this PDF file

advertisement
TERAPI PEMAAFAN MELALUI PLAYBACK THEATER UNTUK
MENGURANGI SAKIT HATI
Emmanuela Hadriami dan Servasius Samuel
Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang
Abstrak
Tujuan penelitian ini untuk membuktikan apakah terapi pemaafan playback theatre dapat
mengurangi sakit hati. Hipotesisnya adalah terapi pemaafan playback theatre dapat
mengurangi sakit hati. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yakni single-case
design yakni ABA Design, dengan subjek penelitiannya adalah tiga orang dewasa yang
sedang sakit hati atau tidak memaafkan pelaku. Alat ukur yang digunakan dalam
penelitian ini yakni Enright Forgiveness Inventory (EFI) dan Transgression-Related
Interpersonal Motivation Scale-12 (TRIM-12). Analisis data yang digunakan adalah
analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif menerangkan grafik hasil skala,
sedangkan analisis kualitatif mendeskripsikan hasil observasi dan wawancara selama
penelitian. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa hipotesis diterima, dengan adanya
dampak positif terapi yakni berkurangnya intensitas aspek-aspek sakit hati dalam diri
subjek.
Kata kunci: Pemaafan, playback theatre, sakit hati
adalah bagian integral dari rekonstruksi
PENDAHULUAN
Pemaafan berawal dari adanya
dan reduksi sakit hati. Pada umumnya,
sakit hati. Berbicara tentang pemaafan
orang yang tidak memaafkan ialah
berarti
dan
mereka yang masih memendam sakit
mengelola sakit hati, karena pemaafan
hati, sehubungan dengan pengalaman
juga
mengeksplorasi
1
buruk yang menimbulkan luka. Esensi
diri, sehingga mendorong orang untuk
dari
adalah
melakukan tindakan balas dendam dan
untuk
melampiaskan sakit hati terhadap pihak
dalam
yang memicu terjadinya luka. Hal ini
relasi dengan orang lain (McCullough,
merupakan reaksi dari proses alamiah
Pargament,
akibat
pemaafan,
menurunnya
menghindar
tidak
lain
motif-motif
atau
dan
menyerang
Thoresen,
2001).
kegagalan
seseorang
Pemaafan hanya mungkin terjadi, ketika
mendapatkan cinta, pujian, penerimaan,
sakit hati mulai tereduksi. Sakit hati
keadilan, dan segala hal sejenis dalam
yang dimaksud adalah bagian dari
hidup sehari-hari di rumah, sekolah,
perasaan marah yang tersimpan dalam
komunitas, atau tempat kerja. Kondisi
kurun
ini sering menimbulkan dampak yang
waktu
yang
lama,
bahkan
mungkin seumur hidup dan bisa muncul
buruk bagi seseorang,
setiap kali, saat seseorang berpikir
dimensi fisik, psikis, spiritual, maupun
tentang peristiwa atau orang yang
relasional. Orang demikian biasanya
menyebabkan
mengalami situasi penuh tekanan dan
sakit
hati
(Ekman,
baik
dalam
2007/2010). Situasi demikian muncul
berada
setelah seseorang merasa terluka dan
terhadap
dikecewakan
dalam
demikian lantas memicu sakit hati yang
tingkat kesedihan tertentu (Fitzgibbons
kuat dan depresif, yang membuat hidup
dalam Enright dan North, 1998).
seseorang jauh dari perasaan bahagia
sampai
berada
Perasaan subjektif dari mereka
yang
sakit
hati,
dapat
dalam
pihak
suasana
permusuhan
tertentu.
Suasana
(Worthington, 2005).
meliputi
Ekspresi psikologis sakit hati
kesedihan, ketakutan, hilangnya harga
terungkap dalam perilaku defensif untuk
2
melindungi diri terhadap ancaman atau
jumlahnya, terkait dengan aneka stresor
perilaku agresif untuk mengancam dan
yang dihadapi (Pinel, 2009). Dengan
mencelakai pihak lain (Pinel, 2009).
kata lain, melalui kerja sistem saraf
Ketika sakit hati tidak terungkap, maka
simpatik, emosi negatif dari pengalaman
akan tersimpan dalam ketidaksadaran
distres
dan secara refleks timbul dalam aneka
kondisi fisik seseorang. Hal ini antara
penyimpangan
yang
berpengaruh
buruk
terhadap
sulit
dikenali.
lain disebabkan oleh karena adanya
cemas,
gelisah,
hubungan timbal balik antara tubuh
pusing-pusing, atau gangguan fisik lain,
dengan entitas-entitas penyebab emosi
merupakan bagian dari indikasi tendensi
(Damasio, 2009). Sakit hati yang terus
stres dan sakit hati yang tersembunyi
terpendam, lebih mudah merusak relasi
(Meninger,
hasil
di antara sesama, kesehatan fisik dan
penelitian menunjukkan bahwa emosi
mental, serta dimensi yang berhubungan
negatif dari pengalaman stres memiliki
dengan
korelasi
ketimbang
Simptom-simptom
1999).
yang
kekebalan
kuat
tubuh
Beberapa
dengan
dan
sistem
kerentanan
negatif
seseorang
yang
mampu
secara kreatif.
dimiliki
Individu yang sakit hati, tidak
sering menimbulkan perubahan pada
dapat menghayati hidup sebagai pribadi
tubuh melalui sistem korteks adrenal
yang
pituitaria-anterior dan sistem medulla-
terkungkung
adrenal simpatik. Hal ini terjadi melalui
perilaku, dan motivasi negatif. Apabila
mekanisme
kognisi, afeksi, perilaku, dan motivasi
yang
yang
mereka
hidup
menghadapi dan mengelola sakit hatinya
terhadap penyakit infeksi.
