metode dakwah bagi masyarakat pedesaan

advertisement
METODE DAKWAH BAGI MASYARAKAT PEDESAAN
(Studi Kasus di Desa Candi Kecamatan Ampel
Kabupaten Boyolali)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
Oleh
ISMAIL
12107015
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
SALATIGA
2010
i
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Setelah dikoreksi dan diperbaiki, maka skripsi saudara:
Nama
: ISMAIL
NIM
: 12107015
Jurusan
: Tarbiyah
Program Studi
: Pendidikan Agama Islam
Judul
: METODE DAKWAH BAGI MASYARAKAT PEDESAAN
(Studi Kasus di Desa Candi Kecamatan Ampel
Boyolali)
telah kami setujui untuk dimunaqosahkan.
Salatiga, ___________ 2010
Pembimbing,
Dra. Maryatin
NIP. ________________
iii
Kabupaten
DEPARTEMEN AGAMA RI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
SALATIGA
Jl. Tentara Pelajar 02 Telp. 323706 Fax. 323433 Kode Pos. 50721
http//www.salatiga.ac.id e-mail: [email protected]
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi Ismail dengan Nomor Induk Mahasiswa 12107015 yang berjudul “METODE
DAKWAH BAGI MASYARAKAT PEDESAAN (Studi Kasus di Desa Candi
Kecamatan Ampel
Kabupaten Boyolali)” telah dimunaqosahkan dalam Sidang
Panitia Ujian Jurusan Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga
pada hari Selasa, tanggal 31 Agustus 2010 dan telah diterima sebagai bagian dari syaratsyarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I.).
Salatiga, 31 Agustus 2010 M
21 Ramadhan 1431 H
Panitia Ujian
Ketua Sidang
Sekretaris Sidang
Dr. Imam Sutomo, M.Ag
NIP 19580827198303 1 002
Dr. Rahmat Haryadi
NIP 19670112199203 1 005
Penguji I
Penguji II
Hj. Maslikhah, M.Si
NIP 19702529200003 2 001
Fatchurrahman, M.Pd
NIP 19710309200003 1 001
Pembimbing
Dra. Maryatin
NIP 1969040299803 2 001
iv
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
: Ismail
NIM
: 12107015
Jurusan
: Tarbiyah
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya
sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang
terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Salatiga, 4 Agustus 2010
Yang menyatakan,
Ismail
NIM. 12107015
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
"Barang siapa yang bersemangat dalam mencapai tujuannya, maka cepat atau lambat ia
akan menggapai tujuannya tersebut"
PERSEMBAHAN
Karya ini penulis persembahkan bagi Kedua
orangtua terkasih dan tersayang, Saudarasaudariku yang tercinta, serta segenap
keluarga besar Pondok Pesantren Al-Manar
yang penulis cintai.
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT, berkat karunia, rahmat dan
hidayah-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul
"METODE DAKWAH BAGI MASYARAKAT PEDESAAN (Studi Kasus di
Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali)" tanpa ada kendala yang
berarti.
Penulis menyadari, bahwa dalam penyusunan skripsi ini tentunya tidak lepas dari
peran serta dan dukungan dari berbagai pihak yang senantiasa memberikan bantuan baik
moril maupun bantuan yang lain kepada penulis, maka sudah sepantasnya penulis dengan
rasa hormat mengucapkan terima kasih, terutama kepada:
1. Dr. Imam Sutomo, M.Ag, selaku Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri
(STAIN) Salatiga,
2. Dra. Maryatin, selaku Pembimbing Skripsi yang senantiasa memberikan bimbingan
dan arahan kepada penulis guna terwujudnya penulisan skripsi ini,
3. Para dosen dan staf karyawan STAIN Salatiga, yang membantu dan memberikan
kemudahan bagi penulis dalam mencari referensi pustaka.
4. Kedua orangtua yang senantiasa memberikan dukungan do’a kepada penulis hingga
akhirnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini tanpa ada kendala yang
berarti,
5. Bapak Basuni, Bapak Sidik Waluyo, Saudari Da'watul Khoiriyah, selaku narasumber
yang memberikan berbagai keterangan terkait dengan penelitian yang saya
laksanakan,
6. Keluarga besar Pondok Pesantren Al-Manar, yang senantiasa menjadi motivator
selama penelitian dan penulisan skripsi penulis, dan
vii
7. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu pada kesempatan kali ini
yang telah membantu penulis dengan hati terbuka.
Penulis menyadari, bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat
kekurangan, maka kritik dan saran dari berbagai pihak yang bersifat membangun akan
penulis sambut dengan tangan terbuka.
Salatiga, 6 Agustus 2010
Penulis,
Ismail
NIM 12107015
viii
ABSTRAK
Ismail. 2010. METODE DAKWAH BAGI MASYARAKAT PEDESAAN
(Studi Kasus di Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali).
Jrusan Tarbiyah PAI. Pembimbing: Dra. Maryatin. STAIN
SALATIGA.
Kata Kunci: Metode Dakwah, Masyarakat Pedesaan
Permasalahan pada penelitian ini adalah; 1) Bagaimana kehidupan sosial
keberagamaan masyarakat Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali?,
2) Bagaimanakah metode dakwah pada masyarakat pedesaan?, dan 3) Faktor apa
saja yang dapat mendukung dan menghambat dakwah di pedesaan?
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, dan
menggunakan metode pengumpulan data denagn cara melakukan wawancara
dengan para narasumber dan observasi di lapangan. Proses analisis yang
digunakan dalam penelitian ini melalui reduksi data, penyajian data kemudian
dilakukan penarikan kesimpulan.
Penelitian yang dilakukan ini kemudian menghasilkan suatu kesimpulan
bahwa; 1) kehidupan sosial masyarakat Desa Candi Kaecamatan Ampel
Kabupaten Boyolali terjalin dengan erat, namun kesadaran individual anggota
masyarakat dalam menjalankan ibadah masih sangat kurang, 2) metode dakwah
yang tepat untuk diterapkan pada masyarakat Desa Candi Kecamatan Ampel
Kabupaten Boyolali adalah dengan metode ceramah (mauidzoh hasanah), tanya
jawab (jadilhum billati hiya ahsan), dan pemberian teladan atau contoh yang baik
(uswatun hasanah), dan 3) faktor pendukung dakwah di Desa Candi adalah a)
mayoritas penduduk beragama Islam, b) tersedianya fasilitas tempat dalam jumlah
yang memadai, c) toleransi masyarakat yang tinggi, dan d) kesabaran, ketelatenan,
dan keteladanan dari da'i. Sedangkan faktor penghambat pelaksaaan dakwah di
Desa Candi adalah; a) pemahaman keagamaan masyarakat yang masih rendah,
dan b) masyarakat masih memercayai mitos
Kata Kunci : Metode Dakwah, Masyarakat Pedesaan
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................
i
LOGO ALMAMATER ................................................................................
ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ................................
v
HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ........................................... vi
KATA PENGANTAR ................................................................................. vii
ABSTRAK .................................................................................................. ix
DAFTAR ISI ...............................................................................................
x
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xiii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xiv
BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ..........................................................
1
B. Rumusan Masalah ...................................................................
5
C. Tujuan Penelitian .....................................................................
6
D. Manfaat Penelitian ..................................................................
6
E. Definisi Istilah .........................................................................
7
F. Metode Penelitian ....................................................................
9
G. Analisis Data ........................................................................... 11
H. Sistematika Penulisan .............................................................. 12
x
BAB II KAJIAN PUSTAKA ...................................................................... 15
A. Keberagamaan Masyarakat ...................................................... 15
B. Dakwah Islam ......................................................................... 20
C. Metode Dakwah pada Masyarakat Pedesaan ............................ 32
D. Faktor Pendukung dan Penghambat Dakwah di Pedesaan ....... 37
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN ....................... 45
A. Gambaran Umum Desa Candi ................................................. 45
B. Temuan Penelitian ................................................................... 52
1.
Kehidupan Sosial Keberagamaan Masyarakat
Desa Candi ....................................................................... 52
2.
Metode Dakwah yang diterapkan pada Masyarakat
Desa Candi ....................................................................... 53
3.
Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Dakwah
di Desa Candi ................................................................... 56
BAB IV PEMBAHASAN ............................................................................
A. Kehidupan Sosial Keberagamaan Masyarakat Desa Candi
Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali ................................... 58
B. Metode Dakwah pada Masyarakat Desa Candi Kecamatan
Ampel Kabupaten Boyolali ...................................................... 61
C. Faktor Pendukung dan Penghambat Dakwah di Desa Candi
Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali ................................... 63
xi
BAB V PENUTUP ..................................................................................... 69
A. Simpulan ................................................................................. 69
B. Saran ....................................................................................... 70
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1
Jumlah Penduduk Desa Candi Menurut Agama ...................... 46
Tabel 3.2
Jumlah Tempat Ibadah Desa Candi .......................................... 46
Tabel 3.3
Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Candi ............................ 47
Tabel 3.4
Jumlah Lembaga Pendidikan Desa Candi ................................ 48
Tabel 3.5
Mata Pencaharian Masyarakat Desa Candi .............................. 49
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Biodata Penulis
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Agama Islam merupakan agama yang sarat dengan tuntunan dan ajaran
mulia yang memberikan kemaslahatan kepada umat manusia. Salah satu
tuntunan dan ajaran agama Islam adalah mengenai dakwah. Menyitir dari
Surat An-Nahl ayat 125 yang berisikan mengenai perintah untuk berdakwah
bagi setiap muslim, dapat dijadikan sandaran bahwa dakwah merupakan suatu
kewajiban bagi setiap muslim.
             
           
Arti: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa
yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orangorang yang mendapat petunjuk” (Al-Nahl:125)
Penggunaan kata
yang merupakan kata perintah (fiil amar) dari
pada awal ayat di atas inilah yang kemudian menjadi dasar hukum
bahwa dakwah merupakan sebuah kewajiban bagi setiap muslim. Hal ini sesuai
kaidah ushul fiqh yang berbunyi
pada dasarnya setiap
perintah itu wajib (Budiharjo, 2007:23).
1
2
Pengklasifikasian hukum dakwah dalam kategori wajib, selain
mengacu pada QS. An-Nahl ayat 125 dan dalil Ushul Fiqih di atas, juga
mengacu pada QS. Ali Imran ayat 104 yang berisikan perintah untuk menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang
munkar.
           
   
Arti : “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari
yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung” (QS. Ali Imran:
104)
Adanya dasar kuat yang menyatakan mengenai perintah dan pengertian
bahwa dakwah merupakan kewajiban, maka para ulama pun mengambil
sebuah kesepakatan. Para ulama telah sepakat bahwa hukum dakwah adalah
wajib, namun mereka tidak sepakat wajibnya itu masuk dalam wajib (fardhu)
„ain, atau fardhu kifayah (Budiharjo, 2007:24).
Belum adanya kesepakatan para ulama mengenai hukum wajib dakwah
dalam artian berhukum fardhu 'ain ataukah fardhu kifayah ini kemudian
memunculkan
dua
golongan
yang
berbeda
pendapat
dalam
mengklasifikasikan hukum wajib dalam dakwah, yang pada dasarnya mereka
hanya berbeda pandangan dalam menafsirkan makna
dalam QS. Ali Imran ayat 104 di atas.
pada lafadz
3
Golongan pertama berpendapat bahwa hukum dakwah adalah fardhu
kifayah, karena mereka menafsirkan kata
pada lafadz
Ali Imran ayat 104 tersebut menunjukkan makna
dalam QS.
(untuk sebagian).
Jadi yang wajib berdakwah hanya sebagian dari umat saja, tidak secara
keseluruahn. Golongan kedua berpendapat bahwa makna
adalah
pada lafadz
(sebagai penjelas), maka yang wajib berdakwah adalah umat
secara keseluruhan.
Berangkat dari dua pendapat tersebut, maka definisi dakwah dapat
digolongkan menjadi dua, yaitu definisi dakwah secara umum dan definisi
dakwah secara khusus. Dakwah secara umum yaitu dakwah yang ditujukan
kepada pribadi, keluarga, dan kelompok tertentu, sehingga masing-masing
individu wajib mengambil peranan sebagai da‟i. Sedangkan dakwah secara
khusus yaitu dakwah yang dilakukan oleh orang-orang tertentu yang
mengetahui secara baik dan benar rahasia dan hikmah agama serta ilmu-ilmu
lainnya.
Terlepas dari semua perbedaan tersebut, pada dasarnya kedua
golongan ini memiliki tujuan yang sama, yakni menyebarkan ajaran Islam
kepada masyarakat luas agar mereka menjalankan kehidupan sehari-hari
berdasarkan syari‟at Islam dan memperoleh kemuliaan kehidupan dunia dan
akhirat.
Pelaksanaan dakwah tentu tidak selamanya berjalan sesuai dengan apa
diharapkan, tidak jarang dalam pelaksanaan dakwah di masyarakat timbul
4
hambatan yang komplek, seperti tingkat pengetahuan keagamaan masyarakat
yang rendah, tradisi yang diyakini oleh masyarakat yang tidak sesuai dengan
tuntunan syari‟at Islam, dan materi dakwah yang tidak sesuai dengan apa yang
dibutuhkan masyarakat, sehingga menghambat
proses dakwah yang
mengakibatkan lambatnya perkembangan penyampaian materi keagamaan
pada masyarakat.
Agar dakwah sampai pada sasaran, maka ada beberapa unsur dakwah
yang harus dipenuhi dan tidak boleh diabaikan.
1. Da‟i (pelaku dakwah);
2. Mad‟u (pendengar/audiences);
3. Media Dakwah;
4. Materi Dakwah; dan
5. Metode Dakwah,
Semua unsur dakwah tersebut harus dipenuhi, karena ketiadaan salah
satu unsur dakwah akan berakibat pada pencapaian target dakwah yang tidak
maksimal, seperti halnya yang terjadi pada masyarakat Desa Candi
Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali. Kendala dakwah yang dihadapi di
Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali selama ini antara lain
karena belum adanya da‟i yang tetap, keyakinan masyarakat dan pengetahuan
agama yang masih minim, kegiatan keagamaan yang minim, rendahnya
kesadaran masyarakat akan pentingnya menjalankan syariat agama, dan
kebudayaan masyarakat berbau kejawen yang sudah mendarah daging,
5
sehingga sulit menerima ajaran Islam yang notabene berseberangan dengan
kebudayaan kejawen.
