8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Content 2.1.1. Pengertian

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Content
2.1.1. Pengertian
Content adalah ide, topik, fakta, dan pernyataan yang terkandung dalam
suatu sumber informasi.(Anonymous(6),
(http://www.waikato.ac.nz/library/learning/wise/Glossary/c.shtml)
Content adalah apa yang harus disampaikan, bisa saja melalui: teks,
gambar, suara, video, kata-kata yang diucapkan, matematika, bahasa simbol,
kode Morse, musik, bahasa tubuh, dan sebagainya (Gahran, 2005).
Content merupakan elemen-elemen dari materi yang dipublikasikan,
meliputi teks, grafik, suara, dan klip video. (Anonymous(7), http://www.pitmagnus.com/gloss.html)
Content adalah isi nyata dari suatu dokumen; semua kata-kata, gambar,
dan links dimana seorang user dapat membaca dan berinteraksi dengannya;
apapun
yang
terkandung
dalam
suatu
dokumen.
(Anonymous(8)
,http://cwru.edu/help/introHTML/glossary.html)
Content adalah suatu istilah untuk menggambarkan informasi, khususnya
dalam suatu konteks digital, bisa dalam bentuk halaman web, seperti informasi
yang tersimpan dalam file, seperti: teks, gambar, suara, dan video.
(Anonymous(9), http://www.europe4drm.com/1_menue/glossary/glossary.htm)
Jadi, dapat disimpulkan bahwa Content merupakan suatu istilah yang
digunakan untuk menggambarkan materi ataupun
8
informasi yang ingin
9
disampaikan kepada publik (dipublikasikan), yang bisa dipresentasikan
melalui teks, gambar, suara, animasi dan sebagainya. Content mengarah pada
materi yang dilihat oleh viewer.
2.1.2. Kualifikasi
Danino
dalam
artikelnya
mengutip
pendapat
Kathy
Henning
(www.sitepoint.com/article/783/2) mengenai 7 kualitas yang harus dipenuhi
dalam isi web supaya berhasil, antara lain:
1. Clarity
Penulisan yang jelas sama seperti menemukan sebuah kebenaran yang ada.
Penulisan harus masuk akal seperti juga halnya pada website. Sebagai
contoh, pemakai dapat mengerti bahwa dengan mengklik tombol next, ia
dapat berlanjut ke halaman berikutnya.
2. Relevance
Jika pembaca tidak menemukan isi yang berkaitan, mereka akan
meninggalkan situs web tersebut. Untuk meningkatkan keterkaitan isi
penulisan dapat dilakukan dengan cara menyertakan link-link yang
berhubungan dengan penulisan kita pada website sebagai tambahan dan
pendukung.
3. Brevity
Penulisan yang terletak pada website tersebut hendaknya jelas, ringkas, tepat
dan tidak berlebih-lebihan, karena selain membingungkan juga dapat
merusak minat dari si pembaca tersebut.
10
4. Scannability and Readability
User lebih memilih untuk melihat secara sepintas daripada membaca secara
detil, mereka menginginkan teks yang pendek dan langsung ke tujuan. Para
peneliti mengatakan bahwa situs web yang ringkas, scannable, dan
mempunyai tujuan yang jelas dapat meningkatkan usability. Oleh karena itu,
penulisan yang agak panjang dapat dibagi menjadi beberapa bagian dengan
menggunakan nomor sehingga user dapat melihat sepintas dokumen kita dan
mengambil poin-poin pentingnya.
5. Consistency
Navigasi yang konsisten dapat membantu user mengetahui kemana mereka
dapat melangkah selanjutnya. Semua halaman yang terdapat pada sebuah
situs web sebaiknya menggunakan desain yang sama. Ketidak-konsistensian
menyebabkan user bingung apakah mereka masih berada pada website yang
sama apabila desain setiap halaman berbeda satu sama lain.
6. Free from Errors
Banyaknya kesalahan pada penulisan akan menyebabkan kita dipandang
sebagai amatiran. Kesalahan ini dapat diatasi dengan menggunakan spell
checker atau menanyakan yang lainnya untuk mengecek penulisan kita.
7. Good Integration with Site Design
Sebuah desain website dapat memberikan dampak yang besar isinya. Yang
terlihat bagus pada sebuah file teks mungkin dapat menjadi rusak apabila
digabungkan dengan desain.
11
2.2. Pengertian Content Management
Menurut
Resha
(2005),
Content
Management
diartikan
sebagai
penggabungan aturan, proses, dan alur kerja – seperti cara-cara sistem terpusat
oleh Webmaster dan sistem terdistribusi – dimana para pemilik atau penyumbang
Content dapat membuat, mengubah dan mempublish seluruh isi halaman sesuai
dengan alur sistem.
2.3. Pengertian CMS (Content Management System)
CMS adalah suatu alat yang dapat memusatkan kemampuan teknis dan
menyebarkan kemampuan non teknis kepada anggota tim untuk membuat,
mengubah, mengelola dan mempublish sejumlah Content website dengan aturan,
proses, dan alur kerja yang sudah baku sehingga Website dapat terlihat sesuai
keinginan (Resha, 2005).
CMS adalah sebuah sistem yang memberikan kemudahan kepada para
penggunanya dalam mengelola dan mengadakan perubahan isi sebuah website
dinamis tanpa sebelumnya dibekali pengetahuan tentang hal-hal yang bersifat
teknis. Dengan demikian, setiap orang, penulis maupun editor, setiap saat dapat
menggunakannya secara leluasa untuk membuat, menghapus atau bahkan
memperbaharui isi website tanpa campur tangan langsung dari pihak webmaster.
(Antonius, Kemas Yunus, 2003)
Jadi, CMS dapat diartikan sebagai suatu sistem maupun aplikasi yang
digunakan untuk mengelola isi (Content) dari suatu website yang memungkinkan
para author maupun Content manager, yang mungkin tidak memiliki kemampuan
12
teknis seperti HTML ataupun bahasa pemrograman lainnya, untuk meng-create,
memodifikasi, menghapus, dan mengelola informasi pada website mereka.
CMS memudahkan end user untuk menambahkan Content baru berupa
artikel–artikel. Artikel ini biasanya berupa plain text, mungkin juga dengan
markup language untuk mengindikasikan dimana sumber – sumber lainnya seperti
misalnya gambar – gambar harus di letakkan. Sistem ini kemudian menggunakan
aturan – aturan yang mengatur artikel yang dapat memisahkan tampilan dari
Content. Hal ini memberikan banyak keuntungan ketika user mencoba untuk
melihat banyak artikel. Akhirnya, sistem ini yang menambahkan artikel ke
kumpulan koleksi – koleksi lainnya untuk diterbitkan.
2.4. Keuntungan menggunakan CMS
Dengan mempergunakan CMS, suatu perusahaan dapat memperoleh
beberapa keuntungan, antara lain:
a. Menggunakan informasi berulang – ulang dengan menjaga integrasi data dari
sumber – sumber yang bermacam – macam
b. Memperbolehkan permintaan informasi yang efisien
c. Memudahkan maintain informasi
d. Menawarkan informasi yang konsisten
e. Tidak dibutuhkan keahlian khusus untuk memasukkan Content kedalam web
f. Mengfasilitasi informasi yang bagus
g. Dapat mengembalikan Content – Content yang lama atau telah di hapus.
