Pengembangan Serat Sabut Kelapa Untuk Pembuatan Papan

advertisement
PENGEMBANGAN SERAT SABUT KELAPA UNTUK PEMBUATAN
PAPAN DENGAN BERBAGAI JENIS MATRIK :
SEMEN, GIPSUM DAN TANAH LIAT.
Yusril Irwan
Jurusan Teknik Mesin
Institut Teknologi Nasional
ABSTRAK
Kepedulian terhadap lingkungan dapat diwujudkan dengan penggunaan material yang berasal dari serat alam
sebagai bentuk konservasi energi dan perlindungan lingkungan. Salah satu teknologinya adalah dengan
pembuatan papan semen berserat. Serat yang di gunakan diarahkan kepada penggunaan serat alam (natural
fiber) yang berasal dari limbah pertanian. Berbeda dengan serat sintetik yang ketersediaannya sangat
terbatas dan tidak dapat diperbaharui (non renewable), sedangkan serat alam memiliki ketersediaan yang
sangat banyak dan melimpah yang sebagian besar dapat didaur ulang. Dengan alasan di atas maka perlu
dikembangkan memanfaatkan limbah sabut kelapa yang akan diambil sebagai seratnya. Pemanfaatan serat
sabut kelapa tersebut di antaranya dapat digunakan dalam pembuatan papan berserat dengan matrik yang
pada dasarnya bersifat getas dan mudah pecah. Di harapkan dengan keberadaan serat tersebut sifat getas
dari bahan dasar(matrik) tersebut dapat di atasi.
Serat sabut kelapa di campur dengan perbandingan tertentu terhadap tiga jenis matrik yaitu semen, gipsum
dan tanah liat. Kemudian papan di bentuk dengan metoda pengepresan dan pengeringan.
Dari hasil pengujian lengkung, keberadaan serat sabut kelapa dapat meningkatkan ketangguhan dari papan.
dan pengujian juga di lakukan dengan membandingkan massa jenis, persentase penyerapan air dan
perubahan ketebalan akibat perendaman. Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat menjadi teknologi
terbarukan dalam dunia per papanan yang memanfaatkan limbah.
Key Words
: serat sabut kelapa, matrik (semen, gipsum, tanah liat), papan
ABSTRACT
Concern for the environment can be realized with the use of materials derived from natural
fibers as a form of energy conservation and environmental protection. One technology is to
manufacture fiber cement board. Fiber that is in use is directed to the use of natural fiber
derived from agricultural waste. Unlike synthetic fibers which is very limited availability and
can not be updated (non-renewable resources), while the availability of natural fibers have a
very large and abundant that most can be recycled. With that reason, should be developed to
take advantage of coconut coir waste will be taken as a fiber. Utilization of coconut coir fiber
in them can be used in the manufacture of fiber board with a matrix which is essentially
brittle and easily broken. Expected with the existence of such fibers brittle nature of the basic
material(matrix) can be overcome. Fibers mixed with a certain ratio of the three types of
cement matrices, gipsum and clay. Then the board formed by the method of pressing and
drying.
From the results of bending test, the presence of fibers can improve the toughness of the
board. Testing was also done by comparing the mass density, the percentage of water
absorption, and thickness changes due to immersion. Expected results from this study could
be a renewable technology in the world's boards which utilizes waste.
Key Words: coconut fibers, the matrix (cement, gipsum, clay), board
PENDAHULUAN
Akhir-akhir ini material komposit menjadi material yang penting karena memiliki sifat-sifat
yang khusus. Dalam pengertiannya material komposit memiliki dua atau lebih material yang di
gabung secara makroskopis. Pada bahan komposit, material pembentuknya masih terlihat seperti
aslinya, dimana hal seperti itu tidak ditemukan dalam paduan logam. Pada umumnya material
komposit terdiri dari dua ikatan yang dikenal dengan serat (fiber) dan bahan pengikat serat di sebut
dengan matrik. Serat dan matrik sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat akhir dari produk komposit,
seperti kekakuan, kekuatan dan sifat-sifat lainnya[1].