Menyadari akan pentingnya penerapan metode yang tepat dalam
berdakwah pada masyarakat di Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten
Boyolali, maka penulis mengadakan penelitian mengenai metode dakwah
yang tepat untuk selanjutnya diterapkan di Desa Candi Kecamatan Ampel
Kabupaten Boyolali dengan mengambil judul “METODE DAKWAH BAGI
MASYARAKAT PEDESAAN (Studi Kasus di Desa Candi Kecamatan
Ampel Kabupaten Semarang)”.
Penulis berharap, dengan penelitian ini nantinya akan memberikan
kontribusi dalam menemukan alternatif metode dakwah yang tepat untuk
selanjutnya diterapkan dan dikembangkan di masyarakat Desa Candi
Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali dan sekitarnya.
B. Rumusan Masalah
Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.
Bagaimana kehidupan sosial keberagamaan masyarakat Desa Candi
Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali?
2.
Bagaimanakah metode dakwah pada masyarakat pedesaan?
3.
Faktor apa saja yang dapat mendukung dan menghambat dakwah di
pedesaan?
6
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulis mengadakan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.
Mengetahui kehidupan sosial keberagamaan masyarakat Desa Candi
Kecamatan Ampel Kabupaten Semarang.
2.
Mengetahui metode dakwah pada masyarakat pedesaan.
3.
Mengetahui faktor pendukung dan penghambat dakwah di pedesaan
D. Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan ini diharapkan akan memberikan manfaat,
baik manfaat secara teoritis, maupun manfaat secara praktis.
1. Manfaat Teoritis
Manfaat secara teoritis yang diperoleh dari penelitian ini adalah
menambah khasanah temuan penelitian baru mengenai dakwah di
pedesaan dalam kaitannya dengan pembelajaran pendidikan agama Islam,
khususnya di Jurusan Tarbiyah.
2. Manfaat Praktis
Manfaat secara praktis dari pelaksanaan penelitian ini bagi da‟i yaitu
dapat mengetahui sosial keberagamaan masyarakat kemudian dapat
menerapkan metode yang tepat sesuai kondisi keagamaan setempat.
Sedangkan manfaat bagi masyarakat yaitu dengan metode dakwah yang
tepat, da'i dapat menyampaikan materi agama dengan benar kepada
mad'u, sehingga masyarakat dapat menjalankan kehidupan sehari-hari
sesuai tuntunan nash dan sunnah rasul.
7
E. Definisi Istilah
Untuk mempermudah pemahaman serta untuk menentukan arah yang
jelas dalam penyusunan skripsi, maka penulis memandang perlu memberikan
kajian dan maksud istilah-istilah yang penulis gunakan dalam judul skripsi.
1. Metode Dakwah
Metode berasal dari dua perkataan yaitu, Meta (melalui) dan Hados
(jalan/cara). (Ma‟arif, 1991:15), dan dalam bahasa Yunani metode berasal
dari Methodos yang artinya jalan, dan secara istilah adalah jalan/cara yang
harus di tempuh untuk mencapai suatu tujuan (Suparta, 2003:6).
Kata dakwah berasal dari Bahasa Arab
huruf
yang berakar dari
yang memiliki arti dasar kecenderungan sesuatu yang
disebabkan suara dan kata-kata, atau mencintai sesuatu atau mendekatkan
diri pada sesuatu. Dari akar kata ini, terangkai menjadi
naqish) yang menjadi asal kata
(fi‟il mu‟tal
. yang berarti
mengundang, meminta tolong, memohon (Yunus, 1972:167). Sedangkan
yang isim mashdarnya
berarti memanggil, mengundang, mengajak,
menyeru (Budiharjo, 2007:1). Arti dakwah menurut Ali Mahfud dalam
Harjani Hifni, dkk adalah mengajak manusia untuk mengerjakan kebaikan
dan mengikuti petunjuk menyuruh mereka berbuat baik dan melarang
mereka dari perbuatan jelek agar mereka mendapat kebahagiaan dunia dan
akhirat.
8
Dakwah menurut istilah juga dikemukaan oleh para pakar,
diantaranya adalah sebagai berikut.
a. Muhammad Abduh mengemukakan bahwa dakwah sama dengan Islah,
yaitu memperbaiki keadaan kaum muslimin dan memberikan petunjuk
kepada orang-orang kafir agar mau memeluk Islam (Budiharjo, 2007:
3).
b. Masyhur Amin berpendapat bahwa dakwah adalah aktivitas yang
mendorong manusia untuk memeluk agama Islam melalui cara yang
bijaksana dengan ajaran agama Islam agar mereka mendapatkan
kesejahteraan dunia akhirat (Amin, 1997:10).
c. Rosyad Shaleh menyatakan bahwa dakwah adalah suatu proses
penyelenggaraan aktivitas yang dilakukan secara sadar dan sengaja,
yang berupa mengajak orang lain untuk beriman dan mentaati Allah
memeluk agama Islam serta amar ma’ruf nahi munkar (Saleh,
1997:19).
Metode dakwah adalah cara cara tertentu yang dilakukan oleh
seorang da‟i kepada mad‟u untuk mencapai suatu tujuan atas dasar hikmah
dan kasih sayang (Harjani Hilmi, dkk, 2003:8).
2. Masyarakat Pedesaan
Definisi masyarakat menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah
sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu
kebudayaan yang mereka anggap sama (Ali, 1991:635). Sedangkan arti
masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sekelompok orang
9
yang tinggal dan menetap di wilayah Desa Candi Kecamatan Ampel
Kabupaten Boyolali.
Desa adalah wilayah yang dihuni oleh sejumlah keluarga yang
mempunyai sistem pemeritahan sendiri (dikepalai oleh Kepala Desa).
Pedesaan adalah daerah pemukiman penduduk yang sangat dipengaruhi oleh
kondisi tanah, iklim, dan air sebagai syarat penting (Moeliono, 1988:200).
Berdasarkan arti dari kedua istilah tersebut, maka dapat diartikan
bahwa masyarakat pedesaan adalah sekelompok orang yang tinggal dan
menetap di daerah pemukiman penduduk yang sangat dipengaruhi oleh
kondisi tanah, iklim, dan air sebagai syarat penting.
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Suatu penelitian dikatakan menenuhi syarat apabila penelitian tersebut
memperhatikan pendekatan penelitian dan konsisten dalam memilih jenis
penelitian dalam pelaksanannya. Secara umum, metode penelitia ada dua
macam, yakni metode kuantitatif dan metode kualitatif. Penenelitian yang
penulis lakukan ini menerapkan metode kualitatif dalam pelaksanannya.
Metode kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data
diskriptif, ucapan atau tulisan, dan perilaku yang dapat diamati dari orang-orang
(subjek) itu sendiri (Fuchan, 1992:21). Metode penelitian inilah yang
diterapkan dalam menemukan alternatif metode dakwah yang tepat di Desa
Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali. Penelitian ini dilakukan dengan
10
cara mengadakan pendekatan induktif di lapangan, kemudian menyusunnya
secara deskriptif sesuai keadaan yang sebenarnya di lapangan.
2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian merupakan tempat dimana suatu penelitian
dilaksanakan. Penelitia yang penulis lakukan ini megambil lokasi di Desa
Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali.
3. Subyek Penelitian
Sebuah penelitian yang utuh harus memiliki subjek penelitian yang
konkret. Penelitian yang dilakukan di Desa Candi Kecamatan Ampel
Kabupaten Boyolali ini mengambil subjek penelitian aparat desa, tokoh
masyarakat, serta tokoh agama yang masing-masing akan dimintai keterangan
untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
4. Teknik Pengumpulan Data
Sebuah penelitian haruslah tersusun secara sitematis dan memenuhi
semua aspek yang menjadi syarat sebuah penelitian. Salah satu aspek yang
merupakan syarat dalam penelitian adalah adanya data yang terkumpul melalui
beberapa teknik atau cara pengumpulan data. Teknik pengumpulan data yang
penulis terapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
a.
Observasi
Sebagai metode ilmiah, observasi bisa diartikan pengamatan
dan pencatatan dengan sistematika fenomena-fenomena yang di
selidiki (Hadi, 1989:136). Metode observasi adalah cara menghimpun
bahan-bahan yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan
11
fenomena yang dijadikan pengamatan (Sudiyono, 1996:76). Metode
observasi ini digunakan penulis untuk mengetahui secara langsung
kegiatan sosial-keagamaan dan metode dakwah yang telah di
terapkan di Desa Candi, Kecamatan Ampel, Kabupaten Boyolali.
b.
Metode Wawancara
Secara umum yang disebut wawancara adalah metode yang
dilakukan dengan menggunakan pertanyaan secara lisan kepada orang
lain dengan maksud agar orang lain memberi jawaban. Dalam metode
wawancara terjadi komunikasi antara penulis dan subyek (Surakhmad
1989:174). Metode wawancara ini diterapkan kepada para ulama dan
para pemuka masyarakat yang mempunyai peran penting dalam
aktivitas dakwah. Selain itu, wawancara juga diterapkan kepada
masyarakat, karena merupakan obyek dakwah yang tidak kalah
pentingnya dengan peran para da'i dan tokoh masyarakat dalam
kaitannya dalam dakwah ini.
G. Analisis Data
Milles dan Hubermen (1992: 72) menggambarkan bahwa analisis data
kualitatif model alir akan melalui tiga alur, meliputi; reduksi data, penyajian
data dan penarikan kesimpulan. Sebagaimanna yang dikemukakan Milles dan
Hubermen berkatian dengan gambaran mengenai analisis kualitatif model alir,
penelitian yang penulis lakukan ini juga menerapkan analisis data kualitatif
model alir. Reduksi data adalah proses pemilihan, pemusatan, perhatian pada
12
penyederhanaan dan transformasi data yang muncul dari data-data tertulis di
lapangan. Gambaran dari penjelasan tersebut dapat dilihat pada gambar 1
berikut.
Masa pengumpulan data
REDUKSI DATA
Antisipasi
Selama
Pasca
PEYAJIAN DATA
Selama
Pasca
PENARIKAN KESIMPULAN/VERIFIKASI
Pasca
Selama
Gambar 1. Komponen-komponen Analisis Data: Model Alir
Penyajian data dilakukan dalam rangka pemahaman terhadap informasi
yang terkumpul yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan.
Penarikan kesimpulan dilakukan secara bertahap, melalui kesimpulankesimpulan sementara untuk menuju kesimpulan akhir yang memiliki
kepercayaan tinggi setelah data mencukupi untuk penarikan kesimpulan.
H. Sistematika Penulisan Skripsi
BAB I:
PENDAHULUAN
Bab I dalam penulisan skripsi ini merupakan pendahuluan yang
berisi tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan
Penelitian, Manfaat Penelitian, Definisi Istilah, Metode Penelitian,
Analisis Data, serta Sistematika Penulisan Skripsi
13
BAB II:
LANDASAN TEORI
Bab
II
dalam
penulisan
skripsi
ini
mencakup
tentang
Keberagamaan Masyarakat, Dakwah Islam, Metode Dakwah pada
Masyarakat Pedesaan, Faktor Pendukung dan Penghambat Dakwah
di Pedesaan yang diungkapkan berdasarkan pendapat para ahli
kemudian disimpulkan oleh penulis.
BAB III : PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
Bab III berisikan tentang paparan data dan temuan penelitian di
lapangan. Adapun cakupan dari bab III ini terdiri dari Gambaran
Umum Desa Candi, serta Temuan Penelitian yang meliputi
Kehidupan Sosial Keberagamaan Masyarakat Desa Candi, Metode
Dakwah yang diterapkan pada Masyarakat Desa Candi, dan Faktor
Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Dakwah di Desa Candi
BAB IV : PEMBAHASAN
Bab IV merupakan pembahasan dari data yang dipaparkan pada
bab sebelumnya dan berisi analisis dari temuan penelitian yang
meliputi Kehidupan Sosial Keberagamaan Masyarakat Desa Candi
Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali, Metode Dakwah pada
Masyarakat Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali,
dan Faktor Pendukung dan Penghambat Dakwah di Desa Candi
Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali
14
BABV :
PENUTUP
Bab V merupakan bab akhir sebagai penutup dalam penulisan
skripsi ini. Adapun isi dalam bab V adalah penyampaian Simpulan
dan Saran bagi pihak-pihak terkait.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Keberagamaan Masyarakat
1.
Keberagamaan
Agama adalah segenap kepercayaan kepada Tuhan serta dengan
ajaran kebaikan dan kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan.
Beragama adalah memeluk agama baik yang beribadah maupun tidak.
Sedangkan makna keagamaan adalah sifat-sifat yang terdapat dalam
agama, segala sesuatu mengenai agama, perasaan, anasir, soal-soal
(Alwi, 2007: 17). J. Milton Yinger seorang ahli sosiologi Agama
berpendapat bahwa agama adalah sistem kepercayaan dan praktek
dengan makna, suatu masyarakat atau kelompok manusia berjaga-jaga
untuk menghadapi masalah terakhir di dunia ini.
Agama adalah kata sang sekerta, yang pada mulanya masuk ke
Indonesia sebagai nama kitab suci golongan Hindu Syiwa (kitab suci
mereka bernama Agama). Pendapat lain agama adalah suatu undangundang/peraturan Tuhan yang diperuntukkan bagi setiap manusia yang
berakal, untuk memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat
kelak (Suherman, 2010:42).
Dalam konteks kata "beragama" menurut Quraish Shihab adalah
sebagai upaya manusia untuk mencontoh sifat-sifat yang suci. Sedangkan
mengenai kata beragama dan keagamaan dalam Kamus Bahasa Indonesia
15
16
adalah menganut atau memeluk agama, beribadah atau taat kepada
agama atau lebih kongkretnya kata beragama dan keagamaan diartikan
sebagai memeluk atau taat menjalankan ajaran agama yang dianut.
