BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Manajemen Pemasaran Pemasaran merupakan suatu keharusan yang perlu dilalukan oleh perusahaan baik itu perusahaan barang atau penyedia jasa dalam upaya memperkenalkan, mempertahankan maupun meningkatkan kelangsungan hidup perusahaan demi mencapi tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Kotler dalam Jain (2010:7) mengemukakan bahwa “marketing is a social and managerial process by which individuals anda groups obtain what they need and want through creating, offering and exchanging products of values with others”. Armstrong dkk. (2015:30) mendefinisikan “marketing is the process by which companies create value for customers and build strong customer relationships in order to capture value from customer in return”. Secara garis besar, kedua pendapat ahli diatas menggambarkan bahwa pemasaran adalah suatu proses yang diperlukan perusahaan untuk menawarkan apa yang perusahaan miliki guna menciptakan kesan produk yang baik bagi pelanggan dan membangun hubungan baik terhadap mereka. Lebih lanjut lagi, Suhud (2009:125) mendefinisikan bahwa “marketing adalah segala upaya yang harus anda (perusahaan) lakukan untuk membuat bisnis selalu terlihat lebih baik di mata pasar dibandingkan bisnis para pesaing anda”. 8 9 Hansen dalam Jain (2014:3) menjelaskan bahwa “marketing is the process of discovering and translating consumer needs and wants into product and service specifications, creating demand dor these products and services and then in turn expanding this demands”. Definisi lain dijelaskan The American Assiciation dalam Loudon, Stevens dan Wrenn (2010:1) yaitu “marketing as follows: the process of planning and executing the conception, pricing, promotion and distribution of ideas, goods and services to create exchange that satisfy individual and organizational goals”. Dari berbagai pendapat ahli diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pemasaran adalah memberikan kepuasan terhadap keinginan dan kebutuhan konsumen. Hal tersebut dapat dicapai perusahaan dengan mengenal dan merumuskan keinginan dan kebutuhan konsumen. Dalam memeuhi keinginan dan kebuthan konsumen, perusahaan harus menyusun kebijaksanaan produk, harga, promosi dan distribusi yang tepat sesuai sasaran. Pemasaran adalah salah satu elemen bagi perusahaan yang bergerak di bidang penyediaan barang dan jasa dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan perusahaan. 2.1.2 Pengertian Promosi Menurut Kotler (2006) promosi adalah berbagai kegiatan yang dilakukan antar perusahaan untuk mengkomunikasikan manfaat dari produknya dan untuk meyakinkan konsumen sasaran agar membelinya. Definisi lain diberikan oleh Burrow & Fowler (2015:448) Promotional mix is the combination of advertising, public relations, personal selling and sales promotion that marketers use to reach a target market. 10 Preda (2013:39) dalam jurnal The Romanian’s banking System Need to Focus on Marketing bahwa “Customer problems tend to become the basis for developing new products, creating in addition other needs, because as long as it is asked to solve these problems, it can not give new ideas. Bank needs to match customer requirements. Potential objectives of promoting the banking and financial services (Lovelock, 2001: 295) Creating memorable pictures of the bank and its services; Informing and raising awareness of unfamiliar public service; Creating service preferences communication about its strengths; Encouraging test by offering promotional insentives; Familiarity with a customer in the use of a service to obtain maximum benefit; Informing customers about delivery times best to avoid congestion; Resolve all customer complaints; Reducing uncertainty and risk perceived by customers by providing information and advice at any time; Recognize and reward your best customers and employees; Reposition permanently based services field; Provide guarantees. Menurut Belch and Belch (2009) promosi sebagai pengkoordinasian dari semua usaha yang berasal dari penjual untuk membuka jalur informasi dan persuasi agar dapat menjual barang dan jasa. 11 Menurut Grewal and Levy (2008) promosi sebagai komunikasi yang dilakukan oleh pemasar untuk menginformasikan, membujuk dan mengingatkan pembeli potensial akan produk atau jasa untuk mempengaruhi opini pembeli dan memperoleh respon dari pembeli. Dari berbagai definisi di atas, dapat dinyatakan promosi merupakan salah satu variabel dalam bauran pemasaran yang harus dilakukan perusahaan untuk memberi informasi tentang produk atau jasanya, serta membujuk dan mengingatkan konsumen guna melakukan pembelian terhadap barang dan jasa. 2.1.2.1 Tujuan Promosi Menurut Rangkuti (2009, pp51-53) perusahaan melakukan kegiatan promosi dengan tujuan