hubungan pengetahuan ibu dan dukungan suami dengan

advertisement
55
HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU DAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN KUNJUNGAN
NEONATUS 1 (KN 1) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PASIRLANGU
KABUPATEN BANDUNG BARAT
TAHUN 2011
Flora Honey Darmawan dan Juliati Mulyani Dewi
Stikes Jenderal A. Yani Cimahi
ABSTRAK
Pada tahun 2009 pencapaian kunjungan neonatus KN1 hanya sebesar 52,7% dan pada tahun
2010 mencapai 69,16%. Secara statistik data diatas terjadi peningkatan kunjungan sebesar
16,46%. Meskipun terjadi peningkatan kunjungan neonatus, namun jumlah tersebut masih belum
mencapai target yang harus dicapai yaitu sebesar 89%. Tujuan Penelitian inia adalah untuk
mengetahui hubungan pengetahuan ibu dan dukungan suami dengan Kunjungan Neonatus 1
(KN1)diWilayah Kerja Puskesmas Pasirlangu Kabupaten Bandung Barat Tahun 2011.
Rancangan yang digunakan adalah analitikcorelative menggunakan pendekatan crosssectionaldengan sampel semua ibu yang mempunyai bayi usia 0-7 haridi Desa Pasirlangu wilayah
kerja Puskesmas Pasirlangu, yaitu sebanyak 89 orang. Data diperoleh menggunakan kuesioner
secara langsung (primer) selanjutnya data diolah dengan analisis univariat dan bivariat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu neonatus yang berpengetahuan kurang, setengahnya
(50%) tidak pernah melakukan kunjungan neonatus 1 (0-7 hari), ibu neonatus yang
berpengetahuan cukup, hampir seluruhnya (93,5%) melakukan kunjungan neonatus 1 (0-7 hari) ≥
1 kali dan ibu neonatus yang berpengetahuan baik, hampir seluruhnya (96,8%) melakukan
kunjungan neonatus 1 (0-7 hari) ≥ 1 kali. Sedangkan ibu neonatus yang tidak mendapat dukungan
dari suaminya sebagian besar (61,9%) melakukan kunjungan neonatus 1 (0-7 hari) ≥ 1 kali dan ibu
neonatus yang mendapat dukungan dari suaminya hampir seluruhnya (97,1%) melakukan
kunjungan neonatus 1 (0-7 hari) ≥ 1 kali. Ada hubungan antara pengetahuan ibu neonatus dengan
Kunjungan Neonatus 1 (KN1)di Wilayah Kerja Puskesmas Pasirlangu Kabupaten Bandung Barat
(P=0,0001). Ada hubungan dukungan suami dengan Kunjungan Neonatus 1 (KN1)di Wilayah Kerja
Puskesmas Pasirlangu Kabupaten Bandung Barat (P=0,0001).
Kata kunci
:Corelative,Pengetahuan Ibu, Dukungan suami, Kunjungan Neonatus (KN1)
ABSTRACT
In 2009 KN1 neonatal visits achievement only 52.7% and in 2010 reached 69.16%. In statistical
data on traffic increased by 16.46%. Despite an increase in neonatal visit, but the number is still not
reaching the targets to be achieved by 89%. Objective of the riset is to determine the relationship of
mother's knowledge and husband support in Neonates visits 1 (KN1) in the Public Health Center
Pasirlangu Work Area West Bandung Regency in 2011.
The design used is analytic corelative using cross-sectional sample of all mothers with infants aged
0-7 days at the Pasirlangu village in Public Health Center Pasirlangu Work Areas, as many as 89
people. Data were obtained using a questionnaire directly (primary) data processed further with
univariate and bivariate analysis.
The results showed that mothers of neonates who are less knowledgeable, half (50%) have never
done first visit neonatal (0-7 days), neonatal maternal knowledgeable enough, almost all (93.5%)
56
neonates visits 1 (0-7 days) ≥ 1 time mother and neonate are knowledgeable either, nearly all
(96.8%) neonates visits 1 (0-7 days) ≥ 1 times. While mothers of neonates who did not receive
support from her husband, the majority (61.9%) neonates visits 1 (0-7 days) ≥ 1 time mother and
neonates who had the support of her husband almost entirely (97.1%) neonates visits 1 (0-7 days)
≥ 1 times. There is a relationship between maternal knowledge neonates with neonates Visits 1
(KN1) in the Public Health Center Pasirlangu Work Area West Bandung regency (P = 0.0001).
There is a relationship with the husband's support visits Neonates 1 (KN1) in the Public Health
Center
Pasirlangu
Work
Area
West
Bandung
regency
(P
=
0.0001).
Key Words
:Corelative,Mothers Knowledges, Husband’s Support, Neonates Visit 1 (KN1)
A. PENDAHULUAN
Tujuan pembangunan kesehatan seperti tercantum dalam Undang-Undang nomor 36
tahun 2009 pasal 3 tentang kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif
secara sosial dan ekonomis (UU Kesehatan, 2009).
Banyak hal yang perlu diperhatikan sebagai upaya untuk dapat meningkatkan derajat
kesehatan.Salah satunya yang dipandang mempunyai peranan yang cukup penting ialah
menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara umum. Pelayanan kesehatan masyarakat
(Public Health Services) adalah merupakan sub sistem pelayanan kesehatan meliputi bidang
penyuluhan (promotif), pengobatan (kuratif),pencegahan (preventif) dan pemulihan
(rehabilitatif) dengan sasaran masyarakat (Depkes RI, 2008).
