BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Formalin 1. Definisi Formalin

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Formalin
1. Definisi Formalin
Formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk.
Didalam formalin mengandung sekitar 37 persen formaldehid dalam air, biasanya
ditambah methanol hingga 15 persen sebagai pengawet. Formalin dikenal sebagai bahan
pembunuh hama (desinfektan) dan banyak digunakan dalam industri. Nama lain dari
formalin adalah Formol, Methylene aldehyde, Paraforin, Morbicid, Oxomethane,
Polyoxymethylene glycols, Methanal, Formoform, Superlysoform, Formaldehyde, dan
Formalith. ( Astawan, Made, 2006 ). Berat Molekul Formalin adalah 30,03 dengan
Rumus Molekul HCOH. Karena kecilnya molekul ini memudahkan absorpsi dan
distribusinya ke dalam sel tubuh. Gugus karbonil yang dimilikinya sangat aktif, dapat
bereaksi dengan gugus –NH2 dari protein yang ada pada tubuh membentuk senyawa yang
mengendap (Harmita, 2006).
Rumus bangun formalin:
O
H
C
H
2. Penggunaan Formalin
Penggunaan formalin antara lain sebagai pembunuh kuman sehingga digunakan
sebagai pembersih lantai, gudang, pakaian dan kapal, pembasmi lalat dan serangga
lainnya, bahan pembuat sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak.
Dalam dunia fotografi biasanya digunakan untuk pengeras lapisan gelatin dan kertas,
bahan pembentuk pupuk berupa urea, bahan pembuatan produk parfum, bahan pengawet
produk kosmetik dan pengeras kuku, pencegah korosi untuk sumur minyak, bahan untuk
isolasi busa, bahan perekat untuk produk kayu lapis (playwood), dalam konsentrasi yang
sangat kecil ( < 1 % ) digunakan sebagai pengawet, pembersih rumah tangga, cairan
pencuci piring, pelembut, perawat sepatu, shampo mobil, lilin dan karpet ( Astawan,
Made, 2006 ).
3. Bahaya Formalin
a. Bahaya utama
Formalin sangat berbahaya bila tertelan dan akibat yang ditimbulkan dapat berupa
bahaya kanker pada manusia.
b. Bahaya jangka pendek (akut)
Apabila tertelan maka mulut, tenggorokan dan perut terasa terbakar, sakit
menelan, mual, muntah, dan diare, kemungkinan terjadi pendarahan, sakit perut yang
hebat, sakit kepala, hipotensi (tekanan darah rendah), kejang, tidak sadar hingga koma.
Selain itu juga dapat terjadi kerusakan hati, jantung, otak, limpa, pancreas, sistem susunan
saraf pusat dan ginjal.
c. Bahaya jangka panjang (kronik)
Jika tertelan akan menimbulkan iritasi pada saluran pernafasan, muntah-muntah
dan kepala pusing, rasa terbakar pada tenggorokan, penurunan suhu badan dan rasa gatal
di dada.
4. Tindakan Pencegahan dan Pertolongan Pertama Bila Tertelan Formalin
a. Hindari makan, minum dan merokok selama berkerja, serta cuci tangan sebelum
makan.
b. Bila diperlukan segera hubungi dokter atau dibawa ke rumah sakit.
5. Cara Penyimpanan formalin
a. Jangan di simpan di lingkungan bertemperatur di bawah 150C.
b.Tempat penyimpanan harus terbuat dari baja tahan karat, alumunium murni, polietilen
atau polyester yang dilapisi fiberglass.
c.Tempat penyimpanan tidak boleh terbuat dari baja besi, tembaga, nikel atau campuran
seng dengan permukaan yang tidak dilindungi / dilapisi.
d. Jangan menggunakan bahan alumunium bila temperatur lingkungan berada di atas 60
derajat celcius (Astawan, Made, 2006 ).
