1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Organisasi

advertisement
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Organisasi modern meyakini bahwa manusia merupakan faktor penting
dalam keberhasilan pencapaian tujuan organisasi. Manusia, dalam hal ini
karyawan adalah aset utama yang tidak lagi dipandang sebagai alat tetapi juga
pribadi yang membutuhkan perhatian, pengakuan dan penghargaan dari
organisasi. Organisasi pada satu sisi berhak menuntut karyawan untuk
memberikan seluruh kemampuannya, namun organisasi juga harus memberikan
hak karyawan dalam bentuk perhatian dan pemenuhan seluruh kebutuhannya
sehingga pada akhirnya akan menumbuhkan komitmen karyawan terhadap
organisasi (Sanders, Nauta, & Koster, 2003).
Sommer, Bae dan Luthans (1996) mengungkapkan bahwa pemenuhan
kebutuhan karyawan penting tidak hanya bagi karyawan itu sendiri melainkan
juga bagi kelangsungan organisasi. Organisasi membutuhkan karyawan dalam
mencapai tujuan organisasi dan karyawan memerlukan organisasi sebagai
sarana pemenuhan kebutuhan hidupnya. Hubungan timbal balik antara
organisasi dan karyawan yang terjalin secara baik dan adil akan menumbuhkan
komitmen karyawan sehingga karyawan bersedia memberikan apa yang
diinginkan oleh organisasi. Kuatnya komitmen organisasi yang dimiliki karyawan
akan menyebabkan karyawan berusaha keras untuk mencapai tujuan dan
memenuhi kepentingan organisasi (Angle & Perry, 1983; Porter, Steers, Mowday
& Boulian, 1974).
1
2
Komitmen organisasi sering dijadikan sebagai variabel penelitian dalam
perilaku organisasi dikarenakan komitmen organisasi mampu menjadi anteseden
sekaligus konsekuen dalam perilaku organisasi (Angle & Perry, 1983; Haslam,
2001). Komitmen organisasi akan mendorong karyawan untuk melakukan yang
terbaik bagi organisasi dan dalam banyak penelitian komitmen organisasi
menjadi prediktor yang lebih baik dibandingkan kepuasan kerja serta menjadi
salah satu indikator efektivitas organisasi (Aranya & Ferris, 1984). Sanders, dkk
(2003) dalam penelitiannya mengemukakan asumsi individu dengan komitmen
organisasi yang kuat memiliki kecenderungan untuk memberikan usaha lebih dari
apa yang menjadi kewajibannya, rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap
organisasi dan pekerjaan, serta adanya kemauan untuk bertahan dan setia
menjadi anggota organisasi.
Beberapa penelitian lain menunjukkan komitmen organisasi memiliki
hubungan positif dengan kinerja dan perilaku di tempat kerja (Meyer & Allen,
1984), dapat menumbuhkan organizational citizenship behavior (O’Reilly &
Chatman, 1986; Dessler, 2001; LePine, Erez, & Johnson, 2002) dan memiliki
hubungan dengan kemampuan adaptasi terhadap perubahan (Angle & Perry,
1993). Karyawan dengan komitmen organisasi yang kuat memiliki kinerja yang
lebih baik (Dessler, 1994) serta tingkat kehadiran yang lebih baik dan masa kerja
yang lebih panjang dibandingkan dengan karyawan dengan komitmen yang lebih
lemah (Kline & Peters, 1991; Sommers, 1995).
Komitmen organisasi bukan hanya sekedar keinginan untuk tetap
bertahan dalam organisasi tetapi sudah berkembang menjadi sebuah keyakinan
yang kuat untuk menerima nilai-nilai dan tujuan organisasi serta adanya
kemauan untuk memberikan kontribusi yang terbaik bagi organisasi (LaMastro,
3
1999). Indikator komitmen organisasi menurut Mowday, Steers, dan Porter
(1979) adalah adanya kepercayaan yang kuat dan penerimaan nilai-nilai serta
tujuan organisasi, kesediaan untuk melakukan pekerjaan dengan sungguhsungguh serta keinginan yang kuat untuk bersedia bertahan dalam organisasi.