Menurut Dr. Jalaluddin tentang sikap keberagamaan, yaitu "merupakan
suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang yang mendorong untuk
bertingkah laku sesuai dengan kadar ketaatannya terhadap agama, sikap
keberagamaan tersebut boleh adanya konsisten antara kepercayaan
terhadap agama sebagai unsur efektif dan perilaku terhadap agama
sebagai unsur konatif"(Ridwansyah, 2008:11).
Definisi keberagamaan pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan
definisi religiusitas, yang merupakan satu kesatuan unsur-unsur yang
komprehensif, yang menjadikan seseorang disebut sebagai orang
beragama (being religious), dan bukan sekadar mengaku mempunyai
agama (having religion). Religiusitas meliputi pengetahuan agama,
keyakinan agama, pengamalan ritual agama, pengalaman agama, perilaku
(moralitas) agama, dan sikap sosial keagamaan. Sedangkan menurut
Subijantoro Atmosuwito religius berasal dari kata latin religare berarti
mengikat, religio berarti ikatan atau pengikatan, dalam arti bahwa
manusia harus mengikatkan diri pada Tuhan. Adapun religius adalah
keterikatan manusia terhadap Tuhan sebagai sumber ketenteraman dan
kebahagiaan (Suherman, 2008: 44).
Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sikap
keberagamaan adalah suatu keadaan diri seseorang dimana setiap
17
melakukan aktivitasnya selalu bertautan dengan agamanya. Dalam hal ini
pula dirinya sebagai hamba yang mempercayai Tuhannya, berusaha agar
dapat merealisasikan atau mempraktekkan setiap ajaran agamanya atas
dasar iman yang ada dalam batinnya (Ridwansyah, 2008:11).
Lebih mudahnya, berdasarkan berbagai pendapat yang telah
disampaikan oleh para ahli mengenai keberagamaan, maka dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan keberagamaan merupakan
kesalehan seseorang dalam mengaplikasikan tuntunan agama yang ia
yakini dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagaimana dikutip oleh M. Ridwansyah dalam skripsinya yang
berjudul "Pembinaan Sikap Keberagamaan Siswa melalui Program
Mentoring Ekstrakurikuler Rohani Islam (ROHIS) SMAN Unggulan 57
Jakarta", Yusuf Al Qardhowy menyatakan bahwa keberagamaan dalam
agama Islam memiliki dimensi-dimensi atau pokok-pokok Islam yang
secara garis besar dibagi 3 yaitu aqidah, ibadah atau praktek agama, dan
akhlak. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut.
a.
Aqidah
"Aqidah secara etiomologi yaitu kepercayaan", sedangkan
secara
terminologi
"disamakan
dengan
keimanan,
yang
menunjukkan pada seberapa tingkat keyakinan seseorang terhadap
kebenaran ajaran-ajaran agamanya yang bersifat fundamental dan
dogmatis".
18
b. Ibadah atau Praktek Agama (Syari'ah)
Ibadah atau praktek agama atau syariah merupakan peraturanperaturan yang mengatur hubungan langsung seorang muslim
dengan Kholiknya dan sesama manusia, yang menunjukan seberapa
patuh tingkat ketaatan seorang muslim dalam mengerjakan kegiatankegiatan ritual keagamaan yang diperintahkan dan dianjurkan, baik
yang menyangkut ibadah (ritual) dalam arti khusus maupun dalam
arti yang luas yang merupakan media komunikasi langsung dan
integral serta sarana konsultasi antara Kholik dan mahluk-Nya.
Ibadah juga merupakan perwujudan dari sikap keberagamaan
seseorang dalam kehidupan.
c.
Akhlak
"Kata akhlak secara etimologi adalah tabiat, budi pekerti,
kebiasaan atau adat, keperwiraan, kesatriaan, kejantanan dan
kemarahan". Sedangkan menurut Imam Ghozali yang merupakan
definisi secara terminologi adalah "sifat yang tertanam dalam jiwa
yang menimbulkan perbutan-perbuatan yang dengan gampang dan
mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan".
2.
Masyarakat
Orang Inggris menyebut masyarakat dengan society. Masyarakat
atau society adalah a relatively independent or self sufficient population
characterized
by
internal
organization,
territoriality,
sulture
distinctiveness, and sexual recruitmen. Masyarakat atau society juga
19
berarti civilized community, komunitas yang beradab, atau masyarakat
madani, atau –dalam bahasa The Encyclopedia of Religion- disebut
dengan istilah median community (Machendrawaty dan Safei, 2001:5).
Definisi masyarakat menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah sejumlah
manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan
yang mereka anggap sama (Ali, 1991:635).
Masyarakat itu adalah suatu kumpulan orang-orang dalam jumlah
yang
banyak dan membentuk kelompok-kelompok sosial yang
bekerjsama untuk mencapai kepentingan atau tujuan bersama, menempati
suatu wilayah tertentu dalam waktu yang cukup lama dan karenanya
menghasilkan suatu kebudayaan (adat istiadat, norma dan nilai) yang
dijadikan dasar bersama, sehingga membentuk suatu sistem sosial yang
dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, baik kebutuhan untuk mengatur
diri sendiri, reproduksi sendiri maupun penciptaan sendiri (Ruyadi,
2004:11).
Berdasarkan definisi masing-masing istilah tersebut, maka dapat
diambil pengertian bahwa yang dimaksud dengan keberagamaan
masyarakat adalah sifat-sifat agama yang tertanam dalam diri pribadi
sekelompok manusia yang menetap di suatu daerah yang kemudian
diimplementasikan dalam keseharian
mereka
demi
mewujudkan
kehidupan sosial yang berlandaskan pada nilai luhur ajaran agama.
Desa adalah ... pedesaan
20
Faktor keberagamaan masyarakat mempunyai pengaruh yang
sangat besar dalam menentukan sukses atau tidaknya dakwah yang
dilaksanakan di suatu daerah, karena seorang da'i terlebih dahulu harus
melihat kondisi dan latar belakang mad'unya sebelum melakukan
dakwah. Penyampaian materi atau isi dakwah akan membekas pada diri
mad'u manakala seorang da'i tahu persis keadaan dan kondisi yang
sedang dialami serta keadaan lingkungan sekitar mad'u, dengan kata lain
seorang da'i tidak hanya memberikan teori tanpa tahu keadaan lapangan,
melainkan harus seakan-akan menjadi bagian dari masyarakat dan ikut
merasakan sebagaimana kondisi yang sedang dirasakan mad'u.
B. Dakwah Islam
1.
Pengertian Dakwah Islam
Secara etimologi kata dakwah berasal dari bahasa arab
berasal dari huruf
dan
(fi’il mu’tal naqis). Dakwah (
yang
yang kemudian terangkai menjadi
) adalah bentuk masdar dari fi’il yaitu
yang berarti memanggil, mengundang, mengajak atupun
menyeru (Budiharjo, 2007:1). Sedangkan menurut Najamudin dalam
bukunya ”Metode Dakwah Menurut Al-qur’an” mengartikan dakwah
secara etimologis dakwah berasal dari bahasa Arab
berarti ajakan atau seruan (Najamudin, 2005).
yang
21
Secara
terminologi
ada
beberapa
definisi
dakwah
yang
dikemukakan oleh para pakar, diantaranya adalah sebagai berikut.
a.
Najamudin mengartikan dakwah adalah mengajak atau menyeru
baik pada diri sendiri keluarga maupun orang lain, untuk
menjalankan semua perintah dan meninggalkan hal hal yang
dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya (Susilo, 2008:1).
b.
Menurut
Dr.
H.
Budiharjo
dakwah
adalah
suatu
proses
penyampaian, ajakan atau seruan kepada orang lain atau kepada
masyarakat agar mau memeluk, mempelajari dan mengamalkan
agama secara sadar, sehingga membangkitkan dan mengembangkan
potensi fitrah mereka. Yang pada akhirnya dapat hidup bahagia di
dunia dan akhirat (Budiharjo, 2007:27).
c.
Menurut Masyhur Amin dakwah adalah aktifitas yang mendorong
manusia untuk memeluk agama Islam melalui cara yang bijaksana
dengan materi ajaran agama Islam agar mereka mendapat
kesejahteraan dunia dan akhirat (Bachtiar, 1997:10).
Syaikhul
'I-Ashar
Cairo
al-Marhum
Mahmud
Syaltut,
menyatakan, Islam adalah agama Allah yang diperintahkannya untuk
mengajarkannya tentang pokok-pokok serta peraturan-peraturannya
kepada
Nabi
Muhammad
saw.
dan
menugaskannya
untuk
menyampaikan agama tersebut kepada seluruh manusia mengajak
mereka untuk memeluknya. H.A. Gaffar Ismail, seorang muballigh
terkemuka, berpendapat bahwa Islam adalah nama agama yang dibawa
22
oleh Muhammad saw yang berisi kelengkapan dari pelajaran-pelajaran
meliputi kepercayaan, seremono-peribadatan, tata-tertib penghidupan
pribadi, tata-tertib pergaulan hidup, dan peraturan-peraturan Tuhan.
(Anshari, 1997:74).
Berdasarkan definsi masyarakat dan Islam tersebut, maka dapat
diartikan bahwa yang dimaksud dengan dakwah Islam adalah
penyampaian materi atau ajaran agama yang dibawa oleh Nabi
Muhammad saw kepada masyarakat, dengan harapan mereka dapat
melaksanakan ajaran agama yang nantinya akan membawa mereka
kepada kebahagiaan dunia akhirat.
2.
Unsur-unsur Dakwah
Dakwah adalah mengajak atau menyeru baik pada diri sendiri
keluarga maupun orang lain, untuk menjalankan semua perintah dan
meninggalkan hal hal yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya. Ajakan
atau seruan (dakwah) yang dilakukan tentunya akan berhasil jika
memperhatikan unsur atau komponen yang ada dalam dakwah itu
sendiri. Keberadaan unsur dakwah ini harus sepenuhnya diperhatikan,
karena unsur dakwah ini akan sangat berpengaruh pada hasil dakwah,
atau dalam kata lain berhasil-tidaknya sebuah dakwah tergantung pada
sudah terpenuhi atau belumnya unsur-unsur dakwah itu sendiri. Adapun
unsur-unsur dakwah yang dimaksud adalah sebagai berikut.
23
a.
Subyek Dakwah (Da’i)
Da’i berasal dari bahasa arab da’i yang berarti orang yang
mengajak (orang yang berdakwah). Secara umum seorang pengajak
bisa saja mengajak untuk melakukan perbuatan dan perkataan baik
ataupun buruk. Tapi da’i dalam Islam adalah orang yang mengajak
orang lain kejalan kebenaran, baik dengan perbuatan perkataan,
ataupun seruan hati. Jadi da’i hanya mengajak kepada kebaikan
(Najamudin, 2008:19).
Sedangkan menurut Budiharjo, subyek dakwah (da’i) adalah
yang melakukan dakwah kepada seluruh umat agar menyembah
kepada Allah SWT, atau dengan kata lain agar melaksanakan ajaranajaran agama Islam (2007:33). Dalam tulisan yang lain da’i adalah
seorang muslim yang memiliki syarat-syarat dan kemampuan
tertentu yang dapat melaksanakan dakwah dengan baik yaitu
melaksanakan dakwah bisa juga disebut mubaligh (Ya’qub,
1972:36).
Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
yang disebut da’i adalah orang yang melaksanakan dakwah.
Sungguhpun demikian, sudah barang tentu tidaklah semua orang
muslim dapat berdakwah dengan baik dan sempurna, karena
pengetahuan dan kesungguhan mereka berbeda-beda.
Seorang da’i adalah pelopor perubahan sekaligus menjadi
teladan bagi umat. Hal-hal yang semula menyimpang dari Al-quran
24
dan Hadist diluruskan agar sesuai dengan ajaran Islam, baik aqidah,
muamalah, dan aspek-aspek kehidupan lainnya. Oleh karena itu,
seorang da’i harus memenuhi kualifikasi dan syarat-syarat tertentu
agar proses dakwahnya sesuai dengan target yang ingin dicapai,
sebagaimana dijelaskan di bawah ini.
1)
Seorang da’i harus mempunyai pengetahuan yang mendalam
tentang Islam. Menjadi keharusan bagi seorang da’i untuk
mendalami pengetahuan agama baik masalah Aqidah, Fiqih,
Muamalah dan berbagai aspek disiplin keagamaan lainya. Da’i
harus terlebih dahulu mengetahui seluk-beluk Islam sebelum
terjun ke lapangan untuk berdakwah, sehingga seorang da’i
mampu memberikan pemahaman tetang kesempurnaan agama
Islam kepada masyarakat.
2)
Seorang da’i harus bisa menjadi teladan yang baik bagi umat,
sebab perilaku, aktifitas, akhlak, perkataan dan perbuatan
seorang da’i memiliki pengaruh yang signifikan terhadap umat.
3)
Seorang da’i harus mempunyai kemampuan berkomunikasi
yang baik. Banyak orang mempunyai pesan atau nasehat bagus
tetapi dalam menyampaikan atau berkomunikasinya kurang
lancar dan tepat sehingga nilai dari pesan atau nasehat tersebut
menjadi berkurang. Oleh kerana itu kemampuan berkomunikasi
secara baik dan benar adalah syarat yang tidak boleh diabaikan
oleh para da’i.
25
4)
Pengetahuan psikologi, manusia adalah mahkluk unik yang
tidak bisa di prediksi kepribadianya, oleh karena itu da’i di
tuntut
memahami
pengembangan.
ilmu
Dengan
psikologi
mengetahui
kepribadian
kondisi
dan
kejiwaan
seseorang atau sebuah masyarakat da’i akan lebih mudah
memberikan solusi yang sesuai dengan masalah yang dihadapi.
Maka materi dakwah akan mudah diterima oleh masyarakat
(Najamudin, 2008:23)
b. Obyek Dakwah
Salah satu unsur penting dalam komponen dakwah adalah
obyek dakwah (mad’u). Definisi dari obyek dakwah adalah orang
yang diajak untuk melaksanakan ajaran agama dengan baik, atau
dengan kata lain obyek dakwah adalah seluruh umat manusia. Hal
ini sesuai dengan firman Allah SWT.