B. Ikan asin
1. Definisi Ikan Asin
Ikan sebagai bahan makanan yang mengandung protein tinggi dan mengandung
asam amino essensial yang diperlukan oleh tubuh, disamping itu nilai biologisnya
mencapai 90 persen, dengan jaringan pengikat sedikit sehigga mudah dicerna (Adawyah,
Rabiatul, 2007). Ikan merupakan komoditi ekspor yang mudah mengalami pembusukan
dibandingkan produk daging, buah dan sayuran. Pembusukan pada ikan terjadi karena
beberapa kelemahan dari ikan yaitu tubuh ikan mengandung kadar air tinggi (80%) dan
pH tubuh mendekati netral, sehingga memudahkan tumbuhnya bakteri pembusuk, daging
ikan mengandung asam lemak tak jenuh berkadar tinggi yang sifatnya mudah mengalami
proses oksidasi sehingga seringkali menimbulkan bau tengik, jaringan ikat pada daging
ikan sangat sedikit sehingga cepat menjadi lunak dan mikroorganisme cepat berkembang.
Oleh
karena
beberapa
kelemahan
tersebut,
para
produsen
melakukan
penghambatan kebusukan dari ikan dengan membuat kondisi lingkungan yang tidak
sesuai dengan pertumbuhan mikroba, sehingga mikroba dapat ditekan pertumbuhannya.
Salah satu cara yang dilakukan yaitu dengan proses penggaraman dan pengeringan yang
kemudian hasil produksinya disebut dengan ikan asin. Ikan asin diproduksi dari bahan
ikan segar atau ikan setengah basah yang ditambahkan garam 15-20%. Walaupun kadar
air didalam tubuh ikan masih tinggi 30-35 persen, namun ikan asin dapat disimpan agak
lama karena penambahan garam yang relatif tinggi tersebut. Untuk mendapatkan ikan
asin berkualitas bahan baku yang digunakan harus bermutu baik, garam yang digunakan
biasanya garam murni berwarna putih bersih. Garam ini mengandung kadar natrium
chlorida (NaCl) cukup tinggi, yaitu sekitar 95 %. Komponen yang biasa tercampur dalam
garam murni adalah MgCl2 (magnesium chlorida), CaCl2 (calsium chlorida), MgSO4
(magnesium sulfat), CaSO4 ( calsium sulfat), lumpur, dll. Jika garam yang digunakan Mg
(magnesium) dan Ca (calsium) akan menghambat proses penetrasi garam ke dalam
daging ikan, akibatnya daging ikan berwarna putih, keras, rapuh dan rasanya pahit. Jika
garam yang digunakan mengandung Fe (besi) dan Cu (tembaga) dapat mengakibatkan
ikan asin berwarna coklat kotor atau kuning (Djarijah, Abbas Siregar, 1995).
2. Proses Penggaraman
Secara umum proses penggaraman ini dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu
penggaraman kering (dry salting), penggaraman basah (wet salting), pelumuran garam
(kench salting). Penggaraman kering dilakukan dengan menaburkan garam diatas lapisan
ikan yang telah tersusun rapi, penggaraman basah dilakukan dengan merendam ikan
dalam larutan garam pekat dan pelumuran garam dilakukan dengan melumuri ikan
dengan garam dalam wadah atau keranjang yang nantinya air dalam tubuh ikan akan
mengalir dari wadahnya. Sedangkan dalam proses penjemuran ikan yang telah diproses
dalam penggaraman serta telah dicuci dan ditiriskan bisa langsung dijemur diatas para –
para dan diletakkan diluar rumah agar terkena sinar matahari. Penjemuran harus disertai
pembalikan ikan 2-3 kali setiap hari, bila hari telah sore ikan dimasukkan kedalam rumah
agar tidak terkena embun atau hujan. Didaerah intentitas cahaya matahari 8 jam per hari
atau lebih, diperlukan waktu pengeringan selama 3 hari berturut turut.
