bio-ekonomi perubahan teknologi penangkapan

advertisement
www.oseanografi.lipi.go.id
ISSN 0216-1877
Oseana, Volume XV, Nomor 3 : 115 - 126
BIO-EKONOMI PERUBAHAN TEKNOLOGI
PENANGKAPAN IKAN
oleh
Purwanto *)
ABSTRACT
BIOECONOMIC OF THE TECHNOLOGICAL CHANGE IN FISHERY. The
purpose of this article is to show how bioeconomic theory can provide an analytical
framework for the phenomenon of technological change in fishing industry. Impact of
the technological change to the development of the fishing industry will depend on
the dynamics of the biomass, current level of the nominal fishing effort, and price
elasticity of the demand, and other factors are assumed to be constant.
PENDAHULUAN
Nelayan dengan menggunakan perahu
atau kapal dan sejumlah masukan hanya
dapat secara langsung mengendalikan produksi upayanya, sedangkan hasil tangkapannya tidak dapat dikendalikan secara langsung. Hal ini disebabkan karena jumlah hasil
tangkapan disamping tergantung pada tingkat upaya penangkapan juga akan ditentukan oleh besarnya sediaan (stock) ikan
(ANDERSON, 1976).
Sediaan ikan di laut pada hakekatnya
merupakan sumberdaya milik bersama (common property), sifat pemilikan demikian
menyebabkan tidak seorangpun mempunyai
hak khusus untuk memiliki sendiri atau
mencegah orang lain mengusahakan sumberdaya tersebut. Bila kegiatan penangkapan
ikan tidak dibatasi oleh Pemerintah maka
setiap nelayan bebas untuk ikut serta maupun berhenti melakukan penangkapan ikan,
dan terdapat kecenderungan pada nelayan
untuk menangkap ikan sebanyak mungkin
agar tidak didahului nelayan lainnya (BELL,
1980).
Untuk dapat merebut bagian yang
lebih besar dari sediaan ikan yang menjadi
milik bersama, nelayan berusaha memaksimumkan waktu penangkapannya dan pienggunakan teknologi penangkapan yang lebih
efisien. Peningkatan teknologi, dengan
tujuan untuk efisiensi usaha penangkapan,
antara lain dilakukan nelayan dengan cara :
mengganti alat tangkapnya dengan yang
lebih efisien, memperbesar ukuran kapal,
menggunakan alat bantu untuk mendeteksi
tingkat kelimpahan sediaan ikan ataupun
alat bantu untuk mengumpulkan gerombolan ikan, dan lain-lainnya. Secara umum,
dari sisi teknis produksi, peningkatan teknologi penangkapan ikan diharapkan akan
meningkatkan efisiensi teknis penangkapan;
sedangkan dari sisi ekonomi, peningkatan
teknologi dapat menurunkan biaya penangkapan.
115
Oseana, Volume XV No. 3, 1990
www.oseanografi.lipi.go.id
Mengingat peningkatan teknologi penangkapan ikan akan berkaitan dengan
masalah kelimpahan sumberdaya perikanan,
produksi dan karakteristik ekonominya,
maka untuk kajian ini akan digunakan pendekatan bio-ekonomi. Guna penyederhanaan
pembahasan, dengan tanpa menghilangkan
hal-hal pokok, telah dipilih model bioekonomi statik dan GORDON (1954)
dan SCHAEFER (1957) untuk digunakan
dalam pengkajian. Penjelasan mengenai
model bio-ekonomi penangkapan ikan dan
penjabaran beberapa rumus atau persamaan
dalam tulisan ini didasarkan pada GORDON
(1954), SCHAEFER (1957), CLARK
(1976), BELL (1978), MUNRO dan SCOTT
(1984), serta CUNNINGHAM et al (1985).
TEKNOLOGI, SEDIAAN IKAN DAN
HASIL TANGKAPAN
Sebagaimana sudah dijelaskan pada
bagian terdahulu, hasil tangkapan nelayan
akan tergantung pada tingkat upaya penangkapan dan besarnya populasi atau sediaanikan.
