BAB II

advertisement
BAB II
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Gagal ginjal kronis adalah kerusakan pada ginjal yang terus
berlangsung dan tidak dapat diperbaiki, ini disebabkan oleh sejumlah
kondisi dan akan menimbulkan gangguan multisystem (Reeves Chalene,
2001).
Gagal ginjal kronis atau penyakit ginjal tahap akhir (ERSD) adalah
penyimpangan, progresis, fungsi ginjal yang tidak dapat pulih dimana
kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan metabolik,
cairan dan elektrolit mengalami kegagalan yang mengakibatkan uremia
(Baughman Diane C, 2002).
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir adalah
merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana
kemampuan
tubuh
gagal
untuk
mempertahankan
metabolisme,
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea
dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Smelzer, 2001).
6
B. Anatomi dan Fisiologi
1. Anatomi
Gambar 1.1 Anatomi Ginjal tampak dari depan
Dari gambar 1.1 di atas dapat dilihat anatomi ginjal tampak dari
depan, disini dapat diketahui bahwa ginjal terletak di rongga abdomen,
retroperitoneal kiri dan kanan kolumna vertebralis yang dikelilingi oleh
lemak dan jaringan ikat di belakang peritonium.
7
Gambar 1.2 Anatomi Ginjal tampak dari samping
Dari gambar 1.1 dan gambar 1.2 di atas dapat dijelaskan bentuk
ginjal menyerupai kacang dengan sisi cekungnya menghadap kemedial.
Pada sisi ini terdapat hilus ginjal yaitu tempat sruktur-struktur pembuluh
darah, sistem limfatik, sistem syaraf dan ureter menuju dan meninggalkan
ginjal.
Ginjal terletak di rongga abdomen, retroperitoneal primer kiri dan
kanan kolumna vertebralis yang dikelilingi oleh lemak dan jaringan ikat di
belakang peritoneum. Batas atas ginjal kiri setinggi iga ke- 11 dan ginjal
kanan setingi iga ke- 12 dan batas bawah ginjal kiri setinggi vertebr
lumbalis ke-3. Setiap ginjal memiliki panjang 11- 25cm, lebar 5-7 cm, dan
tebal 2,5 cm. Ginjal kiri lebih panjang dari ginjal kanan. Berat ginjal pada
pria dewasa 150-170 gram dan pada wanita dewasa 115-155 gram dengan
bentuk seperti kacang, sisi dalamnya menghadap ke vertebra thorakalis,
8
sisi luarnya cembung dan di atas setiap ginjal terdapat kelenjar suprarenal
(Setiadi, 2007).
Struktur ginjal, setiap ginjal dilengkapi kapsul tipis dari jaringan
fibrus yang dapat membungkusnya ,dan membentuk pembungkus yang
halus. Didalamnya terdapat struktur ginjal, warnanya ungu tua dan terdiri
atas bagian korteks di sebelah luar dan bagian medulla di sebelah dalam.
Bagian medulla ini tersusun atas lima belas sampai enam belas massa
berbentuk piramid, yang disebut piramid ginjal. Puncak- puncaknya
langsung mengarah ke helium dan berakhir di kalies.kalies ini
menghubungkan ke pelvis ginjal.
Gambar 1.3 Anatomi nefron
Nefron, Struktur halus ginjal terdiri atas banyak nefron yang
merupakan satuan – satuan fungsional ginjal,diperkirakan ada 1.000.000
9
nefron dalam setiap ginjal. Setiap nefron mulai berkas sebagai kapiler
(badan malphigi atau glumelurus) yang serta tertanam dalam ujung atas
yang lebar pada urineferus atau nefron. Dari sisni tubulus berjalan
sebagian berkelok–kelok dan dikenal sebagai kelokan pertama atau tubula
proximal tubula itu berkelok–kelok lagi, disebut kelokan kedua atau
tubula distal, yang bersambung dengan tubula penampung yang berjalan
melintasi kortek atau medulla untuk berakhir dipuncak salah satu
piramidis.
Pembuluh darah, Selain tubulus urineferus, struktur ginjal
mempunyai pembuluh darah. Arteri renalis membawa darah murni dari
aorta abdominalis ke ginjal, cabang-cabangnya beranting banyak di dalam
ginjal dan menjadi arteriola (artriola afferents) dan masing-masing
membentuk simpul dari kapiler-kapiler di dalam salah satu badan
malpighi, inilah yang disebut glumelurus. Pembuluh eferen kemudian
tampil sebagai arterial aferen (arteriola afferents) yang bercabang-cabang
membentuk jaringan kapiler di sekeliling tubulus uriniferus. Kapilerkapiler ini kemudian bergabung lagi membentuk vena renalis, yang
membawa darah dari ginjal kevena kava inferior (Evelin, 2000).
