plagiat merupakan tindakan tidak terpuji

advertisement
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HUBUNGAN TIMBAL BALIK
ANTARA DOA DAN SEMANGAT PENITEN REKOLEK
MENURUT SPIRITUALITAS SUSTER FRANSISKAN SUKABUMI
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama katolik
Oleh:
Atik Suparyanti
NIM : 081124011
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN
KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2013
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada kongregasi Suster Fransiskan Sukabumi, yang
telah memberikan kesempatan untuk belajar, orang tua yang selalu menyertaiku
dalam setiap doanya, teman-teman sepanggilan yang selalu memberiku semangat, dan
semua orang yang telah mendukungku lewat sapaan, senyuman, perhatian, kasih dan
terutama doa-doa yang memberi daya kekuatan dan sumber pengharapan.
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
MOTTO
“Bersukacitalah dalam pengharapan, bersabarlah dalam kesesakan, dan bertekunlah
dalam doa.”
(Rom 12:12)
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “HUBUNGAN TIMBAL BALIK ANTARA DOA DAN
SEMANGAT PENITEN REKOLEK MENURUT SPIRITUALITAS SUSTER
FRANSISKAN SUKABUMI”. Pemilihan judul skripsi ini bertitik tolak pada
perlunya lebih menghidupi doa dan semangat peniten rekolek dalam hidup para suster
Fransiskan Sukabumi. Pemahaman doa yang baik akan membantu dalam perwujudan
sikapnya. Peranan semangat peniten rekolek untuk semakin memberi kekuatan dalam
menghidupi semangat kongregasi. Maka perlulah mengetahui hubungan timbal balik
antara doa dan semangat peniten rekolek dalam hidup para Suster Fransiskan
Sukabumi sehingga nanti semangat ini dapat dihidupi dan mampu diwujudkan dalam
hidup pribadi, komunitas maupun dalam karya. Penulis mengkaji masalah ini
menggunakan metode studi pustaka.
Semangat peniten rekolek dan doa adalah warisan dari pendiri yang perlu terus
dihidupi sehingga nilai-nilai yang terkandung di dalamnya tidak hilang ataupun
luntur. Dalam usaha untuk meghidupi nilai-nilai yang ada dalam semangat kongregasi
maka perlulah untuk memahami dan mendalami sejarah munculnya semangat peniten
rekolek. Munculnya semangat peniten rekolek ini di prakasai oleh beberapa tokoh
diantaranya: Petrus Marchant dan Yohana Van Yesus. Dari kedua tokoh ini di
dapatkan bagaimana perjuangan dalam usaha untuk menghidupi semangat
pembaharuan yang sampai sekarang masih hidup dan relevan di zaman ini. Suster
Fransiskan Sukabumi mempunyai teladan hidup yang nyata khususnya dalam
menghidupi semangat peniten yaitu St. Fransiskus Assisi. Fransiskus menjadi model
dalam penghayatan semangat peniten rekolek karena kerendahan hatinya dan
totalitasnya kepada Allah.
Doa dalam hidup para Suster Fransiskan Sukabumi merupakan bentuk bakti
dan juga usaha untuk semakin menghidupi semangat peniten rekolek. Suster
Fransiskan Sukabumi dipanggil untuk menjadi pendoa dan pentobat yang sejati
karena kongregasi ini memiliki semboyan hidup sebagai peniten rekolek. Maka akan
ditemukan benang merah kaitan antara doa dan semangat peniten rekolek bahwa doa
mendukung semangat peniten rekolek maupun sebaliknya semangat peniten rekolek
mendukung dalam perwujudan doa.
Katekese Shared Cristian Praxis (SCP) adalah salah sarana yang dapat
dipergunakan untuk semakin menyuburkan semangat peniten rekolek dalam hidup
para Suster Fransiskan Sukabumi. Katekese model SCP sebagai bentuk on going
formation karena memiliki kekhasan, sharing pengalaman iman, bentuk pertemuan
dialog patisipatif, peserta sebagai subyek yang mampu membuat perubahan. Program
Katekese yang ditampilkan untuk membantu para suster semakin menghidupi
imannya. Penulis berharap bahwa semakin lama akan semakin memahami hubungan
antara doa dan semangat peniten rekolek dalam hidup pribadi, komunitas maupun
dalam karya.
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
The title of this thesis is THE MUTUAL CONNECTION BETWEEN THE
PRAYER AND THIS SPIRIT OF THE RECOLLECT PENITENCE ACCORDING
TO THE SPIRITUALITY OF THE FRANSISCAN SISTERS OF SUKABUMI. The
writer chose this title based on the needs to provide sustenance for prayer and the
spirit of the recollect penitence in the life of the Fransiscan sisters of Sukabumi. Well
understanding about prayer will helped the sisters in assisting their realization of their
attitude. The role of the spirit of the recollect penitence is to strengthen their way of
life in living out the spirit of the congregation. So it is nessary to know about the
mutual connection between the prayer and the spirit of the recollect penitence in the
life of the Fransiscan sisters of Sukabumi, later on, they can live out this spirit and
able to realize on their own lives, in the community and apostolic activities. The
writer examines this problem using the method of literature.
The spirit of the recollect penitence and prayer was the heritage of ythe
founder which is needed to live it so that the values contained in it will not lost
whethet faded. In an effort to live out the values that exist in the spirit of the
congregation, it is needed to understand about the history of emerged initiating by
several prominent figures including Peter Machant and Joana Van Yesus. Based om
there two prominent figures we can find how they were stuggling to live out the spirit
of renewal that still revant till this modern world. The Fransiscan sisters of Sukabumi
have a real life example especially in living out the spirit of the recollect penitence
that is St. Fransicis of Assisi. He became a model of total comprehension in living out
the spirit of the recollect penitence, because of this humility and the totality of self
giving to God.
Prayers in the life of the Fransiscan sisters of Sukabumi are form of devotions
and the effort to be more provided sustenance for the spirit of the recollect penitence.
The Fransiscan sisters of Sukabumi are called to become a genuine prayer and a
repentant person, because this congregation have a motto that is to live as a recollect
penitence. It will be found in common thread that links between prayer and the spirit
of the recollect penitence, neither is prayer able to support the spirit of the recollect
penitence nor just the opposite the recollect penitence will support the realization of
prayer.
Cathechesis Shared Christian Praxis (SCP) is one means that we can use it in
enriching out spirit of recollect penitence as a Fransiscan sisters of Sukabumi,
personal, community and work of mission. Cathechesis Shared Christian Praxis (SCP)
as a form of on going formation because of the uniqueness in terms of faith sharing
experiences, participatory dialogue, participants as a subject which able to maka a
changes. Catechetical program was offer to help the sisters to understand more about
the mutual connection between the prayer and the spirit of the recollect penitence in
their lives as personal, community and in the mission work.
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah yang Maha baik, karena penyertaan-Nya yang
tiada hentinya, sehingga penulis bisa menyelesaikan Skripsi yang berjudul:
HUBUNGAN TIMBAL BALIK ANTARA DOA DAN SEMANGAT PENITEN
REKOLEK MENURUT SPIRITUALITAS SUSTER FRANSISKAN SUKABUMI.
Penulisan skripsi ini bertujuan memberikan sumbangan, untuk hidup religius
dalam hubungan dengan doa yang merupakan ciri khas kehidupan religius. Doa dan
pertobatan menjadi gerak bersama yang mampu mendukung dalam hidup rohani.
Penulis bersyukur bahwa kehadiran banyak pihak baik secara langsung
maupun tidak yang telah mendampingi, membimbing, mendoakan dan memotivasi
penulis, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini
penulis menyampaikan banyak terimakasih kepada:
1.
Rm. Dr. J Darminta, SJ selaku dosen pembimbing utama, yang telah
menyediakan waktu untuk membimbing dengan setia dan sabar, mengarahkan,
memberikan masukan dan memotivasi dalam menyusun skripsi ini.
2.
Rm. Drs. FX. Heryatno W.W.,S.J., M.Ed. selaku kaprodi IPPAK yang telah
mendukung dan menyemangati penulis dalam menyelesaikan skripsi.
3.
Bpk. Y.H. Bintang Nusantara, SFK, M. Hum selaku dosen penguji II dan
pembimbing akademik yang telah mendampingi, memberikan motivasi,
membimbing dengan penuh kesabaran selama penulis menyelesaikan skripsi.
4.
Bpk. Drs. L. Bambang Hendarto Y. M. Hum selaku dosen III yang selalu setia
mengarahkan dan membantu penulis untuk menyelesaikan tugas skripsi.
5.
Segenap Staf Dosen prodi IPPAK Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidkan
Universitas Sanata Dharma yang membimbing penulis selama belajar.
6.
Sr. Maria, SFS dan para suster SFS komunitas Sragen yang terbuka dan
mendukung penulis selama menyelesaikan tugas menulis.
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................................... ii
PENGESAHAN ............................................................................................... iii
PERSEMBAHAN ............................................................................................. iv
MOTTO ...............................................................................................................v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................ vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI............................................. vii
ABSTRAK ...................................................................................................... viii
ABSTRACT ........................................................................................................ ix
KATA PENGANTAR .........................................................................................x
DAFTAR ISI .................................................................................................... xii
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................ xvii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................9
C. Tujuan Penulisan ...................................................................................9
D. Manfaat Penulisan ...............................................................................10
E. Metode Penulisan ................................................................................10
F. Sistematika Penulisan..........................................................................11
BAB II SPIRITUALITAS PENITEN REKOLEK SUSTER FRANSISKAN
SUKABUMI
A.
Latar Belakang Sejarah Gerakan Spiritualitas Peniten Rekolek Suster
Fransiskan Sukabumi ..........................................................................13
1.Sejarah Peniten Rekolek Suster Fransiskan Sukabumi ....................14
2.Sejarah Peniten Rekolek menurut Kontitusi Limburg .....................17
a. Petrus Marchan Perancang Konstitusi Limburg .........................18
b. Yohana Van Yesus Perancang Konstitusi Limburg ...................19
c. Kekhasan Yohana Van Yesus .....................................................21
B. Makna Gerakan Peniten Rekolek bagi Keempat Kongregasi .............26
1.Gerakan Peniten Rekolek bagi Keempat Kongregasi ......................26
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2.Hubungan Keempat Kongregasi Peniten Rekolek ...........................29
C. Peniten Rekolek menurut St. Fransiskus Assisi ..................................30
1.Awal Pertobatan St. Fransiskus Assisi ketika berdoa di depan Salib
San Damiano .....................................................................................30
a. Titik Awal Pertobatan Fransiskus ...............................................31
b. Praktek Pertobatan oleh Fransiskus ............................................32
c. Puncak Hidup Pertobatan Fransiskus .........................................33
2.Teladan Hidup Fransiskus Assisi dalam Memaknai Peniten Rekolek
a. Semangat Tobat ..........................................................................34
b. Semangat Doa .............................................................................35
c. Hidup dalam Kemiskinan ...........................................................36
d. Hidup dalam Semangat Kehinadinaan .......................................37
D. Spriritualitas Peniten Rekolek dalam Konstitusi Suster Fransiskan
Sukabumi .............................................................................................37
1.Pengertian Spiritualitas secara umum ..............................................38
2.Pengertian Spiritualitas menurut Konstitusi Suster Fransiskan
Sukabumi berdasarkan Kapitel Th. 2012 ..........................................38
a. Menghayati Kasih ......................................................................39
b. Yesus Kristus Injili .....................................................................39
c. Hidup Persaudaraan ....................................................................40
d. Tobat ...........................................................................................40
e. Doa ..............................................................................................40
f. Pelayanan ....................................................................................41
g. Kesederhanaan ............................................................................41
3. Usaha Kongregasi dalam Menfasilitasi Penghayatan
Spiritualitas .....................................................................................42
E. Tantangan dalam Menghayati Semangat Peniten Rekolek .................43
1.Tantangan Zaman Modern bagi Suster Fransiskan Sukabumi .........43
2.Relevansi Peniten Rekolek untuk Zaman ini ...................................46
BAB III DOA DALAM KEHIDUPAN PARA SUSTER FRANSISKAN
SUKABUMI
A. Doa ......................................................................................................48
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENDAHULUAN
Hidup religius adalah salah satu bentuk panggilan khusus. Seorang religius
yang dipanggil memerlukan waktu untuk dapat berproses dalam menanggapi
panggilanNya. Dalam proses menanggapi panggilan perlu memperhatikan hidup
doanya. Bagi para religius doa merupakan hal yang pokok dan mendasar yang perlu
dihayati dan dihidupi. Doa menjadi dasar bagi para religus untuk dapat melaksanakan
apa yang menjadi kehendakNya. Sebagai religius tidak hanya melaksanakan doa tetapi
juga perlu melakukan pertobatan dengan semangat tobat. Doa dan pertobatan Dalam
kehidupan seorang religius merupakan hal penting, begitu juga dalam hidup para
Suster Fransiskan Sukabumi doa dan pertobatan merupakan dua hal yang penting yang
perlu diusahakan untuk semakin menjadi milik. Doa dan pertobatan merupakan dua
hal penting karena para Suster Fransiskan Sukabumi memiliki spirit hidup sebagai
peniten rekolek. Dalam usaha untuk semakin menghayati dan menghidupi semangat
peniten rekolek ini maka perlunya on going formation (pembelajaran terus menerus).
Dalam bab I penulis akan menguraikan latar belakang penulisan skripsi, rumusan
masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan sistematika
penulisan mengenai hubungan timbal balik antara doa dan semangat peniten rekolek
menurut spiritualitas Suster Fransiskan Sukabumi.
A. Latar Belakang
Hidup religius merupakan panggilan yang dihayati oleh manusia dalam
kondisi-kondisi kemanusiaannya. Hidup religius merupakan bagian dari hidup Kristen.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
Hidup Kristen merupakan hidup pertobatan terus menerus, yang berarti terus menerus
mengarahkan hidup kepada Tuhan, atau dipanggil untuk mengadakan pembaharuan.
Pembaharuan itu bukan berarti mengubah atau menggantikan karisma khas hidup
religius, sehingga pembaharuan itu tetap menjaga kekhasan tarekat. Pembaharuan
yang perlu dilakukan antara lain dalam hal doa.
Doa merupakan sarana memupuk hidup batin (ET n. 45) doa adalah ungkapan
kedalaman kerinduan untuk dapat berjumpa dengan Allah. Doa adalah
ungkapan semangat keanakkan maupun semangat penghambaan di hadapan
Allah dan merupakan pernyataan iman bahwa Allah memang kuasa atas
hidupnya. Oleh karena berdoa merupakan saat dimana orang membiarkan
Allah menyatakan diriNya menopang hdup manusia. Doa merupakan bentuk
olah diri agar menjadi orang rohani. (Darminta,1983:28-29)
Doa adalah sarana dimana seorang religius menyadari bahwa hidupnya ditopang oleh
Allah, dan sumber kehidupannya. Pengalaman akan kepercayaan dan keyakinan akan
pertolongan Allah itu terungkap dalam doa. Dalam doa orang akan bertemu dalam
relasi intim penuh kerinduan akan peran serta Allah dalam kehidupannya.
Doa merupakan bagian inti dalam kehidupan seorang religius. Dalam Konsili
Vatikan II, dalam Dekrit Perfectae Caritatis (1993: art. 6) menegaskan: “ Mereka yang
mengikarkan nasihat Injil harus mencari dan mencintai di atas segalanya Allah, Yang
lebih dahulu mencinta kita (bdk 1 Yoh 4: 10). Dalam segala situasi hendaknya mereka
mengembangkan kehidupan yang tersembunyi bersama Kristus di dalam Allah (bdk
Kol 3:3)”. Relasi yang intim dengan Allah dalam ketulusan dan penyerahan diri yang
utuh akan semua realitas hidup.
Setiap pribadi religius diharapkan mampu mengembangkan hidup pribadinya
dan imannya sehingga memiliki daya dampak dalam kehidupannya. Sebagai religius
yang secara khusus mengabdikan diri bagi Kristus dalam hidup dalam ketaatan,
kemiskinan, dan kemurnian, maka perlu adanya aturan yang membantu dalam rangka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
untuk semakin menghayati imannya salah satunya adalah pembaharuan yang
ditetapkan oleh Konsili Vatikan II ialah:
Lembaga hidup monastik hendaknya dipertahankan dengan setia dan makin
memancarkan semangatnya yang asli baik Timur maupun Barat. Lembaga ini
berjasa luhur selama perjalanan abad dalam Greja dan dalam masyarakat
manusia. Tugas utama para rahib ilaha memberikan pelayanan kepada
Kedaulatan Ilahi, pelayanan yang serentak rendah hati dan anggun di balik
tembok-tembok pertapaan, ilahi dalam kehidupan tertutup, maupun dengan
menerima secara sah sejumlah karya dibidang kerasulan atau cinta kasih
Kristen. Maka, sambil mempertahankan ciri khas tiap lembaga, hendaknya
tradisi-tradisi tua yang baik diperbaharui dan disesuaikan dengan kebutuhan
jiwa-jiwa dewasa ini sekian, sehingga pertapaan menjadi semisal pesemaian
bagi pembaharuan umat Kristen. Demikian pula sebaliknya biara-biara yang
berdasarkan peraturan atau lembaganya menggabungkan secara mesra
kehidupan kerasulan dengan ofisi dalam koor dan dengan tata hidup pertapaan,
menyerasikan cara hidupnya dengan tuntutan-tuntutan kerasulan yang sesuai
baginya, sehingga mereka mengikuti tata hidupnya dengan setia sebagai
sesuatu yang sangat bermanfaat bagi kepentingan Gereja. (PC. Art. 9)
Lembaga hidup bakti perlu menyadari pentingnya kontemplasi karena dimensi ini
ditemukan dalam doa dan karya. Doa menjadi salah satu makanan jiwa dan kekuatan
dalam kehidupan seorang religius. Kehidupan doa tidak hanya berhenti pada
keteraturan, ketaatan, kedisiplinan dalam doa tetapi juga menyangkut pada hal-hal
lainnya. Doa yang dihayati dan dihidupi ini setiap hari perlu memiliki daya dampak
dalam kehidupan seorang religius. Doa menjadi salah satu hal penting dalam
kehidupan religius. Doa menjadi kekuatan dalam kehidupan religius, berbagai usaha
dilakukan untuk dapat semakin memaknai doa. Pembaharuan dalam hidup doa perlu
diusahakan terus menerus karena doa ini menjadi inti hidup religius yang perlu
dikembangkan dan dihayati sehingga semakin memantapkan hidup panggilan.
Pembaharuan yang dilakukan oleh lembaga religius tidak hanya dalam hidup
doa tetapi juga semangat tobat, karena tobat menjadi ciri khas seorang religius. Hidup
religius sebagai tanda pertobatan, maka perlu terus diperbaharui untuk semakin
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
mengembangkan hidup rohani. Dalam kongregasi SFS kehidupan doa dan semangat
pertobatan perlu diperbaharui terus menerus karena SFS memiliki dua ciri khas yaitu
sebagai peniten rekolek sebagai pentobat dan pendoa. Para suster Fransiskan
Sukabumi memiliki semangat Peniten Rekolek. Peniten artinya: pertobatan dan
Rekolek artinya: mengumpulkan kembali. Jadi Peniten Rekolek artinya: Kembali
memusatkan diri pada Allah. Bentuk dari peniten : pertobatan, ulahtapa, matiraga.
Bentuk rekolek: samadi, permenungan, kontemplasi. Usaha untuk kembali pada
semangat awal ini memotivasi untuk sungguh menghargai dan memberi tekanan
penting khususnya dalam hidup rohani yang menjadi salah satu aspek yang
menentukan dan mendukung hidup sebagai religius.
Kongregasi SFS disebut: “Saudara-saudari para pentobat” (AngOrReg art.2).
Mengapa disebut dengan saudari-saudari para pentobat,
karena Fransiskus
menamakan dirinya adalah pentobat dari Asisi. Fransiskus sangat menekankan hidup
dalam pertobatan, ia sangat menghidupi semangat tobat dalam keseluruhan hidupnya.
“Pertobatan” biasanya dipahami sebagai praktek usaha-usaha matiraga lahiriah,
seperti halnya: puasa dan matiraga. “Pertobatan” (Metanoia) Injili berarti harafiah
merupakan suatu perubahan budi, pembaharuan menyeluruh dan terus menerus atas
diri seseorang yang mengarahkan kepada kesatuan dengan Allah dengan seluruh
keberadaannnya.
Di setiap tempat di mana pun juga, pada setiap saat dan segala waktu,
hendaklah saudara-Saudari dengan sungguh-sungguh dan rendah hati
mengimani Allah yang kekal, mahatinggi, dan mahaluhur, Bapa dan Putera dan
Roh kudus; hendaklah mereka memiliki-Nya di dalam hati dan mencintai-Nya,
menghormati, menyembah, mengabdi, memuji, meluhurkan serta memuliakanNya. Hendaklah mereka menyembah Dia dengan hati yang murni, karena kita
harus selalu bedoa dengan tidak jemu-jemu; sebab Bapa mencari penyembah
yang demikian itu.
(AngReg.Pasal: 3 ayat 1)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
Dengan jelas dikatakan Fransiskus bahwa saudara-saudari selalu menyediakan waktu
khusus untuk berdoa serta tidak jemu-jemu. Menyadari bahwa Allah sungguh
Mahaluhur dan pengikutnya diajak untuk memiliki kesungguhan dalam kehidupannya.
Fransiskus mengajarkan kepada kita religius yang mengambil semangat dari St.
Fransiskus, dapat mengikuti hidup seturut injil. “Cara hidup saudara-saudari Ordo
Ketiga Regular Santo Fransiskus ialah: menepati Injil Suci Tuhan Yesus Kristus,
dengan itu hidup dalam ketaatan tanpa milik dan dalam kemurnian....(AngOrReg
Art.1). Berarti bahwa Injil menjadi sumber utama dari segala peraturan yang ada.
Dalam AngOrReg dinyatakan bahwa setiap saudara yang mengambil spiritualitas
Fransiskus diajak untuk menepati Injil sebagai pegangan dan pedoman dalam
kehidupannya.
Sebagai pengikut Fransiskus para suster SFS diingatkan untuk selalu:
.....Sebagai pengikut Yesus Kristus menurut teladan Fransiskus, mereka wajib
mengerjakan hal-hal yang lebih banyak dan lebih besar dengan menepati
perintah dan nasihat Tuhan kita Yesus Kristus, dan mereka harus menyangkal
dirinya sebagaimana mereka masing-masing telah janjikan kepada Allah
(AngOrReg art.1b hal: 6)
Dalam AngOrReg ini Fransiskus memberikan beberapa nasihat yang diarahkan bagi
kaum religius . Undangan untuk mengerjakan hal-hal yang besar dan luhur sesuai
dengan injil yang memadukan pertobatan. Pertobatan injili yang dituntut oleh
kehadiran kerajaan Allah. Hidup pertobatan dapat diwujudkan lewat: puasa badani,
matiraga terhadap kesombongan, dan melawan dosa-dosa.
Dalam kehidupan religius kita temukan juga adanya kecenderungan untuk
mapan, tidak mau berubah, merasa sudah mampu melakukan segala sesuatu dan tidak
perlu lagi untuk terus belajar, orang menjadi sombong dengan hidupnya. Mandeg dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
tak berkembang, diantaranya adalah dalam doa bisa kita lihat bagaimana kehadiran
dalam doa itu sungguh dengan sepenuh hati atau hanya sekedar kewajiban saja. Begitu
pula dalam penghayatan pertobatan apakah sudah mampu untuk mewujudkannya
dalam kehidupan bersama. Para suster SFS juga mengalami kesulitan terutama dalam
penghayatan dan menghidupi spiritualitas kongregasi.
Dalam rekomendasi kapitel di Sukabumi, tanggal 3 April 2012 para kapitularis
menemukan sejumlah keprihatinan, bertolak dari pengalaman hidup sebagai anggota
Kongregasi Suster Fransiskan Sukabumi khususnya dalam hidup komunitas,
menggereja dan memasyarakat. Keprihatinan mendorong untuk mencari, menggali,
menemukan dan mendalami khasanah rohani pendiri, kongregasi, sejarahnya antara
lain: Upaya-upaya pendalaman spiritualitas belum cukup memotivasi, mendorong dan
menggugah para Suster Fransiskan Sukabumi untuk hidup sesuai dengan spiritualitas.
Dalam Kapitel ini menjadi titik tolak untuk melihat bahwa para suster SFS perlu
memahami dan mendalami spiritualitas sebagai suatu bentuk on going formation.
Pembaharuan terus menerus adalah salah satu usaha untuk semakin mengembangkan
hidup religius. Sebagai seorang religius dituntut untuk selalu hidup dalam semangat
pembaharuan terus menerus. Pembaharuan terus menerus ini dikenal dalam kehidupan
religius sebagai on going formation. Pembaharuan yang dilakukan dalam kehidupan
religius dilakukan dalam banyak aspek antara lain: doa, persaudaraan, spiritualitas,
karya, pelayanan, dll. Pembaharuan ini dirasakan sebagai usaha yang tidak hanya
sekali jadi, perlu proses yang panjang dan juga ketekunan dalam mengusahakannya.
Untuk dapat mengetahui sejauh mana hubungan antara doa dan semangat
peniten rekolek (pertobatan terus menerus) dalam KHK 1249
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
Semua orang beriman kristiani menurut cara masing-masing wajib melakukan
tobat demi hukum ilahi. Akan tetapi, agar mereka semua bersatu dalam
pelaksanaan tobat bersama, ditentukan hari-hari tobat, saat orang-orang
beriman kristiani secara khusus meluangkan waktu untuk berdoa, menjalankan
ibadat dan karya amalkasih, menyangkal diri sendiri dengan melaksanakan
kewajiban-kewajibaannya secara lebih setia dan terutama dengan puasa dan
berpantang, seturut norma kanon(1249).
Dalam kanon ini mau ditegaskan bahwa perlu melakukan pertobatan yang sejati yang
disertai dengan kesungguhan, melakukan hal-hal yang nyata yang menjadi ciri khas
pertobatan. Pertobatan berdasarkan AngOrReg art. 13 memberikan beberapa orientasi
yang khas pertobatan: perjalanan pertobatan, tindakan-tindakan penitensi dan
partisipasi dalam sengsara Kristus. Anggaran Dasar dan cara hidup Saudara-saudari
Ordo ketiga regular Santo Fransiskus (2001:pasal 1 ayat 2) sebagai berikut:
Saudara-saudari dari Ordo ini, bersama semua orang yang mau mengabdi
Tuhan Allah di dalam Gereja yang kudus, katolik dan apostolic, hendaknya
bertekun dalam iman dan pertobatan yang sejati. Mereka mau menghayati
pertobatan injili ini dalam semangat doa dan kemiskinan serta kerendahan hati.
Dan hendaknya mereka menjauhkan diri dari segala kejahatan dan bertekun
dalam yang baik hingga akhir sebab Putera Allah sendiri akan datang dengan
mulianya dan mengatakan kepada semua orang yang mengakui Dia dan
menyembah serta mengabdi kepadaNya dalam pertobatan: Mari hai kamu yang
diberkati Bapa-Ku, terimalah kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak
awal.
Dalam usaha untuk mengahayati dan melakukan pembaharuan tentu mengalami
pasang surut maka perlu usaha untuk terus meningkatkan semangat peniten rekolek
dalan kehidupan para suster Fransiksan Sukabumi. Para suster SFS sudah banyak
belajar untuk memahami maksud dari konstitusi dan memahami apa yang menjadi ciri
khas kongregasi yaitu semangat peniten rekolek, maka dalam usaha untuk semakin
paham dan menghayati perlu ada pembelajaran terus menerus: lewat belajar bersama,
rekoleksi, retret dan lain-lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
Pemahaman akan doa dan semangat peniten rekolek perlu dipahami oleh para
suster karena hal ini mendukung dalam penghayatan dalam kehidupan bersama.
Pembaharuan terus menerus berkaitan dengan doa perlu diusahakan untuk semakin
meningkatkan hidup beriman kristiani. Sehingga para suster semakin tangguh dalam
kehidupan serta tidak mudah putus asa dalam menghadapi masalah-masalah yang ada,
sehingga mampu mewujudkan diri sebagai tempat pengungsian bagi yang
membutuhkannya. Doa menjadi sumber kekuatan dan ciri khas seorang Fransiskan
rekolek maka dimensi hidup doa menjadi hal yang penting yang perlu diusahakan.
Sehingga doa bukan hanya sebatas formalitas saja atau kewajiban tetapi sebagai
kebutuhan yang hakiki yang mampu mendukung dalam kehidupan sebagai seorang
Fransiskan sejati. Sehingga penulis merasa tertarik untuk mengetahui hubungan antara
doa dan semangat peniten rekolek dalam kehidupan para suster SFS apakah dari antara
keduanya ada hubngan yang semakin menyuburkan sehingga mampu mewujudkan
sebuah pembaharuan. Doa menuju pada pembaharuan terus menerus dan pertobatan
yang sejati.
Agar manusia tidak terjebak dalam rutinitas doa maka perlu melakukan
pembaharuan terus menerus, dalam hal motivasi, semangat, memberi makna dalam
doa. Bukan hanya sekedar rutinitas, atau kewajiban tetapi sebagai sumber kekuatan
kekuatan yang menghidupkan. Untuk dapat memahami hubungan timbal balik antara
semangat peniten rekolek dalam hidup doa sehingga keduanya dapat saling
mendukung dan semakin memajukan kehidupan rohani. Memampukan menjadi setiap
anggotanya untuk menjadi pembawa damai bagi sesama, dewasa dan mampu
mengolah hidupnya dengan baik, maka penulis ingin menyumbangkan gagasan-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
gagasan yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi oleh para Suster Fransiskan
Sukabumi, sehingga pada penulisan skripsi ini penulis mengambil judul:
“HUBUNGAN TIMBAL BALIK ANTARA DOA DAN SEMANGAT
PENITEN REKOLEK MENURUT SPIRITUALITAS SUSTER FRANSISKAN
SUKABUMI.”
B. Rumusan Permasalahan
1.
Apakah latar belakang semangat peniten rekolek Suster Fransiskan Sukabumi?
2.
Bagaimanakah pandangan Suster Fransiskan Sukabumi mengenai semangat
peniten rekolek?
3.
Bagaimana doa dalam kehidupan para suster Fransiskan Sukabumi menurut
spiritualitas kongregasi?
4.
Bagaimana hubungan timbal balik antara doa dan semangat peniten rekolek dalam
kehidupan para Suster Fransiskan Sukabumi?
5.
Usaha apa yang dapat dilakukan untuk semakin menyuburkan semangat peniten
rekolek bagi para Suster Fransiskan Sukabumi?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini adalah:
1.
Membantu para Suster Fransiskan Sukabumi untuk mendalami latar belakang
sejarah semangat peniten rekolek.
2.
Membantu para Suster Fransiskan Sukabumi untuk semakin memahami dan
menghidupi semangat peniten rekolek.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
3.
Membantu para Suster Fransiskan Sukabumi semakin menghidupi doa seturut
spiritualitas kongregasi.
4.
Membantu Para Suster Fransiskan Sukabumi untuk mengetahui hubungan timbal
balik antara doa dan semangat peniten rekolek.
5.
Menyuburkan semangat peniten rekolek dalam hidup doa sehingga buah-buah
pertobatan sungguh dapat diaktualisasikan dalam hidup sehari-hari.
D. Manfaat Penulisan
1.
Bagi para Suster Fransiskan Sukabumi
Membantu para Suster Fransiskan Sukabumi dalam menghayati doa dan semangat
peniten rekolek.
2.