13
2.5. Tipe-tipe CMS
CMS mempunyai beberapa tipe yang biasanya dipergunakan oleh orang –
orang dewasa ini, antara lain:
a. Web CMS (WCMS) membantu sebuah organisasi dalam mengotomatisasi
aspek – aspek yang beraneka ragam dalam membuat Content, mengatur
Content dan menampilkannya pada halaman web. Menampilkan Content pada
halaman web merupakan format dasar, tetapi WCMS dapat juga di tampilkan
melalui device wireless.
b. Transactional CMS (TCMS) membantu organisasi untuk mengatur transaksi
e-commerce.
c. Integrated DMS (IDMS) membantu organisasi untuk mengatur dokumen –
dokumen perusahaan dan Content yang dimiliki oleh perusahaan tersebut
d. Publication CMS (PCMS) membantu organisasi mengatur daur hidup dari
publikasi Content, seperti buku panduan, buku, dan lain – lain.
e. Learning CMS (LCMS) atau Managed Learning Environment (MLE)
membantu organisasi untuk mengatur daur hidup dari Content yang berkaitan
dengan pembelajaran berbasiskan web.
f. Enterprise CMS (ECMS) mempunyai bentuk yang bermacam – macam
tergantung dari fungsionalitasnya. Beberapa mendukung web dan daur hidup
publikasi Content, sementara yang lainnya mendukung daur hidup Content
berbasis web. Selain itu, ada pula yang mendukung Content dari transaksi atau
Content dari Customer Relationship Management Content.
14
2.6. Fitur-fitur Content Management System (CMS)
Pada CMS, terdapat beberapa fitur dasar, jadi sistem dapat bekerja dengan
efisien dan menghemat biaya. Database CMS atau tempat penyimpanan pusat
untuk Content perusahaan harus dapat diakses oleh individu teknikal maupun nonteknikal.
Interface CMS haruslah mudah untuk digunakan, dan arsitekturnya harus
dapat sesuai dengan frameworknya yang didefinisikan dengan organisasi IT.
Sistem ini seharusnya mempunyai navigasi yang baik sehingga halaman dapat
ditambahkan dan dihubungkan dengan lebih mudah. Pembuatan, desain dan
penyebaran Content web seharusnya otomatis tergantung pada kebutuhan
organisasi tersebut. CMS seharusnya dapat menurunkan waktu untuk programmer
yang biasanya di habiskan untuk membangun bentuk umum untuk manajemen
Content. Programmer dapat menghabiskan waktu pada front – end websitenya.
Desain User Interface dari CMS harus dapat diubah menggunakan
template yang ada. Template yang berbeda untuk tingkat user yang berbeda harus
disediakan. Tool dari manajemen CMS seharusnya diperlukan untuk digunakan
mengatur grup, user dan peraturan dari titik pusat. Biasanya terdapat suatu fasilitas
untuk memasukkan grup dan user pada domain seperti Windows atau Unix.
CMS harus didukung dengan database terbaru dan teknologi internet yang
dapat digunakan pada berbagai operating System dan pada berbagai platform
komputer. Selain itu, CMS harus dapat memberikan keamanan yang lebih baik
untuk Content. Sistem ini harus dapat mengatur siapa yang dapat menerbitkan
informasi ke website dan siapa yang diperbolehkan untuk melihat Content tersebut.
Hal tersebut haruslah dapat dilakukan dengan mudah dan cepat
15
Dengan CMS, waktu dan biaya maintenance website dapat dikurangi dan
dapat
di
automatisasikan.
CMS
harus
dapat
menyediakan tool
untuk
menambahkan dan mengatur Content untuk administrator termasuk pemilik
Content, editor Content, pemilik halaman dan administrator situs. Sistem ini harus
pula dapat diintegrasikan dengan aplikasi lain dan sebagai tambahan beberapa fitur
pendukung lainnya
2.7. User dari Content Management System
CMS mempunyai 4 tingkatan user yang berbeda, antara lain:
(Anonymous(5), http://erptoday.com/CMS/Content-Management-Tutorial.aspx)
a. Public user
User ini adalah pengguna biasa dari situs dan mereka mempunyai
semua fasilitas untuk mengakses dan menavigasikan Content pada website.
Tipe user ini, persyaratannya adalah Content tersebut harus terorganisir pada
situs sebagaimana seharusnya dan cara pengaksesannya yang user friendly
serta akan lebih bagus jika dapat dipersonalisasikan kepada setiap individu
yang mengakses Content.
Pada beberapa organisasi, terdapat jumlah informasi yang banyak pada
situs dan akan sangat sulit untuk meringkas dan mengambil intinya kemudian
memperlihatkannya pada bentuk dan kondisi yang tepat.
Masalah berikutnya adalah bagaimana public user menemukan
potongan informasi yang dibutuhkannya? Beribu – ribu halaman Content akan
menjadi tidak berharga jika tidak terstruktur. Ketika search engine
menyediakan solusi partial, user membutuhkan konsistensi dan cross linking
16
yang luas. Search engine yang ditambahkan pada CMS, dapat memudahkan
pengguna web untuk mencari dokumen web menggunakan keywords. Dengan
menggunakan CMS, user dapat mengontrol search engine untuk meng-index
semua dokumen yang kita terbitkan jadi user dapat mencari mereka melalui
web browsers.
b. Members
Member adalah user yang dapat memilih workflow mereka sendiri
pada bagian Content. Member dapat mengusulkan event dari form yang
diletakkan pada bagian public dari website. Otorisasi staff members juga dapat
menyetujui, memodifikasi atau menolak event - event yang berbeda serta
dapat membuat laporan untuk event.
c. Editors/Authors
CMS biasanya menyediakan penulis fasilitas yang bagus, efisien dan
mudah digunakan untuk lingkungan penulisan. Penulis tidak membutuhkan
pengetahuan mengenai HTML, atau informasi teknikal lainnya. CMS
menyediakan semua tools yang dibutuhkan untuk mengatur ribuan halaman
Content, menerbitkannya pada platforms dan format yang berbeda. Dengan
pendekatan penulisan secara desentralisasi, jumlah staf yang banyak dapat
mempergunakan CMS. Dukungan penulis pada CMS sangat penting jadi usaha
ekstra untuk mengatur toolsnya tidak dibutuhkan.
Penulis Content dapat dengan cepat membuat materi menggunakan
aplikasi desktop standar, seperti gambar, video atau tipe media lainnya. Setelah
materi dikembangkan, penyedia Content dapat memasukkan Contentnya ke
web menggunakan template desain yang telah disediakan. Penulis Content non
17
– teknikal dapat tetap membuat Content up-to-date dan dapat secara langsung
memasukkan Content pada situs perusahaannya.
d. Administrators
Administator mengatur seluruh Content dan form – form pada situs
web. Keistimewaan yang dimilikinya antara lain dapat mengatur Content,
Workflow, lifecycles, kategori dan tipe Content. Administrators mengatur
seluruh Web Content Management System ini. User ini dapat pula membuat
situs, menambahkan user baru dan mendefinisikan grup – grup usernya.
