ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. O DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN : HIDRONEFROSIS DI RUANG DAHLIA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN CIAMIS TANGGAL 16-18 JUNI TAHUN 2016 KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Pendidikan Program Diploma III Keperawatan Disusun oleh : CUCU NIM : 13DP277012 PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS 2016 ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. O DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN : HIDRONEFROSIS DI RUANG DAHLIA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN CIAMIS TANGGAL 16-18 JUNI TAHUN 20161 Cucu2 H. Dedi Supriadi 3 INTISARI Angka kejadian batu ginjal di Indonesia tahun 2012 berdasarkan data yang dikumpulkan dari rumah sakit di seluruh Indonesia adalah sebesar 37.636 kasus baru, dengan jumlah kunjungan sebesar 58.959 orang. Hidronefrosis merupakan penggembungan ginjal akibat tekanan balik terhadap ginjal karena aliran air kemih tersumbat. Hidronefrosis dapat berdampak pada gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya tekanan di ginjal yang meningkat, gangguan perubahan eliminasi urin berhubungan dengan obstruksi saluran kemih, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat mual, muntah, resiko tinggi infeksi berhubungan dengan menurunnya system pertahanan tubuh. Tujuannya adalah untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman nyata dalam memberikan Asuhan Keperawatan, metode yang digunakan adalah analisa deskriftif melalui proses keperawatan yang meliputi pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Hasil : Selama penulis melakukan Asuhan Keperawatan pada Keluarga Ny. O dari tanggal 15 Juni 2016 sampai dengan tanggal 17 Juni 2016, penulis menemukan diagnosa keperawatan diantaranya : gangguan rasa nyaman dan nyeri berhubungan dengan obstruksi saluran kemih, gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, cemas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit yang di derita klien, gangguan pola istirahat dan tidur berhubungan dengan lingkungan yang kurang nyaman dan pola eliminasi yang terganggu, gangguan aktivitas berhubungan dengan bedrest. Kesimpulan : setelah penulis melakukan asuhan keperawatan selama 3 hari yang dimulai dari tanggal 15-17 Juni 2016 dari semua diagnosa hanya dapat teratasi sebagian. Kata Kunci : Asuhan Keperawatan, Keluarga, Hidronefrosis Kepustakaan : 15 buah, 2006-2013 Keterangan : 1 Judul, 2 Nama mahasiswi, 3 Pembimbing iv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hidronefrosis merupakan dilatasi piala dan perifer ginjal pada satu atau kedua ginjal akibat adanya obstruksi pada aliran normal urin menyebabkan urin mengalir balik sehingga tekanan di ginjal meningkat. Batu Saluran Kemih (BSK) pada ginjal (nefrolithiasis) merupakan faktor pencetus awal terjadinya hidronefrosis. Dimana nefrolithiasis dapat menimbulkan terhadap kandung kemih yang cairan bertekanan dalam obstruksi aliran kemih proksimal dapat mengakibatkan penimbunan pelviks ginjal dan ureter sehingga mengakibatkan absorbsi hebat pada parenkim ginjal (Hall, 2009). Batu saluran kemih adalah terbentuknya batu yang disebabkan oleh pengendapan substansi yang terdapat dalam air kemih yang jumlahnya berlebihan atau karena faktor lain yang mempengaruhi daya larut substansi. Proses pembentukan batu ini disebut urolitiasis, dan dapat terbentuk (ureterolithiasis), vesica pada urinaria ginjal (nefrolithiasis), (vesicolithiasis), dan ureter uretra (urethrolithiasis) (Basuki, 2009). Menurut David Ovedoff (2012) tanda dan gejala hidernefrosis yang dapat dirasakan adalah seperti nyeri dan pembengkakan di daerah pinggang, Kolik menunjukan adanya batu, demam dan 1 2 menggigil bila terjadi infeksi, mungkin terdapat hipertensi, dan beberapa penderita juga tidak menunjukan gejala. Hidronefrosis merupakan penggembungan ginjal akibat tekanan balik terhadap ginjal karena aliran air kemih tersumbat. . Hidronefrosis dapat berdampak pada gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya tekanan di ginjal yang meningkat, gangguan perubahan eliminasi urin berhubungan dengan obstruksi saluran kemih, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat mual, muntah, resiko tinggi infeksi berhubungan dengan menurunnya system pertahanan tubuh. Oleh sebab itu untuk mengatasi dan untuk mencegah komplikasi yang ditimbulkan dari hidronefrosis pelu dilakukan penatalaksanaan yang spesifik, yaitu untuk mengidentifikasi dan memperbaiki penyebab obstruksi, untuk menangani infeksi, dan untuk mempertahankan serta melindungi fungsi renal. Kasus hidronefrosis semakin sering didapati. Di Amerika Serikat, insidensinya mencapai 3,1 %, 2,9 % pada wanita dan 3,3 % pada pria. Penyebabnya dapat bermacam – macam dimana obstruksi merupakan penyebab yang tersering (Rahmani, 2010). Di Indonesia sendiri, angka kejadian batu saluran kemih yang sesungguhnya belum bisa diketahui, tetapi diperkirakan selalu naik setiap tahunnya. Angka kejadian batu ginjal di Indonesia tahun 2012 berdasarkan data yang dikumpulkan dari rumah sakit di seluruh Indonesia adalah sebesar 37.636 kasus baru, dengan jumlah 3 kunjungan sebesar 58.959 orang. Sedangkan jumlah pasien yang dirawat adalah sebesar 19.018 orang, dengan jumlah kematian adalah sebesar 378 orang. Pada penelitian di RS dr. Kariadi ternyata jumlah penderita batu naik dari 32,8% (2011) menjadi 39,1% (2012) di banding seluruh kasus urologi dan 12 sebagian besar batu saluran kemih bagian atas (batu ginjal dan ureter) (Muslim, 2013). Di Jawa Barat menurut Riskesdas tahun 2013, bahwa prevalensi batu ginjal ≥ 15 tahun berdasarkan diagnosis dokter, Jawa Barat berada di urutan ke 5 dari 33 provinsi di Indonesia. Ini menunjukan bahwa kasus batu saluran kemih masih tinggi. Tabel 1.1 Data Penyakit Yang Diderita Dengan Rawat Inap Di Ruang Dahlia Tahun 2015 No Diagnosa Jumlah % 1 BPH 44 17,19 13,67 2 Colik Abdomen 35 3 4 5 6 7 8 9 10 Tumor Jaringan Lunak Ulkus DM APP / Apendik FAM Absces Mandibula Illeus Retensio Urin Tia To Inta Abdomen TOTAL 35 34 28 15 11 11 23 20 256 13,67 13,28 10,94 5,86 4,30 4,30 8,98 7,81 100 Sumber : Rekam Medik tahun 2015 Berdasarkan data yang diperoleh dari Medical Record RSUD Ciamis tahun 2015, jumlah pasien yang dirawat akibat penyakit retensio urin adalah sebanyak 23 orang dengan persentase 8,93 % 4 Tabel 1.2 Data Penyakit Yang Diderita Dengan Rawat Inap Di Ruang Dahlia Tahun 2016 No