menimbang kebijakan tindakan afirmatif untuk

advertisement
DAPATKAH BANCI WARIA BENCONG MENJADI PELAYAN
PUBLIK?
MENIMBANG
KEBIJAKAN
TINDAKAN
AFIRMATIF UNTUK GOLONGAN TRANSGENDER
Anis Fuad
Email : [email protected]
Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Abstract : Affirmative action is an issue that is always in debate in the public
domain. Affirmative action policy is understood as an attempt to balance the
opportunity for community groups who have an ongoing diskiriminasi form of
institutionalized and lack of equal opportunity. Affirmative action arise when
organizations identify problems, set goals and take positive steps to ensure
equality of opportunity to work the same for people who are considered a minority
group against the Mainstream. Affirmative action focuses on the recruitment,
training and promotion for those who are not represented in an organization with
respect to their existence as a minority and limited access. Affirmative action
policy for transgender persons in Human Resource Management, especially the
public sector to work in state government was a necessity to carry out the policy
as a form of respect for human rights. For the writer, affirmative action policies
are most appropriate Equal Opportunity Employee. Because the policy is to avoid
social conflict and jealousy from other groups. But according to the authors, the
proposed solution is far from in-depth analysis. Therefore, further research is
needed, where is the alternative affirmative action policies for transgender persons
suitable to be applied.
Keyword : affirmative action, transgender, human resources management
Perkembangan
Manajemen
dalam
perekrutan
tenaga
kerja.
Sumber Daya Manusia belakangan
Kadangkala ada ketikadilan dalam
ini ternyata juga di ikuti konflik
sistem perekrutan tenaga kerja yang
Menurut
didasarkan asumsi-asumsi mengenai
K.
Bertens
Tindakan
afirmatif
pandangan negatif yang subjektif
(200:191)
terhadap latar belakang suku, agama,
sesungguhnya merupakan tindakan
ras dan jenis kelamin. Dari kejadian
diskriminatif.
itu
diskriminatif
muncullah
istilah
Tindakan
Namun
ini
tindakan
adalah
sebuah
afirmatif. Tindakan afirmatif adalah
tindakan positif atau yang di sebut
sebuah
“positive discrimination”. Dikatakan
isu
yang
selalu
di
perdebatkan dalam ranah publik.
positif
Kebijakan
sesungguhnya
tindakan
dipahami
sebagai
afirmatif
upaya
untuk
karena
tindakan
ditujukan
ini
untuk
menciptakan kesempatan yang sama
menyeimbangkan kesempatan bagi
terhadap
kelompok masyarakat yang terus-
didiskriminasikan.
menerus
bentuk
diskriminasi dengan diskiriminasi.
diskiriminasi yang terlembaga dan
Ada “reverse discrimination” atau
kurangnya kesempatan yang sama.
diskriminasi terbalik bagi siapapun
menghadapi
Tindakan
pada
mengidentifikasikan
selama ini
Menghilangkan
timbul
pada masa dahulunya termarjinalkan
organisasi
dan tidak mempunyai kesempatan
afirmatif
saat
pihak-pihak
permasalahan,
yang
sama,
diberikan
perlakuan
menentukan sasaran dan mengambil
khusus sehingga pada akhirnya akan
langkah
tercipta kesempatan yang sama di
positif
untuk
menjamin
kesetaraan kesempatan bekerja yang
sama bagi orang yang dianggap
masa yang akan datang.
Masalahnya,
sebagai kelompok minoritas terhadap
afirmatif
kelompok
Tindakan
dianggap tidak memberikan dampak
afirmatif berfokus pada perekrutan,
yang baik bagi kelompok lain.
pelatihan dan promosi untuk mereka
Kelompok
yang tidak terwakili dalam suatu
mainstream lambat laun juga akan
organisasi
sehubungan
dengan
mengalami
keberadaan
mereka
sebagai
termarjinalkan jika tindakan afirmatif
kelompok minoritas dan keterbatasan
tersebut berlangsung dan menjadi
akses.
mainstream
Mainstream.
bagi
tindakan
kalangan
mayoritas
kondisi
baru.
Dari
tertentu
atau
minoritas,
kondisi
kebijakan
waria yang tergabung dalam Jaringan
tindakan afirmatif harus mempunyai
Solidaritas Transgender menggelar
batasan dan strategi-strategi tertentu
aksi
sehingga kesempatan yang sama
Transgender
sebagai tujuan akhir dapat terwujud.
Bundaran Hotel Indonesia. Mereka
kekhawatiran
itulah
Tindakan
afirmatif
dalam
dalam
peringatan
hari
International
di
menuntut penghentian kekerasan dan
sejarahnya di mulai dari kebijakan
diskriminasi
J.F. Kennedy di tahun 1961 untuk
transgender. Dalam aksi itu, mereka
menghentikan kegiatan diskriminasi
juga menuntut hak kerja dalam
di dunia kerja dan sekolah yang
sektor
didasarkan pada membedakan asal-
formal. (Harian
usul
21/10/2007)
ras,
kepercayaan/agama,
terhadap
formal
kelompok
maupun
Rakyat
non-
Merdeka,
Mengapa permasalahan ini
kebangsaan, warna kulit dan jenis
kelamin. Sampai sekarang masih saja
menjadi
ada
yang
diskriminasi dengan dalil apapun
terjadi di Amerika Serikat (Arasuli:
adalah bentuk dari pengingkaran
1999, weiss:2004, Roosenberg:2007,
terhadap
Rum:2009) Termasuk didalamnya
manusia. Kedua, Setiap manusia
adanya
diskriminasi
berhak untuk hidup dan memperoleh
terhadap jenis kelamin. Bukan saja
kehidupan yang layak tanpa di beda-
diskriminasi
perempuan
bedakan.
