menuju optimalisasi pelayanan prasarana

advertisement
BAHARI Jogja Vol.X No.17/2010
Juli 2010
MENUJU OPTIMALISASI
PELAYANAN PRASARANA-SARANA WISATA
DALAM RANGKA GOOD GOVERNANCE DAN MENINGKATKAN PENDAPATAN ASLI
DAERAH DIY
Oleh : Iswanto
Dosen Negeri dipekerjakan pada Akademi Maritim Yogyakarta
ABSTRAK
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan daerah tujuan pendidikan dan tujuan wisata yang
pendapatan asli daerahnya (PAD) masih memungkinkan untuk ditingkatkan dengan adanya potensi yang dimiliki.
Namun untuk meningkatkan tersebut diperlukan upaya yang elegan dan jitu karena wilayah DIY sangat terbatas,
berpenduduk cukup padat. Adapun potensi yang dapat diupayakan dan digalakkan untuk menaikkan PAD tersebut
adalah menggalakkan pariwisata tanpa batas untuk menarik wisatawan berkunjung ke Yogyakarta dan wilayah
sekitarnya.
Ada tiga unsur yang perlu dilakukan untuk menarik wisatawan tersebut yaitu dengan atraksi, amenitas,
dan aksesibilitas yang tebingkai sapta pesona, di mana obyek wisata yang ada harus menarik (atraktif,) terjangkau
dengan akses yang menyenangkan dan dapat memberikan kepuasan setelah menikmatinya
Upaya lain sebagai daya tarik adalah dengan peningkatan dan pengembangan pelayanan prasarana-sarana,
yaitu dengan meberikan tempat istirahat (rest area) yang representatif dan komprehensif sebagai upaya penghematan
biaya wisatawan, juga tersedianya media wisata shopping yang dapat digunakan untuk menarik para wisatawan saat
istirahat (malam hari), sehingga nantinya dapat memperpanjang masa kunjung di Yogyakarta yang akhirnya dapat
meningkatkan PAD dari sektor ini.
Kata Kunci : atraksi-amenitas-aksesibilitas, pelayanan prasarana-sarana, lama masa kunjungan
I. PENDAHULUAN
DIY yang terdiri dari 4 (empat) kabupaten dan satu Kota Madya merupakan kota tujuan
pendidikan dan saat ini juga telah menjadi kota tujuan wisata. Berbicara DIY memang tidak bisa
dilepaskan dari keberadaan Kasultanan Yogyakarta yang merupakan inspirator dari segala sumber
budaya yang berkembang di wilayah ini, baik yang bersifat keagamaan maupun yang bersifat budaya
murni (adat istiadat) yang berkembang di Kraton.
Yang bersifat keagamaan ini diilhami oleh adanya Sultan Pemegang kekuasaan Kesultanan
mempunyai gelar Sri Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing Ngalogo Abdurrahman Sayidin
Panatagama Kalifatullah Ingkang Jumeneng Kaping I dan yang sekarang sudah Jumenengan yang ke
X. Budaya yang nampak sampai saat ini adanya Sekaten (peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW),
Grebeg 1 syawal dan 10 Besar (Dzulhijah), dan masih banyak lagi even yang lain. Sedangkan yang
bersifat Kebudayaan (adat istiadat) 1 (satu) syura, dengan keliling Beteng Kraton dengan mbisu, 10
syuro memandikan pusaka kraton, mengganti air enceh di makam kerabat kraton imogiri, dan masih
ada yang lain lagi. (http://pariwisata.jogja.go.id/)
DIY dengan budayanya yang banyak dan komplek ini menjadikan banyak masyarakat ingin
mengetahui dan mempelajari sebagai ilmu dan hiburan, sehingga budaya (adat istiadat) tersebut perlu
dipelihara dan dikembangkan menjadi obyek wisata yang menarik. Untuk memahami budaya tersebut
perlu pembimbingan diarahakan pada jalan yang benar, seperti tidak mengkultuskan bahkan jangan
sampai terjerumus pada kepercayaan yang berlebihan, melebihi sang pencipta-Nya (Alloh SWT) atau
sering kita kenal/dengar dengan kalimat jangan sampai terjerumus dalam kemusrikan dalam
memahami budaya tersebut.
