studi amblesan daerah rawan gerakan tanah di desa

advertisement
STUDI AMBLESAN DAERAH RAWAN GERAKAN
TANAH DI DESA NGAWEN MUNTILAN
MAGELANG MENGGUNAKAN METODE
GEOLISTRIK
Skripsi
disusun sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
Progam Studi Fisika
oleh
Eva Setyawati
4211412058
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2016
i
ii
iii
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto:
Sukses bukan sebuah kebetulan melainkan ia adalah hasil dari doa
dan kerja keras.
Allah tidak akan membebani seseorang, melainkan sesuai dengan
kesanggupannya (Q.S. Al Baqarah:286).
Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, maka
apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja
keras (untuk urusan yang lain). Dan hanya kepada Tuhanmulah
engkau berharap (QS. Al-Insyirah,6-8).
Skripsi ini kupersembahkan kepada:
1. Bapak Sumaeri dan Ibu Rinawati, terimakasih atas
cinta, kasih sayang, limpahan doa dan pengorbanan;
2. Adek Hera Setyawati dan Irvan Ade Setyawan,
terima kasih atas doa, semangat dan dukunganmu;
3. Mas Nasrul Fauzan, terimakasih atas doa, cinta dan
motivasi yang selalu mengiringi setiap langkahku,
serta menghibur ketika penulis merasakan jenuh;
4. Rekan seperjuangan (Rosi, Tri, Dian, Hendri,
Junaedi, Khoiru, Rizal) terimakasih atas semangat
dan bantuannya;
5. Kelompok Studi Geofisika (KSGF) Unnes 2012
yang telah menyemangati penulis;
6. Teman-teman Jurusan Fisika 2012 terima kasih atas
kebersamaan dan semangat yang kalian berikan.
v
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat
melaksanakan penelitian dan menyelesaikan
penyusunan skripsi yang berjudul “Studi Amblesan Daerah Rawan Gerakan
Tanah di Desa Ngawen Muntilan Magelang menggunakan Metode
Geolistrik”. Serangkaian proses yang dimulai dari penyusunan proposal,
seminar proposal, penelitian, dan penyusunan skripsi merupakan penerapan
ilmu yang telah dipelajari selama menempuh perkuliahan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik
tanpa adanya partisipasi dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., selaku Rektor Universitas Negeri
Semarang;
2. Prof. Dr. Zaenuri, S.E, M.Si, Akt., selaku Dekan Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang;
3. Dr. Suharto Linuwih, M.Si., selaku Ketua Jurusan Fisika, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang;
4. Dr. Mahardika Prasetya Aji, M.Si., selaku Kepala Program Studi Fisika
Jurusan Fisika Universitas Negeri Semarang;
5. Dr. Khumaedi, M.Si., selaku dosen pembimbing 1 yang telah meluangkan
waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, saran dan motivasi dalam
penyusunan skripsi maupun pelaksanaan penelitian.
vi
6. Dr. Agus Yulianto, M.Si., selaku selaku dosen pembimbing 2 yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, saran dan
motivasi dalam penyusunan skripsi;
7. Dr. Ngurah Made Darma Putra, M.Si., selaku dosen wali dan Kepala
Laboratorium Fisika Universitas Negeri Semarang atas izin peminjaman
alat penelitian serta seluruh dosen Jurusan Fisika Universitas Negeri
Semarang yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis selama
menempuh studi;
8. Sekretaris dan TU Jurusan Fisika maupun Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam yang telah membantu kelancaran dalam administrasi
penyusunan skripsi.
9. Bapak, Ibu, dan adek tercinta atas doa dan dukungannya.
10. Sahabat Fisika 2012 yang telah membantu pelaksanaan penelitian serta
keluarga besar Kelompok Studi Geofisika (KSGF) Universitas Negeri
Semarang, atas semangat dan dukungannya.
11. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi,
yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca
dalam menambah wawasan dan pengetahuan. Penelitian lanjutan
diharapkan dapat menyempurnakan skripsi ini dengan berbagai perbaikan.
Semarang, 25 Mei 2016
Penulis
vii
ABSTRAK
Setyawati, E. 2016. Studi Amblesan Daerah Rawan Gerakan Tanah di
Desa Ngawen Muntilan Magelang menggunakan Metode Geolistrik.
Skripsi, Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Utama Dr. Khumaedi, M.Si.
dan Pembimbing Pendamping Dr. Agus Yulianto, M.Si.
Kata Kunci: geolistrik, amblesan, resistivitas, konfigurasi Dipole-Dipole
Gempa Yogyakarta 5,9 Skala Richter pada 27 Mei 2006 telah memicu
pergerakan tanah dan mengakibatkan kerusakan pondasi pada keempat
perwara Candi Ngawen, Muntilan Magelang. Struktur pondasi Candi
Ngawen ini mengalami amblesan sedalam 30 cm. Penelitian ini bertujuan
untuk menentukan gambaran struktur bawah permukaan dan indikasi zona
lemah amblesan. Metode Geolistrik konfigurasi Dipole-Dipole digunakan
untuk studi amblesan di lokasi penelitian. Pengambilan data dilakukan
sebanyak enam lintasan yaitu tiga lintasan sejajar arah Utara-Selatan dan
tiga lintasan sejajar arah Timur-Barat, dengan panjang masing-masing 75
m. Pengolahan data dilakukan menggunakan Res2dinv dan Surfer 10.0.
Berdasarkan hasil pengolahan data didapatkan nilai resistivitas 9.94-2045
Ωm dan bidang diskontinu penampang kontur nilai resistivitas fungsi
kedalaman. Nilai resistivitas yang tidak kontinu ditafsirkan sebagai zona
lemah yang mengindikasikan adanya struktur bawah permukaan yang
patah (ambles). Bidang diskontinu pada keenam lintasan terletak pada satu
garis lurus yaitu pada jarak 30-50 m terhadap titik awal pengukuran.
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .......................................................................
i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................................
ii
PERNYATAAN ..............................................................................
iii
PENGESAHAN ..............................................................................
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...................................................
v
PRAKATA ......................................................................................
vi
ABSTRAK ......................................................................................
viii
DAFTAR ISI ...................................................................................
ix
DAFTAR TABEL ...........................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................
xiv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...........................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................
4
1.3 Batasan Masalah ........................................................................
5
1.4 Tujuan Penelitian .......................................................................
6
1.5 Manfaat Penelitian .....................................................................
6
1.6 Penegasan Istilah .......................................................................
7
1.7 Sistematika Penulisan Skripsi .....................................................
7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Geologi Daerah Sekitar ..............................................................
9
2.2 Gerakan Tanah ...........................................................................
11
2.3 Amblesan ...................................................................................
13
2.4 Geolistrik Tahanan Jenis ............................................................
16
2.5 Sifat-Sifat Keistrikan Batuan ......................................................
19
2.6 Persamaan Dasar Listrik .............................................................
21
ix
2.7 Aliran Listrik di Dalam Bumi .....................................................
22
2.8 Potensial di Sekitar Titik Arus di Permukaan Bumi ....................
25
2.9 Faktor Geometri .........................................................................
26
2.10 Konfigurasi Dipole-Dipole .......................................................
26
2.11 Resistivitas ...............................................................................
30
2.11.1 Resistivitas Batuan ...........................................................
30
2.11.2 Resistivitas Semu .............................................................
31
2.12 Program Komputer Res2DinV ...................................................
32
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................
34
3.1.1 Lokasi Penelitian ...............................................................
34
3.1.2 Waktu Penelitian ...............................................................
36
3.2 Peralatan ....................................................................................
36
3.3 Diagram Alir Penelitian .............................................................
37
3.4 Prosedur Pengukuran .................................................................
38
3.5 Pengolahan Data ........................................................................
39
3.5.1 Interpretasi Data Res2Dinv ................................................
40
3.5.2 Interpretasi Data Software Surfer 10.0 ................................
40
3.5.3 Interpretasi Data Software Rockworks 15............................
41
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian ..........................................................................
42
4.1.1 Penampang Melintang .......................................................
44
4.1.1.1 Lintasan 1 ..............................................................
44
4.1.1.2 Lintasan 2 ..............................................................
46
4.1.1.3 Lintasan 3 ..............................................................
47
4.1.1.4 Lintasan 4 ..............................................................
49
4.1.1.5 Lintasan 5 ..............................................................
50
4.1.1.6 Lintasan 6 ..............................................................
52
x
4.1.1.7 Interpretasi Amblesan .............................................
55
4.1.2 Penampang Vertikal ..........................................................
61
4.1.3 Penampang Horizontal ......................................................
63
4.2 Pembahasan ...............................................................................
65
BAB 5 PENUTUP
5.1 Simpulan ....................................................................................
71
5.2 Saran ..........................................................................................
71
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................
73
LAMPIRAN ....................................................................................
77
xi
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
2.1 Nilai Resistivitas Batuan ............................................................ 31
4.1 Citra Warna dan Resistivitas ......................................................
xii
43
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
2.1 Peta Geologi Kecamatan Muntilan ............................................. 10
2.3 Garis arus listrik dan medan potensial yang timbul
karena adanya dua sumber arus ..................................................