Allen dan Meyer (1990) membagi komitmen organisasi menjadi tiga
komponen, yaitu komitmen afektif, komitmen berkelanjutan dan komitmen
normatif. Komitmen afektif adalah kelekatan emosional antara individu dengan
organisasi dengan dicirikan adanya penerimaan nilai-nilai dan tujuan organisasi
serta keinginan untuk bertahan dalam organisasi. Komitmen berkelanjutan
merupakan kebutuhan individu dalam bertahan dalam organisasi dikarenakan
adanya persepsi tentang resiko yang akan dihadapi jika memutuskan
meninggalkan organisasi. Komitmen normatif dimaknai adanya perasaan
kewajiban dalam diri individu untuk tetap bertahan dalam organisasi.
Herscovitch dan Meyer (2002) dalam penelitiannya mengemukakan
bahwa landasan terbentuknya ketiga komitmen versi Allen dan Meyer (1990)
adalah adanya perbedaan yang dimiliki setiap individu. Komitmen afektif
terbentuk karena individu memang ingin (want to) untuk berkomitmen terhadap
organisasi, komitmen berkelanjutan didasari adanya keharusan (have to) untuk
bertahan dikarenakan apabila tidak berkomitmen maka akan kehilangan hak atas
suatu hal, sedangkan komitmen normatif muncul karena adanya kewajiban
(ought to) untuk berkomitmen karena organisasi telah bersikap baik terhadap
dirinya.
Perkembangan komitmen organisasi tidak dapat dipisahkan dengan
adanya hubungan timbal balik yang terjadi antara organisasi dan anggotanya.
Konsep reciprocity ini berasal dari social exchange theory, yaitu suatu bentuk
4
hubungan di mana individu akan dengan suka rela memberikan sesuatu kepada
individu atau kelompok lain dengan harapan di masa yang akan datang akan
mendapatkan imbalan dari individu atau kelompok yang sebelumnya telah
diberikan bantuan tersebut. Dalam konteks organisasi konsep pertukaran sosial
digunakan untuk menjelaskan mengapa individu bersedia memberikan kontribusi
yang terbaik bagi organisasi (Blau, 1987).
Eisenberger, Huntington, Hutchison, dan Sowa (1986) mengatakan
karyawan akan memberikan umpan balik kepada organisasi apabila persepsi
karyawan terhadap dukungan organisasi berada pada level yang tinggi. Persepsi
tentang dukungan organisasi adalah suatu keyakinan karyawan terhadap
organisasi mengenai sejauh mana organisasi bersedia untuk menghargai
kontribusi dan memperhatikan kesejahteraan karyawan.
Dukungan organisasi dengan kata lain adalah komitmen organisasi
kepada anggotanya (Hutchison, 1997). Komitmen organisasi dapat berbentuk
penghargaan dari organisasi, pemberian kompensasi yang sesuai serta
penyediaan iklim organisasi yang baik. Bentuk dukungan organisasi menurut
Kraimer (2001) dapat bersifat ekstrinsik dan intrinsik. Dukungan yang bersifat
ekstrinsik terkait dengan pemberian gaji, tunjangan dan bonus, sementara
dukungan intrinsik berupa perhatian, pujian, penerimaan, kesempatan untuk
mengembangkan diri serta adanya ketersediaan informasi yang transparan.
Karyawan selama menjadi anggota organisasi menginvestasikan waktu,
usaha, kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang dimilikinya dengan
harapan
akan
mendapatkan
imbalan
yang
setimpal
di
masa
datang
(Cropanzano, Howes, Grandey, & Toth, 1997). Karyawan akan membandingkan
sejauh mana investasi yang dikeluarkan telah memberikan keuntungan seperti
5
yang diharapkan atau sebaliknya menimbulkan kerugian bagi mereka. Organisasi
dengan dukungan yang baik dipersepsikan dapat memberikan imbalan sesuai
dengan investasi yang telah diberikan serta mampu untuk mencukupi kebutuhan
karyawan. Selanjutnya karyawan akan membalasnya lagi dalam bentuk
komitmen yang lebih kuat dan kinerja yang lebih tinggi (Randall, Cropanzano,
Bormann, & Birjulin, 1999).