Dalam memelihara budaya atau bahkan mengembangkan perlu dilakukan dengan cara yang
elegan, perlu adanya pembenahan sarana prasarana yang menjadi pendukungnya. Ini menjadi tangung
jawab semua unsur (stakeholder) terutama Dinas Pariwisata baik kabupaten maupun kota dalam
mensinergikan semua obyek yang bisa ditawarkan kepada masyarakat.
Pembenahan sarana prasarana dimaksud adalah membenahi/ menyempurnakan,
mengadakan yang baru apabila mungkin agar masyarakat dapat segera bisa mengakses sesuatu yang
dibutuhkan. Hal ini tidak terlepas dari sektor promosi melalui media masa, baik cetak maupun
elektronik, brosur, pelayanan langsung yang menyenangkan maupun cara lain yang dapat ditempuh
dengan tujuan pemberian kemudahan kepada stakeholder. Selanjutnya di bawah ini akan diuraikan
BAHARI Jogja Vol.X No.17/2010
Juli 2010
bagaimana upaya menuju optimalisasi pelayanan sarana prasarana wisata dalam rangka good governance
yang menjadi upaya meningkatnya pendapatan asli daerah.
II. BATASAN PENGERTIAN
Untuk lebih mengarahkan pengertian dari judul di atas perlu adanya batasan pengertian
sebagai berikut : menuju Optimalisasi mempunyai maksud bahwa selama ini sesuatu yang menjadi
pokok masalah belum memberikan kontribusi secara penuh, yang berarti masih bisa diupayakan
untuk ditingkatkan dengan berbagai upaya yang lebih menarik kalau itu berupa jasa.
Prasarana-sarana wisata adalah segala sesuatu yang dapat mendukung berkembangnya obyek
wisata yang ada seperti menyediakan fasilitas jalan, penerangan, hotel, atraksi wisata, sarana
transportasi, tempat istirahat, media informasi, kuliner, souvenir, kultur masyarakat.
Berdasarkan UU No. 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan, bahwa sarana pariwisata
meliputi kegiatan pembangunan, pengelolaan dan penyediaan fasilitas, serta pelayanan yang
diperlukan dalam penyelenggaraan pariwisata. Pasal 23 UU 9/1990 usaha sarana pariwisata dapat
berupa jenis-jenis usaha : (1) Penyediaan akomodasi, (2) penyediaan makan dan minum, (3).
penyediaan angkutan wisata, (4) penyediaan sarana wisata tirta dan (5) kawasan pariwisata.
Good Governance adalah (tata kelola) pemerintahan yang baik, citra negara berdasarkan hukum,
di mana masyarakatnya merupakan self regulatory society. Dengan demikian, pemerintah sudah dapat
mereduksi perannya sebagai pembina dan pengawas implementasi visi dan misi bangsa dalam seluruh
sendi-sendi kenegaraan melalui pemantauan terhadap masalah-masalah hukum yang timbul dan
menindaklanjuti keluhan-keluhan masyarakat dan sebagai fasilitator yang baik.
Dengan pengembangan sistem informasi yang baik, kegiatan pemerintahan menjadi lebih
transparan, dan akuntabel, karena pemerintah mampu menangkap feed back dan meningkatkan peran
serta masyarakat. Dalam konteks lain (hukum), pemerintahan yang baik merupakan suatu azas yang
dikenal sebagai asas umum pemerintahan yang baik merupakan jembatan antara norma hukum
dengan norma etika. (Yayasan Total Sarana Edukasi 2007)
Pendapatan Asli Daerah dimaksudkan adalah komponen sumber pendapatan daerah yang
berasal dari pungutan baik dari masyarkat maupun perusahaan. Mernurut UU N0. 9/1999 pasal 79
bahwa pendapatan asli daerah dapat berupa : (1) hasil pajak daerah, (2) hasil retribusi daerah, (3) hasil
perusahaan milik daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan (4) lain-lain
pendapatan asli daerah yang sah.
