1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan

advertisement
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan
Teknik perawatan ortodontik dengan alat cekat merupakan perawatan
ortodontik yang sudah banyak dilakukan. Alat cekat mempunyai tiga
komponen dasar yaitu bracket, achwire, dan auxilliary, ketiga komponen ini
saling berhubungan dan merupakan komponen utama alat cekat (Proffit dan
Fields, 2000; Heasman, 2003).
Perawatan ortodontik didasarkan pada fakta bahwa dengan pemberian
tekanan yang tepat, gigi dapat digerakkan tanpa mengakibatkan kerusakan
pada gigi tersebut maupun perlekatan pada tulang (Heasman, 2003). Gerakan
gigi ortodontik yang ideal, tulang alveolar akan mengikuti gerakan gigi,
sehingga rasio antara remodeling tulang dengan gerakan gigi adalah 1:1.
Selama perawatan ortodontik, gaya mekanik yang diaplikasikan pada gigi
akan menyebabkan reaksi tulang alveolar. Tekanan yang berlebihan akan
mengakibatkan kerusakan jaringan periodontal, serabut-serabut mekanis pada
ligament periodontal ruptur, dan sebagian tulang alveolar nekrotik karena
injuri pembuluh darah. Tekanan melebihi tekanan darah akan menyebabk an
pembuluh darah kapiler pada ligament periodontal kolaps sehingga
menghambat suplai darah, sebaliknya apabila tekanan maksimal yang
diaplikasikan lebih kecil dari tekanan darah maka pembuluh darah kapiler
tidak kolaps, oleh karena itu gaya optimal untuk menggerakkan gigi
1
sebaiknya tidak lebih besar dari tekanan pembuluh darah kaliper (Pudyani
dkk., 2008).
Gaya ortodontik yang diaplikasikan pada mahkota akan diteruskan ke
akar, ligamen periodontal dan tulang alveolar, akibatnya akan terjadi
perubahan pada fungsi dan sel-sel tulang alveolar. Perubahan pada tulang
alveolar meliputi pembentukan tulang pada area regangan dan resorpsi tulang
pada area tekanan, hal ini disebut proses remodeling (Pudyani dkk., 2008).
Proses tersebut diikuti dengan remodeling sekunder yang berguna untuk
mempertahankan ketebalan tulang dan
mempertahankan hubungan antara
gigi dengan tulang alveolar agar relatif konstan. Kejadian tersebut merupakan
fenomena adaptasi seperti disebutkan dalam hukum Wolf yaitu tulang
sewaktu-waktu membentuk dan merubah dirinya oleh karena tekanan, akan
bertambah atau berkurang massanya untuk mengimbangi tekanan tersebut,
sehingga soket gigi seperti bergerak sejalan dengan pergerakan gigi melalui
tulang alveolar (Profit dan Fields, 2000;Melsen, 2001; Heasman, 2003).
Reaksi jaringan terhadap gerakan gigi ortodontik diketahui terjadi
baik melalui tulang atau bersama dengan tulang. Gerakan gigi melalui tulang
ditandai dengan indirect resorption
pada area yang jauh dari ligamen
periodontal, disebut dengan undermining resorption yang dimulai dari
sumsum tulang di dekatnya. Selama periode undermining resorption, ligamen
periodontal tertekan dan terbentuk area-area hialinisasi sel bebas. Gigi mulai
2
bergerak dan soket gigi menjadi agak longgar pada saat undermining
resorption mencapai ligamen periodontal dan jaringan hialinisasi hilang,
karena pelebaran ligamen periodontal. Resorpsi mulai terjadi pada area yang
tertekan, diikuti dengan pembentukan kembali hialinisasi atau kelanjutan dari
gerakan gigi melalui direct resorption pada dinding alveolar. Gigi bergerak
bersama dengan tulang, maka resorpsi terjadi secara langsung pada dinding
alveolus dari ligamen periodontal. Aktivitas osteoklas pada permukaan yang
tertekan dan osteoblas pada permukaan regangan terjadi secara sinkron
sebagai siklus remodeling yang identik dengan gerakan fisiologis gigi (Profit
dan Fields, 2000; Melsen, 2001; Heasman, 2003).