Menurut laporan kelompok kerja World Health Organization (WHO) pada bulan April
2007, dari 8,1 juta kematian bayi di dunia, 48% adalah kematian neonatus. Dari seluruh
kematian neonatus sekitar 60% merupakan kematian bayi umur kurang dari 7 hari dan
kematian bayi umur lebih dari 7 hari akibat gangguan perinatal. Sekitar 42% kematian
neonatus disebabkan oleh infeksi seperti tetanus neonatorum, sepsis, meningitis, pneumonia
dan diare (Depkes RI, 2007).
Berdasarkan hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2008
Angka Kematian Bayi (AKB) 34/1000 kelahiran hidup.Padahal, sesuai dengan tujuan ke-3
Millenium Development Goals 5 (MDG’s 5) yaitu “persalinan yang aman”, yang berbunyi
memastikan bahwa penolong persalinan mempunyai pengetahuan, keterampilan dan alat
untuk memberikan pertolongan yang aman dan bersih, serta memberikan pelayanan nifas
kepada ibu dan bayi (Prawirohardjo, 2006). Tahun 2015 Indonesia harus mampu menurunkan
angka kematian bayi hingga 17/1000 kelahiran hidup (Depkes RI, 2008).
Dari hasil penelitian dan perhitungan yang dilakukan, ditemukan bahwa kematian
neonatus di Indonesia pada tahun 2006-2010 sebesar 20 per 1000 kelahiran hidup. Angka ini
jika diterjemahkan ke jumlah absolut berarti dari 4.608.000 bayi yang lahir di Indonesia setiap
tahunnya 100-454 bayi meninggal sebelum berusia 1 bulan (Depkes RI, 2010).
Bayi hingga usia kurang 1 bulan merupakan golongan umur yang memiliki risiko
gangguan kesehatan paling tinggi. Upaya kesehatan yang dilakukan untuk mengurangi risiko
tersebut antara lain dengan melakukan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dan
57
pelayanan kesehatan pada neonatus (0-28 hari) minimal dua kali yaitu satu kali pada umur 07 hari (Kunjungan Neonatus 1) dan satu kali pada umur 8-28 hari (Kunjungan Neonatus 2)
(Muslihatun, 2010).
Dalam melaksanakan pelayanan neonatus, petugas kesehatan disamping melakukan
pemeriksaan kesehatan bayi juga melakukan konseling perawatan bayi kepada ibu.
Perawatan tersebut meliputi pelayanan kesehatan neonatus dasar yaitu tindakan resusitasi,
pencegahan hipotermia, pemberian ASI dini dan eksklusif, pencegahan infeksi berupa
perawatan mata, tali pusat, kulit, dan pemberian imunisasi,pemberian Vitamin K, Manajemen
Terpadu Balita Muda (MTBM) dan penyuluhanperawatan neonatus dirumah (Manuaba,
2010).
Wewenang bidan tentang pelayanan kesehatan pada anak sebagaimana yang
tercantum dalam KepMenKes Nomor 1464/MENKES/PER/X/2010 pasal 11, yaitu : 1)
melakukan asuhan bayi lahir normal termasuk resusitasi, pencegahan hipotermi, inisiasi
menyusu dini, injeksi vitamin K1, perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0-28 hari),
dan perawatan tali pusat ; 2) penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk ;
3) penanganan kegawat daruratan, dilanjutkan dengan perujukan ; 4) pemberian imunisasi
rutin sesuai program pemerintah ; 5) pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan
anak pra sekolah ; 6) pemberian konseling dan penyuluhan ; 7) pemberian surat keterangan
kelahiran ; 8) pemberian surat keterangan kematian.
Pada kenyataannya masih banyak petugas kesehatan (bidan) yang cenderung untuk
menunggu ibu yang mempunyai neonatus melakukan kunjungan ke tempat pelayanan
kesehatan, sehingga banyak ibu yang mempunyai neonatus yang tidak terpantau
pertumbuhan, perkembangan, tanda bahaya dan masalah lain pada kesehatan neonatus.
Petugas kesehatan (bidan) harus lebih aktif terjun ke masyarakat untuk meningkatkan
cakupan pelayanan, sehingga pemantauan pertumbuhan dan perkembangan neonatus dapat
terkontrol secara menyeluruh.
Penelitian yang dilakukan oleh Prawirohardjo (2006) menunjukkan bahwa 50% kematian
bayi terjadi dalam periode neonatus yaitu dalam 7 hari pertama kehidupan. Kurang baiknya
penanganan bayi baru lahir yang sehat akan menyebabkan kelainan-kelainan yang
mengakibatkan cacat seumur hidup, bahkan kematian. Misalnya hipotermi akan menyebabkan
hipoglikemia dan akhirnya dapat terjadi kerusakan otak. Pencegahan merupakan hal terbaik yang
harus dilakukan dalam penanganan neonatus sehingga neonatus sebagai organisme yang harus
menyesuaikan diri dari kehidupan intrauterine ke ekstrauterine dapat bertahan dengan baik karena
periode neonatus merupakan periode yang paling kritis dalam fase pertumbuhan dan
perkembangan bayi.
