1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan karakter sebenarnya bukan hal yang baru, sejak awal
kemerdekaan, masa orde lama, masa orde baru, dan masa reformasi sudah
dilakukan dengan nama dan bentuk yang berbeda-beda. Akan tetapi,
hingga saat ini belum menunjukan hasil yang optimal.1
Ki Hadjar Dewantara telah jauh berpikir dalam masalah
pendidikan karakter. Mengasah kecerdasan budi sungguh baik, karena
dapat membangun budi pekerti yang baik dan kokoh, hingga dapat
mewujudkan kepribadian (persoonlijkhheid) dan karakter (jiwa yang
berasas hukum kebatinan). Jika itu terjadi orang akan senantiasa dapat
mengalahkan nafsu dan tabiat-tabiatnya yang asli (bengis, murka,
pemarah, kikir, keras, dan lain-lain).2
Ki Hadjar Dewantara adalah salah satu dari sejumlah Perintis
Kemerdekaan Indonesia. Sebagai perintis kemerdekaan, Ki Hadjar
Dewantara aktif dalam berbagai ranah pergerakan pada masa penjajahan
Belanda dan Jepang, antara lain politik, jurnalistik, dan pendidikan.
Kiranya , apapun ranah perjuangan yang digeluti sang maestro pendidikan
nasional Indonesia itu pastilah berkaitan dengan pembanguan kemanusiaan
sejati. Artinya, perjuangannya tidak lain adalah demi perwujudan kondisi
1
Hamdani Hamid, dkk, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, Cet. Ke-1 (Bandung: CV.
PUSTAKA SETIA, 2013), hlm. 29.
2
Ki Hajar Dewantara, Karya Ki Hajar Dewantara Bagian Pertama: Pendidikan,
(Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa, 1977), hlm. 24.
1
2
hidup manusia di Indonesia yang manusiawi dan bermartabat luhur. Dalam
konteks itu pula, Ki Hadjar Dewantara dapat kita pandang sebagai sosok
pejuang kemanusiaan yang bercita-cita membangun kesadaran bangsa
Indonesia akan identitas dirinya yang memang berbeda dari bangsa lain
dan
sekaligus
setara
martabat
kemanusiaannya
dengan
martabat
kemanusiaan bangsa lain sehingga tidak boleh dihina dan direndahkan
oleh bangsa manapun juga.3
Selanjutnya Ki Hadjar Dewantara mengatakan, yang dinamakan
“budi pekerti” atau watak atau dalam bahasa asing disebut “karakter”
yaitu “bulatnya jiwa manusia” sebagai jiwa yang “berasas hukum
kebatinan”. Orang yang memiliki kecerdasan budi pekerti itu senantiasa
memikir-mikirkan dan merasa-rasakan serta selalu memakai ukuran,
timbangan, dan dasar-dasar yang pasti dan tetap. Itulah sebabnya orang
dapat kita kenal wataknya dengan pasti; yaitu karena watak atau budi
pekerti itu memang bersifat tetap dan pasti.
Budi pekerti, watak, atau karakter, bermakna bersatunya gerak
pikiran, perasaan, dan kehendak atau kemauan, yang menimbulkan
tenaga. Ketahuilah bahwa “budi” itu berarti pikiran-perasaan-kemauan,
sedang “pekerti” itu artinya “tenaga”. Jadi “budi pekerti” itu sifatnya jiwa
manusia, mulai angan-angan hingga terjelma sebagai tenaga. Dengan
“budi pekerti” itu tiap-tiap manusia berdiri sebagai manusia merdeka
(berpribadi), yang dapat memerintah atau menguasai diri sendiri (mandiri,
zelfbeheersching). Inilah manusia yang beradab dan itulah maksud dan
3
Bartomoleus Samho, Visi Pendidikan Ki Hadjar Dewantara, Cet. Ke-1 (Yogyakarta:
Kanisius Media, 2013), hlm. 19.
3
tujuan pendidikan. Jadi teranglah di sini bahwa pendidikan itu berkuasa
untuk mengalahkan dasar-dasar dari jiwa manusia, baik dalam arti
melenyapkan dasar-dasar yang jahat dan memang dapat dilenyapkan,
maupun dalam arti “naturaliseeren” (menutupi, mengurangi) tabiat-tabiat
jahat yang “biologis” atau yang tak dapat lenyap sama sekali, karena sudah
bersatu dengan jiwa.