Dari batasan pengertian tersebut dapat diartikan bahwa menuju optimalisasi pelayanan
sarana/prasarana wisata dalam rangka good governance agar dapat meningkatkan pendapatan asli daerah
di DIY adalah mengupayakan meningkatkan tambahan pelayanan yang lebih menarik khususnya
pelayanan dibidang sarana prasarana wisata yang ada atau bahkan menciptakan yang baru pada
pemerintahan yang baik (transparan, dan akuntabel) dan mampu menangkap feed back serta
meningkatkan peran serta masyarakat sehingga dapat meningkatkan pendapatan asli daerah khususnya
di wilayah DIY.
III. JENIS OBYEK WISATA
Jenis obyek wisata yang dapat diwawarkan di DIY ada beberapa jenis seperti, wisata budaya,
wisata alam, dan wisata buatan (wisata menarik)
1. Wisata Budaya
Wisata budaya ini dapat berupa peniggalan sejarah masa lalu, seperti kraton, candi, bersifat murni
budaya dan juga religius. Budaya kraton yang sarat muatan magis juga religius merupakan obyek
wisata yang perlu dikembangkan dan dilestarikan, karena tidak terlepas dari sejarah masa lalu
sejak Perjanjian Giyanti Kamis Pon tanggal 29 Jumadilawal 1680 atau 13 Maret 1755
diproklamirkan berdirinya Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dengan ibukota Yogyakarta
(pariwisata.jogja.go.id/).
Kraton ini mengilhami adanya beberapa budaya yang menjadikan Yogyakarta kaya akan
budaya tersebut. Di antaranya banyaknya pusaka yang masih dirawat, bentuk bangunan dan
ornamennya seperti tamansari, sasonohinggil, dan kaitannya dengan kraton makam raja yang ada
di Imogiri maupun yang ada di Kotagede dan masih banyak lagi aktifitas di kraton yang ada
seperti, siraman pusaka, topo bisu keliling kraton, masangin dll. Hubungannya dengan kegiatan
di kraton yang bersifat religius, seperti, Grebeg, Idul Adha dan Idul Fitri, Sekaten (yang
merupakan peringatan lahirnya Nabi Muhammad SAW.)
BAHARI Jogja Vol.X No.17/2010
Juli 2010
Candi merupakan peninggalan sejarah masa lalu yang menjadi tujuan wisata di
Yogyakarta seperti, Candi Prambanan, Candi Plaosan, Candi Sambisari, Candi Gebang, Candi Ijo,
Candi Pawon, Candi Kedulan dan Candi Tara (Yogyes.Com) dan penemuan candi baru di
lingkungan Kampus Universistas Islam Indonesia Jalan Kaliurang Km 14 Sleman Yogyakarta. Di
samping candi yang berada di DIY merupakan satu paket wisata (tanpa batas) dengan Yogyakarta
adalah Candi Borobudur, Candi Mendut, termasuk didalamnya adalah Monument Kapal dan
Kekayon
2. Wisata Alam
a. Pantai
Wilayah selatan DIY merupakan daerah pantai yang meliputi 3 kabupaten yaitu Kulon
Progo, Bantul, dan Gunung Kidul. Wisata pantai selatan yang dapat diakomodasi antara lain
Congot, Glagah, Trisik, Samas, Parangkusumo, Depok, Parang Tritis, Ngrenehan, Baron, Krakal,
Kukup, Drini, Wedi Ombo, Siung, Sadeng dan masih banyak lagi. Di antara pantai-pantai
tersebut, lebih menarik lagi apabila nantinya jalur selatan-selatan sudah terealisir, sehingga
memberikan kemudahan akses wisata di Yogyakarta.