Proses adaptasi fisiologis yang dilakukan bayi baru lahir perlu diketahui dengan baik oleh
tenaga kesehatan khususnya bidan, yang selalu memberikan pelayanan kesehatan bagi ibu, bayi
dan anak (Muslihatun, 2010). Rendahnya kunjungan neonatus menunjukkan bahwa seorang
tenaga kesehatan khususnya bidan harus meningkatkan kualitas pelayanan yang meliputi
pemeriksaan fisik, perawatan tali pusat, imunisasi HB0 dan tanda bahaya pada bayi (Muslihatun,
2010).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuniar (2004) bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi kunjungan neonatus adalah pendidikan ibu yang rendah, sikap ibu yang negatif
58
seperti takut salah dalam melakukan perawatan tali pusat, kurangnya dukungan dari keluarga,
pengetahuan ibu yang kurang dan status ekonomi yang masih rendah (Yuniar, 2004).
Menurut H.L. Blum tahun 1974 (dalam Notoatmodjo, 2003) bahwa status kesehatan
masyarakat itu ditentukan oleh empat faktor yaitu lingkungan, perilaku, hereditas atau keturunan
dan pelayanan kesehatan. Selanjutnya Green L. Tahun 1980 (dalam Notoatmodjo, 2007)
menjelaskan bahwa perilaku itu dilatarbelakangi oleh 3 faktor diantaranya adalah faktor
predisposing yaitu pengetahuan dan sikap, faktor enabling (pendukung) yaitu pendapatan dan
faktor reinforcing (pendorong) yaitu sikap petugas kesehatan dan dukungan keluarga
(Notoatmodjo, 2003).
Menurut Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2008 di Jawa Barat AKB 40,56/100
Kelahiran Hidup (KH), Sekitar 42% kematian neonatus disebabkan oleh infeksi seperti tetanus
neonatorum, sepsis, meningitis, pneumonia, dan diare (BPS Jabar, 2008). Berdasarkan data dari
Dinas Kesehatan Bandung Barat jumlah kematian bayi pada tahun 2009 sebanyak 56/9566 KH
(5,86/1000 KH). Adapun data jumlah kematian bayi pada tahun 2010 di Puskesmas Pasirlangu
terdapat 4 neonatus meninggal penyebab kematiannya yaitu infeksi 1 bayi, asfiksia 1 bayi, BBLR 2
bayi (Profil Puskesmas Pasirlangu, 2010).
Cakupan Kunjungan Neonatus 1 (KN1) di KabupatenBandung Barat pada tahun 2010
sebesar 44,07%, (Dinkes Bandung Barat, 2010). Menurut Profil Kesehatan Jawa Barat tahun 2010
cakupan kunjungan neonatus ditargetkan harus mencapai 89%, dengan demikian tingkat
pencapaian kunjungan neonatus di Kabupaten Bandung Barat masih di bawah target yang
ditetapkan.
Di wilayah kerja Puskesmas Pasirlangu,kunjungan neonatus 1 (KN1) hanya mencapai
69,16%. Dari data cakupan tersebut dapat disimpulkan bahwa kunjungan neonatus masih belum
mencapai target yang diharapkan.Belum tercapainya target tersebut salah satunya disebabkan
masih kurangnya pengetahuan ibu-ibu tentang pentingnya memeriksakan bayi baru lahir, adanya
anggapan bila anaknya sehat tidak perlu diperiksakan kesehatannya, tidak boleh membawa bayi
keluar rumah sebelum berumur 40 hari,serta kurangnya dukungan dari keluarga untuk
memeriksakan bayi baru lahir ke tempat pelayanan kesehatan (Depkes RI, 2008). Data kunjungan
neonatus di Puskesmas Pasirlangu pada tahun 2009 - tahun 2010 dapat dilihat pada tabel berikut
ini :
Tabel 1. Data Kunjungan Neonatus Di Puskesmas Pasirlangu Tahun 2009-2010
KN 1
KN 1
Tahun 2009
Tahun 2010
Bulan ini
Kumulatif
Bulan ini
Kumulatif
Tugu Mukti
5,9
38,3
7,65
87,7
Pasirlangu
7,4
65,6
5,03
57,3
Cipada
8,9
54,4
3,72
69,3
Sadang Mekar
7,3
60,9
4,09
68,4
Jumlah
7,2
52,7
41,80
69,16
Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa pada tahun 2009 pencapaian kunjungan
neonatus KN 1 hanya mencapai sebesar 52,7% sedangkan pada tahun 2010 mencapai 69,16%,
secara statistik data diatas terjadi peningkatan kunjungan sebesar 16,46%. Meskipun terjadi
Wilayah kerja
59
peningkatan kunjungan neonatus, namun jumlah tersebut masih belum mencapai target yang
harus dicapai yaitu sebesar 89% (Profil Puskesmas Pasirlangu, 2010).
Bila dibandingkan pencapaian target antara Puskesmas Cisarua dengan Puskesmas
Pasirlangu terdapat perbedaan, dimana pencapaian kunjungan neonatus KN 1 mencapai
111,83% sedangkan Puskesmas Pasirlangu hanya mencapai 69,5%. Hal ini menunjukkan bahwa
target kunjungan neonatus di Puskesmas Pasirlangu masih belum tercapai (Profil Puskesmas
Pasirlangu, 2010).
Hasil pra survei yang dilakukan peneliti melalui Profil Kesehatan Puskesmas Pasirlangu
periode Nopember s.d. Desember Tahun 2010 terdapat 59 orang ibu yang memiliki bayi baru lahir,
ternyata hanya 18 orang (30,50%) ibu yang melakukan kunjungan neonatus 1 dan 2, 20 orang
(33,89%) ibu hanya melakukan kunjungan neonatus 1 dan 21 orang (35,59%) ibu nifas tidak
melakukan kunjungan neonatus.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul: ”Hubungan Pengetahuan Ibu dan Dukungan Suami Dengan Kunjungan Neonatus 1
(KN 1) di Wilayah Kerja Puskesmas Pasirlangu Kabupaten Bandung Barat Tahun 2011”.
