fix print revisi - Paradigma Ekonomi

advertisement
Tinjauan Kebijakan Ekonomi Indonesia
Perbaikan Iklim Investasi Indonesia
Meningkatkan konsistensi arah kebijakan serta desain implementasinya, sehingga dapat
menghadirkan kepastian bagi investor asing.
Menetapkan Indikator Kinerja Kunci yang spesifik, serta menerapkan mekanisme reward dan
punishment, salah satunya dalam aspek fiskal dalam relasi pemerintah pusat-daerah. Dengan
demikian, pemerintah daerah memiliki insentif untuk menjalankan birokrasi, administrasi, dan
regulasi dengan efisien, sehingga menghadirkan kepastian bagi pelaku usaha.
Menjadikan DNI sebagai referensi tunggal bagi aturan investasi asing. Seluruh pembatasan
investasi asing yang terdapat di peraturan perundangan lain perlu dimasukkan ke dalam DNI.
Lebih baik lagi jika pembatasan mengenai investasi asing tidak dibahas di dalam
peraturan perundangan sektoral, dan hanya di dalam DNI.
Memperbaiki proses penyusunan DNI sehingga lebih komprehensif dan transparan, yang
berbasis pada kajian obyektif serta instrumen seperti Regulatory Impact Assessment (RIA), yang
bersifat lintas-institusi dan melibatkan pemangku kepentingan yang luas.
Kemudahan Menjalankan Bisnis
Tantangan utama perekonomian Indonesia dalam
kepemimpinan Jokowi-Jusuf Kalla adalah penciptaan
lapangan kerja. Dengan adanya 7,5 juta penanggguran
terbuka, dan perkiraan penambahan sekitar 8 juta
angkatan kerja dalam periode 2014-2019 diperlukan
penciptaan 15 juta lapangan kerja selama 5 tahun yang
hanya dapat disediakan melalui investasi swasta.
Namun, hingga kini iklim investasi di Indonesia masih
kurang mendukung. Dalam memulai suatu aktivitas
bisnis, para investor umumnya mengeluhkan tentang
sulitnya dan besarnya biaya untuk mendirikan suatu
entitas usaha secara legal di Indonesia. Kesulitan juga
timbul karena adanya kewajiban untuk menjaminkan
sejumlah dana dalam pendirian perusahaan, selain soal
kepastian waktu mendapatkan ijin pendirian usaha.
Dalam merealisasikan investasi, investor juga mengeluhkan sulitnya memenuhi perijinan-perijinan usaha
yang bersifat sektoral, mendapatkan akses lahan, dan
tingginya biaya kepatuhan terhadap regulasi. Selain itu,
investor juga mengalami kesulitan akibat tumpang
tindihnya kewenangan penerbitan perijinan antara
pemerintah pusat dan daerah.
Dalam menjalankan usaha, investor dihadapkan pada
berbagai persoalan seperti kepastian dan penegakan
hukum, ketenagakerjaan, dan biaya ekonomi tinggi
akibat rendahnya kualitas regulasi dan pelayanan usaha.
Kendala dalam melakukan usaha banyak bersumber
pada inkonsistensi antara satu kebijakan/regulasi
dengan kebijakan yang lainnya. Sebagai contoh, spirit
keterbukaan investasi dalam UU Penanaman Modal
semestinya mendasari peraturan perundangan terkait
lainnya di tingkat nasional maupun daerah, termasuk
undang-undang sektoral di bidang industri, perdagangan, perkebunan, pertambangan, dsb. Akan tetapi,
banyak peraturan saat ini yang menerapkan restriksi
yang bertentangan dengan spirit keterbukaan dalam
UU Penanaman Modal.
Sumber permasalahan juga timbul dari implementasi
kebijakan dan regulasi yang sering berubah-ubah,
sehingga timbul ketidakpastian bagi pelaku usaha.
Salah satu contohnya adalah diberlakukannya PP No
78 Tahun 2015 tentang Pengupahan yang tidak
serta-merta dijalankan oleh seluruh pemerintah
daerah. Masih ada beberapa pemda yang menetapkan
upah minimum dengan tidak menggunakan formula
yang dirumuskan dalam PP tersebut.