Administrator CMS juga mempunyai tanggung jawab masalah keamanan dari
situs. User ini memaintan struktur dan integritas dari situs, menggunakan
aplikasi yang berbeda untuk memenuhi persyaratan dan kebutuhan dari situs.
Administrator juga bertanggung jawab untuk situs administrator dan
manajemen,
seperti
menambahkan
account
user,
menangani
setting
konfigurasi situs, menambahkan atau mengambil kembali ijin user pada situs
dan menjadwalkan pelatihan untuk kontribusi situs. User ini pula yang menjadi
contact person untuk user CMS lainnya.
2.8. Pengertian Web Content Management System
Web Content Management System biasa disebut WCMS adalah kombinasi
antara database yang sangat besar, file System dan module software lainnya yang
berkaitan yang digunakan untuk meletakkan dan kemudian mendapatkan kembali
data – data dalam jumlah besar tersebut. Sistem ini berbeda dari database dimana
sistem ini dapat memberikan index untuk teks, audio clips, video clips, atau
gambar pada databasenya.
18
User dari WCMS dapat menemukan Content yang relevan dari database
dengan mencari kata kunci, penulis, tanggal dibuatnya Content tersebut, dan lain
sebagainya. Sistem ini dapat digunakan untuk menciptakan sebuah gerbang
informasi yang dapat menyediakan kekuatan dari manajemen data. Kemudian
database memelihara fasilitas, modul software yang juga memudahkan setiap
orang untuk mengkontribusikan informasi melalui website dengan Graphical User
Interface (GUI). Mereka biasanya berdasarkan pada template yang telah diberikan
yang bertindak sebagai platform untuk setiap halaman pada situs.
Pada level perusahaan, Content Management System menyimpan dan
mengatur dokumen elektronik dari organisasi dan Content web, jadi semua
karyawan perusahaan dapat menggunakan kembali informasi yang ada melalui
aplikasi yang berbeda. Web published Content dapat juga didistribusikan kepada
customer dan partner bisnis diluar organisasi. Aplikasi inti CMS adalah untuk
mengatur Content selama daur hidupnya, yakni dari pembuatan informasi tersebut
sampai pada penerbitannya. Content dari CMS dapat juga di bagikan melalui ecommerce dan sistem customer relationship Management.
WCMS memudahkan user untuk membuat tampilan yang konsisten dan
dapat merasakan turut memiliki situs kita, memberikan penulis kemampuan untuk
mempublikasi dan mengubah Contentnya sendiri dengan menggunakan tools yang
sederhana, powerful, dan menggunakan tools browser. Beberapa sistem CMS
diintegrasikan dengan aplikasi pengiriman Content melalui website.
Orang – orang yang terlibat dalam WCMS, antara lain:
•
Content Editors (memutuskan Content yang mana yang dapat diterbitkan dan
dimana)
19
•
Content Publishers (Menerbitkan Content pada web)
•
Content Authors (Membuat Content untuk web)
WCMS memungkinkan penulis non-technical dan editor lebih mudah dan
lebih cepat menerbitkan Content mereka yang telah diselesaikan oleh programmer
technical. WCMS ini membuat definisi proses penerbitan dan peraturan spesifik
mengenai penerbitan untuk individu yang bervariasi. Dengan menggunakan
fasilitas ini, perusahaan dapat menghemat waktu untuk pelatihan. Hal tersebut juga
mengurangi panggilan yang terus menerus tiap harinya kepada departemen IT
untuk meminta perubahan pada website. WCMS ini menurunkan waktu untuk
penerbitan, memungkinkan kita untuk mengambil Content yang diterbitkan dengan
lebih cepat. Hal ini merupakan hal yang penting untuk organisasi modern dewasa
ini.
2.9. Arsitektur, Metode, Proses dan Tools
Untuk menyediakan rasionalitas dalam semua tahap pengembangan
sistem,
sangat diperlukan adanya filsafat yang dikembangkan dengan baik,
membimbing pekerjaan dari semua yang terlibat dalam berbagai kegiatan proyek
pengembangan sistem (Jacobson, 1998)
20
Gambar 2.1 Arsitektur, Metode, Proses dan Tools dalam Pengembangan
Sistem
(Sumber: Jacobson, Ivar, Christerson, Magnus, Honsson, Patrick, dan Overgaard,
Gunnar. (1992). Object Oriented Software Engineering: A Use Case Driven
Approach.Addison-Wesley. Massachusetts)
Ada 4 hal yang penting dalan pengembangan suatu System, yaitu
arsitektur, proses, metode dan tools (alat bantu).
Arsitektur berarti dasar konsep dan teknik, yang dipilih dari banyak
macam dasar potensial,
yang menentukan struktur karakteristik dari semua
bangunan yang didesain dengan menggunakan pendekatan tersebut.
Struktur internal yang bagus membuat sistem mudah dimengerti, diubah,
diuji, dan dipelihara. Selain itu sifat dari arsitektur sistem menentukan bagaimana
sistem harus diperlakukan selama masa hidupnya. Sistem berorientasi objek
dibentuk dari sejumlah objek yang dibatasi dengan baik dan saling berkomunikasi.
21
Sistem seperti itu mudah dikembangkan dan dimengerti. Pemeliharaan dan
perubahan dalam sistem menjadi mudah.
Metode adalah prosedur yang direncanakan yang mana tujuan tertentu
dicapai langkah demi langkah. Langkah – langkah yang berbeda dari suatu metode
dapat dibagi dalam elemen yang lebih detail, yang menggambarkan bagaimana
pekerjaan dilakukan dengan mengasumsikan arsitektur dasar tertentu.
Proses adalah penyesuaian alami ukuran metode sehingga metode itu
dapat diterapkan ke proyek. Untuk melihat perbedaan metode dan proses dapat
digunakan analogi dari Dave Bulman (Jacobson, 1995). Memproduksi bahan kimia
yang baru di laboratorium berbeda jauh dengan memproduksi bahan kimia yang
sama pada skala industri di pabrik. Di laboratorium tujuannya adalah menemukan
metode yang sesuai untuk menghasilkan bahan kimia tersebut. Untuk membuat
metode ini sesuai bagi penggunaan industri skala besar, sebuah proses harus
dikembangkan. Biasanya pengembangan suatu proses berarti mengubah metode
yang sedang digunakan.
Hal ini juga digunakan untuk menyesuaikan skala metode pengembangan
sistem bagi proyek besar. Solusi terletak pada perubahan metode yang digunakan
sehingga metode tersebut dapat disesuaikan ukurannya dan dijalankan dengan
paralelisme yang besar sebagai proses.
Jika metode dikembangkan untuk penggunaan skala besar dari awalnya,
kesulitan yang timbul tidak akan menjadi terlalu besar ketika pekerjaan telah
diperbesar skalanya. Oleh karena itu, merupakan suatu keuntungan untuk
mengadopsi sejak awal suatu teknik pengembangan sistem yang ditujukan untuk
pengembangan sistem besar (Jacobson, 1998).
22
Sedangkan Tools mendukung semua aspek dari perusahaan, dan kegiatan
arsitektur, metode dan proses.