2. Fisiologi
a. Berbagai fungsi ginjal anatara lain adalah (Setiadi, 2007):
1) Mengekresikan sebagian terbesar produk akhir metabolisme
tubuh
(sisa metabolisme dan obat-obatan).
10
2) Mengontrol sekresi hormon-hormon aldosteron dan ADH
dalam mengatur jumlah cairan tubuh.
3) Mengatur metabolisme ion kalsium (Ca+) dan vitamin D.
4) Menghasilkan beberapa hormon antara lain:
a) Eritropoetin yangberfungsi sebagai pembentukan sel darah
merah.
b) Renin yang berperan dalam mengatur tekanan darah serta
hormon prostaglandin.
b. Proses pembentukan urine
Ada 3 tahap proses pembentukan urine (Syefudin, 2001) :
1) Proses filtrasi : Terjadi di glumelurus, proses ini terjadi karena
permukaan aferent lebih besar dari permukan aferent maka
terjadi penyerapan darah, sedangkan bagian yang tersaring
adalah bagian cairan darah kecuali protein, cairan yang
tertampung oleh simpai bowmen yang terdiri dari glukosa air
sodium klorida sulfat bikarbonat dll, diteruskan ke tubulus
ginjal.
2) Proses reabsobsi : Pada proses ini
penyerapan kembali
sebagian besar dari glukosa, sodium, klorida, fosfat dan
beberapa ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif yang
dikenal dengan obligator reabsopsi terjadi pada tubulus atas.
Sedangkan pada tubulus ginjal bagian bawah terjadi kembali
penyerapan dari sodium dan ion bikarbonat, bila diperlukan
11
akan diserap kembali ke dalam tubulus bagian bawah,
penyerapannya terjadi secara aktif yang dikenal dengan
reabsorpsi fakultatif dan sisanya dialirkan pada papil renalis.
3) Proses sekresi : Sisanya penyerapan kembali yang terjadi pada
tubulus dan diteruskan ke piala ginjal selanjutnya diteruskan ke
luar.
C. Etiologi
Glumerulonefritis, nefropati analgesik, nefropati refluk, ginjal
polikistik, nefropati diabetik, penyebab lain seperti hipertensi, obtruksi,
gout, dan tidak diketahui (Mansjoer Arif, 1999).
Pielonefritis obtruksi traktus urinarius lingkungan dan agen
berbahaya yang mempengaruhi gagal ginjal kronis mencangkup timah,
kadmium, merkuri, dan kromium (Smeltzer, 2001).
D. Patofisiologi
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya diekresikan kedalam urin) tertimbun dalam darah, terjadi
uremia dan mempengaruhi sistem tubuh. Semakin
banyak timbunan
produk sampah, maka setiap gejala semakin meningkat. Sehingga
menyebabkan hal-hal sebagai berikut:
Gangguan kliren renal, banyak masalah pada ginjal sebagai
akibat dari penurunan jumlah glumerulus yang berfungsi, yang
menyebabkan penurunan klirens subtsansi darah yang seharusnya
dibersihkan oleh ginjal.
12
Penurunan laju filtrasi gomerulus (GFR), dapat dideteksi
dengan mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaaan kliren kreatitin.
Menurunya filtasi glumelurus (akibat tidak berfungsinya glumeluri)
klirens kreatinin akan menurun dan kadar kreatinin serum akan meningkat
selain itu, kadar nitrogen urea darah (BUN) biasanya meningkat. Kreatinin
serum merupakan indikator paling sensitif dari fungsi renal karena
substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya
dipengarui oleh penyakit renal tetapi juga oleh masukan protein dalam
diet, katabolisme (jaringan dan luka RBC) dan medikasi seperti steroid.
Retensi cairan dan natrium, ginjal juga tidak mampu untuk
mengosentrasikan atau mengencerkan urin secara normal pada penyakit
ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan
cairan dan elektrolit sehari- hari, tidak terjadi pasien sering menahan
natrium dan cairan,meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung
kongesti, dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis
renin angiotensin dan kerjasama keduanya meningkatkan sekresi
aldosteron. Pasien lain mempunyai kecenderungan untuk kehilangan
garam, mencetuskan resiko hipotensi dan hipovolemia. Episode muntah
dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium yang semakin
memperburuk status uremik.