Emosi
aktivitas
tak
terhitung
3
utuh
dan
bebas,
karena
dalam
kognisi,
afeksi,
negatif
semakin
tereduksi,
maka
Sebagai
alternatif
untuk
individu sudah memiliki keterarahan
menghadapi
kepada pemaafan.
pada
memungkinkan seseorang dapat hidup
tidak
dengan utuh dan sehat, yang bekerja
(unforgiveness).
pada perasaan sakit hati terkait dendam,
Worthington (2005) menegaskan bahwa
permusuhan atau kebencian dengan
memaafkan berarti meredakan afeksi,
mengurangi intensitasnya, baik dalam
perilaku, kognisi, dan motivasi dari sakit
otak maupun dalam hati. Hal ini
hati. Mekanisme dasar yang sering
teraplikasi dalam pengalaman hidup
digunakan individu dalam menghadapi
yang tidak menyenangkan atau trauma
sakit hati yakni; pertama, penyangkalan
dengan pihak tertentu dan menghapus
dengan
segala
sakit hati menuju kondisi hidup yang
pikiran,perasaan, perilaku, dan motivasi
lebih baik (Fitzgibbons dalam Enright
negatif yang dimiliki; kedua, ekspresi
dan North, 1998). Harris dan Thoresen
agresi yakni dengan melawan secara
(dalam Worthington, 2005), melalui
pasif maupun aktif terhadap penyebab
hasil penelitiannya, menegaskan bahwa
luka atau sakit; ketiga, pemaafan yaitu
orang yang sakit hati, sering rentan
dengan mengelola sakit hati secara
mengalami gangguan kesehatan baik
positif melalui tahap-tahap pereduksian
fisik maupun emosi yang tergolong
afeksi, kognisi, perilaku, dan motivasi
kronik. Sebaliknya, Themosok dan Wald
negatif (Fitzgibbons dalam Enright dan
(dalam
North, 1998).
mengungkapkan
individu
identik
memaafkan
Sakit
hati
dengan
menutupi
sakit
hati,
Worthington,
dari
pemaafan
2005),
penelitiannya,
bahwa pemaafan turut membantu secara
4
signifikan, agar tercapai kualitas hidup
yang
makin
baik
dari
Terapi
penderita
individu
HIV/AIDS.
pemaafan
untuk
membantu
menerima
dan
menghadirkan kembali pengalaman luka
Sebagai
salah
satu
intervensi
dan
penderitaan,
psikologis, pemaafan menjadi salah satu
penanggung
pilihan
mengidentifikasi
terapeutik
yang
dapat
menemukan
jawab
utama,
korban,
memulihkan konflik, baik secara pribadi
mengekspresikan perasaan sakit hati
maupun
atau
secara tepat, serta masuk ke dalam
komunitas (Murray, 2002). Intervensi
keutuhan diri, setelah menerima kembali
psikologis pemaafan memiliki dampak
diri sendiri maupun orang lain secara
yang positif, tidak hanya pada aspek
bertanggung jawab (Meninger, 1999).
hidup psikologis, melainkan juga aspek
Individu
biologis
meredakan
dalam
dan
kelompok
sosiologis.
Terapi
dibantu
mengurangi
gejala-gejala
atau
ketegangan
pemaafan juga dapat dilakukan sebagai
psikologis serta membangkitkan empati
strategi antisipasi terhadap munculnya
untuk
gangguan sekaligus proses pemulihan
penyebab luka atau penderitaan (Wade,
emosi, pikiran, perilaku, dan motivasi
Worthtington,
dan
yang
Worthington,
2005),
terganggu.
memaafkan
membuat
dan
individu
Pengalaman
merasa
dimaafkan
bertumbuh
menerima
dan
memaafkan
Meyer
dalam
selanjutnya
memulai suatu konstruksi psikologis
dan
yang
mengarah
pada
pelepasan
berkembang dalam hidup, baik secara
pengalaman sakit hati, serta pemulihan
kualitas maupun kuantitas.
emosi, dan perbaharuan relasi.
5
Worthington (1998) menawarkan
tindakan
yang
lima tahap dalam pemaafan, sebagai
Keempat,
berkomitmen
berikut; Pertama, mengarahkan subjek
mendorong subjek untuk membangun
untuk
niat
menerima
pengalaman
sakit
dan
mengakui
hati,
ketika
bersifat
altruistik.
memaafkan
memaafkan
dengan
dia
memvisualisasikan sikap dan perilaku
terluka, diserang secara tidak adil, atau
yang positif. Kelima, mempertahankan
ditolak,
berusaha
komitmen pemaafan, memotivasi dan
dan
meneguhkan subjek untuk memiliki
kemudian
menghadirkan
mengalaminya
kembali
secara
riel.