       
Arti:
”Katakanlah” hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan
Allah kepadamu semua”. (QS. Al-A’rof (7):158)
         
 
Arti: “Dan kami tidak mengutus kamu melainkan kepada umat
manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan
sebagai pemberi berita peringatan, tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui”. (QS. Saba’ (34):28)
Obyek dakwah yang disebutkan dalam QS. Saba' ayat 28 di
atas merujuk kepada keseluruhan manusia, tidak mengenal apakah
26
mereka orang Arab atau orang non Arab, mereka harus diarahkan
untuk mengetahui seruan Rasul Muhammad saw. Walaupun dakwah
untuk seluruh manusia, namun harus dijelaskan dari mana dakwah
harus dimulai, adapun penjelasannya adalah sebagai berikut.
1)
Diri Sendiri dan Keluarga
Dakwah sebagai suatu seruan, pertama kali hendaknya
dilakukan atau ditujukan kepada diri sendiri, sebagaimana
sebagaimana yang telah dinyatakan dalam QS Al-Tahrim (66):
6 berikut ini.
      
Arti: “Hai orang orang yang beriman peliharalah dirimu dan
keluargamu dari siksa api neraka…”
Walaupun ayat di atas tidak menggunakan term dakwah,
namun sangat jelas bahwa ayat tersebut menjelaskan seruan
atau ajakan agar memelihara diri dari siksa api neraka, dalam
artian
menjaga
dari
segala
bentuk
kemaksiatan
dan
kemadhorotan. Ayat di atas menunjukkan bahwa Al-qur’an
secara explicit menekankan mengenai keharusan bagi setiap
individu untuk berdakwah kepada orang lain, dengan menjaga
diri pribadi masing-masing dan keluarga dari siksa api neraka.
Tujuan menjaga diri dan keluarga dari siksaan api neraka ini
dapat terealisasikan, salah satunya adalah dengan menyeru atau
berdakwah, baik kepada diri sendiri, maupun keluarga agar
mereka terbebas dari siksa api neraka.
27
Keluarga bahasa arabnya adalah ahlun, ahlun adalah
orang orang yang berkumpul satu rumah, dalam bahasa
Indonesia adalah keluarga yang terdiri dari ibu, bapak, dan
anak-anak seisi rumah yang menjadi tanggungan (Fuad Hasan,
1989:413). Perintah Allah SWT dalam Al-qur’an surat AlTahrim ayat 6 di atas, bahwa bagi orang-orang yang beriman
hendaklah menjaga dirinya dan keluarganya dari siksa dari api
neraka, maka dalam suatu keluarga yang pada umumnya terdiri
dari ayah-ibu selaku orang tua, mereka dapat berperan sebagai
pelindung yang memberikan masukan-masukan keagamaan
(berdakwah)
kepada
anak-anak
agar
mereka
beriman,
membenarkan ajaran Islam, mentaati segala perintah Allah
SWT dan menjauhi segala larangan-larangan Allah SWT.
2)
Sanak Keluarga Dekat
Selain kepada diri sendiri dan keluarga, dakwah juga
ditujukan untuk sanak keluarga dekat, sebagaimana yang
dinyatakan dalam Qs Al- Syuaro’ (26):213-215.
          
       
 
Arti: “Maka janganlah kamu menyeru(menyembah) Tuhan
yang lain selain Allah yang menyebabkan kamu
termasuk orang-orang yang di ajab dan berilah
peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat dan
28
rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang
mengikutimu yaitu orang-orang yang beriman”.
yang
Setelah ayat tersebut diturunkan, Rasulullah saw.
kemudian mulai melakukan dakwah beliau. Dakwah beliau
diawali dari keluarga serumah, kemudian beranjak kepada
keluarga terdekat. Lambat laun, dakwah yang dilakukan oleh
Rasulullah tersebut ternyata menyulut rasa iri kaum muslimin,
sebab
mereka
diperhatikan,
merasa
sehingga
diabaikan
Allah
dan
SWT
kurang
menurunkan
begitu
ayat
selanjutnya yaitu ayat 215 yang memuat perintah untuk
berdakwah kepada kaum muslimin secara umum.
3)
Sebagian Kelompok
Sasaran dakwah selain ditujukan untuk diri sendiri,
keluarga,
dan
keluarga
dekat
juga
diharapkan
dapat
direalisasikan kepada sebagian kelompok atau umat Islam,
sebagaimana yang tercermin dalam QS. Al-Taubah (9):122.
          
         
  
Arti: “Tidak sepatutnya bagi orang orang mu’min itu pergi
semua (kemedan perang). Mengapa tidak pergi dari
tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang
untuk memperdalam pengetahuan mereka. Tentang
agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya
apabila mereka telah kembali kepadanya supaya mereka
itu dapat menjaga dirinya”.
29
Ayat di atas menunjukkan mengenai adanya seruan untuk
mencetak kader-kader ulama, yang nantinya mampu dan mau
menyampaikan ajaran tentang agama kepada masyarakat luas,
sehingga konsistensi dan keutuhan ajaran agama sekaligus
peran dan tanggung jawab umat Islam dalam berdakwah akan
selalu terjaga.
4)
Seluruh Umat Manusia
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa
dakwah juga ditujukan untuk keseluruhan umat manusia
dengan dasar QS. Al-A’rof (7):158 dan QS. Al-Saba’ (34):28
yang menjelaskan bahwa Rasulullah saw. diutus untuk semua
manusia, maka selain untuk diri sendiri dan keluarga, keluarga
dekat, dan sebagian golongan, dakwah juga diperuntukkan
bagi seluruh umat manusia tanpa terkecuali, dengan harapan
dapat tercipta masyarakat yang berakhlak mulia dan mampu
menjaga nilai-nilai agama Islam.
Berdasarkan berbagai pemaparan di atas, dapat diambil
pokok pengertian bahwa obyek dakwah adalah semua umat manusia
dengan dimulai dari dirinya sekeluarga, sanak kerabat yang terdekat,
sebagai umat dari golongan yang banyak kemudian seluruh umat
manusia (Budiharjo, 2007:39)
c.
Materi Dakwah
30
Materi dakwah tidak lain adalah Al-Islam yang bersumber
dari Al-qur’an dari Hadist sebagai sumber utama yang meliputi
Aqidah, Syariah dan Akhlak dengan berbagai macam cabang ilmu
yang lain yang diperoleh darinya (Bachtiar, 1997:33). Pendapat ini
sama dengan pendapat dari Budiharjo yang mengartikan materi
dakwah adalah seluruh ajaran Islam, sunah Rasul yang meliputi tiga
prinsip pokok: aqidah, akhlak dan hukum-hukum yang biasa disebut
syari’at (Budiharjo, 2007:30). Materi dakwah juga kadang-kadang
disebut ideologi dakwah yang merupakan ajaran Islam itu sendiri.
Ajaran Islam ini berpangkal pada dua sumber hokum, yakni Alqur’an dan sunah Rasulullah saw.
Ajaran-ajaran Islam sangatlah kompleks, yang meliputi aspek
dunia dan akhirat. Kenyataan ini tentunya kemudian menimbulkan
luasnya materi dakwah yang dapat disampaikan kepada masyarakat
sebagaimana di bawah ini.
1) Aqidah Islam, tauhid dan keimanan;
2) Pembentukan pribadi yang sempurna;
3) Membangun masyarakat yang adil dan makmur;
4) Kemakmuran dan kesejahteraan dunia dan akhirat (Hamzah,
1981:30).
31
d. Media Dakwah
Media dakwah adalah peralatan yang dipergunakan untuk
menyampaikan materi dakwah, umpamanya; TV, video, kaset,
rekaman, majalah ataupun surat kabar. (Bachtiar, 1997:35). Definisi
lain mengenai media dakwah menyatakan bahwa media dakwah
ialah alat obyektif yang menjadi saluran yang menghubungkan
antara ide dengan umat. Media dakwah secara umum bisa
digolongkan menjadi tiga golongan besar.
1) Lisan, dalam hal ini adalah khutbah, pidato, ceramah, kuliah,
diskusi, seminar, musyawarah, ramah-tamah, anjang-sana,
obrolan, secara bebas, setiap ada kesempatan yang semuanya
dilakukan dengan lidah atau suara.
2) Tulisan, dakwah yang dilakukan dengan perantara tulisan
umpamanya: buku, pamphlet, dll. Da’i yang sepesialisnya di
bidang ini harus menguasai jurnalistik yakni keterampilan
mengarang dan menulis
3) Lukisan, yakni gambar-gambar hasil seni lukis, foto, film, cerita,
dan lain-lain. Bentuk terlukis ini banyak menarik perhatian
orang dan banyak dipakai untuk menggambarkan maksud ajaran
(Qosim, 1997:28)
32
C. Metode Dakwah pada Masyarakat Pedesaan
Dari segi bahasa metode berasal dari dua kata yaitu ”meta” (melalui)
dan “hodos” (jalan atau cara). Dengan demikian maka metode dapat diartikan
sebagai cara yang harus di lalui untuk mencapai tujuan (Yusuf, 2003:6).
Dakwah sendiri berarti mengajak, menyeru baik pada diri sendiri, keluarga
maupun orang lain untuk menjalankan perintah dan meninggalkan hal-hal
yang dilarang oleh Allah SWT dan Rasul-Nya (Najamudin, 2008:1). Adapun
metode dakwah adalah cara dakwah yang teratur dan terpogram secara baik
agar maksud mengajak melaksanakan ajaran agama Islam dangan baik dan
sempurna (Budiharjo, 2007:53). Defisinsi metode dakwah juga dikemukakan
oleh Yunan Yusuf (2003:6) yang mendefisinikan metode dakwah sebagai
cara-cara tertentu yang dilakukan oleh seoarang da’i kepada mad’u untuk
mencapai tujuan atas dasar hikmah dan kasih sayang.
Metode dakwah yang diterapkan oleh seorang da'i saat menghadapi
mad'u yang berlatar belakang masyarakat pedesaan tentu berbeda dengan
metode yang diterapkan manakala yang menjadi mad'u adalah masyarakat
perkotaan. Metode dakwah yang dapat diterapkan kepada masyarakat terdiri
atas berbagai macam metode, sebagaimana disebutkan di bawah ini.
1)
Hikmah
Metode dakwah yang pertama adalah dengan metode hikmah,
sebagaimana yang termuat dalam penggalan salah satu ayat dalam QS
An- Nahl berikut.
33
Kata
(keadilan)
al-Hikmah
menurut
etimologi
(kesabaran dan ketabahan),
dapat
berarti
(kenabian) yang dapat
mencagah seseorang dari kerusakan dan kehancuran. Setiap perkataan
yang sesuai dengan kebenaran, meletakan sesuatu pada tempatnya,
kebenaran perkataan, hikmah juga bisa berarti Al-qur’an dan Injil
(Budiharjo, 2007:54). Pengertian hikmah dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia
adalah
kebijaksanaan,
yaitu
segala
sesuatu
yang
menggunakan akal budinya (pengalaman dan pengetahuan) arif dan
tajam fikiranya. Hikmah adalah kebijaksanaan yang tercermin dari
perkataan lembut, kesabaran, keramahan dan kelapangdadaan serta
tidak meletakkan sesuatu melebihi ukuranya (Najamudin, 2008:33).
Sedangkan menurut Yunan Yusuf, hikmah bukan hanya
berarti”mengenal mad’u, akan tetapi juga bila harus bicara bila harus
diam, hikmah bukan hanya mencari titik temu akan tetapi juga toleran
yang tampa kehilangan sabqoh” bukan hanya dalam kontek memilih
kata yang tepat akan tetapi juga cara berpisah dan akirnya pula bahwa
hikmah adalah uswatun hasanah serta lisanul hal (Yusuf, 2003:15).
2)
Maui’dzoh Hasanah
Maksud dari mauidzoh hasanah adalah pelajaran yang baik.
Sebagian ahli tafsir mengatakan "sesungguhnya mauidzotul hasanah"
adalah pelajaran atau nasehat yang baik untuk nasehat bagi orang yang
berpaling dari yang jelek atau perbuatan buruk melalui anjuran
(targhib) dan larangan. Menurut ahli tafsir lainya yaitu menasehati
34
orang lain dengan tujuan tercapainya sesuatu manfaat atau maslahah
baginya (Budiharjo, 2007:58). Mauidzotul hasanah juga bisa diartikan
sebagai ungkapan yang mengandung unsur bimbingan pendidikan,
pengajaran, kisah-kisah berita gembira, peringatan, pesan-pesan positif
atau wasiat yang dapat dijadikan pedoman dalam kehidupan agar
mendapatkan keselamatan dunia akhirat.
3)
Al-Mujadalah billati hiya Ahsan
Mujadalah berasal dari kata
sehingga menjadi
dan mendapat tambahan alif,
mengikuti wazan
yang memiliki makna
berdebat, sedangkan makna mujadalah sendiri adalah perdebatan.
Mujadalah dari segi istilah adalah upaya bertukar pendapat yang
dilakukan oleh dua pihak secara sinergis tanpa adanya suasana yang
mengharuskan adanya lahirnya permusuhan di antara keduanya (Munir,
2003:19). Budiharjo mendefinisikan mujadalah billah hiya ahsan
sebagai fiil amar yang fail madhinya adalah
yang berakar dari
huruf jim, dal,dan lam yang memiliki makna pintu kekuatan. Al Raghib
Al Asfahani menjelaskan bahwa maksud
adalah perbandingan
atau percakapan dengan jalan berbantah-bantahan dan adu argumentasi
untuk memenangkannya.
35
4)
Kisah (Qoshosh)
Kata
berasal dari fiil
yang berakar dari rangkaian huruf
hijaiyah qof dan shod bersyaddah yang bermakna seruan untuk
mengikuti sesuatu selangkah demi selangkah. Kisah (Qoshosh) juga
bisa diartikan menyampaikan berita atau menceritakan sesuatu kepada
seseorang. Sedangkan kisah (qoshosh) dalam bahasa Indonesia berarti
kejadian (riwayat) dikehidupan seseorang. Apabila berbagai definisi
tersebut kemudian dikaitkan dengan Al-qur’an, maka dapat diberikan
pengertian bahwa kisah dalam Al-qur’an adalah suatu cerita tentang
kejadian umat terdahulu, Nabi-nabi, atau Rasul, serta kejadian kejadian
lain yang benar-benar terjadi dimasa kini maupun yang akan datang
yang dapat diikuti jejaknya.