Asidosis, dengan berkembangnya peyakit renal, terjadi asidosis
metabolik seiring ketidakmampuan ginjal mengesekresikan muatan asam
(H+) yang berlebihan. Sekresi asam terutama, akibat ketidakmampuan
13
tubulus ginjal untuk mensekresi amonia (NH3) dan mengabsorpsi natrium
bikarbonat (NaCO3). Penurunan sekresi fosfat dan asam organik lain juga
terjadi.
Anemia, anemia terjadi karena akibat eritropoetin yang tidak
adekuat, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan
kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien,
terutama dari saluran gastrointestinal. Eritropoetin, suatu subtansi normal
yang diproduksi oleh ginjal menstimulasi sum-sum tulang untuk
menghasilkan sel darah merah. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin
menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, agina dan nafas
sesak.
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat, abnormalitas utama
yang lain pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme kalsium
dan fosfat tubuh memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya
meningkat yang lain menurun. Dengan menurunnya filtrasi malalui
glumelurus ginjal terdapat peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya
penurunan kadar serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar
paratoid. Namun demikian pada gagal ginjal, tubuh tidak memiliki respon
secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon, akibatnya
kalsium di tulang menurun yang menyebabkan perubahan pada tulang dan
penyakit
tulang,
selain
itu
metabolik
aktif
vitamin
D
(1,25
dihidrokolekalsiferol) yang secara normal dibuat di ginjal menurun seiring
dengan berkembangnya ginjal.
14
Penyakit tulang uremik, sering disebut osteodistrofienal, terjadi
dari perubahan komplek kalsium, fosfat dan keseimbangan parathormon.
Laju penurunan fungsi ginjal kronis berkaitan dengan gangguan yang
mendasari, ekresi protein dan urin, dan adanya hipertensi. Pasien yang
mengekresikan secara signifikan sejumlah protein atau mengalami
peningkatan tekanan darah cenderung akan cepat memburuk dari pada
mereka yang tidak mengalami kondisi (Smeltzer, 2001).
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis (Smeltzer, 2001) meliputi:
1. Kardiovaskuler
Hipertensi, gagal jantung kongestif, dan edema pulmoner.
2. Hermatologi
Rasa gatal yang parah (pruritis), butiran uremik.
3. Gastrointestinal
Mual, muntah dan cegukan.
4. Perubahan neuromuskuler mencangkup perubahan tingkat kesadaran,
tidak mampu berkonsentrasi, kedutan otot, dan kejang.
F. Komplikasi
Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Smletzer dan
Bare (2001) yaitu :
1.
Hiperkalemia
akibat
penurunan
eksresi,
asidosis
metabolik,
katabolisme dan masukan diet berlebihan.
15
2.
Perikarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung akibat retensi
produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3.
Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem
rennin-angiostensin-aldosteron.
4.
Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel
darah merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin dan
kehilangan darah selama hemodialisis.
5.
Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D abnormal dan
peningkatan kadar alumunium.
G. Penatalaksanaan
1. Tentukan dan tata laksananya.
2. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam.
Biasanya diusahakan hingga tekanan vena jugularis sedikit meningkat
dan terdapat edema betis ringan. Pada beberapa pasien, furosemid
dosis besar (2500-1000 mg/hari) atau deuretik loop (bumetamid, asam
etakrinat) diperlukan untuk mencegah kelebihan cairan, sementara
pasien lain mungkin memerlukan suplemen natrium klorida atau
natrium bikarbonat. Pengawasan dilakukan melalui berat badan, urin
dan pencatatan keseimbanan cairan (masukan melebihi keluaran
sekitar 500 ml).
16
3. Diet tinggi kalori dan rendah protein
Diet
rendah
protein
(20-40
gram/hari)
dan
tinggi
kalori
menghilangkan anoreksia dan nausea dari uremia, menyebabkan
penurunan ureum dan perbaikan gejala.hindari masukan berlebih dari
kalium dan garam.
4. Kontrol hipertensi
Bila tidak terkontrol dapat terakselerasi dengan hasil gagal jantung
kiri. Pada pasien hipertensi dengan penyakit ginjal,keseimbangan
garam dan cairan diatur sendiri
tanpa tergantung tekanan darah.
sering diperlukan diuretik loop, selain obat antihipertensi.
5. Kontrol ketidakseimbangan elektrolit
Yang sering ditemukan adalah hiperkalemia dan asidosis berat. Untuk
mencegah hiperkalemia dihindari masukan kalium yang besar (batasi
hingga 60 mol/hari) deuretik hemat kalium, obat-obat yang
berhubungan dengan ekresi kalium (misalnya, penghambat ACE dan
obat anti inflamsinonosteroid) asidosis berat, atau kekurangan garam
yang menyebabkan pelepasan kalium dari sel dan ikut dalam
kaliuresis. Deteksi melalui kadar kalium plasma dan EKG. Gejalagejala asidosis baru jelas bila bikarbonat plasma kurang dari
15mol/liter biasanya terjadi pada pasien yang sangat kekurangan
garam dan dapat diperbaiki spontan dengan dehidrasi. Namun
perbaikan yang cepat dapat berbahaya.