Kedua,
konsistensi
dalam
mengusahakan
berempati dengan pelaku mengajak
pemaafan lewat tindakan konkret yang
subjek untuk berspekulasi tentang latar
telah direncanakan. Lima tahap ini
belakang, kondisi, dan pikiran pelaku
dikenal
terkait luka, menemukan pengalaman-
(Recall the hurt, Empathize with the one
pengalaman baik dengan pelaku, dan
who
membayangkan
sedang
forgiveness, Commitment to forgive,
dengan
pada
pelaku
menyenangkan.
altruistik
berinteraksi
waktu
Ketiga,
menuntun
yang
hurt
you,
akronim
REACH
Altruistic
gift
of
and Hold onto the forgiveness).
bertindak
subjek
dengan
Tahap-tahap
pemaafan
dalam
untuk
intervensi ini akan difasilitasi melalui
menyadari bahwa siapa pun berpeluang
playback theatre. Psikoterapis akan
melakukan kesalahan, bergantung pada
memfasilitasi
kondisi dan latar belakang seseorang.
menceritakan
Oleh karena itu, tidak menjadi hambatan
menimbulkan
bagi subjek untuk melakukan tindakan-
membaginya dalam beberapa adegan
6
subjek
kasus
sakit
untuk
yang
hati,
telah
kemudian
atau bagian pengalaman. Selanjutnya
dengan adanya jarak emosi yang ada,
subjek diminta untuk memilih salah satu
subjek melihat diri dan penderitaannya
bagian yang paling menyakitkan dan
pada pemain dan dengan demikian sakit
ingin dihapus. Bagian inilah yang akan
dan ketegangan yang dialami dapat
dimainkan dalam playback theatre oleh
direduksi. Playback theatre mencakup
teman-teman dalam kelompok. Dengan
seluruh dimensi kepribadian subjek
demikian,
(kognisi, afeksi, perilaku dan motivasi)
tidak
semua
pengalaman
hidup yang buruk dimainkan dalam
yang
proses terapi ini, tetapi hanya satu
pementasan. Dengan cara demikian,
adegan cerita atau bagian pengalaman
subjek tidak hanya diberi ruang bebas
yang paling melukai dan menyakitkan.
untuk
terwujud
secara
utuh
mengekspresikan
dalam
pengalaman
Playback theatre merupakan salah
penting dan bermakna, melainkan juga
satu bentuk terapi seni. Hal ini dapat
dimampukan untuk memberikan makna
menciptakan jarak emosi yang baik
baru atas pengalaman
antara pemain dengan subjek, sehingga
dimiliki (Stern, 2008).
dapat
menolong
subjek
untuk
Sebagai salah satu bentuk terapi
mengurangi intensitas pengalaman luka
kelompok,
atau
mampu
sakit
hati
yang
buruk yang
mendalam.
playback
mendorong
theatre
subjek
juga
untuk
Spontanitas yang disertai dengan rasa
berbagi pengalaman buruk yang sering
humor dalam pementasan juga turut
disembunyikan ke tataran publik untuk
meringankan luka atau rasa sakit yang
dialami dan dimaknai bersama. Subjek
dialami oleh subjek. Landy (dalam
tidak hanya membagi beban kepada
Rogers,
orang lain yang dipercaya, tetapi juga
2005)
mengatakan
bahwa
7
mengalami empati dan dukungan yang
yang
kuat dari kelompok. Hal ini terjadi
playback theratre.
karena dalam playback theatre, ada
METODE
ikatan yang kuat di antara anggota
PENELITIAN
komunitas (Salas dalam Klosterman,
dilaksanakan
dengan
DAN
Penelitian
metode
PROSEDUR
terap
pemaafan
2008). Kondisi tersebut dapat terjadi
playback theatre untuk mengurangi sakit
karena playback theatre memberikan
hati menggunakan Single-Case Design
penekanan
saling
yakni ABA Design (Christensen, 2004).
mendengarkan dan memahami antar
Pengukuran sakit hati dilakukan pada
anggota komunitas atas pengalaman
awal atau baseline measure (I) dan akhir
konflik, lalu menghayati hidup bersama
atau baseline measure (II), namun
yang konstruktif serta mengutamakan
selama proses intervensi juga dilakukan
toleransi, rasa hormat, dan berkeadilan.
pengukuran
Rowe
dinamika perubahan dalam diri subjek.
pada
(2007)
sikap
memaparkan
bahwa
playback theatre memiliki kekuatan
mengungkapkan
tersembunyi
individu
mendapatkan
Variabel tergantung penelitian ini
permasalahan
dari
untuk
adalah sakit hati, sedangkan variabel
yang
bebas adalah terapi pemaafan. Sakit hati
bergangguan mental, untuk disadari dan
didefinisikan sebagai ekspresi nyata dari
dipahami bersama.
pikiran, perasaan, perilaku, dan motivasi
Penelitian ini bertujuan membantu
negatif, sebagai akibat dari pengalaman
mengurangi sakit hati melalui 5 tahapan
buruk
pemaafan
terluka pada subjek. Terapi ini memakai
yang
yang
dikemukakan
Worthington (1998) yaitu
REACH,
metode
8
yang
menimbulkan
yang
ditawarkan
perasaan
oleh
Worthington (1998) dalam lima tahap
Pengumpulan
data
dilakukan
pemaafan (REACH) yakni: mengalami
melalui skala pemaafan, observasi dan
rasa sakit, berempati terhadap pelaku,
wawancara.
bertindak
berkomitmen
dipakai yakni TRIM-12 dan EFI. TRIM-
memaafkan, dan konsistensi tindakan
12 memiliki 12 item dengan skor 0—5.
pemaafan.