Ketiga,
diskriminasi
tetapi juga terhadap orang-orang
terhadap
kelompok
transgender
yang mempunyai orientasi seksual
ternyata memberikan dampak negatif
yang
yang berkepanjangan. Disatu sisi
tindakan
diskriminatif
tindakan
terhadap
berbeda
(Gay,
Lesbian,
Indonesia,
harkat
Pertama,
dan
martabat
kelompok transgender atau disebut
Biseksual, dan Trasgender/GLBT).
Di
penting.
tindakan
banci,
waria,
bencong
(BWB)
terjadi
mengalami diskriminasi pekerjaan
termasuk didalamnya diskriminasi
sehingga kegiatan pekerjaan mereka
terhadap kelompok GLBT. Pada
hanya
suatu
20
seksual dan dipandang menjijikan di
Nopember 2007 Sekitar limapuluhan
mata masyarakat dan atau menjadi
diskriminasi
juga
kesempatan,
masih
tanggal
sekitar
menjadi
penjaja
pegawai salon, status pekerjaan yang
melindungi
HAM
termasuk
di
dianggap lebih terhormat di kalangan
dalamnya isu orientasi seksual dan
mereka.
identitas gender.
Prinsip-prinsip ini menjadi
Di Jogjakarta pada tanggal
2006 s.d. 9 November 2006 di
penting
Universitas
kebijakan anti diskriminasi Negara
Gadjah
Mada
untuk
bahan
masukan
Yogyakarta, Sekelompok ahli HAM
khususnya
telah
afirmatif untuk kaum transgender
membuat
mengembangkan
draf,
draf
mendiskusikan
dan
tersebut,
yang
selama
akhirnya
dalam dunia kerja.
Yogjakarta
(Prinsip-prinsip
Principles
Yogjakarta).
29
ini
bentuk
pertanyaannya,
tindakan
bagaimana
tindakan
termarjinalisasi
Namun
menghasilkan Prinsip-Prinsip yang
disebut
kebijakan
afirmatif
untuk
yang
diterapkan
orang ahli HAM internasional secara
sehingga tujuan adanya kesetaraan
sepakat mengadopsi Prinsip-Prinsip
dan
Yogyakarta tentang Undang-Undang
terwujud.
penghormatan
HAM
dapat
HAM Internasional Terkait dengan
Orientasi
Seksual
dan
Identitas
Sejarah Affirmative Action
Pada Maret l96I, Presiden
Gender.
Yogyakarta
Amerika Serikat pada masa itu, John
menyikapi berbagai macam standar
F Kennedy mengeluarkan Executive
HAM dan aplikasinya terhadap isu-
Order 10925, berupa Komite tentang
isu orientasi seksual atau identitas
Kesempatan
gender.
bekerja
Prinsip-Prinsip
Prinsip-Prinsip
ini
yang
(Equal
sama
dalam
Employment
menegaskan kewajiban utama negara
Opportunity). Misinya adalah untuk
dalam mengimplementasikan HAM.
mengakhiri
Masing-masing Prinsip dilengkapi
pekerjaan
dengan rekomendasi terperinci bagi
kontraktor. Isi dari kebijakan tersebut
negara. Para ahli juga menekankan
berupa keharusan setiap kontrak di
bahwa semua pihak bertanggung
tiap
jawab
menyertakan
untuk
memajukan
dan
diskriminasi
oleh
negara
pemerintah
dalam
dan
federal
untuk
perjanjian
bahwa
"Kontraktor tidak akan melakukan
penerapan prinsip ini. Dalam title VI
diskriminasi terhadap karyawan atau
dinyatakan bahwa ""No person in the
pelamar
kerja
kepercayaan/agama,
atau
karena
ras,
United States shall, on the ground Or
warna
kulit,
race, color or national origin, be
kebangsaan.
excluded from participation in, be
asal-usul
Kontraktor yang akan mengambil
denied
tindakan afirmatif, untuk memastikan
subjected to discrimination under
bahwa pemohon bekerja maupun
any program or activity receiving
karyawan
federal financial assistance."
pembedaan
tidak
diperlakukan
atas
dasar
the
Tetapi
ras,
benefits
dalam
or
satu
tahun
Presiden
usul kebangsaan."
menyatakan bahwa keadilan yang
istilah
"tindakan
“affirmative
Johnson
diperlukan lebih dari suatu komitmen
atau
untuk perlakuan yang tidak berat
digunakan
sebelah. Di awal-awal tahun 1965 di
afirmatif”
action”
B.
be
kepercayaan, warna kulit, atau asal-
Dalam konteks hak-hak sipil
Lyndon
of,
pertama kali. Istilah ini berarti
Howard
mengambil langkah-langkah
yang
berkata: “You do not take a person
tepat untuk memusnahkan praktek
who for years has been hobbled by
diskriminasi didasarkan ras, agama
chains and liberate him, bring him
dan etnis. Tujuannya, seperti yang
up to the starting line of a race and
dinyatakan
adalah
then say, "you're free to compete
"kesempatan sama dalam pekerjaan/
with all the others," and still justly
equal opportunity in employment.”
believe
Presiden,
Dengan kata lain, tindakan
University,
that
you
Johnson
have
been
completely fair. Thus it is not enough
telah memulai untuk
just to open the gates or opportunity.
memastikan bahwa pelamar untuk
All our citizens must have the ability
posisi tertentu akan ditentukan tanpa
to walk through those gates .... We
pertimbangan atas ras, agama, atau
seek not...just equality as a right and
asal-usul kebangsaan.
a theory but equality as a fact and
afirmatif
The Civil Rights Act of 1964
mengulangi
dan
memperluas
equality as a result”
bulan
terjadi di AS hingga akhir 1960-an.