2.10. Rational Unified Process (RUP)
Menurut Booch, Rumbaugh dan Jacobson, RUP merupakan sebuah proses
pengembangan sistem yang menyediakan serangkaian prosedur dalam menetapkan
tugas dan tanggung-jawab dalam tim pengembang. RUP juga merupakan suatu
kerangka kerja proses yang dapat disesuaikan dan dikembangkan di setiap
organisasi untuk memenuhi kebutuhan organisasi tersebut.
Beberapa karakteristik RUP, antara lain:
•
RUP mendukung teknik pengembangan sistem yang berbasis objek. Setiap
model yang ada dalam RUP menggunakan konsep objek dan UML sebagai
notasinya.
•
Proses-proses yang ada dalam RUP dapat dikonfigurasi sesuai dengan
kebutuhan organisasi dan sistem yang akan dibuat
•
Semua kegiatan pengembangan di dalam RUP berlandaskan use-case (usecase driven process) karena RUP sangat menekankan pengembangan
sistem berdasarkan pemahaman tentang bagaimana cara menggunakannya.
Use-case digunakan mulai dari requirements sampai testing dan juga
digunakan untuk menggambarkan alur pengembangan sistem yang dapat
dilacak kembali nantinya.
RUP merekomendasikan enam langkah dalam pengembangan software yang
meliputi langkah-langkah berikut:
23
1. Develop Iteratively
Merupakan proses pengembangan software menggunakan waterfall secara
iteratif berdasarkan tingkat tingginya resiko. Pengembangan ini mempunyai
karakteristik sebagai berikut:
•
Menyelesaikan bagian yang memiliki resiko tinggi terlebih dahulu sebelum
melanjutkan pengembangan ke bagian yang memiliki resiko lebih kecil
•
User dapat memberikan masukan pada iterasi awal
•
Testing dan integrasi dilakukan berkelanjutan
•
Implementasi dapat dilakukan secara parsial
Gambar 2.2 Metode Waterfall terhadap Metode dan Resiko
(Sumber : Krutchten, Philippe. (1999). “The Rational Unified Process: An Introduction”,
Addison – Wesley, Massachusetts. Hal. 6)
24
2. Manage Requirement
Requirement adalah sebuah kondisi atau kemampuan sistem yang harus
dikonfirmasikan. Requirement Management adalah pendekatan sistematis
untuk mengumpulkan, mengorganisasikan dan mendokumentasikan kebutuhan
sistem serta membuat, memelihara perjanjian antara user dengan tim
pengembang dalam hal perubahan kebutuhan sistem. Requirement bersifat
dinamis selama pengembangan software. Oleh karena itu dibutuhkan
pengelolaan requirement, yaitu dengan mengumpulkan, mengorganisasikan
dan mendokumentasikan kebutuhan fungsi dan batasannya, mengevaluasi
perubahan dan menentukan dampaknya.
3. Use Computer Architecture
Memutuskan bagaimana arsitektur sistem yang akan dibuat. Arsitektur yang
baik sesuai dengan kebutuhan, mudah dikelola, dikembangkan, dan digunakan
kembali.
4. Model Visually
Model visually digunakan untuk mendapatkan struktur dan behaviour dari
arsitektur
dan
komponen,
menunjukkan
kerjasama
setiap
elemen,
menyembunyikan kompleksitas, menjaga konsistensi antara desain dan
implementasi, serta mengembangkan komunikasi yang tidak ambigu.
5. Verify Quality
Pengembangan yang bersifat iteratif memungkinkan dilakukannya pengetesan
lebih awal dan berkelanjutan. Setiap adanya penambahan requirement, maka
akan menambah pengetesan.
25
6. Control Changes
Pengontrolan harus dilakukan terhadap bagaimana dan kapan perubahan
terjadi. Pengontrolan akan mendukung semua langkah di atas. Hal ini berguna
untuk mengontrol perubahan agar iterasi dapat berjalan, mencegah perluasan
lingkup proyek, menjaga reability komponen, mengontrol kestabilan model
dan meyakinkan bahwa tidak ada perubahan lagi pada waktu melakukan
pengetesan.
Life Cycle dari RUP dapat dilihat pada gambar 2.4. dibawah ini:
GAMBAR 2.3 Life Cycle Rational Unified Process
(Sumber : Krutchten, Philippe. (1999). “The Rational Unified Process: An
Introduction”, Addison – Wesley, Massachusetts. Hal. 46)
26
2.10.1. Fase
Sumbu horizontal menunjukkan dimensi waktu yang menunjukkan
bagaimana kemajuan proyek setiap waktu yang digambarkan dalam fase,
milestones, dan iterasi. Fase adalah jarak waktu antara dua milestones utama,
dimana ditetapkan sekumpulan tujuan, penyelesaian artifak dan keputusan untuk
pindah ke fase berikutnya. Milestones adalah suatu kondisi yang menandakan
bahwa sebuah iterasi berakhir dan dapat dihasilkan sebuah release. Release
adalah versi produk yang stabil dan dapat dijalankan termasuk artifaknya.
Release tidak harus berupa produk yang sempurna, akan tetapi berguna untuk
mengukur kemajuan proyek. Ada dua macam release, internal dan eksternal.
Internal release digunakan di dalam organisasi oleh para pengembangnya dan
dapat juga digunakan sebagai demo kepada pelanggan atau pemakai. External
release diberikan kepada end user.
Dalam setiap fase dapat terdiri dari beberapa iterasi. Iterasi adalah
serangkaian siklus pengembangan yang lengkap dari semua discipline yang
menghasilkan sebuah release. Dalam RUP terdapat empat fase, yaitu: inception,
elaboration, construction, dan transition, dimana setiap akhir fase memiliki
milestone sebagai penanda fasenya telah berakhir.
A. Inception
Fase inception adalah fase permulaan dari rangkaian proses
pengembangan. Hal yang dilakukan pada fase ini adalah mendiskusikan
masalah yang akan dipecahkan antar tim dan pemakai dengan memahami
apa yang akan dibuat dan mendefinisikan batasan sistem. Jika yang ingin
dilakukan adalah meningkatkan kemampuan sistem yang telah ada
27
sebelumnya, maka dalam fase ini lebih singkat. Akan tetapi tetap menjamin
peningkatannya akan bermanfaat dan mungkin untuk dilakukan.
Tujuan utama dari fase ini adalah:
•
Menentukan jangkauan dan batasan sistem termasuk visi operasional,
penerimaan kriteria, dan apa yang ingin dimasukkan dan tidak
dimasukkan dalam sistem
•
Membeda-bedakan use-case yang kritis dari sistem yang dibuat,
membuat skenario use-case yang akan menjadi pedoman dalam
pembuatan desain secara umum.
•
Menunjukkan dan mendemonstrasikan sebuah arsitektur dari beberapa
skenario yang telah dibuat
•
Memperkirakan biaya dan waktu pembuatan seluruh sistem
•
Memperkirakan resiko yang mungkin terjadi sehingga dapat diketahui
layak tidaknya proyek untuk dilanjutkan.
•
Menyediakan lingkungan yang mendukung pembuatan sistem.
Artifak yang dihasilkan pada fase ini adalah vision document,
business case, risk list, sofware Development plan, iteration plan,
Development case, tools, glossary, use-case model.