Diagnosa Jumlah % 1 BPH 6 6,98 35 40,70 2 Colik Abdomen 3 4 5 6 7 8 9 10 Tumor Jaringan Lunak Ulkus DM APP / Apendik FAM Absces Mandibula Illeus Retensio Urin Tia To Inta Abdomen TOTAL 13 7 6 4 2 13 86 15,12 8,14 6,98 4,65 2,33 15,12 100 Sumber : Rekam Medik periode Januari-Mei tahun 2016 Berdasarkan data yang diperoleh dari Medical Record RSUD Ciamis periode Januari-Mei tahun 2016, jumlah pasien yang dirawat akibat penyakit retensio urin adalah sebanyak 13 orang dengan persentase 15,12 %. Diagnosa hidronefrosis termasuk kedalam retensio urni, dimana pada periode januari-mei tahun 2016 penderita penyakit hidronefrosis terdapat 1 penderita. Retensio urine adalah suatu keadaan penumpukan urine di kandung kemih dan tidak mempunyai kemampuan untuk mengosongkannya secara sempurna. retensio urine adalah kesulitan miksi karena kegagalan urine dari fesika urinaria, rentetan kejadian makin ke hulu melibatkan ginjal sehingga terjadi hidronefrosis. Dari segi spiritual faktor yang tidak kalah penting adalah keyakinan terhadap Allah bahwa setiap penyakit pasti ada obatnya, 5 hal ini yang seyogyanya diketahui oleh seorang muslim adalah tidaklah Allah menciptakan suatu penyakit kecuali dia juga menciptakan penawarnya. Sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an dan Hadist. Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Asy-Syu‘ara’ ayat 78-80: Artinya “(Yaitu Tuhan); Yang telah menciptakan aku, maka Dialah yang menunjuki aku. Dan Tuhanku; Yang Dia memberi makan dan minum kepadaku. ‘Dan apabila aku sakit, Dia-lah yang menyembuhkan aku’ (Q.S Assy-Syu’ara : 78-80). Sebagaimana yang telah dijelaskan menurut ayat al-qur’an diatas bahwa manusia diciptakan sempurna. Dari kesempurnaan itu kita harus bisa mensyukuri dan menjaga apa yang telah alloh berikan, sehingga jika kita tidak bisa menjaga kesehatan dengan baik maka akan timbul beberapa penyakit yang diantaranya penyakit hidronefrosis. Dengan melihat keadaan tersebut penulis merasa tertarik untuk melaksanakan asuhan keperawatan secara komprehensif pada klien hidronefrosis dengan menggunakan proses keperawatan dan didokumentasikan dalam bentuk Karya Tulis Ilmiah dengan judul : “Asuhan Keperawatan pada Ny. O Dengan Gangguan Sistem Perkemihan : Hidronefrosis Di Ruang Dahlia Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Ciamis Tanggal 16-18 Juni Tahun 2016”. 6 B. Tujuan Adapun tujuan penulisan pelaksanaan Asuhan Keperawatan sebagai berikut : 1. Tujuan Umum Memperoleh pengalaman secara nyata dalam melaksanakan asuhan keperawatan kepada klien dengan kasus hidronefrosis serta mampu melaksanakan asuhan keperawatan secara komprehensif meliputi aspek bio-psiko-sosio dan spiritual dengan pendekatan proses keperawatan pada klien hidronefrosis. 2. Tujuan Khusus a. Penulis mampu melakukan pengkajian secara komprehensif pada kasus hidronefrosis b. Penulis mampu menegakan diagnosa keperawatan pada klien dengan hidronefrosis). c. Mampu membuat perencanaan sesuai dengan diagnosa keperawatan. d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan sesuai rencana yang telah ditetapkan. e. Mampu mengevaluasi asuhan keperawatan terhadap tindakan asuhan keperawatan pada klien dengan hidronefrosis. f. Mampu mendokumentasikan keperawatan 7 C. Metode Penulisan Dalam menyusun karya tulis ini, penulis menggunakan metode deskriptif yang berbentuk studi kasus dengan pendekatan proses keperawatan meliputi tahapan pengkajian, perencanaan, implementasi dan evaluasi. Sedangkan teknik pengumpulan data melalui pendekatan proses keperawatan yang komprehensif dengan teknik pengumpulan data sebagai berikut : 1. Observasi, yaitu pengumpulan data secara langsung melihat, mengamati dan mencatat masalah yang berhubungan dengan materi pembahasan. 2. Wawancara, yaitu pengumpulan data dengan mengadakan wawancara secara langsung terhadap klien, perawat dan keluarga untuk memperoleh data yang lengkap dari tim kesehatan yang terkait dalam memberikan asuhan keperawatan. 3. Dokumentasi, yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan mempelajari catatan-catatan medik yang ada di rumah sakit. 4. Partisipasi aktif, yaitu kerjasama baik antara penulis, perawat ruangan, klien dan keluarga klien yang sangat menunjang dalam pengumpulan data. 5. Studi kepustakaan yaitu penulis mempelajari buku-buku yang berhubungan dengan kasus hidronefrosis yang diambil baik dari perpustakaan, internet, maupun materi perkuliahan sebagai acuan dan landasan dalam berfikir atau bertindak. 8 D. Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan dalam karya tulis ini terdiri dari empat BAB BAB I yaitu : : Pendahuluan Menjelaskan uraian kasus serta latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan. BAB II : Tinjauan Teoritis Mengemukakan tentang konsep dasar penyakit meliputi pengertian, anatomi fisiologi, etiologi, tanda dan gejala, patofisiologi, manajemen medik umum dan dampak penyakit terhadap kebutuhan dasar manusia, serta tinjauan teoritis tentang asuhan keperawatan meliputi pengkajian, kemungkinan diagnosa keperawatan yang muncul, intervensi dan rasional, implementasi, evaluasi, dan dokumentasi. BAB III : Tinjauan Kasus dan Pembahasan Tinjauan kasus meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, evaluasi dan catatan perkembangan. Dan pembahasan dari seluruh proses keperawatan yang meliputi kesenjangan antara tinjauan teoritis dengan tinjauan kasus. 9 BAB IV : Kesimpulan dan Saran Bab ini berisikan kesimpulan dari pelaksanaan asuhan keperawatan dan saran yang operasional untuk meningkatkan mutu pelayanan pada klien diruangan. BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Konsep Dasar 1. Pengertian Hidronefrosis adalah dilatasi piala dan kaliks ginjal pada salah satu atau kedua ginjal akibat obstruksi. Obstruksi pada aliran normal urin menyebabkan urin mengalir balik, sehingga tekanan diginjal meningkat. Jika obstruksi terjadi di uretra atau kandung kemih, tekanan balik akan mempengaruhi kedua ginjal, tetapi jika obstruksi terjadi disalah satu ureter akibat adanya batu atau kekakuan, maka hanya satu ginjal saja yang rusak (Smeltzer & Bare, 2008) Hidronefrosis adalah obstruksi aliran kemih proksimal terhadap kandung kemih dapat mengakibatkan penimbunan cairan bertekanan dalam pelviks ginjal dan ureter yang dapat mengakibatkan absorbsi hebat pada parenkim ginjal. Hidronefrosis adalah pembengkakan ginjal yang terjadi sebagai akibat akumulasi urin di saluran kemih bagian atas. Hal ini biasanya disebabkan adanya penyumbatan disuatu tempat di sepanjang saluran kemih. 