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui kunjungan neonatus (KN1)
2. Untuk mengetahui pengetahuan ibu neonatus
3. Untuk mengetahui dukungan suami
4. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu dengan kunjungan neonatus (KN1)
5. Untuk mengetahui hubungan dukungan suami dengan kunjungan neonatus (KN1)
B. METODE PENELITIAN
Kunjungan neonatus adalah kontak dengan tenaga kesehatan minimal dua kali untuk
mendapatkan pelayanan dan pemeriksaan kesehatan neonatus baik di dalam gedung
puskesmas maupun di luar gedung puskesmas (termasuk bidan di desa, polindes dan
kunjungan rumah). KN1 adalah kontak neonatus dengan tenaga profesional pada umur 0-7
hari sedangkan KN2 adalah kontak neonatus dengan tenaga profesional pada umur 8-28
hari.
Bila seorang ibu sudah tahu tentang manfaat dan tujuan suatu tindakan pelayanan
kesehatan dalam hal ini kunjungan neonatus, maka kita sebagai tenaga kesehatan akan lebih
mudah dalam melaksanakan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan (IBI, 2006). Walaupun
peningkatan pengetahuan tidak selalu menyebabkan perubahan perilaku tapi mempunyai
hubungan positif, dimana dengan peningkatan pengetahuan maka perubahan perilaku
akan lebih cepat. Perilaku tidak akan langsung berubah dengan seketika oleh
pengetahuan
baru, namun adanya peningkatan pengetahuan dapat menjadi
terakumulasinya pengetahuan tersebut dalam diri seseorang yang masuk dalam sistem
kepercayaan, nilai-nilai yang dianut, sikap, minat, dan akhirnya menuju perilaku tersebut
(Azwar, 2006).
Berdasarkan pernyataan tersebut, maka dapat diasumsikan bahwa dengan
pengetahuan yang baik maka akan timbul suatu pemahaman mengenai pentingnya
kunjungan neonatus dan selanjutnya akan timbul pula suatu sikap yang positif sehingga
muncul suatu perilaku baru dalam hal ini adalah melakukan kunjungan neonatus.
60
Faktor pendukung mencakup kesediaan sarana dan prasarana atau fasilitas
kesehatan bagi masyarakat. Faktor ini juga menyangkut keterjangkauan berbagai sumber
daya, biaya, jarak, ketersediaan transportasi dan sebagainya. Di sebagian besar pedesaan
untuk menjangkau pelayanan kesehatan memerlukan waktu yang lama, karena jarak yang
jauh serta kurangnya fasilitas transportasi dan sarana kesehatan (Cholil, 2003).
Dukungan sosial dapat berupa sesuatu yang dilakukan individu satu sama lain atau
dapat berupa budaya peduli yang diberikan oleh masyarakat dan layanan perawatan yang
terdapat didalamnya. Wanita yang menerima dukungan pada akhirnya akan memiliki
kesehatan yang lebih baik. Efek peningkatan kesehatan dari dukungan yang diberikan dapat
meningkatkan kesehatan dan perkembangan anak-anak mereka pada masa kanak-kanak
(Henderson, 2001).
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disajikan ke dalam bentuk kerangka konsep
penelitian seperti berikut ini:
Faktor Predisposisi:
- Pendidikan
- Pekerjaan
- Sikap
-
Pengetahuan
Faktor Pendukung:
- Ketersediaan waktu
- Jarak ke tempat
pelayanan
- Pendapatan
Kunjungan
Neonatus
Faktor Pendorong:
- Dukungan keluarga
(suami)
- Sikap petugas kesehatan
Sumber : Modifikasi Teori Green tahun 1980 yang dikutip dalam Notoatmodjo (2007)
Keterangan:
: Diteliti
:
Tidak diteliti
Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian analitik
corelative yaitu merupakan rancangan penelitian yang bertujuan menerangkan hubungan
antara variabel independen (pengetahuan ibu dan dukungan suami) dengan variabel
dependen (kunjungan neonatus) dengan menggunakan pendekatan cross sectional, dimana
peneliti melakukan pengukuran variabel independen dan dependen dalam waktu yang
61
bersamaan. Adapun definisi operasional untuk setiap variabel dapat dilihat pada tabel berikut
ini :
Tabel 2. Definisi Operasional
Definisi
Operasional
Alat
Ukur
Kategori
Skala
Ukur
Variabel
Definisi Konseptual
Kunjungan
neonatus
Kontak dengan
tenaga kesehatan
minimal dua kali
untuk mendapatkan
pelayanan dan
pemeriksaan
kesehatan neonatus
(Muslihatun, 2010)
Pemenuhan
kunjungan neonatus
(KN1) pada bayi
baru lahir minimal 1
kali pada umur 0-7
hari.