Remodeling tulang sangat membantu pada perawatan ortodontik,
terutama untuk mencegah relaps hasil perawatan. Relaps adalah kembalinya
susunan gigi geligi pada kondisi sebelum perawatan. Perawatan ortodontik
mengacu pada enam kunci oklusi normal Andrews (1972), yaitu : hubungan
gigi molar pertama Kelas I, angulasi mesiodistal gigi, inklinasi mahkota gigi,
tidak ada rotasi, titik kontak baik, dan curve of Spee datar. Hasil perawatan
ortodontik dengan mengacu pada enam kunci oklusi Andrew tersebut
diharapkan memperoleh hasil yang baik, akan tetapi masih ada relaps. Hal itu
disebabkan relaps gigi yang digerakkan oleh kekuatan ortodontik merupakan
respon fisiologis jaringan pendukung terhadap tekanan yang diterima
(Andrew, 1972; Proffit dan Fields, 2000; Melsen, 2001; Heasman, 2003).
3
Tekanan ortodontik juga dapat menyebabkan resorpsi dan inflamasi,
sehingga terjadi pengeluaran enzim hidrolitik yang mengaktifkan kolagenase
dan akan mengakibatkan terjadinya aktivitas remodeling tulang. Perawatan
ortodontik yang menjadi penyebab inflamasi adalah kekuatan mekanis yang
dikenakan pada gigi yang akan digerakkan (Poulsen dkk.,2007). Respon
ligamen periodontal terhadap tekanan mekanis adalah pelebaran ligamen
periodontal, perubahan populasi sel dan aktivitas seluler (Proffit dan Fields,
2000; Carranzadkk., 2002).
Hasil dari remodeling tulang yang baik mencegah resorpsi tulang
yang berlebihan ditunjukkan dengan tidak terjadinya perubahan posisi gigi gigi yang digerakkan dan mempertahankan kedudukan gigi geligi pada
posisinya yang baru setelah perawatan aktif selesai dan alat ortodontik
dilepas. Resorpsi dan pembentukan tulang terjadi secara seimbang dan massa
tulang dipertahankan dalam level konstan pada orang dewasa sehat. Proses
remodeling dilakukan terutama oleh sel-sel osteoklas dan osteoblas.
Osteoklas bertanggungjawab untuk resorpsi tulang dan berasal dari stem cells
hematopoetik
yang
dikenal
dengan
monosit,
sedangkan
osteoblas
bertanggung jawab untuk pembentukan tulang dan berasal dari sumsum
tulang stromal cells (Idris dkk., 2005; Kruger dkk., 2010; Henriksen dkk.,
2011).
4
Osteoblas selama perkembangan dan maturasi, mensekresi osteoid,
kolagen tipe I, faktor pertumbuhan dan alkalin fosfatase. Mineralisasi tulang
terjadi dengan adanya deposisi kristal hidroksiapatit (HA) dalam matriks
tulang organik yang terdiri dari kolagen tipe I dan beberapa protein yang lain.
Deposisi HA terjadi apabila konsentrasi lokal Ca 2+ dan PO43- di atas nilai
ambang.
Enzim
alkalin
fosfatase
banyak
terdapat
dalam
osteoblas
meningkatkan konsentrasi lokal Ca2+ dan PO43-. Vesikel matriks yang
diproduksi osteoblas akan mengalami penumpukan Ca 2+ dan PO43-, dan
alkalin fosfatase serta pirofosfatase terus menerus memecah
PO43-
dari
molekul besar dalam cairan ekstraseluler (Razzouk dkk., 2002; Abbas dkk.,
2007).
Aktivitas osteoklas dan osteoblas memerlukan banyak energi,
sehingga persediaan pembuluh darah harus cukup di sekitar daerah tersebut
karena kebutuhan minimal jaringan untuk menggerakkan gigi adalah sistem
vaskularisasi yang cukup dan sumber sel yang potensial sehingga dapat
mengaktifkan sel-sel. Ligamentum yang mengandung banyak sel mempunyai
potensi lebih cepat dan lebih aktif remodelingnya (Proffit dan Fields, 2000;
Heasman, 2003; Väänänen, 2005; Gordon dkk., 2007).
Kunci proses resorpsi tulang adalah ikatan osteoklas dengan matriks
mineral pada permukaan tulang. Faktor yang memperantarai ikatan tersebut
adalah osteopontin (OPN), yang merupakan major cell- dan hydroxyapatite-
5
binding protein yang disintesis oleh osteoblas (Uemura dkk., 2001; Salih
dkk., 2006; Saad dkk., 2008). Asou dkk.(2001), mengamati bahwa OPN
diekspresikan pada osteoklas dan juga ada di dalam matriks tulang.
Osteopontin memainkan peran penting dalam perlekatan sel-sel tulang
dengan matriks tulang dan dalam mengontrol fungsi sel tulang dalam proses
resorpsi tulang. Osteopontin diperlukan untuk vaskularisasi yang efisien
melalui sel-sel endothelial hemangiogenik dan selanjutnya resorpsi tulang
osteoklastik, sehingga tanpa kehadiran OPN akan menghambat pembentukan
pembuluh darah baru (angiogenesis), akumulasi osteoklas dan pada akhirnya
resorpsi tulang.