Bagi kongregasi Suster Fransiskan Sukabumi
Memberikan sumbangan untuk dapat mengusahakan menyuburkan doa dan
semangat peniten rekolek dalam hidup para Suster Fransiskan Sukabumi.
3.
Bagi penulis
Melalui ini penulis semakin diajak untuk lebih mendalami dan menghayati doa
dan semangat peniten rekolek dalam kehidupan Suster Fransiskan Sukabumi.
E. Metode Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode studi pustaka yakni
dengan membaca buku-buku dari berbagai sumber dan menyerapnya sebagai bahan
untuk menulis skripsi. Selain itu penulis juga menyebarkan kuisoner untuk dapat
mendukung tulisan ini, serta berdasarkan pengalaman dan penghayatan pribadi yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
dialami penulis pada setiap perjumpaan dan kebersamaan dengan para Suster
Fransiskan Sukabumi.
F. Sistematika Penulisan
Karya tulis ini berjudul “Hubungan Timbal Balik antara Doa dan Semangat
Peniten Rekolek menurut Spiritualitas Suster Fransiskan Sukabumi”. Dalam penulisan
skripsi ini penulis membaginya dalam lima bab yakni:
Pada bab I pendahuluan yang meliputi: Latar belakang penulisan skripsi,
rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan
sistematika penulisan.
Pada bab II, penulis akan menguraikan dalam 5 bagian. Bagian pertama
menjelaskan mengenai sejarah peniten rekolek beserta tokoh-tokoh yang menjadi
penggerak peniten rekolek. pada bagian kedua membahas mengenai makna gerakan
peniten rekolek bagi keempat kongregasi. bagian ketiga berbicara mengenai peniten
rekolek menurut St. Fransiskus Assisi. Bagian keempat tentang spiritualitas peniten
rekolek dalam konstitusi Suster Fransiskan Sukabumi dan bagian kelima berisi
mengenai tantangan dalam menghidupi peniten rekolek.
Pada bab III, penulis akan membahas mengenai, Doa dalam kehidupan para
suster Fransiskan sukabumi. Hidup doa, pengertian doa: doa menurut kitab suci, doa
menutur dokumen Konsili Vatikan II, Makna doa, persoalan dalam doa. Doa dalam
konstitusi Suster Fransiskan Sukabumi, Jalan kontemplatif dan asketik dalam doa.
Makna peniten rekolek dalan doa, tantangan penghayatan doa dalam semangat
peniten, dan peniten rekolek secara timbal balik dalam kehidupan para Suster
Fransiskan Sukabumi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
Pada bab IV, penulis akan membahas mengenai program Katekese sebagai
salah satu sarana untuk on going formation demi mendukung perkembangan hidup doa
dan pertobatan. Katekese Shared Christian Praxis (SCP) untuk mengaktualisasikan
doa dan pertobatan dalam kehidupan sehari-hari. Bab ini akan dibagi dalam tiga
bagian, bagian pertama berisikan tentang on going formation dalam hidup religius,
bagian kedua membahas mengenai katekese sebagai salah satu usaha dalam On going
formation. Pada bagian ketiga beriskan tentang usulan program katekese beserta
contohnya.
Pada bab V penulis akan memberikan kesimpulan dan saran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
SPIRITUALITAS PENITEN REKOLEK SUSTER FRANSISKAN SUKABUMI
Peniten rekolek merupakan semangat yang dihidupi oleh religius SFS. Pada
Bab II ini penulis akan menjelaskan tentang peniten rekolek dalam kongregasi suster
Fransiskan Sukabumi (SFS), pada bagian pertama berisi mengenai latar belakang
gerakan peniten rekolek. pada bagian kedua berisi tentang makna gerakan peniten
rekolek bagi kehidupan para Suster Fransiskan Sukabumi, pada bagian ketiga memuat
Gerakan ini tidak dapat terlepas dari seorang tokoh yaitu St. Fransiskus Assisi.
Tantangan dalam penghayatan dan relevansinya. Gerakan ini muncul karena peran
serta Fransiskus dalam mendirikan ordo, St. Fransiskus Assisi mendirikan tiga ordo:
Ordo pertama yaitu Ordo Saudara Dina, Ordo kedua yaitu Ordo Klaris, dan Ordo
ketiga yaitu Ordo Peniten. Ordo Peniten adalah ordo aktif yang berada di tengah
dunia, yang ingin mengabdi Allah dan sesama, menurut Injil dalam tapa dan karya
amal.
A. Latar Belakang Sejarah
Fransiskan Sukabumi
Gerakan Spiritualitas Peniten Rekolek Suster
Pada bagian latar belakang gerakan peniten rekolek akan di munculkan 2 hal
yaitu sejarah peniten rekolek yang bermula dari Fransiskus Assisi yang memiliki
kekhasan dalam hidupnya sebagi seorang peniten rekolek. Pada bagian kedua memuat
tentang sejarah peniten rekolek dalam konstitusi limburg di mana dalam konstitusi ini
diatur segala hal yang berkaitan dengan cara hidup para peniten rekolek yang
diprakasai oleh dua tokoh yaitu Petrus Marchant dan Yohana van Yesus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
Gerakan peniten rekolek adalah salah satu pembaharuan dalam kehidupan
religius pada abad ke-17. Gerakan ini juga dipengaruhi oleh seorang tokoh yaitu
Martin Luther. Pembaharuan dalam hidup membiara ditunjukkan dengan semangat
untuk semakin menghayati Injil suci Tuhan Yesus Kristus tanpa terlepas dari tradisi
hidup membiara. Gerakan ini melestarikan tradisi hidup membiara menggunakan
unsur baru tetapi juga tidak melupakan unsur lama. Gerakan pada abad itu disebut
“peniten” yang artinya pentobat. Fransiskus Assisi memperkenalkan kelompoknya
sebagai “pentobat dari Assisi”. Para religius yang tertarik pada cara hidup Fransiskus
dan meneladan pola menghayati Injil ala Fransiskus disebut sebagai para peniten.
1.
Sejarah Peniten Rekolek Suster Fransiskan Sukabumi
Sejarah peniten rekolek berawal dari St. Fransiskus Assisi yang memberi
perhatian besar pada pembaharuan. Pembaharuan bagi Fransiskus adalah semacam
usaha untuk kembali ke awal simple, sederhana, tidak mencolok sesuai dengan bentuk
hidup Fransiskus (Eddy Kristianto 2009: 21-22). Gerakan peniten rekolek ini hanya
terdapat dalam gerakan religius Fransiskan “Minoriten” atau OFM saja (Eddy
Kristianto, 2009: 19). Hal ini mengatakan bahwa gerakan peniten rekolek ini tidak
terdapat pada dua ordo OFMConv dan OFMCap, meskipun ketiganya sama-sama
meneladan cara hidup Fransiskus Assisi tetapi masing-masing ordo memiliki
kekhasannya yang berbeda satu dengan yang lain. Karena cara hidup Fransiskus yang
khas membuat banyak orang tertarik untuk bergabung bersama dengan Fransiskus,
meskipun pada awalnya Fransikus tidak memiliki cita-cita untuk mendirikan ordo.
Ordo pertama Santo Fransiskus yang melaksanakan Anggaran Dasar (Regula)
dengan setia dan bakti disebut sebagai rekolek yang merupakan salah satu cabang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
yang lahir dari ranah Observan. Fransiskan Observan berusaha menepati regula
dengan baik. Hal itu mau menegaskan bahwa “penyesuaian” terus menerus untuk
menjadi pribadi yang berkwalitas dengan tetap menyadari keterbatasannya sebagai
manusia. Kesetiaan pada regula St. Fransiskus Assisi dengan tidak ada pemaafan
keterbatasan diri dan juga pembenaran diri karena situasi, sehingga regular
dilaksanakan dengan penuh ketaatan dan kesetiaan tanpa terkecuali ( Eddy Kristianto,
2009:23).
Dalam perjalanan waktu, untuk dapat sungguh menghayati regula dengan setia
tidak selalu dapat berjalan sebagaimana mestinya, karena ada juga kemerosotan dalam
upaya penghayatan semangat awal. (Eddy Kristianto 2009: 24). Maka muncullah
gerakan pembaharuan untuk menghidupkan jiwa regula. Untuk melakukan
pembaharuan itu diperlukan upaya yang pelik, unik dan rumit sehingga hal ini
berujung pada pemisahan.
Kelompok
Observan;
melaksanakan,
melakukan,
menghayati adalah rekolek. Gerakan ini merupakan usaha bersama (Eddy Kristianto
,2009: 25). Hal ini mau mengatakan bahwa gerakan pembaharuan ini bukan hanya
diprakasai oleh seorang tokoh saja tetapi merupakan gerak bersama yang akhirnya
menghasilkan suatu pembaharuan.
Reformasi katolik disuburkan oleh Reformasi Protestanisme (Martin Luther cs)
dan Kontra Reformasi (Konsili Trento). Tahta suci berkepentingan untuk mengawasi,
dan terutama memelihara dengan penuh perhatian kelompok-kelompok religius supaya
kelompok ini menghayati dengan benar nasehat Injil dan memenuhi harapan Gereja
Katolik Roma (Eddy Kristanto, 2009:25).
Sri Paus Clemens VII menerbitkan surat edaran yang berjudul In Suprema Kan
(1532), bahkan Paus Gregorius XIII menulis surat untuk menyemangati bagi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
berlangsungnya pembaharuan hidup religius di lingkungan Gereja khususnya dalam
keluarga Fransiskan. Sri Paus dan Raja Henry IV mendukung gerakan
rekolek
sehingga memperoleh otonomi dari Observan. Pada 1602 Clemens VIII menyatakan
para rekolek sebagai putra-putra sejati Fransiskus Assisi (Eddy Kristanto, 2009:26).
Rekolek merupakan salah satu cabang dari Observan yang muncul di Eropa
barat pada abad ke-16 dan berkembang terutama di Prancis, Jerman, Belanda dan
Belgia. Rekolek menciptakan dan mempertahankan tradisi tinggal di pedesaan,
desentralisasi, menjunjung tinggi keugaharian, dan kesederhanaan melalui ulah tapa,
doa serta meditasi dan refleksi. Petrus Marchant adalah minister Provinsi Belgia, ia
adalah seorang Fransiskan Rekolek, yang memberikan ilham kepada Johanna Van
Jesus untuk melalukan reformasi dari dalam hidup religius yang ia hayati.
Adanya hubungan antara satu dengan yang lain menghasilkan suatu tektur,
yang mampu mendukung gerakan peniten ini, karena sejak awal diungkapkan, bahwa
gerakan ini bukan sebagai gerak personal melainkan gerak bersama yang melibatkan
banyak tokoh dalam mewujudkannya. Fransiskus Assisi menamakan kelompoknya
sebagai: Ordo Pentobat” (The Order of Penitence), tetapi pada akhirnya istilah ini
dipakai oleh Ordo ketiga regula Santo Fransiskus yang sudah eksis pada abad ke-13.
(Eddy Kristianto, 2009:28).
Hal-hal yang mematangkan dan menjadi humus dalam peniten rekolek adalah
askese (spiritual exercises, penguasaan diri, matiraga-puasa, penyangkalan diri) dan
discretion (pembedaan roh). Dalam karya-karyanya, Poverello d’Assisi mewariskan
kehendak dan semangat yang kuat dengan askese. Askese yang dimaksud adalah
sikap tobat sejati dan kesadaran akan kerapuhan diri di hadirat Allah yang mahaagung,
mahabaik, maha sempurna, satu-satunya yang patut disembah dan dimuliakan. Hal
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
yang hendak di usahakan adalah hati yang wening (jernih) dan roh ilahi yang
menguasai insani religius.
Semangat doa dan devosi tidak bisa tidak dalam tradisi Fransiskan merupakan
buah utama mengikuti Kristus dan oleh karena itu menduduki tempat terpenting dalam
kehidupan Fransiskan. Tanpa pengalaman yang mendalam akan Allah, para fransiskan
tidak akan mampu berbagi (peduli dan terlibat) dihadapan penderitaan bangsa
manusia. Maka perlu menyadari perlunya menemukan kembali dimensi kontemplatif
dari cara hidup ini.
Para Fransiskan menjunjung asas Copmtemplatio aliis tradere artinya
membawa, menarik hasil dan buah kontemplatisi kepada orang lain (Eddy Kristanto,
2009:30). Hal ini mau menggambarkan bahwa kontemplasi yang dilakukan oleh para
pengikut Fransiskus ini bukan hanya berhenti demi untuk keperluan pribadi tetapi juga
dapat dirasakan oleh sesama lewat tutur kata, perbuatan dan pelayanan.
Para religius bukanlah orang-orang yang tinggal di menara gading, terpisah
dengan masyarakat, melainkan bagian itegral masyarakat. Para religius memiliki
kepedulian terhadap orang-orang yang terpinggirkan sehingga terasa kesehatian
dengan masyarakat. Munculnya rekolek menegaskan adanya semangat untuk kembali
ke akar ke sumber cita-cita pendiri seraya mempertimbangkan zaman. Gerakan
rekolek mau mengingat kembali pada jati dirinya.
2.
Sejarah Peniten Rekolek Menurut Konstitusi Limburg
Pembaharuan yang terdapat dalam konstitusi Limburg adalah pembaharuan
yang terjadi dipengaruhi oleh Gereja di mana pada abad ke-17 di dalam gereja
terjadilah suatu gerakan pembaharuan hidup religius. Yohana dari Yesus adalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
seorang pembaru hidup religius Suster-suster Ordo Fransiskan Regular (Nico Dister
2011:5). Pembaharuan ini dimulai dari kota Limburg (pegunungan Ardennes, Belgia)
dan dikenal dengan sebutan “Reformasi Limburg”.
Di antara serikat Ordo Fransiskan Regular di Indonesia ada yang berasal dari
Nederland dan mengikuti reformasi Limburg dan berspiritualitas Peniten Rekolek.
Biara Suster Peniten Rekolek di Breda (Belanda) yang bersemboyan Alles voor allen
adalah ibu kandung dari keempat kongregasi yaitu FCH (Palembang), SFS
(Sukabumi), KSFL (Pematangsiantar), dan FSE (Medan). Konstitusi Limburg pada
abad XVI dipakai untuk pegangan dan konstitusi ini dirancang oleh Muder Yohana
bersama saudara dina bernama Petrus Marchant (Nico Syukur Dister 2011:6). Kedua
tokoh inilah yang telah membaharui semangat peniten rekolek dengan cara menyusun
atura-aturan dalam biara yang akan mengingatkan para peniten untuk semakin
menghayati panggilannya. Konstitusi Limburg ini memuat tentang aturan-aturan hidup
dalam biara yang mengajak pengikutnya untuk kembali pada semangat awal.
Semangat awal itu adalah kesadaran bahwa sebagai pengikut Fransiskus yang peniten
dan rekolek, yang tidak melupakan doa dan pertobatan sebagai kekhasannya.
a.
Petrus Marchant Perancang Konstitusi Limburg
Petrus Machant adalah salah seorang anggota Fransiskan rekolek yang lahir
tahun 1585 di Couvin, Provinsi Namur. Setelah masuk persaudaraan Fransiskan
Rekolek, beliau ditugaskan oleh ordonya pertama-tama ke Jerman dan kemudian ke
Belanda dan Inggris . Ia mendirikan Provinsi Santo Yosef di Flandria dan tahun 1625
terpilih sebagai Minister Provinsi. Flandria adalah bagian dari negeri Belgia sekarang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
Petrus Marchant membidani lahirnya kongregasi Peniten Rekolek serta
menyusun konstitusi Peniten Rekolek (tahun 1623). Konstitusi ini disusun berdasarkan
inspirasi dari Sr. Yohana Van Jesus yang terdorong oleh Ilham Ilahi bercita-cita untuk
membaharui semangat hidup religius Ordo ketiga Regular St. Fransiskus. Konstitusi
disahkan oleh Paus Urbanus VIII pada tahun 1634. Lalu konstitusi ini menjadi sumber
pegangan bagi para religius yang menamakan dirinya Peniten Rekolek (Eddy
Kristianto, 2009: 39)
Pada tahun 1841, atas rekomendasi Mgr. Johanes Van Hooydonk, konstitusi itu
dicetak ulang untuk kepentingan para religius yang baru tumbuh diwilayah
keuskupannya, seperti di Dongen, Etten, Roosendal, Bergen Op Zoom, dll. Petrus
Marchant kemudian menjadi Devinitor Jendral seluruh Ordo St. Fransiskus dan Kustos
di Flandria dan akhirnya diangkat menjadi Komisaris Apostolik Jenderal. Beliaulah
yang menerima pembaharuan profesi religius Johana Van Jesus, ia mengantar mereka
ke tempat yang telah dipersiapkan yaitu di Limburg. Petrus Machant menjadi
pembimbing rohani. Sampai pada akhir hidupnya ia setia mendampingi para suster
kongregasi Peniten Rekolek.
Petrus Marchant wafat di Gent pada tanggal 11
November 1661 (Eddy Kristisnto, 2009: 41).
b.
Yohana Van Yesus Perancang Konstitusi Limburg
Johana Van Yesus lahir pada tanggal 3 Agustus 1576 di Gent. Nama babtisnya
Johanna Baptista Neerinckx. Ayahnya bernama Neerinckx, seorang pegawai pajak
terkemuka di Gent. Masyarakat menghormatinya, karena ia mencerminkan hidup
sebagai seorang kristiani, yang jujur dalam menjalankan tugasnya. Ia mempunyai
devosi kepada Santa Perawan Maria ( Eddy Kristianto, 2009: 42).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
Pada usianya yang ke- 28 tahun Johanna Babtista Neerinckx masuk biara.
Berawal dari pertemuan dengan seorang Fransiskan Rekolek, kemudian dia
memutuskan untuk masuk biara Ordo santo Fransiskus yaitu kongregasi Suster-suster
Kelabu di kota Gent dengan nama Sr. Johanna Neerinkx. Kongregasi ini merupakan
Ordo Ketiga regular Santo Yakobus yang membaktikan diri kepada perawatan orangorang sakit. Terdorong untuk menjadi putri yang terbaik dari Bapa Fransiskus, maka
ketika dipilih menjadi pemimpin dalam kongregasi, ia mulai mengadakan
pembaharuan. Ia meletakkan pembaharuan dengan keyakinan bahwa Allah adalah
segala-galanya dan manusia bukan apa-apa dihadapan –Nya. Agar hatinya terus
menerus ada pada hadirat-Nya maka sikap hening “clausura” dipandang penting.
Pembaharuan ini ditolak oleh para anggotanya, sehingga akhirnya ia memutuskan
untuk mengundurkan diri dan menjadi suster biasa.
Jiwa pembaharuan lebih diarahkan pada diri sendiri sampai mendapat waktu
yang cukup matang. Keheningan dia ciptakan di sekeliling dirinya sehingga membuat
suara Tuhan meresapkan lebih dalam. Ia juga tercekam oleh keinginan untuk melihat
clausura, dan itu sangat mempengaruhi seluruh hidupnya, kemudian ia menjadi tidak
tenang sebelum mewujudkannya (Eddy Kristianto, 2009: 43).
Untuk mewujudkan pembaharuan itu ia mengalami ketakutan, suatu ketakutan
yang sungguh beralasan mengingat kesadaran atas kesulitan-kesulitan yang akan
dihadapi di satu pihak, tetapi di lain pihak dorongan hati terus menekan dirinya untuk
sesegera mungkin mewujudkan pembaharuan. Yohana Van Yesus kemudian
memberanikan diri untuk mengungkapkan keinginan dan dorongan hatinya kepada
seorang Fransiskan Rekolek, yaitu Petrus Marchant. Berkat kerja Roh yang sama,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
akhirnya Johanna Neerickx mendapat dukungan dan jalan keluar yang terbaik dari
ketakutan tersebut.
Pada tanggal 21 September 1623, Sr. Johanna dan beberapa suster yang
mendukung pembaharuan meninggalkan biara Gent menuju Limburg untuk memulai
suatu cara hidup baru yang diperjuangkan. Kota Limburg terletak di Belgia Timur,
wilayah pegunungan dan pariwisata Ardenes, tidak terlalu jauh dari metropolitan
Liege. Sr. Johanna Neerikx, Sr. Francoise Verhelst, Sr. Catharina Baeke, Sr. Maria
Makam, Sr. Johanna Wagenere. Mereka membaharui profesi berdasarkan Konstitusi
Peniten Rekolek 1623, di tangan pater Petrus Marchant serta mengubah namanya
menjadi Sr. Johanna Van Jesus, Sr. Francoise Van Maria, Sr. Catharina van Antonius,
Sr. Maria Van Bonaventura dan Sr. Johanna Van Bernadus.
Di tempat yang baru suasana alam baru dan aturan baru jiwa mereka
berkembang dengan sangat cepat. Pembaharuan itu lebih menitik beratkan segi
kontemplatif, dengan dua ide besar yang menjiwai hidupnya yaitu: penitensi
(pertobatan, ulah tapa, matiraga), dan rekolek (samadi, permenungan, kontemplasi)
yang diwujudkan dengan menghayati kemiskinan sejati, hidup dalam klausura.
Johanna wafat di Limburg 26 Agustus 1648 (Eddy Kristianto, 2009: 46-47).
c.
Kekhasan Yohana Van Yesus
Kekhasan Yohana Van Yesus adalah memiliki jiwa pembaharu dan semangat
hamba Yesus. Warisan dari Ibu Yohana Van Yesus melukiskan jiwa dan semangat
sejati sebagai seorang Peniten Rekolek. Dengan mengenal warisan dan terutama
perjalanan spiritualitasnya maka akan sangat membantu kita untuk semakin mampu
menghayati hidup sebagai seorang peniten yang sejati.
1). Allah adalah segala-galanya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
Muder Yohana memiliki hasrat besar untuk dapat bermatiraga, cinta kasih serta
Ekaristi. Kepekaan akan kebenaran, ketulenan dan kejujuran ia memandang segala
sesuatu dengan secara benar dan jujur buahnya dapat terlihat yaitu keyakinan hidup
bahwa ia bukan apa-apa dan bahwa Allah adalah segala-galanya. Kesadaran hidupnya
bahwa ia bukan apa-apa dihadirat Allah menunjukkan bahwa ia memiliki kerendahan
hati yang mendalam. Keyakinan bahwa manusia bukan apa-apa di hadapan Allah
begitu juga diyakini oleh St. Fransiskus Assisi dalam syair-syair yang terkenal:
Nyayian saudara matahari, mulai dengan menyapa Allah Yang Mahaluhur, Mahakuasa
dan berakir dengan ajakan kepada segala mahkluk ciptaannNya untuk merendahkan
diri serendah-rendahnya.
Barangsiapa hendak menjalankan hidup pasif atau hidup mistik, harus pertamatama menyiapkan diri dalam hidup aktif atau hidup berkarya dengan
melepaskan diri dari segala sesuatu yang padanya ia melekat, betapa pun
kecilnya. Allah menghendaki hati dan maksud kita murni dan tak bernoda. Tak
satu ciptaan pun boleh tinggal di dalamnya, karena Tuhan sendiri saja ingin
mendiaminya untuk melaksanakan kehendak-Nya dan untuk menyempurnakan
kekasihnya menurut perkenaan-Nya. (Nico Syukur Dister, 2011: 59).
Berikut ini adalah ajaran Muder Yohana mengenai kesempurnaan. Menurut Muder
Yohana kesempurnaan terletak dalam pengalaman mistik bahwa Allah adalah segalagalnya, berkat persatuan kasih yang total dengan Allah. Hal ini dapat terjadi dengan
latihan matiraga, pemurnian, pasrah dan pelepasan sehingga kehendakNya yang
mendorong setiap hal yang kita perbuat.
Jangan ada seseorang yang memegahkan diri dihadapan Allah (1Kor 1:28-29).
Hal ini mau mengatakan bahwa Tuhan tidak ingin manusia merasa minder atau rendah
diri atau bahkan sebaliknya merasa super atau sombong. Yesus mengajak kta untuk
belajar dari padaNya khususnya mengenai kerendahan hati supaya jwa kita akan
mendapat ketenangan(Mat 11;29).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
Dalam praktik hidup rohani kita dapat menghayati bahwa Allah adalah segalagalanya maka perlulah kita melakukan pengosongan diri secara total yaitu dengan:
penyangkalanan terhadap hal pemuasaan inderawi dan rohani dengan melepaskan
kesenangan jasmani dan rohani seperti makanan yang lezat, nikmat dalam
doa(Konsolidasi), pujian orang-orang ekstase dan penglihatan. Usaha agar semua
perbuatan dilakukan dengan maksud yang menyerupai kehendak Allah, memiliki
sikap pasrah akan segala penderitaan, serta proaktif dalam menghadapi kesulitan dan
tantangan. Dengan melakukan hal di atas maka semangat kebenaran itu akan tumbuh
dan berkembang dalam kehidupan kita (Nico Syukur Dister 2011:64).
2). Aku sendiri bukan apa-apa
Pelepas-bebasan (atau pemurnian) yang aktif dilangsungkan oleh jiwa sendiri
dengan bantuan rakmat Allah. Tujuan dari pelepas adalah memurnikan daya-daya
yang indrawi dan rohani dari segala ketidak teraturan dan kelekatan sehingga oleh
karenanya seluruh hidup dipimpin oleh kehendak Allah (Nico Syukur Dister 2011: 66)
Menyadari bahwa manusia bukan apa-apa ini akan mengajak kita untuk
menyadari bahwa peran Allah dalam hidup kita memberi sesuatu yang mampu
menggerakkan dan menghidupi kita. Pelepas-bebasan disebut juga kemiskinan rohani
merupakan pekerjaan Allah yang harus ditanggung atau diderita oleh jiwa dengan
sabar dan tenang.
3). Jalan Cinta kasih
“Jangan bertindak karena takut atau demi kepentingan dirimu sendiri, betapa
pun rohani dan luhurnya, tetapi lakukanlah segala sesuatu demi cinta kasih murni
Allah, untuk berkenan kepada-Nya dan untuk memenuhi kehendakNya dalam segala
sesuatu”. (Nico Syukur Dister 2011: 72)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
Ajaran cinta kasih inilah yang mendasari penghayatan Yohana bahwa Allah
adalah segala-galanya dan Si aku bukan apa-apa. Kasih kepada Allah sebagai intensi
semua perbuatan kita. Hal ini memiliki arti bahwa setiap hal yang kita lakukan adalah
hanya untuk kemuliaan Allah. Bukan untuk kepentingan diri pribadi. Tetapi demi
kemuliaan Allah.
4). Jalan Salib
Yohana hanya mengajarkan jalan yang dikemukakan Tuhan kita Yesus Kristus
dalam injil karangan St. Matius, bab 16: “Setiap orang yang mau mengikuti Aku, ia
harus menyangkal dirinya memikul salibnya dan mengikuti Aku.” Dalam hal ini
diajarkan empat tingkat: keingingan untuk mendatangi Tuhan kita dengan
meninggalkan semuanya, menyangkal dirinya dan meninggalkan semuanya yang
dapat merayu atau menarik perhatian kita, memikul salib yaitu dengan menderita dan
mati dalam Yesus Kristus dan mengikuti Yesus Kristus dengan menjadikan Dia
pemimpin, serta teladan dalam perkataan dan perbuatan.
......Menyadari keangkuhan sebagai musuh yang paling licik dan berbahaya, ia
berdoa dengan memohon agar Tuhan sudi mengambil darinya pengetahuan
yang luhur dan ekstase yang mempesonakan itu, lagi pula spaya Allah hanya
menyatakan dua hal yaitu: kebinaannya sendiri, kebukan apa-apaannya dan
kelemahannya, dan kebaikan yang tiada habisnya dari Yesus Kristus yang
tersalib. (Nico Syukur Dister, 2011: 80)
Sangat jelas dalam kutipan diatas bahwa Devosi kepada Yesus yang tersalib menjadi
ciri khas dari kongregasi ini. Salib menjadi satu dalam kehidupan harian, Rosario
sengsara Tuhan didaraskan setiap hari dan alat-alat sengsara Kristus tersalib sebagai
lambang dan tanda pengenal kongregasi (Nico Syukur Dister 2011: 80).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
Hal ini menunjukkan bahwa devosi kepada Kristus yang tersalib menjadi ciri
khas kongregasi Peniten Rekolek yang diharapkan dapat meresap dalam kehidupan
para suster Peniten Rekolek.
5). Taman Tertutup
Taman tertutup adalah gambaran jiwa. “Dinda, pengantinku, kebun tertutup
engkau, kebun tertutup dan mata air termeterai” (Kid 4:12). Cintailah keheningan injili
dengan menahan kata-kata yang sia-sia dan tak berguna. Keheningan seperti itu
mempertahankan engkau dalam kemurnian hati, di mana Allah yang agung
mempunyai kediaman-Nya Yang kudus. “Berbahagialah orang yang suci hatinya”
sabda Guru” sebab mereka akan melihat Allah” (Mat 5:8).
Dalam jalan rawaji dijelaskan Muder Yohana bahwa pelepasan-bebasan aktif
dalam kehidupan tidak mungkin kecuali berkat hidup doa yang mendalam. Sifat doa
ini ditulisnya:
Doa yang benar itu terdiri dari gerak turun dan gerak naik. Adapun “turun”
artinya secara kontinu melayangkan pandangan kepada kebukan-apa-apa-an
kita sendiri dan kepada ketidak berdayakan kita. Gerak naik itu kita
langsungkan dalam roh yang mengagumi keagungan dan kebaikan Bapa di
surge, yang dengan penuh kasih sayang memimpin kita oleh ketuhanan-Nya
(Nico Syukur Dister 2011:87).
Doa menjadi daya penggerak maka kehidupan doa yang mendalam menjadi kekuatan
untuk menggerakkan hidup itu sendiri. Dalam doa kita menyadari bahwa kita manusia
yang lemah tak berdaya menyadari bahwa kita memerlukan Allah dan menyadari
dengan penuh bahwa keberadaan kita saat ini karena kebaikan dan keagungan Allah
Bapa. Kontemplasi Allah yang paling luhur oleh mereka yang hatinya suci dalam
matiraga, ulahtapa, dan doa ini sebagai tujuan klausura Yohana.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
Kecondongan tetap untuk menarik diri dari dunia dan bersemedi dalam hati
sebagai ciri khas peniten. Keheningan memiliki nilai tinggi dalam kehidupan seorang
peniten bagaimana hal ini dapat dihidupi oleh para pengikutnya. Maka perlulah kita
sebagi pengikutya selalu menyediakan waktu dan diri untuk mampu menciptakan
suasana hening dalam hati.
B. Makna Gerakan Peniten Rekolek Bagi Keempat Kongregasi
Kongregasi yang dialiri oleh semangat Peniten Rekolek khususnya yang ada di
Indonesia FCH (Suster St. Fransiskus Charitas), SFS (Suster Fransiskan Sukabumi),
KSFL (Kongregasi Suster-suster Fransiskus dari St. Lusia), FSE (Suster Fransiskan
Santa Elisabeth), memiliki satu semangat yang sama yang diilhami oleh Ibu Theresia
Saelmaekers yang memiliki semboyan: “Alles Voor Allen” (Nico Dister Syukur
2011:6). Makna Gerakan peniten rekolek bagi keempat kongregasi adalah kekuatan
untuk selalu yakin akan penyelenggaraan illahi.
1.
Gerakan Peniten Rekolek Bagi Keempat Kongregasi
Makna gerakan peniten rekolek mengajak kita untuk selalu sadar akan cita-cita
luhur untuk selalu membaharui diri terus menerus. Kesadaran akan pentingnya
keheningan dalam kehidupan religius. Perkembangan hidup religius dipengaruhi oleh
situasi dan kondisi dalam kehidupan di biara. Pada kenyataannya untuk selalu hidup
dalam cita-cita memerlukan perjuangan dan kesetiaan dalam melaksanakannya.