Wisata alam pantai ini saat sekarang sebetulnya masih bisa dikembangkan untuk
menarik para wiastawan, dengan berbagai cara perlu dilakukan agar masyarakat kenal demikian
pula peran dari biro wisata yang dapat secara langsung memberikan informasi tentang
keberadaannya.
b. Goa
Goa merupakan wilayah wisata yang mempunyai sifat khas dalam mengatur suhu udara
didalamnya yaitu pada saat udara di luar panas maka didalam sejuk,, wisata goa di yogyakarta ada
beberapa seperti Goa Langse, Goa Selarong, Goa Jepang, Goa Kiskendo, Goa Cerme, Goa
Seplawan di Purworejo.
c. Wisata Gunung
Wisata gunung merupakan wisata yang mengasikkan apalagi Wisata Gunung Merapi
mempunyai cirri / kekhasan, merupakan gunung aktif di dunia. Demikian juga pegunungan
Kaliurang merupakan wilayah sejuk, banyak disediakan penginapan dan gedung pertemuan
sehingga disamping sebagai wisata reguler juga merupakan tempat pertemuan reuni, rapat kantorkantor, juga dapat digunakan untuk weekend sebagaimana ditempat lain. Tidak kalah menariknya
tersedia sarana teropong indahnya Gunung Merapi yang mempunyai dimamika, dan tidak
ditemukan pada gunung berapi yang lain.
3. Wisata Buatan
Tempat menarik yang ada di DIY seperti, agro wisata (salak pondoh) Pasar Bringharjo,
Mall, Gedung Negara, Bandara Adi Sutjipto, Stasiun Tugu, Taman Pintar, Pasar Gabusan,
Malioboro, Kerajinan Gerabah Kasongan, Kerajinan Perak Kota Gede. Obyek-obyek tersebut
ini merupakan aset yang dapat mendukung pariwisata.
IV. PENGEMBANGAN PRODUK DAN PASAR PARIWISATA
Pariwisata merupakan produk yang bisa dan harus ditawarkan sebagaimana barang
manufaktur, juga memerlukan dinamika perngembangan agar dapat disenangi oleh konsumen yang
menikmatinya. Produk pariwisata ini dapat berupa jasa atau layanan, dan penikmatannya dapat
diperoleh saat produk tersebut dilaksanakan.
Sifat yang paling mendasar dari pariwisata ini adalah bahwa penikmatan obyek wisata sangat
subyektif, bervareasi, tidak bisa disimpan namun dapat terintegrasi dengan yang lain sehingga produk
pariwisata bersifat heiterogin.
Menurut Fadeli, yang dikutip Purnomo (2009:33) produk pariwisata adalah suatu yang dapat
ditawarkan kepada pasar agar orang tertarik perhatiannya, ingin menikmati, memanfaatkan dan
mengkonsumsi untuk memenuhi keinginannya. Tidak kalah pentingnya adalah untuk mendapatkan
kepuasan. dari sisi produk pariwisata perlu dikembangkan dengan unsur 3 A (atraksi, amenitas, dan
aksebilitas). Dari ketiga unsur itu yang paling mudah untuk dilaksanakan adalah unsur A yang
pertama yaitu atraksi, karena tanpa atraksi niscaya tidak terdapat kegiatan pariwisata dan dalam
atraksi tentu membutuhkan syarat seperti apa yang bisa dilihat, apa yang bisa dilakukan, dan apa yang
bisa dibeli (Yoeti: 2006 :243)
BAHARI Jogja Vol.X No.17/2010
Juli 2010
Suatu produk wisata mempunyai share pasar tertentu maka pasar pariwisata perlu
diperhatikan. Berkenaan dengan perhatian terhadap pasar wisata ini perlu diketahui variabel yang
mempunyai korelasi dengan wisata seperti,
a. Demografi sosial wisatawan dengan indikator, Jenis kelamin, umur, berasal dari, pendidikan,
pekerjaan dan yang tidak kalah pentingnya status sosial yang ditentukan oleh
penghasilan/pedapatannya.
b. Psikografi variabel ini dapat diukur dengan melihat aktifitas, keinginan berwisata, persepsi
terhadap obyek yang akan dikunjungi.
Dari dua variabel tersebut dapat diketahui kebutuhan layanan yang akan diperlukan mulai dari
kebutuhan selama menuju ke obyek, dan selama dalam perjalanan, disamping itu juga perlu diketahui
keinginan (motivasi) berwisata yang biasanya ditentukan oleh kebiasaan dari perilaku wisatawan dan
apa yang menjadi latar belakangnya.