Bahan komposit mempunyai sifat yang berbeda dengan sebagian besar material konvensional
(misal baja, alumunium dll) yang telah dikenal selama ini. Bahan komposit tidak homogen dan nonisotropik, berarti sifat-sifatnya tidak sama di semua tempat dan segala arah. Pada material komposit,
seratlah yang menahan sebagian besar gaya-gaya yang bekerja. Sedangkan matrik adalah sebagai
mengikat serat [1].
Pada penelitian pembuatan papan ini digunakan semen, gipsum dan tanah liat sebagai bahan
matriksnya.
Penggunaan serat (fiber) pada material komposit ada beberapa jenis, diantaranya serat natural dan
serta pabrik (modern). Serat pabrik yang ada dipasaran harganya cukup mahal, dalam penelitian ini
digunakan serat alam. Penggunaan serat alam ini didasarkan kepada beberapa hal berikut:
a. Meningkatnya kepedulian terhadap lingkungan,
b. Melindungi sumber daya alam,
c. Mengurangi emisi karbondioksida (CO2),
d. Daur ulang material.
Serat yang di gunakan adalah serat sabut kelapa, di pilih karena ketersediaannya yang tinggi.
Sabut kelapa yang diolah dengan apik bisa menghasilkan serat sabut kelapa, atau dalam istilah
dikenal sebagai coco fiber, coir fiber, coir yarn, coir mats, dan rugs[2]. Sebaliknya, kemampuan
petani ditanah air ini masih terbelenggu oleh teknologi konvensional dengan gaya yang sangat
tradisional. Serat sabut kelapa baru bisa dimanfaatkan untuk bahan pembuatan sapu, keset, tali dan
alat-alat rumah tangga yang lain. Di era moderenisasi yang diikuti oleh perkembangan teknologi,
semakin membuktikan untuk mengolah sesuatu yang sebelumnya dianggap kurang bermanfaat,
menjadi barang yang amat bernilai. Apalagi, masyarakat didunia semakin menyadari betapa
pentingnya kembali bahan-bahan yang bersifat alami (back to nature). Sifat kimia dan fisika serat
yang dimiliki sabut kelapa, membuat bahan baku alamiah ini mulai dimanfaatkan sebagai bahan baku
yang memiliki nilai tinggi. Serat sabut kelapa diproses untuk dijadikan coir fiber sheet yang
digunakan untuk lapisan kursi mobil, spring bed dan lain-lain . Bahkan, saat ini serat sabut kelapa
juga sudah dimanfaatkan untuk mengendalian erosi [2]. Di Indonesia sendiri, walaupun merupakan
negara penghasil kelapa terbesar dunia, namun pangsa serat sabut kelapa masih sangat kecil. Padahal,
kebutuhan dunia terhadap serat kelapa cenderung meningkat, begitu juga jumlah dan keragaman
industri yang berkembang di Indonesia memiliki potensi untuk menggunakan serat sabut kelapa
sebagai bahan baku atau bahan bantu. Jelaslah bahwa kondisi ini merupakan potensi yang besar bagi
pengembangan industri pengelolaan serat sabut kelapa. Artinya, bisa dijadikan sebagai hasil samping
yang mempunyai nilai ekonomi tinggi.
Semen (cement) adalah paduan bahan baku : batu kapur/gamping sebagai bahan utama dan
lempung / tanah liat atau bahan pengganti lainnya dengan hasil akhir berupa padatan berbentuk
bubuk/bulk, dan mengeras atau membatu apabila di campur dengan air dan di biarkan membeku.
Batu kapur/gamping adalah bahan alam yang mengandung senyawa Calcium Oksida (CaO),
sedangkan lempung/tanah liat adalah bahan alam yang mengandung senyawa: Silika Oksida (SiO2),
Alumunium Oksida (Al2O3), Besi Oksida (Fe2O3 ) dan Magnesium Oksida (MgO). Untuk
menghasilkan semen, bahan baku tersebut dibakar sampai meleleh, sebagian untuk membentuk
clinkernya, yang kemudian dihancurkan dan ditambah dengan gips (gypsum) dalam jumlah yang
sesuai. Hasil akhir dari proses produksi dikemas dalam kantong/zak dengan berat rata-rata 40 kg atau
50 kg.