Permasalahan yang lain juga timbul karena desain
kelembagaan yang tumpang tindih dan membingungkan. Dalam pengurusan ijin usaha, diperlukan
berbagai persyaratan yang melibatkan berbagai
institusi pemerintah di berbagai tingkatan. Akibatnya,
ketidakpastian dan biaya usaha menjadi lebih tinggi.
Daftar Negatif Investasi (DNI)
Sebagai negara berkembang, Indonesia masih memerlukan pembentukan modal sebagai sumber pembangunan. Dengan rasio modal per tenaga kerja yang relatif
rendah, pembentukan modal dari investasi dapat
memberikan hasil yang sangat tinggi. Sayangnya,
kemampuan untuk mengumpulkan modal di Indonesia
masih sangat rendah. Indonesia masih membutuhkan
investasi asing. Manfaat yang diperoleh melalui investasi
asing di antaranya adalah perbaikan level kemampuan
teknologi, keahlian tenaga kerja maupun network yang
dimiliki Indonesia, di samping terciptanya lapangan
pekerjaan baru dan menambah pendapatan negara.
Saat ini, investasi asing diatur dalam Daftar Negatif
Investasi (DNI) yang mengatur bidang usaha (sektor
bisnis) mana saja yang tertutup sepenuhnya untuk
berinvestasi atau tertutup sebagian (boleh berinvestasi
dengan persyaratan). Pengaturan seperti ini lazim
dilakukan oleh pemerintah di berbagai negara
Permasalahannya adalah DNI di Indonesia bukan
merupakan satu-satunya acuan dalam menentukan aturan terhadap investasi asing. Banyak
sektor produksi yang tidak diatur dalam DNI,
namun dibatasi oleh peraturan perundangan
lainnya. Hal ini menyebabkan ketidakpastian bagi
investor asing. Sangat penting bagi pemerintah
Indonesia untuk dapat menjadikan DNI sebagai
sumber referensi tunggal dalam pembatasan
investasi asing.
Jumlah investasi asing di Indonesia pada 2014 tercatat
hanya sekitar 28% dari PDB. Angka ini jauh dibawah
dari investasi asing di Malaysia dan Thailand yang
mencapai lebih dari 40% dari PDB mereka, ataupun
Vietnam yang berkisar pada 50%. Sebuah studi dari
Lipsey dan Sjoholm (2010) memperlihatkan bahwa pada
tahun 2005, investasi asing di Indonesia hanya berkisar
pada 40% dari potensi yang seharusnya. Sementara
negara-negara tetangga lainnya mempunyai investasi
asing yang lebih tinggi dari potensi mereka, kecuali
untuk Filipina.
Selain itu, perumusan DNI seringkali lebih
mencerminkan kepentingan sekelompok pelaku
usaha dibanding kepentingan perekonomian
secara keseluruhan. Aktivitas konsultasi di dalam
penyusunan DNI hanya melibatkan pelaku usaha
di sektor tersebut, dibandingkan dengan
mendapatkan pandangan dari berbagai pihak.
Akibatnya, banyak pihak yang memiliki miskonsepsi bahwa DNI adalah alat kebijakan untuk
melindungi usaha domestik dari serbuan investasi asing.
Perbandingan Rasio Investasi Asing terhadap PDB di 5 Negara ASEAN
50
45
40
% PDB
35
30
25
20
15
10
5
0
Indonesia
Philippines
1995-1999
Malaysia
2000-2004
2005-2009
Thailand
Vietnam
2010-2014
Publikasi Tinjauan Kebijakan Ekonomi Indonesia ini merupakan hasil dari Aktivitas KEBIJAKAN EKONOMI DI INDONESIA yang dilakukan oleh Centre for Strategic
and International Studies (CSIS) dan Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) dengan melibatkan sejumlah peneliti yang kompeten dalam berbagai
bidang kebijakan ekonomi.
Download