Kuesioner 1. Tidak tercapai, jika tidak
pernah melakukan
kunjungan neonatus
2. Tercapai, jika kunjungan
neonatus lebih atau sama
dengan 1 kali
Nominal
Pengetahuan
ibu
Pengetahuan
merupakan hasil dari
tahu, dan terjadi
setelah orang
melakukan
penginderaan
terhadap suatu objek
tertentu
(Arikunto,2007)
Kuesioner 1. Kurang, jika pertanyaan
dijawab benar <56%
2. Cukup, jika pertanyaan
dijawab benar 56-75%
3. Baik, apabila pertanyaan
dijawab benar 76-100%
Ordinal
Dukungan
Suami
Kemampuan ibu
yang memiliki
neoanatus untuk
mengungkapkan
apa yang
diketahuinya
tentang
kunjunganneonatus
dalam bukti jawaban
tertulis.
Dukungan yang
diberikan anggota
keluarga (suami)
kepada ibu terhadap
kunjungan neonatus
(KN1)
Suatu motivasi yang
Kuesioner 1. Tidak mendukung, jika
diberikan oleh
jumlah skor T < mean (64)
pasangan hidup dan
2. Mendukung, jika jumlah skor
keluarga kepada ibu
T ≥ mean (64)
neonatus dalam
menentukan pilihan
dalam pemeriksaan
kehamilan (Leveno,
2009)
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai bayi usia 0-7 haridi
Desa Pasirlangu Wilayah Kerja Puskesmas Pasirlangu Kabupaten Bandung Barat tahun2011
yaitu sebanyak 812 ibu yang mempunyai neonatus.
Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari ibu yang mempunyai bayi usia 0-7
haridi Desa Pasirlangu wilayah kerja Puskesmas Pasirlangu.Pengambilan sampel
menggunakan formula sederhana untuk populasi di bawah 10.000 (Notoatmodjo, 2005)
dengan tingkat kepercayaan 90% dan tingkat penyimpangan 10%, maka didapat besar
sampel sebanyak 89 orang. Adapun teknik pengambilan sampel dalam penelitian
Ordinal
62
menggunakan Quota Sampling yaitu pengambilan sampel dengan menentukan ciri pada
karakteristik yang diperlukan sampai dengan jumlah (jatah) yang telah ditetapkan (Hidayat,
2009) sehingga sampel yang akan dijadikan responden penelitian sebanyak 89 ibu yang
mempunyai neonatus.
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer
digunakan untuk mengetahui pengetahuan dan dukungan suami dengan menggunakan
kuesioner. Pengumpulan data primer dalam hal ini adalah kuesioner dilakukan secara
langsung oleh peneliti secara serentak pada waktu yang bersamaan dalam setiap jadwal
Posyandu 1 bulan sekali.Sedangkan data sekunder digunakan untuk mengambil data ibu
yang mempunyai neonatus dari bidan desa dan swasta.Selama pengambilan data peneliti
mendampingi responden agar dapat memberikan penjelasan terhadap pertanyaan yang tidak
dimengerti. Peneliti kemudian memeriksa kembali jawaban yang telah diisi oleh responden.
Pada proses pengambilan data peneliti dibantu oleh kader untuk mengantisipasi ibu neonatus
yang tidak datang ke Posyandu.
Jenis kuesioner yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner tertutup
untuk mengukur pengetahuan dimana responden diberikan pertanyaan-pertanyaan dengan
alternatif jawaban pilihan ganda (multyple choice). Sedangkan untuk mengukur dukungan
suami menggunakan Dichotomous Choise dalam pertanyaan ini hanya memilih satu diantara
dua jawaban “ya atau tidak” (Notoatmodjo,2003).
Sebelum alat ukur (kuesioner) digunakan maka terlebih dahulu dilakukan uji coba
kuesioner yaitu uji validitas dan reliabilitas kuesioner penelitian. Adapun uji coba kuesioner ini
akan dilakukan kepada 20 orang responden di Puskesmas Cikalong Wetan.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Kunjungan Neonatus 1 (KN1)
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Kunjungan Neonatus 1 (KN1) di Wilayah Kerja
Puskesmas Pasirlangu Cisarua Kabupaten Bandung Barat periode
tahun2011
Kunjungan Neonatus 1 (KN1)
Frekuensi (F)
Prosentase (%)
Tidak pernah
10
11,2
≥ 1 kali
79
88,8
Total
89
100
Berdasarkan tabel 3 di atas dapat diketahui bahwa dari 89 ibu Neonatus, hampir
seluruhnya (88,8%) pernah melakukan kunjungan ≥1 kali dan yang tidak pernah
melakukan kunjungan neonatus sebanyak 10 orang (11,2%) di Wilayah Kerja Puskesmas
Pasirlangu Cisarua Kabupaten Bandung Barat tahun 2011.
2. Dukungan Suami
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Dukungan Suami di Wilayah Kerja Puskesmas
Pasirlangu Cisarua Kabupaten Bandung Barat periode tahun2011
63
Dukungan Suami
Frekuensi (F)
Prosentase (%)
Tidak mendukung
21
23,6
Mendukung
68
76,4
Total
89
100
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 89 ibu Neonatus, sebagian
besar (76,4%) mendapat dukungan dari suami dalam melakukan kunjungan neonatus
dan ibu neonatus yang tidak didukung suami sebanyak 21 orang (23,6%) di Wilayah
Kerja Puskesmas Pasirlangu Cisarua Kabupaten Bandung Barat tahun 2011.