10 11 Hidronefrosis adalah dilatasi pelvis renalis dan calyces, serta atrofi progresif dan pembesaran kistik ginjal, dapat juga disertai pelebaran ureter (hidroureter). Hidronefrosis adalah obstruksi saluran kemih proksimal terhadap kandung kemih yang mengakibatkan penimbunan cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter serta atrofi hebal pada parenkim ginjal (Sylvia, 2006) 2. Anatomi dan Fisiologi Sistem perkemihan merupakan organ vital dalam melakukan ekskresi dan melakukan eliminasi sisa-sisa hasil metabolisme tubuh. Selain mempunyai fungsi eliminasi, sistem perkemihan juga mempunyai fungsi lainnya, yaitu sebagai berikut: a. Meregulasi volume darah dan tekanan darah dengan mengeluarkan sejumlah cairan ke dalam urine dan melepaskan eritropoietin, serta melepaskan renin. b. Meregulasi konsentrasi plasma dari sodium, potasium, klorida, dan mengontrol kuantitas kehilangan ion-ion lainnya ke dalam urine, serta menjaga batas ion kalsium dengan menyintesis kalsitrol. c. Mengonstribusi stabilisasi ph darah dengan mengontrol jumlah keluarnya ion hydrogen dan ion bikarbonat ke dalam urine. 12 d. Menghemat pengeluaran nutrisi dengan memelihara ekskresi pengeluaran nutrisi tersebut pada saat proses eliminasi produk sisa, terutama pada saat pembuangan nitrogen seperti urea dan asam urat. e. Membantu organ hati dalam mendetoksikasi racun selama kelaparan, deaminasi asam amino yang dapat merusak jaringan. Aktivitas sistem perkemihan dilakukan secara hati-hati untuk menjaga komposisi darah dalam batas yang bisa diterima. Setiap adanya gangguan dari fisiologis di atas akan memberikan dampak yang fatal. Sistem perkemihan terdiri dari ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Untuk menjaga fungsi ekskresi, sistem perkemihan memiliki dua ginjal. Organ ini memproduksi urine yang berisikan air, ion-ion, dan senyawa-senyawa solute yang kecil. Urine meninggalkan kedua ginjal dan melewati sepasang ureter menuju dan ditampung sementara pada kandung kemih. Proses ekskresi urine dinamakan miksi, terjadi ketika adanya kontraksi dari otot-otot kandung kemih menekan urine untuk keluar melewati uretra dan keluar dari tubuh. 13 1) Ginjal Secara anatomi, kedua ginjal terletak pada setiap sisi dari kolumna tulang belakang antara T12 dan L3. Ginjal kiri terletak agak lebih superior dibanding ginjal kanan. Permukaan anterior ginjal kiri diselimuti oleh lambung, pancreas, jejunum, dan sisi fleksi kolon kiri. Permukaan superior setiap ginjal terdapat kelenjar adrenal. Posisi dari kedua ginjal di dalam rongga abdomen dipelihara oleh a) dinding peritoneum, b) kontak dengan organ-organ visceral, dan c) dukungan jaringan penghubung. Ukuran setiap ginjal orang dewasa adalah panjang 10 cm; 5,5 cm pada sisi lebar; dan 3 cm pada sisi sempit dengan berat setiap ginjal berkisar 150 gr. Lapisan kapsul ginjal terdiri atas jaringan fibrous bagian dalam dan bagian luar. Bagian dalam memperlihatkan anatomis dari ginjal. Pembuluh-pembuluh darah ginjal dan drainase ureter melewati hilus dan cabang sinus renal. Bagian luar berupa lapisan tipis yang menutup kapsul ginjal dan menstabilisasi struktur ginjal. Korteks ginjal merupakan lapisan bagian dalam sebelah luar yang bersentuhan dengan kapsul ginjal. Medula ginjal terdiri atas 6-18 piramid ginjal. Bagian dasar piramid 14 bersambungan dengan korteks dan di antara pyramid dipisahkan oleh jaringan kortikal yang disebut kolum ginjal. (1) Nefron Ada sekitar 1 juta nefron pada setiap ginjal dimana apabila dirangkai akan mencapai panjang 145 km. Ginjal tidak dapat membentuk nefron baru, oleh karena itu pada keadaan trauma ginjal atau proses penuaan akan terjadi penurunan jumlah nefron secara bertahap dimana jumlah nefron yang berfungsi akan menurun sekitar 10% setiap 10 tahun, jadi pada usia 80 tahun jumlah nefron yang berfungsi 40% lebih sedikit daripada usia 40 tahun. Penurunan fungsi ini tidak mengancam jiwa karena perubahan adaptif sisa nefron dalam mengeluarkan produk sisa yang tepat (Guyton, 1997 dalam buku Arif Muttaqin & Kumala Sari, 2012). Nefron terdiri atas glomerulus yang akan dilalui sejumlah cairan untuk difiltrasi dari darah dan tubulus yang panjang dimana cairan yang difiltrasi diubah menjadi urine dalam perjalanannya menuju pelvis ginjal. Perkembangan segmen-segmen tubulus dari glomerulus ke duktus pengumpul. Setiap tubulus pengumpul menyatu dengan tubulus-tubulus pengumpul lain untuk membentuk duktus yang lebih besar. 15 Glomerulus glomerulus tersusun yang dari suatu bercabang dan jaringan kapiler beranastomosis, mempunyai tekanan hidrostatik tinggi (kira-kira 60 mmHg) bila dibandingkan dengan jaringan kapiler lainnya. Kapiler glomerulus dilapisi oleh sel-sel epitel dan seluruh glomerulus dibungkus dalam kapsula Bowman. Cairan yang difiltrasi dari kapiler gromerulus mengalir ke dalam kapsula Bowman dan kemudian masuk ke tubulus proksimal, yang terletak pada korteks ginjal. Dari tubulus proksimal, cairan mengalir ke ansa Henle yang masuk ke dalam medulla renal. Setiap lengkung terdiri atas cabang desenden dan asenden. Binding/ikatan cabang desenden dan ujung cabang asenden yang paling rendah sangat tipis, oleh karena itu, disebut bagian tipis dari ansa Henle. Ujung cabang asenden tebal merupakan bagian tebal yang pendek, yang sebenarnya merupakan plak pada dindingnya, dan dikenal sebagai macula densa. Setelah macula densa, cairan memasuki tubulus distal, yang terletak pada korteks renal, seperti tubulus proksimal. Tubulus ini kemudian dilanjutkan dengan tubulus rektus dan tubulus koligentes kortikal, yang menuju ke duktus koligentes tunggal besar yang turun ke medulla dan bergabung membentuk duktus yang lebih besar secara 16 progresif yang akhirnya mengalir menuju pelvis renal melalui ujung papilla renal. Meskipun setiap nefron mempunyai semua komponen seperti yang digambarkan di atas, tetapi tetap terdapat perbedaan, bergantung pada berapa dalamnya letak nefron pada massa ginjal. Nefron yang memiliki glomerulus dan terletak di luar korteks disebut nefron kortikal; nefron tersebut mempunyai ansa Henle pendek yang hanya menembus ke dalam medulla dengan jarak dekat. Setiap segmen-segmen distal nefron bertanggung jawab terhadap reabsorpsi seluruh substrat organik yang masuk tubulusreabsorpsi 90% lebih dari air yang difiltrasi, dan sekresi air dan produk sisa ke tubulus yang hilang pada saat proses