Hasil pengukuran kondisi sakit hati
altruistik,
Subjek penelitian berjumlah tiga
subjek
Skala
pemaafan
melalui
yang
TRIM-12,
orang dewasa, dengan rentang usia 30—
dikelompokkan dalam empat kategori
45 tahun, dan sedang mengalami sakit
yakni: rendah (= 12), sedang (13—24),
hati. Proses seleksi diawali wawancara
tinggi (25—36), sangat tinggi (=37).
dan observasi singkat. Kriteria yang
Sementara itu, EFI memiliki 15 item
digunakan yakni memiliki sakit hati
dengan skor 0—5. Hasil pengukuran
terhadap orang tertentu dengan tanda-
intensitas sakit hati subjek pada skala
tanda: pikiran yang buruk, perasaan
EFI, dikelompokkan ke dalam empat
kurang
dan
kategori yakni; rendah (= 15), sedang
keinginan terjadinya sesuatu yang buruk
(16—30), tinggi (31—45), sangat tinggi
pada orang yang memicu sakit hati.
(= 46). Kedua alat ini sudah diadakan uji
Setelah terpenuhi kriteria ini serta ada
coba terlebih dahulu sebelum dilakukan
kesediaan
untuk
nyaman,
untuk
penghindaran,
mengikuti
terapi,
subjek
penelitian.
Observasi
subjek akan diseleksi lagi intensitas
meliputi
sakit hatinya melalui TRIM-12 dengan
respon, mimik, dan ekspresi tubuh
syarat memenuhi total skor: = 37 dan
selama terapi. Sementara itu, wawancara
EFI dengan total skor: = 46.
difokuskan
9
penampilan
pada
fisik
identitas
subjek,
subjek,
riwayat hidup subjek, riwayat sakit hati
yang terjadi pascaterapi. Penelitian ini
subjek, serta kondisi psikologis sebelum,
menggunakan analisis data kuantitatif
selama, dan sesudah terapi.
dan
Prosedur penelitian akan dimulai
kualitatif;
grafik
yakni
intensitas
sakit
menggunakan
hati
subjek
dengan pengambilan data baseline I
sebelum terapi, saat terapi, dan sesudah
sebelum terapi untuk menentukan status
terapi;
gangguan subjek. Selanjutnya proses
deskriptif secara logis, sistematis, dan
terapi akan dilakukan dalam lima sesi
metodis
selama
penelitiannya (Moleong, 2008).
satu
hari.
Kegiatan
ini
dilaksanakan di sebuah rumah retret di
Bandungan,
Ambarawa,
serta
menyusun
sesuai
data-data
dengan
konteks
Pada sesi pertama dalam playback
untuk
theatre,
subjek
dikuatkan
untuk
memberikan kondisi yang nyaman bagi
mengakui dan menerima pengalaman
subjek
terapi.
buruk,
terapi,
mengekspresikannya,
selama
Pengukuran
mengikuti
selama
proses
lalu
didorong
sehingga
untuk
dapat
dilakukan sebanyak dua kali, untuk
meredahkan ketegangan yang dimiliki.
memperoleh gambaran dinamika sakit
Pementasan selanjutnya mengarahkan
hati subjek yang diterapi (T1 setelah sesi
subjek untuk melihat latar belakang
kedua dan T2 setelah sesi kelima).
peristiwa
Baseline II dilaksanakan pada hari
berdampak negatif pada sikap dan hidup
pertama dan ketiga setelah subjek
pelaku. Di sini, subjek dimampukan
pulang
untuk membangun empati bagi pelaku.
ke
rumah
masing-masing.
dan
hidup
pelaku
yang
Pengukuran ini dilakukan dua kali,
Pada
untuk melihat konsistensi perubahan
difasilitasi untuk melakukan visualisasi
10
pementasan
berikut,
subjek
harapan
akan
tindakan-tindakan
Berdasarkan hasil skala TRIM-12
altruistik atas dasar sikap empati yang
dan EFI, subjek 1 tampak mengalami
dimiliki. Subjek terus difasilitasi untuk
penurunan
menyatakan niatnya berbuat baik dalam
sekalipun kurang begitu kuat, dimana
satu komitmen positif untuk pemaafan.
baseline II kurang dari baseline I.
Komitmen
tetap
Dengan kata lain, subjek mengalami
pertemuan
penurunan pikiran, perasaan, perilaku,
pemaafan
diungkapkan
lagi
tersebut
dalam
intensitas
sakit
hati,
kelompok dan mendapatkan dukungan
dan
dan peneguhan dari rekan-rekan asisten
setelah terapi untuk subjek ini dilakukan
maupun
subjek
sampai tiga kali karena ada indikasi
mengungkapkannya pada sesi terakhir
perubahan yang kurang konsisten dari
terapi.
skala setelah terapi.
terapis,
setelah
motivasi
negatif.
