1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan latar belakang yang menggambarkan fenomena yang terjadi dan dijadikan dasar dalam perumusan masalah penelitian. Dari rumusan masalah penelitian kemudian ditetapkan tujuan dan manfaat dilakukannya penelitian ini. 1.1 Latar Belakang Sumber daya manusia memegang peranan penting dalam sebuah organisasi, karena sumber daya manusia adalah penggerak faktor-faktor ekonomi lainnya. Demikian pula dalam instansi pemerintah, perubahan paradigma aparatur pemerintah dari dilayani menjadi melayani tidak serta-merta bisa terwujud tanpa didukung oleh kualitas sumber daya manusia yang memadai. Dalam manajemen Sumber Daya Manusia (SDM), fungsi pengadaan pegawai yang meliputi proses: penarikan, seleksi, penempatan, orientasi, dan induksi yang bertujuan mendapatkan pegawai yang memiliki kompetensi yang sesuai. Menurut Stoner (2006), proses seleksi merupakan awal dari fungsi operasional berikutnya yaitu: pengembangan, kompensasi, integrasi, dan pemeliharaan dengan tujuan memperoleh pegawai yang sesuai dengan kebutuhan atau untuk mendukung the right man on the right place. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025, tahun 2011 telah ditetapkan sebagai tahun pencanangan komitmen dan target bagi seluruh Kementerian dan Lembaga serta Pemerintah Daerah untuk berubah menuju terwujudnya tata kelola pemerintahan 2 yang baik (good governance). Salah satu fokus area perubahan dalam Reformasi Birokrasi yang masih menjadi perhatian sampai dengan gelombang II periode 20102014 adalah terkait SDM Aparatur. Salah satu kondisi yang diinginkan untuk dapat dicapai pada tahun 2014 adalah jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang proporsional dan profesional didukung oleh sistem rekrutmen dan promosi aparatur yang berbasis kompetensi. Secara nasional jumlah SDM Aparatur (selanjutnya disebut PNS) berkisar ± 4.700.000 orang (Widhiyanti, 2014). Dari jumlah tersebut terdapat banyak permasalahan yang melingkupinya terkait: kualitas, kuantitas, distribusi teritorial, pendapatan, tingkat produktivitas, perilaku, dan pelayanan publik. Menurut Thoha (2003), hanya 40% pegawai negeri yang benar-benar bekerja, lainnya hanya sekedar datang ke kantor tanpa melakukan pekerjaan yang berarti. Langkah inisiatif untuk mendapatkan momentum awal dalam penataan PNS pada konteks reformasi birokrasi adalah pengendalian pengadaan PNS sehingga didapatkan kualitas raw material PNS yang unggul dibarengi dengan nilai integritas, netral, kompeten, profesional dan berkinerja tinggi untuk menunjang program reformasi birokrasi. Sesuai amanat undang-undang nomor: 43 tahun 1999 tentang perubahan undang-undang nomor: 8 tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian terakhir diubah dengan undang-undang nomor: 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, diperlukan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang memiliki integritas, profesional, netral dan bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Hal ini dapat diwujudkan dengan meningkatkan kualitas PNS sebagai 3 bagian dari ASN. Satu hal yang terpenting dalam meningkatkan kualitas PNS diawali dengan sistem rekrutmen yang obyektif, transparan dan akuntabel. Titik rawan dalam rekrutmen PNS adalah pada proses seleksi. Proses seleksi yang kurang obyektif, tidak transparan dan tidak mencerminkan akuntabilitas menurunkan kepercayaan publik terhadap mekanisme seleksi PNS. Kesan bahwa proses seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) kental dengan aroma praktik Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN) belum bisa sepenuhnya dapat dihilangkan. Hal ini terlihat dari berbagai kasus penipuan yang diberitakan oleh media massa baik cetak maupun elektronik. Seperti diberitakan dalam okezone.com edisi