Jenis-jenis semen antara lain :
- semen abu atau semen portland adalah bubuk/bulk berwarna abu kebiru-biruan, dibentuk
dari bahan utama batu kapur/gamping berkadar kalsium tinggi yang diolah dalam tanur yang
bersuhu dan bertekanan tinggi.
Semen ini biasa digunakan sebagai perekat untuk memplester.
- semen putih (white cement) adalah semen yang lebih murni dari semen abu dan digunakan
untuk pekerjaan penyelesaian (finishing), seperti filler atau pengisi. Semen jenis ini dibuat dari
bahan utama kalsit (calcite) limestone murni.
oil well cement atau semen sumur minyak adalah semen khusus yang digunakan dalam
proses pengeboran minyak bumi atau gas alam, baik di darat maupun di lepas pantai.
mixed & fly ash cement adalah campuran semen abu dengan Pozzolan buatan (fly ash).
Pozzolan buatan (fly ash) merupakan hasil sampingan dari pembakaran batubara yang
mengandung amorphous silika, aluminium oksida, besi oksida dan oksida lainnya dalam berbagai
variasi jumlah. Semen ini digunakan sebagai campuran untuk membuat beton, sehingga menjadi
lebih keras.Semakin baik mutu semen maka semakin lama mengeras atau membatunya jika
dicampur dengan air, yang di tinjau dari angka hidrolitas. Angka hidrolitas ini berkisar antara
<1/1,5 (lemah) hingga >1/2 (keras sekali). Namun demikian dalam industri semen angka
hidrolitas ini harus dijaga secara teliti untuk mendapatkan mutu yang baik dan tetap, yaitu antara
1/1,9 dan 1/2,15 [3].
Gypsum memiliki daya tahan terhadap tekanan tertentu serta lebih ringan karena dari
material kapur. Bersifat ringan, tahan panas dan tidak mudah terbakar serta memiliki mampu bentuk
yang tinggi [3].
Tanah liat atau Lempung (Clay) sebagian besar terdiri dari partikel mikroskopis dan
submikroskopis (tidak dapat dilihat dengan jelas bila hanya dengan mikroskopis biasa) yang
berbentuk lempengan-lempengan pipih dan merupakan partikel-partikel dari mika, mineral-mineral
lempung (clay minerals), dan mineral-mineral yang halus lain. lempung didefinisikan sebagai
golongan partikel yang berukuran kurang dari 0,002 mm (= 2 mikron). Tanah lempung mempunyai
partikel-partikel mineral tertentu yang “menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah bila dicampur
dengan air”. Air sangat berpengaruh pada tanah berbutir halus, khususnya tanah lempung. Hal ini
disebabkan karena tanah lempung terdiri dari zat padat, cair dan gas. Pengaruh air ini disebabkan
karena adanya perbedaan luas partikel tanah, makin halus butiran tanah maka makin besar luas
tanahnya sehingga air yang akan diikat dalam tanah tersebut makin besar dan pengaruh air pada
permukaan tanah semakin sensitif [3].
Air menentukan sifat plastisitas lempung, fenomena utamanya adalah bahwa massa lempung
yang telah mengering dari suatu kadar air awal mempunyai kekuatan yang cukup besar. Apabila
bongkahan ini dipecah menjadi partikel-partikel kecil, bahan tersebut akan menjadi plastis dengan
kekuatan yang lebih kecil dibandingkan dengan kekuatan bangkah yang kering [4]. Apabila lempung
dikeringkan lagi, akan terbentuk bongkah yang kuat. Peranan air dalam fenomena ini tidak dapat
dimengerti sepenuhnya, walaupun dalam pengeringan, tarikan permukaan tanah sudah tentu tarik
menarik partikel-partikel ke dalam kontak yang maksimum dengan jarak antar partikel yang
minimum, sehingga gaya antar partikel akan maksimum [4].
Namun sebagai mana di ketahui, semen, gipsum dan tanah liat apabila di jadikan papan dari
bahan dasar tanpa serat, akan bersifat getas dan tidak tahan terhadap beban geser, karena sifat dasar
dari bahan tiga jenis bahan matrik di atas adalah getas.