3. Pembuatan Ikan Asin
a. disiapkan larutan garam jenuh dengan konsentrasi larutan 30-50%
b. Ikan yang telah disiangi disusun di dalam wadah / bak kedap air,
kemudian ditambahkan larutan garam secukupnya hingga seluruh ikan tenggelam
dan beri pemberat agar tidak terapung
c. Lama perendaman 1 – 3 hari, tergantung dari ukuran / tebal ikan
dan derajat keasinan yang diinginkan
d. Setelah penggaraman, bongkar ikan dan cuci dengan air bersih. Susun
ikan di atas para-para untul proses pengeringan /penjemuran. (Bisnisukm.com,
2007)
IKAN
Disiangi
Dicuci
Direndam dalam ember dengan larutan garam jenuh 30-50 %
Disimpan (± 3 hari)
Disusun diatas para-para dan dijemur Sampai kering
IKAN ASIN
4. Ciri-Ciri Ikan Asin tanpa formalin dan berformalin
Ciri – ciri visual produk ikan asin tanpa formalin yaitu: tekstur lemas, empuk dan
aroma khas, warna buram / merah / alami, lama kering dan digoreng renyah, empuk, lalat
mau hinggap, cepat terkena jamur / belatung, hanya tahan 1 minggu, susut kurang dari
60% dari berat awal, harga lebih murah. Ciri – ciri visual produk ikan asin berformalin
yaitu : tekstur keras seperti karet & tidak beraroma, warna bagus cerah bening, cepat
kering dan bila digoreng keras, lalat tidak mau hinggap, tidak ada jamur / belatung, tahan
hingga berbulan-bulan, susut 60% lebih dari berat awal, harga lebih mahal.
C. Degradasi kadar formalin pada ikan asin
Degradasi kadar formalin dapat dilakukan dengan dikukus, direbus dan digoreng,
dan direndam dalam air. Kadar formalin yang direndam dalam air dapat mengurangi
kandungan formalin dalam ikan asin sehingga ikan asin lebih aman untuk dikonsumsi
namun tidak dapat menghilangkan formalin 100 %. Air yang digunakan pada perendaman
ikan asin ini bermacam macam misalnya air panas, air leri, dan air garam. Ikan asin yang
direndam air selama 60 menit mampu mendegradasi kadar formalin sampai 61,25%,
direndam dalam air leri mampu mendegradasi kadar formalin sampai 66,03 %, dan
direndam dalam air garam mampu mendegradasi kadar formalin sampai 89,53 %
(Ladyelen, 2007).
D. Air Leri
Air leri merupakan suatu limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah tangga
yaitu dari pencucian beras. Pada umumnya para ibu rumah tangga mencuci beras dengan
tujuan membersihkan beras dari kotoran. Namun pencucian tersebut dilakukan sampai
benar-benar bersih dimana pencucian dilakukan sampai air cucian beras berwarna putih
susu, hal itu berarti bahwa protein dan vitamin B1 yang banyak terdapat dalam beras juga
ikut terkikis. Secara tidak langsung protein dan vitamin B1 banyak terkandung didalam
air leri atau air cucian beras. Selain itu air leri juga mengandung glukosa dan karbohidrat,
pada air cucian beras bilasan I mengandung glukosa sebesar 21,89 %
sedangkan
kandungan karbohidrat 19,70 % dan pada air cucian beras bilasan II mengandung glukosa
sebesar 19,71 % sedangkan kandungan karbohidrat 17,73 % (Agus Triwidodo, 2008)
Unsur-unsur yang ada didalam air leri antara lain adalah C (carbon), H (hidrogen),
O(oksigen), N(nitrogen), S (sulfur), dan P (phosphor), merupakan unsur yang terdapat
pada karbohidrat dan protein yang larut dari beras ke dalam air. Biasanya air leri atau air
cucian beras ini dibuang begitu saja, padahal air leri ini memberikan banyak manfaat bagi
kehidupan anatara lain air leri mampu menyuburkan tanaman karena banyaknya
kandungan karbohidratnya. Selain itu air leri pun ternyata juga mampu mendegradasi
kadar formalin dalam ikan asin sampai 66,03 %.
E. Metode – metode analisis formalin
1. Uji kualitatif
a. Dengan Fenilhidrazina
Menimbang seksama 10 gram sampel kemudian memotong kecil-kecil, dan
memasukkan ke dalam labu destilat, menambahkan aquadest 100 ml kedalam labu
destilat, mendestilasi dan menampung filtrat dengan menggunakan labu ukur 50 ml.