Yang mendasari keinginan (Motivasi) seseorang untuk terdorong mengadakan perjalanan wisata
(Pitana dan Gayatri 2005: 58) dikelompokkan menjadi 4 (empat):
a. Physical or physiological motivation perjalanan wisata yang terjadi karena untuk tujuan relaksasi,
rekreasi, kenyamanan, partisipasi dalam kegiatan olahraga dan sebagainya.
b. Cultural Motivation yaitu keinginan untuk mengetahui budaya, adat, tradisi,dan kesenian daerah
lain. Termasuk juga keterkaitan akan berbagai obyek tinggalan budaya.
c. Social motivation atau interpersonal motivation wisata yang ditimbulkan karena mengunjungi sahabat
atau keluarga, mitrakerja, ziarah, merubah situasi yang membosankan (rutinitas) dan seterusnya.
d. Fantasy motivation wisata yang disebabkan karena adanya fantasi didaerah lain sehingga seseorang
bisa terlepas dari kebiasaan (rutinitas) keseharian yang menjemukan, sehingga bisa memberikan
kepuasan psikologis ini juga disebut status and prestige motivation.
V. MENUJU GOOD GOVERNANCE
Obyek wisata yang berada di wilayah DIY tersebar di 4 (empat) kabupaten dan kota yang
masing-masing wilayah mempunyai ciri khas yang berbeda, termasuk pengelolaannya pun mempunyai
cara yang berbeda, tergantung sumberdaya yang dipunyai masing-masing wilayah.Walaupun
heteroginitas kemampuan masing-masing wilayah namun kontek pengelolaanya terpadu satu kesatuan
dari dinas pariwisata propinsi sehingga perbedaan yang terjadi dapat diminimalisir, sesuai dengan
keinginan untuk tata kelola yang baik (good governance) dalam mengelola obyek wisata yang ada di
wilayahnya.
Good Governance dimaksudkan adalah suatu gagasan dan nilai untuk mengatur pola
hubungan antara pemerintah, dunia usaha swasta, dan masyarakat atau sering kita kenal dengan
adanya hubungan yang baik dengan pemangku kepentingan. Sehingga dalam menjual pariwisata tidak
cukup hanya mengandalkan kondisi alam saja, tetapi juga melibatkan semua pemangku kepentingan
termasuk masyarakat sekitar daerah wisata,
Menurut Warsono dkk : (2009,31) pemangku kepentingan (stakeholder ) ada 2 (dua) yaitu: (1)
pemangku kepentingan pasar (2) pemangku kepentingan non pasar
Pemangku kepentingan pasar adalah pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi ekonomik dengan
perusahaan yang berkaitan dengan pelaksananaan tujuan utama perusahaan untuk penyediakan barang
dan jasa bagi masyarakat (sering disebut pemangku kepentingan primair). Pemangku kepentingan
Pasar khususnya pariwisata dapat digambarkan sebagai berikut :
BAHARI Jogja Vol.X No.17/2010
Juli 2010
Gambar 1 : Pemangku Kepentingan Pasar
Pemangku kepentingan non pasar adalah orang-orang atau kelompok-kelompok yang walaupun
tidak telibat dalam pertukaran ekonomik langsung dengan perusahaan, dipengaruhi oleh atau dapat
mempengaruhi tindakan perusahaan. Pemangku kepentingan non pasar khususnya pariwisata dapat
digambarkan sebagai berikut:
Gambar 2 : Pemangku Kepentingan Non Pasar
Inilah rincian dari stakeholder secara umum baik yang langsung berhubungan dengan ekonomi yang
memberi kemajuan perkembangan obyek wisata, dan yang tidak langsung mempengaruhi obyek
wisata yang ada.