17
6. Mencegah dan tatalaksana penyakit tulang ginjal
Hiperfosfatemia dikontrol dengan obat yang mengikat fosfat seperti
aliminium hidroksida (300-1800mg) atau kalsium karbonat (500 –
300 mg) pada setiap makan. Namun hati – hati pada toksititas obat
tersebut.diberikan suplemen vitanin D dan dilakukan paratidektomi
atas indikasi.
7. Deteksi dini dan terapi infeksi
Pasien uremia harus diterapi sebagai pasien imunosupresif dan
diterapi lebih ketat.
8.
Modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal
Banyak obat-obatan yang harus diturunkan dosisnya karena
metaboliknya toksik dan dikeluarkan oleh ginjal misalna digoksin
aminoglikosid, analgesik opiat, amfoteresin dan alopurinol juga obatobatan yang meningkatkan katabolisme dan ureum darah misalnya
tetrasiklin, kortikosteroid, dan sitostatik.
9. Deteksi dan terapi komplikasi
Awasi dengan ketat kemungkinan ensefalopati uremia, perikarditis
neuropati perifer, hiperkalemia yang meningkat, kelebihan cairan
yang meningkat, infeksi yang mengancam jiwa, kegagalan untuk
bertahan, sehingga diperlukan dialisis.
10. Persiapkan dialisis dan program transplantasi
18
Segera dipersiapkan setelah gagal ginjal kronik diteteksi. Lakukan
dialisis biasanya adalah gagal ginjal dengan gejala klinis yang jelas
meski telah dilakukan terapi konservatif, atau terjadi komplikasi (Arif
Mansjoer,1999).
H. Pengkajian Fokus
1. Aktifitas atau istirahat
a. Gejala : Kelelahan ektremitas,kelemahan, malaise gangguan tidur
(insomnia/gelisah atau somnolen).
b. Tanda
:
Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang
gerak.
2. Sirkulasi
a. Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat.
b. Tanda : Hipertensi, DVJ, nadi kuat, edema jaringan umum dan
piting pada kaki , telapak tangan dan disritmia jantung.
Nadi lemah halus, hipotensi ortostatik menunjukkan hipovolemia,
yang jarang pada penyakit tahap akhir.Friction rub perikardial
(respon terhadap akumulasi sisa)
Pucat; kulit coklat kehijauan, kuning,kecenderungan perdarahan.
3. Integritas ego
a. Gejala : Faktor stres.
b. Tanda
: Menolak ansietas, takut, marah, mudah terangsang,
perubahan kepribadian.
19
4. Eliminasi
a. Gejala : Penurunan frrekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap
lanjut), abdomen kembung, diare atau konstipasi.
b. Tanda : Perubahan warna urine, oliguria dapat menjadi anuria.
5. Makanan atau cairan
a. Gejala : Peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat
badan (malnutisi), anoreksia, nyeri uluhati, mual/ muntah,
rasametalik tak sedap pada mulut (pernafasan amonia).
b. Tanda :
Distensi
abdomen/asites,
pembesaran hati
tahap
akhir,perubahan turgor kulit/kelembaban, edema, ulserasi gusi,
perdarahan gusi/ lidah, penurunan otot, penurunan lemak
subkutan, penampilan tak bertenaga.
6. Neurosensori
a. Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur kram otot/ kejang sindrom
kaki gelisah rasa terbakar pada telapak kaki, kebas kasemutan dan
kelemahan, khususnya ektremitas bawah.
b. Tanda : Gangguan status mental, kehilangan memori, kacau,
penurunan tingkat kesadaran, stupor, koma.
7. Nyeri atau kenyamanan
a. Gejala : Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot / nyeri kaki
(memburuk saat malam hari).
b. Tanda : Perilaku berhati – hati/distraksi, gelisah.
20
8. Pernafasan
a. Gejala : Nafas pendek, dispnea nokturnalparoksismal; batuk
dengan/tanpa sputum kental dan banyak.
b. Tanda : Takipnea, dispepnea, peningkatan
frekuensi/kedalaman(pernafasan kussmaul).
9. Keamanan
a. Gejala : Kulit gatal.
b. Tanda : Pruritus, demam (sepsis, dehidrasi).
10. Seksualitas
Gejala : Penurunan libido, amenorea, infertilitas.
11. Interaksi sosial
Gejala : Kesulitan mementukan kondisi lingkungan (Doengoes,1999).
