5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rasamala (Altingia excelsa Noronha.) Rasamala (A. excelsa) tumbuh optimal hingga ketinggian 1.700 m dpl. Tinggi pohon rasamala (A. excelsa) dapat mencapai lebih dari 45 m. Tinggi bebas cabang mencapai 20-35 m, diameter batang 80-150 cm (http://clearinghouse. bplhdjabar.go.id). Rasamala tumbuh alami terutama pada daerah yang lembab dengan curah hujan 100 mm/ bulan dan tanah vulkanik. Rasamala merupakan kayu keras berbobot sedang. Warnanya merah muda agak gelap, merah atau coklat kemerahan yang berangsur-angsur menyatu dengan kayu yang kekuningan atau coklat kemerahan. Rasamala merupakan pohon monoecius (berumah satu), evergreen, besar dan tingginya mencapai 50-60 m; batang utama bebas cabang 20-35 m; diameter 80-185 cm, sering agak bergalur dibagian pangkal; tajuk membulat tidak teratur, tajuk spesimen yang masih muda berbentuk kerucut dan lancip, cabang-cabang umumya mengarah ke atas secara tajam. Daun-daun tersusun spiral, helaian daun satu, jorong hingga lonjong, atau bundar telur hingga lanset. Perbungaan terdiri dari kepala jantan atau kepala betina bergagang. Rasamala merupakan unsur khas hutan hujan campuran perbukitan dan pegunungan. Jenis ini sering terdapat banyak sekali dan menjadi tulang punggung hutan pada ketinggian antara 5501.700 m dengan curah hujan sekurang-kurangnya 100 mm selama bulan paling kering. Rasamala terdapat pada tanah-tanah vulkanik yang subur dan berdrainase baik atau kadang-kadang pada tanah yang lebih baik yang terletak di atas batuan sedimen. Rasamala terutama berasosiasi dengan jenis-jenis Eugenia, Sloanea, Schima, Castanopsis, Dysoxylum, Engelhardita, Magnolia, Michelia, dan Elaeocarpus (Sutisna et al. 1998). 2.2 Kopi Arabika (Coffea arabica L.) Secara umum kopi merupakan tumbuhan dengan perawakan berupa semak atau pohon. Susunan daun pada kopi saling berhadapan. Sistem pembungaan terdapat dibagian aksilar, bunga biseksual, terkadang berwarna putih. 6 Letak stamen lebih rendah dari kepala putik. Kopi arabika (C. Arabica L.) merupakan pohon rendah dengan tinggi mencapai 4 m hingga 5 m. Panjang akar kopi arabika tidak lebih dari 1 dari 1 m, akar serabut pada kopi arabika terjalin pada kedalaman 30 cm dari permukaan tanah. Sistem pembungaan pada kopi arabika sama dengan kopi pada umumnya yaitu pada aksilar. Kopi merupakan tanaman tahunan yang memiliki perakaran pendek. Secara alami kopi memiliki akar tunggang sehingga tidak mudah rebah. Tetapi akar tunggang tersebut hanya dimiliki oleh tanaman kopi yang bibitnya berupa bibit semaian atau bibit sambungan (grafting). Secara umum tanaman kopi membutuhkan tanah yang gembur, subur, dan kaya bahan organik. Kopi arabika dapat hidup pada tanah dengan pH antara 5 - 6,5 (Najiyati & Danarti 2005). Pada area PHBM, kopi ditanam di bawah tegakan pohon pelindung. Pohon pelindung diperlukan oleh kopi untuk mengatur intensitas sinar matahari, karena tanaman kopi membutuhkan intensitas sinar matahari yang tidak penuh dengan penyinaran yang teratur. Selain sebagai pengatur sinar matahari, pohon pelindung juga mempunyai manfaat lain yaitu, menghasilkan bahan organik yang dapat menyuburkan tanah, dapat menahan erosi karena tajuk dan daun-daunnya menahan aliran permukaan, dan tajuk pohon pelindung dapat menahan angin. Terdapat beberapa syarat untuk tanaman pelindung kopi yaitu tanaman mudah tumbuh, memiliki tajuk yang rindang dan tinggi, pertumbuhannya cepat dan tahan pemangkasan, perakarannya dalam, batang dan cabangnya keras sehingga tidak mudah patah serta tidak mudah terserang hama dan penyakit. Pohon rasamala (A.excelsa) merupakan tumbuhan utama hutan yang menjadi pohon pelindung tanaman kopi yang terdapat di KPH Bandung Selatan yang akan diteliti. 