
87,78
Standar  95%
Menunjukkan bahwa ketaatan prescriber
untuk menulis resep sesuai formularium
masih rendah.
Kesimpulan
1. Pada tahap seleksi belum menunjukkan hasil yang baik pada
indikator kesesuaian obat dengan DOEN dan kesesuaian
obat dengan formularium.
2. Pada tahap perencanaan, belum membuat perencanaan
kebutuhan obat pertahun yang sesuai dengan dana yang
tersedia dan masih banyaknya obat yang kemudian
digunakan/ diadakan diluar dari perencanaan.
3. Pada tahap pengadaan: mayoritas frekuensi pengadaan
obat rendah (87,29%) dan persentase faktur tidak tepat
waktu 81%.
4. Pada tahap penyimpanan belum menunjukkan hasil yang
baik :
Ketidakcocokan obat dengan kartu stok sebesar 6,7%
TOR dalam 1 tahun 7 kali
Persentase obat rusak/kadaluarsa 1,19%
Cont..
5. Pada tahap distribusi :
Rata-rata waktu pelayanan resep non racikan dan racikan
lebih besar dari pada standar.
Persentase resep yang terlayani sebesar 93,81%
6. Pada tahap penggunaan :
Jumlah item obat per lembar resep untuk rawat jalan
adalah 2,7 dan untuk rawat inap adalah 4,5
Persentase penulisan obat generik pasien rawat jalan
32,52% dan rawat inap 48,74%.
Persentase penulisan resep obat antibiotik untuk pasien
rawat jalan 34,81% dan 24,82% untuk pasien rawat inap.
Persentase penulisan resep injeksi pada pasien rawat jalan
adalah 2,6 % dan pasien rawat inap adalah 47,26 %.
Persentase penulisan resep sesuai dengan formularium
untuk pasien rawat jalan 75,33 % dan pasien rawat inap
76,82 %.
Saran
1. Untuk RSUD Wirosaban
Pada tahap seleksi perlu ditingkatkan lagi sosialisasi obatobat yang direkomendasikan dalam DOEN, karena obatobat yang direkomendasikan dalam DOEN telah
mempertimbangkan faktor durg of choice, analisis biayamanfaat dan didukung dengan data ilmiah. Sosialisasi
formularium juga perlu ditingkatkan, bila perlu di buat
dalam bentuk buku saku.
Membuat perencanaan kebutuhan obat selama setahun
dan dilakukan koreksi dengan beberapa cara antara lain : 1.
analisis ABC (aspek ekonomi), 2. analisis VEN (aspek
medis), 3. kombinasi ABC dan VEN, 4. revisi daftar obat.
Menerapkan metode Economic Order Quantity (EOQ)
untuk menentukan pengadaan obat-obat yang masuk
dalam kategori obat kelas A (high value) dan kategori
pemakaian tinggi (high use).
Cont..
 Meningkatkan ketertiban administrasi dengan mendokumentasikan
arsip/ faktur.
 Meningkatkan sosialisasi penulisan resep obat generik karena
pemakaian obat generik akan banyak menolong pasien dari segi
pembiayaan.
 Menyelenggarakan kegiatan seperti pelatihan, monitoring, audit atau
edaran-edaran tertulis mengenai penggunaan obat secara rasional di
rumah sakit. Kegiatan dilaksanakan secara berkesinambungan
dengan umpan balik diharapkan dapat memberikan perbaikan.
 Membuat laporan penggunaan antibiotik dan penggunaan sedian
injeksi.
2.
Untuk peneliti lain
Waktu tunggu merupakan masalah yang sering menimbulkan keluhan
pasien di rumah sakit, tetapi hal ini tidak menjadi masalah di RSUD
Wirosaban, untuk melihat apakah pasien puas terhadap pelayanan
yang diberikan maka disarankan untuk melakukan analisis terhadap
kepuasan pelanggan di Instalasi RSUD Wirosaban.
Terimakasih....
Tanya Jawab
1.
Yohan
7514
pihak2 yg berkewajiban dlm mengumpulkan evaluasi,
Waktu ideal untuk mlakukan evaluasi
2. Puput
frekuensi pengadaan&Tor??
TOR > 12 bagus ato ngga? Solusi??
Digna
Pembuatan obat sendiri. Contoh??
Sistem pngadaan, tender& langsung. Kok masih ada yg tdk bermutu
Dana di RS, antara yg direncanakan dan yg ada, pembayaran kpn??
Penunggakan apkh ada hub dg sistem tsb
Termin 2
4. Widya 7735
indikator yg benar??? Penggunaan injeksi 0% u px rawat jalan, menurut
who 93 seminimal mungkin. ?? How??
di rawat jalan, obat injeksi biasanya mahal, kadang ga dibutuhin px.
Indikator 0%. Peresepan injeksi u rawat jalan harus hati2, diliat indikasi
dr px.
5. Ria
item obat yg direncanakan < kenyataan?? Dalm perencanaan gmn, tdk
dipikirkan resiko2ny???
Obat generik masih rendah, pdhl RSUD, kok ngga bisa lebih banyak
Di RSUD pengelolaannya gmn??
prescriber meresepkan bukan obat generik, pihak IFRS tdk kurang
menginfokan ke dokter ttg peresepan obat generik, obat generik tidak
tersedia, jd pake branded.
Hasil Liat di kesimpulan..
kesimpulan : pengelolaa obat di RSUD blum efektif.
6. %ase peresepan rendah, %ase pelayanan masih tetp tinggi ?
7. Daniar
penunggakan, bayarnya diambil dari 10% laba
revolving fund (salah 1 solusi), untuk byr tunggakan
Apkh cukup cm 10%??
Didasarkan dr pembayaran sbelumnya.
Revolving dr laba IFRS, atopun bs juga PEMDA.
Tambahan P. Satibi
1. Pembuatan obat
 bukan hanya meracik., tp bisa juga dilakukan produksi,
karena produk d pasaran tdk ada.
Harga obat di pasaran lebih mahal
Produk u/ penelitian
 produk di pasaran konsentrasi terlalu tinggi, RS melkukan
pengenceran.
 dibutuhkan dlm jumlah besar, ex: aqua destilata
2. Persentase obat resep, dengan %ase resep terlayani beda,
Keterjaringan px  obat dr poli/bangsal, brp yg masuk IFRS dan
bs terlayani
%ase resep yg terlayani  R/ yg masuk ke IFRS, brp yg terlayani.
?????
3. Perencanaan & pengadaan beda jauh, y??
 dana yg terbatas.
 Ditelusur formularium RS, apkh smua sesuai.
indikator WHO 93 penggunaan obat pd primary health care
(pelayanan dasar), cenderung di puskesmas. Injeksi
seminimal mgkn, cz risiko penggunaan injeksi besar.
4. Evaluasi
Min setahun sekali, kecuali indikator yg spesifik, bs dilakukan
tiap saat
Ex : Kecocokan obat dg kartu stok, stock opname
TOR 8-12 bukan ideal, tp yg bisa diterima.
5. Obat yg tidak bermutu muncul, y???
Obat order  datang diperiksa, sesuai ato tdk
Obat ga mutu seringnya dr pengadaan tender.
Pd pngadaan langsung, bs diminimalkan.
Download