Sehingga dalam permasalahan yang ingin dijawab adalah untuk memperoleh gambaran tentang
perubahan sifat yang terjadi apabila semen, gipsum dan tanah liat apabila di beri serat, serta
mengetahui parameter-parameter yang berpengaruh terhadap propertis mekanik papan serat dan
pemahaman yang menyeluruh tentang sifat mekanik papan serat sabut kelapa tersebut.
Tujuan khusus yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
1.
Mengkaji parameter-parameter yang berpengaruh terhadap propertis papan.
2.
Menguji beberapa parameter seperti :
a) Massa Jenis
b) Kemampuan menahan beban bending
c) Uji kandungan air
d) Rasio perubahan ketebalan penyerapan air
METODOLOGI PENELITIAN
Adapun tahapan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Penyiapan alat pengepresan
Alat pengepresan digunakan sebagai cetakan terbuat dari plat baja yang berukuran;
Lebar = 45 cm
Panjang = 30 cm
Tebal reng pinggir = 13 mm
Dengan kerangka baja profil yang dilengkapi pipa di ujung kiri dan kanan serta dongkrak untuk
menekan plat cetakan seperti pada gambar 1.
Gambar 1. alat pengepresan
2. Penyiapan serat sabut kelapa
Pada tahap awal dilakukan pencabutan serat kelapa dari cangkangnyaseperti gambar 2. Sabut
kelapa terdiri dari serat dan gabus yang menghubungkan satu serat dengan serat lainnya.
Kemudian dibersihkan dengan memisahkan serat dari serabutnya. Setiap butir kelapa
mengandung 25% serat. Sedangkan sabut kelapa merupakan bagian yang cukup besar dari buah
kelapa, yaitu 35% dari berat keseluruhan buah. Pembersihan serat dari gabus perlu dilakukan,
karena gabus memiliki sifat mekanis yang rendah (mudah putus) dan memiliki daya serap air
yang tinggi.
Gambar 2. Proses pemisahan serat kelapa
Kemudian dilakukan penjemuran sabut di bawah sinar matahari hingga mendapatkan sabut
yang benar-benar kering. Setelah kering di lakukan pemotongan dengan ukuran yang
bervariasi : 1 – 3 mm, 1 – 6 mm, seperti pada gambar 3. Setelah pemotongan Serat di
kumpulkan sesuai dengan panjangnya dan di timbang beratnya. Panjang serat mempengaruhi
ikatan antar serat dan matrik. Apabila serat sangat pendek maka ikatan antara serat dan matrik
akan rendah dan apabila serat terlalu panjang maka akan terbentuk susunan serat yang tidak
rapi dan terjadi penumpukan pada satu titik papan.
Gambar 3. Pemotongan dan pemisahan panjang serat sesui dengan panjangnya.
3. Tahap Persiapan pencampuran
Pencampuran semen dan serat:
Semen dicampur air dengan perbandingan berat 3 : 1 (semen : air), kemudian di aduk bersamaan
dengan serat sabut kelapa yang telah di potong. Setelah campuran rata, kemudian di masukkan
kedalam cetakan dan di pres. Hasil pres di biarkan hingga kering selama 3 x 24 jam, kemudian
cetakan di buka.
Gambar 4. Hasil Papan Semen dan serat
Pencampuran gipsum dan serat :
Gipsum dicampur air dengan perbandingan berat 3 : 2 (Gipsum : Air), kemudian di aduk
bersamaan dengan serat sabut kelapa yang telah di potong. Setelah campuran rata, kemudian di
masukkan kedalam cetakan dan di pres. Hasil pres di biarkan hingga kering selama 3 x 24 jam,
kemudian cetakan di buka.
Gambar 5. Hasil Papan Gipsum dan serat
Pencampuran Tanah liat dan serat :
Tanah liat dicampur air dengan perbandingan berat 3 : 2 (tanah liat : air), kemudian di aduk
bersamaan dengan serat sabut kelapa yang telah di potong. Setelah campuran rata, kemudian di
masukkan kedalam cetakan dan di pres. Hasil pres di biarkan hingga kering selama 3 x 24 jam,
pengeringan dilakukan dengan pemanasan di dalam tungku 50oC kemudian cetakan di buka.