utamanya untuk mencari laba. Pada umumnya kegiatan promosi yang dilakukan oleh perusahaan harus mendasarkan kepada tujuan sebagai berikut : a. Modifikasi tingkah laku Pasar merupakan suatu tempat pertemuan orang-orang yang hendak melakukan suatu pertukaran di mana orang-orang nya terdiri atas berbagai macam tingkah laku yang satu sama yang lain berbeda. Demikian juga pendapat mereka mengenai suatu barang dan jasa, selera, keinginan, motivasi, dan kesetiaannya terhadap barang dan jasa tersebut saling berbeda. Dengan demikian, tujuan dari promosi ini adalah berusaha untuk mengubah tingkah laku dan pendapat individu tersebut, dari tidak menerima suatu produk menjadi setia terhadap suatu produk. b. Memberitahu Kegiatan promosi yang ditujukan untuk memberitahu informasi kepada pasar yang dituju tentang perusahaan, mengenai produk tersebut berkaitan dengan harga, kualitas, syarat pembeli, kegunaan, keistimewaan, dan lain sebagainya. Promosi 12 yang bersifat informasi ini umumnya lebih disukai dan dilakukan pada tahap-tahap awal dalam siklus kehidupan produk. Hal ini merupakan masalah penting untuk meningkatkan primer. Sebab pada tahap ini sebagian orang tidak akan tertarik untuk memilih dan membeli barang dan jasa sebelum mereka mengetahui produk tersebut serta kegunaan dan lain sebagainya. Promosi yang bersifat informasi ini dapat membantu konsumen dalam mengambil keputusan untuk membeli. c. Membujuk Promosi yang bersifat membujuk atau persuasif ini pada umumnya kurang disenangi oleh sebagian masyarakat. Tetapi, kenyataannya, sekarang ini yang banyak muncul justru adalah promosi tersebut. Promosi seperti itu terutama untuk mendorong pembeli. Perusahaan tidak ingin memperoleh tanggapan secepatnya, tetapi lebih mengutamakan untuk menciptakan kesan positif. Hal ini dimaksudkan agar promosi dapat memberi pengaruh dalam waktu yang lama terhadap perilaku pembeli. Promosi yang bersifat membujuk ini akan menjadi dominan jika produksi yang bersangkutan mulai memasuki tahap pertumbuhan dalam siklus kehidupan produk tersebut. d. Mengingatkan Promosi yang bersifat mengingatkan ini dilakukan terutama untuk mempertahankan merek produk dihati masyarakat dan dilakukan selama tahap kedewasaan dalam siklus kehidupan produk. Ini berarti perusahaan berusaha memperhatikan untuk mempertahankan pembeli yang ada sebab pembeli tidak hanya sekali saja melakukan transaksi, melainkan harus berlangsung secara terus-menerus. 2.1.2.2 Promotion Mix ( Bauran Promosi ) Menurut Mookher ( 2012 ) alat bauran promosi terdiri atas 4 variabel, yaitu : 13 1. Periklanan ( Advertising ) Periklanan adalah komunikasi non individu dengan sejumlah biaya, melalui berbagai media yang dilakukan oleh perusahaan, lembaga nirlaba serta individu. Periklanan diartikan sebagai bentuk prestasi nonpersonal yang dibayar oleh sponsor untuk mempresentasikan gagasan atau ide promosi dari barang atau jasa tertentu. Iklan telah dianggap sebagai manajemen citra yang bertujuan menciptakan dan memelihara cipta dan makna dalam benak konsumen dan tujuan akhir dalam iklan adalah bagaimana perilaku pembelian. Kotler & Keller dalam Nour (2014:146) menjelaskan bahwa penilaian periklanan dapat di ukur diantaranya melalui media yang digunakan, isi periklanan dan durasi periklanan. Tabel 2.1 Indikator Periklanan Dimensi Indikator Media yang digunakan Isi Periklanan Durasi Periklanan Periklanan Teknik Periklanan Repitisi Periklanan Penyusunan Periklanan Sumber : Kotler & Keller dalam Nour (2014:146) 2. Penjualan Perseorangan ( Personal Selling ) Penjualan perseorangan adalah interaksi antar individu, saling bertemu muka, yang ditujukan untuk menciptakan, memperbaiki, menguasai atau 14 mempertahankan hubungan pertukaran yang saling menguntungkan dengan pihak lain. Komunikasi yang dilakukan secara individu dapat lebih fleksibel dibandingkan alat-alat promosi lainnya. Dengan cara seperti ini, salesman dapat mengetahui keinginan, motif dan perilaku konsumen sekaligus dapat melihat reaksi konsumen mengenai produk yang ditawarkan oleh perusahaan. Mengadaptasi penjelasan Kotler & Keller dalam Nour (2014:146) dan Jobber dalam Oladepo dan Abimbola (2015:101), maka diketahui bahwa pengukuran penjualan perseorangan adalah sebagai berikut: Tabel 2.2 Indikator Penjualan Perseorangan Dimensi Indikator Kemampuan Pengetahuan Penjualan Hubungan dengan Perseorangan Pelanggan Pemberian Informasi Gaya Presentasi Sumber : Kotler & Keller dalam Nour (2014:146) & Jobber dalam Oladepo dan Abimbola (2015:101) 3. Promosi Penjualan ( Sales Promotion ) Promosi penjualan adalah salah satu kegiatan promosi untuk melakukan rangsangan kepada konsumen untuk melakukan pembelian. Jadi, promosi penjualan merupakan kegiatan promosi yang dapat mendorong pembelian 15 oleh konsumen, dan