3. Pengetahuan Ibu Neonatus
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Ibu Neonatus Tentang Kunjungan
Neonatus 1 (KN1) di Wilayah Kerja Puskesmas Pasirlangu Cisarua
Kabupaten Bandung Barat periode tahun2011
Pengetahuan Ibu Neonatus
Frekuensi (F)
Prosentase (%)
Kurang
12
13,5
Cukup
46
51,7
Baik
Total
31
89
34,8
100
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 89 Ibu Neonatus, lebih dari
setengahnya (51,7%) memiliki pengetahuan cukup tentang Kunjungan Neonatus (KN1),
baik sebanyak 31 orang (34,8%) dan yang berpengetahuan kurang sebanyak 12 orang
(13,5%) di Wilayah Kerja Puskesmas Pasirlangu Cisarua Kabupaten Bandung Barat
tahun 2011.
4. Hubungan Pengetahuan Ibu Neonatus Dengan Kunjungan Neonatus (KN1)
Tabel 6. Hubungan Pengetahuan Ibu Neonatus Dengan Kunjungan Neonatus 1
(KN1)di Wilayah Kerja Puskesmas Pasirlangu Kabupaten Bandung Barat
tahun 2011
Pengetahuan Ibu
Neonatus
Kurang
Cukup
Baik
Kunjungan Neonatus 1
Tidah pernah
≥ 1 kali
n
%
N
%
6
50
6
50
3
6,5
43
93,5
1
3,2
30
96,8
Total
N
12
46
31
%
100
100
100
P value
0.0001
64
Jumlah
10
11,2
79
88,8
89
100
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 12 ibu neonatus yang
berpengetahuan kurang, setengahnya (50%) tidak pernah melakukan kunjungan
neonatus 1 (0-7 hari). Dari 46 ibu neonatus yang berpengetahuan cukup, hampir
seluruhnya (93,5%) melakukan kunjungan neonatus 1 (0-7 hari) ≥ 1 kali. Sedangkan
dari31 ibu neonatus yang berpengetahuan baik, hampir seluruhnya (96,8%) melakukan
kunjungan neonatus 1 (0-7 hari) ≥ 1 kali. Hasil uji statistik didapatkan ada hubungan
pengetahuan ibu neonatus dengan Kunjungan Neonatus 1 (KN1)di Wilayah Kerja
Puskesmas Pasirlangu Kabupaten Bandung Baratdengan nilai P value =0,0001.
Hal tersebut diperkuat oleh hasil penelitian Hapsari dan Sulistyiowati (2009)
dimana hasil analisis regresi logistik bivariat menunjukkan bahwa variabel BBLR, KN1,
KN2 dan pemanfaatan pelayanan kesehatan mempunyai nilai p<0,25. Bayi neonatus
yang tidak melakukan KN1 mempunyai 2,1 kali untuk terkena diare/ISPA/pneunomia
dibandingkan bayi neonatus yang melakukan KN1. Bayi neonatus yang tidak melakukan
KN2 mempunyai risiko 6 kali (OR=6,0) terkena diare/ispa/pneumonia dibandingkan bayi
yang melakukan KN2. Hal tersebut menunjukkan risiko protektif bagi bayi yang tidak
melakukan kunjungan neonatus yang berarti mempunyai risiko lebih kecil untuk terkena
sakit. Bayi neonatus yang tidak menggunakan fasilitas kesehatan mempunyai risiko 3
kali untuk terkena penyakit diare/ISPA/pneumonia dibandingkan bayi neonatus yang
menggunakan fasilitas kesehatan (Badan Pusat Statistik Jabar, 2008).
Pengetahuan yang dimiliki ibu neonatus akan dipengaruhi oleh beberapa hal.
Menurut Notoatmodjo (2003) hal tersebut pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman
sendiri maupun orang lain. Pengalaman yang sudah diperoleh dapat memperluas
pengetahuan seseorang.Biasanya diperoleh secara turun menurun dan tanpa ada
pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini bisa mempengaruhi pengetahuan seseorang,
baik yang sifatnya positif maupun negatif.Fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat
mempengaruhi pengetahuan seseorang, misalnya radio, majalah dan
buku.Pengetahuan merupakan hasil dari "tahu", ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu terutama melalui mata dan telinga.
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan
seseorang. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2003).
Penelitian yang dilakukan oleh Prawirohardjo (2006) menunjukkan bahwa 50%
kematian bayi terjadi dalam periode neonatus yaitu dalam 7 hari pertama kehidupan.
Kurang baiknya penanganan bayi baru lahir yang sehat akan menyebabkan kelainankelainan yang mengakibatkan cacat seumur hidup, bahkan kematian. Misalnya
hipotermi akan menyebabkan hipoglikemia dan akhirnya dapat terjadi kerusakan otak.
Pencegahan merupakan hal terbaik yang harus dilakukan dalam penanganan neonatus
sehingga neonatus sebagai organisme yang harus menyesuaikan diri dari kehidupan
intrauterine ke ekstrauterine dapat bertahan dengan baik karena periode neonatus
merupakan periode yang paling kritis dalam fase pertumbuhan dan perkembangan bayi.
