BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyelenggaraan negara

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Penyelenggaraan negara mempunyai peran penting dalam mewujudkan cita-
cita perjuangan bangsa. Hal ini secara tegas dinyatakan dalam Penjelasan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yang menyatakan bahwa yang
sangat penting dalam pemerintahan dan dalam hal ini hidupnya negara ialah
semangat para Penyelenggara Negara dan pemimpin pemerintahan. 1 Penyelenggara
Negara meliputi Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara2 dan Menteri3 yang
artinya bahwa Presiden yang dibantu oleh Menteri memiliki tanggung jawab untuk
menyelenggarakan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Kementerian Agama merupakan salah satu lembaga yang dibentuk guna
membantu Presiden dalam rangka membangun kesadaran umat beragama dalam
bernegara dan berbangsa. Kementerian Agama adalah kementerian yang memiliki
fungsi dalam hal: 4
a. perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidangnya;
b. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggun
jawabnya;
1
Lihat Penjelasan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang
Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851)
2
Lihat Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara
yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851)
3
Lihat Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara
yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851)
4
Lihat Pasal 8 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4916)
1
2
c. pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya;
d. pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan
kementerian di daerah; dan
e. pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.
Sesuai dengan amanah dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Ibadah Haji, Pemerintah berkewajiban melakukan pembinaan,
pelayanan, dan perlindungan dengan menyediakan layanan administrasi,
bimbingan ibadah haji, akomodasi, transportasi, pelayanan kesehatan, keamanan,
dan hal-hal lain yang diperlukan oleh Jemaah haji. Maka dari itu pemerintah dalam
rangka memberikan pelayanan publik kepada masyarakat dengan membentuk
lembaga khusus yang berwenang untuk menyelenggarakan kegiatan tersebut yaitu
Kementerian Agama.
Dalam menjalankan tugas serta fungsi pelayanan publik, Kementerian Agama
sejak 18 September 2014 pemerintah memberlakukan Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 108 Tahun 2014 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di
Lingkungan Kementerian Agama. Pemberian tunjangan kinerja di lingkungan
Kementerian Agama dinilai penting karena dalam pelaksanaan reformasi birokrasi
ketentuan ini dibuat dengan tujuan agar tercipta iklim kerja yang profesional,
produktif, penuh integritas dan peduli pada perbaikan pelayanan.
Dalam pelaksanaan peraturan tersebut sumber keuangan yang dipakai berasal
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada tahun anggaran
bersangkutan. Selanjutnya, pemberian tunjangan kinerja ini berorientasi pada
pemaksimalan potensi aparatur negara yang berada di lingkungan Kementerian
Agama. Artinya aparatur negara digaji sesuai dengan kinerja yang diberikan kepada
negara dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Hal tersebut
3
mencerminkan efektifitas dan efisiensi dalam bekerja, dimana hal efektivitas dan
efisiensi merupakan bagian dari prinsip yang ada dalam good governance.
Prinsip good governance dapat ditemui dalam Pasal 3 Undang-undang Nomor
28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Diantaranya menyebutkan asas Kepastian Hukum,
asas Tertib Penyelenggaraan Negara, asas Kepentingan Umum, asas Keterbukaan,
asas Proporsionalitas, asas Profesionalitas dan asas Akuntabilitas.
Dalam penjelasan Pasal 2 huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun
2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil yang
merumuskan
Kepemerintahan
kepemerintahan
yang
yang
Baik
mengembangkan
dan
(good
governance)
menerapkan
sebagai
prinsip-prinsip
profesionalitas, akuntabilitas, transparansi, pelayanan prima, demokrasi, efisiensi,
efektivitas, supremasi hukum dan dapat diterima oleh seluruh rakyat.