yang dapat meningkatkan efektivitas para distributor atau retailer dengan mengadakan pameran, display, eksibisi, peragaan dan berbagai kegiatan penjualan lainnya, yang dilakukan sewaktu-waktu dan bersifat tidak rutin. Ada banyak instrument yang dapat digunakan dalam melakukan pengkuran promosi penjualan, diantara adalah sebagai berikut : Tabel 2.3 Indikator Promosi Penjualan Dimensi Indikator Hadiah Potongan Harga Promosi Penjualan Kemasan Ketersedian Sampel Kredibilitas Sumber : Kotler & Keller dalam Nour (2014:146) & Jobber dalam Oladepo dan Abimbola (2015:100) 2.1.3 Brand Brand menurut Kurtz (2008,p378), brand adalah nama, istilah, tanda, simbol, desain atau sejumlah kombinasi yang mengidentifikasikan sebuah perusahaan yang membedakannya dari kompetitor. Menurut Kotler dan Keller (2006, p256) brand adalah nama, istilah, tanda, simbol, desain atau kombinasi yang dapat dijadikan sebagai identitas produk atau jasa yang membedakan satu atau kumpulan penjual dari kompetitornya. Brand menurut 16 Kotler dan Keller (2006, p418-419) dapat dibedakan menjadi enam tingkatan pengertian,yaitu: 1. Atribut Brand akan mengingatkan orang pada atribut-atribut tertentu. 2. Manfaat Suatu merek lebih dari serangkaian atribut. Pelanggan tidak membeli atribut tetapi membeli manfaat dan atribut harus diterjemahkan menjadi manfaat fungsional dan emosional. 3. Nilai Brand mencerminkan sesatu mengenai nilai-nilai pembeli. Produsen harus mengenali secara spesifik kelompok pembeli dengan nilainya sesuai dengan manfaat yang dibberikan oleh brand tersebut. 4. Budaya Brand mewakili budaya tertentu. 5. Kepribadian Brand akan menarik bagi orang yang memiliki kesesuaian antara gambaran dirinya dengan brand image. 6. Pemakai Brand juga menunjukkan jenis konsumen yang membeli atau menggunakan produk tersebut. 2.1.3.1 Brand Equity (Ekuitas Merek) Ada banyak ahli pemasaran yang memberikan definisi tentang ekuitas merek. Definisi ekuitas merek menurut David Aaker yang dikutip oleh Tjiptono (2005:38) 17 bahwa Ekuitas merek adalah seperangkat asset yang terkait dengan suatu nama brand dan simbol yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah produk atau jasa, baik itu pada perusahaan maupun para konsumen. Merek yang dimiliki oleh perusahaan akan menjadi kuat bila memiliki ekuitas merek yang kuat juga. Ekuitas merek yang kuat akan lebih mudah dalam mendongkrak produk atau unit bisnis dari perusahaan dan akan memberikan value kepada pelanggan maupun perusahaan (Handayani, 2010: 63). 1. Pelanggan : a. Meningkatkan interpretasi atau proses penerimaan informasi pelanggan b. Meningkatkan keyakinan pelanggan dalam keputusan pembelian c. Meningkatkan kepuasan mereka dalam menggunakan produk atau jasa. Ekuitas merek yang kuat akan menimbulkan rasa nyaman, meningkatkan keyakinan dalam penggunaan, dan akhirnya tercipta kepuasan bagi pelanggan. 2. Perusahaan : a. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas program pemasaran perusahaan. b. Meningkatkan kesetiaan terhadap merek c. Meningkatkan margin keuntungan d. Meningkatkan brand extensions e. Meningkatkan trade leverage f. Meningkatkan keunggulan bersaing Disebutkan juga dalam penelitian Huang, Chun Chen; Yen, Szu-wei et al dengan judul “The Relationship among brand equity, customer satisfaction, and brand resonance to repurchase intention”of cultural and creative industries in Taiwan”.(2014:2) mengatakan.;establishment of brand equity will bring added 18 value of products that exceed the physical asset value. Keller (2001) pointed out not only affect consumer purchase decisions, but also an important source for corporations to obtain competitive advantages and profits Aset yang menjadi dasar Customer-based brand equity (CBBE)dikelompokkan menjadi empat atribut menurut Biedenbach (2009) sebagai penelitian lanjutan dari David Aaker (1991) yang menyebutkan ada 4 atribut. Keempat atribut-atribut tersebut adalah: 1. Brand Awareness (Kesadaran Merek) Aaker dalam Handayani (2010:64) mendefinisikan brand awareness sebagai kemampuan dari seorang pelanggan potensial untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori atau produk tertentu. Bagian dari suatu kategori produk perlu ditekankan karena terdapat suatu hubungan yang kuat antara kategori produk dengan merek yang dilibatkan. “Brand names that are simple and easy to pronounce or spell, familiar and meaningful, and different, distinctive, and unusual can obviously improve brand awareness”. Keller, (2013:148) Gambar 2.1 Brand Awarness Pyramid Top Of Mind Brand Recall Brand Recognition Unware Of Brand 19 Sumber : Aaker dalam Malaval, Benaroya dan Aflalo (2013:453) Faktor penyebutan nama yang mudah dipahami dan berbeda akan sangat mempengaruhi tingkat kesadaran akan Brand. Menurut Aaker (2004:39), kesadaran Merek merupakan kesanggupan seseorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu Merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu. Perbedaan tingkatan dalam kesadaran Merek dapat dikenali dan secara berurutan dapat digambarkan seperti dibawah ini: Penjelasan mengenai dimensi Brand Awareness dari tingkat terendah sampai tingkat tertinggi adalah : a) Unaware of Brand (tidak menyadari Merek) Merupakan tingkat yang paling rendah dalam diagram kesadaran Merek, dimana konsumen tidak menyadari akan adanya suatu Merek. b) Brand Recognition (pengenalan Merek) Tingkat minimal dari kesadaran Merek. Hal ini penting pada saat seseorang pembeli memilih suatu Merek pada saat melakukan pembelian. c) Brand Recall (pengingatan kembali terhadap Merek) Pengingatan kembali terhadap Merek tanpa bantuan d) Top of Mind (puncak pikiran) Apabila seseorang ditanya secara langsung tanpa diberi bantuan pengingatan dan ia dapat menyebutkan satu nama merek, maka merek yang paling banyak disebutkan 20 pertama kali merupakan puncak pikiran pelanggan. Dengan kata lain merek tersebut merupakan merek utama dari berbagai merek yang ada dalam benak konsumen. 2. Perceived Quality (Persepsi Kualitas) Menurut Durianto (2004:96) “perceived quality adalah persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau jasa layanan dengan maksud yang diharapkan konsumen”. David Aaker mendefinisikan perceived quality sebagai persepsi pelanggan terhadap kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa sehubungan dengan tujuan yang diinginkannya, dibandingkan dengan alternatif lain” (Handayani, 2010 : 73). Perceived quality yang tinggi dapat mempengaruhi keputusan konsumen, dimana dapat meningkatkan ekuitas merek. Menurut Jurnal Retailing of Retailing and Consumer Services oleh Jorge Vera dan Andrea Trujillo disebutkan bahwa “Perceived value is the global evaluation that the client does about the utility of the product cased on the perception of what is given and what is received. Value represents the exchange between what is given and that is what is obtained. According to Slater and Narver (2000) “customer value is created when the benefits of a product or service perceived by the customer exceed all its related costs, such as price, serach, operating and disposal.” Menurut Sumarwan, et al (2013:142) “menyatakan Persepsi Kualitas Merek adalah persepsi konsumen terhadap kualitas suatu merek barang atau jasa. Konsumen akan memiliki persepsi yang baik mengenai kualitas suatu merek ketika merek tersebut dinilai memenuhi harapan konsumen”. Sedangkan menurut Zeithaml dalam Makasi, Govender dan Rukweza (2014:2619) menjelaskan bahwa kualitas merupakan persepsi konsumen berdasarkan harapan dan kualitas produk secara nyata 21 3. Brand Association (Asosiasi Merek) Disebutkan oleh Keller,L,Kevin ( 2013:77) “Creating a positive brand images takes marketing prorams that link strong, favorable and unique associations to the brand memory. Brand Associations may be either brand attributes of benefits. Brand attributes are those descriptive features that characterize a product or service. Brand Benefits are the personal value and meaning that consumers attach to the product or service attributes.” David Aaker dalam bukunya Managing Brand Equity seperti yang diikuti oleh Handayani (2010:66) mendefinisikan brand association sebagai “Segala sesuatu yang terhubung di memori pelanggan terhadap suatu merek”. Asosiasi merek merupakan kesan yang muncul di benak konsumen yang terkait dengan ingatan mengenai suatu merek (Durianto, 2004:69). Kesan tersebut akan semakin meningkat seiring dengan semakin banyaknya pengalaman konsumen dalam mengkonsumsi suatu merek. Merek yang memiliki kesan kuat di benak konsumen akan mempengaruhi konsumen dalam menentukan pilihan dalam pembelian. Mahrinasari dalam Widhiarta dan Wardana (2015:837) mengatakan bahwa brand association mencerminkan pencitraan suatu merek terhadap suatu kesan tertentu dalam kaitannya dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut produk, gegrafis, harga pesaing, selebritis dan lain-lain. 4. Brand Loyalty (Loyalitas Merek) Inti dari ekuitas Merek adalah memperoleh loyalitas pelanggan terhadap Merek. Pelanggan yang loyal dapat menekan biaya untuk pemasaran. 