17
2.4 Silinder Konduktor ....................................................................
21
2.5 Medium Homogen Isotropis Dialiri Arus Listrik ........................
22
2.6 Potensial di Sekitar Titik Arus Pada Permukaan Bumi ...............
25
2.7 Susunan Elektroda konfigurasi Dipole-Dipole ............................
27
2.8 Variasi Harga n terhadap kedalaman pengukuran ........................
28
2.10 Konsep Resistivitas Semu ........................................................
32
3.1 Lintasan Pengukuran dilihat dari Google Map ............................
35
3.2 Alat Resistivity Multi-Channel ...................................................
36
3.3 Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian .........................................
37
4.1 Penampang Resistivitas Hasil Inversi 2-D Lintasan 1 .................
45
4.2 Penampang Resistivitas Hasil Inversi 2-D Lintasan 2 .................
47
4.3 Penampang Resistivitas Hasil Inversi 2-D Lintasan 3 .................
48
4.4 Penampang Resistivitas Hasil Inversi 2-D Lintasan 4 .................
49
4.5 Penampang Resistivitas Hasil Inversi 2-D Lintasan 5 .................
51
4.6 Penampang Resistivitas Hasil Inversi 2-D Lintasan 6 .................
52
4.7 Kesamaan lapisan batuan pada lintasan 1, 2 dan 3 ......................
53
4.8 Kesamaan lapisan batuan pada lintasan 4, 5 dan 6 ......................
54
4.9 Gambar Kondisi Candi Ngawen .................................................
56
4.10 Penampang Vertikal dan 3-D Lintasan 1, 2, dan 3 ....................
57
4.11 Penampang Vertikal dan 3-D Lintasan 4, 5, dan 6 ....................
59
4.12 Penampang Vertikal 3-D di lokasi penelitian .............................
61
4.13 Penampang Kontur Resistivitas Fungsi Kedalaman .................
63
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
Lampiran 1. Hasil Akuisis Data Geolistrik Konfigurasi Dipole-Dipole ...
77
Lampiran 2. Data Inputan Res2dinv ........................................................
89
Lampiran 3. Data Pengolahan Software Surfer 10.0 ................................
93
Lampiran 4. Peta Geologi Lembar Yogyakarta .......................................
97
Lampiran 5. Peta Prakiraan Zona Rawan Gerakan Tanah Kota dan
Kabupaten Magelang ..........................................................
98
Lampiran 6. Foto Akuisis Data Geolistrik .............................................. 100
Lampiran 7. Surat Izin Penelitian ........................................................... 101
Lampiran 8. SK Pembimbing ................................................................. 104
xiv
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kabupaten Magelang secara geografis termasuk dalam Propinsi Jawa
Tengah yang berada pada posisi
7019‟33”–7042‟13” LS dan 110002‟41”–
110027‟8” BT. Topografi Magelang merupakan dataran tinggi yang berbentuk
menyerupai cawan (cekungan) karena dikelilingi oleh 5 (lima) gunung yaitu
Gunung Merapi, Merbabu, Andong, Telomoyo, Sumbing, dan Pegunungan
Menoreh. Kabupaten Magelang termasuk wilayah perbukitan dengan kondisi
tanah yang labil, termasuk dalam wilayah erupsi gunung berapi, dan rawan
gempa bumi karena wilayahnya termasuk dalam lempeng selatan, yakni
lempeng Indo-Australia yang selalu bergerak ke arah utara sekitar 4–6 cm per
tahun.
Wilayah Magelang, Jawa Tengah termasuk dalam zona rawan bencana
pergerakan tanah. Berdasarkan data peta perkiraan potensi gerakan tanah
PVMBG (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi) bulan Februari
2015, terdapat 32 daerah rawan pergerakan tanah di Jawa Tengah. Potensi
gerakan tanah menengah-tinggi Kabupaten Magelang yaitu Kajoran, Pakis,
Windusari, Kaliangkrik, Salaman, Borobudur, Dukun, Sawangan, Secang,
Ngablak, Grabag, Candimulyo, Tempuran, Mertoyudan, Mungkid, Muntilan,
1
2
Ngluwar, Salaman, Srumbung dan potensi gerakan tanah menengah adalah
daerah Bandongan, Tempuran, Salam (Riswan, 2015).
Gerakan tanah dapat terjadi di mana saja dengan kecepatan bervariasi dari
sangat perlahan (<6cm/th) sampai sangat cepat (>3 m/detik). Waktu terjadinya
sangat sulit diprediksi karena banyaknya faktor pemicu proses tersebut akan
tetapi dibandingkan dengan bencana lainnya bencana ini relatif lebih mudah
diramalkan (Setyaningsih, 2010).
Goncangan gempa bumi yang terasa tergantung pada besarnya kekuatan
gempa dan kondisi material yang dilaluinya. Getaran akibat gempa dapat
memicu terjadinya bencana gerakan tanah seperti longsor dan amblesan tanah
yang dapat merusak infrastruktur lingkungan. Tingkat kerusakan tergantung
pada kualitas infrastruktur, kondisi geologi dan geotektonik, besarnya
percepatan tanah maksimum (Edwiza & Novita, 2008) serta indeks kerentanan
seismik (Susilo & Wiyono, 2012). Gempa tektonik 5,9 Skala Richter melanda
kawasan Yogyakarta, Klaten dan beberapa kota lain di Jawa Tengah. Gempa
terjadi pada hari Sabtu tanggal 27 Mei 2006 pukul 05.55 WIB dan berlangsung
selama 57 detik. Sekitar 70.000 bangunan roboh dan rusak parah, sementara
korban jiwa mencapai 6.234 orang meninggal dan lebih dari 50.000 orang
mengalami luka-luka. Gempa tektonik ini disebabkan oleh gerakan lempeng
bumi di laut Selatan Yogyakarta ( Adi et al., 2009: 161-168 ). Aktivitas gempa
tersebut diduga memicu pergerakan tanah dan mengakibatkan tanah ambles di
Ngawen, Muntilan tepatnya di lokasi berdirinya Candi Ngawen. Kondisi ini
9
3
ditandai dengan kerusakan candi dan amblesnya struktur pondasi Candi
Ngawen.
Struktur pondasi bangunan candi yang dibangun sekitar abad VIII-IX
Masehi ini mengalami penurunan sekitar 25-30 centimeter. Petugas Pelaksana
Lapangan Pemugaran Candi Ngawen, dari Balai Pelestarian Peninggalan
Purbakala (BP3) Jawa Tengah, Semi mengatakan penurunan terjadi pada empat
Candi Perwara dari total sebanyak lima candi yang ada. Penurunan Candi
Ngawen ini disebabkan karena banyak batu candi bergeser. Sebagian besar
runtuh diakibatkan penurunan pondasi. Sedangkan penyebab kerusakan candi
karena pengaruh gempa bumi di Bantul tahun 2006 lalu dan gunung meletus.
Selain itu lokasi candi terletak di cekungan dan muncul mata air sehingga tanah
sekitar candi menjadi lembek dan labil (Huda, 2011).
Hampir semua kota besar di dunia yang duduk di atas lapisan sedimen
akan mengalami amblesan. Cepat lambatnya amblesan tanah ini sangat
bergantung pada kondisi konsolidasi lapisan sedimen itu sendiri dan besarnya
beban bangunan di atasnya. Menurut Yulianti & Indrayani (2013), konsolidasi
adalah suatu peristiwa pemampatan (compression), karena mendapat beban
dari atasnya secara tetap atau kontinyu yang diakibatkan oleh suatu konstruksi
atau timbunan tanah sehingga terjadi proses pengeluaran air dari pori-porinya.
Desa Ngawen, Muntilan merupakan salah satu wilayah di Kabupaten
Magelang dengan kondisi tanah endapan/aluvial dari endapan merapi muda,
yang sangat rawan akan pergeseran dan penurunan. Tingkat resiko terkena
dampak gempa vulkanik atau tektonik tinggi sehingga menambah rawan
4
terjadinya pergeseran dan penurunan tanah. Berdasarkan gambaran tersebut
maka perlu dilakukan kajian untuk mengetahui struktur geologi bawah
permukaan lokasi penelitian. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran
struktur bawah permukaan dan identifikasi zona lemah amblesan di lokasi
penelitian melalui interpretasi profil anomali penampang 2-D dan 3-D.
Menurut Mala et. al., (2015), informasi mengenai struktur perlapisan tanah
sangat penting dalam menganalisa respon tanah. Metode yang cocok dan
umum digunakan adalah metode geolistrik resistivitas.
Metode geolistrik merupakan salah satu metode geofisika yang
mempelajari sifat aliran listrik di dalam bumi dan bagaimana cara
mendeteksinya di permukaan bumi. Metode ini pada dasarnya adalah
pengukuran harga resistivitas batuan (Yaqin & Supriyadi, 2014). Melalui
analisis struktur perlapisan batuan berdasarkan nilai resistivitas, dapat
diketahui jenis-jenis tanah atau batuan yang menyusun perlapisan tersebut. Hal
inilah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian mengenai “Studi
Amblesan Daerah Rawan Gerakan Tanah di Desa Ngawen, Muntilan,
Magelang menggunakan Metode Geolistrik”
1.2
Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang, maka dapat dirumuskan suatu permasalahan,
bagaimana gambaran struktur geologi bawah permukaan daerah penelitian
melalui nilai resistivitas tanah yang terukur menggunakan metode geolistrik
resistivitas konfigurasi Dipole-Dipole dalam studi amblesan daerah rawan
gerakan tanah di desa Ngawen, Muntilan, Magelang?