Peniten rekolek adalah semangat yang mendasari hidup para suster yang memiliki
spiritualitas peniten rekolek. Semangat peniten rekolek sebagai suatu ikatan yang
mengingatkan para pengikutnya untuk semakin mampu hidup sebagai seorang yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
selalu mau mengusahakan yang terbaik dalam kehidupannya. Hubungan dengan
keempat kongregasi bahwa selama ini semangat Peniten ini telah hidup dan tumbuh
subur dalam karya-karya para suster yang sampai sekarang masih dapat tumbuh dan
berkembang sesuai dengan zaman. Perjuangan untuk selalu dapat menghidupi
semangat pembaharuan diri terus menerus. Kongregasi yang dialiri oleh semangat
Peniten Rekolek khususnya yang ada di Indonesia FCH (Suster St. Fransiskus
Charitas), SFS (Suster Fransiskan Sukabumi), KSFL (Kongregasi Suster-suster
Fransiskus dari St. Lusia), FSE (Suster Fransiskan Santa Elisabeth), memiliki satu
semangat yang sama yang diilhami oleh Ibu Theresia Saelmaekers yang memiliki
semboyan: “Alles Voor Allen” (Nico Dister Syukur 2011:6).
Moeder Theresia Saelmaekers adalah pendiri biara Breda. Sifat-sifatnya:
tangguh, bertanggungjawab, berani, pekerja keras, teguh pada prinsip dan percaya
akan penyelegaraan Tuhan. Biara Breda yang didirikan oleh Moeder Theresia
Saelmaekers berasal dari pembaharuan Limbur. Biara ini juga disebut dengan nama
biara peniten. Biara peniten di pengaruhi oleh semangat Suster dari Dongen. Biara ini
mengkhususkan untuk merawat secara fisik, tetapi ia juga memperhatikan kehidupan
rohani pasien. Kehidupan manusia dipulihkan secara utuh: sehat jasmani dan rohani
dalam arti terjadi keseimbangan dalam proses penyembuhan (Eddy Kristianto, 2009:
81).
Dalam kongregasi Alles voor Allen ditanamkan semangat berbagi, peniten
murah hati, rekolek tanpa pamrih dalam karya, percaya akan penyelenggaraan Ilahi.
Keyakinan akan penyelenggaraan Ilahi ini lah yang mendorongnya untuk membuka
komunitas-komunitas di Oosterhout, Bergen op Zoom, dan Rotterdam.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
Kepercayaan pada penyelenggaraan Ilahi ini dapat kita lihat dari peran Allah
dalam hidup pribadi para pengikutnya yang tangguh untuk berjuang seperti halnya Ibu
Theresia Saelmaekers, dalam karya misi yang dilakukan bukan hanya di Belanda
tetapi sampai di Indonesia, kongregasi peniten rekolek ini dapat berkembang sampai di
Indonesia, makna peniten rekolek ini dapat dirasakan dan dibuktikan dari cara
melayani pasien selain merawat secara fisik tetapi juga secara rohani.
Ini adalah bagan bentuk kekerabatan antara keempat konggregasi
Biara Breda Alles Voor Allen
Th 1830
Kelompok Theresia Saelmaekers dari Leuven
Biara Oosterhout
Bergen op Zoom
Biara Rotterdam
Biara Breda Jl.
Haagdijk
“Charitas” Th. 1834
“Pengungsian bagi
“Alles voor Allen”
Theresia Saelmaekers
Penderita” Th. 1838
Th. 1841-1847
(FCH-Palembang)
Sr. Rosa de Bie
Sr. Lucia Dierckx
(SFS-Sukabumi)
(KSFL-Pematang Siantar)
“Ketika Aku Sakit,
kamu melawat Aku”
Th. 1880
Sr.Malthilda Leenders
(FSE-Medan)
( Eddy Kristianto, 2009: 86)
Yang melakukan misi di bidang perawatan adalah pertama Peniten Rekolek
Roosendal (FCH) yang berdiri sejak tahun 1834 oleh Moeder Theresia Saelmaekers
dan di Indonesia mulai berkarya sejak tahun 1926 yang pusatnya di Palembang. Yang
kedua Biara Peniten Rekolek BOZ (SFS) yang berdiri sejak tahun1838 oleh Moeder
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
Rosa De Bie dan di Indonesia berkarya sejak tahun 1933 yang pusatnya di Sukabumi.
Yang ketiga Biara Peniten Rekolek Rotterdam (KSFL) yang berdiri sejak tahun 1847
oleh Moeder Lucia dan di Indonesia berkarya sejak tahun 1925 yang pusat biaranya
ada di Pemantang Siantar. Yang keempat Biara Peniten Rekolek Elisabeth Breda
(FSE) yang berdiri sejak tahun 1880 oleh Moeder Malthilda leenders dan di Indonesia
berkarya sejak tahun 1925 yang pusat biaranya ada di Medan.
2.
Hubungan Keempat Kongregasi Peniten Rekolek
Keempat kongregasi ini saling berhubungan kekerabatan seperti yang dapat
dilihat dalam diagram diatas. Moeder Theresia Saelmaekers mendirikan beberapa
biara yang akhirnya datang dan berkarya di Indonesia. Semangat Ibu Theresia ini
dihidupi oleh tarekat-tarekat yang ada di Indonesia: FCH, SFS, KSFL dan FSE.
Maria Theresia, sebagai pemimpin religius, memiliki banyak andil dalam
mengembangkan kehidupan religius maupun kehidupan karya pelayanan. Barbara
(Saelmaekers) lahir di Brabant (Belgia), tanggal 5 September 1797. Nama Biara:
Suster Maria Theresia. Moeder Theresia Saelmakers ini adalah pendiri kongregasi
Fransiskan Breda. Biara Breda menggunakan Anggaran dasar Ordo ketiga Regular St.
Fransiskus Assisi dan Konstitusi Peniten Rekolek Reformasi Limburg (Eddy
Kristianto, 2009:79).
Biara Breda terbuka akan tugas perutusan dan dalam menanggapi zaman.
Theresia Saelmaekers memotivasi para susternya untuk selalu menghidupi semangat
“Alles Voar Allen”. “Alles voor Allen” menjadi nama resmi kongregasi sejak 21
Maret 1855 yang disahkan oleh J.F. Van Gogh dari Bergen Op Zoom. Dalam
kongregasi ditanamkan semangat berbagi, peniten murah hati, rekolek tanpa pamrih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
dalam karya pelayanan (Moeder Theresia Saelmaekers, pendiri kongregasi Fransiskan
Breda : 29).
Keyakinan akan penyelenggaraan Ilahi ini yang mendorong ntuk membuka
komunitas-komunitas di Osterhout, Bergen Op Zoom, dan Rotterdam. Komunitas
yang didirikan itu merupakan pusat dari biara-biara yang ada di Indonesia Osterhout
adalah pusat biara FCH, Bergen Op zoom pusat biara SFS, Rotterdam adalah pusat
dari biara KSFL, dan Breda adalah pusat biara FSE. Hubungan keempat kongregasi
adalah hubungan saudara yang disatukan dalam satu semangat Peniten Rekolek “Alles
Voor Allen” yang artinya Semua untuk semua.
C.
Peniten Rekolek Menurut St. Fransiskus Assisi
Peniten Rekolek berawal dari pertobatan St. Fransiskus Assisi oleh karena
dorongan dari Allah. Pertobatan yang membawa perubahan dalam hidupnya baik
sebagai titik awal perubahan dalam hidupnya. Dari hidup yang serba tidak menentu
menjadi pribadi yang memiliki arah hidup yang jelas. Perubahan yang menyeluruh dan
menembus batas diri sendiri.
1.
Awal Pertobatan Fransiskus Assisi Ketika Berdoa Di depan Salib San
Damiano
Fransiskus memahami “pertobatan (metanoia) Injili” merupakan perubahan
budi, pembaharuan menyeluruh dan terus menembus batas diri seseorang yang
mengarahkan kepada kesatuan dengan Allah dengan seluruh keberadaannya.
Fransiskus mengawali pembaharuan ketika berdoa di depan salib San Damiano.
Fransiskus menyerahkan dirinya pada Allah melalui totalitasnya dalam mengikuti apa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
yang dikehendakiNya, hal ini terwujud dalam sikap hidupnya setelah ia mendengarkan
suara Allah.
a.
Titik Awal Pertobatan Fransiskus Assisi
“Kami bersyukur kepadaMu karena sebagaimana dengan perantaraan Putramu,
Engkau telah menciptakan kami, demikian pula karena belas kasihMu yang
mahakudus, yang telah Engkau berikan kepada kami, Engkau telah membuat
Dia, yang sungguh Allah dan sungguh Manusia, lahir dari Santa Maria tetap
perawan, yang mulia dan amat berbahagia dan oleh salib, darah dan wafatNya,
Engkau mau menebus kami, orang tawanan. Dan kami bersyukur kepadamu,
karena PuteraMu itu akan datang lagi dalam semarak keagunganNya, untuk
mengirim ke dalam api yang kekal orang-orang terkutuk yang belum
melakukan pertobatan dan belum mengenal Engkau serta mengabdi kepadamu
dalam pertobatan: “Marilah kamu yang diberkatioleh bapaKu, terimalah
kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia di jadikan.(Mat 25:34,
AngTBul 23:3-5)
Fransiskus memulai langkah “Pertobatannya dalam Anggaran dasar Tanpa
Bulla dengan doa syukur. Pertobatan Fransiskus adalah suatu ungkapan terima kasih
karena kebaikan Allah atas belas kasih Allah bapa yang telah mengutus puteranya
untuk manusia.
Pertobatan dilakukan bukan karena semata-mata dorongan manusiawi,
melainkan tindakkan Allah. “Jadi hal itu tidak tergantung pada kehendak orang atau
usaha orang, tetapi karena kemurahan hati Allah”.(Rom 9:16)
Apa yang dikerjakan Allah bukan karena jasa baik kita tetapi karena kebaikan
hati dan kasihnya, maka hal ini menjadi landasan untuk selalu dapat bersyukur. Hidup
dalam pertobatan adalah suatu tanggapan manusia akan kasih yang menyelamatkan
manusia, karena rasa syukur seseorang dapat melaksanakannya secara tulus dan
sepenuh hati.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
Fransiskus memberikan petunjuk kepada kita arah hidup religius yang sejati
khususnya dengan pertobatan yang tidak hanya dipergunakan untuk sendiri tetapi
menyeluruh. Pertobatan seturut injil suci, khususnya kotbah di bukit (bdk.Mat 5-7).
b.
Praktik Hidup Pertobatan oleh Fransiskus Assisi sebagai jawaban total
Fransiskus menjalani hidup pertobatan dengan penuh kebahagiaan, yang
terungkap dalam keseluruhan hidupnya. Hidup pertobatan adalah jawaban total dan
terang-terangan dari hati penuh rasa syukur atas semua karunia Allah melalui Kristus.
Fransiskus bertekun dalam pertobatan yakni penyangkalan diri secara total menuju
kepada Tuhan.
Marilah kita mencinta Tuhan dengan segenap hati, dengan segenap jiwa,
dengan segenap budi, dengan penuh kekuatan dan ketabahan, dengan penuh
daya pengertian, dan segenap tenaga, dengan segala jerih payah, dan segenap
perasaan, dengan seluruh sanubari, dengan penuh hasrat, dan kemauan, Dia
sudah dan masih memberikan kepada kita semuanya: seluruh badan, seluruh
jiwa, dan seluruh hidup kita, Dia yang menciptakan kita dan menebus kita serta
akan menyelamatkan kita karena belaskasihNya semata-mata, Dia sudah dan
masih mengerjakan segalanya yang baik untuk kita, orang yang malang dan
hina ini, busuk dan berbau, tak tahu terima kasih dan jahat” (AngTBul 23:8).
Dalam AngTBul 23:8 tersebut mau dikatakan bahwa sebagai rasa syukur
perlulah mencintai Tuhan dengan sepenuh hati dengan ketulusan dan cinta sejati
karena karya keselamatan yang telah dianugerahkan kepada manusia. Ia telah menebus
manusia yang berdosa dengan belaskasih yang tak ternilai.
Melakukan pertobatan berarti membiarkan dirinya dipersatukan dan dipadukan
menjadi bagian kesatuan dengan Allah. Kerajaan Allah terwujud lewat kehadiran
manusia yang mau bertobat. Jawaban dan kesanggupan manusia untuk menjawab
panggilan Allah akan memampukan manusia berjuang dan mampu mewujudkan
pertobatan itu. Pertobatan bukan hanya semata-mata atas kemauan manusia tetapi
Allah memiliki berperan dalam hidup manusia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
c.
Puncak hidup pertobatan Fransiskus Assisi
Puncak pertobatan Injili adalah sebagaimana orang mampu melepaskan diri
sendiri demi Allah bahkan sampai melupakan diri. Hal ini berarti bahwa orang
mengarahkan hidupnya menuju pada Allah sampai kekal.
Fransiskus menyebut dirinya”jalan pentobat”. Pertobatan berhubungan dengan
metanoia pertobatan sejati. Pertobatan berasal dari Allah yang telah mencurahkan
kasihNya kepada manusia. Titik awal hidup pertobatan tidak terletak pada diri
seseorang tetapi terletak pada tindakan Allah. Allahlah yang menciptakan untuk
melakukan petobatan, melalui kristus Allah menyelamatkan manusia yang jatuh dalam
dosa.
Keseluruhan hidup Fransiskus adalah melakukan pertobatan Hidup dalam
rencana Allah adalah sesuatu yang membahagiakan. Maka janganlah menginginkan
dan menghendaki hal lainnya, janganlah sesuatu yang lain menyenangkan dan
menggembirakan kita, kecuali pencipta dan penebus serta penyelamat kita (AngTBul
23:9).
Kesempurnaan dan kepenuhan hidup pertobatan dipaparkan Fransiskus dalam
Anggaran Tanpa Bulla 23: 10-11
“Maka apa pun juga tidak boleh mencegah, merintangi dan menghalangi, di
manapun juga, di segala tempat, pada setiap saat dan setiap waktu, setiap hari
dan senantiasa, hendaklah kita semua mengasihi, menghormati, dan
menyembah, mengabdi, memuji dan memuliakan, meluhurkan dan menjujung
tinggi, mengagungkan dan mensyukuri Allah yang kekal, mahatinggi dan
mahaluhur, Tritunggal dan Keesaan, Bapa, Putra dan Roh Kudus, Pencipta
segala sesuatu, Penyelamat semua orang yang menaruh kepercayaan, harapan
dan kasih kepadaNya, Dia yang tanpa awal dan tanpa akhir, tidak berubah,
tidak kelihatan, tidak terkatakan, tidak terperikan, tidak terhingga, tak terduga,
yang patut dihormati dan dipuji, mulia, agung, tinggi dan luhur, manis memikat
hati, dan menyenangkan, seluruhnya patut dirindukan, melampaui segalagalanya, sepanjang masa. Amin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
Dalam seluruh hidupnya Fransiskus menampakkan bagaimana ia telah
memberi teladan kesalehan khususnya dalam melakukan pertobatan sejati. Fransiskus
menyadari bahwa dirinya adalah adalah seorang pendosa yang perlu selalu kembali
kepada sang sumber rahmat. Kesadaran itu ia hidupi dan ia pancarkan lewat
kehidupannya setiap hari. Sikap radikal yang dimiliki Fransiskus adalah pembaharuan
diri terus menerus.
2.
Teladan Hidup Fransiskus Assisi Terutama Dalam Memaknai Peniten
Rekolek (Wasiat-Wasiat)
Bagi pengikut Fransiskus hidup Fransiskus merupakan teladan dalam
kehidupan. Hidup dijiwai oleh roh Fransiskan yang menjadi dasar atau disebut pilar
utama yang menopang kehidupan sebagai seorang Fransiskan. Berikut ini diuraikan
secara singkat ke-4 pilar utama roh Fransiskan itu:
a.
Semangat Melakukan Pertobatan
Pertobatan merupakan tuntutan untuk suatu hidup religius, tetapi merupakan
elemen hakiki dari hidup kristiani. Pertobatan dalam semangat Fransiskan
mengandung dua unsur yang hakiki dan khas. Suatu pertobatan terus menerus dalam
arti biblis”metanoia” yaitu suatu gerakan batin manusia yang mengarahkan diri
kembali kepada Allah. Allah sebagai pusat hidup aspirasi dan aktivitas hidup.
Pertobatan dalam pandangan Fransiskan menunjukkan sikap batin (psikologi spiritual)
yang mengarahkan kerinduan utama jiwa dan gerakan hati yang tak henti-hentinya
(Eddy Kristianto 2009:203).
Gerakan hidup beroroientasi pada Allah mendorong pula aspek pekerjaan
karitatif-aktif terhadap orang-orang yang sungguh membutuhkan. Pelayanan karitatif
(karya amal kasih) dipandang sebagai suatu ciri corak khas kehidupan tarekat ordo
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
ketiga regular. Pertobatan bagi Fransiskus adalah perubahan orientasi yaitu dengan
memeluk orang kusta dan merawat mereka. Maka dalam sejarah kongregasi Peniten
Rekolek perhatian pada orang sakit, anak terlantar, orang miskin amat jelas (Eddy
Kristianto 2009:205). Karya karitatif merupakan dimensi konstitutif dari hal
melakukan pertobatan dalam semangat cinta kasih kristiani.
Pada saat ini kongregasi yang memiliki semangat Peniten Rekolek juga
memiliki karya-karya yang diperuntukkan untuk membantu mereka yang sakit dan
menderita sesuai dengan semangat pertobatan. Pelayanan karya karitatif disesuaikan
dengan zaman yang ada namun tetap dijiwai oleh semangat pelayanan kasih.
b.
Semangat Berdoa
Berdoa
merupakan
puncak
dari
pertobatan.
Dalam
doa
orang
mengkontemplasikan misteri dan karya Allah dan mengangkat pujian serta syukur
kepada Bapa dengan perantaraan Kristus dalam Roh Kudus. Berdoa mencakup
keberadaan manusia sebagai makhluk yang selalu menundukkan diri kepada kehendak
Allah.
Dalam konteks hidup religius bercorak Fransiskan, dimensi hidup doa
mendapat tempat utama. Wejangan berkenaan dengan setiap orang yang bekerja
berbunyi: “Saudara-saudara yang diberi karunia oleh Tuhan untuk bekerja, hendaknya
bekerja dengan setia dan bakti, sedemikian rupa.... sehingga mereka tidak
memadamkan semangat doa dan kebaktian suci....” (AngBul V:1-2). Sedangkan
kepada setiap orang yang belajar dan studi, Fransiskus mengingatkan kita dalam surat
kepada Antonius: “Aku setuju, engkau mengajarkan teologi suci kepada para saudara,
asal engkau tidak memadamkan semangat doa dan kebaktian kepada studi itu,
sebagaiamana tercantum dalam Anggaran Dasar.” (Leo Laba Ladjar 2001:272).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
Hal ini mau menegaskan bahwa Fransiskus menekankan hidup doa sebagai hal
yang utama dalam setiap pelayanan dan karyanya, mengapa demikian karena doa
menjadi obor yang mampu memhidupkan serta memberi kekuatan dalam karya
maupun dalam tugas-tugas yang dilaksanakannya. Maka Fransiskus menghendaki agar
para pengikutnya memili ikatan perasaan dengan Gereja yaitu dengan melakukan Ofisi
Ilahi atau Ibadat Harian. Ekaristi sebagai puncak dan sumber hidup mereka (Eddy
Kristianto 2009:208).
Aspek keheningan menjadi hal yang penting dalam gerakan Ordo ketiga
regular Fransiskan. Dalam keheningan orang mampu mendengarkan suara Allah lewat
Sabda Injil. Maka tradisi silensium magnum (keheningan total) mendapat tempat
dalam praksis hidup para Fransiskan.
c.
Hidup dalam semangat kemiskinan
Semangat kemiskinandan kedinaan merupakan kembaran warisan rohani
Fransiskus. Roh kedinaan dalam semangat Fransiskus berkaitan dengan pilihan bebas
untuk mengambil disposisi batin sebagai minors, bawahan. Pilihan ini muncul bukan
karena sindrom rendah diri (inferiority complex) (ed. Eddy Kristianto 2009: 209).
Semangat kemiskinan Fransiskan merupakan suatu kemampuan dasar untuk
melepaskan, mengosongkan diri sebagaimana Kristus yang “walaupun Ilahi, tetapi
melepaskan keilahian-Nya dan mengosongkan diri” (Flp 2:7).
Hal ini mau mengatakan bahwa kedua hal diatas yaitu kedinaan dan
kemiskinan memiliki hubungan yang tak terpisahkan karena dalam kedinaan di sana
terkandung makna kemiskinan yang sesungguhnya, kemiskinan tanpa adanya
kerendahan diri tak dapat juga disebut miskin. Pengalaman yang dapat dirasakan
bahwa saat orang mampu mengosongkan diri sebagaimna adanya di sana ada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
kebahagian dan kedinaan yang menyatakan bahwa manusia bukanlah apa-apa dan apa
yang dimiliki manusia adalah pemberian dari kemurahanNya.
Miskin bukan berarti pada materiil saja tetapi dilaksanakan dalam cara hidup
mengikuti Kristus menurut gaya Fransiskus sebagai “musafir dan perantau” (AngBul
VI:3). Menerima semua dari Allah dan sesama, dan memberi kembali segala-galanya
kepada Allah dan sesama.
d.
Hidup dalam semangat kehinadinaan (Kerendahan Hati)
Kehinadinaan muncul karena pilihan bebas untuk hidup seturut teladan Kristus
(Luk 22:26), yang datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani dan
memberi hidupNya bagi keselamatan banyak orang dan karena kasih Allah (1Ptr
2:13). Kehinadinaan merupakan ciri khas dalam Fransiskan.
Kesetiaan akan sikap hina dina membuat para saudara-saudari tidak mencari
kesuksesan demi kesuksesan dalam karyanya, serta kedudukan terhormat. Hal ini mau
mengatakan bahwa kehinadinaan menjadikan orang mampu untuk mensyukuri setiap
kesempatan sebagai anugerah Tuhan.
Keempat pilar di atas memberikan gambaran bahwa sebagai seorang peniten
tentunya memiliki semangat pertobatan yang terus menerus, semangat doa dalam
keheningan batin, miskin di hadapan Allah dan dapat hidup dalam kehinadinaan
sebagaimana Kristus telah memberikan teladan kepada kita Ia yang kaya mau turun
dari surga untuk kita para pendosa.
D.
Spiritualitas Peniten Rekolek Dalam Konstitusi SFS
Spiritualitas adalah semangat yang ada dalam hidup, roh atau jiwa. Pada bagian
pertama akan dibicarakan mengenai spiritualitas secara umum dan pada bagian kedua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
akan dibicarakan mengenai spiritualitas suster Fransiskan Sukabumi berdasarkan
rekomendasi kapitel tahun 2012.
1.
Pengertian Spiritualitas Secara Umum
Spiritualitas adalah daya gerak yang membentuk sikap dan semangat setiap
anggota kelompok hidup membiara. Spiritualitas sebagai kekhasan hidup religius
dalam menghayati hidup rohaninya. Harjawijata(1979:2) menyatakan pengertian
kata”spiritualitas” berasal dari bahasa latin “spiritus” sebenarnya menjadi sesuatu yang
sangat konkrit antara lain: ilham, sukma, jiwa. Spriritualitas berarti cara menyadari,
memikirkan dan menghayati hidup rohani yang digerakkan oleh roh.
Dalam kamus bahasa Indonesia “Spiritual” artinya rohani (jiwa). Secara
etimologi kata “spirit” berasal dari kata Latin “Spiritus”, yang berarti “roh, jiwa,
sukma, kasadaran diri, nyawa hidup. Spiritualitas adalah sesuatu hal yang diyakini dan
dihayati dalam hidup dan menjadi pendorong seseorang alam bertindak dan bersikap
di dalam kehidupannya (Biara Karmel).
2.
Pengertian Spiritualitas Menurut Konstitusi SFS Berdasarkan Kapitel Th.
2012
Kongregasi Suster Fransiskan Sukabumi mempunyai spiritualitas yang diambil
dari semangat hidup Yesus yang miskin dan tersalib. Spiritualitas tersebut mampu
menggerakkan para religius SFS untuk lebih meningkatkan kwalitas rohaninya dengan
selalu mendekatkan diri kepada Allah. Dalam usaha untuk semakin menghidupkan
dan mempermudah dalam penghayatan spiritualitas SFS maka dalam kapitel tanggal
1-14 April 2012 merumuskan spiritualitas sebagai berikut: “Suster fransiskan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
sukabumi menghayati kasih Yesus Kristus injili dalam hidup persaudaraan yang
ditopang oleh semangat tobat, doa, pelayanan dan kesederhanaan”
Di bawah ini termuat penjabaran mengenai masing-masing arti kata dan makna
dalam rumusan spiritualitas SFS
a)
Menghayati kasih
Allah mewahyukan diri-Nya sebagai kasih (bdk 1 Yoh 4:8). Sikap Allah yang
adalah kasih itu paling nyata dalam memberi demi kebaikan dan keselamatan manusia,
solider, setia kawan dan terlibat dalam hidup manusia. Kita beriman dan berharap akan
Allah dipanggil untuk mengikuti teladan dan kepedulian Allah tersebut. Menghayati
kasih berarti menghadirkan Allah dalam perilaku hidup kita (Rekomendasi Kapitel
SFS 2012: 1).
Menghayati kasih yang mengutamakan orang lain: solider, setia kawan,
terlibat. Allah selalu mengajari kita untuk memberi dengan ketulusan, totalitas,
sepenuh hati tidak hanya pada materi tetapi bakat dan kemampuan serta perhatian
sederhana untuk menjadi bahan bagi kita untuk memberi.
b) Yesus Kristus Injili
Allah yang Maha baik, Maha luhur, maha kuasa, maha kasih memberikan
Putera Tunggal-Nya kepada seluruh ciptaan-Nya melalui peristiwa inkarnasi yang
memuncak pada sengsara, wafat, dan kebangkitan-Nya. Seluruh fungsi dan peran
Yesus Kristus Putera Allah itu diwartakan oleh para Rasul dan diimani oleh Gereja
sebagai pribadi yang menyelamatkan (Rekomendasi Kapitel SFS, 2012: 1).
Menjadi Suster Fransiskan Sukabumi seorang yang tidak menghindari
kesulitan, berani memaknai setiap kesulitan, tidak menyerah pada kesulitan, berani
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
mencari jalan keluar, selalu mengandalkan Allah. Kesulitan yang besar atau kecil
menjadi bagian tak terpisahkan bagi para Suster Fransiskan Sukabumi.
c)
Hidup Persaudaraan
Hidup persaudaran suster fransiskan sukabumi berpola pada persekutuan Yesus
dan keduabelas rasul. Dengan ciri-ciri sebagai berikut: terdiri dari orang-orang
sederhana, total, siap sedia, menyertai Guru ke manapun Dia pergi, menjadi saksi
kebangkitan-Nya dan pewarta yang tangguh, persekutuan manusiawi, kolegialitas
(Rekomendasi Kapitel SFS, 2012: 1). Hidup persaudaraan dimulai dari komunitas,
komunitas adalah “starting point” untuk melatih diri dalam penghayatan persaudaraan.
komunitas tempat pembelajaran yang lengkap.
d) Tobat
Sebagaimana St. Fransiskus Assisi memulai hidupnya yang baru dalam
semangat pertobatan, demikian pula para suster menghayati panggilan mereka sebagai
batu dari pertobatan untuk mengikuti Yesus Kristus. Ada banyak cara hidup yang
ditawarkan oleh dunia, tetapi berkat kasih karunia Allah ia berkenan menggerakkan
hati orang-orang pilihanNya untuk membaktikan diri mereka demi kerajaan-Nya (Mat
19:11). Menjadi anggota SFS yang dihayati sebagai suatu “tanda pertobatan” adalah
berusaha “mengenakan hidup baru” dalam Yesus Kristus. Spirit ini menggerakkan
para suster untuk mengusahakan pembaharuan diri terus menerus dalam hidup mereka
setiap hari dengan saling mengampuni dan menyelamatkan (Rekomendasi Kapitel
SFS, 2012: 2).
e)
Doa
“Allahku dan semuaku” (Deus meus et omnia) menjadi ungkapan hati St.
Fransiskus Assisi atas keagungan Allah yang diimaninya. Ungkapan itu merupakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
bentuk komunikasi intensif antara manusia hina dina dengan Allah yang melampaui
segalanya. Para suster disadarkan bahwa hidup doa dan kontemplasi (doa pribadi, doa
bersama, ekaristi, relfeksi atas realita hidup dalam terang sabda) merupakan sumber
dan roh yang menjiwai seluruh hidup dan pelayanan mereka (konst. Pasal 32). Dari
sumber ini mengalir kekuatan dan semangat hidup bagi para suster (Rekomendasi
Kapitel SFS 2012: 2).
Spirit doa mampu membawa orang untuk bertindak sesuai apa yang
dikehendaki Allah. Kesadaran akan kebutuhan untuk selalu bersama Allah. Doa
mampu menyuburkan hidup sebagai SFS.
f)
Pelayanan
Yesus bersabda kepada para murid-Nya: jikalau Aku membasuh kakimu, Aku
yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling membasuh kaki (Yoh
13:14). Hal ini jugalah yang diharapkan oleh Ibu Rosa de Bie dari para suster, untuk
hidup saling melayani dengan gembira agar dapat menjadikan diri mereka sebagai
pengungsian bagi yang berkesusahan (konst. Ps: 45). Pengalaman saling melayani
dalam hidup berkomunitas inilah yang kemudian mengalir keluar kepada semua orang
yang dilayani melalui perbuatan kasih dalam berbagai bentuk karya pelayanan yang
dilaksanakan oleh para suster. Dengan cara ini para suster ikut membawa sekaligus
mengalami dan menyadari kasih Allah secara nyata. Allah adalah tempat pengungsian
bagi orang lain, khusunya yang menderita (Rekomendasi Kapitel SFS, 2012 : 2).
g) Kesederhanaan
Semangat dasar dalam menghayati kesederhanaan bagi para suster adalah
teladan hidup Ibu Rosa de Bie sendiri. Selain totalitasnya dalam pelayanan kepada
orang-orang yang membutuhkan, kesederhanaan/kesahajaan hidup dihayatinya dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
sikap lepas bebas pada jabatan, barang/harta benda dan tempat yang dapat menjamin
hidup serta kelangsungan hidup kongregasinya. Para suster hendaknya menampakkan
kesederhanaan dalam: penggunaan barang/fasilitas, cara bergaul yang terbuka
menerima siapa saja, penuh syukur dan gembira atas apa yang disediakan, mau bekerja
keras apapun jenisnya, rela berbagi baik materi maupun kemampuan dengan orang
lain (bdk. Konst ps: 20), melepaskan hak untuk menggunakan dan mengurus milik
pribadi (bdk, Konst ps 23). (Rekomendasi Kapitel SFS, 2012 hal: 2).
Tarekat suster Fransiskan Sukabumi mempunyai spiritualitas yang diambil dari
semangat St. Fransiskus Assisi. St. Fransiskus sebagai teladan dalam kehidupan para
suster yang memiliki devosi kepada salib. Salib menjadi tanda serta lambang bagi
kongregasi untuk lebih menjiwa seluruh kehidupannnya sebagai seorang peniten yang
sejati. Yesus yang tersalib dan miskin menjadi bentuk penghayatan dalam kehidupan
sehari-hari. Merenungkan sengasara Kristus dan ketekunannya bersama Maria Bunda
Yesus.