Penyampaian dakwah dengan metode kisah berarti sesuatu
metode dakwah yang dilakukan dengan menyampaikan kisah atau carita
seseorang dimasa lampau maupun kejadian yang akan datang yang ada
dalam Al-qur’an, dengan tujuan mengambil pelajaran dari cerita atau
kisah yang disampaian tersebut.
5)
Tanya Jawab
Penyampaian dakwah dengan metode tanya jawab yang
dimaksudkan adalah penyampaian dakwah dalam bentuk pertanyaan
yang disampaikan oleh umat kepada da'i mengenai suatu masalah,
kemudian da'i memberikan jawaban atas pertanyaan yang disampaikan
tersebut. Jadi, dalam metode ini umat menyampaikan pertanyaan
36
mengenai hal-hal yang belum diketahuinya kepada seorang yang
dianggap lebih tahu yang pada akhirnya dapat memberikan jawaban
yang sesuai dan memuaskan hatinya (Budiharjo, 2007:80).
6)
Keteladanan yang Baik (Uswatun Hasanah)
Kata uswah berarti keteladanan seseorang yang diikuti oleh orang
lain, baik itu keteladanan tentang kebaikan atau keburukan. Kata
hasanah juga dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang sesuai dengan
pandangan mata dan perbuatan-perbuatan maupun hal ihwal yang
sesuai dengan hati nurani. Uswah hasanah atau keteladanan yang baik
berarti perbuatan-perbuatan baik, atau hal ihwal yang sesuai dengan
hati nurani, yang diikuti orang lain atau obyek dakwah (Budiharjo,
2007:86).
Setiap da’i dalam hubungannya dengan penggunaan metode
dakwah berupa keteladanan ini, diharapkan dapat memberi keteladanan
yang baik secara langsung maupun tidak langsung dan mengajak orang
lain (mad’u) untuk meneladani tingkah lakunya tersebut. Kaitannya
dengan keteladanan, Rasulullah saw juga memberikan keteladanan yang
baik bagi umat manusia dalam setiap kali beliau berdakwah,
sebagaimana telah tersurat dalam QS. Al-Ahzab (33):21.
           
    
37
Arti: “Sesungguhnya sudah ada pada diri Rasulullah saw. itu suri
tauladan yang baik bagimu yaitu bagi orang orang yang
mengharap rahmat Allah SWT dan kedatangan hari kiamat dan
dia banyak menyebut nama Allah SWT”.
D. Faktor Pendukung dan Penghambat Dakwah di Pedesaan
1.
Faktor Pendukung
a.
Faktor Internal Da'i
1) Kemampuan mengontrol diri
Seorang da’i harus selalu menguasai diri sendiri,
menguasai emosi (perasaan) dan selalu berusaha menjaga agar
mental selalu berada dalam keadaan stabil.
2) Keinginan yang kuat
Adalah menjadi keharusan bagi setiap pekerjaan yang
hebat dan mulia memerlukan kemauan dan keinginan yang
kuat dan keras dalam melaksanakannya, supaya pekerjaan itu
dapat terlaksana dengan sesempurna mungkin. Tanpa adanya
keinginan atau tekad yang kuat dalam diri seorang da’i,
mustahil sebuah hasil yang memuaskan dapat ia capai.
3) Persiapan yang matang
Persiapan adalah hal paling urgent dalam sebuah
pekerjaan atau kegiatan, demikian halnya dengan dakwah.
Dakwah yang dipersiapkan dengan matang akan menghasilkan
rasa atau kesan yang mendalam pada diri pendengarnya.
Persiapan dalam dakwah meliputi persiapan fikiran, bahan
38
dakwah, gaya dakwah yang menarik, mengingat babak atau
tahapan dakwa yang telah disusun, pengucapan intonasi
dakwah.
4) Latihan yang cukup
Keberhasilan dakwah juga didukung karena adanya
latihan melalui proses trial and error berkali-kali, karena
latihan
akan
menghasilkan
pengalaman,
sedangkan
pengalaman adalah merupakan guru terbaik dalam proses
pencapaian keberhasilan dalam dakwah.
5) Keyakinan yang tangguh
Seseorang tidak akan bisa meyakinkan orang lain, jika
dia sendiri tidak yakin akan kebenaran yang dia sampaikan
kepada ummat.
6) Kesadaran yang sempurna
Seorang da'i dituntut dalam keadaan sadar yang sesadarsadarnya
dalam
mengemukakan dakwahnya.
Kesadaran
seorang da'i dalam mengemukakan dakwah ini berpengaruh
pada isi dakwah yang disampaikan. Seorang da'i tentunya tidak
akan benar-benar memahami apa yang disampaikan manakala
kesadarannya tidak sempurna, baik karena lelah, mengantuk
atau sebab yang lain yang menyebabkan konsentrasinya
terganggu.
7) Kerja yang continue
39
Sebuah kerja keras akan membuahkan hasil manakala
dilakukan secara berkesinambungan. Dakwah juga demikian,
akan menampakkan hasilnya manakala dilakukan secara
continue dan jauh dari rasa putus asa (Budiharjo, 2007:96).
b.
Faktor Eksternal Da'i
1) Adanya dukungan fasilitas yang memadai dari masyarakat
maupun pemerintah
Program atau kebijakan dapat berjalan lancar jika
mendapatkan dukungan baik berupa partisipasi umum maupun
dukungan sarana dan fasilitas penunjang kegiatan terebut.
Dawkah
sebagaimana
kegiatan
pada
umumnya,
juga
memerlukan adanya sarana penunjang, seperti halnya tempat
atau lokasi dakwah dan sarana prasarana yang lain. Suatu
kegiatan dakwah akan sangat mustahil dapat dilaksanakan tanpa
adanya fasilitas tersebut, maka fasilitas yang memadai baik
fasilitas yang disediakan oleh pemerintah maupun swadaya
masyarakat dapat menunjang kegiatan dakwah yang baik.
2) Adanya dukungan dari pihak ulama atau ustadz di sekitar
wilayah dakwah
Sebuah program akan berjalan sesuai dengan rencana
manakala semua pihak yang terkait di dalamnya ikut
memberikan
sumbangsih
dan
berperan
aktif
dalam
mensukseskan jalannya program tersebut. Dakwah yang
40
merupakan suatu program amar ma'ruf nahi munkar, juga
memerlukan peran serta semua komponen yang terlibat di
dalamnya. Peran serta tokoh agama di suatu wilayah akan
sangat membantu jalannya dakwah. Tanpa adanya dukungan
para tokoh agama dan tokoh masyarakat, mustahil dakwah
akan berjalan dengan lancar. Hal ini dikarenakan para tokoh
agama dan tokoh masyarakat sangat berpengaruh dalam
masyarakat, sehingga peran serta mereka akan mengundang
simpati
dari
masyarakat
untuk
berperan
serta
dalam
mensukseskan jalannya dakwah (Susilo, 2005:83)
2.
Faktor Penghambat
Penyampaian materi dakwah yang dapat membekas di hati
masyarakat memang memerlukan waktu yang tidak singkat dan bukan
merupakan proses yang bebas dari hambatan. Ada kalanya dalam
perjalan dakwahnya seorang da'i mendapatkan kesulitan dan hambatanhambatan. Seperti halnya pendukung dakwah, hambatan dalam dakwah
tersebut bisa juga berasal dari faktor internal maupun eksternal dari diri
seorang da'i.
a.
Faktor Internal Da'i
1) Diam setelah bergerak
Diam setelah bergerak atau dalam bahasa keagamaan
sering disebut dengan futur merupakan keadaan dimana seorang
41
da'i sudah tidak lagi memiliki semangat keagamaan seperti
semula, atau bahkan berbalik arah menjadi pecinta kedhaliman.
Muhammad bin Husein Ya'qub mengatakan bahwa banyak
sebab yang dapat menimbulkan penyakit futur. Salah satunya
adalah gila popularitas dan panjang angan-angan. (Najamudin,
2008:98).
2) Berlebihan
Berlebihan dalam hal apapun dilarang dalam agama.
Kaitannya dengan dakwah, perilaku yang berlebihan juga akan
mengakibatkan gagalnya dakwah. Seorang da'i yang terlalu
'menggebu-gebu' dalam menyampaikan materi dakwahnya,
sedangkan para pendengar belum memahami secara seksama
mengenai materi yang disampaikannya tersebut, justru akan
mengakibatkan para pendengar menjadi bosan.
3) Bangga diri
Bangga diri sangatlah dibenci oleh Allah, karena
merupakan sifat Iblis. Bangga diri hanya boleh disandang oleh
Dzat yang Serba Maha, Allah SWT. Rasul dan para sahabat,
juga sangat menjauhi sifat sombong dan membanggakan diri
dalam hal apapun. Oleh karena itu seorang da'i juga harus
menjauhkan diri dari sifat bangga diri.
4) Pamer
42
Pamer adalah menampakkan dengan sengaja perbuatanperbuatan baik yang dilakukan dengan tujuan orang yang
melihatnya memberikan pujian dan sanjungan. Sifat ini
seharusnya tidak ada dalam diri seorang da'i, karena dakwah
merupakan kegiatan mulia yang jauh dari rasa egois dan
mementingkan diri sendiri.
Seorang da'i yang memiliki sifat pamer, tentunya dakwah
yang dilakukan tidak lagi berdasarkan rasa ikhlas dan
mengharap ridha Allah, melainkan hanya untuk meningkatkan
citra baiknya di masyarakat.
5) Pesimis
Pesimis adalah rasa tidak percaya diri, dan memandang
sesuatu dari sudut pandang negatifnya saja. Sifat ini tidak boleh
dimiliki oleh seorang da'i, karena seburuk apapun Allah
memberikan suatu perumpamaan, pasti ada hikmah yang positif.
Orang yang memiliki sifat pesimis, tidak akan berfikir sejauh
itu, mereka hanya akan melihat dari sisi negaifnya saja, tanpa
menelaah hikmah yang bisa diambil darinya (Najamudin,
2008:114).
43
6) Kejenuhan aktivitas
Kendala yang muncul di medan dakwah bisa berupa
kelelahan baik fisik maupun psikis karena da’i terlalu banyak
beraktivitas. Sebetulnya masalah utamanya terletak pada
ketidakseimbangan antara aktifitas kedalam
dan keluar.
Kejenuhan aktivitas ini cenderung terjadi apabila terlalu
memprioritaskan gerak keluar sedang gerak yang menyangkut
kapasitas pribadi cenderung diabaikan. Mereka akan cepat
dihinggapi rasa kelelahan disebabkan banyak disibukan oleh
pekerjaan melayani umat, sibuk dengan berbagai pogram
organisasi,
tatapi
dirinya
sendiri
tidak
dilayani
secara
proporsional.
7) Isti'jal
Sementara itu, dalam artikelnya yang berjudul Metode
Dakwah
secara
Langsung,
Dadang
Ramadhan,
dkk
menambahkan bahwa jenis penyakit juru da'wah yang ingin
mencapai perubahan atas reality yang dialami kaum muslimin
dalam waktu yang sesingkat-singkatnya tanpa memperhatikan
lingkungan, akibat, dan tanpa melihat kenyataan, juga tanpa
persiapan yang cukup sebelumnya baik sistem maupun sarana.
Dengan kata lain, Isti'jal merupakan cara-cara da'wah yang
menginginkan hasil yang maksimal dengan waktu yang
sesingkat mungkin (Najamudin, 2008:117)
44
b. Faktor Eksternal Da'i
1) Latar belakang keagamaan keluarga
Tidak semua da'i dilahirkan dari keluarga yang faham
dengan ajaran Islam. Problem yang biasa muncul bagi para da'i
yang keluarganya tidak faham ajaran Islam antara lain lemah
dalam tsaqofah Islam dan tekanan kelurga yang kurang
mendukung aktivitas dakwahnya, sehingga tidak jarang seorang
da'i yang berasal dari keluarga semacam ini menerima tekanan
dari pihak keluarga sendiri.
2) Sifat dan perilaku jahiliyah masa lalu
Tidak semua da'i tumbuh dan berkembang dalam
lingkungan Islam sejak kecilnya, bisa jadi sebelum tumbuh
kesadaran keislamanya ia adalah seorang yang banyak
melakukan kejahilan serta tempramen yang tidak baik. Kadang
hal itu bisa memunculkan masalah-masalah dalam aktivitas
dakwah, dimana sifat dan perilaku tersebut selalu dikaitkan
dengan keadaan sekarang. Sifat dan perilaku masa lalu demikian
itu bisa membawa dampak yang kurang menguntungkan bagi
kredibilitas seorang da’i yang akhirnya menghambat proses
dakwah.
BAB III
PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A.
Gambaran Umum Desa Candi
1.
Keadaan Geografis Desa Candi
Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali merupakan
sebuah wilayah pedesaan yang memiliki luas 399,6515 Ha yang diri
atas tanah persawahan seluas 39,6000 Ha dan tanah kering seluas
151,5518 Ha. Menurut topografinya, Desa Candi terdiri dari 5
perdusunan, 28 pedukuhan, 16 rukun warga dan 42 rukun tetangga.
Sedangkan secara geografis, Desa Candi memiliki batas wilayah
sebagai berikut.
a. Sebelah Utara
: Desa Urutsewu
b. Sebelah Timur
: Desa Ngenden
c. Sebelah Selatan : Desa Sidomulyo
d. Sebelah Barat
: Jl. Raya Solo-Semarang (Sumber: Monografi
Desa Candi)
2.
Demografi Desa Candi
Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali memiliki
penduduk sebanyak 7.217 jiwa yang sebagian besar beragama Islam,
namun ada juga penduduk Desa Candi yang memeluk agama lain
seperti Agama Kristen/Katolik, Budha, atau Hindu.