Johnson
Akibat diskriminasi, keterwakilan
Order
mereka amat minimal, misalnya di
11246, yang menyatakan bahwa : "It
universitas dan tempat kerja. Maka,
is the policy of the Government of the
Presiden
United States to provide equal
mengeluarkan executive order untuk
opportunity in federal employment
menjamin tiap orang diperlakukan
for all qualified persons, to prohibit
setara tanpa melihat ras, etnik,
discrimination
jender,
Dan
beberapa
kemudian
Presiden
mengeluarkan
Eksekutif
in
employment
Kennedy
agama,
atau
(1961)
asal-usul
because Or race, creed, color or
kebangsaan untuk masuk universitas
national origin, and to promote the
atau melamar pekerjaan.
full realization of equal employment
opportunity
through
continuing
program
a
positive,
in
each
Perdebatan boleh atau tidaknya
kebijakan Affirmative Action
Menurut Alhumami (2009)
department and agency."
kemudian
tindakan afirmatif menjadi isu politik
ditambah kalimat yang melarang
besar di Amerika, berpuncak pada
diskriminasi atas dasar jenis kelamin.
American Civil Rights Movement,
“Affirmative action” sebagai
yang melahirkan Undang-Undang
Dua
tahun
istilah baku merujuk pada kebijakan
Hak-hak
Sipil
yang
Presiden
Johnson
harus
mempromosikan
yang
disahkan
tahun
1964.
kesetaraan dalam memperoleh akses
Kebijakan afirmatif diperlukan guna
ke
menghapus
wilayah
publik,
terutama
diskriminasi
pekerjaan dan pendidikan. Gerakan
menyeimbangkan
sosial
keterwakilan
yang
menuntut
kebijakan
dan
proporsi
tiap
kelompok
afirmatif muncul sebagai refleksi
masyarakat di arena publik. Namun,
pengalaman sejarah yang pahit saat
tekanan
kaum
menghapus
dan
minoritas
diskriminasi justru melahirkan mitos-
diskriminasi
sehingga
mitos tentang kebijakan afirmatif.
perempuan
mengalami
untuk
mereka terabaikan dan tersingkir dari
kehidupan publik, seperti pernah
Mitos
dalam
kebijakan
afirmatif menurut Alhumami (2009)
tersebut adalah, Pertama, perlakuan
minoritas atau termarjinalkan. Ia juga
diskriminasi
terhadap
suatu
tak berarti memberi peluang kaum
masyarakat
selalu
medioker (second best groups) untuk
prasangka,
menempati posisi tertentu atas nama
pengucilan, dan pengabaian, yang
keterwakilan. Untuk bisa menduduki
berakibat pada penyumbatan aspirasi
jabatan publik, kriteria dasar seperti
dan
untuk
kualitas, kompetensi, dan keahlian
melakukan mobilitas sosial-politik.
harus menjadi persyaratan mutlak
Namun, perlakuan diskriminasi tak
bagi laki-laki maupun perempuan.
bisa dilawan dengan menerapkan
Jadi,
kebijakan dalam bentuk diskriminasi
dimaksudkan
terbalik
bertentangan
peluang yang sama dan perlakuan
dengan makna esensial kebijakan
setara bagi siapa pun, berprinsip
afirmatif.
equal
kelompok
bersumber
pada
penghambatan
karena
akses
ia
Alhumami
berpendapat
kebijakan
menghargai
adalah
keragaman
prasangka,
membuka
opportunity
bahwa esensi kebijakan afirmatif
mengeliminasi
untuk
afirmatif
dan
dengan
mengakui
latar belakang
sosial
pengucilan, dan pengabaian yang
budaya untuk berkompetisi secara
melahirkan
sehat
diskriminasi
melalui
dan
perlakuan yang adil dan fair. Jadi,
memperebutkan
kebijakan
publik.
afirmatif
merupakan
terbuka
posisi
dalam
di
arena
langkah proaktif dan progresif untuk
Ketiga, kebijakan afirmatif
menghapus perlakuan diskriminasi
tidak paralel dengan kuota bagi kaum
dengan
perempuan atau kelompok minoritas.
menilai
dan
menghargai
prestasi
Ada perbedaan fundamental antara
individual (individual merits) bukan
tujuan kebijakan afirmatif dan kuota.
persepsi stereotip yang menipu.