filtrasi. Kira-kira 20-30% nefron mempunyai gromerulus yang terletak di korteks renal sebelah dalam dekat medulla dan disebut nefron jukstamedular. Nefron ini mempunyai ansa Henle yang panjang dan masuk sangat dalam ke medulla. Pada beberapa tempat semua berjalan menuju ujung papilla renal. Struktur vaskular yang menyuplai nefron jukstamedular juga berbeda dengan yang menyuplai nefron kortikal. Pada nefron kortikal, seluruh sitem tubulus dikelilingi oleh jaringan 17 kapiler peritubular yang luas. Pada nefron jukstamedular, arteriol eferen panjang akan meluas dari gromerulus turun ke bawah menuju medulla bagian luar dan kemudian membagi diri menjadi kapiler-kapiler peritubulus khusus yang disebut vasa rekta, yang meluas ke bawah menuju medulla dan terletak berdampingan dengan ansa Henle. Seperti ansa Henle, vasa rekta kembali menuju korteks dan mengalirkan isinya ke dalam vena kortikal. (2) Aliran Darah Ginjal Ginjal menerima sekitar 1200 ml darah per menit atau 21% dari curah jantung. Aliran darah yang sangat besar ini tidak ditujukan untuk memenuhi kebutuhan energi yang berlebihan, tetapi agar ginjal dapat secara terus menerus menyesuaikan komposisi darah. Dengan menyesuaikan komposisi darah, ginjal mampu mempertahankan volume darah, memastikan keseimbangan natrium, klorida, kalium, kalsium, fosfat, dan ph, serta membuang produk-produk metabolisme sebagai urea. Arteri renalis memasuki ginjal melalui hilum bersama dengan ureter dan vena renalis, kemudian bercabangcabang secara progresif membentuk arteri interlobaris, arteri skuata, asteri interlobularis (juga disebut arteri radialis), dan arteriol aferen, yang menuju ke kapiler glomerulus dalam 18 gromerulus dimana sejumlah besar cairan dan zat terlarut (kecuali protein plasma) difiltrasi untuk memulai pembentukan urine. Ujung distal kapiler dari setiap gromerulus bergabung untuk membentuk arteriol aferen, yang menuju jaringan kapiler kedua, yaitu kapiler peritubular yang mengelilingi tubulus ginjal. Sirkulasi ginjal ini bersifat unik karena memiliki dua bentuk kapiler, peritubulus, yaitu yang kapiler glomerulus diatur dalam dan kapiler suatu rangkaian dan dipisahkan oleh arteriol eferen yang membantu untuk mengatur tekanan hidrostatik dalam kedua perangkat kapiler. Tekanan hidrostatik yang tinggi pada kapiler gromerulus (kira-kira 60 mmHg) menyebabkan filtrasi cairan yang cepat, sedangkan tekanan hidrostatik yang lebih jauh lebih rendah pada kapiler peritubulus (kira-kira 13 mmHg) menyebabkan reabsorpsi cairan yang cepat. Dengan mengatur resistensi arteriol aferen dan eferen, ginjal dapat mengatur tekanan hidrostatik kapiler glomerulus dan kapiler peritubulus, dengan demikian mengubah laju filtrasi glomerulus dan/atau reabsorpsi tubulus sebagai respons terhadap kebutuhan homeostatic tubuh (Guyton, 1997 dalam buku Arif Muttaqin & Kumala Sari, 2012). 19 Kapiler peritubulus mengosongkan isinya ke dalam pembuluh sistem vena, yang berjalan secara parallel dengan pembuluh arteriol dan secara progresif membentuk vena interlobularis, vena arkuata, vena interlobaris, dan vena renalis yang meninggalkan ginjal di samping arteri renalis dan ureter. (3) Pembentukan Urine Kecepatan ekskresi berbagai zat dalam urine menunjukkan jumlah ketiga proses ginjal, yaitu (1) filtrasi gromerulus, (2) reabsorpsi zat dari tubulus renal ke dalam darah, dan (3) sekresi zat dari darah ke tubulus renal. Pembentukan urine dimulai dengan filtrasi sejumlah besar cairan yang bebas protein dari kapiler glomerulus ke kapsula Bowman. Kebanyakan zat dalam plasma, kecuali untuk protein, difiltrasi secara bebas sehingga konsentrasinya pada filtrat glomerulus dalam kapsula Bowman hampir sama dengan dalam plasma. Ketika cairan yang telah difiltrasi ini meninggalkan kapsula Bowman dan mengalir melewati tubulus, cairan diubah oleh reabsorpsi air dan zat terlarut spesifik yang kembali ke dalam darah atau oleh sekresi zat-zat lain dari kapiler peritubulus ked lam tubulus. 20 Produksi urine akan memelihara homeostasis tubuh dengan meregulasi volume dan komposisi dari darah. Proses ini berupa ekskresi dan eliminasi dari berbagai larutan, terutama hasil sisa metabolisme yang meliputi Urea, Kreatinin, Asam Urat. Produk sisa harus diekskresi dalam larutan sehingga proses eliminasi juga akan mengalami kehilangan air. Kedua ginjal mampu memproduksi konsentrasi urine dengan konsentrasi osmotik 1200 sampai 1400 mOsm/L, melebihi empat kali konsentrasi plasma. Apabila kedua ginjal tidak mampu untuk mengonsentrasikan produk filtrasi dan filtrasi gromerulus, kehilangan cairan yang banyak akan berakibat fatal dimana terjadi dehidrasi pada beberapa jam kemudian. Untuk memenuhi hal tersebut, ginjal memerlukan tiga proses berbeda, yaitu sebagai berikut: (a) Filtrasi. Pada saat filtrasi, tekanan darah akan menekan air untuk menembus membrane filtrasi. Pada ginjal, membran filtrasi terdiri atas glomerulus, endothelium, lamina densa, dan celah filtrasi. (b) Reabsorpsi. Reabsorpsi adalah perpindahan air dan larutan dari filtrate, melintasi epitel tubulus dan ke dalam cairan 21 peritubular. Kebanyakan material yang diserap kembali adalah nutrient gizi yang diperlukan tubuh. Dengan kata lain, elektrolit, seperti ion natrium, klorida, dan bikarbonat, direabsorpsi dengan sangat baik sehingga hanya sejumlah kecil saja yang tampak dalam urine. Zat nutrisi tertentu, seperti asam amino dan glukosa, direabsorpsi secara lengkap dari tubulus dan tidak muncul dalam urine meskipun sejumlah besar zat tersebut difiltrasi oleh kapiler glomerulus. (c) Sekresi. Sekresi adalah transportasi larutan dari peritubulus ke epitel tubulus dan menuju cairan tubulus. Sekresi merupakan proses penting mengeluarkan seluruh plasma. Sekresi sebab material menjadi filtrasi yang metode tidak dibuang dari penting untuk membuang beberapa material, seperti berbagai jenis obat yang dikeluarkan ke dalam urine. Pada saat yang sama, kedua ginjal akan memastikan cairan yang hilang tidak berisi substrat organik yang bermanfaat, seperti glukosa, asam amino yang banyak terdapat di dalam plasma darah. Material yang berharga ini harus diserap kembali dan ditahan untuk digunakan oleh jaringan lain. 22 Setiap proses filtrasi gromerulus, reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus diatur menurut kebutuhan tubuh. Sebagai contoh, jika terdapat kelebihan natrium dalam tubuh, laju filtrasi natrium meningkat dan sebagian kecil natrium hasil filtrasi akan direabsorpsi, menghasilkan peningkatan ekskresi dalam urine. Pada banyak zat, laju filtrasi dan reabsorpsi relatif sangat tinggi terhadap laju ekskresi. Oleh karena itu, pengaturan yang lemah terhadap filtrasi atau reabsorpsi dapat menyebabkan perubahan yang relatif besar dalam ekskresi ginjal. Sebagai contoh, kenaikan laju filtrasi gromerulus (GFR) yang hanya 10% (dari 180 menjadi 198 liter/hari) akan menaikan volume urine 13 kali lipat (dari 1,5 menjadi 19,5 liter/hari) jika reabsorpsi tubulus tetap konstan. (4) Filtrasi Gromerulus Filtrasi glomerulus adalah proses dimana sekitar 20% plasma yang masuk ke kapiler glomerulus menembus kapiler untuk masuk ke ruang intertisium, kemudian ke dalam kapsula Bowman. Pada ginjal yang sehat, sel darah merah atau protein plasma hampir tidak ada yang mengalami filtrasi. 