Terdapat dua pengertian upaya penangkapan berdasarkan satuan pengukurnya,
yaitu : (1) upaya penangkapan nominal, dan
(2) upaya penangkapan efektif. Upaya
penangkapan nominal diukur berdasarkan
jumlah nominalnya antara lain dengan satuan jumlah kapal, alat tangkap ataupun trip
penangkapan, yang distandarisasikan dengan
satuan baku; sedangkan upaya penangkapan
efektif diukur berdasarkan besarnya dampak
yang ditimbulkan terhadap kelimpahan sediaan ikan atau laju kematian karena kegiatan penangkapan (rate of fishing mortality)
(CUNNINGHAM, et al. 1985). Hubungan
antara upaya penangkapan nominal (E)
dan upaya penangkapan efektif (F) dapat
digambarkan dengan persamaan:
F
=
q.E
Koefisien penangkapan (q) mencerminkan efisiensi teknis atau tingkat teknologi dari usaha penangkapan (MUNRO
dan SCOTT, 1984; CUNNINGHAM, et al,
1985). Bila teknologi penangkapan (q)
ditingkatkan, walaupun tingkat upaya penangkapan nominalnya tetap, maka laju
kematian atau tingkat penyusutan sediaan
ikan yang dilakibatkan oleh kegiatan penangkapan akan meningkat sehingga tingkat
upaya penangkapan efektifnya menjadi lebih
tinggi.
Hubungan antara hasil tangkapan (q)
dengan upaya penangkapan (E) dan besarnya
sediaan ikan (x) secara matematis dapat
dirumuskan dengan persamaan:
Q = F.x = q.E.x
(SCHAEFER, 1957; CLARK, 1976).
Pada suatu tingkat kelimpahan sediaan
ikan tertentu (x), besarnya hasil tangkapan
dalam jangka pendek (Qsr) akan tergantung
pada tingkat upaya penangkapan. Fungsi
produksi perikanan laut jangka pendek
dapat dirumuskan dengan persamaan :
Qsr
= q.E.x
. . . . (2a)
Dengan menggunakan persamaan (2a)
dapat dijelaskan bahwa pada tingkat upaya
penangkapan dan kelimpahan sediaan ikan
tertentu, peningkatan teknologi penangkapan (q) akan meningkatkan hasil tangkapan
jangka pendek (Gambar la kuadran 1).
Kelimpahan sediaan ikan akan dipengaruhi oleh tingkat upaya penangkapan.
Hubungan antara besarnya sediaan ikan dan
tingkat upaya penangkapan nominal pada
jangka panjang (setelah dicapai kesetimbangan alami) dapat digambarkan dengan per-
........(1).
q adalah koefisien penangkapan.
116
Oseana, Volume XV No. 3, 1990
........(2)
www.oseanografi.lipi.go.id
117
Oseana, Volume XV No. 3, 1990
www.oseanografi.lipi.go.id
Berdasarkan persamaan (3) dapat dijelaskan bahwa peningkatan upaya penangkapan nominal (E), ataupun peningkatan
teknologi penangkapan ikan (q) pada
tingkat upaya penangkapan nominal
tertentu,
me-nyebabkan
menyusutnya
sediaan
ikan.
Per-ubahan
tingkat
kelimpahan sediaan ikan akan merubah
laju pertumbuhan alami sediaan tersebut.
Hubungan antara tingkat sediaan ikan dan
laju pertumbuhan alami sediaan ikan
(dx/dt) digambarkan dengan persamaan:
dx/dt = G (x) = r. x. (1 - x/K) ... (4).
(SCHAEFER, 1957).
Bila persamaan (3) disubstitusikan ke
dalam persamaan (2), akan diperoleh persamaan yang menggambarkan fungsi produksi perikanan laut jangka panjang. Fungsi
ini menghubungkan antara tingkat upaya
penangkapan nominal dan total hasil tangkapan jangka panjang atau produksi lestari
(Q) sebagai berikut:
Q = q.E.(K-qJC.E/r)
= q .K.E-(q 2 K /r) .E 2 . . . (5 ).