Tujuan utama kebijakan afirmatif
seseorang
berdasarkan
Kedua, dalam konteks jender,
adalah pelibatan sekelompok orang,
sama-
yang semula tereksklusi dan kurang
pemberian
terwakili di arena publik, tanpa
preferensi (pilihan subjektif), apalagi
pembatasan dan hanya didasarkan
hak-hak istimewa, kepada kaum
kualifikasi individual. Sistem kuota
kebijakan
afirmatif
sebangun
dengan
tidak
adalah court assigned to redress a
menjalankan kebijakan affirmative
pattern of discriminatory hiring.
action. Menurut Oppenheimer (1989)
Karena itu, kebijakan afirmatif tak
dalam Harper dan Reskin (2005) ada
bisa
dua
dijadikan
mengangkat
dasar
seseorang
untuk
yang
tak
sisi
yang
dilakukan,
mungkin
pertama,
harus
adanya
memenuhi standar kualifikasi dan tak
kebijakan quota dimana kelompok
layak menduduki posisi di lembaga
yang menjadi subjek affirmative
publik. Kebijakan afirmatif tidak
action diberikan quota berdasarkan
menoleransi
kesepakatan
seseorang
kemampuan
dengan
Harapannya
dan
dengan quota tertentu diharapkan
rendah—dengan
pada titik tertentu dapat berdaya dan
minimal
berkapasitas
tertentu.
pertimbangan jender atau keragaman
berakselerasi
sosial
ketertinggalan dan pada akhirnya
budaya—guna
menempati
mengejar
dapat memperoleh kedudukan dan
jabatan publik.
Harris & Narayan (1994)
berpendapat
untuk
bahwa
perdebatan
kesempatan
untuk
yang
sama.
menjalankan
Kedua,
tindakan
tentang tindakan afirmatif sebagian
afirmatif diperlukan komitmen untuk
besar telah menjadi dialog antara dua
tidak melakukan diskriminasi dengan
posisi sama besarnya. Di satu sisi,
membuka seluas-luasnya kesempatan
para kritikus menjelaskan sebagai
kepada
bentuk "diskriminasi terbalik" yang
subjek tindakan afirmatif.
harus
Teori Gender dan Konflik Peran
diberikan
dan
berkah
"semestinya diberikan" kepada yang
kelompok
yang
menjadi
Gender
berhak. Di sisi lain, mengatakan
Menurut Fakih (2002) kata
sebagai "perlakuan istimewa," tetapi
gender merupakan suatu istilah yang
dan hal itu sebagai pilihan yang
berarti
dibenarkan,
budaya tentang apa dan bagaimana
baik
sebagai
suatu
pemahaman
sosial
lelaki dan perempuan seharusnya
"compensation".
dari
berperilaku. Dengan kata lain gender
perdebatan ini adalah adanya dua
merupakan konstruksi masyarakat
pilihan yang harus dilakukan dalam
mengenai konsep peran seseorang
Konsekuensi
logis
yang didasarkan pada perbedaan
lebih cocok untuk bekerja di dalam
jenis kelamin.
rumah.
Konstruksi
Oakley (1972) yang dikutip
gender
diatas
Fakih (2002) memberikan makna
sesungguhnya akan menjadi masalah
gender
jenis
dan menjadi suatu ketidakadilan
kelamin yang bukan biologis dan
ketika ciri jenis kelamin (sex) harus
bukan kodrat Tuhan. Harus disadari
melekat pada peran gender. Ciri-ciri
bahwa perbedaan jenis kelamin (sex)
gender dapat melekat pada jenis
merupakan
yang
kelamin apapun. Bisa jadi perilaku
universal, berbeda dengan konsep
lemah lembutpun dapat muncul dari
jender bahwa peran sosial antara
jenis kelamin (sex) laki-laki.
sebagai
perbedaan
kodrat
Tuhan
Menurut
lelaki dan perempuan sebenarnya
Fakih
(2002),
muncul
karena
diciptakan oleh proses sosial dan
ketidakadilan
budaya
marginalisasi yang disebabkan oleh
yang
panjang
diantara
perbedaan gender dan subordinasi
mereka.
dalam
pada salah satu jenis kelamin. Misal
masyarakat kita lebih menekankan
pekerjaan kantoran dan pembuat
pada keunggulan laki-laki daripada
kebijakan adalah identik milik laki-
wanita. Secara garis besar, konstruksi
laki, bukan perempuan. Sedangkan
laki-laki ditandai ciri-ciri seperti
perempuan hanya pantas menjadi
gagah, tangguh, kuat, keras, pintar,
sekretaris untuk melayani pimpinan
lebih
laki-laki.
Konstruksi
menekankan
gender
pada
akal
Pelabelan
kelamin
selalu di lekatkan kepada kepantasan
penyebab
untuk
perempuan lemah, laki-laki kuat,
dan
juga
jenis
ketimbang perasaan, disiplin dan
memimpin
tertentu
pada
ketidakadilan.
bertanggungjawab untuk bekerja di
maka
luar rumah. Sedangkan perempuan
disandangkan
itu digambarkan sebagai mahluk
ketimbang perempuan.
yang lemah dan lembut, keibuan,
menjadi
penghargaan
Untuk
Bahwa
lebih
pada
harus
laki-laki
memahami
peran
cantik, halus, lebih menonjolkan
gender bagi kaum GLBT, perlu
perasaannya daripada logika dan
pemahaman
tentang
teori
peran
gender. Menurut Myers (1996) yang
sosialisasi peran gender memiliki
dikutip oleh Nauly (2002) peran
konsekwensi negatif terhadap orang
gender merupakan suatu set perilaku
tersebut atau orang lain. Konflik
perilaku yang diharapkan (norma-
peran gender tampil bila peran-peran
norma)
dan
gender yang kaku, seksis, atau
peran
terbatas, menimbulkan pribadi yang
untuk
perempuan.
laki-laki
Bervariasinya
gender di antara berbagai budaya
terbatas,
serta jangka waktu menunjukkan
mengganggu orang lain atau dirinya.
bahwa budaya memang membentuk
Hasil akhir dari konflik ini adalah
peran gender kita.
suatu
Nauly (2002) menjelaskan
perbedaan
antara
maskulin
dan
merendahkan
keterbatasan
dari
atau
potensi
kemanusiaan pada seseorang yang
mengalami konflik atau keterbatasan
feminin. Maskulin adalah sifat-sifat
dari potensi orang lain.
yang dipercaya dan dibentuk oleh
Menurut
Nauly
(2002)
budaya sebagai ciri-ciri yang ideal
konflik peran gender adalah konsep
bagi
yang yang multidimensional dan
pria.