Konsep pertukaran sosial mensyaratkan hubungan timbal balik antara
karyawan dengan organisasi. Permasalahan yang sering terjadi adalah apakah
organisasi mampu berlaku adil dalam memberikan rewards terhadap semua
karyawannya.
Keadilan
menjadi
keniscayaan
agar
tidak
menimbulkan
kecemburuan antar karyawan di dalam organisasi karena keadilan organisasi
dipandang sebagai salah satu komponen yang mendukung pembentukan sikap
dan perilaku kerja (Cropanzano, Byrne , Bobocel, & Rupp, 2001). Setiap individu
menentukan apakah mereka diperlakukan secara adil atau tidak adil dengan
membandingkan income (masukan) yang diberikan dengan outcome (keluaran)
yang akan diterima serta membandingkannya dengan orang lain (Adams, 1965).
Keadilan organisasi menurut Folger dan Cropanzano (1998) merupakan
keyakinan individu terhadap kondisi pekerjaan bahwa mereka diperlakukan
secara adil atau tidak adil oleh organisasinya. Keadilan organisasi dapat menjadi
motivator karyawan untuk memberikan kinerja yang tinggi ketika mereka merasa
diperlakukan secara adil, sebaliknya ketidakadilan yang dirasakan karyawan
dapat menurunkan motivasi dan komitmen organisasi menjadi rendah sehingga
karyawan merasa tidak perlu memberikan usaha yang terbaik dalam pencapaian
tujuan organisasi.
6
Keadilan organisasi merupakan konsep multi dimensi dikarenakan faktorfaktor yang mendasari]nya berbeda. Cropanzano, Bowen, dan Gilliland (2007)
membagi keadilan organisasi menjadi keadilan distributif, keadilan prosedural
dan keadilan interaksional. Sementara Colquitt (2001) menjelaskan keadilan
organisasi memiliki empat dimensi yakni keadilan distributif, keadilan prosedural,
keadilan
interpersonal
dan
keadilan
informasional.
Keadilan
organisasi
mempunyai peran yang positif terhadap organisasi karena dapat meningkatkan
komitmen organisasi, kinerja dan mengurangi konflik dalam organisasi
(Cropanzano, dkk, 2007) serta menimbulkan organizational citizenship behavior
(Rego & Cunha, 2010).
Setiap anggota organisasi memiliki kepribadian yang berbeda satu sama
lain. Locus of control merupakan salah satu karakteristik kepribadian yang dimiliki
individu dan memiliki peranan penting dalam menjelaskan perilaku individu di
dalam organisasi. Locus of control pada hakikatnya utuh ketika individu
bergabung dalam organisasi dan manajemen tidak dapat berbuat banyak untuk
mengubah karakteristik ini. Rotter (1966) mendefinisikan locus of control sebagai
suatu faktor penting bagi individu menginterpretasikan situasi yang dihadapinya.
Ada dua tipe locus of control, yakni locus of control internal apabila individu
melihat situasi yang terjadi dalam hidupnya disebabkan oleh perbuatannya
sendiri, serta locus of control eksternal apabila individu memandang situasi yang
t
rtyuiop[]\erjadi merupakan nasib atau berada dalam pengaruh
orang lain.
Spector (1982) mengungkapkan locus of control menjadi dasar untuk
menjelaskan sumber dari peristiwa yang dialami individu. Peristiwa yang terjadi
pada setiap individu dimaknai berasal dari dua sumber, yaitu sumber yang
7
berasal dari dirinya sendiri disebut locus of control internal atau sumber yang
berasal dari luar diri individu yang disebut locus of control eksternal. Locus of
control internal dicirikan memiliki inisiatif yang tinggi, senang bekerja keras,
persepsi bahwa untuk memperoleh kesuksesan harus dengan usaha. Sebaliknya
locus of control eksternal memiliki ciri kurang berinisiatif, kurang berusaha karena
faktor lingkungan lebih berperan dan hubungan yang rendah antara usaha dan
kesuksesan (Crider, 1983). Locus of control pada hakikatnya utuh pada saat
individu memasuki organisasi tempatnya bekerja dan manajemen tidak dapat
berbuat banyak untuk merubahnya, namun karakteristik locus of control
mempunyai dampak yang nyata terhadap perilaku individu dalam organisasi.
