UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FAKULTAS

advertisement
UNIVERSITAS
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
ISLAM
INDONESIA
STATUS PASIEN UNTUK UJIAN
FAKULTAS
KEDOKTERAN
Nama Dokter Muda
NIM
Tanggal Ujian
Rumah sakit
Gelombang Periode
Untuk Dokter Muda
Fachsyar Hidayat
06711147
Tanda Tangan
RSUD Purbalingga
I. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny D
Jenis kelamin
: Perempuan
Umur
: 57 tahun
Alamat
: Karangsari Rt 02, Rw 07. Karangmoncol
Pekerjaan
: Ibu rumah tangga
Agama
: Islam
No. CM
: 610974
Bangsal
: Rawat inap
Tanggal masuk
: 8 Mei 2015
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan pada tanggal
:9 Mei 2015
Keluhan Utama : Lemes
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien baru datang dengan keluhan lemes dan nggliyeng yang dirasakan sejak 4
hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan dirasakan terus menerus, meningkat saat
melakukan aktivitas dan dirasa membaik saat istirahat. Akibat keluhan ini pasien sulit
dalam melakukan aktivitas sehari hari. Pasien juga mengeluh gusi sering berdarah
sejak kurang lebih satu bulan sebelum masuk rumah sakit.gusi berdarah dirasakan
sewaktu waktu, namun paling sering biasanya saat pagi hari pada saat bangun tidur, saat
makan, dan saat menggosok gigi yang biasanya baru berhenti setelah beberapa jam.
Dalam seminggu pasien bisa mengalami lebih dari 5 kali gusi berdarah. Pasien juga
mengeluhkan badannya serig biru biru lebam pada tubuhnya sejak satu bulan ini,
biasanya paling sering pada tangan dan kaki namun bisa juga terjadi di bagian tubuh
lain. Keluhan biru biru lebam ini dirasakan terutama saat pasien merasa kecapekan atau
setelah terbentur sesuatu pada tubuhnya. Pasien mengeluh biru biru lebam ini bisa
hingga lebih dari 3 kali dalam seminggu dan biru biru baru hilang setelah kurang lebih
satu minggu. Pasien belum pernah mencoba mengobati keluhan yang diderita ini
sebelumnya.
Demam (-), Pusing (+) nggliyeng, Sesak (-), Nyeri dada (-), Berdebar (-), Nyeri
perut (-), Mual (-), Muntah (-), BAB (+) normal, BAK (+) normal, Bengkak di tangan
atau kaki (-), Lebam lebam (+) di lengan bawah tangan kiri.
Riwayat Penyakit Dahulu :
 Riwayat keluhan serupa (-)
Riwayat Hipertensi disangkal
Riwayat Diabetes melitus disangkal
Riwayat mondok dirumah sakit (-)
Riwayat operasi (-)
Riwayat Penyakit Keluarga :
 Riwayat keluhan serupa (-)
 Riwayat Hipertensi disangkal
 Riwayat Diabetes melitus disangkal
 Riwayat mondok dirumah sakit (-)
Lingkungan dan Kebiasaan serta Sosial Ekonomi :
Pasien mengaku tidak pernah mengkonsumsi obat tertentu secara rutin atau terus
menerus. Pasien juga mengaku makan seperti layaknya orang lain, dua hingga tiga kali