2.3 Model Arsitektur Pohon Arsitektur pohon merupakan gambaran morfologi pada suatu waktu yang merupakan fase pada saat tertentu dari suatu rangkaian seri pertumbuhan pohon, nyata dan dapat diamati setiap waktu (Arrijani et al. 2006b). Model arsitektur biasanya diterapkan untuk tumbuhan berhabitus pohon (Arrijani et al. 2006a). Model arsitektur pohon tertentu mempengaruhi translokasi air hujan menjadi laju 7 aliran batang, air tembus tajuk (curahan tajuk), infiltrasi dan laju aliran permukaan pada suatu area yang terkait dengan peranan vegetasi dalam mengurangi laju erosi pada daerah tersebut. Halle & Oldeman (1975) menggolongkan pohon-pohon yang terdapat di dalam suatu komunitas hutan alam tropika berdasarkan pada kemampuan arsitektur, ukuran, dan keadaan biologi pohon menjadi 3 golongan pohon, yaitu: 1. Pohon pada masa mendatang (trees of future), yaitu pohon-pohon yang mempunyai kemampuan untuk berkembang lebih lanjut atau pada masa datang. Biasanya merupakan pohon kodominan dan akan menggantikan pohon yang sekarang dominan. 2. Pohon pada masa kini (trees of present), yaitu pohon-pohon yang sedang berkembang penuh dan merupakan pohon yang dominan. 3. Pohon pada masa lampau (trees of past), yaitu pohon-pohon yang sudah tua dan mengalami kerusakan dan selanjutnya akan mati. Biasanya pohonpohon ini sudah tidak produktif lagi. Di daerah tropika, dijumpai 23 model arsitektur yang meliputi berbagai jenis pohon dan tumbuhan hutan (Halle et al. 1978), beberapa bentuk model arsitektur pohon ditunjukkan pada Gambar 1. (a) (b) (c) (f) (d) (e) (g) Gambar 1 Model-model arsitektur pohon (a) Rauh, (b) Roux, (c) Prevost, (d) Troll, (e) Aubreville, (f) Scarrone, (g) Massart (Halle & Oldeman 1975). 8 Untuk menentukan model arsitektur pohon maka perlu dikenali terlebih dahulu bagian-bagian pohon dan sifat-sifatnya, yang meliputi: 1. Perkembangan batang pokok: simpodial dan monopodial 2. Perkembangan cabang a. Letak cabang: ritmik dan menerus b. arah pertumbuhan cabang: ortotropik dan plagiotropik c. pembagian meristem cabang atau ranting: Simpodial dan monopodial 3. Letak bunga atau perbungaan: bunga di ujung batang, cabang atau ranting (terminal) dan bunga di bagian samping batang, cabang atau ranting (bunga lateral) Dari 23 model arsitektur pohon tersebut dapat diklasifikasikan lagi ke dalam 4 kelompok, yaitu: 1. Pohon yang tidak bercabang, yaitu bagian vegetatif pohon hanya terdiri dari satu aksis dan dibangun oleh sebuah meristem soliter. Sebagai contoh yaitu model holtum dan model corner. 2. Pohon bercabang dengan aksis vegetatif yang ekivalen dan orthotropik, contohnya model tomlinson, model chamberlain, model leuwenberg dan model schoute. 3. Pohon bercabang dengan aksis vegetatif yang non ekivalen, contohnya model rauh, model cook, model kwan-koriba, model fagerlind, model petit, model aubreville, model theoretical, model scharrone, model attim, model nozeran, model massart dan model roux. 4. Pohon bercabang dengan aksis vegetatif campuran antara ekivalen dan non ekivalen. Contohnya model troll, model champagnant, dan model mangenot. 2.3.1 Model Arsiterktur pohon tidak bercabang Model arsitektur pohon tidak bercabang terdapat dua macam yaitu model holtum dan corner. Model holtum terdapat pada tumbuhan dengan sistem perbungaan terminal, batang lurus, tidak becabang dan monoaksial. Meristem apikal disusun dari satu atau lebih meristem lateral. Model holtum terdapat pada 9 tumbuhan herbaseus dengan batang monocarpik (Halle et al. 1978). Beberapa tumbuhan yang memiliki model arsitektur Holttum yaitu tumbuhan Monocotyledon antara lain Avagaceae, Bromeliaceae, Musaceae, Palmae, dan lain-lain. Tumbuhan dicotil yang memiliki model arsitektur holttum antara lain, Boraginaceae, Lopeliaceae, dan Rutaceae. Model arsitektur corner dimiliki oleh tumbuhan tropis modern. model arsitektur corner terdapat pada tumbuhan dengan batang monokarpik dengan pertumbuhan ritmik dan perbungaan lateral. beberapa famili tumbuhan yang memiliki model arsitektur corner antara lain: Cyatheaceae, Dicksionaceae, Cycadaceae, Liliaceae, Musaceae, Palmae, Phytelephasiceae, Anacardiaceae, Araliaceae, Cactaceae, Capparidaceae, Caricaceae, Compositaceae, Connaraceae, Flacourtiaceae dan