B. Elaboration
Setelah kita mendapatkan pemahaman mengenai sistem, saatnya
merinci lebih jauh lagi untuk mendapatkan pemahaman yang lebih lanjut
dengan menggambarkan use-case yang lebih detil. Sasaran dari fase ini
28
adalah membuat baseline dari arsitektur sistem untuk menyediakan landasan
bagi proses perancangan dan implementasi pada fase construction.
Tujuan dari fase elaboration adalah:
•
Memusatkan bahwa architecture requirements dan plan cukup stabil dan
resiko dapat ditangani dengan baik sehingga biaya dan jadwal yang
diperlukan cukup untuk menyelesaikan proyek.
•
Mendaftarkan semua resiko yang mempengaruhi arsitektur sistem
•
Menetapkan lingkungan yang mendukung dalam pengembangan sistem
Artifak yang dihasilkan pada fase ini adalah prototype, risk list,
Development case, tools, software architecture document, design model,
data model, implementation, vision (refined), iteration plan, use-case model,
supplementary specification.
C. Construction
Fase selanjutnya adalah Construction, yaitu dimana sistem yang
telah dianalisis dan dirancang siap untuk dibangun dan diwujudkan. Sasaran
dari fase Construction adalah mengumpulkan requirement yang masih
tersisa dan menuntaskan pembangunan dari sistem berdasarkan arsitektur
yang telah dirancang.
Tujuan dari fase construction adalah:
•
Meminimalisasi biaya pembangunan sistem dengan mengoptimalisasi
sumber daya dan menghindari kegiatan yang dikerjakan berulang-ulang
•
Menghasilkan versi release yang dapat digunakan (alpha, beta, dll)
secepat mungkin
29
•
Menentukan kegiatan analisis, perancangan, Development, dan testing
dari semua fungsionalitas sistem yang ada
•
Dapat menentukan apakah software, lingkungan, dan user telah siap
untuk diterapkan sistem yang baru
Artifak yang dihasilkan pada fase ini adalah sistem itu sendiri,
deployment plan, implementation model, design model, Development case,
tools, data model.
D. Transition
Fase yang terakhir ini adalah Transition. Sasaran dari fase ini adalah
memastikan bahwa sistem siap dipakai oleh pemakai. Fase transition dapat
terbagi dari beberapa iterasi, termasuk di dalamnya melakukan testing
sebelum produk diluncurkan dan melakukan beberapa penyesuaian kecil
menurut tanggapan dari pemakai.
Tujuan dari fase transition ini adalah:
•
Melakukan testing terhadap sistem yang telah dibuat dan dibandingkan
dengan harapan user
•
Mengkonversi database yang akan dipakai
•
Melatih user
Artifak yang dihasilkan pada fase ini adalah release notes,
installlation artifact, training material.
Pengertian dari setiap artifak yang dihasilkan pada fase inception,
elaboration, construction dan transition sebagai berikut:
30
•
Business Case
Menyediakan informasi yang penting dari segi bisnis sehingga dapat
ditentukan apakah proyek ini dari segi bisnis menguntungkan atau tidak.
•
Data Model
Merupakan sub bagian dari implementasi model yang menjelaskan
representasi logis dan fisik dari data yang dipakai dalam sistem,
termasuk di dalamnya database, stored procedure, triggers, constraints,
dan lainnya.
•
Deployment Plan
Mendefinisikan bagaimana cara penyampaian sistem yang dibuat kepada
user. Di dalamnya juga berisi jadwal dan urutan penyampaiannya serta
menentukan pelatihan berdasarkan kategori pemakai.
•
Design Model
Mendefinisikan use-case realization dan merupakan abstraksi dari
implementation model. Design model digunakan sebagai masukan dalam
kegiatan yang dilakukan dalam implementasi dan testing.
•
Development Case
Menjelaskan proses pengembangan sesuai dengan RUP yang telah
dipilih untuk diikuti.
•
End-user Support Material
Berisi materi yang dapat membantu user dalam mempelajari,
menggunakan, dan memelihara sistem yang dihasilkan.
31
•
Glossary
Berisi istilah-istilah penting yang digunakan dalam proyek pada fase
yang sedang dijalankan
•
Implementation Model
Berisi kumpulan dari sub sistem yang akan diimplementasikan beserta
komponen di dalamnya. Model ini digambarkan dengan Component
Diagram.
•
Installation Artifact
Berisi pedoman untuk penginstalasian dan informasi tambahan yang
harus diperhatikan dalam proses instalasi.
•
Iteration Plan
Serangkaian aktivitas beserta sumber dayanya dan hubungan setiap
aktivitas yang diperlukan untuk iterasi.
•
Prototype
Sebuah release yang tidak diperhitungkan jika terjadi perubahan karena
hanya sebagai contoh dari sebagian sistem dan belum mempunyai
fungsionalitas yang sebenarnya.
•
Release Notes
Berisi keterangan singkat seperti hak cipta, perubahan yang dilakukan
dan fitur baru yang ditambahkan semenjak release yang terakhir serta
bugs yang ditemukan.
32
•
Risk List
Berisi daftar resiko yang mungkin dan yang akan terjadi diurutkan dari
tingkat
resiko
tertinggi
sampai
terendah
beserta
tindakan
penanggulangannya.
•
Software Architecture Document
Berisi arsitektur sistem yang dipandang dari view yang berbeda seperti
use-case view, logical view, process view, implementation view,
deployment view, dan data view. Setiap view memandang arsitektur
sistem dari aspek yang berbeda dan digambarkan dengan diagramdiagram UML.
•
Sofware Development Plan
Berisi kumpulan dari artifak dan semua informasi yang diperlukan untuk
mengatur proyek. Estimasi yang ada dalam Software Development Plan
seperti sumber daya, waktu, staf, dan biaya secara keseluruhan harus
sesuai dengan yang ada dalam business case. Estimasi yang dibuat dalam
software Development plan dapat berlaku untuk seluruh proyek atau
dibuat per iterasi dan fase, tergantung dari kebutuhan.
•
Supplementary Specification
Mendefinisi requirement sistem yang tidak terdefinisikan dalam use-case
model, seperti peraturan hukum dan standarisasi sistem, kualitas yang
harus sistem seperti usability, reliability, performance, supportability
beserta requirement lainnya seperti sistem operasi, desain constraints.
33
•
Tools
Pemilihan dan penginstalasian tools yang diperlukan untuk mendukung
pengembangan proyek pada fase yang sedang dijalankan.
•
Use-case Model
Use-case model memodelkan fungsi yang ada dalam sistem beserta
lingkungannya. Model ini digunakan sebagai dasar melakukan kegiatan
dalam analisis, desain dan test yang diidentifikasikan pada fase ini hanya
actor dan use-case pada kegiatan yang kritis-kritis aja.
•
Use Case Spesification
Berisikan penjelasan mengenai fungsionalitas sistem yang digambarkan
melalui Use Case. Pada artifak ini dijelaskan mengenai aliran proses
utama dan juga aliran proses alternatif serta kebutuhan dan kondisi
khusus yang menyertai tiap Use Case.
•
Vision Document
Berisi requirement utama, keistimewaan dan batasan sistem. Vision
menjadi kunci dalam mengembangkan produk sesuai dengan kegiatan
stakeholder.