sehari, tidak ada pantangan dan tidak ada kebiasaan mengkonsumsi makanan tertentu
yang tidak umum secara terus menerus atau rutin. Menu makan sehari hari pasien
seperti layaknya orang lain seperti nasi, sayuran (seperti bayam, kangkung, kacang
panjang dll), dan lauk (seperti tempe, ayam, tahu dll).
 Anamnesis Sistem :
 Sistem Saraf : pusing (+) nggliyeng, demam (-), Lemes (+)
 Sistem Kardiovaskuler : nyeri dada (-), Berdebar-debar (-)
 Sistem Respirasi : sesak napas (-), batuk (-)
 Sistem Digesti : mual (-), muntah (-), BAB (+) normal
 Sistem Urogenital : BAK (+), normal
 Sistem intergumentum : Lebam lebam (+)
 Sistem Endokrin : tremor (-), Pertumbuhan rambut tidak wajar (-)
III. PEMERIKSAAN TANDA VITAL (VITAL SIGN)
Dilakukan pada tanggal
: 9 Mei 2015
Tekanan darah
: 110/70 mmHg
Suhu tubuh
: 36,2OC
Frekuensi denyut nadi
: 90 x/menit
Frekuensi nafas
: 18 x /menit
IV. PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK :
A. KEADAAN UMUM :
Kesadaran
: Compos mentis, GCS : 15
Tinggi badan
: 162 cm
Berat badan
: 50 kg
Status gizi
: BMI = BB/ (TB2)
= 57/ (2,6244)
= 21,71 (normoweight)
B. PEMERIKSAAN FISIK :
Status generalis
Keadaan Umum
: Pasien sadar tampak lemah
Kepala
: Rambut hitam, uban (-), ikal (+), distribusi merata (+), alopesia
(-), mudah dicabut (-)
Mata
: Supersilia rata (-/-), palpebra superior oedem (-/-), hordeolum
(-/-), sclera ikterik (-/-), konjungtiva palpebra pucat (+/+),
hiperemis (-/-), pupil isokor, diameter pupil (3/3) mm
Hidung
: Nafas Cuping Hidung (-), hidung sianosis (-), deviasi septum
(-), secret (-/-), perdarahan (-/-), mukosa hidung hiperemis/pucat
(-/-).
Telinga
: deformitas daun telinga (-/-), nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tekan
mastoid (-/-), sekret (-/-), tuli (-/-)
Mulut
: bibir kering (-), pucat (-), sianosis (-), lidah kotor (-), tepi ujung
hiperemis (-), gusi berdarah (+), stomatitis (-), faring hiperemis
(-), tonsil tenang (-), ukuran (T0/T0)
Leher
: deviasi trachea (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), pembesaran
kelenjar limfonodi (-/-)
Thoraks
Inspeksi
: Dinding dada kanan dan kiri simetris, retraksi supra sternal (-/-),
retraksi intercosta (-/-)
Paru
:
Anterior
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Posterior
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Dextra
Simetris Statis dan Dinamis
Vocal fremitus (N)
Sonor
SD Vesikuler, S. Tambahan (-)
Sinistra
Simetris Statis dan Dinamis
Vocal fremitus (N)
Sonor
SD Vesikuler, S. Tambahan (-)
Dextra
Simetris Statis dan Dinamis
Vocal fremitus (N)
Sonor
SD Vesikuler, S. Tambahan (-)
Sinistra
Simetris Statis dan Dinamis
Vocal fremitus (N)
Sonor
SD Vesikuler, S. Tambahan (-)
Jantung
Inspeksi
: Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi
: Ictus cordis tidak teraba
Perkusi
:

Batas kanan
: SIC IV, Linea parasternalis dextra

Batas kiri
: SIC V, Linea midklavikularis sinistra

Batas atas
: SIC II, linea sternalis sinistra

Batas pinggang
: SIC III linea parasternal sinistra
Kesan : batas jantung normal
Auskultasi :
Suara dasar : S1 S2 reguler
Abdomen
Inspeksi
: Dinding distended (-), jaringan parut (-), masa (-), spider nevi (-)
Auskultasi
: Bunyi peristaltik (+), frekuensi 7 x/menit
Palpasi
: Supel (+), nyeri tekan (-), nyeri ulu hati (-), massa (-), Ballotemen
ginjal (-/-), Hepar teraba (-), lien teraba (-)
Perkus
: Timpani di empat kuadran abdomen, nyeri costovertebra (-/-), redup
berpindah (-).
Ekstremitas
Ekstremitas :
Superior
Dex/Sin
-/-/-
Sianosis
Oedem
Inferior
Dex/Sin
-/-/-
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Darah Rutin (10 Mei 2015)
HEMATOLOGI
Paket Darah Rutin
Hasil
Satuan
Nilai Normal
Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Eritrosit
Trombosit
MCH
MCHC
MCV
8,4
4
26
2,4
33
35
31
116
g/dl
103/uL
%
106/uL
103/uL
pg
g/dl
fl
11,7 – 15,5
3,8 – 10,6
40 - 52
4,4 – 5,9
150 - 440
26 - 34
32 – 36
80 – 100
Hitung Jenis
Eosinofil
Basofil
Netrofil Segmen
Limfosit
Monosit
0
0
48
35
16
%
%
1-3
0–1
50 – 70
25 – 40
2–8
Golongan Darah
o
menit
3–5
menit
2–5
Faktor pembekuan
Waktu pembekuan
Waktu perdarahan
> 5.00’’
> 5.00’’
Sero imunologik
Dengue
negatif
Gambaran Darah Tepi (11 mei 2015)
Seri Eritrosit : Anisositosis ringan – poikilositotis ringan. Hipokromasi ringan.
Dijumpai bentuk – bentuk eritrosit: ovalosit, tear drop sell, sel krenasi, tidak ditemukan
parasit malaria
Seri Leukosit : Jumlah normal. Hitung jenis seri granulosit meningkat khususnya
neutrofil staf dan segment neutrofil. Seri limfosit juga ditemukan beberapa. Ditemukan
beberapa limfosit atipikal. Granulasi toksik positip, vakuolisasi positip. Smudge sel
positip
Seri trombosit : Jumlah menurun, Bentuk besar ditemukan beberapa. Giant trombosit
juga ditemukan. Trombosit menggerombol juga ditemukan.
Kesan : Anemia normokrom normositer dengan trombositopenia.
Darah Rutin (11 mei 2015)
HEMATOLOGI
Hasil
Satuan
Nilai Normal
Paket Darah Rutin
Hemoglobin
7,5
g/dl
11,7 – 15,5
Leukosit
5,3
103/uL
3,8 – 10,6
Hematokrit
23
%
40 - 52
6
Eritrosit
2.2
10 /uL
4,4 – 5,9
Trombosit
23
103/uL
150 - 440
MCH
34
pg
26 - 34
MCHC
32
g/dl
32 – 36
MCV
106
fl
80 – 100
Hitung Jenis
Eosinofil
0
1-3
Basofil
0
0–1
Netrofil Segmen
47
50 – 70
Limfosit
37
25 – 40
Monosit
15
2–8
VI.
DAFTAR MASALAH PASIEN (BERDASARKAN DATA ANAMNESIS
DAN PEMERIKSAAN FISIK)
Daftar Masalah Aktif :
 Lemes
 Pusing nggliyeng
 Gusi berdarah
 Lebam lebam
VI. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING
 Evan Syndrome
 Ideopatik trombositopenia purpura
 Anemia hemolitik
 Dengue hemoragic fever
VII. DIAGNOSIS KERJA
 Evan Syndrome
VIII. RENCANA
A. TINDAKAN TERAPI :
Medikamentosa :

IVFD RL 30 tpm - Hidrasi

Inj Methyl prednisolone – kortikosteroid anti inflamasi

Provelin 75 0-0-1 - Pregabalin anti nyeri neuropatic

Mecobalamin 500mg 2x1 - Kobalamin, derivat vit B12 untuk neuropati perifer

Formuno 1x1 – Suplemen ketahanan tubuh

Inj Asam traneksamat 3x1 –Menghambat fibrinolisis untuk perdarahan akut

Inj Vit K 3x1 – Pemicu sintesis faktor pembekuan darah

Omeprazole 1-0-1 – Proton pump inhibitor
Non Medikamentosa :

Memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarga mengenai penyakit yang
diderita pasien.