12. Pemeriksaan penunjang
a. Urine
Volume : Biasanya kurang dari 400ml/jam (oliguria) atau urine tak
ada (anuria).
Warna : Secara normal urine mungkin disebabkan oleh pus,
bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat, sedimen kotor kecoklatan
menunjukkan adanya darah Hb, miglobin, porfirin.
berat jenis : Kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan
kerusakan ginjal berat).
21
Osmolalitas : Kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan
tubular, am rasio urine / ureum sering 1:1.
Kliren kreatinin : Mungkin agak menurun.
Natrium : Lebih besar dari 40 Emq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsopsi natrium.
Protein
:
Derajat
tinggi
proteinuria
(3-4+)
secara
kuat
menunjukkan kerusakan glumerulus bila SDM dan fregmen juga
ada.
b. Darah :
BUN/kreatinin
:
Meningkat,
biasanya
meningkat
dalam
proporsi.kadar kreatinin10mg/dL diduga tahap akhir (mungkin
rendah yaitu 5).
Hitung darah lengkap : Ht : menurun pada adanya anemia. Hb
biasanya kurang dari 7- 8 g/dL.
SDM : Waktu hidup menurun pda defesiensi eritropoetin seperti
pada azotemia.
GDA: pH; penurunan asidosis metabolik (kurang dari 7,2) terjadi
karena kehilangan kemampuan ginjal untuk mengeksekresi
hidrogen dan amonia atau hasil akhir katabolisme protein.
Bikarbonat menurun PCO2 menurun.
Natrium serum : Mungkin rendah (bila ginjal ”kehabisan
natrium”atau normal (menunjukkan status dilusi hipernatremia).
22
kalium : Peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dengan
perpindahan
selular
(asidosis)
atau
pengeluaran
jaringan
(hemolisis SDM). Pada tahap akhir ,perubahan EKG mungkin
tidak terjadi sampai kalium 6,5 mEq atau lebih besar.
Magnesium: Fosfat meningkat.
Kalsium : Menurun.
Protein (khuusnya albumin): Kadar serum menurun dapat
menunjukkan kehilangan protein melalui urine, perpindahan
cairan, penurunan pemasukan, atau penurunan sintesis karena
kurang asam amino esensial.
c. Osmolalitas serum : Lebih besar dari 285 mosm/kg; sering sama
dengan urine.
d. Ultrasono ginjal adalah menentukan ukuran ginjal dan adanya
masa , kista, obtruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
e. Biopsi Ginjal adalah mungkin dilakukan secara endoskopik untuk
mementukan sel jaringan untuk diagnosis histologis.
f. Endoskopi ginjal dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal.
g. EKG adalah mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan.
elektrolit dan asam basa.
h. KUB foto adalah menunjukkan ukuran ginjal / ureter / kandung
kemih dan adanya obtruksi (batu).
i. Arteriogram
ginjal
adalah
mengkaji
sirkulasi
ginjal
dan
megidentifikasi ekstravaskuler, massa.
23
j. Pielogram retrograd : Menunjukkan abormalitas pelvis ginjal.
k. Sistouretrogram berkemih : Menunjukkan ukuran kandung kemih,
refluk kedalam ureter, retensi (Doengoes,1999).
I. Diagnosa Keperawatan
1.
Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang
meningkat.
2.
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan edema sekunder.
3.
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia mual muntah.
4.
Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder.
5.
Ganguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan suplai O2 ke
jaringan menurun.
6.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi
produk sampah dan prosedur dialysis.
7.
Resiko kerusakan intregitas kulit berhubungan dengan akumulasi
toksik dalam kulit dan gangguan turgor kulit (edema, dehidrasi),
gangguan status metabolik, sirkulasi (anemia dengan iskemia
jaringan), neuropati perifer.
8.
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan edema paru/efusi
sekresi berlebihan / perdarahan akut.
9.
Gangguan body image berhubungan dengan krisis situasi.
24
Infeksi
Vaskuler
Zat toksik
Reaksi antigen
antibodi
Arterio sklerosis
Tertimbun ginjal
Suplai darah ginjal turun
GFR turun
GGK
Sekresi protein terganggu
Sindrom uremia
Perpospatemia
Pruritis
Gang.
keseimbangan
asam - basa
Gg. Integritas kulit
Asidosis
Retensi Na
Urokrom
tertimbun di kulit
Total CES naik
Tek. kapiler naik
Payah jantung kiri
Perubahan warna
kulit
Vol. interstisial naik
COP turun
Bend
Edema
(kelebihan volume cairan)
Nausea, Vomitus
Preload naik
Resiko gangguan
nutrisi
Beban jantung naik
Aliran darah ginjal
turun
Suplai O2 ke
otak turun
RAA naik
Retensi Na & H2O
naik
Syncope
(kehilangan
kesadaran)
Hipertrofi ventrikel kiri
kelebihan volume
cairan
25
per
K. Fokus Intervensi dan Rasional
No
1
Diagnosa
Penurunan
curah
jantung
berhubunga
n dengan
beban
jantung
yang
meningkat.