23 Proses filtrasi menembus glomerulus serupa dengan yang terjadi pada proses filtrasi di seluruh kapiler lain. Hal yang berbeda pada ginjal adalah bahwa kapiler glomerulus sangat permeable terhadap air dan zat-zat terlarut yang berukuran kecil. Tidak seperti kapiler lain, gaya yang mendorong filtrasi plasma menembus kapiler glomerulus ke dalam kapsula Bowman lebih besar dari pada gaya yang mendorong reabsorpsi cairan kembali ke kapiler. Dengan demikian, terjadi filtrasi bersih cairan ke dalam ruang Bowman. Cairan ini kemudian masuk dan berdifusi ke dalam kapsula Bowman dan memulai perjalanannya ke seluruh nefron. Pada glomerulus, adanya perbedaan tekanan hidrostatik dan osmotatik koloid pada kedua sisi kapiler menyebabkan terjadinya perpindahan cairan. 2) Ureter Ureter adalah organ yang berbentuk tabung kecil yang berfungsi mengalirkan urine dari pielum ginjal ke dalam kandung kemih. Pada orang dewasa, panjangnya kurang lebih 20 cm. Dindingnya terdiri atas mukosa yang dilapisi oleh sel-sel transisional, otot-otot polos sirkuler dan longitudinal yang dapat melakukan gerakan peristaltik mengeluarkan urine ke kandung kemih. (berkontraksi) guna 24 Jika karena sesuatu sebab terjadi sumbatan pada aliran urine, terjadi kontraksi otot polos yang berlebihan yang bertujuan untuk mendorong / mengeluarkan sumbatan tersebut dari saluran kemih. Kontraksi itu dirasakan sebagai nyeri kolik yang datang secara berkala, sesuai dengan irama peristaltik ureter. Ureter memasuki kandung kemih menembus otot detrusor di daerah trigonum kandung kemih. Normalnya ureter berjalan secara oblique sepanjang beberapa sentimenter menembus kandung kemih yang disebut dengan ureter intramural kemudian berlanjut pada ureter submukosa. Tonus normal dari otot detrusor pada dinding kandung kemih cenderung menekan ureter, dengan demikian mencegah aliran balik urine dari kandung kemih saat terjadi tekanan di kandung kemih. Setiap gelombang peristaltik yang terjadi sepanjang ureter akan meningkatkan tekanan dalam ureter sehingga bagian yang menembus kandung kemih membuka dan memberi kesempatan kandung urine mengalir ke dalam kandung kemih. 3) Kandung Kemih Kandung kemih berfungsi menampung urine dari ureter dan kemudian mengeluarkannya melalui uretra dalam mekanisme miksi (berkemih). Dalam menampung urine, kandung kemih mempunyai kapasitas maksimal, dimana pada orang dewasa 25 besarnya adalah ±300-450 ml. Pada saat kosong, kandung kemih terletak di belakang simfisis pubis dan pada saat penuh berada di atas simfisis sehingga dapat dipalpasi dan diperkusi. Kandung kemih adalah organ berongga yang terdiri atas 3 lapis otot detrusor yang saling beranyaman. Pada dinding kandung kemih terdapat 2 bagian yang besar. Ruangan yang berdinding otot polos adalah sebagai berikut: (a) Badan (korpus) merupakan bagian utama kandung kemih dimana urine berkumpul. (b) Leher (kolum), merupakan lanjutan dari badan yang berbentuk corong, berjalan secara inferior dan anterior ke dalam daerah segitiga urogenital dan berhubungan dengan uretra. Bagian yang lebih rendah dari leher kandung kemih disebut uretra posterior karena hubungannya dengan uretra. Serat-seratnya meluas ke segala arah dan bila berkontraksi dapat meningkatkan tekanan dalam kandung kemih menjadi 40 sampai 60 mmHg, dengan demikian, kontraksi otot detrusor adalah langkah terpenting untuk mengosongkan kandung kemih. Sel-sel otot polos dari otot detrusor terangkai satu sama lain sehingga timbul aliran listrik berhambatan rendah dari satu sel otot ke sel yang lain. Oleh karena itu, potensial aksi dapat menyebar ke seluruh otot detrusor, dari satu sel otot ke sel otot 26 yang berikutnya sehingga terjadi kontraksi seluruh kandung kemih. Pada dinding posterior kandung kemih, tepat di atas bagian leher dari kandung kemih, terdapat daerah segitiga kecil yang disebut trigonum. Bagian terendah dari apeks trigonum adalah bagian kandung kemih yang membuka menuju leher masuk ke dalam uretra posterior dan kedua ureter memasuki kandung kemih pada sudut tertinggi di trigonum. Trigonum sangat dikenal dengan mukosanya, yaitu lapisan paling dalam kandung kemih yang memiliki testur paling lembut dibandingkan dengan lapisan-lapisan lainnya yang berlipat-lipat berbentuk rugae. Masing-masing ureter pada saat memasuki kandung kemih, berjalan secara oblique melalui otot detrusor dan kemudian melewati 1 sampai 2 sentimeter lagi di bawah mukosa kandung kemih sebelum mengosongkan diri ke dalam kandung kemih. Leher kandung kemih (uretra posterior) panjangnya 2 sampai tiga sentimeter, dan dindingnya terdiri atas otot detrusor yang bersilangan dengan sejumlah besar jaringan elastis. Otot pada daerah ini disebut sfingter internal. Sifat tonusnya secara normal mempertahankan leher kandung kemih dan uretra posterior agar kosong dari urine, dan oleh karena itu mencegah pengosongan kandung kemih sampai pada saat tekanan 27 puncak yang dilakukan oleh otot-otot kandung kemih dalam mendorong urine keluar melalui uretra. Setelah uretra posterior, uretra berjalan melewati diafragma urogenital, yang mengandung lapisan otot yang disebut sfingter eksterna kandung kemih. Otot ini merupakan otot lurik yang berbeda dengan otot pada badan dan leher kandung kemih, yang hanya terdiri atas otot polos. Otot sfingter eksterna bekerja di bawah kendali sistem saraf volunter dan dapat digunakan secara sadar untuk menahan miksi (berkemih) bahkan bila kendali involunter berusaha untuk mengosongkan kandung kemih. Persarafan utama kandung kemih ialah nervus pelvikus, yang berhubungan dengan medulla spinalis melalui pleksus sakralis, terutama berhubungan dengan medulla spinalis