Lebih lanjut Ki Hadjar Dewantara mengatakan bahwa; Pendidikan
ialah usaha kebudayaan yang bermaksud memberi bimbingan dalam hidup
tumbuhnya jiwa raga anak agar dalam kodrat pribadinya serta pengaruh
lingkungannya, mereka memperoleh kemajuan lahir batin menuju ke arah
adab kemanusiaan.4
Sejalan
dengan
tujuan
pendidikan
nasional
Indonesia,
pendidikan Islam pun memiliki tujuan untuk mengembangkan potensi
manusia dimana karakter merupakan salah satu aspek yang harus
dikembangkan melalui pendidikan. Lebih dari itu, karakter atau dalam
perspektif agama Islam lebih sering disebut dengan akhlak ini tidak dapat
lepas dari aspek lain, misalnya aspek akidah. Pembahasan tentang akhlak
selalu terkait dengan akidah, sebab akhlak merupakan salah satu
indikator keimanan seorang muslim.5
Adapun konsep pendidikan karakter itu sendiri, sebenarnya jauh
hari telah di galakkan oleh bapak pendidikan kita, Ki Hadjar Dewantara.
Hal ini antara lain dapat kita lihat dalam konsep Ing Ngarsa Sung Tuladha
4
Ki Suratman. Pokok-pokok Ketamansiswaan. ( Yogyakarta: Majelis Luhur
Persatuan Taman Siswa, 1987), hlm. 12.
5
Ulil Amri Syafri, Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2012), hlm. 94.
4
Ing Madya Mangun Karsa Tut Wuri Handayani, arti dari konsep tersebut
adalah Tut Wuri Handayani (dari belakang seorang guru harus bisa
memberikan dorongan dan arahan), Ing Madya Mangun Karsa (di tengah
atau diantara murid, guru harus menciptakan prakarsa dan ide), dan Ing
Ngarsa Sung Tuladha (di depan, seorang pendidik harus memberi teladan
atau contoh tindakan yang baik).6 Ki Hajar Dewantara berpendapat bahwa
pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anakanak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat
mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi- tingginya.7
Pendidikan yang menjadi cita-cita Ki Hajar Dewantara adalah
membentuk anak didik menjadi manusia yang merdeka lahir dan batin.
Luhur akal budinya serta sehat jasmaninya untuk menjadi anggota
masyarakat yang berguna bertanggungjawab atas kesejahteraan bangsa,
tanah air serta manusia pada umumnya. Dalam rangka mencapai
tujuan tersebut maka Ki Hajar Dewantara menawarkan beberapa konsep
dan teori pendidikan di antaranya “Panca Darma”, yaitu dasar-dasar
pendidikan yang
meliputi
:
“Dasar
kemerdekaan,
kodrat
alam,
kebudayaan, kebangsaan dan dasar kemanusiaan”.8
Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan umumnya berarti daya
upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin,
karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak. Dalam pengertian taman
siswa tidak boleh dipisahkan
6
bagian-bagian
itu, agar kita dapat
http://pendidikan.kulonprogo.go.id/2014/04/13/Ing-ngarso-sung-tulodo-1/.(13
2014). Diakses, 30 April 2014.
7
Zahara Idris , Dasar-dasar Pendidikan, (Padang : Angkasa Raya, 1991) hlm. 9.
8
April
Abdurrahman Soerjomiharjo, Ki Hajar Dewantara dan Taman Siswa dalam Sejarah
Indonesia Modern, (Jakarta: Sinar Harapan, 1986), hlm. 52.
5
memajukan kesempurnaan hidup, yakni kehidupan dan penghidupan
anak-anak yang kita didik selaras dengan dunianya.9
Pendidikan karakter dalam mata pelajaran Pendidikan Agama
Islam sebagai mata pelajaran Agama, harus mengusahakan agar nilai-nilai
karakter yang diajarkan mampu mengkristal dalam diri peserta didik dan
menyentuh pengalaman dalam kehidupan nyata. Pendidikan karakter harus
mampu mengolah pengalaman peserta didik ketika melihat maraknya
kekejian moral yang terjadi, seperti kasus korupsi, suap menyuap, bahkan
saling membunuh hanya untuk mendapatkan suatu jabatan ataupun harta,
padahal dalam Qur’an Surat Al-An‟am ayat 151 yang berbunyi :
‫لُمْ تَ َعبنَىْ ا أَ ْت ُم َيب َح َّس َو َز ُّب ُك ْى َعهَ ْي ُك ْى أَال تُ ْش ِس ُكىا بِ ِه َش ْيئًب َوبِ ْبن َىانِ َد ْي ٍِ إِحْ َعبًَب‬
‫ق ََحْ ٍُ ََسْ ُشلُ ُك ْى َوإِيَّبهُ ْى‬
َ ‫اح‬
ِ ‫َوال تَ ْم َسبُىا ْانفَ َى‬
ٍ ‫ش َيب َوال تَ ْمتُهُىا أَوْ ال َد ُك ْى ِي ٍْ إِ ْيال‬
َّ ‫ط انَّتِي َح َّس َو‬
َ َ‫ظَهَ َس ِي ُْهَب َو َيب ب‬
ِّ ‫َّللاُ إِال بِ ْبن َح‬
‫ك َذنِ ُك ْى َوصَّب ُك ْى‬
َ ‫طٍَ َوال تَ ْمتُهُىا انَُّ ْف‬
ٌَ‫بِ ِه نَ َعهَّ ُك ْى تَ ْعمِهُى‬
Artinya : Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas
kamu oleh Tuhanmu, yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu
dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak, dan
janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan.
Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka; dan janganlah
kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di
antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh
jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu
(sebab) yang benar". Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhanmu
kepadamu supaya kamu memahami (nya). Ditekankan adanya keharusan
manusia untuk menghindari kebejatan moral, baik terhadap Allah maupun
sesama manusia.10
9
Ki Hajar Dewantara, op. cit., hlm. 14-15.
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, pesan, kesan, dan keserasian Al-Qur‟an Vol.3,
(Jakarta : Lentera Hati, 2011), hlm. 733.
10
6
Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diwahyukan melalui perantara
Malaikat Jibril, memiliki banyak nama: al-Kitab, al-Furqon, adz-Dzikr, alHuda dan sebagainya. Namun al-Qur’an dan al-Kitab adalah nama yang
paling sering dipergunakan untuk menyebutnya. Al-Qur’an diyakini oleh
kaum Muslimin, dan memang demikian kenyataannya, berisi petunjukpetunjuk bagi manusia untuk hidup bahagia dunia akhirat.11 Hubungan
konsep Ing Madya Mangun Karsa dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat
13 yang berbunyi:
‫َوإِ َذا لِي َم نَهُ ْى آ ِيُُىا َك ًَب آ َيٍَ انَُّبضُ لَبنُىا أََُ ْؤ ِي ٍُ َك ًَب آ َيٍَ ان ُّعفَهَب ُء أَال إََِّهُ ْى‬
ٌَ‫هُ ُى ان ُّعفَهَب ُء َونَ ِك ٍْ ال يَ ْعهَ ًُى‬
Artinya : “Apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kamu
sebagaimana orang-orang lain telah beriman", mereka menjawab: "Akan
berimankah kami sebagaimana orang-orang yang bodoh itu telah
beriman?" Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh,
tetapi mereka tidak tahu”.
Diantara tujuan pendidikan fisik adalah
membantu siswa
menemukan kebutuhan biologis dari perspektif Qur’ani dan membentuk
sikap positif terhadap kebutuhan tersebut. Dan jika kita berbicara tentang
pembentukan sebuah sikap atau pencapaian sebuah keterampilan dan
kemampuan, maka penyajian fakta-fakta relevan menjadi penting.12
Seorang pendidik muslim yang berkepentingan mengarahkan siswa
secara khusus membentuk pribadi. Perannya tidak terbatas pada menyusun
situasi belajar, dan kemudian membiarkan siswa menentukan pilihannya
11
Abdur Rahman Shalih Abdullah, Landasan dan Tujuan Pendidikan Menurut al-Qur‟an
serta Implementasinya, (Bandung: cv. Diponegoro, 1991), hlm. 41.
12
Ibid., hlm. 157.
7
sendiri, tanpa memikirkan akibatnya. Bila ternyata muridnya memilih jalan
yang salah, maka guru tidak boleh tinggal diam. Dalam surat al-Ahzab
ayat 21 disebutkan:
َّ ‫َّللاِ أ ُ ْظ َىةٌ َح َعَُتٌ نِ ًَ ٍْ َكبٌَ يَسْ جُى‬
َّ ‫نَمَ ْد َكبٌَ نَ ُك ْى فِي َزظُى ِل‬
‫َّللاَ َو ْانيَىْ َو اآل ِخ َس‬
َّ ‫َو َذ َك َس‬
‫َّللاَ َكثِيسًا‬
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasul Allah itu suri tauladan
yang baik bagi kalian (yaitu) bagi orang yang berharap (rahmat) Allah dan
kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.
Dengan demikian seorang guru muslim secara mendalam terlibat
dalam membentuk pribadi dan merasa susah jika muridnya gagal mencapai
standar yang diinginkannya.13 Al-Qur’an turun sedikit demi sedikit, ayatayatnya berinteraksi dengan Budaya dan masyarakat yang dijumpainya.