Memberikan motivasi kepada pasien supaya minum obat sesuai aturan.

Memberikan edukasi mengenai efek samping obat.
Prognosis : Dubia ad bonam
Daftar Hasil Follow Up
9 mei 2015
S:
Lemes (+), Pusing (+) nggilyeng, Setegah wajah kiri terasa kesemutan, demam (-),
gusi berdarah (+), batuk (-), Pilek (-), mual (-), muntah (-), BAB (-) 2 hari, BAK (+)
O:
KU: tampak lemes
Kepala: CA (+), SI (-)
Kesadaran : Compus mentis
Leher: DBN
Tekanan darah : 110/70
Thorax: SP veskuler +/+, S1S2 reguler +
Nadi : 90x/menit
Abdomen : BU+N, Supel (+), NT+
Suhu : 36,2
Ekstremitas : Trombosis (+) lengan kiri
A:
Evan Syndrome
P:
IVFD RL 30 tpm
Inj Methyl prednisolone
Provelin 75 0-0-1
Mecobalamin 500mg 2x1
Formuno 1x1
Inj Asam traneksamat 3x1
Inj Vit K 3x1
Omeprazole 1-0-1
11 mei 2015
S:
Lemes (+) berkurang, Pusing (+) nggilyeng berkurang, demam (-), gusi berdarah
(+) berkurang, batuk (-), Pilek (-), mual (-), muntah (-), BAB (-) 3 hari, BAK (+)
O:
KU: tampak lemes
Kepala: CA (+), SI (-)
Kesadaran : Compus mentis
Leher: DBN
Tekanan darah : 120/80
Thorax: SP veskuler +/+, S1S2 reguler +
Nadi : 80x/menit
Abdomen : BU+N, Supel (+), NT+
Suhu : 36
Ekstremitas : Trombosis (+) lengan kiri
A:
Evan Syndrome
P:
IVFD RL 30 tpm
Inj Methyl prednisolone
Provelin 75 0-0-1
Mecobalamin 500mg 2x1
Formuno 1x1
Inj Asam traneksamat 3x1
Inj Vit K 3x1
Omeprazole 1-0-1
Opilac syr 1x2cth
12 mei 2015
S:
Lemes (-), Pusing (-), demam (-), gusi berdarah (-), batuk (-), Pilek (-), mual (-),
muntah (-), BAB (+) normal, BAK (+)
O:
KU: tampak lemes
Kepala: CA (-), SI (-)
Kesadaran : Compus mentis
Leher: DBN
Tekanan darah : 110/70
Thorax: SP veskuler +/+, S1S2 reguler +
Nadi : 90x/menit
Abdomen : BU+N, Supel (+), NT+
Suhu : 36,2
Ekstremitas : Trombosis (+) lengan kiri
A:
Evan Syndrome
P:
BLPL
PEMBAHASAN
EVAN SYNDROME
1. Definisi
Evan sindrom adalah suatu penyakit autoiun dimana antibodi menyerang sel
darah merah dan trombosit mereka sendiri yang menyebabkan autoimun anemia
hemolitik dan trombositopenia karena imun. Penyebab pasti terjadinya keadaan ini
sampai saat ini masih belum diketahui secara pasti. Sindom ini pertama kali dijelaskan
oleh RS Evan dan kawan-kawan pada tahun 1951.
Evan sindrom adalah kondisi yang sangat jarang ditemukan karena diagosis
penyakit ini hanya ditemukan di 0,8% sampai 3,7% dari keseluruhan pasien dengan ITP
(Ideopatic Trombositopeni Purpura) ataupun AIHA (Autoimun Hemolitic Anemia).
Data tentang peyakit Evan sindrom pada anak-anak masih bisa ditemukan dalam
literatur namun karakteristik dan jumlah kejadian evan sindrom pada orang dewasa
sangat sedikit sekali diketahui. Menurut Pui dalam A. Kabir (2010) ada tiga kriteria
untuk penegakan diagnosis evan syndrom :
a.
Adanya hemolitik anemia dengan tes coomb direk positif
b.
Trombositopenia yang timbul secara bersamaan ataupun satu per satu
c.
Tanpa diketahui penyebabnya
2. Epidemiologi
Evan sindrom adalah penyakit yang jarang ditemukan dan didiagnosis sehingga
angka frekuensi kejadian secara pasti masih belum diketahui. beberapa sumber
mengatakan pada pasien dewasa dengan imunositopenia dari tahun 1950-1958 termasuk