Gambar 6. Pemanasan tanah di dalam Oven
Gambar 7. Hasil Papan tanah liat serat
4. Tahap Pemotongan spesimen
Pemotongan spesimen di lakukan dengan gerinda seperti gambar 8, karena dengan gergaji tangan
papan serat akan pecah dan serat-serat akan tertarik oleh mata gergaji, yang menyebabkan
permukaan hasil pemotongan akan berserabut dan matrik pengikat serat akan terlepas seperti pada
gambar 9. Pemotongan dengan gerinda selain cepat dan permukaan hasil pemotongan lebih rapi
karena serat ikut terpotong dan matrik tidak ada yang pecah. Setiap spesimen di potong dengan
ukuran 15 cm x 10 cm. Ukuran ini di sesuaikan untuk ukuran pada pengujian lengkung.
Gambar 8. Proses Pemotongan spesimen dengan gerinda
Gambar 9. Hasil potongan spesimen
PARAMETER YANG DI UJI
1. Massa Jenis
Adapun parameter-parameter yang dibutuhkan pada pengujian ini:
• Panjang (cm)
• Lebar (cm)
• Tebal (cm)
• Volume (V) (cm³)
• Massa (M) (gram)
Dan persamaannya dapat di tulis:
Density Test =
m ⎛ g ⎞
⎜
⎟
V ⎝ cm 3 ⎠
Gambar 10. Penimbangan spesimen
Papan serat yang sudah di potong lalu di timbang (gambar 10) dan kemudian di ukur
volumenya. Hasil pengukuran di masukan kepersamaan.
2. Kemampuan menahan beban lengkung
Spesimen di letakan di atas dies pada mesin uji bending, lalu di berikan beban tekan, gambar 11.
Pengujian ini untuk melihat pengaruh papan serat apabila di beri beban tekan, apakah papan serat
akan pecah atau langsung patah. Dan menghitung besarnya beban persatuan luas yang di
butuhkan untuk mematahkan spesimen.
Gambar 11. Pengujian Bending.
3. Penyerapan kandungan air
Pengujian ini melihat kemampuan Papan serat dalam penyerapan air. Yaitu dengan merendam
papan serat didalam air sekitar 30 menit dan timbang beratnya (m1). Kemudian dikeringkan
dengan menggunakan alat pengering (hair dryer) lalu di timbang kembali massanya (mo). Hasil
penimbangan ini di masukan kedalam persamaan (2):
Persentase Penyerapan air =
m1 − mo
x 100%
mo
4. Rasio perbandingan perubahan ketebalan setelah direndam air.
Pengujian ini melihat besarnya penyusutan atau pengembangan pada tebal papan yang terjadi
apabila papan serat di rendam di dalam air selama 24 jam. Dari hasil perendaman ini juga dapat
di lihat secara visual pengaruh daya lekat matrik terhadap serat.
Langkah awal yang dilakukan, yaitu ukur ketebebalan awal spesimen ( ). Rendam spesimen
dibawah permukaan air selama 24 jam. Kemudian angkat dan keringkan, ukur kembali ketebelan
spesimen ( ).
Rasio Perubahan Ketebalan =
t 2 − t1
x100%
t1
HASIL YANG PENGUJIAN
a. Matrik Semen
Hasil pengujian dapat di lihat pada tabel 1. Jumlah spesimen 5 buah dengan panjang dan
perbandingan jumlah serat yang berbeda.
NO
Massa
Jenis
(g/cm³)
1
Perbandingan
serat kelapa,
sekam kayu
dan semen
1:1: 1/30
1.91
Uji
lengkung
(N/
mm²)
11.4
Uji
kandungan
air
(%)
23.7
Rasio
perubahan
ketebalan
(%)
0.50
2
1:1: 1/15
1.80
14.1
23.9
0.77
3
1:0.5: 1/30
1.81
12.2
22.3
0.20
4
1:0.5:1/30
1.9
14.8
21.8
0.88
5
1:0.5:1/15
2.0
16.9
23.8
0.57
Rata-Rata
1.88
13.88
23.1
0.55
b. Matrik gipsum
Untuk matrik gipsum jumlah spesimen yang di uji ada 4 buah.