45
46
Tabel 3.1 Jumlah Penduduk Desa Candi Menurut Agama
No
Agama
Jumlah
1
Islam
6.727 orang
2
Kristen/Katolik
3
Budha
7 orang
4
Hindu
34 orang
449 orang
Sumber : Demografi Desa Candi
Tabel 3.1 menggambarkan bahwa sebagian besar masyarakat
Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali memeluk agama
Isam. Kenyataan ini dapat dilihat dari jumlah pemeluk agama Islam
yang berjumlah 6.727 orang, sedangkan penduduk Desa Candi yang
beragama Kristen/Katolik berjumlah 499 orang, penduduk yang
beragama Budha sebanyak 7 orang, dan penduduk yang beragama
Hindu sejumlah 34 orang.
Tabel 3.2 Jumlah Tempat Ibadah Desa Candi
No
Agama
Jumlah
1
Masjid
13 buah
2
Mushola
24 buah
3
Gereja
3 buah
Sumber : Demografi Desa Candi
Tabel 3.2 menggambarkan jumlah fasilitas tempat ibadah yang
dibangun di Desa Candi untuk memenuhi kebutuhan rohani bagi
47
masyarakat setempat. Keberadaan tempat ibadah dengan jumlah yang
memadai di Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali
tentunya sangat mendukung setiap umat agama dalam menjalankan
ibadah.
Selain dalam hal keagamaan dan sosial yang memiliki toleransi
tinggi, masyarakat Desa Candi juga termasuk masyarakat yang
memiliki pendidikan yang cukup, meskipun hanya dapat mengenyam
pendidikan pada tingkat dasar.
Tabel 3.3 Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Candi
No Tingkat Pendidikan
Jumlah
1
SD
2.285 orang
2
SLTP
2.460 orang
3
SLTA
1.835 orang
4
S1/S2
196 orang
5
Tidak/belum sekolah
441 orang
Sumber : Demografi Desa Candi
Tabel 3.3 menunjukkan bahwa mayoritas penduduk Desa Candi
telah mengenyam pendidikan, walaupun hanya tingkat dasar. Bukti ini
dapat diamati pada tabel 3.3, bahwa penduduk Desa Candi yang
mengenyam pendidikan setingkat SD adalah sejumlah 2.285 orang,
setingkat SLTP sejumlah 2.460 orang, setingkat SLTA sejumlah 1.835
48
orang, Sarjana dan/atau Pascasarjana sejumlah 196 orang, dan 441
orang yang belum atau tidak mengenyam pendidikan.
Tabel 3.4 Jumlah Lembaga Pendidikan Desa Candi
No
Jenis Lembaga Pendidikan
1 Taman Kanak-kanak
Jumlah
3 buah
2
Sekolah Dasar
3 buah
3
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
4 buah
4
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
4 buah
Sumber : Demografi Desa Candi
Tabel 3.4 menunjukkan adanya partisipasi masyarakat dalam
mencetak generasi yang berpendidikan. Hal ini dibuktikan dengan
dilegalkannya pendirian sarana pendidikan, mulai dari tingkat Taman
kanak-kanak hingga Sekolah Lanjutan Tingkat Atas. Desa Candi
memiliki 3 buah lembga pendidikan setingkat Taman Kanak-kanak, 3
lembaga pendidikan setingkat Sekolah Dasar, 4 lembaga pendidikan
setingkat SLTP, dan 4 lembaga pendidikan setingkat SLTA.
Selain dalam bidang pendidikan, dalam bidang ekonomipun
anggota masyarakat Desa Candi tergolong masyarakat yang tidak ingin
berpangku tangan. Hal ini terbukti dengan beragamnya jenis mata
pencaharian yang ditekuni oleh anggota masyarakat Desa Candi untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari.
49
Tabel 3.5 Mata Pencaharian Masyarakat Desa Candi
No
Jenis Mata Pencaharian
1 Petani / Peternak
2
Pegawai / Polri dan TNI
3
Pedagang / Wiraswasta
4
Musiman
5
Buruh
6
Usia Belum/tidak produktif
Jumlah
4.398 orang
115 orang
160 orang
918 orang
1.417 orang
209 orang
Sumber : Demografi Desa Candi
Tabel 3.5 menggambarkan bahwa sebagian besar anggota
masyarakat yang berdomisili di Desa Candi Kecamatan Ampel
Kabupaten
Boyolali
memiliki
mata
pencaharian
sebagai
petani/peternak, yakni sebanyak 4.398 orang. Adapun jumlah penduduk
yang lain terbagi dalam beberapa jenis mata pencaharian, yakni 115
orang yang menekuni mata pencaharian sebagai Pegawai/Polri dan TNI,
160 orang sebagai pedagang/wiraswastawan, 918 orang merupakan
pekerja musiman, 1.417 orang sebagai buruh, dan 209 orang merupakan
penduduk yang berusia belum/sudah tidak produktif.
3.
Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Desa Candi
Sebuah masyarakat memiliki kaitan erat dengan kehidupan
sosial dan budaya-budaya setempat, karena adanya kehidupan sosial
budaya merupakan ciri sebuah masyarakat yang "hidup". Sebuah
masyarakat dikatakan "hidup" manakala anggota masyarakatnya
menjalin kehidupan sosial dan memiliki budaya yang merupakan nilai-
50
nilai luhur dari masyarakat itu sendiri. Demikian pula yang terdapat
pada masyarakat Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Semarang.
Kondisi sosial budaya masyarakat Desa Candi Kecamatan
Ampel Kabupaten Boyolali tergolong kondusif. Hal ini terlihat dari
toleransi sosial kemasyarakatan yang terjalin antar anggota masyarakat,
meskipun mereka memiliki keyakinan keagamaan yang berbeda-beda.
Kondisi sosial budaya yang kondusif ini juga dibuktikan dengan tutut
sertanya
seluruh
anggota
masyarakat
dalam
kegiatan-kegiatan
kebudayaan Desa Candi, seperti Sadranan, Nyekar, pemberian sesaji,
dan penyelenggaraan Merti Desa.
a.
Sadranan
Sadranan adalah salah satu kebudayaan Jawa yang bertujuan
sebagai salah satu bentuk rasa syukur kepada Tuhan yang Maha
Esa dan merupakan salah satu media sedekah dan syiar agama yang
dilaksanakan pada bulan Sya'ban.
b.
Nyekar
Nyekar merupakan salah satu kebudayaan masyarakat Desa Candi
yang merupakan kegiatan untuk mengirim do'a kepada sesepuh
yang sudah meninggal sebagai salah satu perwujudan dari birul
walidain.
51
c.
Sesaji
Pemberian sesaji merupakan salah satu kebudayaan masyarakat di
Desa Candi dengan meletakkan jajanan pasar di tempat-tempat
keramat pada saat akan mengadakan acara (hajat) tertentu dengan
tujuan agar hajat yang dilaksanakan dapat berjalan dengan lancar.
d.
Merti Desa
Merti Desa adalah salah satu kebudayaan di Desa Candi yang
dilaksanakan pada saat panen massal atau panen raya sebagai salah
satu bentuk rasa syukur atas panen yang didapat.
e.
Punggahan
Punggahan dalam masyarakat Desa Candi merupakan istilah lain
dari peringatan nisfu sya'ban yang menurut agama pada waktu itu
para malaikat mencatat amal manusia, sehingga masyarakat diajak
untuk beramal baik dengan memberikan sedekah kepada yang
membutuhkan.
f.
Pudunan
Pudunan adalah kebudayaan masyarakat Desa Candi yang
bertujuan untuk menyambut Nuzulul Qur'an dan Lailatul Qodar.
Peringatan ini disambut masyarakat desa dengan mengeluarkan
sedekah kepada pihak yang memerlukan.
52
B.
Temuan Penelitian
1.
Kehidupan Sosial Keberagamaan Masyarakat Desa Candi
Kehidupan sosial keberagamaan merupakan "ruh" dari sebuah
masyarakat di samping kehidupan sosial kebudayaan masyarakat.
Masyarakat akan kehilangan "cita rasanya" seandainya dalam sebuah
masyarakat tidak terjalin interaksi sosial antar anggota masyarakatnya,
dan tidak memiliki kebudayaan dan pedoman agama yang melekat
dalam diri anggota masyarakat itu sendiri.
"Dari segi kehidupan sosial, masyarakat Desa Candi sangat
baik seperti masih lestarinya budaya gotong royong, kerja bakti,
dan adanya toleransi antar umat beragama yang tinggi" (Tokoh
Masyarakat: Bp. M.B.)
"Kerukunan warga sangat erat, bahu membahu baik dari
beberapa golongan dalam segala bidang termasuk kegiatan
agama, hanya saja kesadaran individu untuk melakukan kewajiban
sebagai seorang muslim seperti melaksanakan shalat, puasa, zakat
dan lain-lain masih sangat rendah walaupun mayoritas penduduk
Desa Candi beragama Islam" (Tokoh Agama: Bp. S.W.)
2.
Metode Dakwah yang diterapkan pada Masyarakat Desa Candi
"Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain pula ikannya".
Barangkali peribahasa ini sangat cocok dengan keadaan masyarakat
Desa Candi, karena dalam menghadapi masyarakat yang memiliki
kebiasaan dan kepribadian yang berbeda, tentunya juga harus
menerapkan metode atau cara dakwah yang berbeda, sehingga
keberhasilan dalam menyampaikan ajaran Illahi mencapai keberhasilan
sebagaimana yang diinginkan.
53
a.
Yasinan Kaum Ibu
Masyarakat Desa Candi yang memiliki penduduk beragama
Islam sebagai penduduk mayoritas, merupakan salah satu
masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama. Berdasarkan
observasi pada tanggal 15 Juli 2010, maka penulis mendapatkan
data sebagai berikut.
1.
Pemateri
Warga masyarakat yang memiliki kepedulian pada kegiatan
Yasinan ini antara lain Ibu Da'watul Khoiriyah dan Ibu
Lasminah. Beliau juga merupakan salah satu penggerak yang
menggalakkan kaum ibu Desa Candi agar melaksanakan ajaran
agama dalam kegiatan sehari-hari.
2.
Materi
Materi yang dikemas dalam kegiatan Yasinan antara lain
pembacaan tahlil,
yasin,
Al-barzanji,
dan
pelaksanaan
mujahadah, sebagaimana yang diutarakan oleh Bp. S.W. dalam
wawancara penulis pada tanggal 18 Juli 2010 berikut.
"Kegiatan jamaah Yasinan kaum ibu di desa ini
tidak hanya melakukan kegiatan pembacaan yasin
semata, melaikan juga juga diadakan kegiatan-kegiatan
lain seperti pembacaan Al-Barzanji, pembacaan tahlil,
dan pelaksanaan mujahadah"
3.
Waktu pelaksanan
Waktu pelaksanaan kegiatan yasinan adalah tiap satu minggu
sekali yang dilaksanakan bergilir di kediaman jamaah Yasinan.
54
Hal ini juga diungkapkan oleh Bp. S.W. dalam wawancara
penulis dengan beliau selaku tokoh agama.
"Kegiatan Yasinan Kaum Ibu ini sudah berjalan
lancar, adapun pelaksanannya kita pilih setiap malam
jumat"
4.
Metode yang diterapkan
Metode yang diterapkan dalam penyampaian materi dalam
kegiatan Yasinan kaum ibu adalah dengan metode ceramah,
tanya jawab, dan juga pemberian teladan. Berikut ini penuturan
Bp. S.W. dalam wawancara penulis dengan beliau pada
tanggal 18 Juli 2010.
"Dalam pemilihan metode penyampaian materi
keagamaan pada kegiatan Yasinan Kaum Ibu kami
memilih menggunakan metode yang sederhana seperti
ceramah dan pemberian teladan yang baik kepada para
jamaah"
b. Tahlilan Kaum Bapak
Sebagaimana penyelenggaraan acara Yasinan Kaum Ibu,
yang merupakan implementasi kepedulian masyarakat Desa Candi
Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali dalam aktivitas keagamaan,
kaum
bapakpun tidak
ketinggalan,
salah
satunya
dengan
mengadakan aktivitas keagamaan Tahlilan Kaum Bapak. Berikut
ini data yang penulis dapatkan pada saat melakukan observasi pada
tanggal 18 Juli 2010.
55
1.
Pemateri
Warga masyarakat yang memiliki kepedulian pada kegiatan
Tahlilan Kaum Bapak ini antara lain adalah Bapak Sidik
Waluyo, Kaur Kesra, dan Ketua RT.
2.
Materi
Materi yang dikemas dalam kegiatan ini adalah materi ubudiah
dan muamalah keseharian, khususya bagi kaum bapak. Dalam
pelaksanaan kegiatan ini juga sesekali diadakan musyawarah,
membahas mengenai masalah-masalah keagamaan dan juga
desa.
"Materi yang sering kita angkat dalam kegiatan
Tahlilan Kaum Bapak ini merupakan materi-materi yang
dekat dengan kehidupan keseharian seperti dalam hal
ubudiah dan muamalah. Namun terkadang juga kita
sisipkan mengenai pembahasan urusan-urusan desa"
3.
Waktu pelaksanan
Waktu pelaksanaan kegiatan Tahlilan Kaum Bapak adalah tiap
satu bulan sekali yang dilaksanakan bergilir di kediaman
jamaah.
"Dalam kegiatan Tahilan di Desa Candi, kami
menyelenggarakannya setiap bulan sekali yang
dilaksanakan secara bergilir atau anjangsana di rumah
para jamaah "
56
4.
Metode yang diterapkan
Metode yang diterapkan dalam penyampaian materi dalam
kegiatan Yasinan kaum ibu adalah dengan metode ceramah,
tanya jawab.
"Metode yang diterapkan dalam penyampaian
materi keagaman pada kegiatan tahlilan ini adalah
metode ceramah dan sesekali mengadakan tanya jawab
dengan jamaah"
c.