22 Gambar 2.2 Nilai Loyalitas Merek Pengurangan biaya Pemasaran Peningkatan Perdagangan Loyalitas Merek Mengikat konsumen Baru (a) menciptakan kesadaran merek (b) Meyakinkan pembeli Loyalitas Merek Sumber : Rangkuti (2008:63) Sebuah loyalitas sering diartikan sebagai respon dari aktivitas prilaku yang membuat sebuah halangan atau komitmen tinggi bagi nasabah yang juga memberikan efek pembelian kembali dan positif WOM (Word of Mouth) seperti yang dikatakan oleh Athansios Krystallis dan Polymeros Chrysochou dalam The Effect of Service brand dimensions on brand loyalty yaitu “Loyalty is often understood as consisting of both behavioural and attitudinal dimension (Dick and Basu, 1994) and thus refers to a deeply held dispositional commitment, which induces users to resist situational influences and marketing efforts that might have the potential to cause brand switching behaviours (Oliver, 1999). As such brand loyalty results in repeated purchase as well positive Word of Mouth (WOM). Aaker dan Oliver dalam Boonwanna, Srisuwannapa dan Rojniruttikul (2014:3), menjelaskan bahwa loyalitas merek adalah aspek kepuasan pelanggan, penggunaan produk sejenis dan pembelian secara berkala. 23 Menurut Durianto (2004:126) brand loyalty merupakan ukuran kedekatan pelanggan pada sebuah merek. Konsumen yang loyal pada umumnya akan melanjutkan penggunaan merek tersebut walaupun dihadapkan dengan banyak alternatif merek produk pesaing yang menawarkan karakteristik produk yang lebih unggul. 2.1.4 Keputusan Pembelian Perilaku konsumen adalah proses dan aktivitas ketika seseorang berhubungan dengan pencarian, pemilihan, pembelian, penggunaan serta pengevaluasian produk dan jasa demi memenuhi kebutuhan dan keinginan. Perilaku konsuemn merupakan hal-hal yang mendasari konsumen untuk membuat keputusan pembelian. Kotler (2009:184) mengatakan bahwa keputusan pembelian konsumen adalah keputusan pembelian konsumen akhir perorangan dan rumah tangga yang mebeli barang dan jasa untuk konsumsi pribadi. Sedangkan proses keputusan pembelian berarti bahwa dalam meraih keberhasilan, pemasar harus melihat lebih jauh macammacam faktor yang dapat mempengaruhi pembelian dan mengembangkan pemahaman mengenai bagaimana konsumen melakukan keputusan pembelian. Secara khusus, pemasar harus mengidentifikasi siapa yang membuat keputusan pembelian, jenis-jenis keputusan pembelian, dan langkah-langkah dalam proses pembelian. Schiffman dan Kanuk dalam Diehl (2010:37) mendefinisikan keputusan pembelian adalah pemilihan satu tindakan dari dua atau lebih pilihan alternatif. Berdasarkan pengertian keputusan pembelian yang telah dikemukakan diatas, maka perusahaan perlu memperhatikan apa yang diinginkan oleh konsumen dan produk yang dibutuhkan konsumen harus memiliki kualitas yang baik sehingga konsumen merasa puas setelah membeli produk dan merek tersebut. Keputusan untuk membeli dapat mengarah kepada bagaimana proses dalam 24 pengambilan keputusan. Bentuk proses pengambilan keputusan tersebut digolongkan sebagai berikut : 1. Fully Planned Purchase, baik produk dan merek sudah dipilih sebelumnya. Biasanya terjadi ketika keterlibatan dengan produk tinggi (barang otomotif) namun bisa juga terjadi dengan keterlibatan pembelian yang rendah (kebutuhan rumah tangga). Planned purchase dapat dialihkan dengan taktik marketing, misalnya dengan pengurangan harga atau aktivitas promosi lainnya. 2. Partially Planned Purchase, bermaksud untuk membeli produk yang sudah ada tetapi pemilihan merek ditunda sampai saat pembelajaran. Keputusan akhir dapat dipengaruhi oleh diskon, harga atau display produk. 3. Unplanned Purchase, baik produk dan merek dipilih ditempat pembelian. Konsumen sering memanfaatkan catalog dan produk pajangan sebagai pengganti daftar belanja. Dengan kata lain,sebuah pajangan dapat mengingatkan seseorang akan kebutuhan dan memicu pembelian. 2.1.4.1 Faktor Yang mempengaruhi Keputusan Pembelian Kotler dan Amstrong (2010) dalam Hof (2012:9) memberikan gambaran mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian sebagai berikut : Gambar 2.3 Faktor Keputusan Pembelian Cultural Culture Subculture Social Class Social Personal Reference Groups Family Roles and Status Age and life cycle stage Economic situation Lifestyle Personality and selfconcept Psychological Motivatio n Perceptio n Learning Beliefs and attitudes 25 Sumber : Kotler dan Amstrong (2010) dalam Hof (2012:9) 1. Faktor Kebudayaan Faktor kebudayaan mempunyai pengaruh yang paling luas dan paling dalam terhadap keputusan pembelian. Pemasar harus memahami peran yang dimainkan oleh budaya, sub-budaya dan kelas sosial pembeli. a. Budaya Budaya adalah susunan nilai-nilai dasar, persepsi, keinginan dan perilaku yang dipelajari dari anggota suatu masyarakat, keluarga dan institusi penting lainnya. Yang termasuk dalam budaya ini adalah pergesaran budaya dan nilai-nilai dalam keluarga. b. Sub Budaya Sub-budaya adalah pola-pola cultural yang menonjol dan merupakan bagian atau segmen dari populasi masyarakat yang lebih luas dan lebih kompleks. c. Kelas Sosial Kelas sosial adalah susunan yang relative permanen dan teratur dalam suatu masyarakat yang anggotanya mempunyai nilai, minat dan perilaku yang sama. Kelas sosial diukur sebagai kombinasi pekerjaan, pendapatan, pendidikan, kekayaan dan variabel lainnya. Kelas sosial memperlihatkan preferensi produk dan merek yang berbeda. 