NO
Massa
jenis
(g/cm³)
1
Perbandingan
serat kelapa,
sekam kayu
dan gypsum
1:1:40
1,242
Uji
lengkung
(N/
mm²)
20,16
Uji
kandungan
air
(%)
32,07
Rasio
perubahan
ketebalan
(%)
1,176
2
1:2:40
1,222
16,28
32,94
0,66
3
1:3:40
1,222
12,94
31,42
0,8
4
Gypsum
Standar
0,591
12,07
35,85
1,59
Rata-Rata
1.22
16.46
33.62
0.87
Perhitungan rata-rata tidak termasuk pengujian Gybsum standar. Gybsum Standar artinya, tanpa di
campur dengan serat.
c. Matrik Tanah Liat
Untuk tanah liat jumlah spesimen 4 buah , dengan panjang dan perbandingan jumlah serat
yang berbeda.
NO
Kode
Spesimen
Massa
Jenis
(g/cm³)
Uji
Lengkung
(N/ mm²)
6,20
Uji
kandungan
air
(%)
38.5
Rasio
perubahan
ketebalan
(%)
1.2
1
A
1.94
2
B
1.88
6,28
40.8
1.1
3
C
1,77
5.78
37.1
1.8
4
D
1.18
6.38
35.85
1,5
Rata-rata
1.69
6.16
38.06
1.4
Analisa dan Kesimpulan :
1. Kepadatan dan kehomogenan susunan serat sangat berpengaruh terhadap pembuatan papan serat,
karena semakin renggang susunan serat akan menimbulkan porositas yang tinggi. Porositas dapat
menyebabkan sifat getas dan penyerapan kandungan air yang tinggi
2. Panjang serat mempengaruhi kekutan bending, karena serat yang terlalu pendek tidak dapat
mengikat matrik lebih kuat pada saat penekukkan.
3. Pada pengujian lengkung untuk matrik semen dan gipsum, pada saat pelengkungan kondisi papan
hanya retak, tidak pecah atau belah dua, dan setelah beban di lepas maka papan kembali ke
kondisi semula dan terlihat garis-garis retak disekitar tekukkan. Hal ini disebabkan oleh ikatan
antara serat kelapa dan matrik yang cukup kuat. Jadi terbukti dengan pemberian serat, matrik
yang tadinya bersifat getas akan meningkat ketahanan lenturnya.
4. Untuk pengujian lengkung pada papan dengan matrik tanah, di saat pelengkungan, permukaan
matrik tanah banyak yang pecah, tapi tidak berbelah dua. Dan setelah beban di lepas, maka
lengkungan kembali ke bentuk semula, dan bekas garis retaknya terlihat jelas.
5. Pemotongan papan serat ini sebaiknya di lakukan dengan gerinda. Karena permukaan lebih halus
dan serat terpotong dengan rapi.
6. Dari semua matrik papan serat, matrik semen memiliki massa jenis yang paling tinggi untuk
semua perbandingan jumlah serat.
7. Penyerapan air yang paling tinggi terjadi pada matrik tanah dan hasil perendaman membuat
papan jadi rapuh, hal ini di sebabkan karena banyak rongga-rongga diantara matrik tanah dan
apabila tanah di tambah air, maka ikatan antar butir tanah jadi lepas. Sebaiknya dengan matrik
tanah harus di tambahkan pasir agar ikatan anatar butir tanah bisa kuat dan homogen.
8. Perubahan ketebalan yang terbesar juga terdapat pada matrik tanah, karena dari semua matrik
(semen dan gipsum) penyerapan air paling tinggi dalam kondisi awal kering adalah matrik tanah.
Daftar Pustaka
1.
2.
3.
4.
Derek Hull. 1981. An Indtroduction to Composite Materials. Cambrige Solid State. Science
Series : London.
Khedari, J., Charoenvai, S., Hirunlabh, J.: New Insulating Particleboards from Durian Peel and
Coconut Coir. Building Environ, 2003; 38:245-99.
Anderson, J.E., Meriman, H., Porsche, K.: Sustainable Building Materials. International
Journal for Service Learning in Engineering, 2 (2), 2007, 102-130.
Braja M. Das. Mekanika Tanah (Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis). Erlangga 1993.
Download