TPA
Penanaman nilai-nilai keagamaan akan lebih efektif bila
dilaksanakan sedini mungkin. Menyadari hal tersebut, masyarakat
Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali memberikan
"wadah"
bagi
generasi
muda
untuk
menambah wawasan
keagamaan mereka dengan mendirikan sebuah Taman Pendidikan
Al-Qur'an (TPA).Berikut ini data yang diperoleh dalam observasi
yang dilakukan pada tanggal 19 Juli 2010.
1.
Pemateri
Meskipun kesadaran anggota masyarakat Desa Candi dalam
menjalanakan ibadah masih tergolong rendah, namun dengan
keterbatasan tersebut masih ada anggota masyarakat yang
respect untuk mencetak generasi yang Islami dengan
mengadakan kegiatan TPA bagi anak-anak Desa Candi. Warga
yang berperan aktif dalam kegiatan ini antara lain Bapak M.
Basuni, Ibu Dakwatul Khoiriah, dan Bapak Sidik Waluyo.
57
2.
Materi
Materi yang dikemas dalam kegiatan TPA ini adalah materi
dasar agama, semisal tatacara dan bacaan dalam sholat,
pengamalan doa sehari-hari, dan taracara membaca Al-qur'an
yang benar.
3.
Waktu pelaksanan
Waktu pelaksanaan kegiatan TPA ini adalah tiap hari, kecuali
hari Jum'at yang merupakan hari libur untuk kegiatan TPA ini.
4.
Metode yang diterapkan
Metode yang diterapkan dalam penyampaian materi dalam
kegiatan TPA ini, selain dengan ceramah dan tanya jawab,
juga menerapkan pemberian teladan yang merupakan hal yang
terpenting, mengingat anak-anak TPA masih memerlukan figur
yang dapat mereka jadikan sebagai panutan dalam pelaksanan
ajaran agama dalam kegiatan sehari-hari.
3.
Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Dakwah di Desa
Candi
a.
Faktor Pendukung
Pelaksanan dakwah di Desa Candi didukung oleh berbagai
faktor sebagaimana sebagaimana yang disampaikan Bp. M.B.
dalam wawancara penulis pada tanggal 19 Juli 2010 ada enam
faktor. Berikut ini penuturan beliau, Bp. M.B.
58
"Faktor pendukung pelaksanaan dakwah di Desa
Candi ini ada beberapa faktor dominan, seperti
kenyataan bahwa mayoritas penduduk Desa Candi
beragama Islam; ketersediaan fasilitas tempat ibadah
dalam jumlah yang memadai; adanya toleransi
masyarakat yang tinggi; adanya dukungan dari berbagai
pihak; kesabaran, ketelatenan, dan keteladanan dari
da'i; serta tingkat pendidikan masyarakat Desa Candi
yang sudah tergolong cukup"
b. Faktor Penghambat
Pelaksanaan dakwah di Desa Candi selain memiliki faktor
yang mendukung keberhasilan dalam pelaksanaannya, di sisi lain
juga terdapat beberapa faktor yang menghambat pelaksanaan
dakwah di Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali.
Berikut ini penuturan Bp. S.W. dalam wawancara penulis pada
tanggal 19 Juli 2010 terkait faktor penghambat pelaksanaan
dakwah ini.
"Memang, tidak bisa dielakkan lagi bahwa dalam
pelaksanaan setiap kegiatan pasti ada faktor yang dapat
menjadi penghambat. Nah, faktor yang menjadi
penghambat pelaksanaan dakwah di Desa Candi ini di
antaranya adalah masih minimnya kesadaran individu
dalam beribadah; pemahaman keagamaan masyarakat
yang masih rendah; pola pikir masyarakat yang
materialistis; serta masih percayanya masyarakat pada
mitos-mitos.
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Kehidupan Sosial Keberagamaan Masyarakat Desa Candi Kecamatan
Ampel Kabupaten Boyolali
Meskipun anggota masyarakat Desa Candi Kecamatan Ampel
Kabupaten Boyolali memiliki berbagai macam perbedaan dalam keyakinan,
namun hal ini tidak lantas menimbulkan adanya kesenjangan dan ketiadaan
rasa tenggang rasa antar pemeluk agama, melaikan sebaliknya mereka tetap
menjalin persaudaraan dan bertenggang rasa antar sesama. Hal ini dibuktikan
dengan masih adanya kebudayaan gotong royong dalam pembangunan sarana
dan tempat ibadah, serta pembersihan lingkungan sekitar desa.
Kerukunan antar umat beragama yang tertanam dalam diri anggota
masyarakat Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali juga
diimplentasikan pada saat diselenggarakannya kegiatan-kegiatan desa, seperti
Merti Desa. Saat diadakan acara Merti Desa ini, semua lapisan masyarakat
Desa Candi senantiasa berpartisipasi untuk memeriahkannya. Tidak
memandang anggota masyarakat tersebut berasal dari pemeluk agama
tertentu, semua anggota masyarakat bersatu padu untuk memeriahkanny,
karena masyarakat Desa Candi merupakan masyarakat yang menjunjung
tinggi nilai-nilai kerukunan dalam beragama. Berawal dari kebiasaan dan
kehidupan sosial semacam ini, maka lahirlah sebuah kebudayaan dimana
anggota masyarakat tidak lagi terpaku dan hanya mementingkan individu atau
58
59
kelompok agama mereka sendiri, melainkan saling bahu membahu untuk
menciptakan sebuah suasana sosial yang rukun dan tenteram.
"Kerukunan warga sangat erat, bahu membahu baik dari beberapa
golongan dalam segala bidang termasuk kegiatan agama, hanya saja
kesadaran individu untuk melakukan kewajiban sebagai seorang muslim
seperti melaksanakan shalat, puasa, zakat dan lain-lain masih sangat
rendah walaupun mayoritas penduduk Desa Candi beragama Islam"
(Tokoh Agama: Bp. Sidik Waluyo)
Kegiatan sosial keberagamaan yang berjalan di Desa Candi, khususnya
bagi masyarakat yang beragama Islam sangat beragam, mulai dari
penyelenggaraan Yasinan kaum ibu, Tahlilan kaum bapak yang diadakan tiap
satu bulan sekali, pengajian rutin tiap malam Jum'at, dan adanya kegiatan
Taman Pendidikan Al-qur'an (TPA) tiap sore hari bagi anak-anak. Kegiatankegiatan ini merupakan sebuah wujud nyata yang dilakukan oleh masyarakat
Desa Candi yang memandang sangat penting untuk menjunjung tinggi nilainilai agama.
Melihat
beragamnya
kegiatan
sosial
keberagamaan
yang
diselenggarakan di Desa Candi tentu akan membuahkan anggapan bahwa
kesadaran beragama dalam diri individu anggota masyarakat Desa Candi
sudah sangat matang. Namun, pada kenyataannya anggapan tersebut sangat
bertolak belakang. Kenyataannya, masih banyak anggota masyarakat Desa
Candi yang belum memiliki kesadaran dalam menjalankan ibadah agamanya
masing-masing. Seperti halnya masih banyaknya anggota masyarakat yang
jarang melaksanakan ibadah shalat lima waktu, puasa di bulan ramadhan, dan
60
masih adanya anggota masyarakat yang belum terbuka hatinya untuk
membayarkan zakat fitrah dan/atau zakat malnya.
Kenyataan seperti ini, harus segera ditindaklanjuti dengan mengadakan
pendekatan sosial, atau dalam bahasa keagamaan lebih dikenal dengan
sebuatan dakwah. Pendekatan sosial atau dakwah ini tentu harus
menggunakan cara yang tepat bila menghendaki keberhasilan dalam
mengubah perilaku masyarakat menjadi pribadi yang taat menjalankan ibadah
agamanya. Pendekatan sosial yang dilakukan harus dilakukan dari hati ke
hati, tanpa menyinggung dan "mengorek" kekurangan pihak tertentu dalam
pelaksanaan ibadahnya. Kebijakan ini akan membuahkan hasil yang lebih
efektif dibandingkan dengan apabila penanganan individu masyarakat Desa
Candi dilakukan dengan cara arogan, karena cara yang arogan dalam
penanganan masalah keagamaan hanya akan membuahkan sebuah kebuntuan
jalan keluar. Orang atau pribadi yang bersangkutan tentunya tidak akan
nyaman apabila terus-menerus dihakimi sebagai seorang "kafir", karena tidak
menjalankan perintah dan ibadah sebagaimana yang sudah ditetapkan oleh
Allah.
Jadi, untuk memecahkan masalah tersebut, dimana masyarakat Desa
Candi belum sepenuhnya mau dan bersedia menjalankan aktivitas agama
sesuai yang telah ditetapkan oleh Al-Qur'an dan As-Sunnah, perlu dilakukan
pendekatan yang
lebih bersifat kekeluargaan, tanpa menghakimi dan
memfonis pribadi tertentu, hanya karena mereka belum mau menjalankan
perintah agama sesuai yang tertuang dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah.
61
B. Metode Dakwah pada Masyarakat Desa Candi Kecamatan Ampel
Kabupaten Boyolali
Metode dakwah yang tepat akan sangat menentukan hasil akhir
dakwah. Kaitannya dengan metode dakwah yang tepat bagi masyarakat Desa
Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali, berdasarkan keadaan
masyarakat dan keadaan kebudayaan yang tumbuh di Desa Candi, maka
penggunaan metode ceramah (mauidzoh khasanah), tanya jawab (jadilhum
billati hiya ahsan), dan pemberian teladan yang sesuai dengan kaidah agama
(uswatun hasanah) merupakan cara atau metode yang tepat untuk
membangun masyarakat Desa Candi yang memiliki kesadaran beragama
tinggi.
1.
Metode Ceramah (mauidzoh khasanah)
Metode ceramah (mauidzoh khasanah) dipandang tepat untuk
mengubah masyarakat Desa Candi menjadi masyarakat yang memiliki
kesadaran tinggi dalam menjalankan ajaran-ajaran agama Islam, karena
pada umumnya masyarakat Desa Candi tidak menjalankan ibadah sesuai
tuntunan agama lebih karena mereka belum mengetahui secara
mendalam hikmah dari pelaksanaan ibadah-ibadah yang telah ditentukan
oleh ajaran Agama Islam. Melalui metode ceramah ini, masyarakat Desa
Candi akan memperoleh wawasan keagamaan yang memadai yang
disampaikan oleh para tokoh agama di Desa Candi itu sendiri.
Pelaksanaan caramah ini bisa dilakukan dalam berbagai acara keagamaan
62
yang sudah berjalan selama ini, misalnya dalam acara Yasinan dan
Tahlilan.
2.
Metode Tanya Jawab (jadilhum billati hiya ahsan)
Metode dakwah yang kedua yang tepat bagi masyarakat Desa
Candi adalah metode tanya jawab. Metode ini merupakan salah satu
metode yang tepat bagi masyarakat Desa Candi karena selain masyarakat
yang sebagian besar belum menjalankan perintah agama karena mereka
belum memahami dan mengetahui ajaran itu secara mendalam,
masyarakat Desa Candi juga kurang mendapatkan "ruang curhat" untuk
memecahkan masalah keseharian mereka dalam kehidupan sehari-hari.
Melalui metode tanya jawab ini, akan sangat membantu masyarakat
dalam mendapatkan pengetahuan dan mendapatkan solusi dari masalah
mereka yang seringkali tidak terpecahkan. Dengan diadakannya tanya
jawab membahas masalah agama oleh tokoh-tokoh agana desa,
diharapkan nanti akan memberikan pemahaman kepada masyarakat
tentang nilai penting pelaksanaan ajaran agama dan sekaligus
memecahkan permasalahan yang mereka hadapi dalah hubungannya
dengan pelaksanaan ajaran agama sehari-hari.
3.
Metode Pemberian Teladan yang Baik (uswatun hasanah)
Metode dakwah yang ketiga, yang merupakan metode yang sangat
tepat bagi pembangunan religiusitas masyarakat Desa Candi adalah
metode pemberian teladan yang sesuai dengan tuntunan agama. Metode
ini sangat tepat karena seperti yang kita ketahui di lapangan bahwa
63
keadaan masyarakat Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten sangat
memerlukan sosok teladan yang dapat mereka jadikan sebagai panutan
dalam menjalankan kehidupan sehari-hari sesuai dengan aturan dan
ketentuan agama Islam, karena walau bagaimanapun juga tindakan nyata
akan lebih berarti daripada hanya sekedar orasi yang tanpa bukti.
"Seorang da'i sejati adalah orang yang tidak hanya pandai
dan mahir berorasi, melainkan lebih dari itu, ia mampu
mengaplikasikan dan menerapkan ajaran agama dalam kehidupan
kesehariannya. Itulah da'i yang mempunyai karisma" (Tokoh
Agama: Bp. Sidik Waluyo).
C. Faktor Pendukung dan Penghambat Dakwah di Desa Candi Kecamatan
Ampel Kabupaten Boyolali
Kegiatan dakwah di Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali
seperti halnya kegiatan-kegiatan pada umumnya, tentunya mempunyai
berbagai macam faktor pendukung dan penghambat jalannya kegiatan.
Adapun faktor pendukung dan penghambat kegiatan dakwah yang
dilaksanakan di Desa Candi ini akan dibahas sebagai berikut.
1.
Faktor Pendukung
a.
Mayoritas Penduduk Beragama Islam
Secara statistik, mayoritas penduduk Desa Candi memilih
agama Islam sebagai agama mereka. Kenyataan ini merupakan
modal utama tercapainya pembangunan masyarakat Islami di Desa
Candi, karena dengan jumlah pemeluk agama Islam sebanyak itu
akan menjadi pendukung tercapainya cita-cita pembangunan
masyarakat Islami.
64
b. Tersedianya Fasilitas Tempat dalam Jumlah yang Memadai
Tersedianya fasilitas berupa masjid atau mushola merupakan
modal yang tidak kalah pentingnya dalam mewujudkan sebuah
masyarakat yang sadar akan hukum dan peraturan agama. Masjid
atau mushola ini dapat dimanfaatkan sebagai tempat untuk berbagi
wawasan keagamaan dengan orang lain, sehingga dengan cara ini
pemahaman tentang agama masyarakat Desa Candi akan merata dan
pada akhirnya terbentuk sebuah masyarakat
yang memiliki
kesadaran beragama tinggi.
c.