Mengambil 2-3 tetes hasil destilat sampel, menambahkan 2 tetes Fenilhidrazina
hidroklorida, 1 tetes kalium heksasianoferat (III), dan 5 tetes HCl. Jika terjadi perubahan
warna merah terang (positif formalin) (Farmakope Indonesia. Edisi ketiga).
b. Dengan asam kromatofat
Mencampurkan 10 gram sampel dengan 50 ml air dengan cara menggerusnya
dalma lumpang. Campuran dipindahkan ke dalam labu destilat dan diasamkan dengan
H3PO4. Labu destilat dihubungkan dengan pendingin dan didestilasi. Hasil destilasi
ditampung.
Larutan pereaksi Asam kromatofat 0,5% dalam H2SO4 60% (asam 1,8
dihidroksinaftalen 3,6 disulfonat) sebanyak 5 ml dimasukkan dlam tabung reaksi,
ditambahkan 1 ml larutan hasil destilasi sambil diaduk. Tabung reaksi dimasukkan dalam
penagas air yang mendidih selam 15 menit dan amati perubahan warna yang terjadi.
Adanya HCHO ditunjukkan dengan adanya warna ungu terang sampai ungu tua (Wisnu
Cahyadi, 2008).
c. Dengan Larutan Schiff
Menimbang 10 gram sampel dan dipotong potong kemudian dimasukkan kedalam
labu destilat, ditambahkan 50 ml air, kemudian diasamkan dengan 1 ml H3PO4. Labu
destilat dihubungkan dengan pendingin dan didestilasi. Hasil destilasi ditampung labu
ukur 50 ml.
Diambil 1 ml hasil destilat dalam tabung reaksi, ditambahkan 1 ml H2SO4 1:1
(H2SO4 pekat) lewat dinding, kemudian ditambahkan 1 ml larutan schiff, jika terbentuk
warna ungu maka positif formalin.
2. Uji Kuantitatif
a. Dengan metode Asidialkalimetri
Dipipet 10,0 ml hasil destilat dipindahkan ke erlenmeyer, kemudian ditambah
dengan campuran 25 ml hidrogen peroksida encer P dan 50 ml natrium hidroksida 0,1 N.
Kemudian dipanaskan di atas penangas air hingga pembuihan berhenti, dan dititrasi
dengan asam klorida 0,1 N menggunakan indikator larutan fenolftalein P. Dilakukan
penetapan blanko, dipipet 50,0 ml NaOH 0,1 N, ditambah 2-3 tetes indikator fenolftalein,
dititrasi dengan HCl 0,1 N. Dimana 1 ml natrium hidroksida 0,1 N ~ 3,003 mg HCHO
(Farmakope Indonesia. Edisi ketiga).
b. Dengan metode Spektrofotometri
1. Asam Kromatofat
Dibuat larutan baku induk dari konsentrasi 1000 ppm dari formalin 37 %,
kemudian diencerkan dalam labu takar 100 ml dengan aquadest sampai tanda batas,
kemudian larutan tersebut dibuat larutan baku standar. Larutan pereaksi asam kromatofat
5 ml dimasukkan kedalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 1 ml larutan standar
formalin sambil diaduk tabung reaksi ditangas selam 15 menit dalam penangas air yang
mendidih, angkat dan didinginkan. Penetapan kadar formalin sampel, mencampurkan 10
g sampel dengan 50 ml aquadest dengan cara menggerusnya didalam lumpang. Kemudian
didestilat dan diasamkan dengan H3PO4, ditampung dengan labu ukur 50 ml.
Ditambahkan 5 ml asam kromatofat. Kemudian diukur absorbansi sampel dan standar
dengan panjang gelombang 560 nm dan dihitung kadar formalinnya (Wisnu Cahyadi,
2008).
2. Larutan Schiff
Diambil 5,0 ml hasil destilat kemudian ditambahkan ditambahkan 1 ml H2SO4 1:1
(H2SO4 pekat) lewat dinding, kemudian ditambahkan 1,0 ml larutan schift. Dibaca dengan
spektrofotometri. Dibuat juga blanko serta baku seri. Dengan dicari panjang gelombang
optimum, lama waktu kestabilan pada spektrofotometer, dan kurva baku standar formalin.