Sedangkan
Feminin
nerupakan ciri-ciri atau sifat-sifat
kompleks.
Proses
yang dipercaya dan dibentuk oleh
dipelajari,
diinternalisasikan
budaya sebagai ideal bagi wanita.
dialami, mulai dari anak-anak sampai
Femininitas dan Maskulinitas ini
dewasa akhir, sangat kompleks, khas
berkaitan dengan stereotip peran
dan bersifat individual. Terdapat
gender. Stereotip peran gender ini
perbedaan-perbedaan generasi, ras,
dihasilkan dari pengkategorisasian
orientasi jenis kelamin, usia dan
antara perempuan dan laki-laki, yang
etnik dalam pengalaman konflik
merupakan suatu representasi sosial
peran gender. Termasuk para kaum
yang ada dalam struktur kognisi kita.
GLBT, konflik peran gender dapat
O'Neal, Good dan Holmes
(1995) yang dikutip Nauly (2002)
menyatakan bahwa konflik peranperan
keadaan
gender
merupakan
psikologis,
suatu
dimana
terjadi
dalam
peran
proses
gender
dan
penemuan
identitas mereka.
Konflik peran gender pada
kaum GLBT dapat dipahami sebagai
implikasi
dari
permasalahan-
permasalahan kognitif, emosional,
femininitas
ketidaksadaran, atau perilaku yang
berperilaku, bereaksi dan berinteraksi
disebabkan oleh sosialisasi peran-
dengan diri kita sendiri dan orang
peran gender yang dipelajari pada
lain
masyarakat
yang
seksis
sebagai
mana
kita
dan
patriarchal.
Nilai-nilai Strategis MSDM sektor
Untuk
memahami
konflik
Publik
peran gender kaum GLBT dapat
Nilai-nilai strategis seperti
menggunakan teori empat tingkatan
politik, keadilan dan efisiensi sangat
yang saling tumpang tindih dan
berpengaruh besar terhadap seluruh
kompleks yang dikemukakan Nauly
proses MSDM termasuk didalamnya
(2002), yakni kognisi, pengalaman-
pada proses rekruitmen. Klingner
pengalaman
dan
perilaku
afektif,
dan
perilaku-
Nalbandian
(1985:23)
pengalaman-
menyebutkan ada empat nilai yang
pengalaman ketidaksadaran. Konflik
sangat berpengaruh dalam proses
peran gender yang dialami pada
MSDM
tingkatan kognitif berasal dari cara-
Administrative efficiency, Political
cara seseorang yang berfikir terbatas
Responsiveness dan Social equity.
(restrictive)
Keempat
tentang
peran-peran
yaitu
Individual
nilai
tersebut
akan
maskulin dan feminin. Sikap-sikap
dipengaruhi
yang stereotip dan pandangan dunia
lingkungan/kondisi ekonomi, politik,
tentang laki-laki dan perempuan hasil
social dan teknologi.
dari keterbatasan kognitif. Konflik
oleh
Right,
empat
Individual right dan Social
peran gender yang dialami pada
Equity
tingkatan
dari
seseorang dalam memperoleh hak-
gangguan emosional yang mendalam
haknya dalam dunia kerja khususnya
tentang peran-peran maskulin dan
dalam sector publik juga terjaminnya
feminin. Konflik peran gender yang
keadilan sosial di dunia kerja tanpa
dialami
perilaku
adanya pembedaan dikarenakan asal-
berasal dari pengalaman konflik yang
usul suku, agama, ras dan jenis
nyata
kelamin. Klingner dan Nalbandian
afektif
pada
dengan
berasal
tingkatan
maskulinitas
dan
terkait
akan
hak
asasi
Sedangkan
(1985:25) menulis “In addition to
Political
executive and legislative direction,
responsive adalah nilai yang terkait
the judicial system has had its own
pola perilaku dan kualitas moral
impact
pejabat
on
public
personnel
terkait
respon
terhadap
management. The direction of the
tuntutan dan apa yang terjadi di
influence recently has been toward
masyarakat.
social equity and protection of
Nalbandian (1985:23) menulis “As a
constitutional right of employees.”
democratic form of government, the
Klingner
dan
Dalam hal rekruitmen, setiap
value of responsiveness assumes a
orang berhak untuk mendapatkan
premier moral quality.” Kemudian
pekerjaan
dilanjutkan dengan argument lain:
termasuk
kelompok-
”The values of responsiveness and
kelompok/golongan
cacat
social equity find sympathetic outlets
(difable), Hak Perempuan, Orang
in elected bodies, which of course
Miskin dan LGBT (Lesbian, Gay,
are sensitive to the will of the
Biseks dan Trangender/seksual) dan
people.”
terbatas/marginal,
atau
kelompok
penderita
yang
Jika
dibedakan
dikaitkan
dengan
karena asal-usul suku, agama, ras
pengaruh lingkungan seperti kondisi
dan
politik, nilai political responsiveness
golongan
tertentu
yang
kemudian dalam MSDM muncul
pada
istilah affirmative action (tindakan
berpengaruh besar, apakah pejabat
afirmatif).