399 kasus dari AIHA dan 367 kasus dari trombositopenia hanya 6 dari 766 pasien yang
mengalami evan sindrom.
Hasil penelitian di Malaysia menyatakan dari 220 pasien ITP dan 102 AIHA
terdapat 12 orang yang mengidap Evan sindrom.
3. Patofisiologi
Walaupun evan sindrom muncul sebagai panyakit yang disebabkan oleh
autoimun, sampai saat ini patofisiologi yang jelas masih belum diketahui. Kebanyakan
penelitian hanya mempunyai sedikit jumlah pasien dan interpretasi dari hasil penelitian
sulit dibuat karena beberapa kasus Evan sindrom ini ternyata juga memiliki sitopenia
autoimun sekunder yang merupakan bagian dari autoimun limfoproliferatif sindrom.
Bagaimanapun, masih ada beberapa bukti abnormalitas di kedua sel dan imunitas
humoral pada Evan sindrom yang secara langsung menyerang antigen spesifik yang
terdapat pada sel darah merah, platelet dan neutrophil.
Pada penelitian Wang et al (1983) yang menggunakan 6 anak yang menderita
penyakit ini menemukan adanya penurunan persentase dari IgG, IgM, IgA dan T4 sel,
serta peningkatan persentase T8 sel dan penurunan yang nyata dari rasio T4:T8
dibandingkan orang normal dan pasien dengan ITP kronis dan ini berhubungan dengan
sitopenia pada pasien. Abnormalitas tersebut tetap ada selama di follow up 1 tahun.
Begitu juga penelitian Krakantza et al (2000) yang menemukan penurunan rasio
CD4/CD8 pada anak umur 12 tahun dengan evan sindrom, walaupun jumlah CD4 dan
CD8 nya menurun, menariknya penurunan rasio tersebut tetap bertahan walaupun telah
dilakukan splenektomi. Mereka juga menemukan kenaikan produksi interleukin 10 dan
interferon ᵞ sehingga mereka mengemukakan ini disebabkan oleh aktivasi autoreaksi,
produksi antibodi sel B. Bagaimanapun, abnormalitas dari imunitas selular masih belum
jelas seperti yang terlihat pada keadaan autoimun dan infeksi virus dan keadaan ini
tidak spesifik dengan evan sindrom.
Sekalipun frekuensi dari hematopoesis sel spesifik autoantibodi pada pasien
evan sindrom diketahui, namun masih sedikit sekali informasi yang menyatakan tentang
target antigen. Perubahan di serum imunoglobulin level pada evan sindrom dilaporkan
pada beberapa penelitian namun semuanya tidak mempunyai jumlah yang konsisten
ataupun spesifik.
Apoptosis dari limfosit yang telah teraktivasi sangat berpengaruh pada
homeostatis imunitas tubuh. Protein permukaan sel Fas (CD95) dan ligannya
memainkan peranan penting dalam mengatur apoptosis limfosit. Rusaknya permukaan
fas dan ligannya menyebabkan penumpukan jumlah limfosit tua dan menyebabkan
penyakit autoimun pada tikus. Hasil dari beberapa penelitian menyatakan rusaknya fase
apoptosis limfosit oleh karena mutasi gen fas yang menyebabkan sindrom autoimun
limfoproliferatif berat pada manusia.
4. Gambaran Klinis
Pasien dengan AIHA dan ITP dapat muncul satu per satu ataupun bersamaan.
Neutropenia terjadi lebih dari 55% pasien, atau pansitopenia (14%). Perkembangan dari
sitopenia yang kedua bisa muncul setelah berbulan bulan atau bahkan bertahun-tahun
setelah sitopenia pertama dan mengakibatkan diagnosis tertunda.