VI. MENUJU OPTIMALISASI PELAYANAN SARANA PRASARANA WISATA
Pelayanan sarana dan prasarana pariwisata selama ini adalah merupakan hasil dari
pengembangan dan meningkatkan dari yang telah ada. Dulu kita kenal adanya sapta pesona,
(Kepmenparpostel No KM 5/UM.209/MPPT-89), sehingga upaya baru untuk memberikan
pelayanan yang lebih baik perlu dilakukan secara kontinyu dan inovatif
Dalam sapta pesona tersebut dikenal dengan logo yang dilambangkan dengan Matahari yang
bersinar sebanyak 7 buah yang terdiri atas 7 unsur sebagai berikut: (www.budpar.go.id)
Gambar 3 : Logo Sapta Pesona dan Unsurnya
Yogyakarta sebagai kota pendidikan yang kaya akan seni dan budaya mempunyai nilai
unggulan yang relatif lebih dibanding dengan daerah lainnya. Sehingga dalam mempromosikan obyek
wisata yang ada, tinggal bagaimana upaya untuk menawarkan obyek wisata tersebut dengan jargon
sapta pesona yang dikemas secara baik, dan merubah kebiasaan sektor keamanan khususnya polisi
dapat memberikan arahan dan berlaku ramah terhadap perjalanan wisata dan tidak sebaliknya
mengambil manfaat dari perjalanan wisatawan tersebut, di samping penyediaan berbagai fasilitas yang
mendukung yang nantinya dapat berakibat bertambahnya masa kunjungan wisatawan yang datang.
BAHARI Jogja Vol.X No.17/2010
Juli 2010
Obyek wisata di Yogyakarta tidak hanya bersifat hiburan saja, tetapi lebih dari itu sebagai
wisata pendidikan, karena budaya adiluhung seperti kraton yang didalamnya kaya akan ilmu, juga
peninggalan masa lalu yang secara fisik masih terpelihara, walaupun masih ada beberapa yang
terabaikan atau masih menunggu proses perbaikan.
Dalam mengembangkan pariwisata perlu menggalakkan pariwisata ”tanpa batas” yang tidak
terkungkung oleh batas-batas wilayah administrasi, melainkan lebih berbasis pada konsep regional
tourism growth (Sugiyantoro 2000 : 45) sehingga untuk menjangkau semua obyek wisata yang ada di
Yogyakarta dan sekitarnya, tidak cukup dengan waktu satu hari saja, apa lagi wisatawan dari luar
propinsi dengan masa kunjungan yang sangat terbatas karena biasanya terkendala oleh transit selama
ini, sebagai contoh bahwa: para wisatawan rata-rata datang pagi hari, apabila telah booking
penginapan akan kehilangan waktu penggunaan selama satu malam karena cek in telah dilakukan
sehari sebelumnya. Inilah yang menjadi kendala bagi wisatawan luar daerah yang menggunakan
fasilitas penginapan.
Sebagai upaya menuju optimalisasi pelayanan sarana prasarana dalam rangka good governance
maka semua pemangku kepentingan yang ada baik pemangku kepentingan ekonomi maupun
pemangku kepentingan non ekonomi harus saling bahu mambahu untuk bekerja sama dalam
menyambut wisatawan baik domestik maupun manca negara.
Untuk menyambut para wisatawan domestik khususnya luar propinsi yang mempunyai
kemungkinan untuk bermalam di Yogyakarta dapat diberikan alternatif pilihan sebagaimana biasa
tetapi juga adanya fasilitas lain yang diberikan.
Sudah saatnya sekarang ini diberikan tempat transit komprehensif di bagian barat Yogyakarta
untuk mengantisipasi wisatawan dari arah barat dan atau transit di bagian timur yogyakarta untuk
mengantisipasi wisatawan yang datang dari wilayah timur.
Adapun bentuk transit komprenhensip dengan tersedianya rest area yang dilengkapi dengan
fasilitas pendukungnya, sehingga wisatawan datang pada pagi hari bisa segera memanfaatkan tempat
tersebut dengan berbagai kebutuhan dan informasinya, selanjutnya langsung dapat mengadakan
perjalanan untuk menikmati obyek-obyek wisata yang akan dikunjungi, dan pengeluaran biaya
penginapan hari pertama dapat diabaikan dan sore harinya penginapan baru dibutuhkan.