Hasil penelitian Asou dkk. (2001), membuktikan bahwa sintesis OPN
distimulasi oleh calcitriol (1,25-dihydroxyvitamin(D3), yaitu substansi yang
merangsang resorpsi tulang. Menurut Denhardt dkk.(2001), OPN diinduksi
oleh beberapa sitokin inflamatori yaitu interleukin-1 (IL-1), interleukin-6
(IL-6), tumor nekrosis faktor (TNF) yang diproduksi oleh makrofag dalam
merespon inflamasi.
Osteopontin banyak ditemukan pada regio permukaan tulang dimana
osteoklas tertangkap. Substansi lain yang diketahui spesifik untuk OPN yaitu
reseptor vitronektin, banyak ditemukan di area sekitar membran plasma
osteoklas. Hal ini mendukung pernyataan bahwa osteoklas apabila meresorpsi
tulang ditangkap oleh OPN pada matriks mineral tulang dan reseptor
6
vitronektin pada membran plasma osteoklas (Asoudkk.,2001). Osteopontin
dan bone sialoprotein (BSP) terakumulasi pada permukaan tulang selama
proses perbaikan, hal tersebut bisa menandai adanya transisi antara terjadinya
resorpsi dan pembentukan pada jaringan tulang. Bone sialoprotein yang
dilapiskan pada kultur kolagen tipe I akan meningkatkan kandungan DNA
dan meningkatkan aktivitas alkalin fosfatase (ALP). Bone sialoprotein
merupakan metogen preosteoblas dan menyebabkan diferensiasi untuk
menjadi osteoblas dan selanjutnya akan menstimulasi kalsifikasi tulang (de
Oliveiradkk., 2003; Jinxi dkk., 2006;Harokopakis-Hajishengallis, 2007; Neve
dkk., 2010).
Diet asam lemak omega-3 polyunsaturated fatty acid (n-3 PUFA) dapat
meningkatkan pembentukan tulang. Berdasarkan penelitian n-3 PUFA paling
banyak dalam minyak ikan (Benattidkk.,2004; Watkins dkk., 2000; Staschenko,
2002; Calder,2006; Fernandes dkk., 2008). Jenis ikan di Indonesia yang paling
banyak mengandung minyak ikan adalah ikan lemuru (Sardinella longiceps).
Minyak ikan secara tradisional, diperoleh dengan mengambil limbah hasil
pengolahan yang dipanaskan pada temperatur tertentu (Estiasih, 2009)
7
Gambar 1.Ikan lemuru (Sardinella longiceps) (Estiasih, 2009).
Perubahan diet PUFA ditunjukkan pada komposisi berbagai jaringan,
termasuk sel-sel tulang seperti osteoblas. Komposisi PUFA pada membran sel
tergantung pada asupan diet. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada manusia
yang mengkonsumsi produk ikan, n-3 PUFA EPA dan DHA dari diet sebagian
menggantikan n-6 PUFA, terutama Arachidonic acid, di dalam membran sel,
sehingga juga meningkatkan fluiditas membran. Sistem imun terkait dengan bone
loss, IL-6, IL -1 dan tumor nekrosis faktor-alfa (TNF-α) mempengaruhi
pembentukan dan aktivitas bone-resorbing osteoclasts dan oleh karenanya
memainkan peranan penting bersama dengan protein selular lainnya untuk
mengontrol resorpsi tulang. Modifikasi profil sitokin pro-inflammatori oleh PUFA
mempunyai efek positif terhadap pertumbuhan dan perkembangan tulang (Benatti
dkk.,2004; Kolanowski, 2005; Idris dkk., 2005; Griel dkk., 2007; Wanten dan
Calder, 2007; Kruger dkk., 2010).
Sun dkk. (2003) menunjukkan bahwa n-3 PUFAs menurunkan sekresi
TNF-α
melalui RAW 264.7 makrofag, yang merupakan prekursor untuk
osteoklas di dalam kultur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa apabila tikus
C57BL/6 diberi minyak ikan selama 6 bulan menghasilkan kepadatan tulang
yang tinggi dan juga menurunkan aktivitas sitokin proinflammatori IL-6 dan
TNF-α pada concanavalin-stimulated splenocytes. Produksi sitokin yaitu IL1β,
IL-6
dan
TNF-α dari sel mononuklear secara bermakna lebih rendah setelah
8
mengkonsumsi minyak ikan. Staschenko (2002) dan Calder (2006)
melaporkan bahwa n-3 PUFA berpotensi sebagai antiinflamasi karena mampu
mengubah ekspresi gen inflamatori melalui aktivitas faktor transkripsi.