3.
Usaha Kongregasi Dalam Menfasilitasi Penghayatan Spiritualitas
Usaha yang dilakukan kongregasi dalam menghayati dan menfasilitasi anggota
untuk semakin memahami spiritualitas. Kongregasi memberi kesempatan kepada para
suster untuk lebih memperdalami hidupnya dengan study spiritualitas di komunitas,
retret tahunan, rekoleksi, Visitasi. Kongregasi telah mengusahakan segala cara untuk
semakin mengajak anggotanya untuk menghayati dan menghidupi spiritualitas
kongregasi. Usaha yang dilakukan kongregasi tidak akan menghasilkan buah
melimpah apabila masing-masing pribadi kurang terbuka dan terlibat dalam usaha
untuk menghayati spiritualitas kongregasi. Kongregasi telah memberi kesempatan baik
maka setiap pribadi mengusahakan untuk menghidupi bahkan menjadikan milik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
E.
Tantangan Dalam Menghayati Semangat Peniten Rekolek
Usaha untuk semakin menghayati semangat peniten rekolek, menghadapi
tantangan-tantangan zaman yang menuntut sebuah sikap bijaksana dalam menyikapi.
Tantangan yang dihadapi oleh para suster SFS dalam menghayati semangat peniten
rekolek adalah kemajuan zaman yang pesat membutuhkan kesaksian akan
penghayatan spiritualitas pendiri yang relevan (Sr. Zita, 2008:232).
1.
Tantangan Zaman Modern bagi para suster SFS
Tantangan zaman modern khususnya hidup religius mengalami pergeseran
nilai terutama dari cara hidup dan penghayatan nilai-nilai luhur yang ada dalam biara.
Pengalaman membuktikan bahwa budaya yang berkembang dalam zaman modern ini
mempengaruhi pola pikir orang zaman sekarang.
Dunia dewasa ini menawarkan
aneka bentuk pola dan gaya hidup bercorak hedonistic dan pragmatis. Orang hanya
mengejar hal-hal yang menguntungkan dalam hidupnya (Sudiarjo dan Bagus Laksana
2003: 74).
Gaya hidup kontemporer yang hedonistic mulai melunturkan gaya hidup
asketik (Sudiarjo dan Bagus Laksana 2003: 74). Hal ini mau mengatakan bahwa gaya
hidup asketik tidak lagi dijalankan dengan baik. Kegiatan pantang dan puasa mulai
luntur tidak dilaksanakan dengan baik. Orang merasa sulit untuk dapat merasakan
kesusahan, orang tidak tahan dengan keadaan yang tidak nyaman. Kesulitan untuk
dapat melalui proses yang panjang dan menyakitkan, pengalaman ini mau
membuktikan bahwa kesabaran orang zaman ini sudah mulai luntur karena orang tidak
lagi menghargai proses tetapi lebih banyak melihat hasilnya saja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
Budaya konsumeristik (mentalitas pelahap) mempengaruhi hidup religius
zaman ini, di mana keinginan untuk memuaskan apa yang ingin dimiliki tanpa mampu
untuk
memilih
secara
selektif
serta
bijaksana.
Keinginan
dan
kebutuhan
mengendalikan hidup manusia yang mendorong seseorang untuk menjadi pelahap.
Seseorang dikatakan berhasil jika memiliki banyak barang serta uang sehingga
melahirkan dorongan untuk mengingikan dan memperjuangkan perolehan sebanyakbanyaknya (Darminta, 2006:75)
Budaya instan serba cepat dan tidak lagi menghargai proses, pengaruh ini
cukup besar dirasakan dalam kehidupan religius semua serba cepat dan tepat dan
orang cenderung untuk terburu-buru dan tidak dapat tertata hidupnya, tanpa
pertimbangan matang dan hanya asal selesai. Kwalitas hidup dan hasilnya juga kurang
memuasakan karena semua dikerjakan asal bisa selesai saja.
Mudah menyerah atau cepat putus asa orang mudah untuk menyerah karena
usahanya tidak menghasilkan buah yang nyata, pada kenyataannya sulit bagi orang
untuk mampu menerima kekalahan karena dunia sekarang ini selalu memihak mereka
yang menang. Cepat menyerah dan putus asa adalah awal sebuah kegagalan.
keberanian dan kebesaran hatilah yang akan memampukan manusia untuk bangkit
kembali dari kegagalan. Dalam kegagalan di sana tersimpan makna yang mendalam.
Pada intinya manusia zaman ini memiliki sikap egois mementingkan dirinya cukup
tinggi semua diukur dengan dirinya. Semua hal selalu dikaitkan dengan diri apakah
menguntungkan untuk dirinya atau tidak sehingga sulit untuk dapat berempati dengan
orang lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
Tantangan yang terberat adalah bagaimana dapat mencapai kesempurnaan
rohani. Untuk mewujudkan hal itu perlu kerja keras atau bahkan harus di bayar mahal
dengan melalui proses yang panjang. Maka dari itu orang semakin diajak untuk
mampu mengusahakan yang terbaik dalam hidupnya ( Sudiarjo dan Bagus Laksana
2003: 75).
Tantangan dalam menghayati peniten rekolek dipengaruhi juga oleh hal-hal di
atas. Seorang peniten bagaimana mampu mengalahkan kemauannya sendiri dan
membiarkan Allah berkarya dalam hidupnya menjadi sulit karena manusia lebih
mengandalakan kekuatannnya sendiri, merasa paling baik, paling hebat sehingga tidak
lagi merasa perlu untuk selalu menyandarkan hidupnya pada penyelenggaraan Illahi.
Kerendahan hati itu seakan tidak lagi dimiliki karena merasa lebih baik dari orang lain.
Sikap peka terhadap sesama juga dirasakan kurang karena bergesernya nilai
kemanusiaan dan kepedulian, ingin menjadi nomor satu dan akibatnya melupakan
orang-orang di sekitarnya.
Kesatuan dan cintalah yang akan menjadikan tubuh ini seimbang dan
berkembang, menyakini bahwa masing-masing anggota memiliki peran yang tak
tergantikan oleh siapapun dan menghargai setiap pribadi sebagai satu tubuh yang tak
terpisahkan. Persaudaraan SFS yang menyatukan setiap pribadi-pribadi sehingga kita
bukannya hidup sendiri tetapi sadar bahwa persaudaraanlah yang menyatukan kita.
Kesombongan tentu bukan ciri seorang peniten rekolek, karena Moeder Yohana selalu
mengajarkan kita untuk selalu mampu bersikap rendah hati. Tantangannya terletak
pada penghayatan nilai-nilai pendiri pada setiap pribadi sejauh mana nilai-nilai itu
mampu dihidupi oleh setiap pribadi, kesederhanaan, kehinadinaan, semangat doa,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
pertobatan yang terus menerus yaitu dengan mau memperbaharui diri untuk menjadi
pribadi yang berkwalitas tinggi.
Keteladanan hidup dalam penghayatan spiritualitas akan sangat membantu
dalam mempromosikan cara hidup membiara sehingga kehadiran para suster memiliki
dampak yang positif bagi sesama terutama dapat terlihat dalam kehidupan sehari-hari
baik dalam hidup komunitas maupun karya yang ditangani oleh para suster. Menjadi
saksi dalam kehidupan keseharian itu memerlukan keteladanan yang nyata.
2.
Relevansi Peniten Rekolek Untuk Zaman Ini
Tantangan zaman dan kenyataan yang dihadapi oleh kaum religius menuntut
suatu sikap hidup rohani yang matang. Kehidupan rohani yang
matang berarti
seseorang memiliki sikap bijaksana, dewasa, bertanggungjawab. Kebijaksanaan dan
kedewasaan yang memampukan orang untuk menentukan yang terbaik dalam
kehidupannnya. Semangat peniten rekolek bagi religius mengingatkan kita akan
pentingnya relasi yang mendalam dengan Allah dan sikap pertobatan terus menerus
dimana manusia menyadari bahwa dirinya bukanlah apa-apa. Hidup manusia
bersumber pada Allah. Allah adalah sumber kekuatan dan kebijaksaan.
Relevansi cita-cita Peniten Rekolek bagi masa kini adalah bagaimana orang
diajak untuk kembali pada sumber hidup yang mampu menjamin seluruh kehidupan
kita.. Situasi sosial kemasyarakatan di Indonesia menjadi suatu tantangan di masa kini.
Gaya hidup kontemporer yang hedonistic di mana orang merasa sulit untuk
dapat merasakan kesusahan, orang tidak tahan dengan keadaan yang tidak nyaman.
Maka usaha yang dapat dilakukan adalah dengan melatih kesabaran, tidak mudah
mengeluh bila mengalami kesulitan atau kegagalan. Hal ini dapat dilakukan terutama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
kesiapsediaan dalam melaksanakn tugas perutusan, berani menerima segala tugas
dengan penuh kegembiraan di manapun dan dengan siapapun.
Budaya konsumeristik (mentalitas pelahap) gaya hidup ini sudah sangat
berkembang di zaman sekarang ini, usaha yang dapat dilakukan adalah dengan selektif
dan bijaksana dalam menentukan apa yang akan dipakai dan dipergunakan.
Mengetahui
kebutuhannya sendiri
dan
berani
mengatakan
cukup
sehingga
penghayatan kemiskinan itu nyata dalam hidup kita.
Mudah menyerah atau cepat putus asa, orang zaman ini mudah mengalami
stress karena kurangnya penyerahan diri yang total, orang sibuk dengan kegiatan untuk
mencari nafkah sehingga melupakan Tuhan yang merupakan sumber hidup. Di tengah
kesibukkan yang ada selalu menyediakan waktu khusus untuk berdoa.
Budaya instan serba cepat menghargai proses, perlu latihan kesabaran, rendah
hati, tidak sombong, tidak meremehkan orang lain, dan memberi kepercayaan penuh.
Rendah hati dalam bersikap terhadap orang lain, berani mengakui kelebihan orang
lain, memberi ucapan selamat kepada orang lain yang sudah bekerja keras, sportif.
Semangat peniten rekolek masih sangat relevan di zaman ini karena manusia
tidak bisa hidup mengandalkan kekuatannya sendiri, Allah tetap mengambil peranan
penting dalam hidup. Maka perlu keseimbangan antara doa dan karya sehingga hidup
tumbuh menjadi pribadi yang seimbang dan berkembang dalam iman.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III
DOA DALAM KEHIDUPAN PARA SUSTER FRANSISKAN SUKABUMI
Pada bab III, penulis akan menjelaskan doa dan peniten rekolek dalam
kehidupan para Suster Fransiskan Sukabumi. Doa menjadi bagian penting dalam
kehidupan religius. Dengan berdoa seorang religius SFS mengungkapkan rasa
kedekatannya dengan Allah. Hubungan kedekatan bukan hanya sebagai gambaran atau
gagasan saja melainkan adanya relasi yang mendalaman antara Allah dan manusia.
Manusia menjawab kasih Allah yang besar dengan berdoa. Dalam menanggapi kasih
Allah yang besar maka perlu ada keterbukaan hati serta kerelaan untuk mau dibimbing
dan diarahkan sehingga mampu menjawab kasih Allah. Peniten rekolek sebagai ciri
khas tarekat merupakan penggerak untuk semakin maju dalam hidup doa. Doa yang
dilakukan ini menggandung semangat peniten rekolek yang mampu memberi daya
kehidupan untuk para suster Fransiskan Sukabumi dalam kehidupan rohani. Doa
menyuburkan semangat peniten rekolek, sebaliknya semangat peniten rekolek
menyuburkan doa.
A.
Doa
Doa ialah pertama-tama merupakan sikap hidup yang sadar akan kehadiran
Allah, yang menyempurnakan semangat cinta kepada Sang Pencipta, dan
menghasilkan sikap benar kepada sesame dan citaanNya (Arah Dasar Pendidikan SFS,
2001:4). Sikap manusia yang menyadari kehadiran Allah ini merupakan salah satu
bentuk bakti manusia kepada Sang Pencipta. Sikap sadar ini menjadi daya yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
menggerakkan
manusia
untuk
mampu
berbuat
kasih
sebagaimana
Allah
mengajarkannya kepada manusia.
Doa merupakan kewajiban Injili (Luk 11:1), tetapi juga merupakan tuntutan
rohani, sebab cinta Allah perlu juga diungkapkan dalam bentuk kata-kata dan
percakapan dan pengangkatan hati terus menerus ( Darminta, 1983:44). Doa
merupakan kewajiban bagi manusia karena Allah sungguh mengasihi manusia
sebagaimana manusia juga mengungkapkan kasih kepada Allah cara satu-satunya
adalah bersatu dengannNya, berdialog dan melakukan doa. Tanpa adanya doa
kehidupan rohani akan mengalami kekeringan dan akhirnya tidak berkembang dan
berbuah.
1.
Pengertian Doa
KWI (1996:194) menguraikan bahwa: doa berarti mengangkat hati,
mengarahkan hati kepada Tuhan, menyatakan diri anak Allah, mengakui Allah sebagai
Bapa. Dalam hal ini manusia manusia mempunyai kerinduan untuk dapat bersama
Allah. Kedekatan sebagai anak membuat manusi berani mengungkapkan apa yang
menjadi kebutuhannya, karena yakin bahwa Allah adalah Bapanya.
Dalam kamus bahasa Indonesia doa adalah: permohonan (harapan, permintaan,
pujian) kepada Tuhan. Doa yang berisikan permohonan bukan hanya harapan tetapi
juga disertakan pujian kepada Tuhan karena hidup manusia itu merupakan hadiah dari
Tuhan.
Doa adalah relasi antara manusia dan Allah yang didalamnya manusia yang
mampu berkomunikasi, dan mengakui keberadaan Allah yang transenden. Doa
merupakan pertemuan antara keduanya, ada sapaan dan juga jawaban. Darminta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
(1982:49) menguraikan bahwa: doa sebagai ungkapan norma dari cinta manusia
kepada Allah. Dalam hal ini manusia memiliki kerinduan akan Allah. Kerinduan itu
bukan hanya diwujudkan dalam pikiran tetapi juga dalam tindakan nyata yaitu taat
kepada kehendak Allah. Kehendak Allah yang dilakukan dengan penuh cinta akan
membuahkan sikap mengenal Allah dalam iman , harapan dan kasih.
Darminta 1983:33; 38-39 menyatakan bahwa: doa merupakan ungkapan
kenyataan manusia sebagai makhluk religius yang menuju pada Allah. Doa sebagai
ungkapan kerinduan dan keinginan religius untuk menuju kepada Allah. Doa
merupakan ungkapan bahwa betapa manusia ini adalah kecil di hadapan Allah, semua
bergantung pada kebaikanNya. Kesadaran bahwa sebagai manusia yang lemah
memiliki keterbatasan dan juga kebutuhan akan kebahagian yang sejati dan juga
kekuatan untuk dapat menjalani kehidupan di dunia ini dengan penuh berkat.
Doa adalah gerak Allah menuju manusia dan manusia menuju Allah. Artinya
bahwa tanpa peran serta Allah sungguh nyata dalam kehidupan manusia. Tanpa peran
serta Allah maka tidak akan terjadi komunikasi timbal balik.
a.
Doa menurut Kitab Suci
Doa menurut Kitab suci berarti bahwa apa yang diungkapkan sesuai dengan
situasi yang dialami, secara sederhana tetapi menyentuh pada pengalaman manusiawi.
Dalam kitab suci terdapat banyak contoh bagaimana berdoa yang berkenan kepada
Allah yaitu dengan berani dan pasrah menyerahkan apa yang dialai secara jujur dan
terbuka akan rahmat Allah. Dalam kitab suci terdapat banyak pengalaman yang juga
kita alami setiap hari sehingga kitab suci sebagai dasar dari doa-doa kita.
Doa merupakan salah satu hal yang mutlak dilakukan oleh manusia apapun
agamanya. Dalam kehidupan kita sebagai umat beriman yang percaya kepada Yesus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
kitapun belajar dari pribadi Yesus terutama dalam hal berdoa, seperti ada dalam Luk
11:1 “Tuhan ajarilah kami berdoa” hal ini mau mengatakan bahwa manusia
merindukan suatu relasi yang mendalam dengan Sang pemberi kehidupan (Darminta,
1983:39).
Dalam kitab suci, doa juga dialami oleh Musa dan bahkan diajarkan oleh
Yesus. Doa Musa berkaitan denagn perjalanan ke tanah terjanji. Doa Musa ini
merupakan perjuangan untuk menaklukkan kelemahan-kelemahan diri (Kel 17:8-13)
merupakan pergulatan untuk keluar menjadi pemenang (Kej 32:22-32)
Doa dilakukan untuk memenangkan kwalitas hidup kekal dan hidup Ilahi.
Kwalitas hidup doa terungkap dalam tindakakan nyata (Mat 25:35-36) Segelas air
kepada yang haus dan sesuap nasi bagi yang kelaparan. Segala sesuatu yang dilakuakn
untuk Tuhan.”Lakukanlah ini untuk Aku” Hal ini mau menyatakan baha Yesus
mengajak manusia untuk mampu berbuat kasih bagi sesamanya.
Bagi Yesus doa adalah komunikasi personal dengan BapaNya, komunikasi ini
terjalin dengan baik dalam suasana kesunyian. Yesus mengatakan:”Jikalau engkau
berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapa yang
ada di tempat yang tersenbunyi.....” (Mat 6:6). Kesunyian ini menandakan adanya
relasi intim antara manusia dan Allah. Allah saja yang mengetahui apa yang sedang
terjadi dengan manusia.
Mazmur 51: 15 menggunakan nama Tuhan Allah adalah demi mendukung
kebenaran dan ketaatan kepada diri-Nya. Dengan demikian namanya dikuduskan dan
dihormati. Dengan begitu berdoa merupakan bukti bahwa manusia menghormati dan
menghargai nama-Nya yang tinggi luhur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
b. Doa menurut Dokumen Konsili Vatikan II
Tugas seorang religius adalah memberi kesaksian tentang Allah yang tampak
dalam Kristus. Dalam Prefetae Caritatis art.6 tertulis:’memelihara dengan tekun
semangat doa dan doa itu sendiri, sambil menimba dari sumber-sumber spiritualitas
Kristen yang sejati.....”
Di sini mau mengatakan bahwa doa seorang religius membawa situasi utuh
dalam keterbukaan diri dan cinta kepada Allah. Dengan berdoa orang tidak akan
mengalami kekosongan sebab kristus selalu memberi kekuatan. Doa sebagai kekuatan
dalam panggilan, doa itu perlu dan tidak bisa diabaikan oleh seorang religius. Doa
menjadikan hidup ini berarti dan berisi karena Kristus memberikan isi pada setiap
gerak hidup kita.
Breemen (1988: 176) mengatakan bahwa doa itu komonunikasi dengan Tuhan
penuh cinta, mendengarkan dan menjawab. Dalam kehidupan doa mengandaikan
adanya percakapan antara keduanya sehingga dapat terjadi dialog. Di dalam suanan
dialog ada yang mendengarkan dan menjawab artinya bahwa adanya sikap saling
mendengarkan dan terbuka akan kehadiranNya. Dalam dialog itu suatu komunikasi
sepadan dan sejalan serta ada hubungan cinta tanpa adanya cinta maka komunikasi tak
akn terjalin dengan baik.
Doa adalah sumber kekuatan bagi seorang religius. Dalam doa seorang religius
menyerahkan seluruh hidupnya
kepada Allah. Sebagaimana Yesus mengajarkan
kepada kita untuk selalu berdoa kepada Bapa yang telah dengan kasihNya mencintai
kita manusia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
2.
Makna Doa
Doa memegang peran penting dalam kehidupan seseorang dalam doa kita akan
menyadari dan mengakui ketergantungan kita kepada Allah. Doa menjadi dasar hidup
sebagai seorang kristiani. Dalam doa mengakui ketergantungan kita kepada Allah,
menyatakan kekagumannya dan kasihnya kepadaNya, menikmati keberadaannya dan
menerima kebutuhannya.
Darminta (1983:85) menyatakan bahwa doa berkaitan dengan kehidupan
rohani manusia. Kehidupan rohani yang tumbuh dan berkembang karena adanya peran
serta Allah. Allah menjadikan manusia semakin dewasa dan tumbuh dalam iman.
a.
Doa Berakar Dalam Hidup
Mat 6: 6 “Tetapi kalau kamu berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah
pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang di ada di tempat tersembunyi. Maka
Bapamu yang ada di tempat tersembunyi akan membalasnya kepadamu” hal ini mau
ngatakan bahwa hubungan pribadi antara manusia dan Tuhan ini merupakan suatu
relasi yang pribadi dan mendalam. Ke dalaman relasi ini dapat dirasakan lewat
bagaimana kehadiran Allah yang tersembunyi itu mampu di rasakan oleh manusia
begitu juga sebaliknya hal ini menandakan bahwa Tuhan sudah mengetahui apa yang
sebenarnya kita butuhkan dan Ia selalu ada untuk menemani kita dalam situasi apapun.
Dimana ia dapat mengungkapkan apa yang dirasakan baik susah maupun senang
hanya kepada Allah. Ada kejujuran dan hubungan relasi yang pribadi antara keduanya.
Breemen (1983: 55-60) menyatakan bahwa doa yang benar adalah doa yang
melibatkan seluruh pribadi. Artinya bahwa dalam situasi apapun manusia mengakui
keberadaannya misalnya: sedih, gembira, risau, hal ini tidak dapat disingkarkan dari
doa. Maka dapat terasakan bahwa dalam situasi apapun Tuhan ambil peranan dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
kehidupan manusia. Doa melihat hal-hal real dan nyata dengan cara pandang yang
berbeda artinya bahwa manusia dapat memaknai kenyataan dengan lebih utuh dan
nyata. Berdoa bearti memandang dengan mata iman segala kenyataan dengan lebih
utuh dan tepat. Tuhan selalu berbicara dengan manusia, hanya manusia apakah mampu
mendengarkan dengan baik suaraNya. Manusia memerlukan kesadaran, bukan hanya
di dalam pikiran, terutama di dalam hati, bahwa hidup adalah suatu karunia, karunia
yang diberikan terus menerus yang perlu disyukuri. (Mazmur 103:2) “Pujilah Tuhan,
hai jiwaku dan janganlah lupa akan segala kebaikanNya”.
Doa membuat manusia tidak lupa akan kebaikan Bapa, yang telah melengkapi
segala sesuatu dan tidak ada kekerasaan yang mampu memisahkan hidup manusia dari
BapaNya seperti tertulis dalam Injil berikut ini:
“Karena itu aku berkata kepadamu: janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa
yang hendak kamu makan atau minum, jangan kuatir pula akan tubuhnu, akan
apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pakaian?
Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan
tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu
yang di sorga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu?”(Mat 6:2526).
Keresahan membuat arah hidup menjadi salah. Maka perlu disadari bahwa kadang
kala perhatian hidup bukan kepada Tuhan tetapi akan hal yang didoakan. Doa yang
benar menurut Breemen (1983:59) “membuka kedok dalam diri, selama ini
tersembunyi: kekuasan, harta, karir, kedudukan atau sesuatu yang lainnya”. Dengan
mampumenyingkirkan kekuatiran hidup maka doa menjadi kekuatan yang mampu
membebaskan hidupnya.
b.
Hidup Berakar Dalam Doa
Breemen(1983: 61) menyatakan: hidup berakar dalam doa merupakan hidup
yang sangat sederhana, kekayaan terletak dalam kesederhanannya. Kesederhanaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
menjadi gerakan untuk mampu berpusat pada Bapa Sang Pencipta. Hidup yang
terbuka akan sabda Allah, sehingga kerajaan Allah dapat berkembang melalui
kehadiran seorang religius. Hidup yang berakar pada doa memungkinkan manusia
untuk dapat diikut sertakan dalam kesatuan dengan Tritunggal Kudus. Karena karya
Roh kuduslah yang akn memampukan religius untuk berdoa. Seorang religius sadar
bahwa ia lemah di hadapan sang pencipta.
Breemen (1983: 62) menguraikan bahwa berdoa mengandaikan sikap penuh
perhatian, menunggu kedatangan Tuhan, mengosongkan diri dalam hati. Dalam
kehidupan seorang religius perlu menciptakan keheningan diri sehingga dapat
mendengarkan sabda Tuhan.
Dalam kehidupan seorang religius perlu berusaha untuk semakin tekun dalam
berdoa baik saat mengalami kegembiraan, maupun saat kering, kosong karena dari
pengalaman itulah maka akan terasa bahwa Allah selalu mendampingi dan mengantar
religius untuk selalu berkembang, bahkan dalam kekosongan Allah hadir dan
berkarya. Dalam keadaan apapun seorang religius diharapkan setia untuk
merenungkan sabdaNya untuk dapat menjadi sumber hidupnya dalam perutusan.
3.
Persoalan Dalam Doa Yang Dihadapi Oleh Para Suster Fransiskan
Sukabumi
Berdoa adalah hal yang tidak mudah, maka orang mengusahakannya agar
kerinduannya dapat terpenuhi khususnya dalam hal berdoa. Untuk dapat mencapai doa
maka orang perlu proses yang tidak sederhana. Dapatlah kita melihat dan mencoba
menganalisa kesukaran-kesukarn yang muncul dalam praktek dan proses doa.
Persoalan doa yang dihadapai oleh para religius adalah karena kesibukan karya dan
tantangan zaman di masa globalisasi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
a.
Kesukaran-kesukaran dalam doa
Dalam kehidupan religius juga dihadapkan pada berbagai tantangan dan
kesulitan. Kesulitan yang biasa dialami oleh religius adalah kesukaran dalam berdoa,
karena banyaknya pekerjaan. Hal ini dirasakan oleh kongregasi yang aktif
kontemplatif, karena mereka bekerja dan bertanggungjawab besar terhadap karya
kongregasi seperti: Sekolah, Rumah Sakit, Karya Pastoral, Rumah Retret, Panti Jompo
dll.
Kesukaran yang ditemukan dalam doa seperti dinyatakan Darminta 1982:55)
sebagai berikut:
“Kesukaran ada karena setiap religius mempunyai tuntutan psikologis yang
berbeda karena, warna kegiatan yang berbeda, dan dalam doa seorang religius
dituntut untuk merubah diri sendiri dan memisahkan diri dari dunia yang
menyibukkan dengan mencari dan berusaha menfokuskan diri pada Tuhan
dengan seluruh hati dan budinya. Untuk mencapai kesatuan yang integral
dengan Tuhan memang tidak mudah, karena dihadapkan dengan situasi yang
menyibukkan mental seorang religius yang sangat goyah dan mengembara ke
mana-mana dihayutkan dengan seribu satu macam kesan dari luar dan oleh
fantasinya sendiri yang mudah mengkhianatinya”.
Seorang religius juga dapat mengalami keputusasaan karena sebuah kesukaran.
Hal ini akan dapat diatasi kalau dalam kehidupan rohani seorang religius tekun
mengisi kehidupannya. Mengisi kehidupannya terutama lewat doa-doa sebagai mana
layaknya seorang religius. Bila hal ini dilakukan dengan terus menerus akan
membuahkan hasil yaitu menjadi pribadi yang matang dan dewasa. Mampu mengolah
hidupnya dan siap untuk menghadapi tantangan dan kesulitan sebagai sarana untuk
semakin memajukan hidupnya. Untuk dapat mencapai kedalaman hidup, seorang
religius perlu bergumul dalam doa terutama bila menghadapi situasi sulit.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
b.
Pergumulan dalam doa
Kehidupan religius tidak terlepas dari hidup rohani sebagai inti dan pusat
hidup. Inti dan pusat yang dimaksud bahwa Allah adalah tempat penyerahan diri
seutuhnya
dalam
wujud
persembahan
diri
yang
total
kepadaNya.
Untuk
memperkembangkan hidup rohaninya seorang religius perlu bergumul dengan
pengalamannya. Berdialog dengan Allah berarti seorang religius mampu menentukan
pilihan dan keputusannya yang tentunya mengarah kepada kebaikan.
Dalam pergumulan dalam doa, seorang religius selalu didorong untuk berbuat
lebih bagi Allah, tetapi mengalami keterbatasan. Hal ini diuraikan Breemen (1983:63)
“nyatanya dalam ketidakmampuan ini, meskipun mengecewakan, tidak melemahkan
atau menekan, sebab dari dalam seluruh hidup doa merupakan keyakinan, bahwa
Tuhan dapat diandalkan tanpa habisnya, bahwa ia tidak meninggalkan kita, entah apa
yang kita lakukan, bahwa ia tetatp akan mencintai kita seperti apa adanya”.
Breemen (1983:66) menyatakan bahwa: Pergumulan dalam doa dirasakan oleh
setiap religius sebagai suatu kekosongan, namun dalam hidup religius tetap
berkembang terus. Ada rasa kering, kurang puas, kecewa, dalam peristiwa itu religius
diajak kembali untuk mencari Allah sebagai sumber hidupnya. Kenyataan dalam
kesulitan yang dihadapi oleh religius di dalam doa membuat seorang religius
menghayati kesetiaan Allah. Allah selalu setia, maka dalam situasi apapun harus tetap
setia kepada Allah.
Kesetiaan religius dalam doa akan menyatukan dirinya dengan Yesus. Yesus
pernah juga mengalami pergulatan dalam doa seperti yang tertulis dalam Injil sebagai
berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
“Lalu katanya kepada mereka: “Hatiku sangat sedih, seperti mau mati rasanya.
Tinggallah di sini dan berjaga-jagalah”. Ia maju sedikit, merebahkan diri ke
tanag dan berdoa supaya, sekiranya mungkin, saat itu lalu dari padaNya.
Katanya: Ya Abba, ya Bapa, tidak ada yang mustahil bagiMu, ambillah cawan
ini dari padaKu, tetapi jangan apa yang Aku kehendaki, melainkan apa yang
Engkau kehendaki” (Mrk 14: 34-36).
Doa yang dilakukan dengan berbagai metode dan cara mengalami kegagalan
hanya satu dasar untuk dapat berhasil yaitu dengan menyerahkan kembali kepada
Allah pengalaman kegagalan itu sebagai suatu persembahan. Ketekunan dan
ketabahan pada saat mengalami kegagalan dan kekringan di sana Allah hadir untuk
selalu membimbing dan menuntun.
B.
Doa Dalam Kehidupan Para Suster SFS
Suster Fransiskan Sukabumi adalah kongregasi tingkat deosesan yang artinya
kongregasi tingkat keuskupan. Kongregasi ini adalah suster deosesan Bogor yang
memiliki biara induk di Sukabumi. Suster Fransiskan Sukabumi memiliki pedoman
dalam mengatur kehidupan anggotanya salah satu pendomannya adalah konstitusi.
Pedoman yang ada untuk mempermudah para suster makin menghayati dan
menghidupi spiritualitas kongregasi. “ Fransiskus menimba semangat doa dan
kebaktian suci dari Yesus sendiri. Dia mengakui Yesus sebagai pola hidupnya. Karena
itu ia mengikuti hidup doa Yesus sampai kecil-kecilnya seperti: cara, waktu, serta
kata-kata-Nya. Moeder Rosa de Bie memandang hidup doa sebagai roh yang menjiwai
seluruh hidup dan pelayanannya” (Konst. Art:32)
Dalam pasal ini mau dikatakan bahwa Roh yang menjiwai adalah Yesus yang
merupakan pola hidup bagi seorang religius. Apa yang dilakukan oleh Yesus menjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
prinsip utama seorang religius yang sejati. “Dalam kristus para suster dihubungkan
dengan Bapa, dengan sesama manusia dan dengan seluruh ciptaan” (Konst art:33)
Hubungan doa yang terjalin dengan baik menandakan adanya hubungan baik
dengan sesama dan seluruh ciptaan sehingga dari pernyataan itu mau dikatakan bahwa
hubungan baik dengan Bapa akan mengakibatkan hubungan baik juga dengan sesama.