F. Spektrofotometer
1. Pengertian
Spektrofotometer adalah suatu alat atau instrument untuk mengukur transmisi atau
absorben suatu contoh sebagai fungsi panjang gelombang. Pengukuran terhadap sederetan
sampel pada suatu panjang gelombang tunggalpun dapat dilakukan.
2. Jenis
Ada tiga jenis spektrofotometri yang telah dikenal, yaitu:
a. Single beam (berkas sinar tunggal) spektrofotometri
Spektrofotometri jenis ini banyak digunakan karena cukup murah tetapi
memberikan hasil yang memuaskan. Spektrofotometri jenis ini terdiri hanya satu berkas
sinar sehingga dalam praktek pengukuran sampel dan larutan blanko atau standar harus
dilakukan bergantian dengan sel yang sama.
b. Double beam (berkas ganda)spektrfotometri
Spektrofotometri jenis ini biasa ditemui pada spektrofotometri yang telah
memakai
automatis
absorbansi
(A)
sebagai
fungsi
panjang
gelombang
(λ).
Spektrofotometri jenis ini mempunyai dua berkas sinar sehingga dalam pengukuran
absorbansi tidak perlu bergantian antara sampel dan larutan blanko, tetapi dapat dilakukan
secara parallel.
c. Gilford spektrofotometri
Spektrofotometri jenis ini banyak dipakai di laboratorium biokimia yang mampu
membaca absorbansi (A) sampai satuan 3 (spektrofotometri biasa 0,1-1,0)
3. Metode
Ada tiga teknik yang biasa digunakan untuk analisis secara spektrofotometri,
yaitu:
a. Metode standart tunggal
Metode ini sangat praktis karena menggunakan satu larutan standar yang telah
diketahui konsentrasinya, selanjutnya absorbansi larutan standar dan absorbansi larutan
sampel diukur dengan spektrofotometri.
Rumus perhitungan kadar sampel:
b. Metode kurva kalibrasi
Dalam metode ini dibuat suatu baku seri larutan standar dengan berbagai
konsentrasi selanjutnya absorbansi masing masing larutan tersebut diukur dengan
spektrofotometri. Kemudian dibuat grafik antar konsentrasi dengan absorbansi yang
merupakan garis lurus melewati suatu titik.
A Absorbansi total
Y = bX + a
C standar
Cstandar = C sampel
Y : Absorbansi
a : Konstanta
X : Konsentrasi
b : Koefisien
c. Metode Adisi Standar
Metode ini dipakai secara luas karena mampu meminimalisasikan kesalahan yang
disebabkan oleh perbedaan kondisi lingkaran (matriks) sampel dan standar. Dalam
metode ini dua atau lebih sejumlah volume tertentu dari sampel dipindahkan ke labu
takar. Satu larutan diencerkan sampai volume tertentu kemudian diukur absorbansinya
tanpa ditambah dengan zat
standar, sedangkan larutan yang lain sebelum diukur
absorbansinya ditambahkan terlebih dahulu dengan sejumlah tertentu larutan standard an
diencerkan seperti pada larutan yang pertama.
4. Komponen
Komponen yang penting sekali dari suatu spektrofotometri yang secara skema
sebagai berikut:
Sumber
Monokromator
Sampel
Detektor
Pengganda
Piranti baca
a. Sumber energi cahaya yang berkesinambungan yang meliputi daerah spectrum
b. Monokromator: yakni suatu piranti yang menghubungkan dengan pita sempit panjang
gelombang dari spectrum lebar yang dipancarkan oleh sumber cahaya.
c. Wadah untuk sampel
d. Detektor, yang berupa transduser yang mengubah energy cahaya menjadi suatu isyarat
listrik
e. Pengganda (amplifer) dan rangkaian yang berkaitan yang membuat isyarat listrik itu
memadai untuk dibaca
f. Sistem baca yang diperagakan besarnya isyarat listrik
Download