Kendati demikian, nilai-nilai yang diamanatkannya dapat diterapkan pada
situasi dan kondisi. Nilai-nilai itu sejalan dengan perkembangan masyarakat
sehingga Al-Qur’an dapat benar-benar menjadi petunjuk, pemisah antara
yang hak dan batil, serta jalan bagi setiap problem kehidupan yang
dihadapi.14 Berkaitan dengan konsep Tut Wuri Handayani dijelaskan juga
dalam QS. An Nahl ayat 64 yang berbunyi:
ْ ‫بة إِال نِتُبَيٍَِّ نَهُ ُى انَّ ِري‬
‫اختَهَفُىا فِي ِه َوهُدًي َو َزحْ ًَتً نِمَىْ ٍو‬
َ ‫َو َيب أَ َْ َص ْنَُب َعهَ ْي‬
َ َ‫ك ْان ِكت‬
ٌَ‫ي ُْؤ ِيُُى‬
Artinya: “Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur'an) ini,
melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka
perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang
beriman”.
13
14
Ibid., hlm. 213
Qurais Shihab, op.cit., hlm. 745.
8
Berdasarkan latar belakang di atas, yakni begitu urgennya fungsi
dan kedudukan karakter yang dikembangkan oleh Ki Hajar Dewantara,
yang meliputi tujuan, materi pendidikan dan metode pendidikannya.
Pemikiran- pemikiran beliau tentang konsep pendidikan “Ing Ngarsa
Sung Tuladha Ing Madya Mangun Karsa Tut Wuri Handayani” dalam
sudut pandang Al-Qur’an. Maka penulis tertarik untuk mengangkatnya
sebagai bahan penulisan skripsi yang berjudul “Pemikiran Ki Hadjar
Dewantara Tentang Konsep Ing Ngarsa Sung Tuladha Ing Madya
Mangun Karsa Tut Wuri Handayani Dalam Persapektif AL Qur’an”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah
yang diajukan adalah:
Bagaimana pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang konsep Ing Ngarsa
Sung Tuladha Ing Madya Mangun Karsa Tut Wuri Handayani dalam
perpsektif Al Qur’an?
C. Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini sesuai dengan rumusan
masalah yaitu:
a. Menganalisis pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang konsep
Ing Ngarsa Sung Tuladha Ing Madya Mangun Karsa Tut Wuri
Handayani dalam perspektif Al Qur’an.
9
2. Kegunaan Penelitian
Nilai pendidikan yang dapat diambil dari penelitian ini
adalah:
a. Secara Teoritis dari penulisan skripsi ini, maka diharapkan akan
diperoleh pengetahuan konsep pemikiran Ki Hajar Dewantara
tentang konsep Ing Ngarsa Sung Tuladha Ing Madya Mangun
Karsa Tut Wuri Handayani dalam buku karya Ki Hajar
Dewantara bagian pertama pendidikan.
b. Secara Praktis, setelah konsep skripsi ini diperoleh, maka
diharapkan akan dapat dijadikan tuntunan bagi guru dan murid
dalam rangka mencapai tujuan pendidikan yang optimal, baik
didalam maupun diluar proses belajar mengajar.
D. Kajian Pustaka
Berdasarkan telaah pustaka yang penulis lakukan, ada beberapa
penelitian yang memiliki kajian hampir sama. Pertama, penelitian saudari
Ratna
Setyawati, yang berjudul “Konsep
Pendidikan
Ki
Hajar
Dewantara ditinjau dari Konsep Pendidikan Islam”. Dengan kesimpulanya
bahwa pendidikan yang digagas oleh Ki Hajar Dewantara mengedepankan
nila-nilai kemaslahatan umat dan memerangi kebodohan. Karena Ki Hajar
Dewantara memunculkan ide konsep pendidikan pada masa penjajahan
maka beliau mengedepankan nilai kebangsaan. Sedangkan pendidikan
10
islam selalu berkembang seiring dengan penemuan-penemuan baru para
pakar Islam yang menyesuaikan perkembangan zaman.15
Kedua, penelitian saudari Nur Idlokh, yang berjudul “Pemikiran
Ki Hajar Dewantara Tentang Pendidikan Keluarga dalam Perspektif
Hadist-Hadist Nabi SAW tentang Pendidikan. Dengan Kesimpulannya
meliputi : Pertama; Konsep pendidikan keluarga yaitu, keluarga sebagai
pusat pendidikan, yang berarti menuntut adanya berbagai pendidikan baik
pendidikan individual maupun pendidikan sosial bagi anak dilakukan
dalam lingkungan keluarga. Kedua; Sumbangan pemikiran Ki Hajar
Dewantara dalam pendidikan adalah menanamkan jiwa merdeka bagi
rakyat melalui bidang pendidikan.16
Letak persamaan dengan penelitian yang dilakukan dalam kedua
skripsi diatas ialah penggunaan konsep Ki Hadjar Dewantara tentang
pendidikan dalam menggali nilai-nilai karakter. Selain itu pada skripsi
saudari Ratna Setyawati sama-sama menggunakan konsep pendidikan Ki
Hadjar Dewantara untuk menganalisis nilai karakter bangsa.