lain-lain. 2.3.2 Model arsitektur pohon Bercabang dengan Aksis Vegetatif yang Ekivalen Pada model arsitektur ini tidak terdapat pembaian antara batang dengan cabang sehingga homogen dan orthtotropik. Terdapat beberapa macam model arsitektur yang terdapat pada pohon bercabang dengan aksis vegetatif yang ekivalen yaitu: 1. Pohon dengan percabangan yang terjadi di bagian bawah module, umumnya di bawah permukaan tanah (basitoni), pertumbuhan kontinu dan aksis berupa hapaxanthy atau pleonanthy disebut dengan model tomlinson. Contoh tumbuhan yang tergolong dalam model arsitektur ini adalah famili Musaceae, Labeliaceae, dan Arecaceae. 2. Model arsitektur pohon yang bercabang dengan aksis vegetatif yang ekivalen, homogen dan orthtotropik serta akrotoni (percabangan terjadi pada bagian distal dari permukaan tanah dengan bentuk percabangan dikotom) disebut dengan model schoute. Contoh tumbuhannya adalah Nympha fraticans. 3. Pohon dengan percabangan simpodium (aksis tunggal yang terbentuk dari kumpulan meristem lateral dalam suatu rangkaian) dan monokaulus yaitu pohon dengan batang tunggal yang dihasilkan oleh satu atau lebih 10 meristem apikal yang berfungsi sebagai suatu rangkaian. Pohon dengan deskripsi seperti ini disebut dengan model chamberlain. Contohnya adalah Cycas circinali (Cycadceae), Cordyline indivisa (Agavaceae) dan Talisia mollis ( Sapindaceae). 4. Model arsitektur pohon dengan aksis vegetatif yang ekivalen, homogen, orthotropik, akrotoni dan percabangan terdiri dari dua atau lebih cabang, disebut dengan model leeuwenberg. Contohnya adalah Dracaena draco (Agavaceae), Ricinus communis dan Manihot esculenta (Euphorbiaceae). 2.3.3 Model Arsitektur Pohon Bercabang Dengan Aksis Vegetatif Non Ekivalen Tumbuhan dengan model arsitektur seperti ini kelihatan seperti tidak bercabang, poliaksial, aksis vegetatifnya tidak ekivalen. 1. Model arsitektur Mc Clure. Contohnya adalah Bambosa arundinaceae (Poaceae) dan Polygonum cuspiolatum (Polygonaceae). Model Mc Clure aksis vegetatifnya homogen (plagiotropik) atau heterogen (terdiferensiasi dalam bentuk aksis vegetatif plagiotropik dan orthotropik) dengan percabangan basitoni. 2. Model Kwan-Koriba, contohnya adalah Alstonia macrophyllum (Apocynaceae), Grossera vignei Hoyle. (Cochlospermaceae), dan lainlain. Model arsitektur ini mempunyai ciri-ciri poliaksial, aksis vegetatif tidak ekuivalen dan homogen atau heterogen, percabangan akrotoni dengan konstruksi modular, perbungaan terminal, percabangan terbatas dan simpodial. 3. Model Prevost. Contohnya Alstonia boonei (Apocynaceae), Cordia abyssinica (Boraginaceae), Euphorbia pulcherrima (Euphorbiaceae). Simpodial, batang pokok berbeda jelas dengan cabang, percabangan akrotoni dengan pola konstruksi modular, dan memiliki pola perbungaan terminal. 4. Theoretical Model I, yaitu pohon yang memiliki batang monopodial dengan pertumbuhan kontinyu, plagiotrop, dan perbungaan lateral. 11 5. Theoretical Model II, yaitu pohon yang pertumbuhan batangnya ritmik dan struktur artikulasi, plagiotropik, dan perbungaan lateral. Model arsitektur ini mirip dengan model arsitektur aubreville’s dan model arsitektur prevost. yang termasuk dalam theoretical model ii ini adalah model scarrone, contohnya Mangifera indica. 6. Theoretical model III, yaitu pohon dengan batang monopodial dan pola pertumbuhan kontinyu. Percabangan tersusun secara kontinyu, orthotropik, perbungaan apikal. Beberapa model arsitektur pohon yang termasuk dalam moel teoretikal III yaitu; Model rauh yang terdistribusi pada beberapa famili diantaranya adalah Araucariaceae, Pinaceae, Legumonceae, Hammamelidae, dan lain-lain; model roux yang terdistribusi pada famili Rubiaceae contohnya kopi arabika (C. Arabica) , famili Gnetaceae, dan lain-lain; model attim; model massart, model campagnant, model cook, model troll dan model mangenot. 