5
1.3
Batasan Masalah
Batasan masalah pada penelitian ini adalah:
1.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode geolistrik
tahanan jenis konfigurasi Dipole-Dipole.
2.
Lokasi penelitian di Candi Ngawen, Muntilan, Magelang. Tiga lintasan
sejajar arah Utara-Selatan (lintasan 1, lintasan 2, lintasan 3) dan tiga
lintasan sejajar arah Timur-Barat (lintasan 4, lintasan 5, lintasan 6).
Lintasan pertama dengan titik awal (titik 0 meter) berada pada koordinat
110°16‟20.62”BT dan 7°36‟13.67”LS, titik akhir (75 meter) berada pada
koordinat 110°16‟19.77”BT dan 7°36‟15.85”LS. Lintasan kedua dengan
titik awal (titik 0 meter) berada pada koordinat 110°16‟21.21”BT dan
7°36‟13.87”LS,
titik
akhir
(75
meter)
berada
pada
koordinat
110°16‟20.26”BT dan 7°36‟16.08”LS. Lintasan ketiga dengan titik awal
(titik
0
meter)
7°36‟14.20”LS,
berada
titik
akhir
pada
(75
koordinat
meter)
110°16‟21.83”BT
berada
pada
dan
koordinat
110°16‟20.75”BT dan 7°36‟16.28”LS. Lintasan keempat dengan titik awal
(titik
0
meter)
7°36‟14.91”LS,
berada
titik
akhir
pada
(75
koordinat
meter)
110°16‟20.04”BT
berada
pada
dan
koordinat
110°16‟22.16”BT dan 7°36‟15.70”LS. Lintasan kelima dengan titik awal
(titik
0
meter)
7°36‟14.26”LS,
berada
titik
akhir
pada
(75
koordinat
meter)
110°16‟20.33”BT
berada
pada
dan
koordinat
110°16‟22.16”BT dan 7°36‟15.21”LS. Lintasan keenam dengan titik awal
(titik
0
meter)
berada
pada
koordinat
110°16‟20.03”BT
dan
6
7°36‟15.43”LS,
titik
akhir
(75
meter)
berada
pada
koordinat
110°16‟21.76”BT dan 7°36‟16.96”LS.
3.
Unsur yang diteliti adalah identifikasi amblesan berdasarkan interpretasi
nilai resistivitas yang diperoleh di lokasi penelitian.
1.4
Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan, tujuan yang ingin
dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui informasi gambaran
struktur geologi bawah permukaan di daerah penelitian berdasarkan data
resistivitas dalam studi amblesan daerah rawan gerakan tanah di desa Ngawen,
Muntilan, Magelang.
1.5
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Memberikan informasi kepada masyarakat tentang keadaan lingkungan di
daerah penelitian khususnya di lokasi berdirinya Candi Ngawen.
2.
Untuk memberikan informasi bagi pemerintah dan masyarakat setempat
mengenai
struktur
bawah
permukaan
dangkal
yang
berpotensi
menimbulkan bencana amblesan, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai
literatur pendukung dalam merenovasi pondasi Candi Ngawen yang
ambles dan rusak, yang diduga akibat gempa tektonik 2006.
3.
Sebagai bahan masukan bagi peneliti dalam mengembangkan penelitian
tentang pergerakan tanah.
7
1.6
Penegasan Istilah
Pada penelitian ini untuk menghindari penafsiran yang berbeda terhadap
beberapa istilah yang digunakan, maka diperlukan penegasan istilah sebagai
berikut:
1.
Resistivitas menyatakan sifat khas dari suatu bahan, yaitu besarnya
hambatan suatu bahan yang memiliki panjang dan luas penampang tertentu
dengan satuan m. Resistivitas menunjukkan kemampuan bahan tersebut
untuk menghantarkan listrik.
2.
Geolistrik
merupakan salah satu metode dalam geofisika
yang
mempelajari sifat aliran listrik di dalam bumi dengan cara mengalirkan
arus listrik DC (Direct Current) yang mempunyai tegangan tinggi ke
dalam tanah (Broto & Afifah, 2008:120).
3.
Amblesan (penurunan) menunjukkan amblesnya suatu bangunan akibat
kompresi dan deformasi lapisan tanah di bawah bangunan (Yulianti &
Indrayani, 2013).
1.7
Sistematika Penulisan Skripsi
Sistematika penulisan skripsi adalah ini sebagai berikut:
1.
Bagian Awal Skripsi
Bagian ini berisi halaman judul, persetujuan pembimbing, halaman
pengesahan, pernyataan, motto dan persembahan, kata pengantar, abstrak,
daftar isi, daftar tabel, daftar gambar dan daftar lampiran.
2.
Bagian Isi Skripsi
Bagian ini terdiri dari lima bab yang meliputi:
8
a. Bab I Pendahuluan
Bab ini memuat alasan pemilihan judul yang melatarbelakangi
masalah,perumusan masalahan, penegasan istilah, tujuan penelitian,
manfaatpenelitian, penegasan istilah dan sistematika penulisan skripsi.
b. Bab II Landasan Teori
Bab ini berisi landasan teori yang mendasari penelitian.
c. Bab III Metode Penelitian
Bab ini berisi uraian tentang waktu dan tempat pelaksanaan penelitian,
alat penelitian, diagram alir penelitian, prosedur penelitian, metode
analisis dan interpretasi data.
d. Bab IV Hasil dan Pembahasan
Bab ini berisi uraian tentang hasil penelitian dan pembahasan.
e. Bab V Penutup
Bab ini berisi tentang kesimpulan hasil penelitian dan saran-saran
sebagai implikasi dari hasil penelitian.
3.
Bagian Akhir Skripsi
Bagian ini berisi daftar pustaka dan lampiran-lampiran.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Geologi Daerah Sekitar
Penelitian dilakukan di desa Ngawen, Kecamatan Muntilan yang secara
administratif terletak di Kabupaten Magelang. Dari aspek geologi, lokasi
penelitian terdiri dari endapan Gunungapi Merapi Muda (Qmi) terdiri dari tuf,
abu, breksi aglomerat dan leleran lava tak terpisahkan dan aluvium (Qa) terdiri
dari kerakal, pasir dan lanau serta endapan Gunungapi Merapi tua (Qmo) yang
terdiri dari breksi, aglomerat dan leleran lava termasuk andesit dan basal
mengandung olivin seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1. Menurut
Adawiyah (2008: 42-43), dikarenakan susunan batuan yang terdiri atas tuf,
abu, dan leleran lava tak terpisahkan ini, maka jenis batuan ini memiliki
struktur batuan yang lemah dan mudah lepas. Kondisi batuan seperti inilah
menjadikan wilayah tersebut memiliki tingkat bahaya likuifaksi sangat tidak
aman. Likuifaksi merupakan salah satu faktor utama penyebab kerusakan
bangunan dari suatu peristiwa gempa bumi.
Batuan tuf adalah batuan piroklastik yang terbentuk dari hasil erupsi
gunung api. Erupsi gunung api pada umumnya mengeluarkan magma yang
dilemparkan (explosive) ke udara melalui kepundan dan membeku dalam
berbagai ukuran mulai dari debu (ash) hingga bongkah. Tuf terbentuk dari
kombinasi debu, batuan dan fragmen mineral yang dilemparkan ke udara dan
9
10
kemudian jatuh ke permukaan bumi sebagai suatu endapan campuran.
Sedangkan batuan lava memiliki ciri dengan warna kelabu, hitam bercorak
cokelat kemerahan dan kehijauan, dengan struktur sisipan melidah dengan
tebal puluhan meter, dan umumnya padat. Batu lanau adalah batuan sedimen
klastik yang berukuran lanau dan batu pasir adalah batuan sedimen yang
berukuran pasir (Noor, 2009:78-99).
Secara umum, Kecamatan Muntilan tergolong dataran, di mana teorinya
menyebutkan bahwa sungai yang ada di daerah dataran akan berbentuk
meander. Peta geologi daerah penelitian ditunjukkan pada gambar 2.1 berikut.
Gambar 2.1 Peta geologi kecamatan Muntilan, Magelang skala
1: 100.000 (Rahardjo et. al., 1995)
11
Kecamatan Muntilan merupakan daerah yang rawan bencana. Wilayah
tersebut terletak di kaki Gunung Merapi yang sewaktu-waktu dapat
mengeluarkan material vulkanik. Daerah di sekitar Gunung Merapi dapat
tersapu oleh lava panas ketika gunung tersebut meletus. Material-material hasil
letusan Gunung Merapi dapat terbawa oleh arus sungai yang menyebabkan
banjir dan berbahaya bagi daerah sekitar yang dilalui sungai tersebut. Aktivitas
vulkanisme juga dapat memicu timbulnya gempa vulkanik. Gempa yang cukup
besar dapat memporak porandakan pemukiman manusia. Selain itu, daerah di
Pulau Jawa juga rawan tsunami apabila terjadi gempa besar yang bersumber
dari laut atau dari tumbukan antar lempeng.