Letak perbedaan penelitian ini dengan kedua skripsi diatas adalah
pada obyek kajian dan metode yang digunakan. Dalam skripsi saudari
Ratna Setyawati yang dikaji adalah konsep pendidikan Islam dengan
metode perbandingan konsep Ki Hadjar Dewantara. Pendidikan karakter
yang diarah adalah pendidikan karakter dalam konteks pendidikan Islam
secara umum. Begitu juga skripsi yang disusun saudari Nur Idlhoh, ia juga
15
Ratna Setyawati, Konsep Pendidikan Ki Hajar Dewantara ditinjau dari Konsep
Pendidikan Islam, Skripsi, Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, 2003, hlm. Ix.
16
Nur Idlokh, Pemikiran Ki Hajar Dewantara Tentang Pendidikan Keluarga dalam
Perspektif Hadist-Hadist Nabi SAW tentang Pendidikan, Skripsi, Fakultas Tarbiyah IAIN
Walisongo Semarang, 2011, hlm. x.
11
menggunakan metode komparatif dalam menganalisis Hadits-hadits
tentang pendidikan. Pembahasannya tentang pendidikan karakter dalam
keluarga. Berbeda dengan keduanya, dalam skripsi yang peneliti susun ini
obyek kajiannya ialah Al Qur’an.
Dari
beberapa tulisan
tersebut
diatas,
sejauh
pengamatan
penulis belum ada yang membahas secara murni pemikiran beliau tentang
konsep Ing Ngarsa Sung Tuladha Ing Madya Mangun Karsa Tut Wuri
Handayani dalam perspektif Al-Qur’an. Harapan penulis konsep yang
akan disampaikan ini dapat melengkapi informasi yang ada sebelumnya
dan menambah wacana khazanah keilmuan.
E. Landasan Teori
1. Konsep Pendidikan Ki Hadjar Dewantara
Pendidikan karakter sebagai pembelajaran yang mengarah
pada penguatan dan pengembangan perilaku anak secara utuh yang
didasarkan pada suatu nilai tertentu yang dirujuk oleh sekolah.
Pendidikan adalah proses internalisasi budaya ke dalam diri seseorang
dan masyarakat sehingga membuat orang dan masyarakat menjadi
beradab. Karakter menurut Ratna Megawangi berasal dari bahasa
Yunani yang berarti „to mark‟ (menandai). Istilah ini lebih fokus pada
tindakan atau tingkah laku.17
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia belum memasukkan
kata karakter, yang ada adalah kata „watak‟ yang diartikan sebagai
17
Masnur Muslich, Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional,
(Jakarta: PT Bumi Akasara, 2013), hlm. 71.
12
sifat batin manusia yang mempengaruhi segenap pikiran dan tingkah
laku; budi pekerti; tabiat. Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara
adalah upaya untuk memajukan budi pekerti (kekuatan batin,
karakter), pikiran (intelek), dan jasmani anak didik.
Pendidikan karakter dapat dimaknai dengan pendidikan
moral, pendidikan watak, atau pendidikan budi pekerti yang memiliki
tujuan untuk mengembangkan
kemampuan peserta didik untuk
memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan
mewujudkan
kebaikan
itu dalam kehidupan sehari-hari dengan
sepenuh hati.18
Konsep pendidikan dalam desain induk pendidikan karakter
disebutkan bahwa karakter terdiri atas 3 nilai operatif yang meliputi
pengetahuan tentang moral (moral knowing, aspek kognitif), perasaan
berlandaskan moral (moral feeling, aspek afektif), dan perilaku
berlandaskan moral (moral behavior, aspek psikomotor).19 Menurut
Ahmad Taufiq dan Muhammad Rohmadi, moral akhlak yang kokoh
(Matin al-Khūluq) penting dimiliki umat manusia sehingga Rasulullah
diutus untuk memperbaiki akhlak dan beliau sendiri yang
mencontohkan
kepada
kita
akhlak
yang
agung
dalam
telah
Al
Qur’an.20
18
Rohmat Mulyana, Mengartikulasikan Pendidikan Nilai, (Bandung: Alfabeta, 2004), hlm.
33.
19
Muchlas Samani & Hariyanto, Konsep dan Model pendidikan karakter, (Bandung:
Remaja Rosda Karya, 2011), hlm. 49.
20
Ahmad Taufiq dan Muhammad Rohmadi, Pendidikan Agama Islam, (Surakarta:
Yuma Pustaka, 2003), hlm. 144.