Dari persamaan (5), melalui dQ/dE = 0,
dapat diturunkan persamaan untuk menghitung jumlah upaya penangkapan nominal
yang diperlukan untuk menghasilkan produksi lestari maksimum (Emsy), sebagai
berikut :
Berdasarkan persamaan (5) dapat dijelaskanbahwa dengan peningkatan teknologi penangkapan memungkinkan untuk menangkap ikan dalam jumlah berat tertentu
dengan menggunakan upaya penangkapan
nominal
yang lebih sedikit. Produksi lestari
maksimum dimungkinkan untuk dihasilkan
dengan upaya penangkapan nominal yang
lebih sedikit bila teknologi penangkapannya ditingkatkan (persamaan 6).
Dampak perubahan teknologi penangkapan ikan akan lebih jelas lagi bila ditunjukkan secara grafts. Pada Gambar la dilukiskan kurva yang menghubungkan antara dua
variabel (dengan variabel lain diasumsikan
konstan) berdasarkan persamaan 2a, 3, 4
dan 5.
Pada kondisi awal, diasumsikan,
tingkat pengusahaan sumberdaya perikanan
secara biologis belum berlebih (E < Emsy).
Tingkat upaya penangkapan nominalnya
adalah El dengan teknologi penangkapan
ql, kelimpahan sediaan ikan pada tingkat
kesetimbangan adalah xl, sehingga hasil
tangkapannya adalah Ql; Ql < Qmsy.
Bila teknologi penangkapan berubah maka
dampaknya secara matematis akan nampak
pada perubahan koefisien hubungan pada
persamaan 2,3 serta 5, dan secara grafis
ditunjukkan oleh pergeseran garis hubungan
(Gambar1a).
Bila q1 meningkat menjadi q2 sementara upaya penangkapan nominal tidak berubah (E = El), maka produksi dalam jangka
pendek akan meningkat dari Ql menjadi
Qsr2 (Gambar la kuadran 1). Peningkatan
q dengan E tetap pada El menyebabkan
garis yang menggambarkan hubungan antara
E dan x bergeser ke arah titik nol, sehingga
xl menyusut menjadi x2 (Gambar la
kuadran 3). Perubahan xl menjadi x2
diikuti oleh perubahan laju pertumbuhan
alami sediaan ikan [ G (x) J, dalam hal ini
G (x) meningkat dari Gl menjadi G2 (Gambar la kuadran 4). Peningkatan G (x),
yang berarti peningkatan surplus produksi
biologis,
menyebabkan
peningkatan
118
Oseana, Volume XV No. 3, 1990
www.oseanografi.lipi.go.id
produksi jangka panjang dari Ql menjadi
Q2. Secara grafis dapat ditunjukkan bahwa
peningkatan nilai q akan menggeser kurva
hasil tangkapan jangka panjang atau produksi lestari ke arah kiri. Produksi maksimum lestari (Qmsy) dihasilkan dengan
Emsyl bila digunakan ql, atau dengan
Emsy2 bila q ditingkatkan menjadi q2;
Emsy2 < Emsyl (Gambar lakuadran 1).
Bila peningkatan ql menjadi q2
juga dibarengi dengan peningkatan E, maka
peningkatan teknologi penangkapan masih tetap
berdampak peningkatan produksi lestari hanya
bila peningkatan E berada pada E < Eo; Eo
merupakan titik potong dua kurva produksi
lestari yang dihasilkan masing-masing dengan
ql dan q2 (Gambar la kuadran 1). Eo dapat
dihitung dengan rumus yang disusun dari
persamaan (5) atau (9) dengan pemecahan
secara simultan. Bila koefisien penangkapan
untuk teknologi penangkapan pertama adalah
ql dan koefisien penangkapan untuk teknologi
baru adalah q2, maka dapat disusun rumus untuk
menentukan Eo melalui pemecahan persamaan
simultan sebagai berikut:
ql.K-(ql 2 K/r).Eo =
q2.K-(q22K/r).Eo
. . . . (7)
Pemecahan persamaan (7) untuk Eo akan
diperoleh persamaan:
Eo = r.(q2-ql)/(q22-ql2)
. . . . (8)
Semakin besar peningkatan q menyebabkan
nilai Eo semakin kecil, atau secara grafis
ditunjukkan oleh pergeseran posisi Eo yang
semakin ke kiri. Peningkatan teknologi
penangkapan yang menghasilkan nilai Eo
sama dengan tingkat upaya penangkapan
yang dioperasikan nelayan, tidak merubah
besarnya
produksi lestari, walaupun perubahan q tersebut menyebabkan
pengusahaan sumberdaya perikanan menjadi berlebih
(E > Emsy); E = Eo pada saat q = ql berada
pada tingkat pengusahaan sumberdaya perikanan yang belum berlebih (E < Emsy 1),
sedangkan E = Eo pada q =q2 berada pada
tingkat pengusahaan sumberdaya yang berlebih (E>Emsy2).