segmen S2 dan S3. Berjalan melalui nervus pelvikus ini adalah serat saraf motorik. Serta sensorik mendeteksi derajat regangan pada dinding kandung kemih. Tanda-tanda regangan dari uretra posterior bersifat sangat kuat dan terutama bertanggung jawab untuk mencetuskan reflex yang menyebabkan kandung kemih melakukan kontraksi pada proses miksi. Saraf motorik yang menjalar dalam nervus pelvikus adalah serat parasimpatis. Serat ini berakhir pada sel ganglion yang 28 terletak dalam dinding kandung kemih, saraf postganglion pendek, kemudian mempersarafi otot detrusor. Selain nervus pelvikus, terdapat dua tipe persarafan lain yang penting untuk fungsi kandung kemih. Hal yang terpenting adalah serat otot lurik yang berjalan melalui nervus pudendal menuju sfingter eksternus kandung kemih, yang mempersarafi dan mengontrol sfingter otot lurik pada sfingter. Selain itu, kandung kemih juga menerima saraf simpatis dari rangkaian simpatis melalui nervus hipogastrikus, terutama hubungan dengan segmen L2 medula spinalis. Serat simpatis ini mungkin terutama merangsang pembuluh darah dan sedikit memengaruhi kontraksi kandung kemih. Beberapa serat saraf sensorik juga berjalan melalui saraf simpatis dan mungkin penting dalam menimbulkan sensasi rasa penuh dan pada beberapa keadaan terasa nyeri. 4) Uretra Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urine keluar dari kandung kemih melalui proses miksi. Secara anatomis uretra dibagi menjadi dua bagian yaitu uretra posterior dan uretra anterior. Pada pria, organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan cairan mani. Uretra diperlengkapi dengan sfingter uretra interna yang terletak pada perbatasan kandung kemih dan uretra, serta 29 sfingter uretra eksterna yang terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior. Sfingter uretra interna terdiri atas otot polos yang dipersarafi oleh system simpatik sehingga pada saat kandung kemih penuh, sfingter ini terbuka. Sfingter uretra eksterna terdiri atas otot bergaris dipersarafi oleh sistem somatik yang dapat diperintah sesuai dengan keinginan seseorang. Pada saat BAK, sfingter ini terbuka dan tetap tertutup pada saat menahan urine. Panjang uretra wanita kurang lebih 3-5 cm, sedangkan uretra pria dewasa kurang lebih 23-25 cm. Perbedaan panjang inilah yang menyebabkan keluhan hambatan pengeluaran urine lebih sering terjadi pada pria. Uretra posterior pada pria terdiri atas uretra pars prostatika yaitu bagian uretra yang dilingkupi oleh kelenjar prostat dan uretra pars membranasea. Pada bagian posterior lumen uretra prostatika, terdapat suatu tonjolan veromontanum, dan di sebelah proksimal dan distal dari verumontanum ini terdapat Krista uretralis. Bagian akhir dari vas deferens yaitu kedua duktus ejakulatorius terdapat di pinggir kiri dan kanan verumontanum, sedangkan sekresi kelenjar prostat bermuara di dalam duktus prostatikus yang terbesar di uretra prostatika. 30 3. Etiologi Menurut Kimberly (2011) penyebab dari hidronefrosis adalah sebagai berikut: a. Hiperplasia Prostat Benigna (BPH). b. Struktur uretra. c. Batu ginjal. d. Struktur atau stenosis ureter atau saluran keluar kandung kemih. e. Abnormalitas kongenital. f. Tumor kandung kemih, ureter, atau pelvis. g. Bekuan darah. h. Kandung kemih neurogenic. i. Ureterokel. j. Tuberkulosis. k. Infeksi gram negatif. Sedangkan menurut David Ovedoff (2012) penyebab dari hidronefrosis adalah sebagai berikut: a. Tekanan membalik akibat obstruksi congenital. b. Obstruksi pada perbatasan ureteropelvis (uretropelvic junction), penyempitan ureter atau kompresi ekstrinsik didapat. c. Batu atau neoflasma dalam ureter pada perbatasan ureteropelvis dalam vesika, pada leher kandung kemih, atau prostat. 31 d. Berkaitan dengan terapi radiasi atau fibrosis retroperitoneal e. Menyebabkan atoni, fibrosis, dan hilangnya daya peristaltik. f. Atrofi parenkim ginjal, terutama tubulus kemudian tekanan kembali ke tubulus proksimal dan glomerolus. 4. Tanda dan Gejala Menurut David Ovedoff (2012) tanda dan gejala hidernefrosis adalah: a. Nyeri dan pembengkakan di daerah pinggang. b. Kolik menunjukan adanya batu. c. Demam dan menggigil bila terjadi infeksi. d. Mungkin terdapat hipertensi. e. Beberapa penderita tidak menunjukan gejala. Menurut smeltzer & Brenda, 2001 Pasien mungkin asimtomatik jika awitan terjadi secara bertahap. Obstruksi akut dapat menimbulkan rasa sakit dipanggul dan pinggang. Jika terjadi infeksi maja disuria, menggigil, demam dan nyeri tekan serta piuria akan terjadi. Hematuri dan piuria mungkin juga ada. Jika kedua ginjal kena maka tanda dan gejala gagal ginjal kronik akan muncul, seperti: a. Hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium). b. Gagal jantung kongestif. c. Perikarditis (akibat iritasi oleh toksik uremi). d. Pruritis (gatal kulit). e. Butiran uremik (kristal urea pada kulit). 32 f. Anoreksia, mual, muntah, cegukan. g. Penurunan konsentrasi, kedutan otot dan kejang. h. Amenore, atrofi testikuler. 5. Patofisiologi Obstruksi total akut ureter pada binatang percobaan menyebabkan pelebaran mendadak dan peningkatan tekanan lumen bagian proksimal tempat obstruksi. Filtrasi glomerulus tetap berlangsung dengan peningkatan filtrasi pada tubulus dan penumpukan cairan di ruang interstisium. Peningkatan tekanan interstisium menyebabkan disfungsi tubulus. Kerusakan nefron ireversibel terjadi dalam waktu kira-kira 3 minggu. Pada obstruksi parsial, kerusakan ireversibel terjadi dalam waktu yang lebih lama dan bergantung pada derajat obstruksi. Sebagian besar penyebab obstruksi saluran kemih yang diuraikan diatas menyebabkan obstruksi parsial lambat terhadap aliran urine. Keadaan ini menyebabkan hidronefrosis dan atrofi korteks ginjal progresif akibat kerusakan nefron yang berlangsung selama berbulan-bulan atau bahkan tahunan. Hanya hidronefrosis bilateral yang dapat menyebabkan gagal ginjal. Statis urine akibat obstruksi meningkatakan pembentukan batu insidensi saluran memperberat obstruksi. kemih pielonefritis yang akut keduanya dan dapat 33 Obstruksi ureter akut oleh batu, bekuan darah, atau kerak papila renalis akan menyebabkan kolik ureter akibat peningkatan peristalsis ureter. Kolik ureter merupakan nyeri intermitten yang sering kali sangat berat pada sudut ginjal posterior dan menjalar disekitar pinggang (flank) menuju daerah pubis. obstruksi unilateral kronis biasanya asimtomatik bahkan pada obstruksi total dan umumnya berlanjut dengan kerusakan ginjal