2. Faktor Sosial Perilaku konsumen juga akan dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial seperti kelompok kecil, keluarga, peran dan status sosial dari konsumen. 26 a. Kelompok Perilaku seseorang dipengaruhi oleh banyak kelompok kecil. Kelompok yang berpengaruh langsung dan dimana seseorang menjadi anggotanya disebut kelompok keanggotaan (kelompok referensi). Ada yang disebut dengan kelompok primer, dimana anggotanya berinteraksi secara tidak formal seperti keluarga, teman, dsb. Ada pula yang disebut dengan kelompok sekunder, yaitu seseorang yang berinteraksi secara formal tetapi tidak regular seperti organisasi. Kelompok rujukan adalah kelompok yang merupakan perbandingan atau tatap muka atau tak langsung dalam pembentukan sikap seseorang. Orang sering dipengaruhi oleh kelompok rujukan dimana ia tidak menjadi anggotanya. Kelompok referensi menghadapkan seseorang pada perilaku dan gaya hidup baru. Mereka juga mempengaruhi sikap dan gambaran diri seseorang karena secara normal orang menginginkan untuk menyesuaikan diri. Dan kelompok referensi tersebut menciptakan suasana untuk penyesuaian yang dapat memengaruhi pilihan orang terhadap merek dan produk. b. Keluarga Anggota keluarga merupakan kelompok acuan primer yang paling berpengaruh. Bahkan jika pembeli sudah tidak berhubungan lagi dengan orang tua, pengaruh terhadap perilaku pembeli tetap ada. Sedangkan pada keluarga prokreasi, yaitu keluarga yang terdiri dari suami-istri dan anak, pengaruh pembelian itu akan sangat terasa. c. Peran dan Status Kedudukan seseorang dalam tiap kelompok dapat ditentukan dari segi peran dan status. Tiap peran membawa status yang mencerminkan pengahargaan umum 27 oleh masyarakat. 3. Faktor Pribadi Keputusan seorang pembeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi seperti umur dan tahap daur-hidup pembelian, jabatan, keadaan ekonomi, gaya hidup, kepribadian dan konsep diri pembeli yang bersangkutan. a. Usia dan Tahapan Siklus Hidup Orang akan mengubah barang dan jasa yang mereka beli sepanjang kehidupan mereka. Kebutuhan dan selera seseorang akan berubah sesuai dengan usia. Pembelian dibentuk oleh tahap daur hidup keluarga. b. Pekerjaan Pekerjaan seseorang juga memengaruhi barang dan jasa yang dibelinya. Dengan demikian para pemasar dapat mengidentifikasi kelompok yang berhubungan dengan jabatan yang mempunyai minat di atas rata-rata. c. Gaya Hidup Gaya hidup seseorang menunjukkan pola kehidupan orang yang bersangkutan yang tercermin dalam kegiatan, minat dan pendapat (opini) yang bersangkutan. d. Kepribadian Tiap orang mempunyai kepribadian yang khas dan ini akan memengaruhi perilaku pembelinya. Kepribadian mengacu pada karakteristik psikologi yang unik yang menimbulkan tanggapan relatif konstan terhadap lingkungannya sendiri. 4. Faktor Psikologis Pilihan pembelian seseorang juga diperngaruhi oleh faktor psikologi yang utamanya, yaotu faktor motivasi, persepsi, proses belajar, serta kepercayaan dan sikap. 28 a. Motivasi Kebanyakan dari kebutuhan-kebutuhan yang ada tidak cukup kuat untuk memotivasi seseorang untuk bertindak pada suatu saat tertentu. Suatu kebutuhan akan berubah menjadi motif apabila kebutuhan itu telah mencapai tingkat tertentu. Motif (dorongan) adalah suatu kebutuhan yang secara cukup dirangsang untuk membuat seseorang mencari kepuasan atas kebutuhannya. Motivasi adalah suatu konsep yang digunakan ketika dalam diri kita muncul keinginan dan menggerakkan serta mengarahkan tingkah laku. Semakin tinggi motivasi seseorang maka semakin tinggi intensitas perilakunya. b. Persepsi Persepsi diartikan sebagai proses dimana individu memilih, merumuskan dan menafsirkan masukan informasi untuk menciptakan suatu gambaran yang berarti mengenai sesuatu. Orang dapat memiliki persepsi yang berbeda-beda dari objek yang sama karena adanya tiga proses persepsi : 1. Perhatian yang selektif Kecenderungan bagi manusia untuk menyaring sebagian besar informasi yang mereka hadapi, berarti bahwa pemasar harus bekerja cukup keras untuk menarik perhatian konsumen. 2. Gangguan yang selektif Menguraikan kecenderungan orang untuk meng-interprestasikan informasi dengan cara yang akan mendukung apa yang telah mereka yakini. 