Bila sekarang diasumsikan bahwa pengusahaan sumberdaya perikanan telah berlebih, E = E2 > Emsy, x (ql, E2) = x3,
G (x3) = G3 dan Q (ql, E2) = Q3. Kemudian
q ditingkatkan dari ql menjadi q2, dampak
jangka pendek adalah peningkatan produksi
menjadi Qsr4; x akan menyusut dari x3
menjadi x4 sehingga G (x) menyusut dari
G3 menjadi G4, akibatnya produksi lestari
akan turun dari Q3 menjadi Q4.
Dari uraian sebelumnya telah dijelas-kan
bahwa peningkatan q yang menghasil-kan nilai
Eo yang lebih kecil dari tingkat upaya
penangkapan yang dioperasikan nelayan saat itu
akan menyebabkan turunnya produksi lestari.
Hal yang sama dijumpai pada rata-rata
produktivitas kapal yang di-cerminkan oleh
hasil tangkapan per unit upaya (Q/E); ahli-ahli
ekonomi menyebut Q/E sebagai produktivitas
faktor keseluruh-an (total factor productivity)
(CUNNINGHAM et al, 1985). Dari
persamaan (4) dapat diturunkan persamaan
yang
menghu-bungkan
antara
rata-rata
produktivitas dan total upaya penangkapan
nominal pada suatu perairan sebagai berikut:
Q/E = q.K-(q2K/r).E
Peningkatan teknologi penangkapan pada E
tertentu akan meningkatkan rata-rata produktivitas kapal bila nilai Eo lebih besar daripada tingkat upaya penangkapan yang dioperasikan nelayan. Sedangkan peningkatan
119
Oseana, Volume XV No. 3, 1990
. . . . (9)
www.oseanografi.lipi.go.id
teknologi penangkapan yang menghasilkan
nilai Eo yang lebih kecil daripada tingkat
upaya yang dioperasikan nelayan justru
akan mengakibatkan turunnya produktivitas
kapal. Pada Gambar lb ditunjukkan dampak
peningkatan teknologi penangkapan pada
dua kondisi yang berbeda yaitu El dan E2,
El < Eo dan E2 >Eo. Nilai Q/E pada El
dengan q = ql adalah (Q/E)l, bila q ditingkatkan dari ql menjadi q2 maka Q/E
akan meningkat menjadi (Q/E)2. Keadaan
sebaliknya terjadi pada E2, nilai Q/E dengan
q = ql adalah (Q/E)3, peningkatan q dari
ql menjadi q2 mengakibatkan turunnya
Q/E menjadi (Q/E)4.
Mengingat dampak positif peningkatan
q terhadap produktivitas dan produksi lestari diperoleh hanya bila nilai Eo lebih besar
dari upaya penangkapan nominal yang dioperasikan nelayan, maka dalam peningkatan q harus memperhitungkan nilai Eo dibandingkan E saat itu. Peningkatan teknologi
penangkapan harus diperhitungkan agar
nilai Eo tetap lebih besar dari nilai E saat
itu.
Dari sisi teknis produksi, kebijakan
peningkatan teknologi penangkapan harus
dilakukan hati-hati, yaitu dengan memperhatikan total upaya penangkapan pada suatu
perairan untuk sediaan ikan tertentu. Faktor
lain yang perlu diperhatikan dalam peningkatan teknologi penangkapan adalah daya
dukung sumberdaya perikanan. Daya
dukung alam akan menentukan tingkat produksi maksimum yang dapat dihasilkan dari
suatu sediaan ikan pada perairan tertentu.