HASIL PENELITIAN
Tabel 1: Hasil pengukuran subjek 1
Baseline/trimen
Tanggal
TRIM-12
EFI
2013
BI-1
24/4
42
54
BI-2
25/4
42
36
BI-3
26/4
43
59
BI-4
2/5
43
57
T-1
2/5
44
61
T-2
3/5
36
53
BII-1
4/5
43
59
BII-2
5/5
27
38
BII-3
27/6
41
42
11
Pengukuran
Sementara itu, hasil pengukuran
penurunan dari perbandingan antara skor
intensitas sakit hati pada subjek 2 juga
baseline I (Bs I- ) dengan skor baseline
dengan TRIM-12 dan EFI, terlihat ada
II (Bs II- ), dapat dilihat sebagai berikut:
1
2
Tabel2: Hasil pengukuran subjek 2
Baseline/trimen
Tanggal
TRIM-12
EFI
2013
BI-1
24/4
34
45
BI-2
25/4
33
46
BI-3
26/4
39
46
BI-4
2/5
38
47
T-1
2/5
38
44
T-2
3/5
40
41
BII-1
4/5
31
34
BII-2
5/5
30
33
Data intensitas sakit hati pada
Perubahan
tersebut
terlihat
cukup
subjek 3 berdasarkan skala TRIM-12 dan
konsisten sejak terapi tahap kedua
EFI
hingga pengukuran kedua baseline II-
juga
menunjukkan
skor
yang
menurun dari baseline I ke baseline II.
seperti yang terlihat berikut ini.
12
2
Tabel 3: Hasil pengkuran subjek 3
Baseline/trimen Tanggal
TRIM-12
EFI
2013
BI-1
24/4
46
58
BI-2
25/4
46
57
BI-3
26/4
46
58
BI-4
2/5
46
52
T-1
2/5
46
58
T-2
3/5
46
32
BII-1
4/5
30
32
BII-2
5/5
28
35
Dari hasil ketiga subjek di atas
dapat
dikatakan
terjadi
pendulum namun selalu kembali pada
penurunan
hasrat untuk memaafkan.
intensitas sakit hati. Selain itu kelihatan
adanya dinamika proses pemaafan yang
PEMBAHASAN
seperti pendulum (angka yang naik
Pemaafan
sesungguhnya
tidak
turun). Pertama-tama terapi pemaafan
sesederhana menerima atau menoleransi
adalah membangkitkan hasrat untuk
ketidakadilan,
memaafkan dan selanjutnya subjek akan
atau menghentikan sakit hati terhadap
menjalani proses dengan batu pijakan
pelaku
adanya kesadaran mendalam bahwa
mendatanginya
pemaafan itu diusahakan bukan terjadi
Sekalipun
tiba-tiba dan selanjutnya keikhlasan
keterarahan
untuk menjalani proses yang seperti
namun pengolahan proses pemaafan
13
melupakan
kesalahan,
dan
secara
kepada
kesalahan,
sehingga
mudah
berdamai
interpersonal
orang
lagi.
ada
tertentu,
selalu berfokus pada permasalahan yang
menghindar dengan alasan bahwa dia
telah melukai dan menimbulkan sakit
bingung
hati. Kembali kepada persoalan dan
karena suaminya tidak dapat dihadirkan,
mengalami kembali sakit merupakan hal
sebaliknya subjek tidak mau kalau orang
mutlak;
untuk
mengungkapkannya
karena
dengan
demikian,
lain dijadikan korban. Subjek kedua
seseorang
akan
mudah
berempati
beralasan
terhadap
orang
lain.
Meskipun
meninggal, maka tidak mungkin diajak
demikian, tahap ini merupakan tahap
bicara dan diperlakukan seperti orang
yang tersulit dalam proses pemaafan.
hidup. Subjek juga menyaksikan bahwa
Meninger (1999) mengatakan bahwa
mertuanya menunjukkan sikap menyesal
kadang-kadang tahap ini dikenal sering
menjelang ajal. Sementara subjek ketiga
dikenal dengan tahap penolakan, karena
beralasan bahwa permasalahannya lebih
individu yang terluka umumnya lebih
ringan dari dua subjek terdahulu. Oleh
mudah menipu diri atau melupakan sakit
karena itu, tidak perlu diceritakan dan
hatinya,
dialami lagi (hasil rekaman terapi tiga
daripada
dengan
sukarela
menerimanya.
bahwa
mertuanya
sudah
subjek, 3 Mei 2013).
Penolakan
pengalaman
Orang yang tidak memaafkan,
terluka juga dialami ketiga subjek saat
umumnya memiliki pergumulan sakit
memasuki
tahap
pertama
hati
pemaafan.
Setiap
subjek
menghindari
akan
tahap
ini,
proses
berusaha
agar
yang
mirip
satu
sama
lain,
meskipun dengan berbagai alasan yang
tidak
unik. Mereka berekspresi dingin dengan
kembali kepada pengalaman buruk yang
pengalamannya,
telah melukai mereka. Subjek pertama
berusaha
14
merasa
menghindar,
tertekan,
melakukan
pembalasan, dan akhirnya menunjukkan
dapat menemukan makna yang relevan
sikap ketidakberdayaan serta berharap
dari
mendapatkan pertolongan. Individu juga
dipentaskan dalam playback theatre,
biasa mereduksi perasaan takut, hingga
misalnya menemukan latar belakang
merasa menjadi biasa dengan perasaan
pelaku untuk membangkitkan sikap
tersebut dan tidak lagi menjadi suatu
empati serta visualisasi harapan yang
ancaman, dengan menghadirkan dan
memungkinkan subjek melihat tindakan
mengalami
kembali
(Worthington,
1998).
pengalaman
buruk
yang
rasa
sakit
altruistik dan komitmen memaafkan.