tindakan
publik yang mempunyai wewenang
untuk
akankah menggunakan jabatannya
menjamin hak-hak seseorang untuk
untuk melakukan tindakan Kolusi
sebagai
dan Nepotisme untuk kepentingan
afirmatif
Kebijakan
ini
dilakukan
upaya
untuk
proses
rekruitmen
menyeimbangkan kesempatan bagi
keluarga,
kelompok masyarakat yang terus-
golongannya atau tidak?
menerus
bentuk
dalam proses rekruitmen ini, kualitas
diskiriminasi yang terlembaga dan
moral pejabat akan dipertaruhkan
kurangnya kesempatan yang sama.
dimata masyarakat, apakah akan
menghadapi
respon
kelompok
akan
terhadap
atau
Maka
ekpektasi
Isi Kebijakan sumber daya
masyarakat dengan berlaku adil dan
transparan
malah
manusia berperspektif transgender
keluarga,
diantaranya adalah kebijakan anti-
ataukah
mementingkan
kelompok/golongannya
dengan
memanfaatkan jabatannya?
Terakhir,
efficiency
Administrative
mempengaruhi
dalam
pelecehan,
kebijakan
anti-
diskriminasi,
kebijakan
equal
opportunity (kesempatan yang sama),
kebijakan tindakan afirmatif, dress
proses rekruitmen dimana dalam
codes, kebijakan
menentukan
pegawai
identitas karyawan, peraturan dan
senantiasa di analisis didasarkan
kebijakan akses ke sumber daya
pada pencapaian tujuan organisasi
perusahaan seperti kamar mandi dan
yang efektif dan efisien. Menurut
locker
Klingner dan Nalbandian (1985:37)
termasuk
dibutuhkan Scientific Management.
mengakui
“While the political neutrality of
transgender di tempat kerja.
kebutuhan
kamar.
Kajian
semua
ini
akan
kebijakan
yang
keberadaan
Oxford
administration was one expression of
yang mengatur
English
pegawai
dictionary
he efficiency movement, scientific
mendefinisikan transgender sebagai
management was another.”
“refers to people whose identity does
not
Transgender Human
Resources
conform
unambiguously
to
conventional notions of male or
female gender, but combines or
Policies
Weiss
(2004)
mengatakan
moves between these,. Eliding many
daya
complexities of transgender identity.
transgender
However, it has the benefit of
merujuk kepada kebijakan organisasi
conveying the ideas of ambiguity,
yang mengatur sumber daya manusia
combination
khususnya perusahaan atau suatu
identity.”
bahwa
kebijakan
manusia
sumber
berspektif
organisasi
yang
mengakomodasi
karyawan
transgender.
berjenis
harus
keberadaan
kelamin
and
Menurut
movement
weiss
of
(2004),
transgender juga menunjukkan pada
“gender
expression”.
mengatakan
“the
Weiss
expression
of
behavioral characteristics that are
kondisi
culturally
(suaramerdeka.com).
associated
with
the
seksual
Selain
mereka
characteristic is that transgender
tindakan kekerasan yang datang dari
self-identification and self-expression
kelompok
as
sampai kekerasan yang dilakukan
or
female
does
not
sering
itu
opposite sex. The distinguishing
male
juga
mereka
mengalami
masyarakat
correspond to the physical body in
oleh
aparat
the usual way”
pemerintah.
tertentu,
penegak
Seperti,
hukum
aparat
kepolisian dan Satuan Polisi Pamong
Praja
PEMBAHASAN
Di
Indonesia,
keberadaan
(Satpol
PP).
(hukumonline.com)
kelompok transgender di rasakan
Menurut Ketua Ikatan Waria
kurang berpengaruh dalam dunia
Malang (Iwama) Merlyn Sopjan
pekerjaan. Padahal menurut data
mengatakan
yang ada (vivanews.com), ada tujuh
mendapatkan pekerjaan bukan hanya
juta jiwa waria yang hidup di
untuk
Indonesia. Jumlah yang tidak sedikit
perempuan saja, waria juga memiliki
dan dimungkinkan menjadi salah
hak yang sama. Jaminan ini juga
satu permasalahan besar di Indonesia
tertuang dalam Pasal 27 ayat (2)
jika tidak diperhatikan dengan baik
UUD 1945. Ketika mendapatkan
dan hati-hati.
Khususnya dalam
pekerjaan pun masalah yang dihadapi
dunia pekerjaan, kaum transgender
waria belum berhenti. Intimidasi di
ini tidak terserap dalam dunia kerja
tempat kerja sering kali terjadi,
lebih khusus lagi sebagai pegawai
terutama di saat lingkungan kantor
negeri sipil. Kebanyakan mereka
mengetahui
bekerja dikitaran sebagai Pengamen
seksual
Jalanan,
identitas gender dan status HIV atau
Pekerja
Seksual
dan
Dalam dunia kerja mereka
mendapatkan
kalangan
laki-laki
untuk
dan
bahwa ada orientasi
yang
berbeda,
seperti
Orang Hidup Dengan HIV (ODHIV)
Pegawai Salon.
berpendapat
kesempatan
bahwa
diskriminasi
mereka
karena
karyawan tersebut.