Pada tingkat upaya penangkapan nominal
tertentu (E < Emsy), perbaikan terus
menerus terhadap teknologi penangkapan
tidak dengan sendirinya diikuti oleh peningkatan produktivitas dan produksi secara
terus menerus. Peningkatan teknologi penangkapan ikan yang menghasilkan nilai
12
Oseana, Volume XV No. 3, 1990
Eo lebih kecil dari tingkat upaya penangkapan nominal yang dioperasikan nelayan saat
itu justru akan menyebabkan lebih rendahnya produktivitas dan produksi lestari.
Dampak perbaikan teknologi penangkapan
secara grafis ditunjukkan oleh pergeseran
kurva produksi lestari ke arah kiri. Semakin
tinggi peningkatan teknologi penangkapan,
mengakibatkan kurva produksi lestari bergeser semakin ke kiri. Hal tersebut menunjukkan perbedaan karakteristik dampak perubahan teknologi produksi antara industri
penangkapan ikan dan industri manufaktur.
Pada industri manufaktur, peningkatan teknologi akan meningkatkan produktivitas dan
produksi, baik sebelum maupun setelah
produksi maksimum.
EFISEENSI TEKNIS DAN
KESETIMBANGAN BIO-EKONOMI
Intensitas penangkapan ikan sebenarnya tidak hanya ditentukan oleh faktor
biologi tetapi juga oleh kekuatan ekonomi.
Oleh karena itu, untuk melihat dampak perubahan teknologi penangkapan ikan terhadap perkembangan perikanan, perlu dianalisa tingkat kesetimbangan ekonomi yang
akan dicapai oleh industri penangkapan
ikan tersebut. Kajian ini hanya akan ditekankan pada pengaruh perubahan teknologi
penangkapan ikan dalam jangka panjang
pada industri perikanan dengan kesetimbangan bionomis yang terjadi sebelum dicapai
tingkat produksi maksimum lestari.
Pada bab terdahulu sudah ditunjukkan bahwa perubahan teknologi penangkapan ikan meningkatkan efisiensi teknis.
Sekarang akan dicoba membahas dampak
dari perubahan teknologi penangkapan terhadap biaya yang harus dikeluarkan nelayan untuk melakukan penangkapan ikan.
Biaya untuk menangkap ikan per satuan
www.oseanografi.lipi.go.id
berat tertentu daiam jangka panjang pada
saat produksi lestari belum mencapai tingkat
maksimum digambarkan dengan persamaan :
Sedangkan biaya untuk menangkap ikan per
satuan berat tertentu jangka panjang setelah
tingkat produksi lestari maksimum digambarkan dengan persamaan :
Berdasarkan persamaan (10) dan (11),
dengan asumsi bahwa biaya per unit upaya
penangkapan nominal (c) adalah tetap,
dapat dijelaskan bahwa peningkatan teknologi penangkapan ikan akan menyebabkan rata-rata biaya produksi per kilogram
ikan menjadi lebih rendah.
Dampak peningkatan teknologi penangkapan ikan terhadap biaya penangkapan
setiap kilogram ikan pada tingkat produksi
lestari tertentu secara grafis ditunjukkan
oleh pergeseran kurva biaya penangkapan
rata-rata ke arah bawah. Pada Gambar 2
ditunjukkan bahwa peningkatan teknologi
penangkapan dari ql menjadi q2 menyebabkan pergeseran kurva biaya penangkapan
rata-rata per satuan berat ikan dari AC (ql)
menjadi AC (q2). Karena itu biaya penangkapan rata-rata per satuan berat ikan pada
tingkat produksi tertentu akan turun.
Pada perikanan terbuka dengan sifat
pemilikan bersama atas sediaan ikan, industri penangkapan ikan akan berkembang
hingga dicapai kesetimbangan bionomis.
Pada kesetimbangan tersebut biaya penangkapan rata-rata per satuan berat ikan setara
dengan harga jual ikan. Secara grafis dapat
ditunjukkan bahwa industri penangkapan
ikan telah mencapai kesetimbangan bionomis bila kurva biaya penangkapan ikan ratarata (AC.) berpotongan dengan kurva permintaan akan ikan (D) (titik Bl pada
Gambar 2a).