Kamis 27 Desember 2012, Kepala Badan Kepegawaian Daerah salah satu Kabupaten di Bali ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi rekruitmen CPNS. Dalam tribunbali.com edisi Minggu, 29 Juni 2014 diberitakan tertundanya penetapan Nomor Induk Pegawai (NIP) CPNS Kabupaten Karangsem formasi tahun 2013 lebih dari setahun karena keakuratan nilai hasil tes diragukan. Dugaan praktik KKN dalam proses seleksi yang dilakukan oleh oknum yang kurang bertanggung jawab dimungkinkan karena mekanisme seleksi yang masih terdapat peluang terjadinya manipulasi, misal jarak waktu pengumuman hasil tes dengan waktu pelaksanaan tes. Dampak yang ditimbulkan dari praktik sistem rekrutmen yang tidak sehat tidak hanya dirasakan oleh peserta tes namun berpotensi juga berdampak bagi instansi tempat CPNS bertugas. Bagi peserta tertundanya penetapan NIP ini berdampak pada timbulnya kehilangan potensi penghasilan (gaji) oleh CPNS yang dinyatakan 4 lulus, karena terlanjur mengundurkan diri dari perusahaan tempatnya bekerja. Bagi instansi tempat CPNS bertugas, ketidaksesuaian antara kompetensi calon dengan kualifikasi yang ditetapkan juga bisa berakibat timbulnya biaya diklat yang diperlukan untuk mengurangi senjangan kompetensi tersebut. Disamping itu, tertundanya penetapan NIP tersebut juga berdampak pada efektivitas layanan instansi yang mendapatkan alokasi penempatan CPNS. Setiap pengumuman penerimaan CPNS dibuka, selalu diminati oleh banyak pelamar. Hal ini dapat dimengerti mengingat profesi yang satu ini dinilai memiliki masa depan yang cukup terjamin. Widhiyanti (2014) mengungkapkan bahwa besarnya animo masyarakat untuk melamar pekerjaan ini tidak jarang menimbulkan berbagai masalah, baik sebelum maupun setelah pengumuman hasil tes CPNS. Seperti munculnya dugaan kasus suap-menyuap dalam bentuk uang pelicin untuk lulus seleksi, maraknya praktik percaloan, beredarnya surat sakti, penundaan pelaksanaan ujian seleksi selama beberapa waktu, beredarnya isu terjadinya kebocoran soal tes, adanya kelulusan ganda sampai munculnya masalah terhadap Lembar Jawaban Komputer (LJK) dan skoring. Hal tersebut sebagai manifestasi dari rasa ketidakpuasan terhadap prosedur penerimaan CPNS yang dinilai sarat dengan nuansa praktik KKN, persiapan yang kurang matang serta minimnya koordinasi untuk mengantisipasi berbagai masalah yang diperkirakan timbul selama masa pendaftaran dan setelah pengumuman hasil seleksi penerimaan CPNS. Pelaksanaan tes CPNS dengan metode konvensional yang menggunakan LJK masih kurang efisien. Mulai dari birokrasi pendaftaran yang mensyaratkan kartu pencari kerja, surat keterangan catatan kepolisian, dan administrasi lainnya yang 5 disyaratkan di awal pendaftaran. Pendaftaran peserta tes seleksi CPNS juga dilakukan secara manual di Kantor Badan Kepegawaian Daerah (BKD). Dengan masa pendaftaran yang cukup singkat membuat peserta harus rela mengantri. Pada tahap pelaksanaan tes, peserta harus menyiapkan alat tulis seperti: papan alas tulis, penghapus, dan pensil. Ruangan tempat pelaksanaan tes juga kurang representatif, misalnya dengan menggunakan gedung-gedung sekolah atau gelanggang olahraga yang jauh dari kondisi ideal berpotensi mengganggu konsentrasi peserta dalam mengikuti tes. Bagi instansi penyelenggara pelaksanaan tes dengan menggunakan metode konvesional juga memerlukan biaya yang cukup besar seperti: biaya penggandaan (fotocopy) soal, biaya sewa bangunan, biaya pengawalan soal ujian, honor pengawas, honor pemeriksa atau pengolahan hasil tes, dan lain sebagainya. Menjawab tantangan sekaligus tuntutan masyarakat yang menginginkan rekrutmen CPNS secara efisien, cepat, transparan dan obyektif, Badan Kepegawaian Negara (BKN) sesuai tugasnya dalam manajemen ASN meluncurkan Computer Assisted Test (CAT). CAT adalah metode