Di
Indonesia
perjuangan
kaum transgender untuk diberikan
kesempatan kerja yang sama di
World Waria 2004", Sonia Wong
depan public sudah dilakukan. Pada
mengatakan "Kalau di Singapura
saat
RUU
jumlah waria sangat sedikit, kadang
Ketenagakerjaan bulan Januari 2009
kami merasa tersisih juga walau di
lalu para waria mendatangi DPR-RI
Singapura, kaum waria seperti kami
untuk memberikan masukan, adanya
diberikan kesempatan yang sama
kesempatan yang sama bagi waria
untuk mendapatkan tempat di ruang
dalam memperoleh pekerjaan.
publik
pembahasan
Merlyn Sopjan, ketua Ikatan
seperti
menjadi
pegawai
pemerintahan." (kapanlagi.com)
Waria Malang (Iwama) mewakili
Berdasarkan data-data diatas,
Forum Komunikasi Waria Indonesia,
keberadaan kaum waria tidak dapat
mengatakan perlu dipertimbangkan
dianggap
oleh pengambil kebijakan bahwa
kesempatan mereka dalam dunia
penampilan seseorang tidak harus
kerja. Kebijakan kemudahan waria
sesuai jenis kelamin, tetapi lebih
mengakses pekerjaan yang lebih
pada kemampuan.
layak setidaknya berpengaruh kepada
sepele.
Termasuk
FKWI,
penyelesaian masalah-masalah lain
Yulianus Rettoblaut mengatakan di
yang terkait dengan kelompok waria
seluruh
tersebut.
Menurut
Ketua
Indonesia
jumlah
waria
Berdasarkan
mencapai tujuh juta orang. Waria
data
yang
merupakan warga negara dan negara
didapat dari Survei Terpadu Biologi
memiliki tanggung jawab terhadap
dan
kelompok
yang sering dianggap
prevalensi HIV di Indonesia tahun
minoritas ini. Dari jumlah tujuh juta,
2007 menunjukkan bahwa sekitar
terdapat 800 waria lanjut usia yang
34%
tidak memiliki tempat tinggal.
mengidap
Perilaku
waria
(STBP)
di
HIV,
terkait
Jakarta
positif
virus
yang
Negara
mengakibatkan sindrom penurunan
kebijakan
ketahanan tubuh (AIDS). Angka ini
affirmative action sudah dilakukan
terus naik sejak tahun 1995 yang
walaupun
termarjinalkan
hanya 0,3%, lalu di tahun 1996
masih tetap terjadi. Runner Up "Miss
menjadi 3,2%, dan enam% di tahun
Dibandingkan
tetangga
Singapura,
kondisi
1997. Prevalensi HIV pada waria di
ruang
atau
batasan
yang
Jakarta pada tahun 2002 melonjak
sehingga
jadi 21,7%, tahun 2005 naik hingga
kemampuan kaum transgender untuk
menjadi
25%,
ditaksir
sampai
dapat
tepat
memberikan
dan
tahun
2007
menyesuaikan dirinya setara dengan
di
titik
34%.
kelompok
yang
lain
atau
Kesehatan
memberikan kebebasan yang seluas-
memperkirakan jumlah waria yang
luasnya kaum transgender untuk
terkena HIV di Indonesia pada tahun
mengakses kesempatan kerja?
Departemen
2006 adalah 20.960 hingga 35.300
Analisis
pertama,
jika
orang. Sementara itu STBP 2007
kebijakan quota dilakukan, kondisi
memperkirakan prevalensi HIV di
yang mungkin akan dihadapi adalah
kalangan waria di Bandung adalah
adanya kecemburuan dari kalangan
14% dan di Surabaya 25,2% (www.
mainstream/normal. Bagaimanapun
abiasa.org)
masalah
Rentannya
kaum
waria
kesempatan
pekerjaan
bukan saja terjadi dikalangan kaum
terkena HIV dimungkinkan karena
transgender.
Masalah
ranah pekerjaan mereka berputar di
kesempatan
kerja
sekitar
masalah besar bagi siapapun temasuk
pekerjaan
seksual.
akses
juga
menjadi
Diharapkan dengan adanya kebijakan
kelompok
tindakan
berupa
Dengan demikian dengan adanya
keterbukaan akses bagi para waria,
system quota di mungkin adanya
kegiatan penjajaan seksual dapat
masalah
terkurangi yang berdampak pada
masyarakat.
afirmatif
berkurangnya
kegiatan
seksual
mainstream
dan
dan
konflik
normal.
baru
di
Kebijakan lain yang harus di
ikuti dari kebijakan quota bagi kaum
mereka.
Namun permasalahan lain,
transgender
adalah
kebijakan
kebijakan tindakan afirmatif untuk
identitas dimana kaum transgender
kaum transgender ini harus dibuat
difasilitasi
lebih seksama dan hati. Ada dua
pengakuan
pilihan
dengan
memberikan idenitas legal sebagai
system quota dimana memberikan
waria disamping ada identitas pria
kebijakan,
yaitu
untuk
oleh
memperoleh
Negara
dengan
dan wanita. Kebijakan Identitas ini
Sumber
perlu dilakukan sebagai salah satu
mengakomodasi jenis pekerjaan apa
syarat yang harus di penuhi dalam
yang cocok untuk dikerjakan bagi
kebijakan quota. Karena bias jadi ada
kalangan
usaha kecurangan tertentu bagai
kebijakan
kalangan mainstream normal untuk
diskriminatif
merubah identitas dalam kartu tanda
kalangan transgender dinilai hanya
Penduduk agar dapat difasilitasi oleh
mampu mengerjakan jenis pekerjaan
kebijakan quota.