Situasi
yang
Kellermann (2007) menuturkan bahwa
memiliki kemiripan ini, menolong setiap
baru
subjek
menemukan
buruk yang ditolak seseorang tersebut
makna dan relevansi yang identik dari
terkuras dan terekspresikan, subjek akan
setiap
mulai
untuk
mampu
pengalaman
buruk
melalui
playback theatre, karena mendapatkan
mempelajari
perilaku-perilaku
Worthington (1998) menegaskan
yang kuat satu dengan lain.
pementasan
pengalaman-pengalaman
baru dalam setting terapi.
keterikatan antaranggota dan dukungan
Melalui
ketika
lagi secara singkat, bahwa memasuki
playback
pengalaman sakit dan terluka merupakan
theatre, ketiga subjek mengeksplorasi
awal proses pemaafan. Melalui ekspresi
dan mengidentifikasi sumber sakit hati
emosi
dan mengekspresikannya, baik melalui
pengalaman buruk subjek, playback
kontak mata, gerak-gerik tubuh, maupun
theatre
tekanan
saat
mengakui dan mengalami kembali sakit
mengalami kembali sakit. Ketiga subjek
yang tersembunyi, untuk selanjutnya
suara,
khususnya
15
dan
pementasan
mendorong
setiap
bagian
subjek
membuka diri dan memaafkan pelaku.
pemaafan ini dimiliki oleh tiga subjek
Dengan
sakit,
penelitian yakni; suami (subjek 1),
seseorang tidak hanya menyetujui dan
mertua (subjek 2), dan teman (subjek 3).
mengakui pengalaman tersebut sebagai
Figur riel ini menjadi alasan bagi subjek,
miliknya, melainkan juga dapat melihat
untuk bergerak tahap demi tahap sampai
secara lebih dekat dan nyata perihal
tahap
orang yang melukai, pengaruh luka
komitmen pemaafan. Hal ini terungkap
tersebut
dalam
menerima
dalam
kerinduannya
akan
kembali
hidupnya,
serta
keutuhan
dan
tertinggi
komitmen
disampaikan
kebahagiaan hidup.
yakni
dalam
konsistensi
subjek
yang
kelompok
dan
mendapat peneguhan dari rekan-rekan
Proses pemaafan sesungguhnya
asisten dan terapis.
adalah suatu gerak maju menuju tujuan
Tahap
mempertahankan
terakhir yakni memaafkan orang tertentu
konsistensi komitmen pemaafan dikenal
(Meninger, 1999). Hal ini berarti bahwa
sebagai
memaafkan orang tertentu adalah dasar
demikian,
yang menggerakkan seseorang, untuk
dianggap sudah mampu secara utuh dan
memulai
menyeluruh
perjalanannya
dengan
tahap
puncak.
tidak
Meskipun
serta-merta
memaafkan
subjek
pelaku.
mengalami kembali sakit, berempati,
Pemaafan sebagai terapi memang telah
bertindak altruistik, berkomitmen dan
berakhir dan berpuncak pada tahap ini,
mempertahankannya. Pemaafan ibarat
namun
perjalanan menuju puncak, yang sasaran
konsistensi
akhirnya yakni memaafkan orang yang
sepanjang hidup subjek, untuk menjadi
menimbulkan sakit hati. Dasar sasaran
utuh dan tidak lagi terganggu saat
16
tugas
komitmen
mempertahankan
adalah
usaha
menghadapi peristiwa, pelaku, dan hal-
motivasi negatif ke dalam karya-karya
terkait
kreatif, untuk menolong banyak orang.
pemicu
1996/1999)
luka.
(Meninger,
mengungkapkan
bahwa
Ketika
membiarkan
pengalaman
ketika berada pada tahap puncak, subjek
buruknya berlalu, subjek menjadi lebih
semakin menyadari bahwa hidup yang
kreatif
utuh dan bahagia, tidaklah sepenuhnya
mempertahankannya. Dalam proses ini,
ditentukan
individu
oleh
kesalahan
atau
dan
berjuang
mengubah
kesedihan
dan
pengalaman buruk di masa lampau. Pada
penyesalan, cara hidup yang negatif
tahap terakhir ini, tiga subjek berada
(represif ataupun agresif), serta pelaku
pada puncak kebebasan, ketika mereka
dan hal-hal terkait dalam terang baru
memilih melaksanakan perilaku-perilaku
(Griswold, 2007). Ketiga subjek mampu
baru dan positif, untuk mewujudkan hal
melewati situasi sulit yang selama ini
yang menjadi komitmen mereka yakni
membelenggu
memaafkan pelaku yang telah melukai
perilaku dan motivasi dari sakit hati atau
mereka.