Rencana Keperawatan
Tujuan dan
Kriteria hasil
Intervensi
Penurunan
beban jantung
tidak terjadi.
KH tekanan
darah dan
frekuensi
jantung dalam
batas normal
dan perifer
kuat dan sama
dengan
pengisian
kapiler.
a. Auskultasi bunyi
jantung dan paru
evaluasi keluhan
dispnea,
Rasional
Frekuensi
jantung tak
teratur
takipnea,
dispnea,
mengi dan
b. Kaji
edema /
adanya/derajad
distensi
hipertensi.
jugular
menunjukkan
c. Selidiki saluran
GGK.
nyeri dada,
perhatikan lokasi Hipetensi
bermakna
radiasi beratnya
(skala 0- 10) dan dapat terjadi
karena
apakah tidak
menetap dengan gangguan
aldosteron
inspirasi dalam
rennis
dan posisi
angiotensin.
terlentang.
Hipertensi
d. Evaluasi bunyi
jantung(perhatika dan GGK
kronik dapat
n friction
menyebabka
rub)TD, nadi
perifer, pengisian n IM kurang
lebih pasien
kapiler,kongesti
GGK dengan
vaskuler, suhu
dialisis
dan
megalami
sensori/mental.
perikaritis,
e. Kaji tingkat
potensial
aktifitas, respon
tehadap aktifitas. resiko efusi
perikardial /
f. Kolaborasi
tamponade .
1) Awasi
pemeriksaan
laboratorium.
2) Foto dada
Adanya
hipotensi tiba
26
3) Berikan obat
anti hipertensi
bantu dalam
perikardiosent
ris sesuai
indikasi.
4) Siapkan
dialisis.
– tiba,
nadi,paradok
sik,
penyempitan
tekanan nadi
penurunan/ta
k adanya
nadi perifer.
Kelelahan
dapat
menyertai
GGK.
Ketidakseim
bangan dapat
mengganggu
konduksi
elektrial dan
fungsi
jantung.
Berguna
dalam
mengidentifi
kasi
terjadinya
gagal jantung
atau
klasifikasi
jaringan
jantung.
Menurunkan
tekanan
vaskuler
sistemik
akumulasi
cairan dalam
jantung
perikardial
dapat
mempengarui
pengisian
jantung dan
kontraktilitas
miokardial
27
mengganggu
curah jantung
dan potensial
resiko
jantung.
Penuruna
ureum toksin
dan
memperbaiki
ketidakseimb
angan
elektrolit dan
berlebihan
cairan dapat
membatasi/m
encegah
manifestasi
jantung,
termasuk
hipertensi
dan efusi
perikardial.
2
Kelebihan
volume
cairan
berhubunga
n dengan
edema.
Mempertahan
berat tubuh
ideal tanpa
kelebihan
cairan.KH
Tidak ada
edema,
keseimbangan
antara input
dan output.
a. Kaji status cairan
dengan
menimbang BB
perhari,keseimba
ngan masukan
dan haluaran
turgor kulit tanda
– tanda vital.
b. Batasi masukan
cairan.
c. Jelaskan pada
pasien dan
keluarga tentang
pembatasan
cairan.
d. Anjurkan
Mengatahui
status cairan,
meliputu
input dan
output.
Pembatasan
caiaran akan
menentukan
BB ideal
haluaran urin
dan respon
terhadap
terapi.
Pemahaman
28
pasien/ajari
pasien untuk
mencatatat
penggunaan
cairan terututama
pemasukan dan
haluaran.
3
Gangguan
nutrisi
kurang dari
kebutuhan
tubuh
berhubunga
n dengan
anoreksia
mual dan
muntah.
Mempertahank
an masukan
nutrisi yang
adekuat.
KH
menunjukkan
BB stabil.
meningkatka
n kerjasam
pasien dan
keluarga
dalam
pembatasan
cairan.
Untuk
mengetaui
keseimnagan
input dan
output
Meningkatka
n
pengetahuan
dan
pemahaman
pasien dalam
menghitung
balance
cairan
a. Awasi konsumsi
makanan/ cairan.
b. Perhatikan
adanya mual dan
muntah.
Mengidentifi
kasi
kekurangan
nutrisi.