2.2
Gerakan Tanah
Wilayah Jawa Tengah sangat rentan terhadap pergerakan tanah. Gambar
2.2 adalah peta prakiraan zona pergerakan tanah Magelang Jawa Tengah
(lampiran 5). Berdasarkan peta tersebut Magelang termasuk dalam zona
kerentanan gerakan tanah menengah ( Zone of Moderate succeptibility to
landslide ). Daerah ini mempunyai tingkat kerentanan menengah untuk terkena
gerakan tanah. Pada zona ini dapat terjadi gerakan tanah terutama pada daerah
yang berbatasan dengan sungai, gawir, tebing, jalan atau jika lereng mengalami
gangguan. Gerakan tanah lama dapat aktif kembali akibat curah hujan yang
tinggi dan erosi kuat.
Gerakan tanah adalah perpindahan massa tanah atau batuan pada arah
tegak, datar, atau miring dari kedudukannya semula, yang terjadi bila ada
gangguan kesetimbangan pada saat itu. Gerakan tanah merupakan suatu
12
konsekuensi fenomena dinamis alam untuk
mencapai kondisi baru akibat
gangguan keseimbangan terhadap tanah yang terjadi, baik secara alamiah
maupun akibat ulah manusia. Pergerakan tersebut meliputi perpindahan
material tanah, berupa batuan, bahan timbunan, tanah atau material campuran
tersebut. Dalam keadaan tidak terganggu (alamiah), tanah atau batuan
umumnya berada dalam keadaan seimbang terhadap gaya-gaya yang timbul
dari dalam. Apabila mengalami perubahan keseimbangan maka tanah atau
batuan itu akan berusaha untuk mencapai keadaan keseimbangan yang baru
secara alamiah. Cara ini berupa proses degradasi atau pengurangan beban,
terutama dalam bentuk longsoran atau gerakan lain sampai tercapai keadaan
keseimbangan yang baru. Tanah mempunyai sifat kemampatan yang sangat
besar jika dibandingkan bahan konstruksi seperti baja atau beton. Hal ini
disebabkan tanah mempunyai rongga pori yang besar, sehingga apabila
dibebani melalui pondasi maka akan mengakibatkan perubahan struktur tanah
(deformasi) dan terjadi penurunan pondasi. Jika penurunan yang terjadi terlalu
besar maka dapat mengakibatkan kerusakan pada konstruksi di atasnya.
Berbeda dengan bahan-bahan konstruksi yang lain, karakteristik tanah ini
didominasi oleh karakteristik mekanisnya seperti kekuatan geser dan
permeabilitas (kemampuan mengalirkan air) (Yulianti & Indrayani, 2013).
Menurut Varnes sebagaimana dikutip oleh Suhendra (2005:1-5), gerakan
tanah adalah suatu produk dari proses gangguan kesetimbangan lereng yang
menyebabkan bergeraknya masa tanah dan batuan ketempat atau daerah yang
lebih rendah. Gerakan masa ini dapat terjadi pada lereng-lereng yang hambat
13
geser tanah atau batuan lebih kecil dari berat masa tanah atau batuan itu
sendiri. Gerakannya lamban, pada umumnya berbentuk napal kuda dengan
gerakan memutar. Klasifikasi gerakan tanah didasarkan pada mekanisme
gerakan dan jenis material yang bergerak. Klasifikasi tersebut adalah, jatuhan
(falls), robohan (topples), rayapan tanah (soil creep), longsoran (slides), aliran
(flows) dan gabungan (complex). Pada jenis jatuhan (falls), mekanisme gerakan
massa tidak mengalami geseran dan umumnya bergerak melalui udara
mencakup gerak jatuh bebas, loncatan atau menggelinding. Jatuhan dan
robohan umumnya terjadi pada lereng batuan dan yang lainnya terjadi pada
lereng yang material pembentuknya tanah. Rayapan tanah (soil creep), gerakan
tanah yang sangat lambat dan sulit diamati secara langsung dan biasanya
terjadi pada lereng landai. Longsoran (slides), gerakan massa mengalami
geseran sepanjang satu atau beberapa bidang permukaan. Tipe ini geserannya
melalui bidang gelincir yang dapat berupa kurva lengkung atau bentuk planar.
Aliran (flow), pada jenis ini umumnya material longsoran berupa campuran
tanah dan batu berupa lumpur dan bergerak sangat cepat.
2.3
Amblesan
Fenomena amblesan tanah yang secara perlahan-lahan namun pasti dikenal
dengan istilah land subsidence. Hampir semua kota besar di dunia yang duduk
di atas lapisan sedimen akan mengalami amblesan. Cepat lambatnya
amblesan tanah ini sangat bergantung pada kondisi konsolidasi lapisan sedimen
itu sendiri dan besarnya beban bangunan di atasnya.
14
Amblesan (subsidence) adalah gerakan ke bawah di permukaan bumi dari
suatu datum, sehingga elevasi muka tanahnya berkurang atau menjadi lebih
rendah dari semula. Kebalikannya adalah pengangkatan (uplift) yang
menghasilkan naiknya permukaan atau elevasi permukaan tanahnya bertambah.
Amblesan dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain ekstraksi cairan
(seperti air tanah, minyak termasuk gas dan geotermal), tambang bawah
permukaan, proses pelarutan batuan-batuan seperti batu garam, gipsum, batu
gamping, dolomit, kompaksi, dan tektonik. Hilangnya cairan akibat ekstraksi
menyebabkan konsolidasi pori-pori yang kosong. Artinya pori-pori tersebut
sebelumnya terisi cairan memadat karena beban material di atasnya, sehingga
volume tanah berkurang dan menimbulkan amblesan. Amblesan lain
disebabkan oleh tambang bawah permukaan, sehingga permukaannya menjadi
ambles atau ambruk. Amblesan dapat pula disebabkan oleh pengurangan
volume endapan sedimen lunak disertai dengan proses kompaksi yang terjadi
secara alamiah maupun kegiatan oleh manusia. Amblesan yang terjadi akibat
tektonik umumnya berasosiasi dengan gempa bumi berkekuatan besar
(Sudarsono & Sudjarwo, 2008:1-9).
Amblesan tanah sering disebut penurunan. Istilah penurunan menunjukkan
amblesnya suatu bangunan akibat kompresi dan deformasi lapisan tanah di
bawah bangunan. Penurunan (settlement) akan terjadi jika suatu lapisan tanah
mengalami pembebanan. Penurunan juga dipengaruhi oleh sebaran tanah lunak
atau lempung yang terdapat di bawah permukaan pada dataran aluvial (Yulianti
& Indrayani, 2013).
15
Di daerah Ngawen Muntilan, amblesan diduga terjadi karena pengaruh
gempa tektonik Yogyakarta 5,9 skala Ritcher tahun 2006. Aktivitas gempa ini
memicu pergerakan tanah dan mengakibatkan tanah ambles sedalam 30 cm
sehingga pondasi candi mengalami penurunan. Amblesan sangat mudah terjadi
dikarenakan daerah penelitian termasuk dalam zona rawan gerakan tanah
menengah tinggi. Selain itu, banyaknya sumber air di lokasi penelitian juga
diprediksi memicu terjadinya amblesan.
Menurut Yulianti & Indrayani (2013), penurunan akibat beban adalah
jumlah total penurunan segera (immediate settlement) dan penurunan
konsolidasi (consolidation settlement). Secara umum, penurunan pada tanah
akibat beban yang bekerja pada fondasi dapat diklasifikasikan dalam dua jenis
penurunan, yaitu:
1. Penurunan seketika, yaitu penurunan yang langsung terjadi begitu
pembebanan bekerja atau dilaksanakan, biasanya terjadi berkisar antara 0
– 7 hari dan terjadi pada tanah lanau, pasir dan tanah liat yang mempunyai
Sr (derajat kejenuhan) < 90%.
2. Penurunan konsolidasi, yaitu penurunan yang diakibatkan keluarnya air
dalam pori tanah akibat beban yang bekerja pada pondasi yang besarnya
ditentukan oleh waktu pembebanan dan terjadi pada tanah jenuh (Sr =
100%) atau yang mendekati jenuh (Sr = 90% – 100%) atau pada tanah
berbutir halus.
16
2.4
Geolistrik Tahanan Jenis
Metode tahanan jenis adalah salah satu dari kelompok metode geolistrik
yang digunakan untuk menyelidiki keadaan bawah permukaan dengan cara
mempelajari sifat aliran listrik batuan di bawah permukaan bumi. Penyelidikan
ini meliputi pendeteksian besarnya medan potensial, medan elektromagnetik
yang diakibatkan oleh aliran arus listrik secara alamiah maupun secara buatan.