Gambaran klinisnya bisa dari anemia hemolitikya seperti tampak pucat, lemas,
tampak kuning, gagal jantung pada kasus yang berat. Atau gambaran ITP seperti
petechiae, purpura, memar, perdarahan mukokutan.
5. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik biasanya menunjukkan AIHA dan ITP. Pemeriksaan bisa
menunjukkan limfadenopati, hepatomegali dan atau splenomegali. Limfadenopati dan
organomegali mungkin kronis atau intermiten dan pada beberapa kasus bisa tampak
selama episode akut eksaserbasi.
6. Pemeriksaan Laboratorium
Hitung jumlah darah bisa menunjukkan sitopenia dan apusan darah mengarah ke
AIHA seperti polikromasia, sferosit dan untuk membuang penyebab yang lain seperti
keganasan, mikroangiopati hemolitik, kongenital hemolitik dan trombositopeni. Ciri
dari hemolitik harus ditemukan seperti peningkatan retikulosit, hiperbilirubinemia
unkonjugasi dan penurunan haptoglubin. Tes antiglobulin langsung biasanya hampir
menunjukkan positif pada semua kasus.
Sangat disarankan untuk mengukur serum imunoglobulin pada semua pasien,
hal ini tidak hanya untuk menyingkirkan diagnosa lain seperti common variable
imunodeficiency dan defisiensi IgA namun juga sebagai dasar utama utuk melakukan
terapi immunomodulator. Untuk tambahan, keadaan autoimun lainnya seperti SLE
harus dicari dengan antinuclear antibody (ANA), double stranded DNA, dan faktor
rematoid. Dan yang paling penting adalah menyingkirkan ALPS (autoimun
Limfoproliferative sindrom) dengan menilai darah tepi dan sel T menggunakan aliran
sitometri. Hasil negatif pemeriksaan sel T (CD4, CD8, CD3, TCRαβ) bias dilakukan
sebagai skrining pertama yang paling sensitif untuk ALPS.
Investigasi sumsum tulang juga bisa digunakan untuk menyingkirkan proses
infiltratif pada pasien dengan pansitopenia.
7. Diagnosa Banding
Sebelum mendiagnosakan Evan sindrom, penyebab lain yang mendasari
sitopenia karena imun harus disingkirkan seperti SLE, IgA defisiensi, CVID, AIDS dan
ALPS karena masing-masing penyebab mempunyai tatalaksana yang jauh berbeda.
8. Tatalaksana
Tatalaksana untuk Evan sindrom masih meragukan sampai saat ini. Sindrom ini
bisa berulang dan respon terhadap pengobatan masih sangat bervariasi bahkan dalam
individu yang sama. Indikasi pengobatan juga belum ditemukan pada penelitian.
Bagaimanapun sangat berguna untuk mengobati pasien secara simptomatis.
Sampai saat ini belum ada RCT dalam evan sindrom dan beberapa penelitian
yang sudah-sudah hanya menggunakan sedikit sekali pasien.
a. Lini Pertama
Pengobatan lini pertama yang paling sering digunakan yaitu kortikosteroid dan atau
imunoglobulin intravena. Pada keadaan akut, transfusi darah atau platelet bisa diberikan
untuk mengurangi gejala.
Kortikosteroid merupakan obat lini pertama dengan hasil yang lumayan. Dari
beberapa penelitian banyak yang mengalami perbaikan walau tidak sampai tahap
sembuh. Dosis prednisolone yang digunakan sangat bervariasi dari 1mg/kg/hari sampai
4 mg/kg/hari. Bahkan respon yang bagus juga ada pada pemberian dosis besar
metilprednisolon i.v 30 mg/kg/hari untuk 3 hari lalu 20mg/kg/hari untuk 4 hari