Pengaruh perubahan teknologi penangkapan ikan pada perikanan terbuka terhadap perkembangan industri penangkapan
ikan ditunjukkan oleh perubahan tingkat
kesetimbangan bionomisnya.
Tingkat perubahan perolehan nelayan
dari usaha penangkapan ikan dan perkembangan industri penangkapan ikan sebagai
dampak dari perubahan teknologi penangkapan sebenarnya akan ditentukan pula
oleh elastisitas harga permintaan (e). Walaupun terjadi perubahan harga dengan persentase sama, namun tingkat perubahan perolehan nelayan akan berbeda bila elastisitas harga permintaannya berbeda. Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan perhitungan matematika sederhana berikut ini.
Permintaan akan ikan hasil tangkapan
nelayan sebagai fungsi dari tingkat harga,
dengan asumsi bahwa variabel lainnya tidak
berubah, sehingga fungsi matematis dirumuskan sebagai berikut:
Berdasarkan persamaan (12) dapat dijelaskan bahwa bila tingkat elastisitas permintaan akan ikan terhadap perubahan harganya
adalah satu (unit elastic), maka peningkatan
produksi sebesaf 10 persen akan diikuti
oleh penurunan harganya 10 persen. Bila
permintaan akan ikan elastis terhadap perubahan harganya (elastisitas 1), maka peningkatan produksi sebesar 10 persen akan
diikuti oleh penurunan harganya dengan
persentase lebih kecil dari 10 persen; sebaliknya, bila permintaan akan ikan tidak
121
Oseana, Volume XV No. 3, 1990
www.oseanografi.lipi.go.id
122
Oseana, Volume XV No. 3, 1990
www.oseanografi.lipi.go.id
elastis terhadap perubahan harganya (elastisitas < 1), maka peningkatan produksi
sebesar 10 persen akan diikuti oleh penurunan harganya dengan persentase lebih
besar dari 10 persen (NICHOLSON, 1978).
Perolehan nelayan dari usaha penang-kapan
ikan (TR) adalah harga jual per satuan (P)
dikalikan dengan jumlah produksi ikan yang
dipasarkan (Q).
Pada kondisi awal harga = PI dan tingkat
produksi = Ql, kemudian berubah menjadi
P2 dan Q2; perbandingan antara PI dan P2
adalah k = P2/P1 atau P2 = kPl. Fungsi
perolehan sebelum dan sesudah perubahan
P dan Q adalah :
Menggunakan persamaan (13b) dapat dilakukan beberapa perhitungan dengan elastisitas yang berbeda (dalam contoh ini adalah
0,5, 1 dan 2) pada keadaan harga turun
menjadi setengahnya serta harga naik 2 kali
lipat dan 3 kalilipat.
Pada Tabel 1 dicantumkan perbandingan tingkat perolehan sebelum dan
sesudah harga berubah sebagai akibat dari
perubahan tingkat produksi yang dipasarkan pada berbagai tingkat elastisitas permintaan terhadap perubahan harga.
Persamaan pada Tabel-1 dapat digunakan untuk menjelaskan, bahwa bila per-
mintaannya tidak elastis terhadap perubahan
harga maka peningkatan produksi yang diikuti turunnya harga mengakibatkan perolehan menjadi lebih rendah; sedangkan
bila produksinya turun diikuti oleh meningkatnya harga akan meningkatkan pendapatan. Bila elastisitasnya satu, perubahan
harga sebagai dampak dari perubahan tingkat produksi tidak berpengaruh terhadap
tingkat perolehan. Pada keadaan permintaan
komoditas yang elastis terhadap perubahan
harga, maka peningkatan produksi yang
diikuti oleh penurunan harga akan meningkatkan pendapatan; sebaliknya bila produksi
turun sehingga harga meningkat akan diikuti
oleh penurunan perolehan (BILAS, 1972;
NICHOLSON, 1978). Hal ini dapat digunakan untuk menjelaskan perkembangan industri penangkapan ikan dalam kaitan dengan
terjadinya perubahan teknologi penangkapan
ikan.