2.10.2. Discipline
Discipline adalah sekumpulan aktivitas yang saling berhubungan dalam
suatu area yang ingin difokuskan dari keseluruhan proyek. Discipline dalam
RUP dibagi atas Business Modelling, Requirements, Analysis and Design,
34
Implementation, Test, Deployment, Configuration and Change Management,
Project Management, Environment.
Masing-masing discipline terdiri lagi ats serangkaian aktivitas yang
membentuk sebuah workflow. Masing-masing workflow dari setiap discipline
terdiri dari beberapa workflow detail yang di dalamnnya terdiri dari sekumpulan
aktivitas. Aktivitas-aktivitas di dalamnya dapat dilakukan secara bersamaan atau
berulang-ulang. Adanya pengelompokan seperti ini adalah untuk menyediakan
pemahaman yang lebih baik terhadap proses yang harus dikerjakan. Tidak semua
workflow detail dan aktivitas di dalamnya perlu dikerjakan, tergantung dari
kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai dan juga disesuaikan dengan jenis dan
skala dari sistem yang akan dibuat.
A. Business Modelling
Tujuannya adalah untuk memahami atas struktur yang statis dan
dinamis dari organisasi yang akan dibangun sistemnya, memahami masalah
yang terjadi sehingga dapat memberikan solusinya serta memastikan bahwa
pemakai dan tim pengembang mempunyai pemahaman yang sama atas
masalah dan sistem yang akan dibuat.
B. Requirements
Requirement adalah suatu kondisi atau kemampuan yang harus
dimiliki oleh sebuah sistem. Robert Grady mendefinisikan requirement
dengan rumus FURPS+, yang merupakan kepanjangan dari Functionality,
Usability, Reliability, Performance, Supportability, sementara tanda ”+”
berarti adanya faktor lain yang harus dipertimbangkan yaitu design
constraints, implementation requirements, Interface requirements, physical
35
requirements. Cara lain yang banyak digunakan untuk
mendefinisikan
requirement adalah mengkategorikannya ke dalam functional requirements
dan non-functional requirements.
Functional requirement menspesifikasikan kemampuan yang harus
dimiliki oleh sistem dalam mengerjakan tugas-tugas yang diharapkan. Nonfunctional requirements menspesifikasi atribut tambahan dari sistem dan
lingkungannya.
Di dalam RUP, banyak cara untuk mengumpulkan requirement
mulai
dari
membuat
use-case
model,
supplementary
specification,
requirement Management plan, stakeholder request hingga user-Interface
prototype.
C. Analysis and Design
Tujuan dari analisis dan desain adalah mentransformasi requirement
ke dalam rancangan sistem yang nyata serta merancang arsitektur sistem.
D. Implementation
Kegiatan implementation paling banyak dilakukan pada fase
Construction, yaitu dimana kita membuat code dari sistem yang telah kita
analisis dan desain. Tujuan dari implementation adalah menerapkan class
dan object ke dalam komponen nyata seperti source files, binaries,
executables, melakukan tes setiap komponen sebagai satu unit, serta
mengintegrasikan hasil kerja yang dilakukan oleh beberapa anggota tim
pengembangan ke dalam satu kesatuan.
36
E. Test
Tujuan dari testing antara lain menemukan dan memperbaiki cacat
pada sistem, memusatkan fungsionalitas sistem apakah sesuai rancangan dan
memusatkan apakah semua requirement telah terealisasikan.
F. Deployment
Merupakan serangkaian aktivitas yang dilakukan untuk memastikan
bahwa sistem software yang dihasilkan tersedia untuk pemakainya. Untuk itu
diperlukan sebuah Deployment Plan yang berisi rencana bagaimana
menyampaikan sistem software yang dihasilkan kepada usernya.
G. Project Management
Project Management merupakan upaya untuk menyeimbangkan
sasaran yang harus dicapai , membuat prioritas, mengelola resiko, dan
menanggulangi batasan dan hambatan dalam proses pengembangan sehingga
dapat menghasilkan sistem yang sesuai dengan kebutuhan pemakai.
H. Environment
Menyediakan infrastruktur yang diperlukan untuk membangun
sistem mulai dari awal sampai akhir proses pengembangannya, seperti tools,
konfigurasi proses, fasilitas, lingkungan, dan sebagainya.
2.11. World Wide World (WWW) dan Internet
Web adalah suatu sistem server yang besar yang menyediakan semua jenis
informasi kepada siapapun dalam jaringan internet. Informasi yang disediakan
dapat berupa teks, gambar, suara, dan tipe-tipe data lainnya.
37
WWW adalah sebuah aplikasi perangkat lunak untuk mempermudah dan
memungkinkan untuk semua orang untuk menerbitkan dan mengakses dokumen
hypertext pada internet.
Web merupakan sistem yang menyebabkan pertukaran data di internet
menjadi mudah dan efisien. Web terdiri dari dua komponen dasar:
•
Server web:
Sebuah komputer dan perangkat lunak yang menyimpan dan mendistribusikan
data ke komputer lainnya (yang meminta informasi) melalui internet.
•
Browser web:
Perangkat lunak yang dijalankan pada komputer pemakai (client) yang
meminta informasi dari server web dan menampilkannya sesuai dengan file
data itu sendiri.
2.12. HTML (Hypertext Markup Language)
HTML adalah bahasa markup yang deskriptif yang dijabarkan dengan cara
yang sederhana menggunakan tag (Pohan, 2001). Tag adalah suatu kode yang
diawali tanda kurung buka dan ditutup dengan kurung tutup. HTML digunakan
untuk menciptakan halaman dan dokumen yang disajikan pada Web.
Struktur HTML terdiri dari head dan body yang diapit oleh tag HTML.
Dalam struktur head terdapat tag title untuk menggambarkan judul suatu halaman
web, serta elemen penting seperti tag meta yang sangat diperlukan untuk search
engine. Sedangkan dalam struktur body dapat disisipkan image, table, serta media
lainnya seperti flash, quicktime movie, dan sebagainya.
38
2.13. ASP (Active Server Page)
Halaman-halaman statis pada website membuat kita melihat hal yang sama
setiap waktu yang akan menimbulkan kebosanan bagi pemakai sehingga mereka
enggan untuk kembali mengunjungi. Halaman web yang dinamis akan selalu
berubah setiap dilihat, sebagai contoh adalah perubahan cuaca, menampilkan
barang-barang yang dijual pada hari ini, atau menunjukkan harga saham pada saat
itu juga.
Setiap saat pemakai mengunjungi kembali, website akan menampilkan
informasi terbaru. ASP merupakan alat membangun halaman web yang dinamis
Pada ASP, kita dapat mengkombinasikan elemen-elemen standar HTML
seperti tabel, teks, dan jadwal dengan elemen-elemen bahasa pemrograman seperti
field-field database, informasi tanggal/waktu, dan pengaturan individual yang akan
selalu berubah setiap halaman web tersebut diakses.
ASP adalah server side scripting, artinya kode-kode program diproses di
server dan memungkinkan Developer untuk mengerjakan proses dalam server.
Script yang dipakai adalah VBScript meskipun ASP juga dapat membaca Script
lainnya seperti Microsoft Jscript atau PerlScript.