Toleransi Masyarakat yang Tinggi
Toleransi masyarakat Desa Candi tidak diragukan lagi, dengan
berbagai macam pemeluk agama dalam satu desa, tidak membuat
perpecahan antar sesama. Toleransi antar sesama ini merupakan
modal yang berharga dalam membentuk masyarakat yang religius
tanpa harus mencemooh dan menimbulkan perpecahan antar umat
seagama.
d. Adanya Dukungan dari Semua Pihak
Kegiatan apapun, event apapun, tidak bisa lepas dari dukungan
dan peran serta semua pihak yang terkait. Dakwah yang dilakukan di
Desa Candi juga demikian, tidak akan bisa berjalan dengan lancar
tanpa adanya dukungan dari semua element masyarakat Desa Candi.
Tokoh
masyarakat
dapat
memberikan
dukungan
dengan
kebijakannya dan masyarakat umum dapat memberikan dukungan
65
dengan berpartisipasi dalam pelaksanan dakwah, entah itu dalam
menyediakan sarana dan prasarana penunjang seperti pengeras suara,
atau setidaknya sebagai pendengar saat pelaksanan acara semisal
pengajian.
e.
Masyarakat yang Sudah "Melek" Pendidikan
Kehadiran masyarakat yang memiliki wawasan luas tentunya
akan sangat mendukung kegiatan dakwah, karena masyarakat yang
berwawasan luas memiliki pemikiran yang cenderung maju
dibandingkan dengan masyarakat yang memiliki wawasan dangkal.
Faktor ini sangat mendukung dalam pelaksanaan dakwah di Desa
Candi karena da'i akan lebih mudah memberikan masukan kepada
masyarakat berwawasan luas dibanding kepada masyarakat yang
berwawasan sempit. Masyarakat yang memiliki wawasan luas lebih
mudah menerima perubahan yang bersifat kebenaran daripada
masyarakat
yang
berwawasan
sempit,
sehingga
pencapaian
pembentukan masyarakat yang religi di Desa Candi dapat terwujud
sesuai harapan.
f.
Kesabaran, Ketelatenan, dan Keteladanan dari Da'i
Selain faktor yang berasal dari luar pribadi da'i, faktor
pendukung dakwah di Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten
Boyolali adalah faktor yang berasal dari dalam diri da'i itu sendiri.
Adanya kesabaran, ketelatenan dan keteladanan dari da'i merupakan
faktor penting dalam mendukung dakwah di Desa Candi, karena
66
tanpa adanya kesabaran, ketelatenan dan keteladanan sang da'i
mustahil cita-cita untuk membangun masyarakat Islami di Desa
Candi dapat terwujud. Hal ini disebabkan karena masyarakat Desa
Candi masih sangat memerlukan sosok seorang figur panutan dalam
kehidupan keberagamaan, dan tentunya seorang da'i yang sabar,
telaten dan dapat memberikan teladan-teladan yang sesuai dengan
kaidah agama Islam sangat dibutuhkan.
2.
Faktor Penghambat
a. Rendahnya Pemahaman Agama Masyarakat
Masyarakat Desa Candi Kecamatan Ampel Kabupaten
Boyolali yang notabene mayoritas memeluk Islam sebagai
agamanya, belum sepenuhnya memahami ajaran-ajaran agama
secara mendalam, sehingga peran serta da'i dan tokoh agama lain
sangat dibutuhkan dalam membimbing masyarakat ini.
b. Minimnya Kesadaran Individu dalam Beribadah
Rendahnya pemahaman masyarakat tentang agama berimbas
pada minimnya kesadaran masyarakat dalam menjalankan ibadah
sesusi ajaran agama. Masyarakat Desa Candi yang mayoritas
beragama Islam merupakan salah satu faktor pendukung pelaksanaan
kegiatan dakwah di Desa Candi, namun di lain pihak kesadaran
masyarakat secara individual dalam melaksanakan ajaran-ajaran
agama masih sangat minim, sehingga hal ini dapat menghambat
67
tercapainya tujuan kegiatan dakwah, yakni membentuk masyarakat
yang Islami.
c. Pola Pikir Masyarakat yang Materialistis
Pola pikir materialistis yang masih tertanam pada sebagian
masyarakat Desa Candi juga mempengaruhi tercapai-tidaknya tujuan
dakwah dalam membangun masyarakat
yang sadar agama.
Kebanyakan dari masyarakat yang memiliki pikiran materialistis ini
beranggapan bahwa meskipun mereka tidak sholat, puasa, zakat atau
ibadah-ibadah lainnya mereka tetap bisa makan, mendapatkan
kecukupan kebutuhan sehari-hari, bahkan kaya. Pola pikir semacam
inilah yang menjadi penghambat tujuan dakwah untuk menyadarkan
masyarakat bahwa melaksanakan ibadah agama itu sangat penting.
Hal ini menjadi sebuah tanggung jawab besar bagi semua kalangan
muslim, terutama para tokoh agama untuk mengubah cara pandang
dan berpikir masyarakat.
d. Masyarakat Masih Memercayai Mitos
Tingkat pemahaman agama masyarakat yang rendah dan
tingkat pendidikan masyarakat yang juga rendah mengakibatkan pola
pikir meraka sulit untuk menerima perubahan, sehingga kebanyakan
masyarakat masih melestarikan kepercayaan dan kebudayaan nenek
moyang yang kadang bertentangan dengan kaidah agama Islam.
Misalnya saja, masyarakat masih melestarikan kebudayaan memberi
sesaji pada tempat-tempat tertentu pada saat akan mengadakan acara
68
atau hajat desa. Pemberian sesaji ini tentu bertentangan dengan
ajaran agama Islam yang murni, karena sejak jaman Rasulullah saw,
beliau tidak pernah mengajarkan yang demikian, memberikan sesaji
pada tempat-tempat tertentu saat akan mengadakan acara tertetntu.
Hal ini menjadi PR tersendiri bagi seorang da'i untuk bisa mengubah
cara pandang masyarakat menjadi masyarakat yang jauh dari budaya
syirik.
e. Kurangnya Da'i
Mengubah kebudayaan dan cara pandang suatu masyarakat
menjadi masyarakat yang berpandangan dan berorientasi pada
kemurnian agama memerlukan kerjasama dari semua pihak.
Kehadiran seorang da'i juga sangat berperan dalam mewujudkan
harapan tersebut. Kehadiran sosok da'i yang memiliki telenta dan
karisma tinggi adalah sosok da'i yang sangat dibutuhkan dalam
melakukan perubahan pada masyarakat ini. Kenyataan ini ternyata
bertolak berlakang dengan yang ada di Desa Candi, dimana jumlah
da'i yang ada di Desa Candi jumlahnya sangat sedikit, sehingga
untuk membangun masyarakat yang faham tentang ajaran agama
memerlukan waktu yang lebih lama.
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan analisis pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik
simpulan sebagai berikut:
1. Kehidupan sosial keberagamaan masyarakat Desa Candi Kecamatan
Ampel Kabupaten Boyolali secara umum sudah baik, solidaritas sosial
antar warga terjalin dengan baik, akan tetapi kesadaran secara individu
dalam melaksanakan ibadah sesuai dengan tuntunan agama masih minim,
disebabkan kurangnya pengetahuan mereka tentang agama;
2. Metode dakwah yang tepat untuk diterapkan pada masyarakat Desa Candi
Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali dalam berbagai kegiatan
keagamaan yang meliputi kegiatan Yasinan Kaum Ibu, Tahlilan Kaum
Bapak, dan kegiatan TPA adalah metode ceramah (mauidzoh khasanah),
metode tanya jawab (jadilhum bullati hiya ahsan), dan pemberian teladan
yang baik (uswatun hasanah);
3. Faktor pendukung dan Penghambat dakwah di Desa Candi
a.
Faktor pendukung
Faktor pendukung dakwah di Desa Candi Kecamatan Ampel
Kabupaten Boyolali adalah; mayoritas penduduk beragama Islam,
tersedianya fasilitas tempat dalam jumlah yang memadai, toleransi
69
70
masyarakat yang tinggi, dan kesabaran, ketelatenan, dan keteladanan
dari da'i;
b.
Faktor Penghambat
Faktor penghambat dakwah di Desa Candi Kecamatan Ampel
Kabupaten Boyolali adalah; pemahaman keagamaan masyarakat yang
masih rendah, masyarakat masih memercayai mitos.
B. Saran
1. Bagi Tokoh Agama
Kenyataan bahwa sebagian masyarakat muslim di Desa Candi belum
melaksanakan ajaran agama secara total, menjadi tanggung jawab utama
para tokoh agama masyarakat Desa Candi. Tindakan yang yang perlu
dilakukan antara lain.
a.
Memberikan masukan berupa wawasan keagamaan bagi masyarakat;
b.
Memberikan tanggapan bagi masyarakat yang mempunyai masalah
keseharian sesuai dengan tuntunan agama;
c.
Memberikan teladan kehidupan keseharian bagi masyarakat Desa
Candi yang masih sangat memerlukan seorang figur yang bisa
menjadi panutan dalam bidang keagamaan.
2. Bagi Tokoh Pemerintahan/Perangkat Desa
Perangkat desa dapat juga berperan aktif dalam mewujudkan
masyarakat Desa Candi yang memiliki pribadi religius yang tinggi. Hal ini
bisa dilakukan dengan berbagai cara.
71
a.
Memberikan kebijakan berupa kemudahan ijin dalam pelaksanaan
kegiatan-kegiatan keagamaan;
Ijin ini sangat diperlukan, terkait pada pelaksanaan kegiatan semisal
Pengajian Memperingati Isra' dan Mi'raj Nabi Muhammad saw,
Pengajian Memperingati Maulud Nabi Muhammad saw, dan
kegiatan-kegiatan keagamaan yang lain.
b.
Memberikan payung hukum dalam artian memberikan jaminan
secara perundang-undangan sesuai ketentuan yang diatur oleh
pemerintah desa dalam pelaksanaan kegiatan keagamaan;
c.
Memberikan fasilitas yang memadai untuk pelaksanaan kegiatan
pengembangan jiwa agamis bagi masyarakat.
3. Bagi Masyarakat Umum
Masyarakat Desa Candi yang beragama Islam juga dapat memberikan
sumbangan partisipasi dalam mewujudkan cita-cita pembangunan
masyarakat yang memiliki pribadi religius tinggi dengan ikut serta dalam
berbagai acara keagamaan sebagaimana yang sudah berjalan selama ini,
seperti tersebut di bawah ini.
a.
Ikut serta dan aktif dalam acara Yasinan yang dilaksanakan tiap satu
minggu sekali bagi kaum ibu;
b.
Ikut serta dan aktif dalam acara Tahlilan yang dilaksanakan tiap satu
bulan sekali bagi kaum bapak; dan
c.
Mengarahkan putra-putrinya untuk mengaji dan menimba ilmu agama
di TPA.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Masyhur. 1997. Dakwah Islam Dan Pesan Moral. Yogyakarta: Al-Amien
Press.
Anshari, Endang Saifuddin. 1997. Kuliah Al-Islam (Pendidikan Islam di
Perguruan Tinggi). Jakarta: CV. Rajawali.
Bakhtiar, Wardi. 1997. Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah. Jakarta: logos.
Budiharjo.
2007.
Dakwah
dan
Pengentasan
Kemiskinan.
Yogyakarta:
Sumbangsih Press.
Dadang Ramadhan, Nanda Rizal Wahyu Pratama, Triyono Setyo Nugroho,
Karimatun Nisa’, Novita Irawati Nazah, Upik Priyani, Zidny Zahrotus
Sya’adah R. Tanpa tahun. Metode Da’wah secara Langsung (Online),
http://www.man2madiun.net/.../Microsoft%20Word%20%20dakwah%20kelompok%20langsung.pdf, diakses 7 Juli 2010.
Dra. Nanih Machendrawaty, M.Ag. dan Agus Ahmad Safei, M.Ag. 2001.
Pengembangan Masyarakat Islam (dari Ideologi, Strategi sampai
Tradisi). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Fuchan, Arif. 1992. Pengantar Metode Penulisan Kualitatif. Surabaya: Usaha
Nasional.
H. Sudirman. 1972. Problematika Dakwah Islam di Indonesia. Jakarta: Forum
Dakwah.
Hadi, Sutrisno. 1989. Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset.
Hasan, Alwi. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
M. Moeliono, Anton. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
M. Ridwansyah, 2008. (Pembinaan Sikap Keberagamaan Siswa Melalui Program
Mentoring Ekstrakurikuler Rohani Islam (ROHIS) di SMA N Unggulan
57
Jakarta,
(Online),
(http://www.
komunitas.wikispaces.com/.../pengembangan+masyarakat+melalui+dak
wah+bil+hal.pdf -, diakses 24 Juni 2010).
Ma’arif, Syafi’i. 1991. Islam dan Politik Upaya Membingkai Peradaban. Jakarta:
Pustaka Dinamika.
Najamudin. 2008. Metode Dakwah Menurut Al-Qur'an. Yogyakarta: Pustaka
Insan Madani.
Qosim, Ahmad. 1997. Metodologi Dakwah dalam Al-Qur’an. Jakarta: Lentera
Basritama.
Ruyadi, Yadi. 2004. Arti Penting Kerjasama dalam Keberagamaan Masyarakat,
(Online),
http://www.libbook2008.googlepages.com/arti_penting_kerjasama_dala
m__kebera.pdf, diakses 6 Juli 2010.
Shaleh, Rosyad. 1997. Managemen Dakwah Islam. Yogyakarka: Bulan Bintang.
Suherman, Ahmad. 2008. Essensi Beragama dalam Kerukunan Hidup Antarumat
Beragama,
(Online),
http://www.file.upi.edu/Direktori/C
.../JUR.../ESSENSI BERAGAMA.pdf, diakses 6 Juli 2010.
Suparta, Munzier. 2003. Metode Dakwah. Jakarta: Kencana.
Sutopo, Djoko. 2003. Pedoman Penyusunan Proposal. Salatiga: STAIN.
Yusuf, Yunan. 2003. Metode Dakwah.Jakarta: Prenada Media.
Download