Berikutnya dalam penyelenggaraan negara terkait good governance terdapat
pada penjelasan Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang menyatakan tentang Asas Umum
Penyelenggaraan Negara diantaranya:
a. asas "kepastian hukum" yaitu asas dalam negara hukum yang
mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan
keadilan dalam setiap kebijakan Penyelenggara Negara;
b. asas "tertib penyelenggaraan negara" yaitu asas yang menjadi landasan
keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian
penyelenggaraan Negara;
c. asas "kepentingan umum" yaitu asas yang mendahulukan kesejahteraan
umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif;
d. asas "keterbukaan" yaitu asas yang membuka diri terhadap hak
masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak
diskrimantif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap
4
memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia
negara;
e. asas "proporsionalitas" yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan
antara hak dan kewajiban Penyelenggara Negara;
f. asas "profesionalitas" yaitu asas yang mengutamakan keahlian yang
berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
g. asas "akuntabilitas" yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan
dan hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara harus dapat
dipertanggung jawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai
pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Penerapan asas efektivitas dan efisiensi dalam penyelenggaraan negara di
Indonesia menjadi sebuah indikator sebagai negara yang bersih dan bebas dari
korupsi, kolusi dan nepotisme. Indonesia dalam penyelenggaraan negara
mendasarkan pada good governance yang didalamnya mengatur tentang asas
efektivitas dan efisiensi.
Efektivitas dan efisiensi merupakan proses kegiatan dan kelembagaan
diarahkan untuk menghasilkan sesuatu yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan
melalui pemanfaatan yang sebaik-baiknya berbagai sumber-sumber yang tersedia. 5
Dapat dipahami bahwa dalam penyelenggaraan negara, efektivitas dan efisiensi
merupakan kegiatan yang berorientasi pada hasil dengan pendekatan proses yang
sederhana serta dapat memanfaatkan berbagai potensi yang ada. Hal ini
menunjukan bahwa dalam penyelenggaraan negara harus dilaksanakan secara tepat.
Asas efektivitas adalah asas yang berorientasi pada tujuan yang tepat guna
dan berdaya guna. 6 Selanjutnya asas efisiensi adalah asas yang berorientasi pada
5
Sedarmayanti, 2004, Good Governance (Kepemerintahan yang baik) bagian kedua: Membangun
Sistem Manajemen Kinerja Guna Meningkatkan Produktivitas Menuju Good Governance, Mandar
Maju, Bandung, hlm. 5.
6
Penjelasan Pasal 58 huruf i Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 5587)
5
minimalisasi penggunaan sumber daya dalam penyelenggaraan negara untuk
mencapai hasil kerja yang terbaik. 7 Asas efisiensi ini dapat dinilai dari perspektif
pemberi layanan maupun pengguna layanan. Dari perspektif pemberi layanan,
organinasi pemberi layanan harus mengusahakan agar harga pelayanan murah dan
tidak terjadi pemborosan sumberdaya publik. Pelayanan publik sebaiknya
melibatkan sedikit mungkin pegawai dan diberikan dalam waktu yang singkat.
Demikian juga dari perspektif pengguna layanan, mereka menghendaki pelayanan
publik dapat dicapai dengan biaya yang murah, waktu singkat, dan tidak membuang
energi. 8
Masih sering terjadi kasus yang terkait dengan pelanggaran terhadap
penerapan asas efektivitas dan efisiensi dalam good governance dalam
penyelenggaraan negara. Misalnya, nilai-nilai budaya kerja yang searah dan
mendukung terciptanya kepemerintahan yang baik saat ini belum memadai untuk
penerapan prinsip-prinsipnya. Nilai budaya kerja yang berkembang justru sering
kontra produktif dengan konsep Kepemerintahan yang Baik (good governance).
Dalam konteks ini dapat diidentifikasi pada sebagian besar pemerintahan daerah
dan juga pusat masih enggan melakukan pengukuran terhadap efektivitas program
dan kegiatan mereka sendiri sebagai wujub akuntabilitas. Akibatnya mereka tidak
7
Lihat Penjelasan Pasal 58 huruf h Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 5587)
8
Agus Dwiyanto, 2014, Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta, hlm. 147.