Penghayatan hidup doa ini sebagai perwujudkan iman seorang religius.
Doa membantu orang untuk menyadari keberadaan hidupnya, dihadapan Allah.
Seorang religius yang menghayati panggilannya dengan cara bersatu dengan Kristus.
Kebersatuan dengan Kristus memberi jiwa dan roh dalam kehidupannya. “Dalam doa
bersama para suster mengalami secara istimewa kehadiran Tuhan di tengah-tengah
mereka. Dalam Kristus mereka dihubungkan dengan Bapa, dengan sesama manusia
dan dengan seluruh ciptaan. Dalam kesatuan ini harapan mereka diperteguhkan, cinta
kasih mereka dibangkitkan dan iman mereka diperbaharui. “ (Konst Art: 33).
Semua yang telah dipersatukan dalam Kristus akan semakin dimajukan dalam
kehidupan dalam cinta kasih kepada sesame dan iman yang semakin mendalam serta
diperbaharui dalam roh.
Kongregasi suster Fransiskan Sukabumi meneladan kehidupan doa Fransiskus
dan Ia sendiri menimba semangat doa dan kebaktian suci dari Yesus. Yesus sebagai
pola hidupnya. Karena itu ia mengikuti hidup doa Yesus sampai sekecil-kecilnya
seperti: cara, waktu, serta kata-kataNya (Konst pasal 32).
Kongregasi Suster Fransiskan Sukabumi juga memiliki kebiasaan yang disebut
dengan tradisi dalam doa yang diatur dalam konstitusi.
dimaksudkan dalam konstitusi adalah sebagai berikut:
Adapun doa-doa yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
1.
Perayaan Ekaristi
Perayaan Ekaristi adalah pusat hidup religius. Dalam konstitusi dituliskan
bahwa: Perayaan Ekaristi merupakan ungkapan terdalam pertemuan hati dengan hati
Kristus karena Perayaan Ekaristi menjadi pusat hidup religius. (Konst, Pasal 35)
Dari pernyataan ini dapat diketahui bahwa melalui ekaristi seorang fransiskan
bersatu dengan Kristus yang senantiasa mempersembahkan diri-Nya dalam perjamuan
yang suci. Ekaristi menjadi sumber dan pusat hidup religius yang sejati.
Dalam konstitusi pasal 36:” sedapat mungkin para suster ambil bagian dalam
Perayaan Ekaristi setiap hari atau Ibadat sabda dan ibadat harian”. Diharapkan bahwa
para susuter selalu dapat mengikuti Perayaan Ekaristi yang merupakan sumber
kehidupan religius. Berjiwa ekaristis sehingga juga berdampak bagi sesama yang
dijumpai. Bersikap baik dan penuh kasih kepada sesama. Hidup dijiwai oleh Kristus,
mampu berbagi, sabar dan mau bersaudara dengan siapa saja.
2.
Ofisi Harian
Ibadat harian atau ofisi sebagai doa resmi Gereja merupakan perhatian penting
bagi tarekat Fransiskan. Menyadari pentingnya doa harian tersebut maka dengan
penuh kedisiplinan Fransiskus mendoakan dengan kesungguhan hati, menghadirkan
seluruh keberadaan dirinya. Dengan jelas dalam konstitusi dituliskan bahwa:
Perayaan Ekaristi dihubungkan dengan doa bersama dan doa pribadi. Setiap
hari hendaknya para suster merayakan Ibadat harian bersama-sama yaitu ibadat pagi,
sore dan malam, sesuai liturgi Gereja. (Konst Pasal 37)
Berdasarkan pernyataan ini, maka jelas dikatakan bahwa setiap pribadi
hendaknya merayakan Ibadat harian bersama-sama maksudnya bersama komunitas
setiap pagi,sore dan malam. Kebersamaan dalam doa ini yang ingin dihidupi oleh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
tarekat Fransiskan. Dengan mendaraskan mazmur-mazmur dalam ofisi, ia mengikut
sertakan Gereja dunia. Bukan berdoa atas nama pribadi tetapi atas nama gereja.
Doa ofisi merupakan doa resmi gereja sehingga hubungan kita dengan gereja
semakin dipersatukan erat dengan Yesus, tidak hanya sebagai tubuh Kristus bahkan
menjadi mempelainya. Bersama seluruh gereja dan alam semesta kita memuji dan
memuliakan Allah sehingga kita semakin kuat. Seorang peniten sejati maka akan
selalu menyediakan waktu untuk dapat berdoa bagi orang lain. Dengan berdoa berarti
orang juga diajak untuk peduli dan memahami teman-temannya. Doa Ofisi ini
membantu untuk mereka yang sangat membutuhkan doa-doa dari kita, selalu siap
sedia, berkorban, dan mau mendokan orang lain, memiliki jiwa yang kedamaian.
3.
Doa Rosario
Keutaman yang ditinggalkan Bapa Fransiskus sebagai teladan yang menarik
kepada anak-anaknya yaitu kebaktian kepada Santa Bunda Allah. Sejak awal Santa
Bunda Perawan diakui dan dihormati pelindung ordo serafik.
Devosi kepada bunda maria sebagai perawan suci merupakan suatu kebiasaan
tarekat SFS. Melalui Rosario setiap anggota mempunyai kesempatan untuk
merenungkan sejarah keselamatan yang terlaksana lewat pribadi Bunda Maria. St.
Fransiskus
memiliki
kecintaan
kepada
Bunda
Maria.
Fransiskanes
sangat
menghormati Maria sebagai bunda Yesus. Bahkan setiap anggota tarekat SFS
memakai nama Maria (Konstitusi, 1898, hal:59).
Seorang peniten menpunyai ciri sebagai yang berdefosinya kepada Bunda
Maria, sehingga hidup Bunda Maria menjadi teladan hidup kita. Sikap Maria menjadi
inspirasi bagi kita untuk selalu siap sedia, setia, dan percaya kepada penyelenggaraan
Ilahi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
4.
Jalan Salib
Doa jalan salib untuk menghormati Sengsara Kristus. Untuk kembali
mengenang sengsara Tuhan kongregasi SFS setiap jumat sore melakukan jalan salib
bersama. Dalam pelaksanaan jalan salib dilaksanakan dengan rendah hati, gembira,
silensium dimulai hari kamis jam 21.00 s.d. jumat jam 16.00. sikap ini mau
menunjukkan bahwa para suster SFS menghidupi semangat peniten rekolek. Hidup
dalam kesederhanaan dan dengan mati raga. (ArdasPend SFS pasal:3, hal. 5-6).
Jalan Salib sebagai symbol bahwa untuk menjadi pengikutnya maka perlu
banyak perjuangan yang akhirnya membawa sukacita. Belajar untuk bermatiraga,
ugahari, tekun setia dalam tugas.
5.
Defosi Kepada Sakramen Mahakudus
Setiap hari semua suster akan mengunjungi Sakramen Mahakudus, sambil
berlutut di depan Yesus dalam keheningan mereka akan mengatakan kepadaNya apa
yang diilhamkan kasihnya kepadanya. Kunjungan Sakramen Mahakudus tidak lebih
dari 10 menit. Kunjungan sakramen Mahakudus adalah tempat untuk menimba
ketenangan, penghiburan dan kekuatan. Maka kitapun akan dikuatkan kalau kita
menghadap Yesus dengan iman yang hidup dalam sakramen cinta kasih-Nya
(Konstitusi, 1898 hal: 66). Dalam keheningan menimba sumber kehidupan. Setiap hari
menyediakan waktu khusus untuk mengadakan Defosi kepada Sakramen Mahakudus.
6.
Silensium
Silensium adalah tanda keheningan biara yang merupakan tanda pengenal dari
suatu komunitas yang baik dan teratur. Dalam keheningan di sana Allah hadir dan
berkarya, disana berdiam semangat yang baik, disana sembayanag dan latihan-latihan
rohani dihormati.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
Mengusahakan silensium sebagai usaha untuk memusatkan hati dan budi
kepada kehendak Allah. Silensium ini dilakukan pada hari jumat di mulai dari kamis
malam setelah makan malam dan diakhiri pada sore hari setelah ibadat sore bersama,
hal ini untuk melatih para suster dalam mengendalikan diri serta menata kembali
hidupnya (Konstitusi, 1898 hal:49).
7.
Meditasi
Meditasi adalah merenungkan dengan serius salah satu kebenaran agama kita,
supaya kehendak digerakkan untuk sesuai dengan kebenaran itu demi membangkitkan
pernyataan iman, sesal dan terimakasih dan untuk membuat niat-niat yang baik.
Latihan ini adalah latihan yang penting untuk hidup rohani. Dalam keheningan
meditasi jiwa belajar mengenal Allah, dan kesempurnaan-kesempurnaan yang tak
terbatas (Kontitusi, 1898 hal:52).
8.
Pemeriksaan Batin
Pemeriksaan batin perlu dilakukan untuk dapat maju dalam keutamaan, tanpa
pemeriksaan batin seorang tidak akan sampai untuk mengenal dirinya sendiri yaitu
kecenderungan yang jahat dan semua dosa untuk dapat menyembuhkan penyakitpenyakit jiwa dan merawat luka (Konstitusi, 1898 hal:54).
9.
Bacaan Rohani
Bantuan dalam hidup rohani, khususnya untuk belajar bermeditasi dengan baik
dan memperoleh pengetahuan tentang dirinya sendiri. Bertekun dalam membaca dan
mendengarkan bacaan rohani yang sesuai dengan ketentuan pemimpin. Para suster
harus banyak membaca dan merenungkannya supaya mereka dapat mengarahkan
seluruh cita-cita dan perbuatannya (Konstitusi 1898, hal:57).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
10. Sakramen Pengakuan
Sakramen Pengakuan adalah sarana yang paling mujarab dan paling kuat yang
disediakan Yesus bagi orang yang berdosa untuk bertobat dan untuk orang yang baik
untuk sampai akhir berjalan maju dengan berani pada jalan keutamaan. Dalam
perjumpaan tentang anak yang hilang, kita temukan gambaran yang menarik tentang
bels kasih Allah dan cinta kasihNya yang berbelas kasih terhadap orang yang berdosa,
yang kembali kepadanya dengan rasa sesal yang jujur. Setiap kali orang mengakukan
dosanya dengan rendah hati dan penuh sesal maka akan dikembalikan kepadanya
pakaian rahmat ilahi mulia dan diterima sebagai jaminan dari cinta kasih dan
persahabatan Allah (Konstitusi, 1898 hal:60).
11. Retret Tahunan
Para religius yang telah meninggalkan dunia dan semua kesia-siaan
berkewajiban terus menerus mengejar tujuan agung yang mereka maksudkan pada saat
memeluk status religius, yaitu menyerahkan dirinya kepada Allah dan selalu berjalan
pada jalan kesempurnaan. Supaya mereka bertekun dalam semangat itu maka para
suster harus menganggap sebagai rahmat istimewa bahwa mereka setiap tahun boleh
melangsungkan beberapa hari dalam kesepian rohani. Sebab hari hari penuh doa dan
meditasi, Allah menganugerahi pemberiannNya secara berlimpah dan religius itu
diajak untuk membersihkan dirinya dari debu dosa dan meneruskan karya
kesempurnaan dengan semangat yang disegarkan lagi (Konstitusi 1898 hal:67).
12. Rekoleksi Bulanan
Rekoleksi bertujuan untuk mawas diri secara sungguh-sungguh dan memeriksa
bagaimana sesudah retret terakhir atau selama bulan yang terakhir orang telah
melakukan kewajibannya, maupun untuk memperbaharui dan menghidupi niat-niat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
baik yang telah dibuat pada retret treakhir serta membuat niat itu menghasilkan buah
dan juga untuk menyiapkan diri atas kematian yang menyenangkan.
Pada kenyataannya komunitas SFS selalu menyediakan waktu untuk dapat
melaksanakan doa yang kongkret hal ini nampak dalam praktek doa masing-masing
komunitas baik secara pribadi maupun bersama. Komunitas bertanggungjawab untuk
mengaturnya sesuai dengan keperluan pribadi, sedangkan untuk kegiatan komunitas
disesuaikan dengan karya yang dilakukan oleh para suster. Setiap suster berdoa
Rosario setiap hari, bersama dengan komunitas setiap hari senin sampai minggu
(Minggu biasanya didoakan secara pribadi) sesuai jam yang disepakati oleh
komunitas.
Waktu untuk kontemplasi, meditasi sekurang-kurangnya setengah jam sampai
satu jam setiap hari. Suasana silensium dimulai dari malam sesudah doa malam dan
diakhiri pagi sebelum makan pagi. Jika memungkinkan diadakan Perayaan Ekaristi di
komunitas setiap hari atau mengikuti misa di gereja. Ibadat harian selalu didoakan
secara bersama dalam konunitas kecuali ada halangan. Ibadat harian sebagai Ibadat
resmi gereja, sehingga para suster selalu berusaha mengusahakan untuk dapat berdoa
bersama dengan komunitas (Konstitusi 1898, hal:69).
C.
Jalan Mistik Dan Asketik Dalam Doa
1.
Kontemplatif
Kontemplatif adalah salah satu bentuk dalam doa. Doa adalah adalah suatu
tindakan manusia, doa suatu realita hidup manusia. Latihan doa setahap demi setahap
sehingga tidak terkesan sebagai suatu kewajiban apalagi sebagai beban melainkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
melihatnya sebagai pertemuan dengan Tuhan yang sangat merindukan dan penuh
dengan Roh Kudus (James Borst, MHM, 1981:7).
Hidup kontemplatif berarti hidup yang berpusat pada Allah sebagai pencipta
dan sumber hidup. Setiap kongregasi selalu memupuk dimensi kontemplatif. Dimensi
kontemplatif adalah pengalaman akan Allah. Dimensi kontemplatif pada dasarnya
suatu realita rahmat yang dialami oleh setiap orang beriman sebagai anugerah.
Kontemplasi membuat manusia terlibat dalam hidup sesama seperti halnya Allah
terlibat dalam hidup manusia.
Dimensi ini diungkapkan dengan adanya kerinduan untuk mencari kehendak
Allah. hasil dari kontemplasi adalah sikap rendah hati akan misteri kehadiranNya
dalam peristiwa-peristiwa, selalu membawa damai kepada sesama (Darminta,
1983:32-33).
2.
Askese
Doa merupakan perjuangan selama hidup, sebagaimana hidup rohani
merupakan perjuangan (Darminta, 1983: 54). Pengalaman menunjukkan bahwa dalam
kehidupan rohani manusia mengalami pasang surut sesuai situasi yang dialaminya.
Untuk mencapai kematangan dalam hidup rohani perlu mengalami proses yang tidak
mudah perlu perjuangan, keuletan dan tekat yang sungguh sehingga dapat
mewujudkan hal itu. Manusia perlu memiliki disiplin hidup dan disiplin dalam doa
sehingga hidup rohani kita berkembang.
a.
Keheningan
Keheningan perlu kita ciptakan karena hening adalah salah satu askese
memupuk keheningan hidup dan hati. Kehingan hati yang menjadi tuntutan utama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
dalam doa. seperti perasaan teratur, perhatian terpusat, nafsu teraur dan pikiran juga
teratur.
Keteraturan dalan hati dapat juga akan nampak dalam keteraturan lahiriah,
seperti tutur kata teratur, gerak-gerik yang teratur, hidup teratur. Kehieningan
mempunyai makan dalam aksese batiniah. Hening tempat yang nyaman untuk dapat
menciptakan kerukunan, penghargaan, dan saling menghormati.(Darminta, 1983:54).
b.
Kesunyian
Kesunyian hidup yaitu berani sendiri menghadapi diri sendiri untuk memahami
keadaan diri dan menciptakan keheningan dalam hidup. Hal ini memang sulit, karena
akan berhadapan dengan sisi lemah yang kita miliki. Kesunyian perlu kita usahakan
untuk dapat mencapai hidup rohani yang matang dan dewasa. (Darminta, 1983:55).
c.
Laku Tapa Batin
Seorang yang mampu menciptakan keheningan dan kesunyian berarti orang
tersebut melakukan laku tapa batin yaitu mampu mengalahkan segala kecenderungan
tak teratur. Pengingkaran diri mengatur segala kecenderungan diri dan mampu
mengenali hambatan yang ada dalam diri. Laku batiniah seperti halnya penyerahan diri
dan kemauan yang keras (Darminta, 1983: 55).
d.
Tabah dan Setia
Doa adalah proses perjuangan selama hidup. adakalanya doa terasa kering,
sukar tetapi dalam situasi semacam itu kita tertantang untuk tidak putus asa. maka
diperlukan kepasrahan diri, ketabahan dan kerendahan hati. Ketabahan dan kesetiaan
dituntut dalam pengalaman berdoa orang harus tabah dan setia menciptakan kondisi
doa, dan perlu juga rendah hati sabar membiarkan Allah yang bekerja dalam doa
(Darminta, 1983:55).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
3.
Hubungan antara Kontemplasi dan Askese
Hubungan antara kontemplasi dan aksese adalah bagaimana doa itu sendiri
dihayati bukan hanya dari apa yang tampak tetapi juga yang memancar dari kedalaman
hati. Kontemplasi adalah salah satu bentuk doa di mana orang sudah mencapai tarap
yang paling tinggi, mengalami Allah yang merupakan sumber hidup, pengalaman yang
menyenangkan dan menguatkan. Askese adalah suatu bentuk latihan rohani yang perlu
diusahakan terus menerus dalam kehidupan karena doa tidak mudah. Pengalaman
mengajak kita untuk selalu menyadari bahwa kita bukan apa-apa sehingga semua
keberhasilan dan kegagalan itu semua adalah campur tangan Allah.
Doa adalah sebuah perjuangan yang selalu memerlukan proses dan mengalami
banyak tantangan maka perlu terus diperjuangkan, setiap hari sehingga dalam doa itu
akan menemukan pengalaman bersama Allah yang tidak dapat terlupakan. Seperti
halnya pengalaman kontemplasi adalah pengalaman indah bersama Allah. Pengalaman
ini akan menjadi kekuatan bagi kita untuk selalu mengusahakan doa yang baik karena
bersama Allah itu akan menemukan kedamaian dan ketenangan. Manusia memerlukan
itu dalam kehidupannya agar semakin mampu memaknai setiap kesempatan sebagai
rahmat Allah.
D.
Hubungan Doa dan Semangat Peniten Rekolek
Peniten rekolek dan doa saling ada keterkaitan satu dengan yang lain. Doa
menjadi sumber dalam melaksanakan pertobatan. Pertobatan membuahkan doa yang
nyata. Doa yang memiliki daya kekuatan dan juga memiliki sebuah kekuatan yang
dialiri oleh semangat peniten rekolek, sehingga memberi daya dampak dalam
kehidupan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
1.
Semangat Peniten Rekolek menyuburkan Doa
Peniten Rekolek artinya pertobatan. Pertobatan itu mampu menyuburkan doa
karena sebagai suatu semangat yang mendasari doa, dengan menyadari bahwa manusia
yang masih memiliki banyak kekurangan dan tidak sempurna. Makna peniten rekolek
dalam doa adalah menyuburkan doa. Artinya bahwa dengan memiliki semangat
peniten rekolek yang tinggi seseorang dapat semakin dekat dengan Tuhan hal ini
terlihat nyata dalam kehidupan doanya. Seorang peniten tentulah adalah seorang
pendoa. Doa menjadi kekuatan seorang peniten rekolek, karena seseorang akan kuat
bertahan dalam semangat ini kalau memiliki kehidupan doa yang baik. Doa menjadi
makanan pokok sehari-hari bagi jiwanya dan peniten adalah wujud nyata
penyerahannya kepada penyelenggaraan illahi.
2.
Doa menyuburkan Semangat Peniten Rekolek
Doa adalah relasi yang perlu kita bangun bersama Allah. Doa merupakan
kekuatan dalam kehidupan religius, tanpa doa maka hidup akan terasa kering dan tak
memiliki arti apa-apa. Doa akan menyuburkan peniten rekolek karena doa menjadi
kekuatan untuk dapat melakukan pertobatan. Relasi mendalam dengan Allah akan
membuat manusia makin dekat dengan Allah dan merasakan bahwa Allah sungguh
baik hati. Pengalaman ini mau mengajak untuk selalu disadarkan bahwa pertobatan itu
dialami sebagai suatu tanda kasih Allah yang nyata dalam kehidupan manusia.
Pengalaman doa menjadi kekuatan untuk dapat melakukan pertobatan yang sejati dan
penuh dengan kerelaan. Kerinduan akan ketenangan bersama Allah yang akan menjadi
penyemangat dalam setiap doa. Seorang pendoa akan selalu terpacu untuk dapat
melakukan pertobatan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
3.
Hubungan timbal balik antara Doa dan Peniten Rekolek
Hubungan doa dalam pelaksanaan peniten rekolek. Menjadi seorang peniten
rekolek berarti bahwa hidupnya dipenuhi dengan sikap mawas diri, menyadari bahwa
dirirnya adalah manusia yang mudah untuk berbuat salah atau dosa. Doa merupakan
perjumpaan seorang religius dengan Allah. Melalui perjumpaan dengan Allah seorang
religius mampu berdialog dengan Allah, saling berbicara dan mendengarkan serta
terbuka hatinya untuk setiap hal yang dihadapinya. Untuk mampu melakukan
pertobatan sejati dan terus menerus maka perlulah seorang religius mengusahakan
adanya relasi yang mendalam dengan Kristus yang merupakan teladan hidupnya.
Pertobatan yang dilakukan karena menyadari sungguh bahwa Allah sungguh
Maharahim yang memberikan pengampunan dan kasih besar kepada manusia.
Memiliki sikap keterbukaan hati untuk mampu melaksanakan pertobatan itu dengan
kesungguhan. Doa yang sungguh memiliki buah dalam kehidupan dan terutama
tercermin dalam keseluruhan hidup. Seorang religius yang menghayati doa dengan
baik akan tercermin dalam kehidupannya. Buah yang tercermin dalam kehidupannya
dapat dirasakan oleh orang lain, dan seorang yang mampu bertobat adalah seorang
yang memiliki relasi baik dengan Tuhan. Begitu juga seorang yang berdoa bak maka
akan membuat ia mampu untuk melaksanakan pertobatan karena keyakinan bahwa
Alah adalah Allah yang maha baik.
Komunikasi dengan Tuhan melalui doa hanya akan terjadi kalau kita sungguh
percaya, terbuka, mencintai dan membiarkan diri di semangati oleh cinta Tuhan. Cinta
Tuhan akan tumbuh subur kalau dalam diri kita ada usaha untuk memperbaharui diri
melalui tobat. Dengan semangat pertobatan hati kita menjadi bersih dan menjadi bait
Allah. Hidup menjadi damai, gembira, bermakna dalam semangat cinta dari Tuhan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
sendiri. Kekuatan doa dalam kehidupan kita sebagai seorang yang beriman hidup
menjadi damai dan senantiasa berada dalam kebersamaan dengan Tuhan.
(Alberto.2008:49-50).
Seorang religius yang peniten rekolek akan semakin membuat ia dekat dengan
Tuhan karena melalui doa inilah relasi intim antara keduanya dapat terjalin baik.
Karena menyadari bahwa kerahiman Tuhan dalam hidup ini menjadikan kita semakin
yakin dan percaya bahwa ia adalah Sang Penyelamat yang mampu memberi kesegaran
baru serta pengampunan. Oleh karena kasihNya maka hubungan dekat semakin terbina
lewat karya pegampunan, karena manusia diselamatkan olehnya. Manusia tak dapat
hidup tanpa kehadiran Allah dengan berkat pengampunan maka kita juga mampu
mensyukuri setiap kesempatan sebagai berkat yang melimpah.
E.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGHAYATAN DOA
DAN PENITEN REKOLEK
Tantangan yang dihadapi oleh para suster fransiskan sukabumi terutama dalam
mewujudkan doa dalam semangat peniten rekolek. Doa bukan hanya sekedar hadir di
kapel dan mengikuti kegiatan secara rutin dan teratur tetapi bagaimana doa sendiri
memberi suatu kekuatan dalam hidup tabah dalam menghadapi tantangan, cobaan.
menjadi orang yang damai. Peniten rekolek artinya dapat melakukan pertobatan terus
menerus terutama bagaimana dalam kehidupan komunitas apakah kehadiran kita
sungguh sudah merupakan juru damai, mudah mengampuni, rendah hati, mau
mengakui kelebihan orang lain dengan baik.
Para suster sudah sungguh membatinkan semangat peniten rekolek dalam
hidupnya. memiliki keheningan dan juga kesediaan untuk mampu menjadi berkat bagi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
sesama. Menyadari bahwa kehadiran para suster sebagai tanda pertobatan yang
nantinya memampukan untuk dapat menggerakkan orang lain dalam melakukan
pertobatan. Tantangan yang dihadapi juga berkaitan erat dengan perkembangan
zaman. Zaman mempengaruhi pola hidup seseorang, dalam menentukan pilihannya,
anak-anak harus belajar untuk mengerjakan sesuai perintah tetapi juga mampu untuk
memperiotaskan hidup.
1.
Faktor mentalitas zaman
Zaman ini adalah masa millennium ke tiga dengan budaya instans.Tantangan
yang terbesar yang dihadapi adalah mentatilitas tidak mau susah, orang sulit untuk
mau berusaha dalam situasi yang sulit. maunya enak tetapi tidak mau berusaha.
Budaya instans cepat saji, dan tidak menghabiskan waktu maupun tenaga praktis.
Individualisme
semakin
banyak
ditemukan.
Masing-masing
memiliki
kesibukannya sendiri yang sulit untuk mau merelakan waktu bagi orang lain. Gejala
Individualisme terlihat dari begitu kuatnya keinginan untuk mengejar aktualisasi diri.
Tantangan yang ada dan timbul itu menunjukkan bahwa zaman yang berubah juga
mengubah pola pikir orang.
Zaman yang selalu berubah juga membawa dampak yang sangat besar bagi
suatu penghayatan doa secara khusus, karena orang zaman ini dipengaruhi oleh
macam-macam tawaran yang selalu membujuk dan merayu sebagaimana iklan dalam
televisi. Penghayatan doa mulai luntur karena dikalahkan oleh tawaran-tawaran.
Apabila kita kurang bijaksana ada bahaya terlarut dalam mentalitas zaman sehingga
hidup religius kita tidak lagi berdampak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
2.
Faktor Internal
Faktor Internal ini adalah faktor yang berasal dari dalam diri sendiri,
bagaimana orang mengusahakan yang terbaik dalam hidupnya. Orang zaman ini juga
mengalami tantangan khususnya dalam hal harga diri atau kurang mampu mengatur
kegiatan atau kurang dewasa dan bijaksana. Harga diri dan prestasi menjadi suatu yang
sangat berharga sehingga orang jatuh pada kesombongan. Kesombongan menganggap
bahwa keberhasilan hanya karena usahanya sendiri sehingga melupakan peran serta
Allah dalam kehidupannya. Doa menjadi sesuatu yang tidak penting dalam hidupnya.
3.
Faktor Eksternal
Faktor yang berasal dari luar diri yang mempengaruhi hidup seseorang adalah
pekerjaan yang banyak sehingga menghabiskan tenaga. Orang sudah merasa lelah
dengan pekerjaannya sehingga memberi ampun pada diri sendiri, bahwa bekerja
adalah doa. Bekerja dianggap sebagai doa bahaya yang terjadi bahwa orang merasa
bahwa dengan bekerja baik dan rajin sehingga tidak perlu berdoa. Padahal doa adalah
komunikasi dengan Tuhan, waktu berkomunikasi perlu ada keintiman dan juga
kerelaan untuk mendengarkan, kalau kita sibuk bekerja apakah dapat mendengarkan
dengan baik apa yang dikatakan oleh Tuhan. Maka perlu waktu khusus untuk dapat
mendengarkan dan berbicara dengan Tuhan secara pribadi. tertentu agar dapat
berkomunikasi dengan Tuhan dengan baik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV
KATEKESE SEBAGAI SARANA DALAM MENYUBURKAN
DOA DAN SEMANGAT PENITEN REKOLEK SUSTER FRANSISKAN
SUKABUMI
Pembinaan hidup dalam biara berlangsung terus menerus dan berkelanjutan.
Proses belajar dan pembentukan diri bagi para suster Fransiskan Sukabumi tidak akan
pernah selesai, sebagai seorang pribadi para suster Fransiskan Sukabumi diharapkan
senantiasa
belajar
dan
membentuk
diri
sepanjang
perjalanan
hidupnya.
Mengembangkan hidupnya semakin menghayati semangat peniten rekolek. Dengan
semakin menghayati serta menghidupi semangat peniten rekolek akan menjadikan
para suster sungguh mencintai tarekat SFS. Semakin tangguh sebagai pribadi dan
mampu menghidupi semangat tarekat. Untuk menanggapi zaman yang semakin
berkembang berpesat maka para suster juga perlu mengembangkan hidupnya sehingga
kuat dalam menghadapi arus zaman.
Dalam usaha untuk semakin menghayati dan menghidupi semangat peniten
rekolek maka penulis mengusulkan program katekese yang membantu para suster
untuk semakin mampu memahami, menghidupi, dan menyuburkan semangat peniten
rekolek dalam kehidupan sehari-hari. Program katekese yang dipilih oleh penulis
adalah
dengan model Shared Christian Praxis (SCP). Program katekese dengan
model SCP (Shared Christian Praxis) sangat cocok untuk pembinaan para suster SFS,
karena sifatnya yang dialogis partisipatif dengan menekankan keterbukaan dan
kerjasama. Proses pelaksanaan, peserta sebagai subyek, pergulatan, keprihatinan dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
harapan peserta mendapat tempat utama. Katekese model ini memiliki pendekatan
yang multi arah (Groome, 1997:1).
Berdasarkan itu maka, dalam bab IV
bagian pertama, penulis akan
menguraikan tentang On-going Formation sebagai suatu pembinaan berkelanjutan bagi
para suster SFS demi menyuburkan pemahaman dan penghayatan semangat peniten
rekolek. Selanjutnya pada bagian kedua penulis akan menguraikan tentang katekese
sebagai salah satu usaha On-going formation bagi para suster SFS. Pada bagian ketiga
penulis akan memaparkan tentang: usulan program katekese untuk menyuburkan
semangat doa dan peniten rekolek.
A. On Going Formation Suster Fransiskan Sukabumi
1.
Pengertian On Going Formation (Pembinaan terus menerus)
“Formatio” menurut Darminta (1999:218) sangat sulit di terjemahkan dalam
bahasa Indonesia. Formatio artinya adalah pembentukan atau pembinaan. Kongregasi
SFS menyebutnya dengan kata pembinaan hal ini dapat di lihat dari Konstitusi SFS
(2000: 75). Dalam konstitusi SFS pada bab IV mengatur secara khusus program
pembinaan. Kesadaran akan perlunya pembinaan terus menerus (on-going Formation)
sangat penting bagi para suster SFS untuk senantiasa dilakukan demi menyuburkan
semangat peniten rekolek.