ujian dengan menggunakan alat bantu komputer. CAT dapat digunakan dalam rekrutmen dan seleksi CPNS atau untuk kepentingan rekrutmen dan seleksi di bidang kepegawaian lainnya. CAT merupakan hasil studi banding (benchmark) dari negara-negara yang telah menggunakan CAT misalnya Civil Service Commission di Philipina. Pada penerapannya di Indonesia, CAT dikembangkan dengan beberapa perubahan yang disesuaikan dengan norma, situasi dan kondisi sistem kepegawaian yang ada. Sistem CAT digunakan untuk seleksi CPNS secara terintegrasi, murni dan transparan sehingga tidak timbul kecurigaan antara CPNS dan panitia pelaksana 6 (http:/cpnsindonesia.com). Penggunaan CAT terkomputerisasi bertujuan untuk menghindari kemungkinan adanya praktik KKN dalam proses rekrutmen CPNS. Dalam aplikasinya, peserta tes dapat langsung mengetahui hasil/nilai sesaat setelah tes berlangsung. Masyarakat dan peserta juga dapat mengetahui perolehan nilai masing-masing peserta saat tes berlangsung melalui layar yang disiapkan di ruang monitoring dan ruang tunggu tes. Kelulusan ditentukan dengan scoring dengan passing grade tertentu. Ditinjau dari segi pelaksanaan, CAT ini akan memudahkan peserta tes dalam mengerjakan soal-soal tes. Peserta tes hanya mengerjakan soalsoal yang ada di komputer dengan menggunakan piranti komputer yang ada tanpa menggunakan alat tulis seperti pada metode LJK. Disamping dapat menyajikan hasil tes yang jauh lebih cepat dan lebih transparan dari metode konvesional, CAT juga dapat digunakan berkali-kali untuk berbagai keperluan tes. Bagi instansi pengguna, penggunaan CAT bisa menghemat berbagai biaya yang ada dalam sistem konvensional seperti: biaya penggandaan soal, biaya pemeriksaan hasil, biaya pengawas ujian, sampai biaya pengawalan untuk pelaksanaan tes. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hardiyanthi (2011) yang meneliti efektivitas penerapan CAT dalam seleksi CPNS berbasis Kompetensi di BKN. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan penerapan CAT dalam seleksi CPNS berbasis kompetensi di BKN efektif. Pelaksanaan tes dan pergerakan nilai bisa dipantau langsung melalui tayangan Closed Circuit Television (CCTV) di ruang monitoring dan ruang tunggu peserta. Hal tersebut merupakan cermin penerapan transparansi dan partisipasi masyarakat untuk turut serta memantau pelaksanaan tes CPNS. Penerapan serangkaian Standart 7 Operasional Procedure (SOP) secara konsisten, database soal yang memadai, pengacakan soal oleh aplikasi, dan hasil tes yang langsung bisa diketahui oleh peserta sesaat setelah tes berlangsung merupakan penerapan prinsip akuntabilitas dalam pelaksanaan tes CPNS. Pada tahun 2013 Kemen PAN-RB mulai mengenalkan CAT sebagai salah satu instrumen seleksi. Saat itu penggunaan sistem CAT masih bersifat opsional karena instansi pemerintah yang melakukan rekrutmen CPNS melalui jalur umum diberikan kebebasan memilih mengunakan pola konvensional dengan menggunakan LJK atau dengan menggunakan sistem CAT. Walaupun masih bersifat opsional namun minat dan kepercayaan instansi untuk menggunakan sistem CAT cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dari data rekapitulasi instansi yang menggunakan sistem CAT untuk seleksi CPNS tahun 2013 yang disajikan dalam Tabel 1.1 berikut. Tabel 1.1 Rekapitulasi Data Instansi Yang Menggunakan CAT Tahun 2013 Instansi Jumlah Instansi Jumlah Peserta Kementrian/Lembaga 50 159.026 Pemerintah Provinsi 8 78.901 Pemerintah Kabupaten/Kota 15 25.361 Jumlah 73 263.288 Sumber: Badan Kepegawaian Negara (2014) Sesuai dengan Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2013 tentang Rencana Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi, target instansi yang menggunakan CAT ditargetkan sebanyak 18 instansi, namun pada tahun 2013 dari data BKN tercatat