Transformasi Perbankan Digital yang Lebih dari Sekedar

advertisement
“Transformasi Perbankan Digital yang Lebih dari Sekedar
Digital Lipstick”
oleh Leonardo Koesmanto
Anggota Asosiasi FinTech Indonesia dan Head of Digital Banking, Bank DBS Indonesia
Dewasa ini dunia usaha, mulai dari perusahaan telekomunikasi, transportasi dan ritel, diramaikan
dengan misi yang sama, yaitu mengusung inovasi pengembangan teknologi dan digital seiring
dengan cara komunikasi, konsumsi dan transportasi yang berubah. Dunia keuangan dan perbankan
pun tak luput dari disrupsi digital, hanya masalah siapa yang lebih dulu mengimplementasi dan
sejauh mana mereka bertransformasi. Perubahan ini diharapkan mampu mendobrak anggapan
klasik bahwa perbankan adalah industri yang kaku, karena terbentur sistem serta regulasi yang
ketat.
Perbankan digital dianggap menjadi cara baru berbisnis terutama berkat potensinya untuk
menghemat biaya. Bank sebaiknya melihat bahwa hal tersebut bukan sekedar mendigitalisasi
produk yang sudah ada, tapi merubah pola pikir dan solusi menjadi digital sesuai perilaku dan
kebutuhan masyarakat. Misalnya; memahami pain point masyarakat - seperti mencicil kredit rumah,
merencanakan pendidikan anak, investasi pensiun dan hari tua - kemudian menganalisa hambatan,
dan membangun solusinya.
Perubahan cara bisnis perbankan menjadi digital juga didorong oleh munculnya perusahaan rintisan
teknologi finansial (tekfin). Riset DBS “Digital Banking: New Avatar – Banks Watch Out for Banks”
mengungkapkan, tekfin melayani secara lebih personal dan menyentuh masyarakat di wilayah
pelosok yang sulit dijangkau perbankan. Tekfin juga lebih efisien dibandingkan bank tradisional
karena dapat menekan biaya operasional.
Pertumbuhan tekfin, menggugah industri perbankan untuk gesit bertransformasi. Transformasi
tidak bisa sekedar mengklaim diri sebagai bank digital (digital lipstick), namun termasuk perubahan
dari dalam seperti mengubah pola pikir, perilaku dan mendefinisikan kembali peran setiap
karyawan.
Ada tiga faktor utama dalam agenda transformasi perbankan digital. Pertama, secara perlahan
meninggalkan tumpukan kertas sebagai proses utama perbankan dan mengadopsi cara-cara baru
yang lebih cerdas. Dibutuhkan pemikiran ulang pada arsitektur teknologi, yang tentunya sangat
menantang bagi sebuah institusi besar yang telah dirintis selama 30-50 tahun. Tantangan lainnya
terkait perubahan semua proses, dengan dukungan aplikasi pemrograman tampilan antarmuka
(Application Programming Interface/API), serta integrasinya dengan aplikasi lain.
Kedua, perbankan perlu menempatkan diri pada sisi nasabah dan mengubah pengalaman konsumen
agar menjadi lebih dari otomasi.
Ketiga, dan yang paling menantang adalah menanamkan budaya baru dalam perusahaan. Regulasi
yang ketat di perbankan terkadang membatasi ruang kreativitas, pembenahan dapat dilakukan mulai
dari penerapan konsep open office agar tercipta nuansa kolaborasi, cara busana karyawan yang smart
casual untuk menstimulasi gaya bekerja yang dinamis dan berpikiran terbuka. Bank pun kini
merancang seri pelatihan untuk mempersiapkan karyawan bekerja dengan gesit (agility) yang
Disiapkan oleh
mencakup topik seputar teknologi, media sosial, API, pemasaran digital, serta keamanan teknologi
informasi. Semuanya dikemas dalam aplikasi digital yang dapat diakses dimana saja.
Selain tiga kunci utama tadi, kolaborasi antara perbankan dan tekfin menjadi esensi penting dalam
kesuksesan transformasi. Perbankan telah menggunakan teknologi Virtual Assistant sebagai
pengganti customer center. Di DBS, kolaborasi dilakukan dengan tekfin rintisan yang fokus
mengembangkan teknologi machine learning, sehingga sekitar 80% pertanyaan nasabah di India pun
dapat terjawab.
Untuk menstimulasi lahirnya ide dan mengembangkan budaya kewirausahaan, DBS Group
membentuk beberapa program seperti DBS Academy di Singapura, Indonesia, dan Taiwan,
pengembangan program inkubator DBS Hot Spot Pre-Accelerator bagi perusahaan rintisan digital;
DBS Asia X di Singapura sebagai tempat lahirnya inovasi untuk pengalaman nasabah yang lebih baik
lewat kolaborasi dengan ekosistem tekfin, serta program magang Unicorn bagi mahasiswa untuk
mengasah kemampuan kewirausahaan dan mencari solusi bagi tantangan yang dihadapi bank.
Terakhir yang juga menarik untuk dikaji adalah sejauh mana perbankan dan tekfin dapat saling
memanfaatkan kelebihan satu sama lain. Lewat kolaborasi, sistem keamanan TI yang dijaga oleh
bank dan kenyamanan nasabah yang ditawarkan oleh tekfin dapat berjalan seirama. Semua ini
dilakukan bersama demi satu tujuan, yaitu menyajikan pengalaman nasabah yang lebih baik,
menyeluruh, terpadu, dan efisien. Kolaborasi seperti ini semakin mempercepat agenda para pelaku
industri perbankan dalam bertransformasi, khususnya bagi bank yang telah berdiri selama ratusan
tahun di dunia.
Disiapkan oleh
Download