13
Terdapat kecenderungan bahwa pelaksanaan pendidikan
Islam belum sepenuhnya dilandasi oleh al-Qur’an sebagai doktrin
Islam yang memuat berbagai sistem dalam kehidupan. Al-Qur’an
adalah pedoman dan tuntunan hidup manusia, baik sebagai individu
maupun sebagai umat. Untuk memahami ajaran Islam secara
sempurna langkah yang harus dilakukan adalah memahami kandungan
isi al-Qur’an dengan mengamalkannya dalam kehidupannya seharihari secara bersungguh-sungguh dan konsisten.21
2. Tinjauan tentang nilai-nilai pendidikan dalam al-Qur’an
Secara filosofis, nilai sangat terkait dengan masalah etika.
Etika juga sering disebut sebagai filsafat nilai, yang mengkaji nilainilai moral sebagai tolak ukur tindakan dan perilaku manusia dalam
berbagai aspek kehidupannya. Sumber-sumber etika dan moral bisa
merupakan hasil pemikiran, adat istiadat atau tradisi, ideologi bahkan
dari agama. Dalam konteks etika dalam Islam maka sumber etika dan
nilai-nilai yang paling shahih adalah al-Qur’an dan Sunnah Nabi Saw.
Sedangkan nilai-nilai Qur’ani yaitu nilai yang bersumber kepada alQur’an adalah kuat, karena ajaran al-Qur’an bersifat mutlak dan
universal.22
Secara normatif, tujuan yang ingin dicapai dalam proses
aktualisasi nilai-nilai al-Qur’an dalam pendidikan meliputi tiga
dimensi atau aspek kehidupan yang harus dibina dan dikembangkan
oleh pendidikan. Pertama, dimensi spiritual, yaitu iman, takwa dan
21
Said Agil Husin Al Munawar, Aktualisasi Nilai-Nilai Qur‟ani dalam Sistem Pendidikan
Islam, (Ciputat: PT. Ciputat Press, 2005). hlm. xi.
22
Ibid., hlm. 3.
14
akhlak mulia. Dimensi spritual ini tersimpul dalam satu kata yaitu
akhlak. Akhlak merupakan alat kontrol psikis dan sosial bagi individu
dan masyarakat. Tanpa akhlak, manusia akan berada dengan
kumpulan hewan dan binatang yang tidak memiliki tata nilai dalam
kehidupannya. Rasulullah Saw merupakan sumber akhlak yang
hendaknya
diteladani
oleh
orang
mukmin,
seperti
sabdanya
“Sesungguhnya aku diutus tidak lain untuk menyempurnakan akhlak
yang mulia”.23
Pendidikan Agama Islam ialah upaya sadar dan terencana
dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami,
menghayati, hingga mengimani ajaran agama Islam disertai dengan
tuntunan
untuk
menghormati
penganut
agama
lain
dalam
hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama hingga
terwujud kesatuan, dan persatuan bangsa.24
Dalam pendidikan Islam di sekolah, pendidik, dalam hal ini
guru menempati posisi penting dalam proses pendidikan. Tak
terkecuali dalam pendidikan karakter. Imam Al-Ghazali juga
mewajibkan kepada para pendidik Islam untuk memiliki adab yang
baik karena peserta didik akan mengikuti pendidik dan menjadikannya
sebagai teladan yang harus diikuti. Peserta didik selalu melihat dan
mendengar sesuatu tentang pendidiknya sehingga ketika pendidik
23
Ibid., hlm. 7.
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi
(Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004), (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2011), hlm. 20.
24
15
menganggap baik maka hal itu baik pula dimata peserta didik begitu
pula sebaliknya.25
Selain pendidik faktor metode dalam penyampaian materi
yang diajarkan juga sangat berpengaruh terhadap keberhasilan
pendidikan. Dalam Al-Qur’an ada beberapa model atau metode
pendidikan karakter, antara lain: (a) Model perintah, (b) Model
larangan, (c) Model Targhib (motivasi), (d) Model Tarhib/ hukuman,
(e) Model kisah, (f) Model dialog dan debat, (g) Model pembiasaan,
(h) Model Qudwah/ teladan.26
Pendidikan Karakter memiliki keterkaitan erat dengan
Pendidikan Agama Islam. Pendidikan karakter harus menjadi fokus
utama dalam Pendidikan Agama Islam. Islam adalah agama moral
yang mementingkan isi, bukan penampilan saja, serta membentuk jiwa
dengan nilai-nilai moral. Islam dimulai dengan perjuangan menumbuh
suburkan aspek-aspek akidah dan etika dalam diri pemeluknya.27
Pendidikan akhlak dalam Islam tersimpul dalam prinsip
“berpegang teguh pada kebaikan dan kebajikan serta menjauhi
keburukan dan kemungkaran”. Pendidikan akhlak menekankan pada
sikap, tabiat dan perilaku yang menggambarkan nilai-nilai kebaikan
yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan anak didik dalam
kehidupan sehari-hari. Kedua, dimensi budaya, yaitu kepribadian yang
mantap
dan
mandiri,
tanggung
jawab
kemasyarakatan
dan
kebangsaan. Ketiga, dimensi kecerdasan yang membawa kepada
25
Zuhairini, dkk., Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hlm. 170.