Geolistrik merupakan salah satu metode dalam geofisika yang mempelajari
sifat aliran listrik di dalam bumi dengan cara mengalirkan arus listrik DC
(Direct Current) yang mempunyai tegangan tinggi ke dalam tanah. Injeksi arus
listrik ini menggunakan dua buah elektroda arus A dan B yang ditancapkan ke
dalam tanah dengan jarak tertentu. Semakin panjang jarak AB akan
menyebabkan aliran arus listrik bisa menembus lapisan batuan lebih dalam.
Sedangkan dua elektroda potensial yang berada di dalam konfigurasi
digunakan untuk mengukur beda potensialnya (Broto & Afifah, 2008:120).
Menurut Damtoro sebagaimana dikutip oleh Effendy (2012), penggunaan
metode geolistrik pertama kali digunakan oleh Conrad Schlumberger pada
tahun 1912. Geolistrik merupakan salah satu metode geofisika untuk
mengetahui perubahan resistivitas lapisan batuan di bawah permukaan tanah
dengan cara mengalirkan arus listrik DC (Dirrect Current) yang mempunyai
tegangan tinggi ke dalam tanah. Injeksi arus listrik ini menggunakan 2 buah
elektroda arus A dan B yang ditancapkan ke dalam tanah dengan jarak tertentu.
Semakin panjang jarak elektroda AB akan menyebabkan aliran arus listrik bisa
menembus lapisan batuan lebih dalam. Adanya aliran arus listrik tersebut akan
17
menimbulkan tegangan listrik di dalam tanah. Tegangan listrik yang ada di
permukaan tanah diukur dengan menggunakan multimeter yang terhubung
melalui dua buah elektroda tegangan M dan N dimana jaraknya lebih pendek
dari pada jarak elektroda AB. Ketika jarak elektroda AB diubah menjadi lebih
besar maka akan menyebabkan tegangan listrik yang terjadi pada elektroda MN
ikut berubah sesuai dengan informasi jenis batuan yang ikut terinjeksi arus
listrik pada kedalaman yang lebih besar, seperti ditunjukkan pada Gambar 2.3
berikut.
Gambar 2.3 Garis arus listrik dan medan potensial yang timbul karena
adanya dua sumber arus (Reynolds, 1997)
Berdasarkan gambar 2.3, asumsinya adalah kedalaman lapisan batuan
yang bisa ditembus oleh arus listrik ini sama dengan separuh dari jarak AB
atau lebih dikenal dengan AB/2, sehingga dapat diperkirakan pengaruh dari
injeksi aliran arus listrik ini akan berbentuk setengah bola dengan jari-jari bola
AB/2. Umumnya metode geolistrik yang sering digunakan adalah yang
menggunakan 4 buah elektroda yang terletak dalam satu garis lurus serta
simetris terhadap titik tengah, yaitu 2 buah elektroda arus (AB) di bagian luar
dan 2 buah elektroda tegangan (MN) dibagian dalam.
18
Metode geolistrik lebih efektif jika digunakan untuk eksplorasi yang
sifatnya dangkal, jarang memberikan informasi lapisan di kedalaman lebih dari
1000 atau 1500 kaki. Oleh karena itu metode ini jarang digunakan untuk
eksplorasi minyak tetapi lebih banyak digunakan dalam bidang geologi teknik
seperti penentuan kedalaman batuan dasar, pencarian reservoir air, juga
digunakan dalam eksplorasi panas bumi (geothermal). Keunggulan secara
umum adalah harga peralatan relatif murah, waktu yang dibutuhkan relatif
sangat cepat, bisa mencapai 4 titik pengukuran atau lebih per hari, beban
pekerjaan ; peralatan yang kecil dan ringan sehingga mudah untuk mobilisasi,
kebutuhan personal sekitar 5 orang, dan analisis data secara global bisa
langsung diprediksi saat di lapangan ( Broto & Afifah, 2008: 121 ).
Berdasarkan letak (konfigurasi) elektroda-elektroda potensial dan arus,
dikenal beberapa jenis metode geolistrik resistivitas antara lain: metode
Schlumberger, metode Wenner dan metode Dipole-Dipole. Menurut Waspodo
berdasarkan tujuannya, sebagaimana dikutip oleh Nurhidayah (2011:14) , cara
pengukuran resistivitas terdiri dari dua yaitu:
1.
Metode Resistivitas Sounding (Pendugaan Secara Vertikal)
Metode ini bertujuan untuk mempelajari variasi resistivitas batuan secara
vertikal. Pada praktiknya, spasi elektroda (arus dan potensial) diperbesar
secara bertahap sesuai dengan konfigurasi elektroda yang digunakan.
Semakin panjang bentangan jarak elektrodanya, maka semakin dalam
pula batuan yang dapat diditeksi, walaupun masih dalam batas-batas
tertentu.
19
2.
Metode Resistivitas Mapping (Pendugaan Secara Horizontal)
Metode ini bertujuan untuk mempelajari variasi resistivitas batuan secara
horizontal. Pada praktiknya, spasi elektroda (arus dan potensial) dibuat
sama untuk semua titik di permukaan bumi. Hasil dari pengukuran ini
biasa dijadikan sebagai peta kontur berupa sebaran nilai resistivitasnya.
2.5
Sifat Kelistrikan Batuan
Aliran arus listrik di dalam batuan dan mineral dapat digolongkan menjadi
tiga macam, yaitu konduksi secara elektronik, konduksi secara elektrolit, dan
konduksi secara dielektrik, besarnya dipengaruhi oleh porositas batuan dan
juga dipengaruhi oleh jumlah air yang terperangkap dalam pori-pori batuan
(Telford et al., 1990).
1.
Konduksi Elektronik
Konduksi ini terjadi jika batuan atau mineral mempunyai banyak elektron
bebas sehingga arus listrik dialirkan dalam batuan atau mineral oleh elektronelektron bebas tersebut. Aliran listrik ini juga dipengaruhi oleh sifat atau
karakteristik masing-masing batuan yang dilewatinya. Salah satu sifat atau
karakteristik batuan tersebut adalah resistivitas (tahanan jenis) yang
menunjukkan kemampuan bahan tersebut untuk menghantarkan arus listrik.
Semakin besar nilai resistivitas suatu bahan maka semakin sulit bahan
tersebut menghantarkan arus listrik, begitu pula sebaliknya. Resistivitas
memiliki pengertian yang berbeda dengan resistansi (hambatan), dimana
resistansi tidak hanya bergantung pada bahan tetapi juga bergantung pada
20
faktor geometri atau bentuk bahan tersebut, sedangkan resistivitas tidak
bergantung pada faktor geometri.
2.
Konduksi Elektrolitik
Sebagian besar batuan merupakan konduktor yang buruk dan memiliki
resistivitas yang sangat tinggi, tetapi pada kenyataannya batuan biasanya
bersifat porus dan memiliki pori-pori yang terisi oleh fluida, terutama air.
Akibatnya batuan-batuan tersebut menjadi konduktor elektrolitik, dimana
konduksi arus listrik dibawa oleh ion-ion elektrolitik dalam air. Konduktivitas
dan resistivitas batuan porus bergantung pada volume dan susunan poriporinya. Konduktivitas akan semakin besar jika kandungan air dalam batuan
bertambah banyak, dan sebaliknya resistivitas akan semakin besar jika
kandungan air dalam batuan berkurang.
3.
Konduksi Dielektrik
Konduksi pada batuan atau mineral bersifat dielektrik terhadap aliran
listrik, artinya batuan atau mineral tersebut mempunyai elektron bebas
sedikit, bahkan tidak ada sama sekali. Tetapi karena adanya pengaruh medan
listrik dari luar maka elektron dalam bahan berpindah dan berkumpul terpisah
dari inti, sehingga terjadi polarisasi.
Berdasarkan harga resistivitas listriknya, batuan dan mineral digolongkan
menjadi tiga macam yaitu:
1.
Konduktor baik
: 10-8Ωm <  < 1 Ωm
2.
Konduktor pertengahan
: 1 Ωm <  <107 Ωm
3.
Isolator
:  >107 Ωm
21
2.6
Persamaan Dasar Listrik
Dalam metode geolistrik untuk mendeteksi batuan penyusun di suatu
daerah berdasarkan sifat kelistrikan batuan penyusunnya, definisi-definisi yang
sering digunakan adalah:
1.
Resistansi
R = V/I dalam 
2.
Resistivitas
 = E/J dalam m
3.
Konduktivitas  = I/ dalam (m)-1
dengan
V : beda potensial 2 buah titik (volt)
I : besar arus listrik yang mengalir (ampere)
E : medan listrik (volt/meter)
J : rapat arus listrik (arus listrik persatuan luas)
Ditinjau dari suatu silinder dengan panjang L, luas penampang A, dan
resistansi R, maka dapat dirumuskan dan digambarkan seperti Gambar 2.4
berikut:
𝑅= 𝜌
𝐿
𝐴
(1.1)
Gambar 2.4 Silinder konduktor (Telford et al., 1990:448)
Secara fisis rumus tersebut dapat diartikan jika panjang silinder konduktor
(L) dinaikkan, maka resistansi akan meningkat, dan apabila diameter silinder
22
konduktor diturunkan yang berarti luas penampang (A) berkurang maka
resistansi juga meningkat. Di mana ρ adalah resistivitas (tahanan jenis) dalam
Ωm.