2.14. IMK
2.14.1. Pengertian IMK (Interaksi Manusia dan Komputer)
IMK adalah ilmu yang berhubungan dengan perancangan, evaluasi, dan
implementasi sistem komputer interaktif untuk digunakan oleh manusia, serta
studi fenomena-fenomena besar yang berhubungan dengannya (Scheiderman,
39
1998, p8). IMK dan komputer merupakan salah satu syarat yang harus dilihat
dalam merancang sistem komputer.
2.14.2. User Interface
Hampir semua program mempunyai sebuah user Interface yang
merupakan bagian dari aplikasi yang memungkinkan user untuk berinteraksi
dengan program. Sebuah user Interface biasanya mengandung bermacammacam tipe, tombol, menu, dan objek-objek lainnya. Dengan menggunakan
objek-objek yang menyusun user Interface, user menyediakan perintah-perintah
dan informasi pada program. Program ini kemudian mengakses user Interface
untuk menampilkan informasi kepada user. User Interface adalah bagian dari
aplikasi yang dilihat oleh user. Interface harus didesain secara tepat dan intuitif.
2.14.3. Delapan Aturan Emas Perancangan User Interface
Menurut Schneiderman (1998, p74), aturan-aturan dasar perancangan
user Interface yang interaktif, antara lain sebagai berikut:
1. Rancangan yang dibuat harus selalu konsisten
Konsistensi ada berbagai macam, seperti konsisten dalam urutan aksi harus
diperhatikan dalam suatu situasi yang memiliki kemiripan. Menu, pesan,
help haruslah menggunakan istilah atau terminologi yang sama.
2. Memungkinkan pemakai menggunakan shortcuts
Seiring dengan meningkatnya penggunaan dari suatu sistem, user
menginginkan suatu interaksi yang minimal namun dengan hasil yang sama
dengan interaksi yang lebih banyak. Waktu responsi yang rendah dan tingkat
display yang tinggi merupakan daya tarik tersendiri bagi para user.
40
3. Memberikan umpan balik yang informatif
Untuk setiap sistem diharapkan adanya suatu umpan balik bagi user. Respon
yang diberikan tergantung dari aksi yang dilakukan oleh user.
4. Merancang dialog untuk menghasilkan keadaan akhir yang baik
Urutan suatu aksi haruslah diorganisir menurut kelompok tertentu yang
terdiri dari permulaan, tengah, dan akhir. Umpan balik yang informatif
kepada pengguna pada taraf akhir dari suatu kelompok aksi akan
memberikan kepuasan kepada user bahwa aksi yang mereka lakukan telah
berhasil dengan baik, sehingga akan memberikan kesan kepada user bahwa
ia aman untuk melakukan aksi selanjutnya.
5. Memberikan penanganan kesalahan yang sederhana
Perancangan suatu sistem haruslah dibuat sedemikian rupa sehingga user
tidak akan menimbulkan kesalahan yang signifikan. Jika user akhirnya
melakukan suatu kesalahan, maka sistem hendaknya memberikan peringatan
yang sederhana dan konstruktif serta spesifik.
6. Memungkinkan pembalikan aksi (undo) dengan mudah
Setiap aksi haruslah dirancang sedemikian rupa sehingga dapat melakukan
pembalikan untuk kembali ke keadaan semula sebelum aksi tersebut
dijalankan. Dengan adanya fasilitas ini, user akan memiliki keberanian untuk
mengeksploitasi sistem yang dibuat, karena untuk semua kesalahan yang
timbul, user memiliki pilihan untuk melakukan pembalikan terhadap aksi
yang telah dilakukan.
41
7. Mendukung pengaturan fokus secara internal
User yang berpengalaman biasanya memiliki keyakinan bahwa mereka
bertanggung-jawab terhadap sistem dan sistem akan memberikan respon
terhadap aksi yang mereka lakukan. Respon yang aneh, urutan yang aneh
dalam entry data dan kesulitan dalam memperoleh informasi serta
ketidakmampuan untuk mendapatkan hasil sesuai aksi tertentu akan
menimbulkan kekacauan dan keraguan bagi user.
8. Mengurangi beban ingatan jangka pendek
Keterbatasan
manusia
dalam
mengelola
memori
jangka
pendek
menyebabkan dibutuhkannya suatu tampilan yang sesederhana mungkin,
pengaturan dalam multipage, pergerakan window yang sesedikit mungkin,
waktu latihan yang cukup dan optimal serta pengaturan dalam urutan aksi.
Hal ini juga harus didukung dengan ketersediaan dari adanya akses secara
langsung, kode, singkatan, dan informasi yang dibutuhkan oleh user.
2.15. Siklus Hidup Sistem (System Development Life Cycle)
Siklus hidup sistem - System Development Life Cycle (SDLC)
(Anonymous(1), http://www.webopedia.com/TERM/S/SDLC.html) adalah proses
pengembangan sistem informasi mulai dari investigasi, analisis, desain,
implementasi dan pemeliharaan (maintenance). SDLC merupakan pendekatan
sistem untuk memecahkan masalah dan terdiri dari beberapa tahapan, yakni
meliputi:
1. Konsep software – mengidentifikasi dan mendefinisi kebutuhan untuk suatu
sistem yang baru
42
2. Analisa kebutuhan – menganalisa kebutuhan informasi para end user
3. Perancangan arsitektur – membuat perancangan dengan spesifikasi yang
dibutuhkan untuk hardware, software, orang-orang, dan sumber data
4. Coding dan debugging – menciptakan dan memrogram sistem akhir
5. Pengetesan sistem – mengevaluasi fungsionalitas actual sistem apakah sesuai
dengan yang diharapkan
SDLC merupakan model konseptual yang digunakan dalam manajemen
proyek yang menggambarkan tahapan yang berkaitan dalam suatu proyek
pengembangan sistem. Secara umum, metodologi SDLC meliputi tahapan sebagai
berikut:
(Anonymous(10),
http://searchvb.techtarget.com/sDefinition/0,,sid8_gci755068,00.html)
1. Mengevaluasi sistem yang ada. Mengidentifikasi perbedaan-perbedaan. Ini
dapat dilakukan dengan mewawancara pengguna sistem dan konsultasi dengan
personil pendukung.
2. Mendefinisi kebutuhan sistem yang baru. Secara khusus, kekurangankekurangan pada sistem yang ada harus dapat ditempatkan dengan usulanusulan spesifik untuk perbaikan
3. Mendesain sistem yang diusulkan. Rencana yang disusun mengarah pada
konstruksi fisik, hardware, sistem operasi, komunikasi, dan masalah sekuritas
4. Mengembangkan sistem yang baru. Komponen dan program baru harus dapat
dihasilkan dan diinstal. Pengguna sistem harus dapat dilatih dalam
penggunaannya, dan semua aspek dari pelaksanaan harus dapat diuji.