Gejala yang
menyertai
akumulasi
c. Berikan makanan toksin
endogen
sedikit
yang dapat
tapisering.
mengubah
d. Berikan
atau
perawatan mulut menurunkanp
sering.
emasukan
dan
memerlukan
intervensi.
29
Porsi lebih
kecil dapat
meningkatka
n masukan
makanan.
Menurunkan
ketidaknyam
anan dan
memepengar
ui masukan
makanan.
4
Perubahan
pola nafas
behubungan
dengan
hiperventila
si sekunder
kompensasi
melalui
alkalosis
respiartorik.
Pola kembali
nomal. KH
pasien tidak
mengalami
dispnea.
a. Auskultasi bunyi
nafas,catat
adanya crakes
ajarkan pasien
untuk batuk
efektif dan nafas
dalam.
b. Atur posisi
senyaman
mungkin.
c. Batasi untuk
beraktifitas.
Mengatakan
adanya
pengumpulan
sekret
membersihka
n jalan nafas
dan
memudahkan
aliran O2.
Mencegah
terjadinya
sesak nafas.
d. Kolaborasi
pemberian O2.
Mengurangi
beban kerja
dan
mencegah
terjadinya
sesak atau
hipoksia.
Perfusi
jaringan
adekuat.
5
Gangguan
perfusi
jaringan
perifer
berhubunga
Perfusi
jaringan
perifer
adekuat. KH
Tanda vital
a. Perhatikan
adanya
peningkatan
tekanan darah.
b. Selidiki adanya
Kompensai
adanya suplai
O2 yang tidak
adekuat.
30
n dengan
suplai O2 ke
jaringaan
menurun.
6
stabil nadi
perifer adekuat
masukan dan
haluaran
seimbang.
dispnea observasi
adanya
pembengkakan
obsevasi adanya
oliguria dorong
latihan aktif
dengan rentang
gerak sesuai
toleransi.
c. kolaborasi
pemberian O2
Adanya
edema
paru,edema
bisa sebagai
faktor
pencetus.
Meningkatka
n suplai O2
Intoleransi
Tujuan
a. Kaji faktor yang Menyediakan
aktivitas
Berpartisipasi
menyebabkan
informasi
berhubunga dalam aktivitas
keletihan
tentang
n
dengan yang dapat
1) Anemia.
indikasi
keletihan,
ditoleransi
2) Ketidakseimba tingkat
anemia,
Dengan KH
ngan cairan
keletihan.
retensi
a. Berpartisipa
dan elektrolit.
produk
si
dalam
3) Retensi
sampah dan
meningkatk
produk
prosedur
an tingkat
sampah.
dialysis.
aktivitas
4) Depresi.
dan latihan. b. Tingkatkan
b. Melaporkan
kemandirian
peningkatan
dalam aktivitas
rasa
perawatan diri
Meningkatka
sejahtera.
yang dapat
n aktivitas
c. Melakukan
ditoleransi,
ringan/sedan
istirahat dan
bantu jika
g dan
aktivitas
keletihan
memperbaiki
secara.
terjadi.
harga diri.
d. bergantian c. Anjurkan
e. Berpartisipa
aktivitas
si
dalam
alternatif sambil
aktivitas
istirahat.
perawatan
mandiri
d. anjurkan untuk
yang dipilih
beristirahat
Mendorong
31
setelah dislisis.
7
Resiko
kerusakan
intregitas
kulit
berhubung
an dengan
akumulasi
toksik
dalam
kulit dan
gangguan
turgor
kulit(edem
a,
dehidrasi),
gangguan
status
metabolic,
sirkulasi(a
nemia
dengan
iskemia
jaringan),
neuropati
perifer
Tujuan
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
tidak terjadi
integritas kulit
Dengan KH
1) Klien
menunjukk
an perilaku
atau tehnik
untuk
mencegah
kerusakan
atau cidera
kulit
2) Tidak
terjadi
kerusakan
integritas
kulit
3) Tidak
terjadi
edema
4) Gejala
neuropati
perifer
berkurang
a.
b.
c.
d.
e.
latihan dan
aktivitas
dalam batasbatas yang
dapat
ditoleransi
dan istirahat
yang
adekuat.
Dianjurkan
setelah
dialysis, yang
bagi banyak
pasien sangat
melelahkan.
Inspeksi kulit Memandakan
terhadap
adanya
perubahan
sirkulasi atau
warna,
turgor kerusakan
dan perhatikan yang dapat
adanya
menimbulkan
kemerahan,
pembentukan
ekimosis,
dekubitus
purpura.
atau infeksi.