Formatio sebagai sesuatu proses dalam pembinaan, di dalam pembinaan itu
terdapat kegiatan bimbingan rohani. Proses pembinaan mengarah pada pola
kerohanian dalam kehidupan religius, seperti yang dinyatakan Darminta (1999:219)
sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
“Pada mulanya formation yang bersifat bimbingan pribadi. Tujuannya ialah
melatih agar orang mampu hidup secara rohani. Selanjutnya, ketika hidup
bertapa berkembang menjadi hidup membiara dengan segala aturannya,
formation religius berkembang pula menjadi kegiatan religius yang
dilembagakan untuk orang masuk dalam biara. mereka dilatih dan dididik
menurut pola hidup tertentu, yang dialami sebagai jalan menuju kesempurnaan
hidup”.
Formatio religius di dalamnya menyangkut unsur pembinaan. “Pembinaan”
merupakan suatu usaha “pembentukan” anggota religius dalam proses terus menerus
sampai tercapainya kepribadian yang utuh dan kehidupan religius yang mantap”
(Pujaharsana dalam Rohani 1986: 197). Masa pembinaan seorang religius tidak hanya
terbatas waktu postulan, novisiat dan masa yunior tetapi meliputi masa sesudah kaul
kekal, bahkan proses pembinaan sepanjang hidup. Dalam Kongregasi SFS tim
formator yang akan mengatur proses dan program pembinaan bagi setiap jenjang
suster. Hal ini mengingat bahwa kaul kekal bukan akhir dari pembinaan. Pembinaan
terus menerus dapat membentuk pribadi religius memiliki kemantapan sikap dan arah
hidup, dewasa dalam hidup bersama maupun masyarakat.
Pembinaan hidup religius perlu dilakukan terutama untuk kelangsungan hidup
panggilan. “Selama seluruh hidup para religius hendaknya dengan tekun melanjutkan
pembinaan rohani, doctrinal dan praktis dan para pemimpin hendaknya menyediakan
sarana dan waktu untuk itu” (KHK Kan 661).
Pembinaan yang diberikan kepada para religius perlu diberikan untuk membina
iman para religius pada khusunya dalam rangka untuk mengembangkan iman dan
mengolah hidupnya. Kehidupan sebagai religius perlu di olah dengan baik karena
dalam kehidupan bermasyarakat kita ditantang untuk menjadi garam serta terang bagi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
seama lewat apa yang ada, sehingga kedewasaan perlu kita miliki sehingga siap untuk
bekerja bagi sesama.
Kesetiaan pada panggilan dan pelayanan kepada Gereja menuntut dari para
suster bahwa sesudah mengikrarkan profesi kekal mereka masih selalu
mengusahakan perkembangan dan pendalaman rohani terus menerus secara
tanggungjawab bersama. Dengan mengandalkan kesetiaan Ilahi dan menyadari
tanggungjawab sebagai rekan suster satu sama lain, hendaknya mereka saling
membantu untuk berkembang baik secara pribadi maupun bersama-sama
sampai pada kepenuhan hidup yang menjadi tujuan Kristus memanggilnya.
(Konst pasal 114).
Sebagai seorang yang telah mengucapkan janji setia dalam profesi maka perlulah
menjaga dan memelihara semangat doa demi kesetiaan kepada panggilan. Tujuan
pembinaan religius adalah memungkinkan para calon hidup religius dan anggotaanggota muda yang sudah profesi, menemukan dan kemudian mengasimilasikan dan
memperdalam apa yang menjadi jati diri religius. PPLLR (1992: art 6:14). Dari
ungkapan itu mau mengatakan bahwa penghayatan hidup religius perlu terus dipupuk
agar tetap hidup sehingga makin hari semakin mampu mengenali jati dirinya.
Kaum religius sendiri secara individual memikul tanggungjawab pertama untuk
menyatakan “ya” kepada panggilan yang telah diterima dan untuk menerima
semua akibat jawaban ini, hal ini tidaklah terutama terdapat dalam tertib akal
budi, tetapi menyangkut seluruh hidup. Panggilan dan tindakan Allah, sama
seperti kasihnya selalu baru: situasi-situasi sejarah tidak akan pernah terulang.
Olah karenanya seorang yang terpanggil tiada henti-hentinya diajak untuk
memberikan jawaban penuh perhatian, barudan bertanggungjawab. Perjalanan
setiap religius akan mengingatkan perjalanan umat Allah dalam pengungsian
dan juga perkembangan yang berlangsung perlahan-lahan murid-murid, yang
lamban percaya tetapi akhirnya, berkobar-kobar dengan semangatnya ketika
Tuhan bangkit memperlihatkan diri-Nya kepada mereka. Hal ini menunjukkan
sejauh manakah pembinaan seorang religius harus dipribadikan. Oleh
karenanya hal itu akan menjadi masalah yang amat menarik hati nurani dan
tanggungjawab pribadi setiap religius, sehingga mereka menanamkan di dalam
kalbu mereka nilai-nilai hidup religius, dan serentak pula, peranan hidup yang
dianjurkan kepada mereka oleh pembimbing pembinaan sehingga mereka
menemukan di dalam diri mereka sendiri pembenaran untuk pilihan-pilihan
praktis mereka dan menemukan dalam Roh pemcipta dinamisme fundamental
mereka. Oleh karenanya, keseimbangan yang tepat haruslah ditemukan di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
antara pembinaan kelompok dan pembinaan setiap pribadi, diantara
penghargaan terhadap waktu yang disediakan untuk setiap tahap pembinaan
dan penyesuaiannya dengan irama hidup individu (PPLLR No.16 (1992: art
29).
Dari pernyataan diatas tertuliskan bahwa pembinaan dilakukan secara pribadi maupun
kelompok untuk memperoleh hasil yaitu keseimbangan hidup religius. Pembinaan
yang dilakukan sesuai dengan tahap pembinaan yang ada dalam setiap lembaga hidup
bakti. Para suster SFS perlu pembinaan terus menerus baik secara pribadi maupun
bersama demi perutusan. Pembinaan secara personal menjadi dasar dalam proses
pembinaan seseorang, sehingga diharapkan sebelum membina orang lain, terlebih
dahulu ia mampu membina dirinya sendiri sehingga dapat menjadi saksi kasih Kristus
yang memancar terang kepada sesama.
2.
Tujuan On Going Formation
Manusia
diharapkan
untuk
dapat
bertumbuh
dan
pertumbuhan
itu
membutuhkan suatu proses. Untuk mencapai suatu tahap kedewasaan seorang religius
memerlukan juga proses pembinaan. Dalam PPLLR (1992: art.1) “memperkenalkan
mereka dengan hidup religius dan membantu mereka menyadari ciri khas di dalam
gereja, terutama ditujukan untuk membantu para religius pria dan wanita menyadari
kesatuan hidup mereka dalam Kristus melalui Roh. dengan memadukan secara
harmonis unsur-unsur rohani, apostolic, doctrinal dan praktis”.
Berdasarkan tujuan tersebut, maka formation religius dapat memberikan
kepada religius suatu arah yang menjadi dasar hidupnya sehingga tidak mudah untuk
berbalik arah. Dalam arah dasar pendidikan Tarekat suster Fransiskan Sukabumi hal
31dikatakan bahwa tujuan pembinaan lanjutan adalah sebagai berikut: Memelihara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
semangat doa demi kesetiaan kepada panggilanNya, membaharui diri terus menerus
dalam hidup religius, mampu menghadapi dan mengatasi berbagai tantangan hidup,
mampu mengembangkan profesinya sesuai dengan tuntutan zaman, kerasulan Tarekat
dan Gereja, menerima segala perubahan yang terjadi (fisik, psikis, rohani) dan terbuka
menerima nilai-nilai baru, agar tetap membuahkan kerasulan yang efektif dalam
hidupnya, mengembangkan sikap lepas bebas terhadap semua yang menjadi pegangan
dan kebanggaan (posisi, prestasi, ambisi, kemampuan).
Dalam berbagai hal di atas sebagai tujuan yang nantinya ingin dicapai bahwa
pembinaan dalam on going formation akan semakin mengembangkan hidup seseorang
sehingga menjadi pribadi yang dewasa dan tangguh, berkembang secara rohani dan
keprobadiannya. Perkembangan akan dapat dirasakan apabila religius mau
mengembangkan diri lewat pekerjaan, studi, komunitas, doa sehingga menjadi pribadi
yang sejati. Perkembangan rohani mampu dirasakan oleh setiap orang memalui
kehadiran dan kehidupannya sehari-hari. (Arah dasar Pendidikan Suster SFS,
2001:32).
3.
On Going Formation melalui Katekese
On Going formation adalah salah satu bentuk pembinaan. Dalam proses
pembinaan ini ada banyak metode untuk dapat mencapai perkembangan diri yang
optimal. Salah satu cara yang dapat dipergunakan dalam pembinaan adalah melalui
metode katekese. Dalam proses katekese ada unsur-unsur yang cocok dipergunakan
khususnya dalam pembinaan, karena katekese bertitik tolak pada pengalaman peserta.
Peserta menjadi unsur utama dalam katekese, pemimpin pertemuan hanya sebagai
fasilitator. Katekese ini memampukan orang untuk mau berefleksi dan membangun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
niat untuk dapat berkembang lebih baik. Katekese ini menjadi salah satu pilihan dalam
usaha untuk semakin mengembangkan kwalitas hidup. Maka para suster SFS perlu
terus menerus membina dan mengolah penghayatan hidup bakti demi tugas perutusan.
Salah satu cara pembinaan diri terus-menerus adalah katekese.
B.
Katekese Sebagai salah satu usaha untuk On going Formation para Suster
Fransiskan Sukabumi
Katekese merupakan salah satu bentuk pewartaan gereja. Pewartaan itu
bertujuan untuk menghantar orang menjadi murid Kristus, sesuai pesan-Nya kepada
para murid setelah kebangkitan: “Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku” (Mat
28:19). Katekese terus mengalami perkembangan sesuai dengan situasi umat dan
pengalaman hidup umat yang dihadapi dan dialami. Hal ini dikarenakan umat kristiani
sebagai subyek katekese tidak dapat dipisahkan dari lingkungan tempat mereka
tinggal, yang terus menerus mengalami perubahan setiap harinya. Katekese sebagai
sarana untuk pembinaan bagi para suster Fransiskan Sukabumi maka di bawah ini
akan dijelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan katekese.
1.
Pengertian Katekese
Istilah katekese berasal dari kata Yunani”katechein” bentuk dari akar kata
“kat” yang berarti pergi atau meluas dan “echo” yang atrinya menggemakan atau
menyuarakan ke luar. Berdasarkan bentuk kata tersebut kata “katechein” berarti
menggemakan atau menyuarakan keluar. Kata “katechein” digunakan oleh orang
Kristen untuk menyampaikan perbagai harta kekayaan iman gereja seprti ajaran Tuhan
dan Gereja serta keadaan manusia dalam hidup kongrte sehari-hari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
Dalam rangka pengembangan kehidupan umat beriman Paus Yohanes Paulus II
mengartikan katekese sebagai berikut:
Katekese adalah pembinaan iman bagi anak-anak, kaum muda, dan orangorang dewasa adalam iman, khususnya mencakup penyampaian ajaran
Kristiani, yang pada umumnya diberikan secara organis dan sistematis, dengan
maksud mengantar para pendengar memasuki kepenuhan hidup Kristen (CT,
art.18).
Rumusan di atas memandang katekese sebagai pembinaan iman bagi semua orang
beriman. Pembinaan iman di atas ditujukan bagi siapa saja tanpa ada diskriminasi
warna kulit, budaya, kaya atau miskin dan yang lainnya. Hal yang utama dalam
kegiatan katekese adalah menyampaikan ajaran Kristen secara terus menerus dan
teratur kepada anak-anak, kaum muda dan orang dewasa agar mereka semua menuju
pada kedewasaan iman dan kepenuhan hidup Kristen.
Dalam konstitusi Suster Fransiskan Sukabumi tidak dibicarakan mengenai
katekese, tetapi dalam pembinaan bagi anggotanya penghayatan spiritualitas
merupakan awal dan menuntut kesediaan untuk terus menerus diperbaharui dan
diperdalam hidupnya menjadi pribadi yang utuh. Pembaharuan dan ketahanan hidup
Tarekat tergantung pada pembinaan para anggota. Pembinaan bermaksud mendalami
hidup mereka secara terus menerus dalam Yesus Kristus. Hal ini juga mencakup
bantuan untuk perkembangan pribadi masing-masing suster secara menyeluruh.
(Konst. Pasal: 68)
2.
Tujuan Katekese
Dalam anjuran apostolic Catechesi Tradendae artikel 5, Sri Paus Yohanes
Paulus II menegaskan bahwa tujuan katekese adalah: “Bukan saja menghubungkan
umat dengan Yesus Kristus, melainkan mengundangnya untuk memasuki persekutuan
hidup mesra dengan-Nya. Hanya Dialah, yang dapat membimbing kita kepada cinta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
kasih Bapa dalam Roh dan mengajak kita ikut serta menghayati hidup Tritunggal
kudus”.
Katekese bertujuan untuk mengembangkan iman dan penghayatan hidup
sebagai pribadi yang dicintai Tuhan dengan segala keberadaan kita. Persekutuan hidup
mesra dengan Tuhan mengandaikan adanya relasi saling memahami dan mengerti
sehingga relasi personal itu dapat tercipta. Dengan relasi personal manusi masuk
dalam persekutuan mesra dengan Tuhan. Tujuan ini relevan dengan apa yang tertulis
dalam konstitusi Suster Fransiskan Sukabumi pasal: 68 yang menyatakan pembinaan
religius bermaksud mendalami hidup secara terus menerus dalam Yesus Kristus,
seterusnya akan memajukan doa dan pengenalan lebih dalam akan Allah, dan
menyadarkan kita betapa tergantungnya kita akan rahmat Allah.
Paus Yohanes paulus II dalam dokumen yang sama lebih lanjut mengatakan,
“Tujuan khas katekese ialah: berkat bantuan Allah mengembangkan iman yang baru
mulai tumbuh, dan dari hari ke hari memekarkan menuju kepenuhannya serta makin
memantapkan peri hidup Kristen umat beriman, muda maupun tua” (CT, art.20).
Katekese pertama-tama ditujukan kepada mereka yang imannya baru bertumbuh,
untuk membantu umat mampu berkembang menuju kepenuhan hidup Kristen.
Demikian pula bantuan untuk memperkembangkan pribadi masing-msing secara
menyeluruh (Konst. Pasal:78).
Tujuan komunikasi iman menurut PKKI II ialah:
Supaya dalam terang Injil kita semakin meresapi arti pengalaman kita seharihari, dan kita bertobat (Metanoia) kepada Allah dan semakin menyadari
kehadiran-Nya dalam kenyataan sehari-hari: dengan demikian kita semakin
sempurna beriman, berharap, mengamalkan cinta kasih, dan semakin
dikukuhkan hidup Kristiani kita, pula kita semakin bersatu dalam Kristus,
makin menjemaat, makin tegas mewujudkan tugas Gereja setempat, dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
mengkokohkan Gereja semesta, sehingga kita sanggup memberi kesaksian
tentang Kristus dalam hidup kita di tengah masyarakat (Yoseph Lalu, 2005:5).
Pendalaman iman yang terus menerus berarti perluasan pengalaman
pertobatan. Pertobatan dapat dimengerti sebagai berbaliknya orang dalam memandang
hidupnya dan kehidupan ini dari perseptif relasi dengan Allah. Dalam kaitannya
dengan katekese, bagi suster Fransiskan Sukabumi katekese bertujuan untuk
mengembangkan dan memperdalam kesatuan dengan Allah, sehingga semakin bersatu
erat dengan Kristus.
Direktorium Kateketik Umum (DKU, art. 46), menguraikan tujuan katekese
ialah: membimbing orang-orang Kristen secara individu dan kelompok menuju iman
yang dewasa, maka katekese haruslah tetap setia untuk menyajikan seluruh kekayaan
warisan Kristen. Dewasa dalam iman berarti iman yang utuh, yakni seimbang dan
terpadu antara rasio, afeksi, dan tindakannya. Hal ini berciri antara lain: tidak kekanakkanakan, tidak takut menghadapi (berdialog dengan) umat lain, satu antara rumus
(kata) yang diucapkan dan tindakannya (Dapiyanta (2001:12) Selain itu dewasa dalam
iman dihayati dalam konteks: perayaan, persaudaraan, pelayanan, kesaksian secara
terpadu dalam hidup. Iman yang dewasa tidak akan didapatkan dalam sekali jalan,
untuk mencapai iman yang mendalam maka perlu proses terus menerus.
3.
Isi Katekese
Paus Yohanes Paulus II dalam Dokumen Catechesi Trandendae artikel 26
menyatakan:
Katekese merupakan suatu momen atau aspek dalam pewartaan Injil, isinya
juga tidak dapat lain kecuali isi pewartaan Injil sendiri secara menyeluruh.
Satu-satunya amanat-yakni Warta Gembira Keselamatan, yang telah didengar
sekali atau ratusan kali, dan telah diterima setulus hati, dalam katekese terus
menerus didalami melalui refleksi dan studi sistematis, melalui kesadaran akan
gema pantulannya dalam kehidupan pribadi seseorang, suatu kesadaran yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
meminta komitmen yang semakin penuh dan dengan mengintegrasikannya
dalam keseluruhan yang organis dan selaras, yakni perihidup Kristen dalam
masyarakat dan dunia.
Isi katekese yang menjadi inti dari pewartaan Injil adalah Allah dan seluruh
misteri keselamatan dan pribadi-Nya. Kehadiran Kristus di dunia menjadi bukti kasih
Allah yang sungguh-sungguh mencintai manusia secara langsung dalam karya
keselamatan-Nya. Kabar gembira pembebasan tersebut menjadi sumber iman, harapan
dan kekuatan hidup setiap jemaat. Warta gembira karya penyelamatan Allah selalu
bersifat diagonal Allah menawarkan dan mengundang jemaat untuk mampu
mendengarkan, menerima serta menanggapinya di dalam kehidupan sehari-hari. Allah
yang misteri tidak dapat langsung dikenali manusia tetapi perlu dipahami dan perlu
didalami lebih lanjut melalui proses yang terus menerus. Kita perlu mewujudkan warta
gembira secara konkret secara serius terus diperjuangkan.
Bagi tarekat Suster Fransiskan Sukabumi, isi katekese adalah Kristus. Kristus
menjadi sumber dan pusat hidup religius. Dalam tujuan berdirinya tarekat menyatakan
bahwa:
Tarekat Suster-suter Fransiskan Sukabumi adalah suatu persaudaraan yang
terdiri atas pribadi yang terdorong oleh ilham Ilahi mau menghayati dan
meneruskan cita-cita Moeder rosa de Bie yaitu: mengusahakan penyucian para
anggotanya yang berdevosikan pada perjuangan dan penderitaan yesus yang
miskin dan tersalib dengan hidup dalam semangat doa dan kontemplasi tobat
dan silih, serta pelayanan cinta seturut teladan Fransiskus Assisi.(Eeuwferst-pr.
BOZ)
Allah yang menjadi pendorong untuk mampu menghayati hidup Yesus. Illahi yang
menjadi daya pendorong bagi para suster untuk dapat mengidupi semangat Kristus
yang miskin dan tersalib. Maka pada akhirnya para suster diajak untuk selalu berpusat
kepada Yesus Kristus.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
4.
Model Katekese Shared Christian Praxis
Shared Christian Praxis (SCP) sebagai model berkatekese untuk membantu
para suster agar semakin memahami dan menghayati semangat peniten rekolek, karena
model ini memungkinkan terjadinya dialog partisipatif antar peserta ketekese.
Katekese model SCP lebih cocok sebagai usaha pembinaan, sebab bersifat dialogispartisipatif, menekankan kemitraan dan dalam penyelenggaraannya menempatkan
peserta sebagai subyek. Model ini lebih menekankan komunikasi iman dan partisipatif
peserta dalam keseluruhan katekese. Selain itu model ini mendorong peserta untuk
aktif berdialog dan merefleksikan pengalaman hidupnya.
Model katekese ini dapat dikatakan sebagai model praksis, karena dari
pengalaman hidup peserta yang direfleksikan secara kritis dan dikonfrontasikan
dengan pengalaman iman dan visi kristiani supaya muncul aikap dan kesadaran baru
yang memberi motivasi pada keterlibatan baru (Sumarno Ds, 2007:14-15).
Model Shared Christian Praxis memiliki tiga komponen yaitu Praxis, Kristiani
dan Shared. adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:
a. Praxis
Praxis dalam pengertian model katekese merupakan tindakan manusia yang
direfleksikan. Praxis sebagai tindakan meliputi seluruh keterlibatan manusia dalam
dunia yang mempunyai tujuan untuk perubahan hidup yang meliputi kesatuan antara
praktek dan teori.
Praxis mempunyai tiga unsur pembentukan yang saling berkaitan yaitu
aktivitas, refleksi, dan kreativitas. Ketiganya untuk membangkitakan imaginasi,
meneguhkan dan mendorong praxis baru yang dipertanggungjawabkan secara etis, dan
moral. Unsus pertama, aktivitas meliputi kegiatan mental dan fisik, kesadaran,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
tindakan personal dan sosial, hidup pribadi dan kegiatan bersama yang merupakan
medan untuk mewujudkan diri manusia. Unsur kedua adalah refleksi menekankan
refleksi kritis terhadap tindakan historis pribadi dan sosial dalam masa lampau
terhadap praxis pribadi dan kehidupan bersama masyarakat serta terhadap”Tradisi”
dan “Visi” iman kristiani sepanjang sejarah. Unsur ketiga, kreativitas merupakan
perpaduan antara aktivitas dan refleksi yang menekankan sikap transenden manusia
dalam dinamika menuju masa depan yang terus berkembang sehingga melahirkan
praksis baru (Sumarno Ds, 2007:15).
b. Kristiani
Kristiani adalah mengusahakan agar kekayaan iman Kristiani sepanjang sejarah
dan Visinya semakin terjangkau dan relevan untuk peserta. Kekayaan kristiani yang
ditekankan dalam model ini adalah pengalaman iman tradisi Kristiani sepanjang
sejarah dan visinya.
Tradisi Kristiani mengungkapkan realitas iman jemaat yang hidup dan sungguh
dihidupi. ini merupakan tanggapan manusia terhadap wahyu Allah yang terlaksana
dalam hidup sebagai realitas iman dan tradisi senantiasa mengundang keterlibatan
praktis. Visi kristiani menegaskan tuntutan dan janji Allah yang terkandung dalam
tradisi, tanggungjawab dan pengutusan orang kristiani sebagai jalan untuk menghidupi
semangat dan sikap kemuridan (Groome, 1997: 3).
c. Sharing
Sharing berarti berbagi rasa, pangalaman,
pengetahuan serta saling
mendengarkan pengalaman orang lain. Dalam berdialog ada dua unsur penting, yakni
mendengarkan dan berbicara. Berbicara berarti menyampaikan suatu gagasan atau ide,
atau pengalaman yang terjadi dalam dirinya. Didasari oleh sikap keterbukaan dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
kejujuran, serta kerendahan hati. mendengarkan berarti mendengar dengan hati dan
rasa tentang apa yang dikomunikasikan oleh orang lain. Dengan mendengarkan orang
lain peserta dapat menemukan diri sendiri dan menemukan kehendak Allah (Sumarno
Ds, 2007:16-17).
Ada tiga hal yang pokok dalam keseluruhan proses katekese SCP. Pertama
peserta diajak untuk mengumuli pengalaman hidupnya. Kedua, pengalamana iman
tersebut direnungkan dan dikonfrontasikan dengan kitab suci atau tradisi gereja.
Ketiga, dengan refleksi pengalaman iman yang telah dikonfortasikan dengan Kitab
Suci dan tradisi Gereja, peserta diharapkan mampu membangun pemahaman,
kesadaran, maupun tindakan baru dalam rangka meningkatkan perkembangan hidup
beriman.
Katekese model SCP diperkenalkan pertama kali oleh Thomas H. Groome.
Model katekese ini dapat dimulai dengan langkah pendahuluan atau shering disebut
langkah nol. Langkah ini dimaksudkan untuk pemusatan aktivitas peserta dan dapat
juga digunakan untuk membantu peserta menukan topic dengan bertolak dari
kehidupan konkret. Topik itu selanjutnya menjadi tema dasar pertemuan. Sarana yang
digunakan dapat berupa cerita, poster, video, kaset suara, film atau sarana pendukung
yang lain dalam katekese. Pada langkah ini pendamping berperan untuk membantu
peserta supaya bersama-sama merumuskan prioritas tema yang akan diproses pada
langkah selanjutnya.
1). Langkah pertama: Pengungkapan pengalaman faktual
Langkah pertama ini pada intinya mengajak peseta untuk mengungkapkan
pengalamannya atau permasalahan yang dialami dalam kehidupan sehari-hari.
Pengalaman hidup faktual ini dapat berupa pengalaman hidup semdiri, permasalahn
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
hidup dimasyarakat atau gabungan. Melalui proses ini peserta membagikan
pengalaman yang sungguh dialaminya.
Cara pengungkapan pengalaman factual ini dapat dibantu dengan berbagai
sarana, misalnya cerita, puisi, drama pendek, lambang, foto, poster dan lain
sebagainya.
Dalam
mengungkapkan
pengalamannya
ada
kebebasan
untuk
mengungkapkan perasaan, nilai, sikap, keyakinan maupun keprcayaan akan suatu
pengalaman. Pada langkah ini peserta diharapkan sampai pada kesadaran dan tindakan
yang tepat terhadap pengalaman hidupnya sendiri.
Dalam langkah ini peran dan tanggungjawab pembimbing ialah pertama
menjadi fasilitator yang menciptakan suasana pertemuan menjadi hangat dan
mendukung peserta untuk membagikan praxis hidupnya, kedua merumuskan
pertanyaan-pertanyaan yang jelas, terarah, tidak menyinggung harga diri orang lain,
sesuai latar belakang peserta, dan bersifat terbuka dan obyektif (Sumarno Ds, 2011:19)
2). Langkah kedua : mendalami pengalaman hidup peserta
Pada langkah kedua memiliki tujuan memperdalam saat refleksi dan mengantar
peserta pada kesadaran kritis akan pengalaman hidup dan tindakannya yang meliputi:
pemahaman kritis dan sosial (alasan, minat, asumsi), kenangan analitis dan sosial
(sumber-sumber historis), dan imajinisai kreatif dan sosial (harapan konsekuensi
historis).
Dalam langkah ini pembimbing memiliki tanggungjawab: menciptakan
suasana pertemuan yang menghormati dan mendukung setiap gagasan serta
sumbangan peserta saran peserta, mengundang refleksi kritis setiap peserta,
mendorong peserta supaya mengadakan dialog dan penegasan bersama yang bertujuan
memperdalam, menguji pemahaman, kenangan dan imajinasi peserta, mengajak setiap
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
peserta
untuk
berbicara,
menggunakan
pertanyaan
yang
menggali
tidak
menginterogasi dan mengganggu harga diri dan apa yang dirahasiakan oleh peserta
dan menyadari kondisi peserta, lebih-lebih mereka yang tidak biasa melakukan refleksi
kritis terhadap pengalaman hidupnya (Sumarno, Ds, 2011:20).
3). Langkah ketiga: menggali pengalaman kristiani
Langkah ketiga ini mempunyai tujuan mengkomunikasikan nilai-nilai Tradisi
dan Visi Kristiani agar lebih terjangkau dan lebih mengena untuk kehidupan peserta
yang konteks dan latar belakang kebudayaannya berlainan.
Tradisi kristiani mengungkapkan pewahyuan diri dan kehendak Allah yang
memuncak dalam misteri hidup dan karya Yesus Kristus serta mengungkapkan
tanggapan manusia atas pewahyuan tersebut. Sifat pewahyuan adalah: dialogal dan
menyejarah dan normative seperti terungkap dalam KS, dogma, pengajaran gereja,
liturgi, spiritualitas, devosi, seni dalam gereja, kepemimpinan dan kehidupan jemaat
beriman. Walaupun bersifat normative, namun supaya menjadi relevan, perlu
ditafsirkan. (Sumarno, Ds: 20-21)
Peranan pembimbing adalah pertama menghormati Tradisi dan visi Kristiani
sebagai yang otentik dan normative, kedua cara dan isi tafsiran bertujuan memberikan
informasi dan membantu peserta agar nilai-nilai Tradisi dan visi Kristiani menjadi
miliknya, ketiga, menggunakan metode yang tepat, pembimbing bisa menggunakan
metode kuliah, diskusi kelompok, memanfaatkan produk-produk audio-visual,
keempat, bersifat tidak mendikte tetapi mengantar peserta ke tingkat kesadaran, tidak
mengulang-ulang rumusan, tidak bersikap sebagai “guru’, adakalanya bersikap sebagai
“murid” yang siap belajar. Kelima, tafsiran dari pembimbing mengikutsertakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
kesaksian iman, harapan, dan hidupnya sendiri, keenam, harus membuat persiapan
yang matang dan studi sendiri (Sumarno Ds, 2011:21)
4). Langkah keempat: Menerapkan Iman Kristiani dalam situasi konkret peserta
Langkah ini lebih menekankan interpretasi yang dialektis antara tradisi dan visi
factual peserta dengan tradisi dan visi Kristiani yang akan melahirkan kesadaran sikap
dan niat baru sebagai jemaat kristiani. Tujuan dari langkah ini adalah mengajak
peserta, berdasarkan Tradisi dan visi kristiani menemukan bagi dirinya nilai hidup
yang hendak digarisbawahi, dipertahankan dan dikembangkan. Di satu pihak peserta
mengintegrasikan nilai-nilai hidup mereka ke dalam Tradisi dan visi Kristiani, dilain
pihak mempersonalisasikan dan memperkaya dinamika Tradisi dan visi Kristiani
(Sumarno Ds, 2011:21)
Peranan pembimbing pada langkah ini adalah menghormati kebebasan dan
hasil penegasan peserta yang menolak tafsir pembimbing, meyakinkan peserta bahwa
mereka mampu mempertemukan nilai pengalaman hidup dan visi mereka dengan nilai
Tradisi dan visi Kristiani, mendorong peserta merubah sikap dari pendengar pasif
menjadi pihak yang aktif, menyadari bahwa tafsir pembimbing bukan kata mati,
mendengarkan dengan hati tanggapan, pendapat, dan pemikiran peserta (Sumarno Ds,
2011:22).
5). Langkah kelima: mengusahakan aksi konkret
Langkah kelima ini mengajak peserta agar sampai pada keputusan praktis yang
dipahami sebagai tanggapan jemaat terhadap pewahyuan Allah yang terus menerus
berlangsung di dalam sejarah kehidupan manusia dalam kontinuitas denga tradisi
Gereja sepanjang sejarah dan visi Kristiani. Keprihatinannya adalah praktis yakni
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
mendorong keterlibatan baru dengan jalan mengusahkan metanoia:pertobatan pribadi
dan sosial (Sumarno Ds, 2011:22)
Sesuai dengan tujuan langkah ini pembimbing bertanggungjawab menyadari
hakekat praktis, inovatif dan transformative dari langkah ini, merumuskan pertanyaan
operational yang membantu ke arah yang menekankan sikap optimis yang realistis
pada peserta, dapat merangkum hasil langkah pertama sampai keempat, supaya dapat
lebih membantu peserta mengusahakan supaya peserta sampai pada keputusan pribadi
dan bersama, dan sebagai penutup peserta diajak merayakan liturgi sederhana untuk
mendoakan keputusan (Sumarno Ds, 20011:22)
5.
Relevansi Katekese Dalam Upaya Menyuburkan Semangat Peniten Rekolek
Dalam upaya untuk menyuburkan semangat peniten rekolek, katekese sangat
relevan untuk pembinaan. Katekese adalah suatu model pembinaan yang dapat
dipergunakan oleh para suster SFS untuk semakin mengembangkan hidup berimannya.
