TEKNOLOGI PEMIJAHAN TERIPANG PASIR

advertisement
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Oseana, Volume XXIX, Nomor 4, Tahun 2004 : 17 - 23
ISSN 0216-1877
TEKNOLOGI PEMIJAHAN TERIPANG PASIR (Holothuria scabra) DENGAN
CARA "MANIPULASI LINGKUNGAN"
Oleh
Eddy Yusron 1)
ABSTRACT
SPAWNING TECHNOLOGY OF SEA CUCUMBER (Holothuria scabra) BY ENVIRONMENTAL MANIPULATION. Naturaly, sea cucumber is very difficult to find. It
is likely that this marine animal would face on experience of failure. To anticipate
this problem, an aquaculture tecnique with a "hatchery " system should be initiated.
Research of Holothuria scabra species is conducted to understand its seeding technique in the hatchery system. A problem of sex dimorphism seems to be unsolved
completely. This constrain in determination definitely of adult male and female of
sea cucumber for spawning process. Meanwhile, this constrain is solved with putting the male and female adults together into spawning container.
At the laboratory, the easy way stimulating sea cucumber to release its sex cells is to
increase water temperature 5 —7°C within 5—7 hours with the sunshine. If its rainy
for a long period, a lamp of 2 x 500 watt is applied.
Menurut BAKUS (1973), kehidupan
teripang di alam mulai dari larva sampai teripang
dewasa melalui fase planktonis dan bentik. Pada
fase larva yakni pada stadium auricularia
hingga doliolaria hidup sebagai planktonis,
kemudian pada stadium pentaktula hidup
sebagai bentik sampai menjadi teripang
dewasa. Teripang dewasa merupakan hewan
penghuni dasar perairan yang pergerakannya
sangat lambat di atas algae, di sela-sela karang,
di tempat berpasir, pasir berlumpur, agak
terbenam atau bersembunyi sama sekali
(SIBUET, 1985). Sehubungan dengan sifat
kurang gerak ini, maka biasanya teripang berada
di tempat-tempat yang airnya tenang.
PENDAHULUAN
Untuk meningkatkan pendayagunaan
sumberdaya hayati laut maka penggalian
sumber baru sangatperlu dilakukan, selain apa
yang sudah dikenal dalamusaha perikanan saat
ini. Usaha tersebut akan meningkatkan
penyediaan pangan (protein), juga untuk
membantu meningkatkan pendapatan nelayan
dan pada gilirannya diharapkan menambah
pendapatan negara. Usaha "perikanan"
teripang atau disebut "beche-de-mer", terutama
berkembang di negara-negara Indo-Pasifik
termasuk Indonesia (ANONIMUS, 1997);
(BRUCE, 1983); (SACHITHANANTHAN,
1986).
17
Oseana, Volume XXIX no. 4, 2004
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Perikanan teripang yang berlangsung
selama ini bersumber pada stok alami, yang
bersifat "perburuan". Usaha pencarian dan
pengumpulan teripang tersebut umumnya
dilakukan di berbagai lokasi pulau-pulau di
Kawasan Timur Indonesia. Cara pengumpulan
sering dilakukan dengan intensif untuk
memperoleh sebanyak-banyaknya pada waktu
itu. Cara demikian jelas tidak memikirkan
kelestariannya. Upaya pembenihan teripang
telah dirintis di beberapa negara seperti Jepang,
Taiwan, India dan Cina. Upaya seperti ini
merupakan hal baru di Kawasan Timur Indonesia. Sebelumnya berbagai masalah harus
diselesaikan untuk terwujudnya "hatchery"
teripang dan diformulasikannya tehnik
pembenihan teripang. Pemikiran usaha
pemijahan teripang pasir (Holothuria scabra)
untuk menjamin kelestarian produksi telah
dilakukan di laboratorium Budidaya Laut,
Balitbang Sumberdaya Laut-LIPI Ambon
(ANONIMUS,1997).
dipelihara
bawah
dermaga
LIPI
teripang pasir di perairan Kaledonia Baru
mencapai kematangan gonad dimulai dari berat
184 gram dengan panjang tubuh 160 mm.