Pantau masukan
cairan
dan
hidrasi kulit dan
membran
mukosa.
Mendeteksi
adanya
Inspeksi
area dehidrasi
tubuh terhadap atau hidrasi
edema.
berlebihan
Ubah
posisi yang
dengan sering mempengaru
menggerakkan
hi sirkulasi
klien
dengan dan integritas
perlahan, beri jaringan pada
bantalan pada tingkat
tonjolan tulang. seluler.
Pertahankan
linen
kering, Jaringan
dan
selidiki edema lebih
keluhan gatal.
cenderung
rusak
atau
Pertahankan
32
kuku pendek
8
Gangguan
pertukaran
gas
berhubunga
n dengan
edema
paru/efusi
sekresi
berlebiahn/p
erdarahan
akut
Tujuan
pertukaran O2
dan CO2
normal
Dengan KH
Menunjukkan
perbaikan
ventilasi dan
oksigenasi
jaringan
adekuat
dengan GDA
dalam rentang
normal
a. Catat frekuensi
dan kedelaman
pernafasan,pen
ggunaan otot
bantu,nafas
b. Auskultasi paru
untuk
menurunkan/ta
k adanya bunyi
nafas dan
adanya bunyi
tambahan,misal
nya krekels.
c. Observasi
keabu – abuan
menyeluruh
dan sianosis
pada jaringan
hangat seperti
daun
telinga,bibir,lid
ah,dan
membran lidah.
d. Lakukan
tindakan untuk
robek.
Menurunkan
tekanan pada
edema,
meningkatka
n peninggian
aliran balik
statis vena
sebagai
pembentukan
edema.
Menurunkan
iritasi dermal
dan resiko
kerusakan
kulit.
Takipnea dan
dispnea
menyertai
obtruksi
paru.kegagal
an
pernafasan
lebih berat
menyertai
kengilangan
paru unit
fungsional
dari sedang
sampai berat.
Area yang
tak
terventilasi
dapat
diidentifikasi
dengan tak
adanya bunyi
nafas.Krekels
terjadi pada
jaringan
terisi
cairan/jalan
nafas atau
dapat
33
memperbaiki/m
empertahankan
jalan
nafas,misalnya
batuk,pengisap
an.
e. Tinggikan
kepala tempat
tidur sesuai
kebutuhan/toler
ansi pasien.
menunjukkan
dekompensas
i jantung.
Menunjukka
n hipoksemia
sistemik.
f. Awasi tanda
vital.
g. Kaji tingkat
kesadaran/peru
bahan mental
h. Kaji toleransi
aktifitas
,misalnya
keluhan
kelemahan/kele
lahan selama
bergagai kerja
atau tanda vital
berubah.dorong
periode
istirahat dan
batasi aktifitas
sesuai toleransi
pasien.
Jalan nafas
lengket/kolap
s
menurunkan
jumlah
alveoli yang
berfungsi,
secara
negatif
mempengarui
pertukaran
gas.
Meningkatka
n ekspansi
dada
maksimal
membuat
mudah
bernafas,yan
g
meningkatka
n
kenyamanan
fisiologi/
psikologi.
Takikardi,tak
ipnea
dan
34
perubahan
pada TD
terjadi
dengan
beratnya
hipoksemia
dan asidosis.
Hipoksemia
sistemik
dapat
ditunjukkan
pertama kali
oleh gelisah
dan peka
rangsang,ke
mudian oleh
penurunan
mental
progresif.
Hipoksemia
menurunkan
kemampuan
untuk
berpartisipasi
dalam
aktifitas
tanpa dispnea
berat,takikar
di, dan
distritmia
dan
kemampuan
berpartisipasi
dalam
perawatan
diri.
9
Gangguan
body image
Tujuan
penerimaan
situasi diri
Dengan K.H :
Memasukan
perubahan
dalam konsep
diri tanpa
harga diri
a. Besikap
realistik dan
positif selama
pengobatan,pad
a penyuluhan
kesehatan, dan
menyusun
tujuan dalam
keterbatasan.
Meningkatka
n
kepercayaan
dan
mengadakan
hubungan
setara pasien
dan perawat.
35
negatif.
b. Berikan
harapan dalam
parameter
situasi individu,
jangan
Meningkatka
memberikan
n perilaku
kenyakinan
positif dan
yang salah.
memberikan
kesempatan
c. Berikan
untuk
penguatan
positif terdadap menyusun
tujuan dan
pengajuan dan
rencana
dorong usaha
untuk massa
untuk
depan
mengikuti
berdasarkan
tujuan
realitas.
rehabilitasi.
Kata – kata
penguatan
dapat
mendukung
terjadinya
perilaku
koping
positif
36
Download