tidak memaafkan. Mereka tidak sekedar
Melalui
penelitiannya,
Mary
pikiran,
perasaan,
melewati pengalaman buruk, tetapi juga
Baure (dalam Ransley dan Spy, 2005)
mampu
memberikan
menyimpulkan bahwa proses terapi
melalui
cara
pemaafan yang diikuti subjek tidak
pengalaman buruk yang dialami. Dari
hanya berhenti dengan memulihkan
pemaknaan baru atas pengalaman buruk
trauma dan melepas pengalaman sakit,
tersebut
melainkan juga belajar mentransformasi
altruistik
proses kognisi, afeksi, perilaku, dan
17
pandang
lahirlah
sebagai
makna
baru
baru
dari
beberapa
kreativitas
tindakan
subjek
untuk
mendukung
komitmennya
memaafkan. Akhir tahap ini adalah
memaafkan pelaku.
suatu
Enright dan Fitzgibbons (dalam
perjalanan
mempertahankan
untuk
terus
empati,
sikap
Ransley dan Spy, 2005) menyebut fase
altruistik,
ini dengan pendalaman (deepening), saat
melalui pikiran, perasaan, perilaku, dan
subjek menemukan makna baru dari
motivasi positif.
pengalaman
komitmen
pemaafan
sehingga
Proses pemulihan ketiga subjek
untuk merealisasikannya.
penelitian tergolong bervariasi, terkait
Konsistensi perealisasian itu menjadikan
derajat perasaan sakit dan terluka,
pemaafan tidak sekedar sebagai budaya
perhatian
yang dilatih dan dibiasakan, melainkan
pengalaman terluka, objektivitas atau
juga sebagai keutamaan yang dipilih
subjektivitas
secara bebas, dengan tujuan mengalami
jumlah pengalaman terluka, serta tingkat
hidup yang lebih utuh dan bahagia
penerimaan
berlandaskan
cinta.
(Worthington, 1998). Subjek pertama
Setiap kali subjek mempertahankan
tergolong orang yang sensitif, sehingga
komitmen pemaafan, pada itu disadari
mudah terpengaruh secara mendalam
juga bahwa mereka telah memilih hidup
atas pengalaman terluka yang dimiliki,
yang lebih utuh dan bahagia. Pengakuan
serta belum dapat menerima kenyataan
dan penerimaan kembali pengalaman
bahwa suaminya berselingkuh. Subjek
terluka merupakan pintu masuk kepada
ini juga tinggal serumah dengan suami
cara pandang baru demi tumbuhnya
sebagai penyebab sakit hati, sehingga
empati, sikap altruistik, dan komitmen
potensial
termotivasi
terluka,
dan
kemurahan
dan
18
yang
mendalam
terhadap
pengalaman
pengalaman
melahirkan
konflik
terluka,
terluka
yang
berulang. Subjek kedua tergolong orang
bahwa terapi pemaafan playback theatre
yang taat pada norma masyarakat dan
dapat
menaruh hormat kepada orang yang
Dampaknya dapat terwujud juga dalam
berjasa.
kesulitan
penurunan intensitas aspek sakit hati
kepada
yakni; pikiran, perasaan, perilaku, dan
mertua yang sudah meninggal. Pola
motivasi negatif. Hal ini dapat juga
hubungan subjek dengan mertua yang
dilihat dari hasil pengukuran tiga subjek
dekat
kurang
dalam terapi pemaafan dari TRIM-12
mampu berekspresi dengan total. Subjek
dan EFI menunjukkan bahwa skor
ketiga tergolong orang yang introvert,
intensitas sakit hati pada pengukuran
sehingga
menggumuli
sendiri
setelah treatment atau baseline II (Bs II)
pengalaman
sakit
hatinya.
Kondisi-
lebih rendah daripada kondisi sebelum
menunjukkan
keunikan
treatment atau baseline I (Bs I). Dengan
setiap subjek, sekaligus kemungkinan
demikian, hipotesis penelitian ini dapat
terjadinya bias dalam terapi, oleh karena
diterima,
itu
playback theatre dapat menurunkan sakit
Subjek
mengekspresikan
juga
sakit
menyebabkan
kondisi
ini
peneliti
hati
subjek
selanjutnya
dapat
mengontrolnya agar dapat diperoleh
menurunkan
bahwa
sakit
terapi
hati.
pemaafan
hati.
hasil penelitian yang lebih mendalam
Kontribusi penelitian ini terletak
dan spesifik. Dinamika proses pemaafan
pada pemilihan teknik terapi yang cukup
ketiga subjek adalah seperti berikut:
relevan dengan kasus yang hendak
PENUTUP
ditangani. Sakit hati yang berdampak
Berdasarkan hasil penelitian dan
pada bagian-bagian aspek mental subjek
pembahasan di atas, dapat disimpulkan
seperti kognisi, afeksi, konasi dan
19
motivasi, tampak cukup ideal didekati
up untuk melihat dampak terapi yang
dengan playback theatre yang juga
lebih jauh.
mengedepankan sisi ekspresi emosi,
penataan
pikiran
serta
Beberapa
visualisasi
disampaikan
saran
di
yang
akhir
dapat
laporan
ini
perilaku dan motif-motif baru subjek.
ditujukan
Selain itu, teknik terapi dengan bermain
psikoterapis dan psikolog, serta peneliti
peran menciptakan jarak emosi yang
selanjutnya.