Induk-induk yang akan dipijahkan
dipilih yang sehat, yaitu yang tidak memiliki
luka pada permukaan kulitnya. Pemijahan
dilakukan dengan metode "manipulasi
lingkungan" dengan cara menjemur di bawah
sinar matahari pada waktu siang hari untuk
menghangatkan tubuhnya. Pada sore harinya
teripang di pindahkan kedalam tempat
aquarium kaca (kapasitas 300 liter air) yang
berisi air laut yang telah tersaring dengan alat
saringan 30 mikron dan telah disinari dengan
ultra violet. Air laut ini disiapkan dua hari
sebelum dilakukan pemijahan dan suhunya
relatif lebih rendah dari air tempat penjemuran
tersebut. Kalau panas matahari tidak sempurna
(mendung) pemijahan diteruskan dengan "kejut
panas", yaitu dengan bantuan lampu yang
mempunyai kapasitas 1000 watt di atas
akuarium untuk efisiensi waktu kerja. Selama
dilakukan pemijahan, aerasi tidak diberikan
sampai jam 12 malam. Jika terjadi pemijahan,
dilakukan penyaringan dengan saringan
berukuran 30 mikron untuk pemeriksaan di
bawah mikroskop (ANONIMUS, 1997).
CARA MEMILIH INDUK TERIPANG
Secara morfologi teripang tidak dapat
dibedakan jenis kelaminnya. Dengan adanya
proses regenerasi organ dalam (usus dan gonad akan terbentuk kembali setelah
dikeluarkan), maka cara yang digunakan untuk
menentukan jenis kelamin dengan melakukan
stripping (pengurutan) atau pembedahan.
Pada penelitian yang dilakukan Balai
Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya
Laut Ambon, induk dikumpulkan dari perairan
Teluk Ambon bagian dalam sebanyak 20 ekor.
Untuk menambah jumlah induk dilakukan
pengambilan induk dari Teluk Kotania,
Kecamatan Piru sebanyak 125 ekor, perairan
Morella 40 ekor dan dari Tual (Maluku
Tenggara) 15 ekor. Induk-induk ini mempunyai
berat tubuh antara 200 - 300 gram yang
KEMATANGAN GONAD
Kualitas induk merupakan salah satu
faktor yang sangat menentukan keberhasilan
penyediaan benih melalui teknik pemijahan
buatan. Teripang pasir yang ditangkap oleh
nelayan di alam belum menjamin dapat
dipijahkan untuk menghasilkan telur, hal ini
disebabkan tingkat kematangan gonad teripang
di alamberbeda-beda (tidak seragam). Struktur
anatomi tubuh dalam teripang yang
memperlihatkan posisi gonad (Gambar 1).
18
Oseana, Volume XXIX no. 4, 2004
di
(ANONIMUS, 1997). Menurut CONAND (1981)
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Untuk mendapatkan induk sudah matang gonad dan siap untuk memijah perlu penanganan
yang baik dalam pemeliharaan terutama
mengenai kondisi lingkungan dan mutu pakan.
Disamping itu keberhasilan pemijahan
tergantung pada tingkat kematangan (maturity) induk-induk yang "di treatment", juga
didasarkan pada ukuran (size) teripang.
Sementara induk yang didapatkan mempunyai
berat antara 200 - 300 gram, dikarenakan sulit
untuk mendapatkan induk yang mempunyai
berat 300 gram ke atas. Untuk bisa memastikan
antara induk jantan dan betina, pemijahan
dilakukan dengan menempatkan beberapa
individu pada satu akuarium (300 liter air).
CARAMEMIJAHKAN INDUK TERIPANG
Teripang berkembang biak dengan
sistem perkawinan eksternal. Induk yang akan
memijah memperlihatkan tingkah laku
menggeliat atau memanjangkan tubuhnya
secara vertikal, kemudian induk jantan akan
mengeluarkan sperma secara bertahap yang
akan merangsang induk betina untuk
mengeluarkan telur dengan selang waktu + 30
menit dan selanjutnya terjadi pembuahan
(CONAND, 1981). Berdasakan pengalaman
penulis menunjukkan bahwa induk betina
dengan berat tubuh antara 200 - 300 gram dapat
menghasilkan telur antara 500.000 -1 juta butir
untuk sekali pemijahan.
19
Oseana, Volume XXIX no. 4, 2004
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Pemijahan pada umumnya terjadi pada
waktu sore/malam hari sesudah jam 17.00. Pada
saat memijah akan terlihat perbedaan induk
jantan dan betina dari bentuk substansi pijah.
Pada induk jantan terlihat adanya "tonjolan
meruncing" pada "gonophore" yang diikuti
dengan keluarnya substansi keputihan
(sperma) yang keluar berkesinambungan
seperti "benang" dalam periode tertentu.
Kemudian substansi tersebut "mencair" larut
dalam air. Induk betina biasanya akan memijah
pada selang beberapa waktu. Substansi pijah
induk betina dikeluarkan secara simultan dalam
waktu yang relatif singkat berupa "semprotan"
cairan keputihan yang menggumpal seperti
awan (cloud) (CONAND, 1981).