Sedangkan menurut hukum Ohm, resistansi R dirumuskan:
𝑉=𝐼𝑅
(1.2)
Sehingga didapatkan nilai resistivitas (𝜌)
𝜌=
𝑉𝐴
(1.3)
𝐼𝐿
Namun banyak orang lebih sering menggunakan sifat konduktivitas (σ)
batuan yang merupakan kebalikan dari resistivitas (ρ) dengan satuan mhos/m.
1
𝐼𝐿
𝜍 = 𝜌 = 𝑉𝐴 =
𝐼
𝐿
𝐴
𝑉
=
𝐽
𝐸
(1.4)
Di mana J adalah rapat arus (ampere/m²) dan E adalah medan listrik (volt/m).
2.7
Aliran Listrik Di Dalam Bumi
Jika ditinjau suatu medium homogen isotropik yang dialiri arus listrik
searah I (diberi medan listrik E) seperti yang terlihat pada Gambar 2.5 berikut.
Gambar 2.5 Medium homogen isotropis dialiri arus listrik
23
Dimana dA adalah elemen luasan permukaan dan J adalah rapat arus listrik
dalam ampere/meter², maka besarnya elemen arus listrik dI yang melalui
elemen luasan permukaan dA dengan kerapatan arus J tersebut adalah:
𝑑𝐼 =𝐽 ∙ 𝑑𝐴
(1.5)
Sesuai dengan hukum Ohm, rapat arus 𝐽 dan medan listrik 𝐸 yang
ditimbulkannya yaitu:
𝐽 = 𝜍𝐸
(1.6)
Medan listrik merupakan gradien potensial (V):
𝐸 = −∇𝑉
(1.7)
𝐽 = −𝜍∇𝑉
(1.8)
maka:
Jika diasumsikan muatannya tetap, berarti tidak ada arus yang keluar atau
arus yang masuk dalam suatu volume tertutup dengan luas permukaan 𝑑𝐴maka
dapat ditulis
∞
𝐽
𝐴
∙ 𝑑𝐴 = 0
(1.9)
Menurut teorema Gauss, divergensi arus yang keluar dari volume yang
disamakan dengan luas permukaan A adalah sama dengan jumlah total muatan
yang terdapat di permukaan A sehingga berlaku:
∞
(∇ ∙
0
𝐽)𝑑𝑉𝑣𝑜𝑙 = 0
(1.10)
Sehingga diperoleh hukum Kekekalan Muatan:
∇ ∙ 𝐽 = −∇ ∙ ∇ 𝜍𝑉 = 0
(1.11)
−𝜍∇ ∙ ∇𝑉 = −𝜍∇²𝑉 = 0
(1.12)
24
Karena konduktivitas listrik medium (𝜍) bernilai konstan sehingga
diperoleh bentuk persamaan Laplace untuk potensial yaitu:
∇2 𝑉 = 0
(1.13)
Persamaan diferensial Laplace yang digunakan berupa persamaan untuk
koordinat bola karena medan equipotensial dalam bumi berupa simetri bola.
Persamaan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:
1 𝜕
𝑟2
𝜕𝑟
𝜕𝑉
1
𝑟 2 𝜕𝑟 + 𝑟 2 𝑠𝑖𝑛 ∅
𝜕
𝜕∅
𝜕𝑉
1
𝑠𝑖𝑛∅ 𝜕∅ + 𝑟 2 𝑠𝑖𝑛 2 ∅
𝜕2𝑉
𝜕 ∅2
=0
(1.14)
Dengan mengasumsikan bumi homogen isotropis dan simetri bola, maka
potensial V merupakan fungsi r saja (V = V(r)), akibatnya solusi umum
persamaan Laplace dalam sistem koordinat bola adalah:
𝑑
𝑑𝑉
∇2 𝑉 = 𝑑𝑟 𝑟 2 𝑑𝑟 = 0
(1.15)
Integrasi dua kali berturut-turut terhadap persamaan 1.15 menghasilkan:
𝑑𝑉
𝑟 2 𝑑𝑟 𝑑𝑟 = 0
𝑑𝑉
𝑟 2 𝑑𝑟 = 𝐶1
𝑑𝑉
𝑑𝑟
(1.16)
(1.17)
𝐶
= 𝑟 12
(1.18)
𝐶
𝑑𝑉 = 𝑟 12 𝑑𝑟
𝑑𝑉 =
𝐶1
𝑉 𝑟 =
𝐶1
𝑉 𝑟 =−
𝐶1
𝑟2
𝑟2
𝑟
(1.19)
𝑑𝑟
(1.20)
𝑑𝑟
(1.21)
+ 𝐶2
(1.22)
dengan 𝐶1 dan 𝐶2 adalah konstanta.
25
Bila diterapkan syarat batas untuk potensial yaitu pada jarak r =
, maka
potensial di tempat itu adalah nol, sehingga diperoleh 𝐶2 = 0 membuat
persamaan (1.22) menjadi:
𝑉=−
2.8
𝐶1
𝑟
(1.23)
Potensial di Sekitar Titik Arus di Permukaan Bumi
Permukaan yang dilalui arus I adalah permukaan setengah bola dengan
luas 2𝜋𝑟 2 seperti Gambar 2.6 sehingga:
𝐽 = 𝜍𝐸
𝐼
𝐴
(1.24)
𝐼 𝑉
=𝜌𝑟
𝐼
2𝜋 𝑟 2
=
(1.25)
𝐼 𝑉
𝜌 𝑟
𝐼𝜌
𝑉 𝑟 = 2𝜋𝑟
𝑉
𝜌 = 2𝜋𝑟 𝐼
(1.26)
(1.27)
(1.28)
Jika suatu elektroda arus ditempatkan dipermukaan bumi, dimana
konduktivitas udara nol, maka garis equipotensial yang terjadi akan
membentuk permukaan setengah bola seperti pada Gambar 2.6 berikut:
Gambar 2.6 Potensial di sekitar titik arus pada permukaan bumi
(Telford et al.,1990:524)
26
2.9
Faktor Geometri
Besaran koreksi letak kedua elektroda potensial terhadap kedua elektroda
arus disebut faktor geometri. Pada permukaan bumi diinjeksikan dua sumber
arus yang berlawanan polaritasnya, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3.
Maka besarnya potensial disuatu titik M adalah:
𝜌𝐼
𝜌𝐼
𝜌𝐼
𝑉M = 2𝜋𝑟 − 2𝜋 𝑟 = 2𝜋
1
2
1
𝑟1
1
−𝑟
(1.29)
2
dengan,
r1: Jarak dari titik M ke sumber arus positif
r2: Jarak dari titik M ke sumber arus negative
𝜌𝐼
𝜌𝐼
𝜌𝐼
𝑉N = 2𝜋𝑟 − 2𝜋 𝑟 = 2𝜋
3
4
1
𝑟3
1
−𝑟
(1.30)
4
dengan,
r3: Jarak dari titik N ke sumber arus negatif
r4: Jarak dari titik N ke sumber arus positif
Jika ada dua titik yaitu M dan N yang terletak di dalam bumi tersebut,
maka besarnya beda potensial antara titik M dan titik N adalah:
𝑉MN = 𝑉M − 𝑉N
=
𝜌𝐼 1 1
−
2𝜋 𝑟1 𝑟2
𝜌𝐼
= 2𝜋
1
𝑟1
−
𝜌𝐼 1 1
−
2𝜋 𝑟3 𝑟4
1
1
1
2
3
4
−𝑟 −𝑟 +𝑟
(1.31)
2.10 Konfigurasi Dipole - Dipole
Metode geolistrik resistivitas konfigurasi dipole-dipole dapat diterapkan
untuk tujuan mendapatkan gambaran bawah permukaan pada obyek yang
27
penetrasinya relatif lebih dalam dibandingkan dengan metode sounding lainnya
seperti konfigurasi wenner dan konfigurasi schlumberger. Metode ini sering
digunakan
dalam
survei-survei
resistivitas
karena
rendahnya
efek
elektromagnetik yang ditimbulkan antara sirkuit arus dan potensial (Loke,
1999).
Konfigurasi Dipole-Dipole pada prinsipnya menggunakan 4 buah
elektroda yaitu pasangan elektroda arus (C1-C2) yang disebut „Current Dipole‟
dan pasangan elektroda potensial (P1-P2) yang disebut „Potential Dipole‟.
Pada konfigurasi Dipole-Dipole elektroda arus dan elektroda potensial bisa
terletak tidak segaris dan tidak simetris. Penyelidikan dengan konfigurasi
elektroda dipole-dipole dapat dilakukan dengan mapping, untuk mempelajari
variasi resistivitas bawah permukaan bumi secara horizontal, dan sounding
untuk mempelajari variasi resistivitas bawah permukaan bumi secara vertikal.
Mapping dilakukan dengan jarak antara dipole potensial (P1-P2) dan dipole
arus (C1-C2) tetap yakni a, seperti pada Gambar 2.7. Dengan perkataan lain,
bahwa konfigurasi elektroda- elektroda menggunakan jarak yang tetap. Pada
cara sounding jarak (a) diperbesar sesuai dengan kedalaman tembus yang
diinginkan (Wahid, 2011). Demikian pula jarak untuk masing-masing dipole
diperbesar bila medan listrik pada daerah pengukuran terlalu lemah untuk
dideteksi. Susunan elektroda dipole-dipole ditunjukkan pada Gambar 2.8
berikut.