permanen sebelum terdeteksi. Obstruksi parsial bilateral kronis memberikan gambaran gagal ginjal kronis progresif, meliputi hipertensi, kegagalan fungsi tubulus (poliuria, asidosis tubulus renalis, dan hiponatremia), dan timbulnya batu saluran kemih atau pielonefritis akut. Penanganan pasien tersebut dapat mengembalikan fungsi tubulus menjadi normal bila dilakukan secara dini. Obstruksi bilateral total meneyebabkan gagal ginjal akut tipe pascaginjal dan selanjutnya dengan cepat menuju ekmatian bila tidak segera dikoreksi. Oleh karena itu, keadaan ini termasuk kegawatdaruratan medis (Kimberly, 2011). Sedangkan menurut Vinay Kumar, dkk (2007) Obstruksi bilateral total menyebabkan anoria, yang menyebabkan pasien segera berobat. Apabila obstruksi terletak dibawah kandung kemih, gejala dominant adalah keluhan peregangan kandung kemih. Secara paradoks, obstruksi bilateral inkomplit menyebabkan 34 poliuria bukan oliguria, akibat terganggunya kemampuan tubulus memekatkan urin dan hal ini dapat menyamarkan sifat asli kelainan ginjal. Sayangnya, hidronefrosis unilateral dapat tetap asintomatik dalam jangka lama, kecuali apabila ginjal yang lain tidak berfungsi karena suatu sebab. Ginjal yang membesar sering ditemukan secara tidak sengaja pada pemerksaan fisik rutin. Kadang-kadang penyebab dasar hidronefrosis, seperti kalkulus ginjal atau tumor obstruktif, menimbulkan gejala yang secara tidak langsung menimbulkan perhatian ke hifronefrosis. Dihilangkanya obstruksi dalam beberapa minggu biasanya memungkinkan pemulihan total fungsi, namun seiring dengan waktu perubahan menjadi ireversibel. 35 Jaringan parut ginjal ureter, batu, tumor, hipertrofi prosial, kelainan kongenital, penyempitan uretra, pembesaran uterus pada ibu hamil Obstruksi total sebagian total aliran urin Obsruksi akut akumulasi urin di piala ginjal Kolik renalis/ nyeri pinggang Urin mengalir balik ke ginjal Nyeri akut Hidroureter Penyempitan ureter/uretra Urin yang keluar sedikit Gangguan pola eliminasi urin Urin masuk ke pelvis ginjal Penekanan pada medulla sel-sel ginjal Gangguan fungsi ginjal Kerusakan sel-sel ginjal Kegagalan ginjal untuk membuang limbah metabolik Peningkatan ureum pada darah Bersifat toksik/racun dalam tubuh Sistem pencernaan Mulut Ureum bertemu dengan enzim petialin Lambung Bau amonia Ureum bertemu dengan asam lambung Anoreksia Mual, muntah Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Gambar 2.1 Pathway Hidronefrosis Tindakan Hemodialisa Resiko Infeksi 36 B. Tinjauan Teoritis Tentang Asuhan Keperawatan Proses keperawatan merupakan rangkaian tindakan asuhan keperawatan yang harus di lakukan perawat secara sistematis, sinambung dan professional, mulai dari mengidentifikasi masalah kesehatan klien, merencanakan tindakan, melaksanakan tindakan keperawatan, hingga mengevaluasi hasil dari tindakan (Rohmah, 2009). 1. Pengkajian Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem perkemihan hidronefrosis dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi: biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari. Hal yang perlu dikaji pada klien dengan hidronefrosis adalah: a. Aktivitas dan istirahat : Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma b. Sirkulasi Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan pada ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung. c. Eliminasi Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat. 37 d. Nutrisi Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah. e. Neurosensori Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung. f. Nyeri Pembengkakan perut, meringis. g. Respirasi Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas. h. Keamanan Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum. i. Seksualitas Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria. 2. Analisa Data Analisa data adalah suatu metoda untuk mengetahui sebab mungkin masalah yang terjadi akibat masalah yang ditimbulkannya (Nursalam, 2009). Analisis data berguna untuk menegakkan masalah atau kebutuhan klien sehingga tahap ini sering pula disebut tahap diagnosis (Robert Priharjo, 2007). 38 3. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menggambarkan respons manusia (keadaan sehat atau perubahan pola interaksi aktual atau potensial) dari individu/kelompok ketika perawat secara legal mengidentifikasi dan dapat memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan atau untuk mengurangi, menyingkirkan atau mencegah perubahan (Rohmah, 2009). Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien Hidroneferosis (Wartonah Tarwoto, 2006). a. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya tekanan di ginjal yang meningkat. b. Gangguan perubahan eliminasi urin berhubungan dengan obstruksi saluran kemih. c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat mual, muntah d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan menurunnya system pertahanan tubuh. 39 4. Rencana Keperawatan Secara tradisional, rencana keperawatan diartikan sebagai suatu dokumen tulisan tangan dalam menyelesaikan masalah, tujuan dan intervensi. Rencana keperawatan pada klien Hidronefrosis sebagai berikut : a. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya tekanan ginjal yang meningkat - Tujuan : nyeri terkontrol / berkurang - Kriteria hasil : pasien mengatakan nyeri berkurang dengan spasme terkontrol, tampak rileks, mampu istirahat dengan tepat Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan dan Rasional - - - - - Intervensi Catat lokasi, lamanya, intensitas dan penyebaran Bantu dan dorong penggunaan nafas, berfokus bimbingan imajinasi dan aktifitas teraupetik Dorong dan ambulasi sesuai indikasi dan tingkatkan pemasukan cairan sedikitnya 3-4 L/ hari Perhatikan keluhan penambahan/ menetapnya nyeri abdomen Berikan obat sesuai indikasi - - - - - Rasional Bantu mengevaluasi tempat obstruksi dan kemajuan gerakan kalkulus Memberikan kesempatan untuk pemberi perhatian dan membantu relaksasi otot Hidrasi kuat meningkatkan lewatnya batu, mencegah statis urin dan mencegah pembentukan batu Dapat menyebabkan perforasi dan ekstravasasi urin ke dalam arca prianal Biasanya diberikan sebelum episode akut untuk meningkatkan relaksasi otot / mental 40 b. Gangguan perubahan eliminasi urin berhubungan dengan obstruksi saluran kemih. Tujuan : dapat berkemih dengan jumlah normal dewasa ½ - - 1 ml/kgbb/jam Kriteria hasil : tidak mengalami tanda obstruksi - - - - - - Tabel 2.2 Intervensi Keperawatan