2.3.4 Model Arsitektur Pohon Bercabang dengan Aksis Vegetatif Campuran Model arsitektur pohon ini memiliki aksis vegetatif campuran antara plagiotropik dan orthotropik dengan pola pertumbuhan primer. Aksis vegetatif campuran tersebut terjadi karena bentuk pertumbuhannya terjadi dalam dua tahap yaitu, tahapan permulaan terjadi pada bagian proksimal dengan bentuk orthotropik, dan tahapan kedua terjadi pada bagian distal dengan bentuk plagiotropik. Semua jenis tumbuhan seperti ini dinamai dengan model mangenot. Contohnya Dicranolepsis persei (Thymeleaceae) dan Gautteria sp. (Annonaceae). 2.4 Konservasi Tanah dan Air Tanah dan air mudah mengalami kerusakan atau terdegradasi. Arsyad (2005) menyatakan bahwa tanah adalah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponen-komponen padat, cair dan gas, dan mempunyai sifat serta perilaku yang dinamis. Pendapat lain dikemukakan oleh Sutanto (2005) yang menyatakan bahwa tanah merupakan hasil transformasi zat-zat mineral dan bahan organik di muka daratan bumi. Sebagai sumber daya alam, tanah mempunyai dua fungsi di bidang pertanian, fungsi pertama yaitu sebagai matriks tempat tumbuhnya akar 12 dan tempat tersimpannya air tanah, fungsi yang kedua yaitu sebagai unsur hara bagi tumbuhan. Kerusakan tanah dapat terjadi oleh beberapa faktor, yaitu: 1. Kehilangan unsur hara dan bahan organik dari daerah perakaran 2. Terakumulasinya garam di daerah perakaran (salinisasi), terkumpulnya unsur atau senyawa racun bagi tumbuhan 3. Penjenuhan tanah oleh air (water logging) 4. Erosi Kerusakan sumber air yang terjadi berupa hilangnya atau mengeringnya mata air atau menurunnya kualitas air. Hilangnya atau mengeringnya mata air berkaitan erat dengan erosi, sedangkan penurunan kualitas air dapat disebabkan oleh kandungan sedimen serta unsur yang terbawa masuk akibat erosi. Konservasi tanah dalam arti luas adalah penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai denga syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Dalam arti sempit konservasi tanah diartikan sebagai upaya untuk mencegah kerusakan tanah oleh erosi dan memperbaiki tanah yang rusak oleh erosi. Konservasi air pada prinsipnya adalah penggunaan air hujan untuk pertanian seefisien mungkin dan mengatur waktu aliran agar tidak terjadi banjir dan terdapat cukup air pada waktu musim kemarau. Konservasi tanah dan koservasi air merupakan dua hal yang berkaitan erat. Berbagai tindakan konservasi tanah juga merupakan tindakan konservasi air. Hutan memiliki peran penting dalam usaha konservasi tanah dan air. Tumbuh-tumbuhan yang terdapat pada kawasan yang tidak terganggu mempunyai peranan sebagai berikut, daya tahan dari daun-daunan dan ranting tumbuhan terhadap curah hujan dapat menahandaya tumbuk air hujan ke permukaan tanah dan menghambat aliran permukaan (run off), dengan adanya humus juga memperkecil laju aliran permukaan, akar-akar tumbuhan akan mengikat butirbutir tanah sehingga sulit dihancurkan dan porositas tanah terhadap air akan menjadi lebih besar sehingga mengurangi erosi (Kartasapoetra 2005). 13 2.4.1 Erosi Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat oleh air atau angin. Erosi menyebabkan hilangnya lapisan tanah yang subur dan baik untuk pertumbuhan tanaman serta berkurangnya kemampuan tanah untu menyerap dan menahan air. Terdapat beberapa macam erosi, yaitu: 1. Erosi Geologi Erosi geologi adalah erosi yang terjadi sejak permukaan bumi terbentuk yang menyebabkan terkikisnya batuan sehingga terbentuk morfologi permukaan bumi yang seperti sekarang ini. Erosi ini tidak berbahaya karena lajunya seimbang dengan pembentukan tanah ditempat terjadinya erosi tersebut (Rahim 2006) 2. Erosi Normal Erosi normal atau erosi alami merupakan proses pengangkutan tanah atau bagian-bagian tanah yang terjadi dibawah keadaan alami. 