tertentu dan tidak melihat latar
Analisis
kedua,
kebijakan
Daya
Manusia
transgender.
khusus
dan
belakang
dalam
Walaupun
ini
dinilai
menganggap
pendidikan
dan
bagi
kemampuan, namun, hal ini menjadi
kalangan transgender bisa jadi solusi
penting karena kebijakan tersebut
terbaik.
equal
menyesuaikan kondisi di Indonesia.
opportunity atau kesempatan yang
Masih adanya pandangan negatif dari
sama
masyarakat,
membuka
seluas-luasnya
Dengan
adanya
setidaknya
memberikan
membuat
kebijakan
jaminan kepada kaum transgender
Manajemen Sumber Daya Manusia
untuk berkompetisi sehat di dunia
yang
kerja. Dengan kata lain jika terjadi
kelompok transgender ini harus hati-
diskriminasi
proses
hati dan perlu menyesuaikan diri
transgender
dengan harapan masyarakat. Perlu
rekruitmen,
setidaknya
haknya
dalam
kaum
dapat
oleh
kepentingan
dan
sosialisasi dan usaha memahamkan
hukum.
masyarakat dalam jangka waktu yang
menuntut
dilindungi
mengakomodir
Kebijakan
Equal
Employee
Opportunity
dapat
memberikan
sangat panjang.
kesempatan yang sama, semua orang
KESIMPULAN
tidak dirugikan, melihat semua orang
REKOMENDASI
DAN
Kebijakan tindakan afirmatif
mempunyai kemampuan yang sama,
dan jika terjadi praktek diskriminasi,
untuk
hukumlah yang menjadi pengadilnya.
Manajemen Sumber Daya Manusia
Analisis ketiga, perlu adanya
sektor publik khususnya bekerja
kebijakan khusus dari Manajemen
dalam
kaum
transgender
pemerintahan
dalam
merupakan
keharusan negara untuk melakukan
kebijakan tersebut sebagai bentuk
Bertens, Kees, 2000,
Etika
Bisnis,
Yogyakarta
Pengantar
Kanisius:
penghormatan HAM. Bagi penulis,
kebijakan tindakan afirmatif yang
paling tepat adalah kebijakan Equal
Employee
Opportunity.
Karena
kebijakan tersebut dapat menghindari
konflik dan kecemburuan sosial dari
kelompok lainnya.
Namun
menurut
penulis,
solusi yang diajukan jauh dari analisa
mendalam.
Oleh
karena
itu
diperlukan penelitian lebih lanjut,
manakah
tindakan
alternatif
afirmatif
transgender yang
kebijakan
bagi
kaum
cocok untuk
diterapkan.
DAFTAR RUJUKAN
Amich Alhumami, MItos Kebijakan
Afirmatif, harian kompas, 5
Februari 2009, diunduh dari
http://koran.kompas.com/read/
xml/2009/02/05/00430115/mit
os.kebijakan.afirma
Arasuli,
1999,
Reverse
Discrimination
dalam
pelaksaaan Affirmative action
di Amerika Serikat, thesis,
Program Pasca Sarjana UI,
Jakarta
Harper, Shannon and Barbara
Reskin,
2005, Affirmative
Action at School and on the
Job, Annu. Rev. Sociol. 2005.
31:357–79
doi:
10.1146/annurev.soc.31.04130
4.122155
Department
of
Sociology,
University
of
Washington,
Seattle,
Washington; di unduh dari
http://arjournals.annualreviews.
org
Harris, Luke Charles and Uma
Narayan, 1994,
Affirmative
Action and the Myth of
Preferential Treatment: A
Transformative Critique of the
Terms of the Af-firmative
Action Debate,
Harvard
BlackLetter Law Journal 11/1
(1994).
Diunduh
dari
http://www.aapf.org/pages/equ
alizing.html
Klingner, Donald E. dan John
Nalbandian, 1985,
Public
Personnel
Management:
Contexts and Strategies, New
Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Nauly, Meutia, 2002, Konflik Peran
Gender pada Pria : Teori dan
Pendekatan Empirik, diunduh
dari
http://library.usu.ac.id/downloa
d/fk/psikologi-Meutia.pdf.
No
Name,
prinsip-prinsip
Yogyakarta,
www.swaranusa.net/download.
php?id=54
Rosenberg, Debra, 2007, Rethinking
Gender, NEWSWEEK From
the magazine issue dated May
21, 2007, diunduh dari
http://www.newsweek.com/id/
34772
Program,
University:
Massachusetts
Northeastern
Boston,
http://www.rakyatmerdeka.co.id/situ
sberita/viewgb_foto.php?id=10
53&page=443
Sri, 2009, Diskriminasi
Imigran dan Kebinekaan di
Amerika,
http://www.kokikolomkita.com/baca/artikel/2/5
31/diskriminasi_imigran_dan_
kebinekaan_di_amerika
http://www.kapanlagi.com/h/000018
2946_print.html
Weiss, Jillian Todd, 2004, The
Cutting Edge Of Employment
Diversity: Transgender Human
Resources Policies In U.S.
Employers (dissertation), The
Law, Policy and Society
http://www.hukumonline.com/detail.
asp?id=20995&cl=Berita
Rum,
http://www.abiasa.org/index.php?opt
ion=com_content&task=view&id=15
7&Itemid=37
http://politik.vivanews.com/news/rea
d/23983-partai_partai_merayu_waria
Download