Setelah terjadi pemijahan, induk-induk
dikeluarkan dari tempat pemijahan. Kemudian air
diaduk secara pelan-pelan untuk membantu
meratakan sperma dalam air, sehingga fertilisasi
terjadi dengan baik. Selanjutnya dilakukan
"pencucian" terhadap "fertilized eggs" dengan
mengganti air yang telah disaring oleh net 30
mikron dan disinari dengan ultra violet. Setelah
itu dilakukan penghitungan jumlah telur yang
dihasilkan. Setelah itu diamati perkembangan
telur dalam proses embryogenesisnya, dengan
bantuan mikroskop dengan pembesaran kuat.
Telur-telur yang sudah dibuahi (fertilized)
kemudian dipelihara di bak akuarium
(kapasitas 60 liter air).
Pada uji pemijahan dilakukan sejak
tanggal 22 Mei 1997 sampai tanggal 3 Oktober
1997 di laboratorium budidaya Balitbang
Sumberdaya Laut, Ambon. Induk jantan
memijah selama percobaan sebanyak 9 kali,
namun tidak diikuti oleh pemijahan induk
betina. Hasil pengamatan pemijahan teripang
pasir disajikan pada Tabel 1 di bawah ini. Dari
tabel tersebut dapat dilihat bahwa usaha
pemijahan dilakukan sebanyak 37 kali, tetapi
hanya 16 pemijahan yang terjadi dan dua
diantaranya terjadi pembuahan yaitu pada
tanggal 11 Juni 1997 sebanyak 3 jantan dan 1
ekor betina dan 2 September 1997 sebanyak 5
ekor jantan dan 1 ekor betina pada waktu bulan
gelap.
KONDISI LINGKUNGAN WAKTU
PEMIJAHAN
Kondisi lingkungan pada waktu
perangsangan dan pemijahan dapat dilihat
pada Tabel 2. Pemijahan yang berhasil terdapat
pada kondisi lingkungan dengan nilai pH 7,
salinitas 32 °/oo dan temperatur rangsangan
awal 25,5 °C, rangsangan akhir 33 °C dan
temperatur pada bak pemijahan 24,5 °C (pada
tanggal 11 Juni 1997) dan pemijahan kedua
kondisi lingkungan dengan nilai pH 7, salinitas
32 °/oo dan temperatur rangsangan awal 26,5
°C, rangsangan akhir 31 °C dan temperatur pada bak
pemijahan 25,5 °C (pada tanggal 2 September
1997).
Pemijahan yang terjadi pada induk
jantan sebanyak 9 kali, mungkin disebabkan
karena semua induk betina pada saat itu belum ada
yang memiliki telur matang. Selain itu siklus
reproduksi induk jantan lebih pendek dari induk
betina sehingga untuk menghasilkan sperma
lebih sering terjadi.
20
Oseana, Volume XXIX no. 4, 2004
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
21
Oseana, Volume XXIX no. 4, 2004
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
22
Oseana, Volume XXIX no. 4, 2004
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
JAMES, D.B., 1989. Beche-De-Mer - Its resources, fishery and industry. In: ICAR,
Marine Fisheries Information Service,
No. 92, Special Issue on Beche-De-Mer.
Central Marine Fisheries Research Institute, Cochin, India: 30 pp.
DAFTAR PUSTAKA
ANONIMUS, 1997. Laporan tahunan
Penelitian proyek kelautan, Balai
Sumberdaya Laut, Puslitbang
Oseanologi-LIPI. 180hal.
SIBUET, M. 1985. Quantitative distribution
of echinoderms (Holothuroidea,
Asteroidea, Ophiuroidea, Echinoidea) in
relation to organic matter in the sediment, in deeps.
BRUCE, C. 1983. Sea cucumbers - extra ordinary but edible all the same. Infofish.
Marketing Digest. No 2 (86): 19 - 2.
BAKUS, GJ. 1973. The biology and ecology of
tropical Holothurian/w: Q.A. Jones and
R. Endean ed. Geologi and Biology of
coral reefs. Vol 1:325-367.
SACHITHANANTHAN, K. 1986. Artisanal
handling and processing of sea cucumber (sand fish). Infofish. Marketing
Digest. No 2 (86); 35-36.
CONAND, C. (1981). Sexual cycle of three commercially important holothurian species
(Echinodermata) from the lagoon of New
Caladonia. Bull Mar. Set 31 (3): 523 543.
23
Oseana, Volume XXIX no. 4, 2004
Download