3. Erosi Dipercepat Erosi dipercepat merupakan pengangkutan tanah dengan laju yang lebih cepat dari erosi normal dan lebih cepat dari pembentukan tanah, sebagai akibat perbuatan manusia. Menurut bentuknya, erosi dibedakan dalam erosi lembar, erosi alur, erosi parit, erosi tebing sungai, longsor dan erosi internal. Daerah yang paling banyak mengalami erosi umumnya terbatas pada daerah di dalam zona 40º lintang utara dan 40º lintang selatan. Di dalam zona ini, tanah-tanah di daerah tropika paling banyak tererosi. Keadaan iklim menentukan kecenderungan erosi karena mencerminkan tidak hanya besarnya dan pola curah hujan, tetapi juga menetukan jenis dan pertumbuhan vegetasi serta jenis tanah (Arsyad 2006). Rahim (2006) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi erosi tanah meliputi, hujan, angin, limpasan permukaan, jenis tanah, kemiringan lereng, penutupan tanah baik oleh vegetasi atau lainnya, dan ada atau tidaknya tindakan konservasi. Selain itu, hasil penelitian yang dilakukan oleh Tambunan (2004) mengenai pengaruh hujan maksimum terhadap erosi dengan parameter curah hujan dan jenis tanah, diperoleh hasil bahwa curah hujan maksimum dan jenis 14 tanah memberi pengaruh efektif terhadap erosi. Dari beberapa faktor tersebut Morgan (1988) mengelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu: 1. Kelompok Energi, merupakan kemampuan potensial hujan, limpasan permukaan, atau angin. Kemampuan ini disebut eriosivitas. 2. Kelompok kepekaan tanah (Erodibilitas) yang bergantung pada sifat fisika-mekanika dan kimia tanah. 3. Kelompok proteksi, bertitik tolak pada faktor-faktor yang berhubungan dengan penutupan tanah. Arsyad (2005) menyimpulkan bahwa erosi adalah akibat interaksi kerja antara faktor-faktor iklim, topografi, vegetasi, dan manusia terhadap tanah yang dinyatakan dalam persamaan berikut: E = f (i,r,v,t,m) Keterangan: E : Erosi f : faktor peubah i : iklim r : topografi v : vegetasi m: manusia Faktor iklim yang mepengaruhi erosi adalah hujan. Besarnya curah hujan, intensitas, dan distribusi hujan menentukan kekuatan dispersi hujan terhadap tanah, jumlah dan kekuatan aliran permukaan serta tingkat kerusakan erosi yang terjadi. Faktor topografi yang paling berpengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi adalah kemiringan dan panjang lereng. Unsur topografi lain yang mungkin berpengaruh adalah konfigurasi, keseragaman dan arah lereng. Faktor vegetasi mempengaruhi siklus hidrologi melalui air hujan. Vegetasi merupakan lapisan pelindung antara atmosfer dan tanah. 2.5 Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) Program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) merupakan salah satu program pembangunan kehutanan. Latar belakang diadakannya program PHBM adalah untuk mengimplementasikan pengelolaan hutan lestari 15 dengan melibatkan peran masyarakat melalui sistem pengelolaan hutan bersama masyarakat. Program ini dilakukan untuk mengoptimalkan kelanjutan fungsi dan manfaat sumber daya hutan. Dengan adanya program PHBM diharapkan mampu memfasilitasi kegiatan pengelolaan hutan bersama masyarakat pada kawasan hutan dengan memperhatikan kondisi sumber daya hutan dan kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat (DEPHUT 2005). Area PHBM itu sendiri merupakan bagian dari hutan lindung yang dikelola bersama masyarakat. Berdasarkan Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan, hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai pelindung sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) adalah sistem pengelolaan sumberdaya hutan dengan pola kolaborasi yang bersinergi antara Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan atau pihak yang berkepentingan dalam upaya mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumberdaya hutan yang optimal. Sistem PHBM dibentuk untuk memberikan arah pengelolaan sumberdaya hutan dengan memadukan aspek ekonomi, ekologi, dan sosial secara proporsional dan profesional (www.cifor.cigar.pdf). Hasil penelitian Susilowati (2007) menyatakan bahwa sistem PHBM efektif dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan dan melestrikan hutan. Jatminingsih (2009) semakin menguatkan pernyataan tersebut, berdasarkan penelitiannya bahwa dengan adanya sistem PHBM di KPH Kendal, terjadi penurunan gangguan hutan yang signifikan.