3. Mengingat kembali yang selektif Orang cenderung lupa akan sebagian besar hal yang mereka pelajari. Mereka cenderung akan mempertahankan atau mengingat informasi yang 29 mendukung sikap dan keyakinan mereka. Karena adanya ingatan selektif. c. Proses belajar Pembelajaran menggambarkan perubahan dalam tingkah laku individual yang muncul dari pengalaman. Ahli teori pembelajaran mengatakan bahwa kebanyakan tingkah laku manusia dipelajari. Pembelajaran berlangsung melalui saling pengaruh dorongan, rangsangan, petunjuk respond an pembenaran. Proses belajar menjelaskan perubahan dalam perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman dan kebanyakan perilaku manusia adalah hasil proses belajar. Secara teori, pembelajaran seseorang dihasilkan melalui dorongan, rangsangan, isyarat, tanggapan dan penguatan. Para pemasar dapat membangun permintaan akan produk dengan menghubungkannya dengan dorongan yang kuat dengan menggunakan isyarat motivasi dan memberikan penguatan positip. d. Kepercayaan diri Melalui tindakan dan proses belajar, orang akan mendapatkan kepercayaan dan sikap yang kemudian memengaruhi perilaku pembeli. Kepercayaan adalah suatu pemikiran deskriptif yang dimiliki seseorang tentang sesuatu. Sedangkan sikap adalah organisasi dari motivasi, perasaan emosional, persepsi dan proses kognitif kepada suatu aspek. Kepercayaan dapat berupa pengetahuan, pendapat atau sekedar percaya. Kepercayaan inilah yangakan membentuk citra produk dan merek. Sedangkan sikap menentukan orang untuk berprilaku serta relative konsisten terhadap objek yang sama. 30 2.1.4.2 Tahapan dalam proses keputusan pembelian Menurut Kotler (2015:147) dalam proses keputusan pembelian, konsumen melewati lima tahap yaitu pengenalan masalah, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, perilaku pasca pembelian. Jelaslah bahwa proses pembelian dimulai jauh sebelum pembelian aktual dilakukan dan memiliki dampak yang lama setelah itu. Gambar 2.4 Tahapan Proses Keputusan Pembelian Mengenali Kebutuhan Pencarian Informasi Evaluasi Alternatif Keputusan Membeli Perilaku Pasca Pembelian Sumber : Armstrong dkk. (2015:148) Penjelasan secara rinci tahap-tahap tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Pengenalan masalah Proses pembelian dimulai ketika pembeli mengenali masalah atau kebutuhan. Kebutuhan tersebut dapat dicetuskan oleh rangsangan internal atau eksternal. Dalam sebuah kasus, rasa lapar dan hasu dapat menjadi sebuah pendorong atau pemicu yang menjadi kegiatan pembelian. Dalam beberapa kasus lainnya, kebutuhan juga dapat didorong oleh kebutuhan eksternal, contohnya ketika seseorang mencium wangi masakan dari dalam rumah makan, ia akan merasa lapar atau seseorang menjadi ingin memiliki mobil seperti yang dimiliki tetangganya. Pada tahan ini, pemasar perlu melakukan identifikasi keadaan yang dapat memicu timbulnya kebutuhan konsumen, para pemasar dapat melakukan penelitian pada konsumen untuk mengidentifikasi rangsangan yang paling sering membangkitkan minat mereka terhadap suatu produk. 31 2. Pencarian informasi Konsumen yang teransang kebutuhannya akan terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak. Situasi pencarian informasi yang lebih ringan dinakan penguatan perhatian. Pada level ini, orang hanya sekedar lebih peka terhadap informasi produk. Pada level selanjutnya, orang tersebut akan mulai aktif mencari informasi, mencari bahan bacaan, menelepon teman, dan mengunjungi toko untuk mempelajari produk tertentu. Sumber utama yang menjadi tempat konsumen untuk mendapatkan informasi dapat digolongkan kedalam empat kelompok, yaitu: a. Sumber pribadi: keluarga, teman, tetangga dan kenalan. b. Sumber komersial: iklan, wiraniaga, penyalur, kemasan, pajangan ditoko. c. Sumber publik: Media masa, organisasi penentu peringkat konsumen. d. Sumber pengalaman: penanganan, pengkajian, dan pemakaian produk. Secara umum, konsumen mendapatkan sebagian informasi tentang sebuah produk melalui sumber komersial, yaitu sumber yang didominasi oleh pemasar. Namun, informasi yang paling efektif berasal dari sumber pribadi. Tiap-tiap informasi komersial menjalankan perannya sebagai pemberi informasi, dan sumber pribadi menjalankan fungsi legitimasi atau evaluasi. Melalui sebuah aktivitas pengumpulan informasi, konsumen dapat mempelajari merek-merek yang bersaing beserta fitur-fitur yang dimiliki oleh setiap merek sebelum memutuskan untuk membeli merek yang mana. 32 3. Evaluasi alternatif Terdapat beberapa proses evaluasi keputusan, dan model-model terbaru yang mamandang proses evaluasi konsumen sebgai proses yang berorientasi kognitif. Beberapa konsep dasar akan membantu kita memahami proses evaluasi konsumen. Pertama, konsumen berusaha memenuhi kebutuhan. Kedua, konsumen mencari manfaat tertentu dari solusi produk. Ketiga, konsumen memandang masingmasing produk sebagai sekumpulan atribut dengan kemampuan yang berbedabeda dalam memberikan manfaat yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan itu. 4. Keputusan pembelian Dalam melakukan evaluasi alternative, konsumen akan mengembangkan sebuah keyakinan atas merek dan tentang posisi tiap merek berdasarkan masing-masing atribut yang berujung pada