6
pernah mengetahui kinerja yang riil dan juga tingkat kepuasan masyarakat terhadap
pelayanan aparatur pemerintah. 9
Kemudian tingkat kesejahteraan yang masih rendah merupakan realitas yang
dialami oleh aparatur negara baik di pusat maupun daerah. Beberapa daerah
memang telah berhasil meningkatkan penghasilan aparaturnya ke tingkat yang
relatif tinggi, tetapi secara umum penghasilan aparatur masih rendah dibandingkan
dengan ragam kebutuhan hidup mereka. 10
Dalam kondisi kesejahteraan yang demikian, akan sulit diharapkan aparatur
dapat menjalankan tugasnya sesuai dengan prinsip-prinsip Kepemerintahan yang
Baik (good governance). Secara naluriah mereka akan lebih fokus pada bagaimana
memenuhi kebutuhan hidup ketimbang menampilkan prestasi kerja atau kinerja
tinggi, efektif dan efisien.
Berangkat dari permasalahan tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji,
meneliti dan berupaya untuk memberikan solusi terbaik mengenai berbagai masalah
terkait penerapan asas efektivitas dan efisiensi dalam good governance terkait
penyelenggaraan negara.
B.
Rumusan Masalah
1. Mengapa dalam penyelenggaraan negara oleh kementerian agama diatur
tentang asas efektivitas dan efisiensi dalam good governance?
9
Idup Suhady, 2009, Kepemerintahan yang Baik:Modul Pendidikan dan Pelatiahn Prajabatan
Gol. I, Lembaga Administrasi Negara, Jakarta, hlm. 71.
10
Ibid, hlm. 69.
7
2. Mengapa masih terjadi pelanggaran terhadap asas efektivitas dan efisiensi
dalam good governance oleh kementerian agama dalam penyelenggaraan
negara?
C.
Tujuan Penelitian
1. Tujuan objektif
a. Untuk meneliti secara mendalam tentang orientasi dalam penerapan
asas efektivitas dan efisiensi dalam good governance oleh
Kementerian Agama;
b. Untuk mengetahui dan menyimpulkan bahwa penerapan asas
efektivitas dan efisiensi dalam good governance masih memerlukan
penelitian lebih lanjut dan mendalam.
2. Tujuan subjektif
a. Untuk memperoleh gelar Magister (S2) di Pascasarjana Magister Ilmu
Hukum Universitas Gadjah Mada;
b. Untuk memperoleh tambahan pengetahuan di bidang hukum tata
negara khususnya mengenai pelaksanaan penyelenggaraan negara
oleh eksekutif.
D.
Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Menjadikan prinsip dalam good governance sebagai tolak ukur yang ideal
dalam penyelenggaraan negara oleh kementerian negara.
2. Manfaat Praktis
8
Memberikan gambaran jelas mengenai penerapan good governance oleh
Kementerian Agama yang telah dilaksanakan secara menyeluruh sehingga
dapat dijadikan sebagai contoh lembaga maupun kementerian yang lain.
E.
Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran kepustakaan, diketahui telah ada penelitian
terdahulu yang berkaitan dengan good governance.
Prinsip public good governance dalam hubungan internasional melalui
perjanjian sister city, yang ditulis oleh Ika Ariani Kartini. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui implementasi perjanjian sister city oleh pemerintah kota
Bandung dan memahami hukum perjanjian internasional, kemudian mengetahui
perjanjan sister city yang diimplementasikan oleh pemerintah kota Bandung apakah
telah sesuai dengan prinsip public good governance dalam hubungan internasional
dan mengetahui hambatan apa saja yang dihadapi oleh pemerintah kota Bandung
berkaitan dengan pelaksanaan perjanjian sister city.
Sedangkan penulis sendiri membahas tentang kenapa dalam penyelenggaraan
negara mengatur asas efektivitas dan efisiensi yang terdapat dalam prinsip good
governance, kemudian selanjutnya membahas kenapa masih terjadi pelanggaran
terhadap asas tersebut, dimana lingkungan penelitian penulis mengambil tempat di
Kementerian Agama Republik Indonesia.
Dengan demikian penelitian ini jelas berbeda dengan hasil penelitian yang
sudah ada sebelumnya, meskipun beberapa literatur atau referensi yang digunakan
dalam penulisan ini sedikit memiliki kesamaan, akan tetapi substansi maupun
masalah yang merupakan objek analisis dan pembahasannya sangat berbeda. Oleh
9
karena itu, penulis menyatakan bahwa karya ilmiah dalam bentuk tulisan ini adalah
asli dan ditulis dengan beberapa referensi terkait.
Download