Penelitian ini berusaha mencari solusi agar selama perawatan gigi,
inflamasi, kerusakan dan nekrosis jaringan yang terjadi minimal, proses
remodeling tulang cepat dan meminimalkan relaps setelah perawatan gigi aktif
selesai dengan pemberian minyak ikan yang diekstrak dari ikan lemuru. Penelitian
ini juga dimaksudkan untuk mencari kekuatan atau gaya open coil yang tepat
dikenakan pada gigi kelinci dan konsentrasi n-3 PUFA yaitu EPA dan DHA dari
hasil ekstraksi minyak ikan lemuru (Sardinella longiceps).
Gaya open coil dapat menghasilkan gaya minimal, optimal dan berlebih
(besar). Gaya minimal tidak akan menghasilkan gerakan gigi yang diinginkan
karena gaya yang dihasilkan terlalu lemah sehingga tidak cukup untuk
menggerakkan gigi, apabila gaya terlalu berlebihan akan mengakibatkan
kerusakan dan nekrosis jaringan. Pudyani dkk. (2008), menyatakan bahwa gaya
ortodontik berlebihan tidak akan menggerakkan gigi lebih jauh, namun justru
akan menyebabkan kelebihan beban pada jaringan periodontal dan akan
mengakibatkan gerakan gigi terhambat. Gaya open coil yang dicari adalah gaya
optimal yang diharapkan akan menghasilkan kerja osteoklas dan osteoblas serta
remodeling pada jaringan alveolar. Proffit dan Fields (2000), mengatakan besar
gaya optimal pada gigi manusia untuk gerakan bodily sebesar 100-150 gr dan
gerakan tipping adalah 50-75 gr, sedangkan untuk gigi kelinci belum diketahui.
9
Ikan lemuru merupakan jenis ikan lokal yang diketahui mempunyai
kandungan n-3PUFA yang tinggi (Estiasih, 2009). Diet tinggi n-3 PUFA dapat
menurunkan produksi PGE2 dalam kultur tulang femur dan tibia ayam, serta
meningkatkan aktifitas serum alkaline fosfatase, yang merupakan enzim spesifik
dalam tulang, dan meningkatkan trabecular bone formation rate (BFR), dapat
meningkatkan kalsium tulang, remodeling tulang menjadi lebih cepat, jumlah dan
aktivitas osteoklas menjadi lebih rendah (Liu dkk., 2003; Kelly dkk., 2003;
Reinwald dkk., 2004).
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latarbelakang masalah, maka dirumuskan teori-teori yang
menentukan masalah, sebagai berikut :
1. Remodeling yang baik akan mencegah resorpsi tulang yang berlebihan.
2. Minyak ikan lemuru (Sardinella longiceps) mengandung n-3PUFA yang
tinggi, yaitu EPA dan DHA yang dapat menurunkan PGE2 tulang dan
meningkatkan aktivitas serum enzim alkalin fosfatase, yang merupakan
enzim spesifik dalam tulang (bone-specific isoenzyme), sehingga dikatakan
diet n-3 PUFA dapat meningkatkan pembentukan tulang yang berperan
penting untuk menurunkan mediator-mediator inflamatori, yaitu sitokin
proinflamatori.
Berdasarkan latar belakang masalah, dapat diajukan pertanyaan
sebagai berikut :
10
1. Apakah pengaruh pemberian minyak ikan lemuru (Sardinella longiceps)
terhadap remodeling tulang alveolaris kelinci setelah digerakkan secara
ortodontik?
2. Apakah pengaruh pemberian minyak ikan lemuru (Sardinella longiceps)
terhadap jumlah osteoklas dan osteoblas dalam proses remodeling tulang
alveolar setelah digerakkan secara ortodontik?
3. Apakah pengaruh pemberian minyak ikan lemuru (Sardinella longiceps)
terhadap kadar IL-1, TNF-α dan ekspresi OPN dalam proses remodeling
tulang alveolaris kelinci setelah digerakkan secara ortodontik?
4. Apakah pengaruh pemberian minyak ikan lemuru (Sardinella longiceps)
terhadap aktivitas ALP dalam proses remodeling tulang alveolaris kelinci
setelah digerakkan secara ortodontik?
C. Keaslian Penelitian
Proses remodeling dilakukan terutama oleh osteoklas dan osteoblas.