dilanjutkan 10,5,2,1mg/kg /hari untuk tiap minggunya.
Imunoglobulin intravena diberikan pada pasien yang memiliki inefektif steroid
atau pasien yang tidak bisa meneria dosis tinggi. Dosis yang biasa digunakan 2 g /kg
dalam dosis terbagi.
b. Lini kedua
Pengobatan lini kedua meliputi imunosupresif agen (siklosporin, mikopenolat mofetil
dan danazol), rituximab dan kemoterapi (vincristine), splenektomi juga termasuk
pengobatan lini ke dua. Pemilihan obat ini tergantung dari kriteria klinis seperti umur
pasien, beratnya penyakit dan riwayat pengobatan sebelumnya.
Pengobatan menggunakan siklosporin digunakan dosis 5mg/kg 2 kali sehari bisa
digunakan berbarengan dengan prednisolon. Menurut Scaradavou dan Bussel, tingkatan
penggunaan obat meliputi1. steroid + IVIG , 2. IV steroid, IVIG, i.v vincristin dan oral
danazol, 3 dan ditambah oral siklosporin.
Mikpenolat mofetil adalah inhibitor poten dari inosin monofosfat dehidrogenae, dan
merupakan penghambat proliferasi limfosit. Dosis yang dipakai berupa 500 g 2 kali
sehari dan meningkat sampai 1 gr 2 kali sehari sampai 2 minggu.
c. Lini ketiga
Kebanyakan pasien akan merespon pengobatan lini pertama dan ke dua setidaknya
untuk beberapa tahun ke depan. Untuk lini ketiga dapat diberikan siklopospamid,
alemtuzumab dan SCT atau Stem Cell Transplantation.
9. Prognosis
Seperti yang telah dibahas sebelunnya, evan sindrom dikarakteristikkan sebagai
penyakit yang berulang. Pada beberapa pasien ini dapat bertahan lama dengan SCT. Pui
et al dan Scaradavou dan Bussel menyatakan episode ITP lebih sering dan lebih susah
dikendalikan daripada AIHA. Data dari 75 pasien yang mempunyai nilai median 3,7,8,9
tahun menunjukkan angka kematian sebesar 7%, 36%, 33% dan 30 %. Penyebab
kematian berhubungan dengan hemoragik dan sepsis yang berlangsung. Menurut
Michel M, sebelum adanya rituximab, keseluruhan prognosis dari penyakit ini masih
sangat rendah.
DAFTAR PUSTAKA
Costallat GL. 2012. Evans syndrome and systemic lupus erythematosus: clinical
presentation and outcome. Medical School of Sorocaba, Pontifical Catholic
University of São Paulo, Brazil
Dave P. 2012. Evan Syndromes revisited. J Assoc Physicians India. 2012 Apr;60:60-1
García-Muñoz R, et al. 2009. Splenic marginal zone lymphoma with Evans' syndrome,
autoimmunity, and peripheral gamma/delta T cells. Ann Hematology
Kabir A. 2010. Evan’s syndrome revisited. J Medicine India 2010 November; 78-82
Mathew P. 2015. Evan Syndrome pada Medscape Reference. Diunggah tanggal 15 mei
2015 di emedicine.medscape.com
Michel , et al. 2008. Characteristics of warm autoimmune hemolytic anemia and Evans
syndrome in adults. Press medical international.
Michel M, et al. 2009. The spectrum of Evan Syndrome in adults : new insight into the
disease based on the analysis of the 68 case. Journal of the american society of
hematology. USA.
Norton A, Roberts I. 2005. Management of Evans syndrome. Br J Haematology
Paediatric haematology, St Mary’s Hospital. London, UK.
Pegels JG, et al. 1983. The Evans syndrome: characterization of the responsible
autoantibodies. Br J Haematology. London, UK.
Download