dan Rasional Intervensi Rasional Dorong meningkatkan - Peningkatan hidrasi pemasukan cairan membilas bakteri darah dan membantu lewatnya batu Tentukan pola - Biasanya frekuensi berkemih normal dan meningkat bila kalkulus perhatikan variasi mendekati pertemuan uretrovesikal Observasi perubahan - Akumulasi sisa berkemih status mental, perilaku dan ketidakseimbangan atau tingkat kesadaran elektrolit dapat menjadi toksik di ssp Catatat px - Peningkatan ureum, laboratorium, ureum, creatinin mengindikasikan creatinin disfungsi ginjal Amati keluhan Vu - Retensi urin dapat terjadi, penuh, palpasi untuk menyebabkan distensi distensi suprapubis, jaringan dan resiko infeksi, pertahankan gagal ginjal penurunan keluaran urin 41 c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, mual, muntah - Tujuan : kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi - Kriteria hasil : nafsu makan meningkat, tidak mengalami tanda malnutrisi lebih lanjut Tabel 2.3 Intervensi Keperawatan dan Rasional - Intervensi Kaji dan catat pemasukan diet Bari makanan sedikit tapi sering - - Timbang BB setiap hari - - Awasi px lab, contoh BUN, albumin serum, natrium, kalium Berikan / kolaborasi obat antidiuretik - - - Rasional Membantu mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik Perubahan kelebihan 0,5 kg dapat menunjukan perpindahan keseimbangan cairan Indicator kebutuhan nutrisi, pembatasan aktivitas terapi Menghilangkan mual, muntah, meningkatkan pemasukan oral 42 d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan menurunnya system pertahanan tubuh - Tujuan : tidak terjadi infeksi - Kriteria hasil : tidaki menunjukan tanda dan gejala infeksi Tabel 2.4 Intervensi Keperawatan dan Rasional Intervensi Tingkatkan cuci tangan yang baik pada pasien dan perawat Bantu nafas dalam, batuk dan pengubahan posisi Kaji intergritas kulit Awasi tanda vital Rasional Menurunkan resiko kontaminasi silang Mencegah atelektasis dan kemobilisasi secret untuk menurunkan resiko infeksi Ekskorisasi akibat gesekan dapat menjadi infeksi sekunder Demam dengan peningkatan nadi dan pernafasan adalah tanda peningkatan laju metabolic dan proses inflamasi 5. Implementasi Implementasi adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan spesifik yang dapat membantu klien dalam mencapai peningkatan tujuan yang kesehatan, telah ditetapkan pencegahan yang mencakup penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping (Rohmah, 2009). 6. Evaluasi Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil yang di amati) dengan tujuan dan 43 kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Rohmah, 2009). Ada dua jenis untuk mengevaluasi kualifikasi tindakan keperawatan yaitu : 1) Evaluasi proses (formatif) Yaitu evaluasi yang dilakukan setiap selesai tindakan, berorientasi pada etiologi dan dilakukan secara terus menerus sampai tujuan yang telah ditentukan tercapai. 2) Evaluasi hasil (sumatif) Yaitu evaluasi yang dilakukan setelah akhir tindakan keperawatan secara paripurna, berorientasi pada masalah keperawatan, menjelaskan keberhasilan/ketidakberhasilan, rekapitulasi dan kesimpulan status kesehatan klien sesuai dengan kerangka waktu yang ditetapkan (Rohmah, 2009). Untuk memudahkan perawat mengevaluasi atau memantau perekembangan klien, digunakan komponen SOAP/ SOAPIE/ SOAPIER. Penggunaan tergantung dari kebijakan setempat yang dimaksud SOAPIER adalah : S : Data Subjektif Perawat menuliskan keluhan pasien yang masih dirasakan setelah dilakukan tindakan keperawatan. 44 O : Data Objektif Yaitu data berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat secara langsung kepada klien, dan yang dirasakan klien setelah dilakukan tindakan keperawatan. A : Analisis Interpretasi dari data subjektif dan data objektif. P : Planning Perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan, dimodifikasi, atau ditambahkan dari rencana tindakan keperawatan yang telah di tentukan sebelumnya. I : Implementasi Adanya tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan instruksi yang telah teridentifikasi dalam komponen P (Perencanaan). E : Evaluasi Adalah respons klien setelah dilakukan tindakan keperawatan. R : Reassesment Adalah pengkajian perencanaan rencana ulang yang dilakukan terhadap setelah diketahui hasil evaluasi, apakah ada tindakan perlu dihentikan (Rohmah, 2009). dilanjutkan, dimodifikasi, atau 45 7. Dokumentasi Keperawatan Dokumentasi secara umum merupakan suatu catatan otentik atau semua warkat asli yang dapat dibuktikan atau dijadikan bukti dalam persoalan hukum. Sedangkan dokumentasi keperawatan merupakan bukti pencatatan dan pelaporan yang dimiliki perawat dalam melakukan catatan perawatan yang berguna untuk kepentingan klien, perawat, dan tim kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan dengan dasar komunikasi yang akurat dan lengkap secara tertulis dengan tanggung jawab perawat (Rohmah, 2009). DAFTAR PUSTAKA Al-Qur’an surat Asy-Syu‘ara’ ayat (78-80) Guyton, Arif Muttaqin & Kumala Sari, (2012). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika Hall, (2009). Kidney stones: formation, treatment, and prevention. Journal Cleveland Clinic. Kimberly (2011). Kapita selekta penyakit : dengan implikasi keperawatan. Jakarta : EGC. Kumar, Vinay, Cotran, et al. (2007). Buku Ajar Patologi Anatomi Edisi 7 Vol. 2. Jakarta : EGC. Muslim. (2013). Batu Saluran Kemih : Suatu Problem Gaya Hidup dan Pola Makan Serta Analisis Ekonomi pada Pengobatannya. Tersedia dalam http://eprints.undip.ac.id/340/. [Diakses 10 Juni 2016]. Nursalam. (2009). Konsep dan Penerapan Metodologi Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Penelitian Ilmu Ovedoff David. (2012). Kapita Selekta Kedokteran edisi refisi jakarta; binerupa aksara Purnomo, Basuki.(2009). Dasar-dasar Urologi. Edisi 2. Jakarta: CV. Sagung Seto. Rahmani. (2010). Gambaran Hidronefrosis Hidroureter pada USG. Tersedia dalam www.fkumyecase.net.com [Diakses 10 Juni 2016]. Robert Priharjo, (2007). Pengkajian Fisik Keperawatan. Buku kedokteran Jakarta : EGC Rohmah, Nikmatur. (2009). Proses Keperawatan. Jakarta : Arruz Media. Smeltzer & Bare, (2008). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 Vol.1. Jakarta. EGC. Smeltzer & Brenda, (2001). Keperawatan Medikal Bedah 2, Edisi 8. Jakarta : EGC Sylvia, (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Jilid 2, Jakarta : EGC. Wartonah, Tarwoto, (2006). Kebutuhan Dasar Manusia Keperawatan, Edisi 3, Jakarta : Salemba Medika. Dan Proses