Osteoklas berperan dalam proses resorpsi dan osteoblas berperan dalam
proses pembentukan tulang. Hasil penelitian Watkins dkk.(2000) melaporkan
bahwa diet yang penting untuk remodeling tulang salah satunya adalah n-3
PUFA, hasil penelitian menunjukkan bahwa minyak ikan yang mengandung
n-3 polyunsaturated fatty acid
(PUFA), khususnya EPA dan DHA dapat
menurunkan PGE 2 tulang sehingga dikatakan diet n-3 PUFA dapat
meningkatkan pembentukan tulang. Reinwald dkk. (2004) juga melaporkan
bahwa tulang tikus yang mengalami kelainan karena defisiensi n-3 PUFA,
11
bila diberi n-3 PUFA, maka tulang akan mengalami perbaikan. Hal tersebut
dapat dikatakan bahwa diet n-3 PUFA mengatur pembentukan tulang.
Indahyani (2001) melaporkan bahwa diet minyak ikan menhaden menurunkan
aktivitas osteoklas pada tulang periapikal tikus yang mengalami infeksi.
Penelitian Indahyani (2001) dilakukan pada tikus putih jantan jenis
Wistar yang mengalami lesi periapikal, untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh dari pemberian minyak ikan menhaden terhadap ekspresi bone
sialoprotein
(BSP)
dan
osteopontin
(OPN),
pembentukan
kristal
hidroksiapatit (HA), struktur gigi dan proses erupsi gigi tikus. Sedangkan
pada penelitian ini digunakan kelinci New Zealand White yang dipasang alat
ortodontik dan diberi ekstraksi minyak ikan lemuru yang telah ditentukan
konsentrasi EPA dan DHA.
Penelitian ini untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari
pemberian minyak ikan lemuru (Sardinella longiceps) terhadap kadar
interleukin-1 (IL-1), kadar tumor nekrosis faktor-α (TNF-α), ekspresi
osteopontin (OPN) dan aktivitas alkalin fosfatase (ALP) pada proses
remodeling alveolaris gigi kelinci yang digerakkan secara ortodontik,
sepengetahuan penulis belum pernah dilaporkan.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui :
12
1. Pengaruh pemberian minyak ikan lemuru (Sardinella longiceps) terhadap
proses remodeling tulang alveolaris gigi kelinci setelah digerakkan secara
ortodontik.
2. Pengaruh pemberian minyak ikan lemuru (Sardinella longiceps) terhadap
jumlah osteoklas dan osteoblas setelah digerakkan secara ortodontik.
3. Pengaruh pemberian minyak ikan lemuru (Sardinella longiceps) terhadap
kadar IL-1, TNF-α dan ekspresi OPN dalam proses remodeling tulang
alveolaris kelinci setelah digerakkan secara ortodontik
4. Pengaruh pemberian minyak ikan lemuru (Sardinella longiceps) terhadap
aktivitas ALP dalam proses remodeling tulang alveolaris kelinci setelah
digerakkan secara ortodontik
E. Manfaat Penelitian
Dengan
mengetahui
pengaruh
pemberian
minyak
ikan
pada
remodeling tulang alveolaris gigi kelinci setelah digerakkan secara
ortodontik, diharapkan :
1. Dapat memberikan informasi mengenai besar gaya open coil optimal
yang tepat dikenakan pada gigi kelinci yang akan menghasilkan kerja
osteoklas dan osteoblas optimal serta remodeling yang baik, tidak
menimbulkan kerusakan dan nekrosis jaringan tulang alveolaris kelinci
2. Dapat memberikan informasi potensi minyak ikan lemuru (Sardinella
longiceps) yang banyak terdapat di Indonesia dalam mempengaruhi
remodeling tulang alveolaris, sehingga akan mencegah terjadinya relaps
gigi hasil perawatan ortodontik.
13
3. Dapat memberikan informasi pengaruh minyak ikan lemuru (Sardinella
longiceps) pada proses regenerasi tulang alveolaris.
4. Penelitian ini mempunyai manfaat ekonomis dan praktis bagi pasien :
a. Perawatan ortodontik membutuhkan biaya mahal dan waktu
perawatan lama. Selama perawatan ortodontik pasien harus
meluangkan waktu untuk kontrol ditambah waktu pemakaian
retainer selama beberapa bulan untuk mencegah relaps. Minyak
ikan akan mempercepat proses remodeling dan mencegah
terjadinya relaps gigi, sehingga dengan mengkonsumsi minyak
ikan dapat menghemat waktu, biaya dan tenaga.
b. Mengembalikan fungsi gigi dan estetis seoptimal mungkin, untuk
mendapatkan profil wajah yang ideal.
14
Download