sebanyak 73 instansi telah menggunakan CAT. Adapun jumlah peserta tes CPNS yang menggunakan CAT pada tahun 2013 sejumlah 263.288 orang. Pemerintah 8 Provinsi/Kabupaten/Kota di wilayah Bali pada tahun 2013 juga memperoleh formasi CPNS yaitu Pemerintah Provinsi Bali, Pemerintah Kabupaten Jembrana, Pemerintah Kabupaten Karangasem dan Kota Denpasar. Pada tahun 2013 hanya Kota Denpasar yang memutuskan menggunakan sistem CAT sementara Pemerintah Provinsi Bali, Pemerintah Kabupaten Jembrana dan Pemerintah Kabupaten Karangasem masih menggunakan metode konvensional dengan LJK. Pada tahun 2014 sejumlah pemerintah daerah di wilayah Provinsi Bali termasuk Pemerintah Kabupaten Jembrana dan Pemerintah Kabupaten Karangasem kembali melakukan seleksi CPNS. Bagi kedua pemerintah daerah tersebut, penggunaan sistem CAT ini merupakan kali pertama digunakan dalam proses seleksi CPNS. Hal ini menjadi langkah strategis dalam upaya mengembalikan kepercayaan publik sekaligus sebagai salah satu upaya menciptakan aparatur yang profesional yang dimulai dari proses rekrutmen. Melalui penelitian ini, peneliti menganalisis kinerja sistem baru (CAT) dalam pelaksanaan tes CPNS di Kabupaten Jembrana dan Karangasem tahun 2014. Kedua kabupaten ini dipilih sebagai objek penelitian karena melaksanakan tes CPNS dua tahun berturut-turut, menggunakan sistem LJK pada tahun 2013 dan sistem CAT pada tahun 2014. Peneliti menganalisis pengaruh penerapan sistem baru, dalam hal ini sistem CAT yang digunakan dalam rekrutmen CPNS pada efisiensi biaya yang dialami dan dirasakan oleh peserta tes. Penelitian ini juga dilakukan untuk menganalisis pengaruh penggunaan sistem CAT pada akuntabilitas publikasian hasil tes yang dirasakan oleh peserta tes penerimaan CPNS di Kabupaten Jembrana dan Karangasem tahun 2014 9 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1) Apakah penggunaan sistem CAT berpengaruh pada efisiensi biaya pelaksanaan tes CPNS di Kabupaten Jembrana dan Karangasem? 2) Apakah penggunaan sistem CAT berpengaruh pada akuntabilitas publikasian hasil tes CPNS di Kabupaten Jembrana dan Karangasem? 1.3 Tujuan Penelitian Secara umum tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti empiris pengaruh penggunaan sistem CAT pada efisiensi biaya dan akuntabilitas publikasian hasil tes seleksi CPNS di Kabupaten Jembrana dan Karangasem. Sesuai khusus penelitian ini bertujuan: 1) Mengetahui pengaruh penggunaan sistem CAT pada efisiensi biaya pelaksanaan tes CPNS di Kabupaten Jembrana dan Karangasem. 2) Mengetahui pengaruh penggunaan sistem CAT pada akuntabilitas publikasian hasil tes CPNS di Kabupaten Jembrana dan Karangasem. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Technology Acceptance Model (TAM) sebagai pengembangan dari Theory of Reasoned Action (TRA) mampu menjelaskan dasar penelusuran pengaruh faktor eksternal terhadap kepercayaan, sikap (personalisasi), dan tujuan pengguna 10 komputer. Teori ini juga dapat menjelaskan dan memprediksi penerimaan pengguna terhadap suatu teknologi. Penelitian ini diharapkan dapat membuktikan implementasi teori TAM yang dapat dijadikan referensi, informasi, dan bukti empiris bagi para akademisi mengenai pengaruh penerapan teknologi baru khususnya sistem CAT terhadap efisiensi dan akuntabilitas publikasian hasil. Hasil penelitian juga dapat dijadikan sebagai salah satu informasi bagi pengembangan penelitian-penelitian berikutnya. 1.4.2 Manfaat Praktis Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu informasi evaluasi pelaksanaan tes seleksi CPNS khususnya di Kabupaten Jembrana dan Karangasem. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan salah satu referensi dalam rangka pengambilan kebijakan oleh para pemangku kepentingan dalam pengembangan serta pemanfaatan sistem CAT di masa mendatang.