cukup dengan subjek, sehingga tidak
merupakan suatu proses sikap dan
hanya dapat mengurangi sakit akibat
perilaku
luka, tetapi juga memberi ruang yang
menerus, maka disarankan agar subjek
luas bagi subjek untuk memahami
selalu
masalah dalam cara pandang yang baru.
berdasarkan belas kasih dan cinta, serta
Sementara
itu,
untuk
subjek
penelitian,
Mengingat
yang
pemaafan
diperjuangkan
menyadari
pilihan
terus-
bebasnya
kelemahan
selalu melatih diri berperilaku positif
penelitian ini terdapat pada pemilihan
yang mendukung konsistensinya untuk
rancangan penelitian ABA Design yang
memaafkan. Psikoterapis dan psikolog
mengabaikan
dapat menggunakan metode ini untuk
evaluasi
atas
perkembangan hasil terapi yang dialami
kegiatan
oleh subjek. Perihal pemaafan adalah
disarankan
sebuah proses panjang yang harus
dengan latar belakang masalah yang
dilalui dan diperjuangkan oleh subjek.
sama.
Hal ini berarti bahwa, subjek perlu
perselingkuhan
diberi kesempatan untuk membuktikan
pencobaan
komitmen dan dapat dilakukan follow
masalah pengecapan anak bergangguan
20
terapi
untuk
kelompok,
tetapi
menangani
kasus
Misalnya,
saja,
masalah
atau
pemerkosaan
masalah
saja,
atau
tertentu saja. Peneliti selanjutnya dapat
Meningkatkan Komunikasi dan
menggunakan teknik terapi untuk kasus-
Kehidupan
kasus yang sama dengan penelitian ini,
Revisi).
dengan
T.W., terj). Yogyakarta: Penerbit
tujuan
atau
sasaran
yang
berbeda. Misalnya: terapi pemaafan
Emosional.
(Jamilla dan
(Ed.
Utomo,
BACA.
untuk rekonsiliasi atau perdamaian.
Enright, R. D., Freedman, S. dan Rique,
Selain itu, mengingat pemaafan adalah
J., (1998). The Psychology of
sebuah proses pergumulan yang panjang
Interpersonal Forgiveness. Dalam
maka
R.D. Enright dan Morth, J. (Eds.).
peneliti
rancangan
dapat
penelitian
menggunakan
lain,
misalnya
Exploring Forgiveness. (h. 46-
follow up study dengan subjek yang
62),
sama
University of Wisconsin Press.
untuk
dapat
mengevaluasi
perkembangan atau dampak terapi yang
Madison
(USA):
The
Griswold, C.L. (2007). Forgiveness: A
dialami oleh subjek.
Philosophical Exploration. New
DAFTAR PUSTAKA
York:
Damasio, A., (2009), MEMAHAMI
Press.
KERJA OTAK Mengendalikan
Kellermann,
Cambridge
P.F.
(Ed.).
University
(2007).
Emosi dan Mencerdaskan Nalar.
Sociodrama
and
(Santoso, Y., terj). Yogyakarta:
Trauma.
London
and
Penerbit BACA.
Philadelphia:
Jessica
Kingsley
Ekman, P., (2010). MEMBACA EMOSI
Mengenal
Wajah
dan
Berbagai
Perasaan
Collective
Publishers.
Ekspresi
Klosterman, L. (2008). The Healing
untuk
Power
21
of
Improv
Playback
Theatre and Psychodrama. New
April 2008. New York: Centre for
York:
Playback Theatre.
The
Hudson
Valley
Psychodrama Institute.
Pinel, John P.J., (2009). Biopsychology.
McCullough, M. E. Pargament, K. I. dan
Thoresen,
C.
E.,
(Ed. Ke-7) (Soetjipto, P.H., dan
(2001).
Soetjipto,
S.M.,
terj.).
Forgiveness: Theory, Reseacrh,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
and Practice. New York: The
Ransley, C dan Spy, C., (2005).
Guilford Press.
Meninger,
W.A.,
Forgiveness
(1999).
and
the
Healing
Menjadi
Process: A Central Therapeutic
Pribadi Utuh. (Suharyo, I., terj).
Concern. New York: Brunner-
Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Routledge.
(Karya asli terbit 1996).
Rogers, T., De Day We See Wind in
Murray, R. J. (2002). Forgiveness as a
Grenada. Community Dialogue &
Therapeutic Option. Dalam The
HealingThroughPlayback
Family Journal: Counseling and
Theatre. Trinidad: University of
Therapy
the West Indies.
for
Couples
and
Families. (Vol. 10. No. 3). (hlm.
315-321).
California:
Worthington, Jr., E.L. (ed). (2005).
Sage
Handbook of Forgiveness. New
Publications.
York:
Stern, A. L., (2008). Palyback Theatre
Routledge
Taylor
&
Francis Group.
as Art Form – From the Point of
______. (ed). (1998). Dimensions of
View of Arts Education. Dalam
Forgiveness.
Centre for Playback Theatre. 30th
22
New
York:
Routledge
Taylor
&
FrancisGroup.
______. (1999). The Psychology of
Unforgiveness and Forgiveness
and
Implications
for
Clinical
Practice. Dalam Journal of Social
and Clinical Psychology. (Vol.
81). (hlm. 385-418) Virginia:
Virginia
Commonwealth
University.
23
Download