pembentukan citra merek. Selain itu, pada tahap evaluasi alternative, konsumen juga membentuk sebuah preferensi atas merekmerek yang ada dalam kumpulan pribadi dan konsumen juga akan membentuk niat untuk membeli merek yangpaling di sukai dan berujung pada keputusan pembelian. Pada tahap keputusan pembelian, konsumen dipengaruhi oleh dua faktor utama yang terdapat diantara niat pembelian dan keputusan pembelian, yaitu : a. Sikap orang lain, yaitu sejauh mana sikap orang lain mengurangi alternative yang disukai seseirang akan bergantung pada dua hal. Pertama, intensitas sikap negatif orang lain terhadap alternative yang disukai calon konsumen. Kedua, motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain. Semakin gencar sikap negative orang lain dan semakin dekat orang lain tersebut dengan konsumen, maka konsumen akan 33 semakin mengubah keputusan pembeliannya. Keadaan preferensi sebaliknya juga berlaku, preferensi pembeli terhadap merek tertentu akan meningkat jika orang yang ia suka juga sangat menyukai merek yang sama. b. Faktor yang kedua adalah faktor situasi yang tidak terantisipasi yang dapat mengurangi niat pembelian konsumen. Contohnya, konsumen mungkin akan kehilangan niat pembeliannya ketika ia kehilangan perkerjaannya atau adanya kebutuhan yang lebih mendesak pada saat yang tidak terduga sebelumnya. Keputusan konsumen untuk memodifikasi, menunda atau menghindari keputusan pembelian sangat dipengaruhi oleh risiko yang dipikirkan. Seperti jumlah uang yang akan dikeluarkan, ketidakpastian atribut dan besarnya kepercaraan diri konsumen. Dalam hal ini, pemasar harus memahami faktor-faktor yang menimbulkan perasaan dalam diri konsumen akan adanya resiko dan memberikan informasi serta dukungan untuk mengurangi risiko yang dipikirkan konsumen. 5. Perilaku sesudah pembelian Setelah membeli produk, konsumen akan mengalami level kepuasan atau ketidakpuasan tertentu, tugas pemasar tidak berakhir begutu saja ketika produk dibeli. Para pemasar harus memantau kepuasan pasca pembelian, tindakan pasca pembelian dan pemakaian produk pasca pembelian. Kepuasan pembeli merupakan fungsi dari seberapa dekat harapan pembeli atas produk dengan kinerja yang dipikirkan pembeli atas produk tersebut. Jika kinerja produk lebih rendah dari pada harapan, pembeli akan kecewa. Sebaliknya, jika kinerja produk lebih tinggi dibandingkan harapan konsumen, maka pembeli akan merasa puas. Perasaan-perasaan itulah yang akan memutuskan apakah konsumen 34 akan membeli kembali merek yang telah dibelinya dan memutuskan untuk menjadi pelanggan merek tersebut atau merferensikan merek tersebut kepada orang lain. Pentingnya kepuasan pascapembelian menunjukkan bahwa para penjual harus menyebutkan akan seperti apa kinerja produk yang sebenarnya. Beberapa penjual bahkan menyatakan kinerja yang lebih rendah sehinga konsumen akan mendapatkan kepuasan yang lebih tinggi dari pada yang diharapkan atas produk tersebut. Kepuasan dan ketidakpuasan terhadap produk akan mempengaruhi perilaku konsumen selanjutnya. Jika konsumen merasa puas, ia akan menunjukkan kemungkinan yang lebih tinggi untuk membeli kembali priduk tersebut. Sebaliknya jika konsumen merasa tidak puas, maka ia mungkin tidak akan membeli produk tersebut di masa yang akan datang. Selain perilaku pascapembelian dan tindakan pasca pembelia, pemasar juga harus memanau cara konsumen dalam memakain dan membuang produk tersebut. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi hal-hal yang dapt merugikan diri konsumen dan lingkungan atas pemakaian yang salah, berlebihan dan kurang bertanggung jawab. 35 2.2 Kerangka Pemikiran Merujuk kepada perumusahan masalah dalam penelitian ini, maka dapat digambarkan kerangka pemikiran dalam penelitian ini sebagai berikut: Gambar 2.5 Kerangka Pemikiran Periklanan (X1) Pyx₁ Penjualan Perseorangan (X2) Pzx₁ Ekuitas Merek (Y) Pyx₂ Promosi Penjualan (X3) Keputusan Pembelian (Z) Pzy Pzx₃ Pyx₃ Sumber: Peneliti (2015) Dengan persamaan substrukuturnya adalah sebagai berikut : 2.3 Y = Pyx₁X1 + Pyx₂X2 + Pyx₃X3 + €₁ Z = Pzx₁X1 + PzyY + Pzx₃X3 + €₂ Rancangan Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah digambarkan sebelumnya, maka dalam penelitian ini, peneliti menggunakan rancangan hipotesis sebagai berikut : H₁ : Terdapat pengaruh antara variabel periklanan, penjualan perseorangan dan promosi penjualan terhadap ekuitas merek produk X di PT. UV Indonesia secara parsial. 36 H₂ : Terdapat pengaruh antara variabel periklanan, penjualan perseorangan dan promosi penjualan terhadap ekuitas merek produk X di PT. UV Indonesia secara simultan. H₃ : Terdapat pengaruh antara variabel periklanan, penjualan perseorangan dan promosi penjualan terhadap keputusan pembelian melalui ekuitas merek produk X di PT. UV Indonesia.