43
5. Menempatkan sistem untuk penggunaan. Sistem baru dapat ditempatkan secara
bertahap, menurut aplikasi atau lokasi, dan sistem lama dapat digantikan
secara bertahap
6. Ketika sistem baru telah dibangun dan dijalankan untuk sementara, perlu untuk
dievaluasi secara mendalam. Pemeliharaan harus dapat dipertahankan dengan
tepat sepanjang waktu
Menurut Anonymous(11),
http://www.usdoj.gov/jmd/irm/lifecycle/ch1.htm#para1.2, SDLC mencakup
sepuluh fase mulai dari produk kerja IT mana didefinisi, diciptakan atau
dimodifikasi. Fase-fase tersebut antara lain mencakup:
1. Fase Inisiasi
Fase ini dimulai ketika suatu kebutuhan bisnis maupun peluang diidentifikasi.
Seorang manajer proyek harus ditunjuk untuk mengelola proyek.
2. Fase Pengembangan Konsep Sistem
Fase ini mengidentifikasi ruang lingkup atau batasan dari konsep sistem dan
membutuhkan persetujuan dan dana dari Senior Official sebelum melanjutkan
ke fase perencanaan.
3. Fase Perencanaan
Fase ini mendefinisi sumber daya proyek, aktivitas, jadwal, tools, dan
peninjauan, yakni memastikan bahwa produk maupun jasa dapat menyediakan
kemampuan yang diperlukan tepat waktu dan sesuai anggaran.
44
4. Fase Analisa Kebutuhan
Fase ini menganalisa dan mengembangkan kebutuhan user, meliputi:
mendefinisi kebutuhan fungsional user dan menggambarkan kebutuhan akan
data, performa sistem, keamanan, dan kebutuhan untuk pemeliharaan sistem.
Semua kebutuhan didefinisi sampai pada tingkat rincian yang cukup bagi
desain sistem untuk dijalankan.
5. Fase Perancangan
Pada fase ini, karakteristik fisik dari sistem dispesifikasi dan detil desain
dipersiapkan dengan lengkap. Lingkungan pengoperasian dibangun, sub sistem
utama dan input beserta output didefinisi, dan proses-proses dialokasikan pada
sumber daya.
6. Fase Pengembangan
Pada fase ini, detil spesifikasi yang dihasilkan selama fase desain diubah ke
dalam suatu sistem informasi yang lengkap, meliputi perolehan dan
penginstallan sistem, pembuatan dan testing database, mempersiapkan
prosedur test case, coding, compiling, dstnya.
7. Fase Integrasi dan Tes
Fase ini, variasi komponen sistem diintegrasi dan diuji secara sistematis. User
menguji sistem untuk memastikan bahwa kebutuhan fungsional, seperti yang
didefinisi dalam dokumen kebutuhan fungsional, terpenuhi oleh sistem yang
dikembangkan atau dimodifikasi.
45
8. Fase Implementasi
Fase ini meliputi persiapan implementasi, implementasi sistem ke dalam
lingkup produksi, dan resolusi masalah yang diidentifikasi dalam fase integrasi
dan pengujian.
9. Fase Operasi dan Pemeliharaan
Fase ini menggambarkan tugas-tugas untuk mengoperasi dan memelihara
sistem informasi dalam lingkup produksi. Pada fase ini, sistem dimonitor
untuk performa yang berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan user, dan
meliputi modifikasi sistem yang diperlukan.
10. Fase Disposisi
Fase ini menggambarkan aktivitas akhir dari sistem: memastikan penghentian
sistem secara teratur dan mempertahankan informasi vital tentang sistem,
sehingga informasi tersebut dapat diaktifkan kembali di masa mendatang.
SDLC
menurut
Anonymous(2),
http://srmwww.gov.bc.ca/imb/3star/sdlc/stds4.html meliputi fase-fase sebagai
berikut, antara lain:
1. Fase Perencanaan
•
Dibutuhkan untuk menentukan apakah proyek sebaiknya dijalankan atau
tidak.
•
Menghasilkan dokumen overview proyek tingkat tinggi dimana berkaitan
dengan kebutuhan proyek dan ruang lingkupnya.
•
Memasukkan kebutuhan untuk replikasi data untuk warehouse.
46
2. Fase Definisi
•
Mendefinisi apa, kapan, siapa, dan bagaimana suatu proyek akan
dijalankan
•
Fase ini memperluasi outline proyek pada tingkat tinggi dan memberikan
definisi proyek yang spesifik dan terinci.
3. Fase Analisis
•
Dibutuhkan untuk memahami dan mendokumentasi kebutuhan user untuk
sistem
•
Mendokumentasi ruang lingkup secara detil, tujuan bisnis, dan kebutuhan
sistem
•
Menegaskan apa yang dilakukan sistem
•
Mencakup analisa akan data apa yang dibutuhkan untuk direplikasi pada
data warehouse.
4. Fase Perancangan
•
Menggambarkan bagaimana suatu sistem dibangun
•
Desain yang spesifik akan kebutuhan teknis sistem akan dibutuhkan untuk
pengoperasian, beserta tools yang digunakan untuk membangun sistem
tersebut.
•
Berpengaruh terhadap fase pembangunan dan implementasi dari SDLC.
•
Menggambarkan pergerakan data antara database operasional dan data
warehouse.
47
5. Fase Pembangunan
•
Berhubungan dengan pengembangan, unit testing dan integration testing
dari modul-modul sistem, layar dan laporan serta replikasi data ke data
warehouse jika dibutuhkan.
•
Dijalankan secara paralel dengan prosedur pengembangan user dan
dokumentasi user dari fase implementasi.
6. Fase Implementasi
•
Mempersiapkan dan menjalankan implementasi dari sistem yang
dikembangkan melalui penerimaan user atas pengujian terhadap produksi
keseluruhan dan populasi warehouse.
Jadi, kesimpulan yang diperoleh dari seluruh teori diatas bahwa SDLC
terdiri dari fase-fase sebagai berikut, antara lain:
1. Fase Perencanaan
Fase ini mendefinisi kebutuhan untuk solusi dan pertimbangan apakah suatu
proyek layak untuk diteruskan atau tidak, serta mendefinisi ruang lingkup
suatu proyek.
2. Fase Analisa Kebutuhan
Fase ini mengidentifikasi dan mendefinisi kebutuhan fungsional user untuk
sistem.
3. Fase Analisa
Fase ini mendokumentasi ruang lingkup dan kebutuhan sistem secara detil.
48
4. Fase Perancangan
Pada fase ini, detil-detil kebutuhan ke dalam suatu dokumen perancangan
sistem secara mendetil, dimana berfokus pada bagaimana menghantarkan
fungsionalitas yang dibutuhkan.
5. Fase Pengembangan
Fase ini melakukan perubahan atas perancangan ke dalam suatu sistem
informasi yang komplit, meliputi ruang lingkup perolehan dan penginstalan
sistem, persiapan file pengujian, coding, compiling, penyaringan program,
review kesiapan pelaksanaan tes.
6. Fase Pengujian
Fase ini menentukan apakah sistem yang dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan yang dispesifikasi dalam dokumen kebutuhan fungsional, unit
testing dan integration testing dari modul-modul sistem.
7. Fase Implementasi
Pada fase ini, sistem diinstal dan dijalankan dalam lingkup produksi setelah
diuji dan diterima oleh user.
8. Fase Pemeliharaan
Fase ini meliputi berbagai kegiatan dalam pengoperasian dan pemeliharaan
sistem dalam ruang lingkup produksi.
Download