Program katekese dengan model SCP (Shared Christian Praxis) sangat cocok untuk
pembinaan para suster SFS, karena sifatnya yang dialogis partisipatif dengan
menekankan keterbukaan dan kerjasama. Proses pelaksanaan, peserta sebagai subyek,
pergulatan, keprihatinan dan harapan peserta mendapat tempat utama.
Katekese
model ini memiliki pendekatan yang multi arah (Groome, 1997:1). Katekese sebagai
komunikasi iman atau sharing pengalaman iman membantu para suster SFS, agar
saling memperkaya, saling meneguhkan dalam perjalanan hidup panggilan dan saling
menguatkan dalam penghayatan iman yang semakin menyerupai Yesus yang tersalib.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
C. Usulan Program Pembinaan Suster Fransiskan Sukabumi
1.
Pengertian Program Pembinaan
Menurut kamus bahasa Indonesia (1997:490) program adalah rancangan atas
sesuatu yang akan dikerjakan. Program biasanya berhubungan dengan suatu yang
diatur sehingga dapat dilaksanakan oleh pihak yang berkepentingan. Dalam konstitusi
SFS dijelaskan bahwa pentingnya melakukan program pembinaan karena pembinaan
bagi para suster SFS berlangsung seumur hidup dan berkelanjutan. Maka manusia
perlu berkembang dari waktu ke waktu. menyempurnakan diri untuk semakin menjadi
lebih baik. Pembinaan para suster SFS adalah segala usaha pembinaan, membaharuan
terus menerus, untuk mengembangkan diri setiap anggota kongregasi (ADP SFS
Art.9:1).
2.
Latar belakang Program pembinaan
Pedoman Pembinaan Dalam Lembaga Religius yang dikeluarkan Kongregasi
untuk lembaga Hidup Bakti dan Serikat kerasulan (Roma: 1990, Art.66) menyebutkan:
“Selama hidup para religius hendaknya dengan tekun mengikuti pengembangan
rohani, ilmiah, dan praktis, para pemimpin hendaknya memikirkan kemudahan dan
waktu untuk itu” (KHK, kanon: 661): “Karena itu setiap lembagareligius
merencanakan dan mewujudkan suatu program pembinaan yang tetap, yangcocok
untuk semua anggotanya.
Vita Consecrata, Art: 69 menyatakan bahwa pembinaan terus menerus
menegaskan bahwa: “Pembinaan awal berkaitan erat dengan pembinaan terus
menerus, dan sementara itu menciptakan kesediaan pada siapa pun untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
mem[ersilahkan diri dibina setiap hari....tidak seorang pun dikecualikan dari kewajiban
bertumbuh secara manusiawi sebagai religius.”
Pembentukan diri terus menerus adalah konsekuensi sebagai pribadi yang mau
berkembang. Sebagai SFS juga diharapkan mampu mengembangkan hidupnya bukan
hanya dari segi jasmani tetapi terutama segi rohaninya. Maka diharapakan menjadi
pribadi yang memiliki kesetiaan pada panggilan religius, mampu menghadapi
tantangan, mengembangakan potensi dirinya dengan baik sesuai tuntutan zaman,
mengembangkan sikap lepas bebas, serta bahagia dalam kehidupannya.
Di Bawah ini merupakan hasil wawancara secara tertulis kepada para suster
SFS berkaitan dengan penghayatan peniten Rekolek
P1.
Semangat peniten rekolek adalah pedoa dan pentobat dimana kita diajak untuk
terus menerus memberi diri untuk menuju pada kesempurnaan. Tantangan untuk
mengidupi semangat peniten rekolek adalah dengan diri sendiri (ada malas,
egois, terlalu sibuk dengan pekerjaan sehingga mengabaikan hidup doa). Suka
menunda-nunda waktu, tidak disiplin, pengaruh kemajuan iptek dan terpengaruh
lingkungan membuat kita lupa akan hidup doa serta adanya kejenuhan, lelah.
Usaha yang dilakukan untuk semakin mengidupi dengan melakukan rekonsiliasi
terus menerus (Refleksi).
P2.
Semangat Peniten adalah spirit yang harus dihayati dan dihidupi serta dibatinkan
sehingga membawa pribadi pada pembaharuan terus menerus. Tantangan yang
dihadapi adalah: mengalami kemalasan, kurang bisa mengendalikan diri, sikap
kurang mampu melepas kelekatan, kurang terbuka akan karya Allah. Usaha
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
untuk semakin menghidupi adalah setia dalam hidup doa, mengupayakan
matiraga, kehendak, makanan, pengendalian diri dalam berkehendak.
P3.
Seorang peniten rekolek harus bersemangat dalam menghayati kasih Yesus
Kristus Injili, bersemangat dalam membina hidup persaudaraan, semangat tobat
doa, pelayanan dan kesederhanaan menjadi penopang dalam hidup hariannya.
Tantangan mengalami pasang surut
kadang bersemangat dalam mengejar
kehidupan yang lebih baik pribadi yang bermutu kadang juga kurang berlaku
bijaksana. Usaha untuk semakin menghidupi adalah bertekun untuk mewujudkan
apa yang saya tuliskan, berdoa memohon rahmat Tuhan dan bersyukur atas
segala anugerah yang telah diterima dalam hidup ini, serta belajar dari para
saudari entah perkataan dan perbuatan yang baik.
P4.
Semangat tobat pendoa bahwa hidup seseorang harus selalu berani
memperbahari diri terus menerus itu berbuah dalam kehidupan sehari-hari lewat
tugas perutusan dan kerasulannya. Tantangan adalah kelemahan diri sendiri
(malas, merasa sudah baik, tidak tahu), kesibukan karya sehingga tidak mampu
menyeimbangkan antara doa dan karya hidup persaudaraan, mapan tidak berani
berubah tidak berani mengambil jarak, kurang lepas bebas terhadap orang, tugas,
tempat, jabatan. Usaha untuk semakin menhidupi adalah menyeimbangkan diri
antara doa, karya, persaudaraaan, belajar rendah hati, menerima situasi dan sikap
kritis, kreatif dan memaknainya sebagai bekal hidup, belajar untuk lepas bebas
berani berubah menjadi lebih baik setiap hari, berusaha agar semangat peniten
rekolek menjadi milik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
P5.
Semangat yang dilandasi dengan semangat untuk berdoa dan tobat. Tantangan
adalah sebagai pendoa sering kurang kesadaran dalam melaksanakannya,
kemalasan dan kurang bisa mengatur waktu. Semangat pertobatan misalnya
dalam mengubah keenderungan yang kurang baik ketika sudah mengalami
kegagalan terkadang tidak mau berusaha lagi. Usaha untuk semakin menghidupi
adalah mau memulai lagi untuk berbuat baik dari hal-hal yang kecil.
P6.
Semangat yang diwariskan oleh ibu pendiri yang perlu dijadikan milik bagi
setiap anggotanya yakni semangat doa, tobat, pelayanan dan kesederhanaan.
Tantangan dari dalam maupun luar diri yakni tuntutan karya serta keadaan fisk
mempengaruhi karya maupun doa, kelelahan fisik, serta sakit. Usaha yang
dilakukan untuk menghidupi semangat peniten rekolek adalah menyediakan
waktu untuk berdoa baik doa pribadi maupun bersama dan melaksanakan tugas
dengan baik. Matiraga dengan cara mengurangi jam istirahat untuk dapat
menyelesaikan tugas-tugas yang belum selesai.
P7.
Semangat pembaharuan diri yang ditopang oleh tobat dan doa terus menerus.
Tantangan dari dalam diri kurang mampu membagi waktu, kurang konsisten,
suka mengampuni diri sendiri, sikap menunda kurang disiplin. Tantangan dari
luar situasi dan kondisi baik dalam persaudaraan dan karya. Usaha untuk
menghidupi semangat peniten rekolek, mau bangkit dari kesalahan, tegas dengan
diri sendiri, berani membatasi kegiatan, punya prinsip untuk dapat melakukan
sesuatu atau mampu memprioritaskan suatu hal.
P8.
Peniten rekolek artinya pentobat dan pendoa memiliki hubungan dengan
berdamai sehingga relasi dengan Tuhan secara lebih intens diwujudkan lewat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
diri sendiri dan sesama. Tantangan adalah keterbatasan diri dalam pengolahan
diri sehingga muncul kemanusiawian diri yang lebih menonjol seperti egois,
sombong, kurang rendah sehingga menghambat perjumpaan dengan Tuhan dan
sesama. Usaha yang dilakukan untuk semakin menghidupi adalah sadar diri terus
menerus, tekun, memiliki daya juang yang tinggi.
P9.
Semangat pentobat dan pendoa merupakan spirit yang menjadi sikap batin
dimana seseorang mengalami perubahan dari hal-hal yang kurang baik menuju
ke hal yang baik dan berkenan pada Allah(tobat) melalui hidup doa yang intens
dengan Tuhan. Tantangan ektrenal; menurunnya keteladanan, melemahnya
hidup doa karena aktifitas jadwal tugas yang semakin banyak, pengaruh Iptek,
serta arus globalisasi. Intern: kadang terlena dalam kesibukan dunia yang semu
dan mengabaikan hidup rohani. Usaha untuk menghidupi adalah mawas diri
sadar akan tujuan hakiki dari pilihan hidup saat ini, membangun sikap reflektif
bukan reaktif, menyadari keberadaan diri sebagai seorang peniten rekolek yang
pentobat dan pendoa.
P10. Semangat peniten adalah semangat untuk dapat melakukan pertobatan terus
menerus memperbaiki diri lebih baik dengan keterbukaan kepada kehendak
Allah. Tantangan dalam menghayati Peniten Rekolek adalah kurangnya
kesadaran diri untuk lebih terbuka membaharui diri. Usaha untuk menghayati
adalah sadar dan breusaha meninggalkan keinginan diri yang kurang baik agar
semakin berani terbuka sadar bahwa harus bertobat dan mau memperbaharui
diri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
P11 Semangat peniten adalah pentobat, pendoa, kerjakeras dan siap sedia untuk
diutus. Tantangan arus zaman yang semakin pesat kurang menghargai proses.
Usahanya dalah dengan berdoa dan memohon kekuatan dari Tuhan untuk
memampukan saya untuk mencoba menekuni apa yang telah menjadi komitmen
dan pilihan saya.
P12. Peniten rekolek dalah pendoa dan pentobat diajak untuk dapat melakukan
pertobatan terus menerus dan doa menjadi nafas hidup dengan mau akrap
dengan Tuhan. Tantangan sikap malas dan kekuasai oleh keinginan diri. Usaha
menumbuh kembangkan semangat doa dan tobat sebagai religius SFS meskipun
mengalami jatuh bangun.
P13. Peniten rekolek adalah semangat tobat dan doa yang merupakan sumber hidup
bagi SFS. sebagai seorang yang memiliki spiritualitas ini maka diharapkan
dalam kehidupan sungguh menhidupi sebagai seorang pendoa dan pentobat yang
sejati. Tantangan dalam menghayati adalah adanya kemalasan dan egoisme diri
yang kadang menguasai sehingga kurang mau bertobat dan merasa diri hebat.
Usaha yang dilakukan untuk menghayati adalah selalu sadar bahawa saya
seorang SFS yang dipanggil untuk selalu tekun dalan doa dan tobat sehingga
hidup sungguh mencerminkan suatu kedamaian.
P14. Semangat peniten Rekolek adalah semangat sebagai pentobat dan pendoa.
Pentobat artinya menghidupi keseluruhan hidup sebagai wujud pertobatan,
sedangkan pendoa adalah semangat untuk menghidupi dan menghidupkan doa
dalam kehidupan. Tantangan bersifat intern yaitu: kendala dari dalam diri sendiri
bagaimana mampu mengalahkan diri sendiri agar Allah yang bekerja serta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
semangat keterbukanapa-apaan yang selalu dihadapkan pada kesombongan dan
keegoisan diri. Mangusahakan metanoia, terbuka terhadap pembaharuan diri,
mau selalu dibentuk danmengusahakan sikap reflektif.
Kesimpulannya
Semangat peniten rekolek perlu menjadi milik dan pedoman hidup yang perlu
diusahakan terus menerus secara khusus penghayatan perlu ditingkatkan dalam hal doa
maupun pertobatan.
Tantangan ada dari dua sisi, baik dari dalam maupun luar diri. Tantangan yang
terbesar adalah berasal dari dalam diri seperti: egois, malas, kurang mau berusaha,
tidak disiplin, kurang memiliki daya juang sehingga perlu usaha dalam diri untuk
semakin menyemangati dan bangkit dalam usaha untuk menghidupi semangat peniten
rekolek. Tantangan dari luar misalnya: perkembangan Iptek, pekerjaan, suasana
komunitas dll.
Usaha yang ada dalam diri untuk semakin menyadari dan menghidupi semangat
peniten rekolek serta tekun dalam mengusahakan pertobatan.
Berdasarkan hasil kuisoner diatas maka penulis merasa perlu untuk
mengusulkan
Program pembinaan untuk semakin membantu para suster SFS
menghayati spiritualitas peniten rekolek. Para suster SFS yang memiliki semangat
kongregasi sebagai Peniten rekolek (Pentobat dan pendoa) mampu mewujudkan
semangat itu dalam kehidupan sehari-hari sehingga hidup para suster semakin
berkembang baik secara pribadi maupun dalam komunitas. Usulan program ini hanya
sebagai salah satu cara yang dapat dipergunakan untuk pembinaan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
3.
Tujuan Program pembinaan
Pembinaan ini bertujuan untuk semakin mengembangkan hidup rohani para
suster SFS. melalui program pembinaan yang berkesinambungan maka akan semakin
mengembangkan hidup pribadi para suster juga dalam hidup kebersamaan di dalam
komunitas. Pembinaan ini semakin menumbuhkan nilai-nilai iman kristiani, sehingga
semakin mematangkan cinta kepada Kristus yang menjadi manusia pendoa yang
diwujudkan dalam sikap hidup dan kerasulannya.
4.
Tema-tema pembinaan
Menghayati semangat peniten rekolek (pentobat dan pendoa) menjadi hal yang
penting secara khusus bagi Suster Fransiskan Sukabumi, maka penulis mengusulkan
program pembinaan dengan tema umum: “Menghidupi Doa Dan Semangat Peniten
Rekolek Suster Fransiskan Sukabumi”. Peniten rekolek mengandung dua hal penting
yang perlu diusahakan terus menerus bagi pengikut St. Fransiskus secara khusus suster
Fransiskan Sukabumi (SFS). Unsur pertama adalah Doa dan unsur kedua adalah
pertobatan. Dua hal ini menjadi materi pokok dalam kehidupan para suster SFS. Doa
dan pertobatan yang dmemiliki daya dampak baik secara pribadi, komunitas maupun
dalam karya. Para suster SFS perlu memiliki dua sikap ini dala kehidupannya baik
secara pribadi, komunitas maupun dalam karya. Bagaimana mengusahakan untuk
mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari, maka penulis mengusulkan beberapa
tema yang akan membantu para suster untuk mengaktualisasikan hidupnya khususnya
dalam hidup doa, komunitas dan karya. Dalam usulan program ini ditarik garis merah
berkaitan dengan hubungan antara doa dan semangat peniten rekolek yang saling
mendukung sehingga diharapkan bahwa keduanya ada dalam hidup para Suster
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
Fransiskan Sukabumi. Keterkaitan antara doa dan semangat peniten rekolek ini dapat
dirasakan dan ditemukan dalam penghayatan pribadi, dalam hidup berkomunitas
maupun dalam karya pelayanan.
Usulan program SCP ini bersifat umum, pengembangan dan pelaksanaannya
disesuaikan dngan keadaan komunitas masing-masing karena mengingat karya
pelayanan yang ditangani oleh para suster satu dengan yang lainnya berbeda. Dengan
usulan program ini diharapkan bahwa para suster makin menghayati dan menghidupi
semangat peniten rekolek dalam kehidupan sehari-hari yang terwujud dalam hidup
pribadi, komunitas maupun karya.
Bahan yang ditawarkan diolah dalam beberapa pertemuan dengan model SCP
(Shared Christian Praxis). Dengan model pertemuan ini diharapkan masing-masing
suster terlibat aktif untuk membangun hidupnya, karena dalam pertemuan ini sharing
pengalaman actual menjadi poin penting. Sharing pengalaman adalah bentuk
komunikasi yang mendalam di mana setiap pribadi diajak untuk terlibat dalam
mendengarkan dengan sepenuh hati, terbuka, jujur, serta kerendahan hati dan mau
berbicara menyampaikan ide dan gagasannya. Atas dasar pertimbangan diatas penulis
membaginya menjadi tiga sub tema:
Tema Umum
: “ Menghidupi Doa dan Semangat Peniten Rekolek Suster
Fransiskan Sukabumi”
Tujuan Umum
: Bersama pendamping, peserta semakin mampu menghidupi
doa dan semangat peniten rekolek dalam hidup pribadi,
komunitas dan karya dalam kongregasi Sukabumi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
Sub Tema Pertama
: Suster Fransiskan Sukabumi menghidupi Doa dan Semangat
Peniten Rekolek dalam hidup pribadi
Tujuan
: Bersama pendamping, peserta semakin mampu mengidupi doa
dan semangat peniten rekolek dalam hidup pribadi sehingga
menjadi pribadi yang tangguh dalam hidup beriman dengan
mengusahakan keheningan, kedisiplinan dalam doa, dan
refleksi.
Sub Tema Kedua
: Suster Fransiskan Sukabumi menghidupi Doa dan semangat
peniten rekolek dalam persaudaraan/ komunitas.
Tujuan
: Bersama pendanping, peserta semakin mampu menghidupi doa
dan semangat peniten rekolek dalam persaudaraan/ komunitas,
sehingga menjadi pribadi yang penuh syukur, bahagia, kasih
terhadap sesama anggota komunitas.
Sub Tema ketiga
: Suster Fransiskan Sukabumi menghidupi doa dan semangat
peniten rekolek dalam karya perutusan
Tujuan
: Bersama pendamping peserta semakin mampu menghidupi
doa dan semangat peniten rekolek dalam karya perutusan
sehingga melayani dengan ketulusan, rela berkorban, murah
hati, dan penuh kasih dalam perutusan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5. Penjabaran Tema Usulan Program Shared Christian Praxis (SCP)
Tema Umum
: “ Menghidupi Doa dan Semangat Peniten Rekolek Suster Fransiskan Sukabumi”
Tujuan Umum
: Bersama pendamping, peserta semakin mampu menghidupi doa dan semangat peniten rekolek dalam
hidup pribadi, komunitas dan karya dalam kongregasi Suster Fransiskan Sukabumi.
No
Sub Tema
Tujuan Sub
Tema
Judul Pertemuan
Tujuan
Pertemuan
1.
Suster
Fransiskan
Sukabumi
menghidupi
Doa
dan
Semangat
Peniten
Rekolek
dalam hidup
pribadi
Bersama
pendamping,
peserta semakin
mampu
mengidupi doa
dan semangat
peniten rekolek
dalam hidup
pribadi sehingga
menjadi pribadi
yang tangguh
dalam hidup
beriman dengan
Suster
Fransiskan
Sukabumi
berani
mengusahakan
keheningan
untuk dapat
merefleksikan
hidupnya
dengan baik
sehingga
menjadi pribadi
yang tangguh,
Agar peserta
dapat
merefleksikan
hidupnya
dengan baik
sehingga
menjadi
pribadi yang
tangguh, sabar
dan tekun
dalam berdoa.
Uraian Materi
Pertemuan
Metode
• Betapa
pentingnya
keheningan
Metode
• Sharing
Sarana
• Kitab Suci
Sumber Bahan
• Kitab Suci
Mat 6: 5-6
• Refleksi
• Konstitusi, Mat 7:7-11
SFS, 2001
• Merefleksikan • Informasi
• Konst. SFS.
•
Teks
Cerita:
2001, Pasal
hidup
• Diskusi
“Doa tiada
3,34
Kelompok putus”
• Pribadi yang
tangguh, sabar
• Ben Yahya,
•
Madah
Bakti
serta tekun
1984.
Berteduh
dalam doa
• Salib
sebentar
dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2.
Suster
Fransiskan
Sukabumi
menghidupi
Doa dan
semangat
peniten
rekolek
dalam
persaudaraa
n/ komunitas
mengusahakan
keheningan,
kedisiplinan
dalam doa, dan
refleksi.
sabar, dan tekun
dalam berdoa.
Bersama
pendanping,
peserta semakin
mampu
menghidupi doa
dan semangat
peniten rekolek
dalam
persaudaraan/
komunitas SFS,
sehingga menjadi
pribadi yang
penuh syukur,
bahagia, kasih
terhadap sesama
Suster
Fransiskan
Sukabumi
mengusahakan
kasih terhadap
sesama dalam
komunitas
sehingga hidup
bahagia, dan
penuh syukur
• Lilin
renungan hal.
112-112.
Yogyakarta:
Kanisius.
• Majalah
Utusan
Oktober
2002,hal 8
Yogyakarta
Agar peserta
• Kasih yang
dapat menjadi
sejati:
pribadi SFS
mengampuni
yang penuh
dengan
syukur,
ketulusan hati
bahagia dan
kasih terhadap • Bahagia
sebagai
sesama
anggota SFS:
anggota
saling
komunitas
meneguhkan
• Bersyukur dan
bahagia atas
persaudaraan
SFS: peka,
• Sharing
• Kitab Suci
• Refleksi
• Konstitusi,
SFS, 2001 • Konst.SFS.
2001, pasal
• Foto-foto
43, 44
anggota
komunitas • Foto-foto
anggota
• Madah
komunitas
Bakti
• Dianne
• Salib
Bergant CSA
dan Robert.J.
• Lilin
Karris. OFM
(2002). Tafsir
• Informasi
• Diskusi
kelompok
• Kitab Suci
Mat 18: 21-35
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Alkitab
Perjanjian
Baru.
Yogyakarta:
Kanisius
solider
3.
Suster
Fransiskan
Sukabumi
menghidupi
doa dan
semangat
peniten
rekolek
dalam karya
perutusan
Bersama
pendamping
peserta semakin
mampu
menghidupi doa
dan
semangat
peniten rekolek
dalam karya
perutusan
sehingga
melayani dengan
ketulusan,
rela
berkorban,
murah hati, dan
penuh
kasih
dalam perutusan.
.
Suster
Fransiskan
Sukabumi
mengusahakan
pelayanan yang
total terhadap
setiap orang
yang dilayani
dalam tugas
perutusan
Agar peserta
• Melayani
dalam karya
dengan
perutusan
ketulusan hati
dapat semakin
• Kasih terhadap
mampu
sesama
melayani
dengan
• Totalitas dan
ketulusan dan
keteladanan
penuh kasih
hidup
• Sharing
• Kitab Suci
• Refleksi
• Konstitusi,
SFS, 2001 • Konst,2001,
Pasal 50
• Cerita:
“Sang
• Bahan
Bambu
rekoleksi
Yunior: Cerita
• Salib
“Sang Bambu”
• Informasi
• Diskusi
kelompok
• Lilin
• Kitab Suci
Yoh 10:10-15
• LBI,1981,
Tafsir Injil
Yohanes.
Yogyakarta:
Kanisius
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
6.
Contoh Persiapan Katekese SCP bagi para Suster Fransiskan Sukabumi
Katekese bagi pembinaan terus menerus (on Going Formation) para suster
Fransiskan Sukabumi dalam menghayati semangat peniten rekolek dalam hidup
pribadi, komunitas dan karya kerasulan.
a). Identitas
1). Tema
: Pentingnya doa bagi peniten rekolek sehingga menjadi
pribadi yang tangguh dan beriman mendalam.
2). Tujuan
: Bersama pendamping, peserta semakin menyadari
pentingnya doa dalam pribadi seorang peniten rekolek.
3). Peserta
: Para Suster Fransiskan Sukabumi
4). Tempat
: Susteran St. Fransiskus Sragen
5). Hari/Tanggal
: Senin, 10 Februari 2013
6). Waktu
: 90 menit
7). Metode
: Sharing, refleksi pribadi, informasi, diskusi kelompok
8). Sarana
: Kitab Suci, Tape Recorder, Kaset instrument, Konstitusi
SFS, Salib, Lilin.
9). Sumber Bahan : Kitab Suci Mat 6:5-6
Konst.2001, pasal 3, 34
Ben Yahya,1984. Berteduh sebentar dengan renungan hal:
111-112. Yogyakarta: Kanisius
Utusan, Oktober 2002; 8. Yogyakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
b). Pemikiran Dasar
Doa dan pertobatan menjadi ciri khas seorang peniten rekolek. Doa dan
pertobatan adalah dua hal yang saling terkait. Berhadapan dengan hal ini maka perlu
nya melihat kembali perjalanan doa dan pertobatan dalam hidup para Suster
Fransiskan Sukabumi. Para Suster Fransiskan Sukabumi ditantang untuk mampu
mewujudkan doa dan pertobatan dalam kehidupannya. Keheningan sumber kekuatan
manusia, kedisiplinan adalah bentuk dari rasa tanggungjawab yang besar kepada
Allah. Maka, dalam hidup doa para suster mengusahakan untuk semakin dihidupi dan
dihayati dalam perjumpaan khusus bersama Allah. Dalam kehidupan manusia zaman
ini, banyak mengalami tantangan sulitnya untuk menyediakan waktu bagi Allah.
Setiap orang sibuk dengan urusannya masing-masing sehingga kurang memperhatikan
kehidupan rohaninya.
Mat 6:5-6 mengisahkan tentang hal berdoa. Yesus mengajarkan kepada kita
untuk berdoa dengan baik. Doa yang baik dan berkenan bukan karena kata-kata yang
bagus, indah tetapi doa yang sederhana yang memiliki kerendahan hati, sabar dan
tekun. Yesus setelah berkarya selalu memberi waktu khusus untuk menimba sumber
kehidupan yaitu berdoa di tentap yang sunyi. Dalam Injil Matius, Yesus mengajak kita
untuk mengadakan hubungan personal, intim bersama Allah. Yesus mengajarkan
kepada kita untuk berdoa kepada Bapa pada tempat yang tersembunyi maka Bapa kan
mendengarkan doamu. Suara dan kehendak Bapa hanya bisa dengar kalau kita
menciptakan ruang hening dalam hati kita.
Dalam pertemuan ini para Suster Fransiskan Sukabumi, diajak untuk kembali
pada sumber hidup yaitu doa dan menyadari bahwa doa yang berkenan kepada Allah
adalah doa yang tulus dan sederhana. Para suster menyadari akan penting keheningan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
karena itu perlu berani mengusahakan. Dengan demikian, para Suster SFS semakin
mampu menghidupi semangat peniten rekolek. Sehingga para suster semakin tangguh
dalam iman.
c). Pengembangan langkah-langkah
(1). Pembukaan
(a). Pengantar
Para suster yang terkasih, sebagai seorang SFS patutlah kita bersyukur, karena
panggilan untuk hidup dalam cara hidup istimewa. Kita menyadari bahwa sebagai
seorang peniten rekolek perlu mengusahakan keheningan yang menjadi sebuah
kebutuhan. hendaklah setiap pribadi mengusahakan, untuk dapat melakukan
keheningan sebagai mana seorang religius SFS.
Yesus adalah teladan hidup kita dariNya kita akan banyak belajar. Yesus
mengajari kita untuk berdoa secara sederhana dengan penuh ketulusan. Doa
membentuk hidup seseorang untuk semakin beriman dan kuat dalam menghadapi
kesulitan-kesulitan hidup.
(b). Lagu pembukaan MB. No. 215 “Cahaya hidupku”
(c). Doa Pembukaan
Allah Bapa yang maha baik kami mengucapkan terimakasih atas kasih-Mu
sehingga kami boleh berkumpul ditempat ini untuk mendekatkan diri pada-Mu.
Pimpinlah kami dalam pertemuan ini dari awal hingga akhir nanti agar dapat
mensyukuri penyelenggaraan-Mu atas hidup kami. Yesus memberikan teladan dan
sekaligus teguran untuk kita supaya memiliki hati yang sederhana, apa adanya di
hadapan Allah. Untuk itu bukalah hati kami agar dapat mengenal dan mengalami
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
sapaan sabdaMu. Sehingga dengan demikian kami mampu semakin mengusahakan
keheningan dan memperdalam iman kami. Demi Yesus Kristus Putra-Mu Tuhan dan
pengantara kami, kini dan sepanjang, segala masa. Amin.
(2). Langkah I: Pengungkapan Pengalaman Hidup Faktual
(a). Membagikan Teks cerita: “Doa tiada Putus” kepada peserta dan memberikan
kesempatan kepada peserta untuk menyimak dan mendalami cerita.
(b). Peserta menceritakan kembali isi dari cerita secara singkat
(c). Inti sari dari Cerita “Doa tiada putus”
Ibu Reni adalah seorang Ibu yang sudah lama menderita penyakit paru-paru,
dan sudah menghabiskan uang untuk berobat. Tetapi penyakitnya tak kunjung sembuh.
Obat-obat alternatif telah dicobanya tetapi hasilnya tak kunjung ringan penyakitnya.
Akhirnya Ibu Reni memutuskan untuk menghentikan pengobatan. Dia diobati di
rumah dengan berdoa bersama kepada Tuhan. Sejak saat itu di rumahnya ada doa
bersama untuk memohonkan kesembuhan dan setelah enam bulan ibu Renipun
dinyatakan lebih sehat.
(d). Mengungkapkan pengalaman peserta dengan tuntutan pertanyaan:
1. Apa yang dialami oleh Ibu Reni!
2. Apakah para suster mempunyai pengalaman yang mirip dengan
pengalaman ibu Reni? Coba ceritakan!
(e). Rangkuman
Saudari-saudari yang terkasih dalam Kristus dari cerita tadi kita dapat melihat
bagaimana pengalaman Ibu Reni yang sedang sakit paru-paru. Ia mengadalkan
kekuatan doa untuk dapat menjadi obat bagi penyakitnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
Saudari-saudari yang terkasih dalam kristus dalam kehidupan kita sehari-hari
kita sering juga mengalami banyak persoalan hidup yang kadang membuat diri kita
putus asa dan tidak berarti. dari kisah Ibu Reni ternyata ketulusan, kesederhanaan itu
mempapukan dirinya untuk bertahan menghadapi sakit yang ia derita.
(3). Langkah II : Refleksi kritis atas sharing pengalaman hidup faktual
(a). Peserta diajak sharing pengalaman atau cerita diatas dengan dibantu pertanyaan
sebagai berikut:
1. Mengapa Ibu Reni menjadikan doa sebagai kekuatan dalam menghadapi
penyakitnya?
2. Mengapa doa menjadi penting dalam kehidupan para suster SFS?
(b). Dari jawaban yang telah diungkapkan oleh peserta, pendamping memberikan
rangkuman singkat.
Arah Rangkuman
Para suster yang terkasih kesulitan, penyakit tidaklah membuat seseorang
menjadi putus asa dengan hidupnya. dalam cerita di atas Ibu Reni memutuskan untuk
berhenti berobat karena merasa tidak ada perkembangan yang baik. Doa yang
dilakukannya dengan penuh kepasrahan ternyata menjadi obat untuk penyakitnya.