Ulil Amri Syafri, op. cit., hlm. 99.
27
Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur‟an, (Bandung: Mizan, 1994), hlm. 241-242.
26
16
kemajuan, yaitu cerdas, kreatif, terampil, disiplin, etos kerja,
profesional, inovatif dan produktif.28
F. Metode Penelitian
Dalam metode penelitian ini akan dijelaskan tentang jenis
penelitian, pendekatan penelitian, objek penelitian, metode pengumpulan
data, dan analisis data.
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research),
yaitu suatu cara kerja tertentu yang bermanfaat untuk mengetahui
pengetahuan ilmiah dari suatu dokumen yang dikemukakan oleh
ilmuwan masa lalu maupun sekarang.29 Jenis penelitian ini adalah
penelitian kualitatif sehingga menghasilkan data deskriktif berupa katakata, catatan yang berhubungan dengan makna, nilai dan pengertian.
Dalam skripsi ini peneliti menganalisis muatan isi dari objek
penelitian yang berupa dokumen yaitu teks Pemikiran Ki Hadjar
Dewantara tentang Konsep “Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya
Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani” dalam Perspektif Al-Qur’an.
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan penelitian kualitatatif, yaitu penelitian yang bertitik tolak
dari realitas dengan asumsi pokok bahwa tingkah laku manusia
28
Said agil Husin Al Munawar, op. cit,. hlm. 8-9
Kaelan, Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat, (Yogyakarta: Paradigma, 2005),
hlm. 250.
29
17
mempunyai makna bagi pelakunya dalam konteks tertentu.30 Skripsi ini
akan menggunakan pendekatan hermeneutika. Pendekatan ini penulis
pakai karena hermeneutika sangat relevan untuk menafsirkan berbagai
gejala, peristiwa, simbol, maupun niali-nilai yang terkandung dalam
ungkapan bahasa.31 Dalam hal ini yang diungkap adalah pemikiran Ki
Hadjar Dewantara tentang Konsep Ing Ngarsa Sung Tuladha Ing
Madya Mangun Karsa Tut Wuri Handayani dalam perspektif Al
Qur’an.
3. Objek Penelitian
Pada skripsi ini yang menjadi objek penelitian adalah Pemikiran
Ki Hadjar Dewantara tentang Konsep Ing Ngarsa Sung Tuladha Ing
Madya Mangun Karsa Tut Wuri Handayani dalam perspektif AlQur’an. Sedangkan sumber datanya peneliti membaginya dalam 2 jenis.
a. Sumber data primer
Sumber data primer yaitu hasil penelitian atau tulisan karya
peneliti atau teoritis yang orisinil.32 Dalam hal ini yang dijadikan
rujukan pokok dalam penelitian data primer yaitu karya Ki Hajar
Dewantara bagian pertama Pendidikan, Yogyakarta : Majelis Luhur
Persatuan Taman Siswa, 1977. Dan Al Qur’an.
Sumber data primer ini yang akan memecahkan dan
menjawab masalah yang ada pada skripsi ini. Namun bukan berarti
data primer ini tidak membutuhkan data pendukung, sumber data
30
Ahmad Tanzeh, Metodologi Penelitian Praktis, (Yogyakarta : Teras, 2011), hlm. 48.
Kaelan, op., cit., hlm. 80.
32
Ibnu Hadjar, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kuantitatif dalam Pendidikan, (Jakarta
: Raja Persada, 1996), hlm. 83.
31
18
primer sangat membutuhkan data pendukung untuk memperkuat
teori dan memberi kejelasan yang lebih mendalam.
b. Sumber data sekunder
Sumber data sekunder yaitu sumber data yang di ambil di
dapat dari sumber data kedua, atau tidak langsung di selidiki.33
Sumber data sekunder dijadikan sebagai sumber data yang dapat
digunakan untuk sarana pendukung dalam memahami masalah
yang akan diteliti. Data sekunder dalam penelitian ini adalah karyakarya penulis lain yang membahas tentang pendidikan karakter,
baik dalam bentuk buku, jurnal, artikel, maupun karya ilmiah
lainnya. Beberapa sumber yang penulis gunakan sebagai data
sekunder antara lain: buku, jurnal, artikel dan sumber lain yang
relevan dengan penelitian.