Berdasarkan pernyataan tersebut, maka dapat diasumsikan bahwa dengan
pengetahuan yang baik tentang pemeriksaan bayi baru lahir atau neonatus berupa
65
pemeriksaan fisik, pemberian imuniasi,perawatan tali pusat,memberi tahu tentang tanda
bahaya pada bayineonatus maka akan timbul suatu pemahaman mengenai pentingnya
kunjungan neonatus dan selanjutnya akan timbul pula suatu sikap yang positif tentang
kunjungan neonatus sehingga muncul suatu perilaku baru dalam hal ini adalah
melakukankunjungan neonatus.Pengetahuan merupakan komponen faktor predisposisi
yang penting. Walaupun peningkatan pengetahuan tidak selalu menyebabkan
perubahan perilaku tapi mempunyai hubungan positif, dimana dengan peningkatan
pengetahuan maka perubahan perilaku akan lebih cepat. Hal tersebut sesuai
dengan pendapat Azwar (2006) bahwa perilaku tidak akan langsung berubah dengan
seketika oleh pengetahuan baru, namun adanya peningkatan pengetahuan dapat
menjadi terakumulasinya pengetahuan tersebut dalam diri seseorang yang masuk
dalam sistem kepercayaan, nilai-nilai yang dianut, sikap, minat, dan akhirnya menuju
perilaku tersebut.
5. Hubungan Dukungan Suami Dengan Kunjungan Neonatus (KN1)
Tabel 7. Hubungan Dukungan Suami Dengan Kunjungan Neonatus 1 (KN1)di
Wilayah Kerja Puskesmas Pasirlangu Kabupaten Bandung Barat tahun
2011
Dukungan Suami
Tidak mendukung
Mendukung
Jumlah
Kunjungan Neonatus 1
Tidah pernah
≥ 1 kali
n
%
N
%
8
38,1
13
61,9
2
2,9
66
97,1
10
11,2
79
88,8
Total
N
21
66
89
P value
%
100
100
100
0.0001
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 21 ibu neonatus yang tidak
mendapat dukungan dari suaminya sebagian besar (61,9%) melakukan kunjungan
neonatus 1 (0-7 hari) ≥ 1 kali. Sedangkan dari 66 ibu neonatus yang mendapat
dukungan dari suaminya hampir seluruhnya (97,1%) melakukan kunjungan neonatus 1
(0-7 hari) ≥ 1 kali. Hasil uji statistik didapatkan ada hubungan dukungan suami dengan
Kunjungan Neonatus 1 (KN1)di Wilayah Kerja Puskesmas Pasirlangu Kabupaten
Bandung Baratdengan nilai P value =0,0001.Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian
Legowo (2004) mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian imunisasi
hb-1(0-7 hari) pada kunjungan neonatus dini (KN-1) di wilayah kerja Puskesmas trangkil
kabupaten pati tahun 2003, dimana pada penelitian tersebut diperoleh hasil terdapat
hubungan dukungan suami dengan kunjungan Neonatus Dini (KN-1) dengan nilai
Pvalue = 0,025.
Dukungan keluarga khususnya suami sangat dibutuhkan oleh ibu, hal tersebut
karena ibu ingin selalu mendapatkan perhatian serta pengertian dari suaminya selama
merawat neonatus. Menurut asumsi peneliti, dukungan suami berupa : suami
mendukung dalam melakukan kunjungan bayi usia 0-7 hari, suami selalu mendampingi
saya saat akan melakukan kunjungan bayi usia 0-7 hari, suami tidak melarang saya
66
untuk melakukan kunjungan bayi usia 0-7 hari, suami sangat mencemaskan kesehatan
bayi usia 0-7 hari oleh sebab itu saya selalu di antar suami untuk kunjungan ke bidan
atau dokter, pada saat akan melakukan kunjungan, meski suami sibuk dengan
pekerjaannya namun masih mau mengantar ibu neonatus ke bidan.
Pada kondisi ini seorang ibu perlu dukungan agar kondisi fisik dan mentalnya
tetap stabil dalam menghadapi suatu permasalahan merawat neonatus yang tengah
dihadapinya. Adanya dukungan keluarga khususnya suami dapat membuat tenang
kondisi psikologis ibu neonatus dalam melakukan kunjungan neonatus. Sebagaimana
yang dikemukakan oleh Muslihatun (2010) bahwa pada kondisi merawat neonatus
seorang ibu harus selalu didampingi oleh keluarganya (suami) sebagai dorongan moril
psikologis diri ibu. Hal tersebut diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Ratih
(2006) bahwa dukungan keluarga mempunyai pengaruh positif terhadap ibu neonatus
dalam melakukan kunjungan neonatus ke pelayanan kesehatan. Berdasarkan beberapa
pernyataan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa dukungan keluarga mempunyai
pengaruh yang cukup besar pada ibu neonatus untuk melakukan kunjungan ulang
neonatus.
Dukungan merupakansuatu motivasi yang diberikan oleh pasangan hidup dan
keluarga kepada ibu neonatus dalam menentukan pilihan dalam pemeriksaan
kehamilan.Dukungan keluarga telah menjadi konseptualisasi dukungan sosial sebagai
koping keluarga, baik dukungan sosial keluarga internal dan ekternal terbukti
bermanfaat. Suami dan keluarga dapat memberikan dukungan sosial yang penting bagi
ibu neonatus (Leveno, 2009).
Dukungan yang efektif telah didefinisikan dalam berbagai cara. Dukungan sosial
dapat berupa sesuatu yang dilakukan individu satu sama lain atau dapat berupa budaya
peduli yang diberikan oleh masyarakat dan layanan perawatan yang terdapat
didalamnya. Wanita yang menerima dukungan pada akhirnya akan memiliki kesehatan
yang lebih baik. Efek peningkatan kesehatan dari dukungan yang diberikan dapat
meningkatkan kesehatan dan perkembangan anak-anak mereka pada masa kanakkanak (Henderson, 2001).Bentuk dukungan menurut Sarwono (2010) dapat berupa
dukungan materil dan dukungan moril, dalam hal ini keluarga (suami) harus mengerti
akan kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi oleh ibu neonatus agar proses
perawatan neonatus tidak mengalami kesulitan.