Gambar 2.7 Susunan elektroda dipole-dipole (Loke,1999)
28
Menurut Ningtyas (2013), jarak antara elektroda a dan n adalah kelipatan
bilangan bulat, didapat titik di bawah permukaan yang terdeteksi yakni
kedalaman pengukuran. Data biasanya ditampilkan seperti pada Gambar 2.8.
Sebuah titik data pada plot ini terdapat pada perpotongan garis yang ditarik dari
pusat dipole elektroda, 45o terhadap horisontal. Ini berdasarkan asumsi bumi
homogen. Besarnya kedalaman pengukuran bergantung pada harga n yang
memberikan harga penyeimbang antara elektroda arus dan elektroda potensial.
Untuk beberapa macam harga n dapat dilihat seperti pada Gambar 2.8. Setiap
susunan elektroda memiliki harga sensitivitas yang menunjukkan keakuratan
data yang terukur berkenaan dengan besarnya faktor “n” yang digunakan.
Harga sensitivitas terbesar umunya terletak antara pasangan elektroda arus dan
pasangan elektroda potensial. Ini menunjukkan bahwa susunan ini sangat
sensitif terhadap perubahan resistivitas di bawah elektroda pada setiap pasang.
Seiring
membesarnya
faktor
“n”
harga
sensitivitas
tinggi
semakin
terkonsentrasi di bawah pasangan elektroda arus dan potensial, sedangkan
harga sensiivitas di bawah elektoda arus potensial terdalam semakin mengecil.
Variasi harga n terhadap kedalaman pengukuran ditunjukkan pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8 Variasi harga n terhadap kedalaman pengukuran
29
Menurut Wahid (2011), apabila jarak antara dipole arus C1-C2 sejauh a,
jarak antara dipole potensial P1-P2 sejauh a serta jarak antara dipole arus dan
dipole potensial (C1-P1) sejauh a, jika jarak antara dipole diperpanjang sejauh
na, maka resistivitas semu dan faktor geometri untuk konfigurasi dipole-dipole
dapat ditentukan.
Untuk memperoleh faktor geometri pemasangan elektrode dipole-dipole
tersebut adalah dengan memasukkan persamaan (1.32), (1.33), (1.34) dan
(1.35) ke dalam persamaan (1.36) sebagai berikut:
C1P2 = a + na = a(n+1)
(1.32)
C1P1 = na
(1.33)
C2P2 = a + na + a = a(n+2)
(1.34)
C2P1 = na+a = a(n+1)
(1.35)
 1
1   1
1 
  

k  2 


 C2 P1 C1 P1   C2 P2 C1 P1 
1
(1.36)
Sehingga diperoleh harga:
 1
1
1
1 

k  2 



 a(n  1) na a(n  2) a(n  1) 


2
1
1

k  2 


 a(n  1) na a(n  2) 
1
(1.37)
1
 2( )(n  2)  (n  1)(n  2)  (n)(n  1) 
k  2 

a(n)(n  1)(n  2)


(1.38)
1
(1.39)
30
 2n 2  4n  n 2  3n  2  n 2  n 
k  2 

a(n)(n  1)(n  2)




2
k  2 

 a(n)(n  1)(n  2) 
1
(1.40)
1
k  a(n)(n  1)(n  2)
(1.41)
(1.42)
Jadi untuk pemasangan elktroda dipole-dipole diperoleh hubungan antara
resistivitas, beda potensial dan arus sebagai berikut:
 a  an(n  1)(n  2)
V
I
(1.43)
2.11 Resistivitas
2.11.1 Resistivitas Batuan
Dari semua sifat fisika batuan dan mineral, resistivitas memperlihatkan
variasi harga yang sangat banyak. Pada mineral-mineral logam, harganya
berkisar pada 10−8 Ωm hingga 107 Ωm. Begitu juga pada batuan-batuan lain,
dengan komposisi yang bermacam-macam akan menghasilkan range
resistivitas yang bervariasi pula. Range resistivitas maksimum yang mungkin
adalah dari 1,6 x 10−8 Ωm (perak asli) hingga 1016 Ωm(belerang murni).
Resistivitas yang terukur pada material bumi utamanya ditentukan oleh
pergerakan ion-ion bermuatan dalam pori-pori fluida. Harga resistivitas batuan
tergantung macam-macam materialnya, densitas, porositas, ukuran dan bentuk
pori-pori batuan, kandungan air, kualitas dan suhu. Variasi resistivitas material
bumi ditunjukkan dalam tabel 2.1
31
Tabel 2.1 Nilai Resistivitas Batuan (Telford et al., 1990)
Bahan
Resistivitas (𝛀𝒎)
Udara (dimuka bumi)
Air
Distilasi
Permukaan
Tambang
Laut
Tembaga
Murni
Bijih
Mineral
Kalsit
Magnetit
Pirit
Kwarsa
Batu garam
Belerang
Batuan
Granit
Gabro
Gneis
Andesit
Basal
Batugamping
Batupasir
Serpih
Konglomerat
Alluvium dan pasir
Tufa
Lempung
Tanah
2 x 104 – 5 x 105
2x105
30 s/d 3x103
0.4 s/d 6x102
0.21
1.7 x 10-8
0.001
5.5 x1013
8 x 10-5 – 0.005
2x10-5 s/d 9x10-2
4 x1010
102- 105
1012 - 1015
3x102 s/d 3x106
103 - 106
6.8 x 104 – 106
1.7 x 10 – 4.5 x 104
10 – 1.3 x 107
50 s/d 107
1 s/d 103
20 s/d 2x103
2x103 - 104
10 – 800
20 – 200
3 – 20
1s/d 104
2.11.2 Resistivitas Semu
Dalam pengukuran resistivity, dapat diasumsikan bahwa bumi mempunyai
sifat homogen isotropik. Dengan asumsi ini resistivity yang terukur merupakan
32
nilai resistivity sebenarnya dan bergantung pada spasi elektroda. Pada
kenyataannya bumi terdiri dari lapisan-lapisan dengan nilai resistivity  yang
berbeda-beda karena memiliki sifat heterogen-anisotropik, sehingga potensial
yang terukur bukan merupakan nilai resistivity untuk satu lapisan saja dan
bukan true resistivity melainkan apparent resistivity (resistivitas semu).
Resistvitas semu merupakan resistivitas dari suatu medium fiktif homogen
yang ekivalen dengan medium berlapis yang ditinjau. Konsep resistivitas semu
ditunjukkan pada gambar 2.9 berikut.
Gambar 2.9 Konsep resistivitas semu
Anggapan medium berlapis yang ditinjau misalnya terdiri dari dua lapis
dan mempunyai resistivitas berbeda (1 dan 2). Dalam pengukuran medium
ini dianggap medium satu lapis homogen yang memiliki satu harga resistivitas
yaitu resistivitas semu (a). Resistivitas semu ini merepresentasikan secara
kualitatif distribusi resistivitas di bawah permukaan (Paulus, 2012: 13-14).
2.12 Program Komputer Res2Dinv
Program komputer Res2DinV adalah program komputer yang secara
otomatis menentukan model resistivi 2 dimensi (2-D) untuk bawah permukaan
dari data hasil survei goelistrik. Model 2-D menggunakan program inversi
33
dengan teknik optimasi least-square non linier dan subroutine dari permodelan
maju digunakan untuk menghitung nilai resistivitas semu (Geotomo, 2008:1).
Data hasil survey geolistrik di simpan dalam bentuk file *.dat dengan data
dalam file tersebut tersusun dalam order sebagai berikut :
Line 1_Nama tempat dari garis survey
Line 2_Spasi elektroda terpendek
Line 3_Tipe Pengukuran (Wenner = 1, Pole-pole = 2, Dipole-dipole = 3,
Pole-dipol = 4, Schlumberger = 7)
Line 4_Jumlah total datum point
Line 5_Tipe dari lokasi x datum point. Masukkan 0 bila letak elektroda
pertama diketahui.Gunakan 1 jika titik tengahnya diketahui.
Line 6_Ketik 1 untuk data IP dan 0 untuk data resistivitas.
Line 7_Posisisi x, spasi elektroda, (faktor pemisah elektroda (n) untuk
dipole-dipole, pole-pole, dan wenner-schlumberger) dan harga
resistivitas semu terukurpada datum point pertama.
Line 8_Posisisi x, spasi elektroda dan resistivitas semu yang terukur untuk
datumpoint kedua.
Dan seterusnya untuk datum point berikutnya.Setelah itu diakhiri dengan
empat angka 0.
BAB 5
PENUTUP
5.1
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Struktur bawah permukaan daerah penelitian tersusun oleh empat lapisan
batuan. Lapisan pertama merupakan endapan aluvium pada kedalaman
0.85-6.79 m dengan kisaran nilai resistivitas 9.94-446 Ωm, lapisan kedua
merupakan lapisan batuan breksi pada kedalaman 6.79-9.18 m dengan
kisaran nilai resistivitas 447-955 Ωm, lapisan ketiga dan keempat berada
pada kedalaman 9.18-11.81 m merupakan lapisan batuan andesit dengan
kisaran nilai resistivitas 956-2045 Ωm dan basal dengan nilai resistivitas
>2045 Ωm.