Pada kondisi awal diasumsikan kesetimbangan bionomis terjadi pada saat AC
(ql) berpotongan dengan D di titik Bl
[ yaitu pada (Ql, PI) ], E10 > Emsy,
q = ql, Q (E10,ql) = Ql, Q10 < Qmsy
(lihat Gambar 2). Kemudian dilakukan
peningkatan teknologi penangkapan dari ql
menjadi q2, sehingga Q (E10, q2) = 020;
Q10 < Q20 ^ Qmsy. Biaya per unit upaya
penangkapan dengan teknologi penangkapan
ql ataupun q2 diasumsikan sama besarnya,
namun hasil tangkapan yang diperoleh menjadi lebih banyak sehingga rata-rata biaya
penangkapan per satuan berat ikan menjadi
lebih rendah. Upaya penangkapan sebesar
E10 dengan teknologi ql akan menghasilkan tangkapan sebanyak Q10 dengan biaya
penangkapan sebesar P10 per satuan berat
ikan, sedangkan bila menggunakan teknologi
q2 akan dihasilkan tangkapan sebanyak Q20
dengan biaya per satuan berat ikan yang
lebih rendah yaitu P20.
123
Oseana, Volume XV No. 3, 1990
www.oseanografi.lipi.go.id
Pada komoditas dengan elastisitas
harga permintaan sama dengan satu (unit
elastis), maka peningkatan produksi lestari
akan menyebabkan penurunan harga jual
dengan laju perubahan yang sama; sehingga
dalam jangka panjang peningkatan teknologi yang berdampak peningkatan produksi
tidak diikuti oleh perubahan pendapatan
masyarakat nelayan. Oleh karena biaya
penangkapan per unit upaya adalah tetap
maka peningkatan teknologi penangkapan
tidak mendatangkan surplus ataupun kerugian kepada masyarakat nelayan, sehingga
tidak mempengaruhi perubahan tingkat upaya penangkapan. Analisis terhadap hal tersebut secara grafis ditunjukkan pada Gambar
2. Pada kondisi awal dengan tingkat produksi
Q10 harga jualnya adalah P10 sedangkan
biaya penangkapan per satuan berat ikan
adalah P10. Setelah produksi meningkat
menjadi Q20 harga jualnya turun menjadi
P20 dan biaya penangkapan per satuan
berat turun menjadi P20; keduanya berada
pada kesetimbangan bionomis.
Pada komoditas dengan karakteristik
permintaan yang elastis terhadap harga,
perubahan harga akan diikuti oleh perubahan tingkat produksi yang dipasarkan dengan
laju lebih besar; sebaliknya peningkatan
produksi akan diikuti oleh penurunan harga
namun dengan persentase yang lebih kecil.
Pada Gambar 2 ditunjukkan bahwa peningkatan produksi dari Q10 menjadi Q20,
sebagai dampak peningkatan teknologi penangkapan dari Ql menjadi Q2 menyebabkan turunnya Harga jual per satuan berat
dari PI0 menjadi PI 2. Sementara itu dampak dari peningkatan teknologi penangkapan
terhadap efisiensi usaha adalah turunnya
biaya penangkapan per satuan berat dari
P10 menjadi P20. Setelah teknologi penangkapan meningkat walaupun harga jual ikan
turun menjadi PI 2 namun lebih tinggi dari
biaya penangkapannya (P20), sehingga terdapat keuntungan ekonomis dari usaha penangkapan menyebabkan naiknya perolehan
jangka panjang dari industri penangkapan.
Karena perikanan bersifat terbuka maka
keuntungan yang diperoleh akan dimanfaatkan masyarakat nelayan untuk mengembangkan armada penangkapannya, sehingga
upaya penangkapan nominal meningkat
124
Oseana, Volume XV No. 3, 1990
www.oseanografi.lipi.go.id
hingga dicapai kesetimbangan bionomis yang
baru, yaitu pada harga jual P22 dengan
tingkat produksi Q22 yang dihasilkan dengan upaya penangkapan E22.
Keadaan yang berbeda dijumpai pada
komoditas dengan karakteristik perminttan
yang tidak elastis terhadap perubahan
harga, laju perubahan harga lebih besar
daripada laju perubahan tingkat produksi
yang dipasarkan. Peningkatan produksi akan
diikuti oleh penurunan harga dengan persentase lebih besar. Pada Gambar 2 ditunjukkan
bahwa meningkatnya produksi ciari Q10
menjadi Q20 diikuti oleh turunnya harga
jual per satuan berat dari P10 menjadi PI 1.