Direktorat
Jenderal
Perbendaharaan
merupakan
unit
eselon
I
Kementerian Keuangan yang memiliki unit vertikal eselon II dan eselon III
dengan jumlah pegawai lebih dari 7000 orang tersebar di seluruh wilayah
Indonesia. Kondisi ini menyebabkan organisasi kesulitan dalam menjaga
komitmen pegawai secara keseluruhan. Komitmen organisasi sebagai keyakinan
yang kuat terhadap penerimaan nilai-nilai dan tujuan organisasi ditindaklanjuti
dengan menginternalisasikan nilai-nilai Kementerian Keuangan yang terdiri dari
integritas, profesionalisme, sinergi, pelayanan dan kesempurnaan agar dapat
dimaknai pegawai dengan baik. Kecenderungan jumlah karyawan yang ingin
atau telah meninggalkan organisasi mengalami peningkatan dapat dikurangi
dengan menumbuhkan komitmen organisasi.
Komitmen organisasi terhadap pegawai dapat ditunjukkan dengan
adanya dukungan yang diberikan organisasi terhadap pegawai. Jumlah pegawai
yang besar dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia membuat organisasi
kesulitan untuk memberikan perhatian terhadap kontribusi dan memperhatikan
8
kesejahteraan setiap karyawannya. Hal ini dapat menurunkan komitmen pegawai
terhadap organisasi apabila organisasi tidak menindaklanjutinya yang dapat
berdampak terhadap penurunan kinerja.
Semakin besar jumlah pegawai maka akan semakin sulit organisasi dapat
menciptakan keadilan bagi pegawai yang ditambah dengan rentang kendali
atasan dan bawahan. Kebijakan dan prosedur yang dibuat organisasi sulit untuk
menyenangkan semua pihak dan menimbulkan rasa tidak adil di antara sesame
pegawai. Kebijakan-kebijakan tersebut seperti pola mutasi pegawai, promosi dan
pengembangan karir, remunerasi, prosedur pelatihan yang kurang tepat kerap
menimbulkan rasa ketidakadilan yang diberikan oleh organisasi.
Peneliti melihat adanya perbedaan sikap dan perilaku yang ditunjukkan
oleh pegawai dalam menyikapi dukungan organisasi serta keadilan organisasi.
Sebagian pegawai menganggap dukungan organisasi dan keadilan organisasi
dibutuhkan karena dapat mempengaruhi motivasi, komitmen dan kinerja mereka,
semakin baik dukungan organisasi yang diberikan dan keadilan organisasi yang
tercipta maka dalam diri pegawai terjadi peningkatan komitmen dan kinerja,
sebaliknya dukungan organisasi dan keadilan organisasi pada tingkat yang lebih
rendah akan memicu ketidakpuasan serta menurunkan motivasi, komitmen dan
kinerja pegawai. Namun ada juga pegawai yang tidak mempermasalahkan apa
yang telah organisasi berikan kepada mereka, komitmen dan kinerja mereka
tetap berada pada level seperti tinggi. Hal ini disebabkan adanya karakteristik
kepribadian yang mendasari individu dalam berperilaku di dalam organisasi.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan diperolah hasil sebagai berikut:
1.
Nilai-nilai Kementerian Keuangan belum terinternalisasi dengan baik dan
menjadi nilai-nilai pribadi pegawai,
9
2.
Pegawai
memiliki
keinginan
untuk
meninggalkan
organisasi
ketika
mendapatkan kesempatan dan tawaran di tempat lain yang lebih baik,
3.
Ketidakadilan terkait prosedur masih dirasakan di dalam organisasi.