2. Adanya bidang diskontinu mengindikasikan bahwa terdapat struktur
bawah permukaan yang patah (ambles). Amblesnya struktur pondasi pada
empat perwara Candi Ngawen, Muntilan Magelang diduga karena
pengaruh gempa Yogyakarta tahun 2006.
5.2
Saran
Saran untuk penelitian selanjutnya antara lain:
1. Hasil penelitian ini belum dapat digunakan untuk menentukan kedalaman
amblesan sehingga perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan
metode geofisika lain misalnya metode Gaya Berat (Gravity) dan metode
Seismik.
7134
72
2. Perlu dilakukan penelitian yang berkelanjutan yaitu dengan penambahan
panjang lintasan yang berasosiasi dengan penambahan target kedalaman
sehingga dapat diperoleh gambaran bawah permukaan lebih luas karena
hasil penelitian ini hanya memberikan gambaran struktur bawah
permukaan dangkal.
73
DAFTAR PUSTAKA
Adawiyah, R. 2008. Pola Wilayah Likuifaksi Di Provinsi D.I. Yogyakarta
(Studi Kasus Gempabumi Yogyakarta 27 Mei 2006). Skripsi.
Jakarta: FMIPA Universitas Indonesia.
Adi, H. P. , S. I. Wahyudi & E. Santoso. 2009. Studi tentang Kerusakan
Infrastruktur Keairan Akibat Gempa Tektonik di Kabupaten
Klaten. Jurnal Teknik Sipil dan Perencanaan, 2 (11): 161-168.
Semarang.
Aizebeokhai, A. P. & A. I. Olayinka. 2011. Anomaly Effects of Orthogonal
Paired-Arrays for 3D Geolectrical Resistivity Imaging. Environ
Earth Sci, 64: 2141-2149.
Broto, S. & R.S. Afifah. 2008. Pengolahan Data Geolistrik Dengan Metode
Schlumberger. Teknik, 29(2): 120-128. ISSN: 0852-1697.
Chumairoh I., A. Susilo, A.M. Juwono.2014. Identifikasi Litologi dan
Indikasi Patahan pada Daerah Karangkates Malang Selatan dengan
Menggunakan Metode Geolistrik Konfigurasi Dipol-Dipol. Physics
Student Journal, 2(1): 145-151.Jurusan Fisika, FMIPA Universitas
Brawijaya
Edwiza, D. & S. Novita. 2008. Pemetaan Percepatan Tanah Maksimum dan
Intensitas Seismik Kota Padang Panjang Menggunakan Metode
Kanai. Teknik A, 29(2). ISSN: 0854-8471.
Effendy, V. N. A. 2012. Aplikasi Metode Geolistrik Konfigurasi DipoleDipole untuk Mendeteksi Mineral Mangan (Physical
Modeling).Skripsi. Jember: FMIPA Universitas Jember.
Geotomo. 2008. Rapid 2-D Resistivity & IP Inversion Using The LeastSquares Method. Penang: Geolectrical.
Hidayatullah, F.S. 2010.Identifikasi Patahan Pada Lapisan Sedimen
Menggunakan Metode Seismik Refleksi 2-D Di Barat
Sumatera.Skripsi. Jakarta: Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Huda, M. 2011. Candi Ngawen Ambles 30 Centimeter. Tribungjateng. Sabtu,
18 Juni 2011. Tersedia dihttp://jateng.tribunnews.com/2011/06/18/
candi-ngawen-ambles-30-centimeter [ diakses 25-08-2015]
73
74
Mala, H. U., A. Susilo & Sunaryo. 2015. Kajian Mikrotermor dan Geolistrik
Resistivitas di Sekitar Jalan Arteri Primer Trans Timor untuk
Mitigasi Bencana. Natural B, 3(1).
Ningtyas, R. I., Khumaedi. & H. Susanto. 2013. Survei Sebaran Air Tanah
dengan Metode Geolistrik Konfigurasi Dipole-Dipole di Desa
Jatilor Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan. Unnes Physics
Journal, 2 (2). ISSN 2252-6978.
Noor, D. 2009. Pengantar Geologi. (1st ed.), Pakuan: Pakuan University
Press.
Nurhidayah. 2011. Aplikasi Metode Geolistrik Untuk Mengetahui
Pencemaran Limbah di Sekitar Sungai di Daerah Genuk. Skripsi.
Semarang: FMIPA Universitas Negeri Semarang.
Loke M. H., 1999. Electrical Imaging Surveys for Environmental.
Malaysia:Penang.
Margaworo, P. A. 2009. Identifikasi Batuan Dasar di Desa Kroyo,
Karangmalang Kabupaten Sragen menggunakan Metode Geolistrik
Konfigurasi Dipole-Dipole. Skripsi. Surakarta: FMIPA Universitas
Sebelas Maret.
Pramatasari, R. W., Khumaedi, S. Linuwih. 2015. Aplikasi Metode Geolistrik
Resistivitas untuk Mengetahui Potensi Longsor dan Ambles di
Jalan Weleri-Sukorejo Kabupaten Kendal. Unnes Physics Journal,
4 (2). ISSN: 2252-6978.
Paulus. 2012. Pemodelan 3D Cavity Daerah “X” dengan menggunakan
Metode Resistivity Konfigurasi Dipole-Dipole.Skripsi. Depok:
FMIPA Universitas Indonesia.
Rahardjo, W., Sukandarrumidi & H.M.D Rosidi. 1995. Peta Geologi Lembar
Yogyakarta. Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi (P3G). 1 lembar.
Raspini, F., C. Loupasakis, D. Rozos & S. Moretti. 2013. Advanced
Interpretation of Land Subsidence by Validating Multiinterferometric SAR data: the case study of the Anthemounts Basin
(Northern Greece). ISSN: 2425-2440. Published by Copernicus
Publication on behalf of the European Geosciences Union.
Reynold, J.M. 1997. An Introduction to Apllied and Environtmental
Geophysics. England: Jhon Wiley & Sons, Ltd.
75
Riswan, O. 2015. Ini Lokasi Rawan Gerakan Tanah di Jateng & DIY.
Okezone.
Senin,
2
Februari
2015.
Tersedia
di
http://news.okezone.com/read/2015/02/02/340/1100132/ini-lokasirawan-gerakan-tanah-di-jateng-diy-4 [diakses 25-08-2015]
Setyaningsih,W. 2010. Pemetaan Daerah Rawan Bencana Gerakan Tanah di
Wilayah Grabag Kabupaten Magelang Propinsi Jawa Tengah. 8
(1):UNNES
Soebowo, E., A. Tohari & D. Sarah. 2009. Potensi Likuifaksi Akibat
Gempabumi Berdasarkan Data CPT dan N-SPT di Daerah Patalan
Bantul, Yogyakarta. Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan, 19
(2): 85-97.
Sophian, R.I. 2010. Penurunan Muka Tanah di Kota-Kota Besar Pesisir Pantai
Utara Jawa (Studi Kasus : Kota Semarang). Bulletin of Scientific
Contribution, 8 (1): 41-60.
Sudarsono, U. & I. B. Sudjarwo. 2008. Amblesan di Daerah Porong,
Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Jurnal Geologi Indonesia, 3 (1):
1-9.
Suhendra. 2005. Penyelidikan Daerah Rawan Gerakan Tanah dengan Metod
Geolistrik Tahanan Jenis (Studi Kasus: Longsoran di Desa
Cikukun). Jurnal Gradien, 1(1):1-5.
Susilo, A & S. H. Wiyono. 2012. Frequency Analysis and Seismic
Vulnerability Index by using Nakamura Methods at a New Artery
Way in Porong, Sidoarjo, Indonesia. International Journal of
Applied Physics and Mathematics, 2(4).
Telford, M. W., L. P. Geldard, R. E. Sheriff, & D. A. Keys. 1990. Applied
Geophysics. London: Cambridge University Press.
Wahid, A. 2011. Aplikasi Geolistrik Resistivitas untuk Melihat Struktur
Perlapisan Batuan Daerah Longsor. Media Exacta 11 (1).
Yaqin, F. N. & Supriyadi. 2014. Lapisan Tanah di Ruas Jalan SampanganBanaran Kecamatan Gunungpati Semarang Berdasarkan Data
Geolistrik. Unnes Physics Journal, 3(2). ISSN 2251-6978.
Yuill, B., D. Lavoie & D. J. Reed. 2009. Understanding Subsidence Processes
in Coastal Louisiana. Journal of Coastal Research, SI (54) : 23-35.
West Palm Beach (Florida), ISSN 0749-0208.
76
Yulianti, E. & Indrayani. 2013. Studi Gerakan Tanah Akibat Pemancangan
Tiang Fondasi ( Square Pile ) Studi Kasus pada Pembangunan
Terminal Penumpang Bandara Supadio Pontianak. Jurnal Teknik
Sipil Untan, 13 (2).
Download