Sungguh luar biasa. Dalam hidup bersama para suster pernah merasakan bagimana
perjuangan untuk dapat menerima hidup dengan penuh syukur dan berani untuk pasrah
pada kehendak Allah. Ternyata dalam kepasrahan kepada Allah semuanya menjadi
berjalan lebih baik. Doa menjadi penting dalam kehidupan para suster karena kekuatan
doa mampu memberi daya dan mukjizat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
(4). Langkah III :menggali pengalaman Iman Kristiani
(a). Salah seorang peserta diminta untuk membaca perikop dari Kitab Suci, Injil Mat
6: 5-6.
6:5 "Dan apabila kamu berdoa, janganlah berdoa seperti orang munafik. Mereka suka
mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat dan pada tikungantikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang. Aku berkata kepadamu:
Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya.
6:6 Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan
berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang
melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.
(b). Peserta diberi waktu sebentar untuk hening sejenak sambil secara pribadi
merenungkan dan menanggapi bacaan Kitab Suci dengan dibantu beberapa
pertanyaan:
1. Ayat-ayat mana yang menunjukkan ciri-ciri doa yang baik? mengapa?
2. Ayat-ayat mana yang menunjukkan bahwa Allah mendengarkan doa yang
baik?
3. Makna apa yang dapat diambil dari perikop ini?
(c). Peserta diajak untuk sendiri mencari dan menemukan pesan inti perikop
sehubungan dengan jawaban atas 2 pertanyaan diatas.
(d). Pendamping memberikan tafsir dari Mat 6:5-6 dan menghubungkannya dengan
tanggapan peserta dalam hubungannya dengan tema dan tujuan.
Ayat 6 “ Jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan
berdoalah kepada Bapamu yang di tempat yang tersembunyi. Maka Bapamu akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu”. Pada ayat 6 ini
diungkapkan bagaimana ciri-ciri doa yang baik. Dalam ayat 6 ini memiliki hubungan
dengan ayat 5 yang mengungkapkan ajakan Yesus untuk tidak berdoa seperti seorang
yang munafik, yang suka mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah-rumah
ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang. Apabila
orang hanya mau dipuji maka akan mendapat pujian tetapi bukan dari Bapa tetapi dari
manusia.
Maka Bapamu akan melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu,
merupakan bentuk bahwa Allah sungguh mendengarkan doa yang baik. Doa yang baik
juga akan menghasilkan buah yang baik yaitu didengarkan Allah. Relasi yang
mendalam dalam doa perlu dihidupi. Ayat 6 Yesus mengajak untuk memiliki relasi
yang pribadi dan mendalam bersama Bapa. Keintiman ini ditunjukkan dengan masuk
ke dalam kamar berarti bahwa diajak untuk masuk kekedalaman diri. Masuk ke dalam
diri merupakan hal yang sulit karena perlu berani meninggalkan semuanya untuk dapat
masuk ke dalam diri. Yesus memanggil manusia untuk selalu memiliki kedekatan
relasi dengan Bapa. Bapa yang berada di tempat yang tersembunyi hanya dapat
ditemui dalam keheningan pribadi. Dalam keheningan bersama Bapa maka akan
memperoleh kepenuhannya. Yesus mengajarkan bahwa betapa pentingnya doa untuk
kehidupan manusia. Doa adalah sumber sukacita, pengharapan, kekuatan dalam
menghadapi segala hal yang terjadi dalam hidup.
Perlunya waktu untuk dapat menjalin relasi dengan Bapa yaitu waktu khusus
dalam berdoa. Doa menjadi penting karena doa yang berdaya dampak dalam
kehidupan pribadi supaya semakin mantap dan kuat dalam iman dan pengharapan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
Dalam keheningan Allah akan dapat ditemui, maka perlu menyediakan waktu hening
bersama Allah. Kekuatan keheningan ini akan membawa kekuatan dalam hidup doa
(5). Langkah IV: Menerapkan Iman Kristiani dalam situasi Peserta Konkret
Pengantar
Saudari-saudari yang terkasih dalam Kristus berbagai pengalaman pernah kita
alami dalam kehidupan kita sehari-hari, terutama pengalaman berdoa. dalam kehidupa
doa yang kita alami banyak kali orang lebih menonjolkan apa yang menjadi
kekuatannya dan keunguulannya. maka tak jarang juga ada orang yang melakukan
sesuatu tindakan dengan motivasi agar dipuji. Dalam pengalaman doa juga kita dapat
menemukan bagaimana seseorang ingin juga dipuji bahwa doanya bagus, rajin.
Sebagai Suster SFS doa adalah hal pokok yang perlu dilakukan oleh para suster.
(a). Sebagai bahan refleksi agar kita semakin menumbuhkan kesadaran akan peranan
doa dalam kehidupan kita manusia
1. Bagaimana kita dapat memaknai pengalaman doa di hadapan Allah?
2. Sikap-sikap mana yang sebaiknya kita perjuangkan untuk semakin menjadi
pendoa ?
(b). Arah Rangkuman
Saudari-saudari yang terkasih dalam Kristus, melalui pengalaman doa
membuat kita tersadarkan akan pentingnya sikap sederhana dan rendah hati dalam
berdoa. Doa bukan untuk memegahkan diri atau ajang untuk pamer tetapi kesempatan
bagi kita untuk berwawancara dengan Allah. Melalui pertemuan ini kita disadarkan
akan makna doa yang sesungguhnya dan bagaimana kita perlu berdoa aagar hidup kita
menjadi tabah dan semakin mendalam imannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
(6). Langkah ke V : keterlibatan baru demi semakin terwujudnya kerajaan Allah
di dunia ini
(a). Pengantar
Saudari-saudari yang terkasih dalam kristus, dalam pertemuan hari ini, yang
dari awal kita telah dihantar tentang makna doa. Setelah bersama-sama kita menggali
pengalaman hidup kita sebagai orang Kristen dan belajar dari pengalaman Yesus,
Yesus mengajak kita untuk juga menyadari panggilan sebagai pentobat. Maka
sekarang, secara pribadi dan bersama memikirkan niat-niat apa yang dapat kita
lakukan sebagai bentuk kesadaran kita untuk mewujudkan kasih itu.
Pertanyaan penuntun untuk membantu peserta membangun niat-niatnya baik secara
pribadi maupun bersama.
• Niat apa yang hendak kita lakukan dalam memaknai doa?
(b). Selanjutnya peserta diberi kesempatan dalam suasana hening untuk memikirkan
sendiri-sendiri tentang niat-niat pribadi maupun bersama yang akan dilaksanakan.
(c). Niat-niat pribadi maupun kelompok tersebut diungkapkan dalam pleno untuk
saling meneguhkan.
(d)
Kemudian,
pendamping
mengajak
peserta
untuk
membicarakan
dan
mendiskusikan bersama guna menentukan rencana bersama konkret, yang dapat segera
diwujudkan agar mereka semakin memperbaharui sikap pribadi maupun kelompok
untuk mewujudkan tugas kita sebagai pendoa.
(7). Penutup
a.
Doa umat (spontan)
Pendamping memberi kesempatan kepada peserta untuk menyampaikan doa-
doa spontan, dimulai oleh pendamping dengan menghubungkannya sesuai tema dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
tujuan serta sesuai kebutuhan dan situasi peserta yaitu dalam memaknai doa. Akhir
doa umat ditutup dengan doa penutup oleh pendamping dengan merangkum
keseluruhan proses dari awal sampai akhir.
b.
Doa penutup
Ya Allah Bapa yang maha baik, kami mengucap syukur dan berterima kasih
kepada-Mu atas berkat dan rahmat kasih-Mu yang begitu besar dalam hidup kami.
Melalui sabdaMu yang kami dengarkan tadi membuat kami sadar akan arti doa dan
sikap dalam doa sehingga doa ini menjadi sumber kekuatan dalam menghadapi situasi
kehidupan yang kadang tidak mudah. Utuslah kami menjadi pendoa yang bisa
menyebarkan cinta kasih kepada sesama kami. Semoga kami bisa menjadi murid-Mu
yang bijaksana dan sederhana, menjadi saksi Kristus yang setia, yang selalu percaya
akan penyelenggaraan Ilahi. Demi Kristus Tuhan dan pengantara kami. Amin
c.
Pertemuan SCP diakhiri dengan lagu penutup: MB. No.294 “Tuhan Semayam di
hatiku”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
BAB V
PENUTUP
Pada akhir dari penulisan skripsi ini, penulis mengemukakan beberapa hal
penting yang perlu diperhatikan kembali dan beberapa saran yang dapat membantu
para Suster Fransiskan Sukabumi dalam mengembangkan penghayatan semangat
peniten rekolek dan doa. Bagian penutup ini terdiri dari dua bagian yakni: Kesimpulan
dan Saran.
A. Kesimpulan
Semangat peniten rekolek adalah semangat yang harus dihidupi oleh Suster
Fransiskan Sukabumi. Semangat peniten rekolek adalah doa dan pertobatan terus
menerus dua hal ini menjadi ciri khas seorang Fransiskan peniten rekolek. Hidup
menjadi seorang pentobat dan pendoa. Doa bagi Para Suster Fransiskan Sukabumi
adalah hal yang perlu diusahakan dan diperbaharui terus menerus. Kongregasi Suster
Fransiskan Sukabumi meneladan kehidupan doa Fransiskus dan Ia sendiri menimba
semangat doa dan kebaktian suci dari Yesus. Yesus sebagai pola hidupnya. Karena itu
ia mengikuti hidup doa Yesus sampai sekecil-kecilnya seperti: cara, waktu, serta katakataNya (Konst pasal 32). Fransiskus menjadi teladan dalam kehidupan seorang
peniten. Para Suster Fransiskan Sukabumi diharapkan meneladan cara hidup
Fransiskus Assisi yang mampu menanggapi panggilan Allah untuk dapat melakukan
pembaharuan dalam hidupnya. Doa bagi Fransiskus adalah saat di mana ia dapat
mengungkapkan seluruh keberadaan dirinya dengan penuh. Doa bagi para Suster
Fransiskan Sukabumi sebagai jiwa dan kekuatan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
Para Suster Fransiskus Sukabumi tidak hanya menghidupi doa tetapi juga
pertobatan terus menerus. Pertobatan ini dinyatakan dalam kehidupannya setiap hari
dengan misa kudus, perayaaan ofisi bersama, jalan salib, meditasi, periksa batin,
rosario, rekoleksi, silensium, dan lain-lain. Dua yang perlu terus diperbaharui yaitu
doa dan semangat peniten rekolek karena kadang mengalami pasang surut. Perlunya
penghayatan karena pengetahuan dan pemahaman perlu diwujud nyatakan terutama
dalam realitas hidup. Menghidupi semangat peniten rekolek dengan mendalami
sejarahnya dan mempelajari nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sehingga semakin
hari semakin mencintai dan bahkan mampu mengaktualisasikan di dalam kehidupan
sehari-hari. Keteladan St. Fransiskus menjadi sumber hidup bagi Suster Fransiskan
Sukabumi untuk dapat menjadi seorang peniten rekolek sejati.
Katekese model Shared Christian Praxis sebagai salah satu sarana yang dapat
dipakai untuk on going formation karena dengan cara ini peserta diajak untuk
berdialog menentukan langkah dalam perbaikan diri. Katekese SCP memungkinkan
adanya dialog iman yang akan memperkembangkan hidup, sharing iman yang bersifat
dialogis partisipatif yang menekankan keterbukaan dan kerjasama. Pembaharuan
dalam doa dan pertobatan merupakan salah bentuk on going formation agar
penghayatan akan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dapat terwujud dalam
hidup. Program katekese yang ditampilkan untuk membantu para Suster Fransiskan
Sukabumi semakin memahami dan mendalami doa dan semangat peniten rekolek.
B. Saran
Dalam usaha untuk menghayati semangat penitent rekolek kongregasi memberi
ruang gerak untuk semakin dapat mengembangkan hidup. Usaha yang telah dilakukan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
oleh kongregasi antara lain: Retret, rekoleksi, doa bersama, Ekaristi, kursus
spiritualitas dan lain-lain hal ini diyakini sebagai salah satu bentuk kepedulian
kongregasi dalam mengembangakan hidup para Suster Fransiskan Sukabumi.
Penghayatan semangat penitent ini tidak hanya memerlukan dukungan dari
kongregasi tetapi terutama bagaimana setiap pribadi mampu mengusahakan untuk
semakin memahami dan menghayatinya. Penghayatan pribadi sangat berpengaruh
pada kwalitas hidup orang yang bersangkutan. Setiap pribadi mengusahakan diri untuk
membangun hidup rohaninya dengan cara: rajin berdoa, periksa batin, meditasi,
sehingga terbentuklah pribadi yang tangguh memiliki daya juang yang tinggi.
Dalam hidup bersama juga diusahakan gerak bersama yang memungkinkan
setiap pribadi untuk semakin menghayati dan menghidupi semangat peniten rekolek
dengan memberi fasilitas kepada anggota untuk semakin mendalami misalnya: belajar
bersama setiap senin sore, rekoleksi bersama komunitas, retret spiritualitas. Dalam
hidup karya mengusahakan pelayanan yang total bagi sesama yang merupakan suatu
bentuk pertobatan. Siap melayani dan mengabdi di mana saja bahkan di tempat yang
terpencil dan terpinggirkan. Para Suster Fransiskan Sukabumi banyak berkarya di
kota-kota kecil untuk melayani masyarakat yang terpinggirkan. Bentuk karya yang
ditanggani ini menjadi salah satu bentuk pengungsian yang nyata dalam hidup
bermasyarakat. Marilah kita semakin mengusahakan untuk membangun hidup kita
dimulai dari pribadi kita masing-masing sehingga nanti akan berdampak pada
komunitas maupun karya yang dipercayakan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
DAFTAR PUSTAKA
Alkitab Deuterokanonika. (1976). Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia dan
Lembaga Biblika Indonesia.
Bodo Murray, OFM. (2002). Fransiskus Perjalanan & Impian. Jakarta: Sekafi
Breemen Van. P. SJ. (1983). Kupanggil Engkau dengan Namamu. Yogyakarta:
Kanisius.
Darminta, J, SJ. (1981). Doa Dan Berdoa. Seri Ikrar 9. Yogyakarta: Kanisius
________, (1983). Tuhan Ajarilah Kami Berdoa. Seri Ikhrar 14.
Yogyakarta: Kanisius.
________ (1995). Hidup Religius Hidup Gerakan Roh. Seri spiritualitas
________, (1995). Mistik Devosi & Hidup Rohani. Yogyakarta: Kanisius
________, (1997) Doa dan Pengolahan Hidup. Seri Spiritualitas Kristen.
Yogyakarta: Kanisius.
________, (1983). Religius Dan Pembaharuan Rohani. Seri Ikhrar 12.
Yogyakarta: Kanisius.
Djono Moi, A. Alberto,O. Carm (2008). Menimba Kekuatan Doa. Yogyakarta:
Yayasan Pustaka Nusatama
Dokumen Gerejawi No. 16. (1992). Jakarta: Dokpen KWI
Dokumen Konsili vatikan II (1983). Deklarasi Evangelica Tesficatio, Petunjuk
tentang pembaharuan hidup religius. Jakarta: Departemen Dokumentasi dan
Penerangan MAWI
_________, (1983). Deklarasi Perfectae Caritatis, Pembaharuan Hidup Kebiaraan.
Jakarta: Departeman Dokumentasi dan
Penerangan MAWI.
_________, (1983). Deklarasi Sacrosanctum Concilium, Konstitusi Liturgi Suci.
Jakarta: Departemen Dokumentasi dan
Penerangan MAWI.
Goby Ivan (1976). Fransiskus Assisi. Ende: Nusa Indah
Groome, Thomas H. SJ. (1988). Bimbingan Doa. Yogyakarta: Kanisius.
Groome, Thomas H. SJ. (1997). Shared Christian Praxis: Suatu Model Berkatekese
(FX. Heryatno Wono Wulung, Penyadur). Yogyakarta: Lembaga
Pengembangan Kateketik Puskat. (buku asli diterbitkan 1991).
Hugghe. G. Mgr. (1968). Menuju hidup Membiara Jang Seimbang I.
Yogyakarta: Kanisius.
Hugghe. G. Mgr. (1968). Menuju Hidup Membiara Jang Seimbang IV. Yogyakarta:
Kanisius.
Joseph. M. Stoutzenberger dan John D. Bohrer. (2000). Meditasi bersama
Fransiskus dari Assisi. Bogor: Grafika Bogor.
Konferensi WaliGereja Indonesia. (2006). Kitab Hukum Kanonik, Edisi
Resmi Gereja, Bogor: Grafika Mardi Yuana.
Kongregasi SFS. (2012). Rekomendasi kapitel 2012. Sukabumi.
Kongregasi Suster Fransiskan Sukabumi. Moeder Theresia Sealmaekers.
Sukabumi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
Kongregasi SFS. (2001). Konstitusi SFS Tahun 2000. Bogor: SMK Grafika Mardi
Yuana.
Kristianto, Eddy, OFM. (2009). Gerakan awal Kongregasi Peniten Rekolek.
Yogyakarta: Kanisius.
KWI. (1992). Pedoman-pedoman pembinaan dalam lembaga religius. Jakarta:
KWI.
KWI. (2004). Bertolak Segar dalam Kristus. Jakarta: KWI.
KWI. (1994). Cerita yang Patut diperhatikan. Jakarta: KWI.
Laplace Jean, SJ. (1984). Doa Menurut Kitab Suci. Seri Sumber Hidup:
(Darminta.J.SJ, Penerjemah). Yogyakarta: Kanisius.
Leo Ladjar. (1988). Fransiskus Assisi Karya-karyaNya. Yogyakarta: Kanisius.
Mardi Prasetya, Sj. (2001). Tugas Pembinaan demi Mutu Hidup Bakti.
Yogyakarta: Kanisius.
Martino Canti, OFM. (2006). Identitas Fransiskan. Bogor: Grafika Mardi
Yuana.
Martinus Telaumbanua, Dr. (1999). Ilmu Kateketik. Jakarta: Obor.
Nouwen Henri. J.M. (1985). Menggapai Kematangan Hidup Rohani.
Yogyakarta: Kanisius
Pater OFM (1978). Fioretti. Ende: Nusa Indah
Pedoman Penulisan Skripsi. (2006). Yogyakarta: Program Studi Ilmu
Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, FKIP USD.
Peraturan Khusus untuk Suster-Suster Rumah sakit di Bergen op Zoom.
(1898). Sukabumi.
Philomena, Agudo, FMM. Ph. D. (1988). Aku Memilih Engkau. Yogyakarta:
Kanisius.
Prasetyo Mardi. F, SJ. (2001). Tugas Pembinaan Demi Mutu Hidup Bakti 2.
Yogyakarta: Kanisius.
Profisialat SFS, (2001). Arah dasar Pendidikan SFS. Bogor: Grafika
Provisialat SFS, (2000). Konstitusi Tarekat. Bogor: Grafika Bogor.
Purwo Hadiwardoyo, Al, MSF. (2007). Pertobatan dalam Tradisi Katolik.
Yogyakarta: Kanisius.
Seri Puskat (1971). No. 65 Aturan hidup bagi seorang religius Baru.
Yogyakarta: Puskat.
Sumarno Ds. M. SJ. M. A. (2011). PPL PAK Paroki. Diktat Mata kuliah untuk
mahasiswa semester IV, program Studi Ilmu Pendidikan Agama
Katolik, FKIP, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Suster Fransiskan Sukabumi. (2007). Konstitusi Peniten Ordo ke tiga St. Fransiskus
di Limburg-1841. Sukabumi.
Suster Fransiskan Sukabumi. (2007). Konstitusi Peniten Rekolek Biara St.
Chatarina-BOZ-1908. Sukabumi.
Suster Fransiskan Sukabumi. (2007). Peraturan Khusus Suster Rumah Sakit di
Keuskupan Breda-1855. Sukabumi.
Syukur Dister. Nico, OFM. (2011). Semangat Hamba Allah Yohana dari
Yesus. Yogyakarta: Kanisius.
Tim Spiritualitas SFS, (2012). Retret SFS Th 2012. Sukabumi.
Wahyo, OFM. (1979). Thomas Celano St. Fransiskus dari Assisi
Walker. (1978). Konkordasi Alkitab. Yogyakarta: Kanisius.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
William A. Barry. SJ. (2002). Apa yang kau inginkan dalam doa. Jakarta: Obor
Yohanes Paulus II. (1983). Catechesi Trandendea, Jakarta: Departemen
Dokumentasi dan Penerangan MAWI.
Yosef Lalu, Pr. (2005). Katekese Umat. Jakarta: KWI
Zita, SFS. (2008). Dari kapitel ke kapitel. Bogor: Mardi Yuana
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 1: Surat Pemberitahuan penelitian kepada Pelayan Umum Persaudaraan
Suster Fransiskan Sukabumi
Kepada Yth:
Sr. M. Marietta, SFS
Pelayan Umum Persaudaraan SFS
Di Sukabumi
Dengan Hormat,
Dengan ini saya Sr. M. Kamila, SFS, yang bertanda tangan dibawah ini
mengajukan permohonan untuk dapat mengadakan penelitian sederhana mengenai
semangat peniten rekolek yang selama ini telah dihidupi dan dihayati oleh para
suster. Penelitian ini berupa kuisoner yang berisikan beberapa pertanyaan yang
menyangkut pengalaman para suster dalam menghayati semangat peniten rekolek.
Saya mengharapkan kesediaan para suster untuk dapat mengisinya dengan baik
sesuai dengan pengalamannnya. Jumlah para suster yang mengisi kuisoner 15
suster, lima suster yunior, lima suster medior dan lima suster senior. Penelitian ini
saya pergunakan untuk mendukung skripsi yang berjudul: HUBUNGAN TIMBAL
BALIK ANTARA DOA DAN SEMANGAT PENITEN REKOLEK MENURUT
SPIRITUALITAS SUSTER FRANSISKAN SUKABUMI.
Atas perhatian dan dukungannya saya mengucapkan terimakasih.
Sragen, 4 Desember 2012
Salam Hormat,
Sr.M. Kamila, SFS
(1)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 2: Daftar Pertanyaan kuisoner
Nama
:
Umur
:
1. Apa yang suster ketahui tentang semangat Peniten Rekolek?
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------2. Tantangan atau kendala apa yang suster alami dalam menghayati Semangat
Peniten Rekolek?
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------3. Usaha apakah yang telah suster lakukan selama ini untuk dapat menghidupi
Semangat Peniten Rekolek?
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Terimakasih
(2)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 3: Rangkuman Hasil Pengisian Kuisoner Para Suster Fransiskan
Sukabumi (SFS)
P1.
Semangat peniten rekolek adalah pedoa dan pentobat dimana kita diajak
untuk terus menerus memberi diri untuk menuju pada kesempurnaan.
Tantangan yang dihadapi adalah dengan diri sendiri (ada malas, egois, terlalu
sibuk dengan pekerjaan sehingga mengabaikan hidup doa). Suka menundanunda waktu, tidak disiplin, pengaruh kemajuan iptek dan terpengaruh
lingkungan membuat kita lupa akan hidup doa serta adanya kejenuhan, lelah.
Usaha yang dilakukan melakukan rekonsiliasi terus menerus.
P2.
Semangat Peniten adalah spirit yang harus dihayati dan dihidupi serta
dibatinkan sehingga membawa pribadi pada pembaharuan terus menerus.
Tantangan yang dihadapi adalah: mengalami kemalasan, kurang bisa
mengendalikan diri, sikap kurang mampu melepas kelekatan, kurang terbuka
akan karya Allah.
Usaha adalah setia dalam hidup doa, mengupayakan matiraga sikap,
kehendak, makanan, pengendalian diri dalam berkehendak.
P3.
Seorang peniten rekolek harus bersemangat dalam menghayati kasih Yesus
Kristus Injili, bersemangat dalam membina hidup persaudaraan, semangat
tobat doa, pelayanan dan kesederhanaan menjadi penopang dalam hidup
hariannya.
Tantangan mengalami pasang surut kadang bersemangat dalam mengejar
kehidupan yang lebih baik pribadi yang bermutu kadang juga kurang berlaku
bijaksana.
Usaha adalah bertekun untuk mewujudkan apa yang saya tuliskan, berdoa
memohon rahmat Tuhan dan bersyukur atas segala anugerah yang telah
diterima dalam hidup ini, serta belajar dari para saudari entah perkataan dan
perbuatan yang baik.
P4.
Semangat tobat pendoa bahwa hidup seseorang harus selalu berani
memperbahari diri terus menerus itu berbuah dalam kehidupan sehari-hari
lewat tugas perutusan dan kerasulannya.
Tantangan adalah kelemahan diri sendiri (malas, merasa sudah baik, tidak
tahu), kesibukan karya sehingga tidak mampu menyeimbangkan antara doa
dan karya hidup persaudaraan, mapan tidak berani berubah tidak berani
mengambil jarak, kurang lepas bebas terhadap orang, tugas, tempat, jabatan.
Usaha menyeimbangkan diri antara doa, karya, persaudaraaan, belajar rendah
hati, menerima situasi dan sikap kritis, kreatif dan memaknainya sebagai
(3)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
bekal hidup, belajar untuk lepas bebas berani berubah menjadi lebih baik
setiap hari, berusaha agar semangat peniten rekolek menjadi milik.
P5.
Semangat yang dilandasi dengan semangat untuk berdoa dan tobat.
Tantangan adalah sebagai pendoa sering kurang kesadaran dalam
melaksanakannya, kemalasan dan kurang bisa mengatur waktu. Semangat
pertobatan misalnya dalam mengubah keenderungan yang kurang baik ketika
sudah mengalami kegagalan terkadang tidak mau berusaha lagi
Usaha yang dilakukan adalah mau memulai lagi untuk berbuat baik dari halhal yang kecil.
P6.
Semangat yang diwariskan oleh ibu pendiri yang perlu dijadikan milik bagi
setiap anggotanya yakni semangat doa, tobat, pelayanan dan kesederhanaan.
Tantangan dari dalam maupun luar diri yakni tuntutan karya serta keadaan
fisk mempengaruhi karya maupun doa, kelelahan fisik, serta sakit.
Usaha yang dilakukan untuk menghidupi semangat peniten rekolek adalah
menyediakan waktu untuk berdoa baik doa pribadi maupun bersama dan
melaksanakan tugas dengan baik. Matiraga dengan cara mengurangi jam
istirahat untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas yang belum selesai.
P7.
Semangat pembaharuan diri yang ditopang oleh tobat dan doa terus menerus.
Tantangan dari dalam diri kurang mampu membagi waktu, kurang konsisten,
suka mengampuni diri sendiri, sikap menunda kurang disiplin.
Tantangan dari luar situasi dan kondisi baik dalam persaudaraan dan karya.
Usaha untuk menghidupi semangat peniten rekolek, mau bangkit dari
kesalahan, tegas dengan diri sendiri, berani membatasi kegiatan, punya
prinsip untuk dapat melakukan sesuatu atau mampu memprioritaskan suatu
hal.
P8.
Peniten rekolek artinya pentobat dan pendoa memiliki hubungan dengan
berdamai sehingga relasi dengan Tuhan secara lebih intens diwujudkan lewat
diri sendiri dan sesama.
Tantangan adalah keterbatasan diri dalam pengolahan diri sehingga muncul
kemanusiawian diri yang lebih menonjol seperti egois, sombong, kurang
rendah seihingga menghambat perjumpaan dengan Tuhan dan sesama
Usaha yang dilakukan adalah sadar diri terus menerus, tekun, memiliki daya
juang yang tinggi.
P9.
Semangat pentobat dan pendoa merupakan spirit yang menjadi sikap batin
dimana seseorang mengalami perubahan dari hal-hal yang kurang baik
menuju ke hal yang baik dan berkenan pada Allah(tobat) melalui hidup doa
yang intens dengan Tuhan
(4)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tantangan ektrenal; menurunnya keteladanan, melemahnya hidup doa karena
aktifitas jadwal tugas yang semakin banyak, pengaruh Iptek, serta arus
globalisasi.
Intern: kadang terlena dalam kesibukan dunia yang semu dan mengabaikan
hidup rohani
Usaha untuk menghayati : Mawas diri sadar akan tujuan hakiki dari pilihan
hidup saat ini, membangun sikap reflektif bukan reaktif, menyadari
keberadaan diri sebagai seorang peniten rekolek yang pentobat dan pendoa.
P10. Semangat peniten adalah semangat untuk dapat melakukan pertobatan terus
menerus memperbaiki diri lebih baik dengan keterbukaan kepada kehendak
Allah.
Tantangan dalam menghayati Peniten Rekolek adalah kurangnya kesadaran
diri untuk lebih terbuka membaharui diri.
Usaha untuk menghayati adalah sadar dan breusaha meninggalkan keinginan
diri yang kurang baik agar semakin berani terbuka sadar bahwa harus bertobat
dan mau memperbaharui diri.
P11 Semangat peniten adalah pentobat, pendoa, kerjakeras dan siap sedia untuk
diutus.
Tantangan arus zaman yang semakin pesat kurang menghargai proses
Usahanya dalah dengan berdoa dan memohon kekuatan dari Tuhan untuk
memampukan saya untuk mencoba menekuni apa yang telah menjadi
komitmen dan pilihan saya.
P12. Peniten rekolek dalah pendoa dan pentobat diajak untuk dapat melakukan
pertobatan terus menerus dan doa menjadi nafas hidup dengan mau akrap
dengan Tuhan.
Tantangan sikap malas dan kekuasai oleh keinginan diri
Usaha menumbuh kembangkan semangat doa dan tobat sebagai religius SFS
meskipun mengalami jatuh bangun.
P13. Peniten rekolek adalah semangat tobat dan doa yang merupakan sumber
hidup bagi SFS. sebagai seorang yang memiliki spiritualitas ini maka
diharapkan dalam kehidupan sungguh menhidupi sebagai seorang pendoa dan
pentobat yang sejati.
Tantangan dalam menghayati adalah adanya kemalasan dan egoisme diri
yang kadang menguasai sehingga kurang mau bertobat dan merasa diri hebat
Usaha yang dilakukan untuk menghayati adalah selalu sadar bahawa saya
seorang SFS yang dipanggil untuk selalu tekun dalan doa dan tobat sehingga
hidup sungguh mencerminkan suatu kedamaian.
(5)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
P14. Semangat peniten Rekolek adalah semangat sebagai pentobat dan pendoa.
Pentobat artinya menghidupi keseluruhan hidup sebagai wujud pertobatan,
sedangkan pendoa adalah semangat untuk menghidupi dan menghidupkan
doa dalam kehidupan.
Tantangan bersifat intern yaitu: kendala dari dalam diri sendiri bagaimana
mampu mengalahkan diri sendiri agar Allah yang bekerja serta semangat
keterbukanapa-apaan yang selalu dihadapkan pada kesombongan dan
keegoisan diri.
Mangusahakan metanoia, terbuka terhadap pembaharuan diri, mau selalu
dibentuk danmengusahakan sikap reflektif.
Kesimpulannya
Semangat peniten rekolek perlu menjadi milik dan pedoman hidup yang perlu
diusahakan terus menerus.(Penghayatan perlu ditingkatkan dalam hal doa maupun
pertobatan.
Tantangan ada dari dua sisi, baik dari dalam maupun luar diri. Tantangan yang
terbesar adalah berasal dari dalam diri seperti: egois, malas, kurang mau berusaha,
tidak disiplin, kurang memiliki daya juang sehingga perlu usaha dalam diri untuk
semakin menyemangati dan bangkit dalam usaha untuk menghidupi semangat
peniten rekolek. Tantangan dari luar misalnya: perkembnagan Iptek, pekerjaan,
suasana komunitas dll.
Usaha yang ada dalam diri untuk semakin menyadari dan menghidupi semangat
peniten rekolek serta tekun dalam mengusahakan pertobatan.
(6)
Download