4. Metode Pengumpulan Data
Penulis menggunakan metode dokumentasi dalam melakukan
pengumpulan data. Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data
melalui dokumen. Dokumen disini bisa berupa buku, surat kabar,
majalah, jurnal ataupun internet yang relevan dengan penelitian ini.
5. Teknik Analisis Data
Data yang terkumpul dalam penelitian selanjutnya dianalisis
dengan menggunakan teknik content analisis,34 yaitu analisis tekstual
dalam studi pustaka melalui interpretasi terhadap isi pesan, suatu
komunikasi sebagaimana terungkap dalam literatur-literatur yang
33
Cholil Narbuko, Metodologi Riset, (Semarang : IAIN Press, 1980), hlm. 7.
Lexi J. Moleong, Metode Penelitian Kualitati, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991)
hlm. 163.
34
19
memiliki relevansi dengan tema penelitian ini yang berorientasi pada
upaya mendeskripsikan pada sebuah konsep atau memformulasikan
suatu ide pemikiran melalui langkah-langkah penafsiran terhadap teks
karya Ki Hadjar Dewantara Bagian Pertama Pendidikan dalam
perspektif Al-Qur’an.
Selain analisis ini, peneliti juga menggunakan teknik analisis
semiotik, karena obyek kajian berupa teks, maka nantinya juga akan
dikaji bahasa dari teks yang digunakan tersebut. Semiotik merupakan
kajian tanda yang ada dalam kehidupan, artinya segala sesuatu yang ada
dalam kehidupan dapat dilihat sebagai tanda, yakni sesuatu yang harus
diberi makna.35 Disini teks karya Ki Hadjar Dewantara pun menjadi
bagian dari tanda yang harus dimaknai.
Dalam
penerapan
teknik
analisis
semiotik
ini
peneliti
memperhatikan bahasa yang dipergunakan oleh Ki Hadjar Dewantara
dalam perspektif al-Qur’an. Ketika ada suatu kata atau bahasa yang
diulang-ulang atau sebuah penekanan pada bahasa yang digunakan
maka itu artinya ada sebuah pesan yang ingin disampaikan olehnya.
Adapun langkah-langkah analisisnya sebagai berikut:
a. Memilih data dengan pembacaan dan pengamatan secara cermat
terhadap teks karya Ki Hadjar Dewantara bagian pertama
Pendidikan yang didalamnya terdapat hubungan antara pemikiran
Beliau dengan tuntunan dalam Al-Qur’an.
35
Benny H Hoed, Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya, (Jakarta: Komunitas Bambu,
2011), hlm. 3.
20
b. Mengkategorikan ciri-ciri atau komponen pesan yang mengandung
pembahasan tentang pemikiran Ki hadjar Dewantara tentang
konsep “Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut
Wuri Handayani” dalam perspektif Al-Qur’an.
c. Menganalisis data keseluruhan sehingga mendapatkan pesan yang
sesuai dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara dalam perspektif
Al-Qur’an.
Untuk mendapatkan kesimpulan penulis menggunakan pola
penalaran induktif, yaitu pola pemikiran berangkat dari suatu
pemikiran khusus kemudian ditarik generalisasi yang bersifat
umum.
G. Sistematika Penelitian
Untuk mempermudah dalam mempelajari dan memahami skripsi
ini, maka penulisan skripsi ini menggunakan sistematika sebagai berikut :
Bagian awal adalah bagian yang mendahului tubuh karangan yang berisi:
halaman sampul, halaman judul, halaman surat pernyataan, halaman
persetujuan Pembimbing halaman pengesahan, halaman motto, halaman
persembahan, kata pengantar, abstrak, daftar isi dan daftar lampiran.
Bagian tengah, ialah bagian tubuh karangan yang terdiri dari lima
bab yaitu :
Bab I : Pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka, metode
penelitian dan sistematika penelitian.
Bab II : Konsep Pendidikan Ki Hadjar Dewantara.
21
Bab III : Konsep Ing Ngarsa Sung Tuladha Ing Madya Mangun
Karsa Tut Wuri Handayani dalam perspektif Al-Qur’an.
Bab IV : Analisis Pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang konsep
Ing Ngarsa Sung Tuladha Ing Madya Mangun Karsa Tut Wuri Handayani
dalam perspektif Al-Qur’an.
Bab V : Bab ini terdiri dari tiga sub yaitu kesimpulan, yang memuat
kesimpulan-kesimpulan dari uraian-uraian pada bab terdahulu, saran yang
memuat beberapa saran dari penulis yang berhubungan dengan kesimpulan
yang telah dikemukakan dan kata penutup. Kemudian bagian akhir terdiri
dari daftar pustaka, lampiran-lampiran serta daftar riwayat hidup.
Download