Oleh karena itu penulis menganggap masih ada permasalahan terkait
komitmen organisasi pegawai Direktorat Jenderal Perbendaharaan sehingga
perlu dicarikan solusi agar dapat meningkatkan efektivitas organisasi.
B. Rumusan Permasalahan
Komitmen organisasi merupakan faktor penting dalam efektivitas
organisasi karena determinan dari komitmen organisasi yang kompleks membuat
penelitian tentang komitmen organisasi sangat menarik karena hasil yang
diperoleh seringkali berbeda satu sama lain. Dari latar belakang masalah yang
telah diuraikan peneliti merumuskan pertanyaan bagaimana hubungan keadilan
organisasi, locus of control dan persepsi tentang dukungan organisasi terhadap
komitmen organisasi?
C. Tujuan dan Manfaat
Penelitian ini bertujuan untuk menguji asumsi teoritis tentang hubungan
antara keadilan organisasi, locus of control dan persepsi tentang dukungan
organisasi
terhadap
komitmen
organisasi
khususnya
pada
organisasi
pemerintah.
Adapun manfaat penelitian ini secara teoritis dan praktis adalah sebagai
berikut:
10
1.
Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sebuah kontribusi ilmiah terkait
komitmen organisasi serta menambah khazanah cabang ilmu Psikologi,
khususnya Psikologi Industri dan Organisasi.
2.
Manfaat Praktis
Penelitian ini secara praktis diharapkan dapat memberikan kontribusi
positif bagi organisasi, khususnya bagian pengembangan sumber daya manusia
dalam mengelola karyawan sehingga efektivitas organisasi dapat tercapai.
D. Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya
Beberapa penelitian sebelumnya tentang komitmen organisasi, locus of
control dan persepsi tentang dukungan organisasi antara lain:
1.
Penelitian Kusumowardhani (2005) yang berjudul Locus of control
sebagai moderator hubungan antara persepsi tentang dukungan organisasi dan
kepercayaan terhadap pemimpin dengan komitmen organisasi diperoleh hasil
terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi tentang dukungan organisasi,
kepercayaan terhadap pemimpin, dan locus of control dengan komitmen
organisasi, locus of control berhubungan negatif dengan komitmen organisasi,
serta persepsi tentang dukungan organisasi memiliki hubungan yang lebih kuat
dengan komitmen organisasi pada individu yang memiliki locus of control
eksternal daripada individu dengan locus of control internal,
2.
Penelitian Aube, Rousseau, dan Morin (2007) yang berjudul Perceived
organizational support and organizational commitment: the moderating effect of
locus of control and work autonomy menunjukkan hasil persepsi tentang
dukungan organisasi mempunyai pengaruh positif dan signifikan dengan
11
komitmen afektif dan komitmen normatif dan analisis regresi mendukung
moderasi locus of control dan work autonomy yang berpengaruh terhadap
hubungan antara persepsi tentang dukungan organisasi dan komitmen
organisasi.
3.
Penelitian
Vanesha
(2011)
yang
berjudul
Pengaruh
dukungan
organisasional dan stres kerja terhadap komitmen organisasional dengan locus
of
control
sebagai
variabel
pemoderasi
menunjukkan
hasil
dukungan
organisasional berpengaruh positif dan secara statistik signifikan terhadap
komitmen afektif dan normatif, namun berpengaruh negatif terhadap komitmen
berkelanjutan secara statistik tidak signifikan, serta locus of control eksternal
memoderasi
pengaruh
dukungan
organisasional
terhadap
komitmen
berkelanjutan dan normatif secara negatif dan tidak signifikan, namun terhadap
komitmen afektif secara positif dan tidak signifikan;
Perbedaan
penelitian
ini
dengan
penelitian
sebelumnya
adalah
penggunaan locus of control sebagai variabel moderator sedangkan dalam
penelitian ini locus of control dijadikan sebagai variabel independen serta lebih
fofus kepada locus of control internal. Perbedaan lainnya adalah penambahan
variabel keadilan organisasi sebagai variabel independen dan menjadi
anteseden dari persepsi tentang dukungan organisasi dan komitmen organisasi.
Download