Biasanya bentuk dukungan materil berupa harta, benda dan segala sesuatu yang
menjadi kebutuhan dasar (primer) bagi ibu neonatus. Sedangkan bentuk dukungan moril
biasanya berupa kesiagaan suami untuk selalu menemani ibu neonatus ketika
membutuhkan bantuan dan dorongan mental dalam hal pola asuh neoanatus (Leveno,
2009).
Dengan adanya dukungan dari keluarga khususnya suami, ibu akan merasa aman
dan nyaman ketika melakukan perawatan pada neonatus, kondisi ini akan menambah
keharmonisan rumah tangga serta membuat neonatus selalu terpantau dari segi
kesehatan maupun kebutuhan fisiologinya (Sarwono, 2010).
Menurut Muslihatun (2010), Ibu dalam masa nifas perlu mendapat dukungan dari
suami dan keluarga. Bentuk dukungan bagi ibu menyusui, antara lain melibatkan suami
dan keluarga dalam kegiatan menyusui,perawatan neonatus sehari-hari, memastikan
67
makan dan minum ibu cukup, menganjurkan ibu mengunjungi dan memegang bayi
sesering mungkin; menjelaskan obat-obat yang perlu diminum dan tidak menggangu
laktasi, kecuali kotrimoksasol dan fansindar karena dapat menyebabkan ikterus.
Hasil penelitian masih terdapat ibu neonatus yang mendapat dukungan dari suami,
tetapi tidak pernah melakukan kunjungan neonatus sebesar 2,9%. Hal tersebut menurut
asumsi peneliti disebabkan oleh faktor ekonomi yang rendah sehingga tidak mampu
untuk melakukan kunjungan neonatus (KN1). Selain itu pengetahuan ibu yang kurang
tentang adanya bantuan operasional kesehatan, dimana segala bentuk pelayanan
dibantu oleh pemerintah, akan tetapi pada kenyataannya banyak ibu yang tidak
melakukan kunjungan neonatus 1 (KN1).
Kondisi tersebut diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Yuniar (2004)
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kunjungan neonatus adalah pendidikan ibu
yang rendah, sikap ibu yang negatif seperti takut salah dalam melakukan perawatan tali
pusat, kurangnya dukungan dari keluarga, pengetahuan ibu yang kurang dan status
ekonomi yang masih rendah.
D. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
a. Ada hubungan antara pengetahuan ibu neonatus dengan Kunjungan Neonatus 1
(KN1)di Wilayah Kerja Puskesmas Pasirlangu Kabupaten Bandung Barat.
b. Ada hubungan dukungan suami dengan Kunjungan Neonatus 1 (KN1)di Wilayah
Kerja Puskesmas Pasirlangu Kabupaten Bandung Barat.
2. Saran
a. Bagi Ibu Neonatus
Diharapkan bagi ibu yang mempunyai neonatus agar lebih meningkatkan kesadaran
dengan cara melakukan penyuluhan, kunjungan langsung, dan pemasangan media
kesehatan tentang pentingnya kunjungan neonatus agar bayi yang berumur 0-7 hari
mendapatkan pelayanan kesehatan secara dini dan optimal dari tenaga kesehatan
setempat.
b. Bagi Bidan
Diharapkan bidan lebih aktif mendatangi rumah-rumah ibu neonatus dalam
melakukan pemeriksaan kesehatan neonatus dan aktif menyampaikan informasi
kepada ibu neonatus dan suami tentang adanya bantuan ekonomi dari pemerintah
untuk biaya kesehatan diantaranya untuk melakukan kunjungan neonatus sebagai
upaya preventif(pencegahan) seperti penyuluhan dan memberikan pelayanan
kesehatan kepada ibu yang mempunyai neonatus sehinggatujuan untuk menurunkan
AKI/AKB dapat berjalan secara optimal.
68
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, (2006) Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta:PT Rineka Cipta.
_________, (2009) Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.
Azwar, S. (2005). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Edisi Ke 2. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
BPS Jabar. (2008). Profil Kesehatan Jawa Barat. Bandung.
Cholil, (2003) Asuhan Neonatus dan Ibu Nifas, Jakarta : Rineka Cipta
Depkes. RI, (2008) Pengembangan SDM. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.
__________.(2010). Kematian Neonatus di Indonesia. http://www.depkes.go.id, diperoleh tanggal
15 Maret 2011
__________(2008). Asuhan Neonatus. http://www.depkes.go.id, diperoleh tanggal 17 Maret 2011.
Friedman. (1998). Komunikasi Terapeutik.Jakarta : EGC.
Henderson, C. (2001) Buku Ajar Konsep Kebidanan. Alih Bahasa : RiaAnjarwati. Jakarta ECG
Leveno, et all. (2009). Obstetri Williams. Edisi 21. Jakarta: EGC.
Manuaba, I.G.D. (2010). Ilmu Kebidanan:Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. Jakarta :
EGC.
Muslihatun, (2010). Asuhan Neonatus Bayi Dan Balita. Jakarta : EGC
Notoatmodjo, S . (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
____________. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nursalam. (2003) Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika.
Prawirohardjo. (2006). Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirihardjo.
Profil Puskesmas Pasirlangu, (2010), Tim program KIA.
Yuniar. (2004). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kunjungan Neonatus. Skripsi. Universitas Sumatera
Utara.
Download