Pada Q20 harga jual (PI 1) lebih rendah dari
biaya untuk menghasilkannya (P20). Akibatnya total perolehan dari usaha penangkapan
lebih rendah dari total biaya untuk menghasilkannya sehingga sebagian nelayan dengan efisiensi usaha rendah akan merugi dan
berhenti atau beralih menangkap ikan
jenis lain. Dampak jangka panjang dari
peningkatan teknologi pada industri penangkapan ikan dengan fungsi permintaan tidak
elastis terhadap perubahan harga adalah
berkurangnya upaya penangkapan nominal
hingga dicapai kesetimbangan bionomis yang
baru. Hal tersebut secara grafis (lihat Gambar 2) ditunjukkan oleh berkurangnya upaya
penangkapan nominal dari E10 menjadi E21
yang menghasilkan produksi Q21 dengan
harga jual P21.
Dari uraian tersebut dapat dicatat
bahwa perubahan teknologi penangkapan
ikan tidak selalu membuat nelayan menjadi
lebih untung. Hal ini berhubungan dengan karakteristik perikanan terbuka (openaccess), yaitu adanya kebebasan bagi nelayan
untuk mengembangkan upaya penangkapan
bila usahanya menguntungkan ataupun kebebasan untuk berhenti berusaha bila merugi.
Bila terjadi perubahan teknologi penangkapan ikan, maka akan terjadi perubahan
upaya penangkapan, dan melalui mekanisme
alami akan terjadi penyesuaian pada kelimpahan sediaan ikan, hingga harga ikan
setara dengan biaya penangkapan ikan ratarata (yaitu kesetimbangan bionomis).
PENUTUP
Pada uraian diatas telah ditunjukkan
bahwa dari sisi teknis produksi kebijakan
peningkatan teknologi penangkapan harus
dilakukan hati-hati, yaitu dengan memperhatikan total upaya penangkapan pada
suatu perairan untuk sediaan ikan tertentu
dan daya dukung sumberdaya perikanan.
Secara ekonomis, perubahan teknologi
penangkapan ikan tidak selalu membuat
nelayan menjadi lebih untung; agar perbaikan teknologi penangkapan ikan berdampak
positif, maka perbaikan teknologi perlu
diiringi dengan pengendalian tingkat upaya
penangkapan nominalnya.
DAFTAR PUSTAKA
ANDERSON, L.G. 1976. The Relationship
between Firms and Fishery in CommonProperty Fisheries. Land Econ.t 52 :
179-91.
BELL, F.W. 1978. Food from the Sea :
The Economics and Politics of Oceans
Fisheries. Westview Press, Boulder. 380pp
---- . 1980. Fisheries Economics. Dalam R.T.
Lackey and L.A. Nielson (eds.) Fisheries
Management. pp:197 - 217 Blackwell
Scientific Publications, Oxford.
BILAS, R.A. 1972. Microeconomic Theory.
McGraw-Hill Co., New York.
125
Oseana, Volume XV No. 3, 1990
www.oseanografi.lipi.go.id
CLARK, C.W. 1976. Mathematical Bioeconomics : The Optimal Management of
Renewable Resources. John Wiley and
Sons, New York. 352pp.
CUNNINGHAM, S., M.R. DUNN, and
D. WHITMARSH. 1985. Fisheries Economics : An Introduction. Mansell Publishing Ltd., London. 372pp.
GORDON, H.S. 1954. The Economic
Theory of a Common-Property Resource : The Fishery. /. Polit. Econ. f
62: 124-42.
MUNRO, G.R., and A.D. SCOTT. 1984.
The Economics of Fisheries Management.
University of British Columbia, Vancouver. 96pp.
NICHOLSON, W. 1978. Microeconomic
Theory : Basic Principles and Extensions.
Dryden Press, Hinsdale. 694pp.
SCHAEFER, M.B. 1957. Some Considerations of Population Dynamics and Economics in relation to the Management
of Marine Fisheries. /. Fish. Res. Board
Can., 14: 669-81.
126
Oseana, Volume XV No. 3, 1990
Download