Alternatif lain rest area yang mungkin dibangun adalah di dekat pantai selatan sehingga
wisatawan yang datang sudah langsung dapat segera menikmati indahnya alam pantai selatan.
Sarana prasarana lain yang tidak kalah pentingnya adalah wisata shopping perlu disediakan
yang representatif dipinggiran kota seperti saat ini misalnya di daerah utara bagian barat masih terbuka
untuk sebuah mall karena akan dapat memberikan layanan yang lebih menguntungkan dan akan
mempercepat perkembangan ekonomi di wilayah tersebut.
Dengan adanya rest area dan wisata shopping (mall) akan memberikan kesempatan kepada
wisatawan untuk tinggal lebih lama dan secara akumulasi akan memberikan keuntungan kepada
wisatawan ataupun lingkungan rest area/lokasi mall tersebut.
Menurut Muljadi (2009 :92 Untuk mencapai keberhasilan dalam membangun kepariwisataan
ditentukan juga oleh kemampuan dalam menghadapi 3 tantangan pasar yaitu:
1. Keberhasilan dalam pemasaran
2. Keberhasilan dalam pengembangan produk
3. Keberhasilan dalam menciptakan sumberdaya manusia (SDM) pariwisata
Ketiga komponen tersebut harus dibina dan dikembangkan secara simultan untuk terciptanya
keterpaduan dalam upaya pencapaian tujuan dan target pembangunan yang telah ditetapkan.
VII. KESIMPULAN
Untuk menaikkan pendapatan asli daerah banyak potensi yang dapat dilakukan, salah satunya
dengan menggalakkan pasar pariwisata. Dalam menggalakkan pemasaran potensi wisata tersebut,
perlu didukung oleh sarana prasarana yang baik, dan dikemas dengan 3 A yaitu atraksi, amenitas, dan
aksebilitas bagi masing-masing obyek wisata.
Kemasan 3 A tersebut implementasinya didukung oleh prinsip-prinsip good governance, yaitu
tata kelola pemerintahan yang transparan dan akuntabel yang mampu menangkap umpan balik
dengan meningkatkan peran serta masyarakat, dan tetap terbingkai dengan sapta pesona.
Fasilitas sarana prasarana yang ada perlu dilengkapi dan dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan masyarakat, sehingga untuk wilayah DIY ini dibutuhkan tempat istirahat yang representatif
bagi wisatawan yang baru datang misalnya dengan menyediakan rest area di jalur masuk barat
BAHARI Jogja Vol.X No.17/2010
Juli 2010
dan/atau timur atau dekat wisata pantai. Di samping itu pengembangan wisata shopping seperti mall
sebagai kegiatan wisata saat malam hari sangat diperlukan.
Dengan mendapatkan kepuasan dalam menikmati keindahan obyek wisata, budaya, dan
kenyamanan, serta keramahan diharapkan dapat menambah masa kunjungan wisatawan, yang
akhirnya berdampak terhadap meningkatkan pendapatan asli daerah.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Fadeli, C., 200, Perencanaan Kepariwisataan Alam, Fakultas Kehutanan UGM
Muljadi AJ., 2009, Kepariwisataan dan Perjalanan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta
Pitana, IG., dan Putu G Gayatri, PG., 2005, Sosiologi Pariwisata, Penerbit Andi Yogyakarta
Purnomo, C., 2009, Karsadag Tourism Package, Tesis S-2 Pascasarjana Universitas Gajah Mada, Yogyakarta
Sony Warsono, S., Amalia, F., Rahajeng, DK., 2009, Corporate Governance Concept and Model CGCG,
Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, Yogyakarta
Sugiyantoro, R., 2000, Pariwisata antara Obsesi dan Realita, Adicita Karya Nusa, Yogyakarta
Yoeti, O.A. 2006, Pariwisata Budaya Masalah dan Solusinya, PT Pradnya Paramita, Jakarta
Peraturan
Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Nomor: KM.5/UM.209/MPPT-89 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Sapta Pesona
UU No. 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan
Internet
http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_9_ 1990
http://pariwisata.jogja.go.id/
www.total.or.id/info.Good governance
Download