BAB II LANDASAN TEORI

advertisement
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Definisi Pajak
Berbagai teori dan definisi pajak telah diberikan oleh para ahli.
Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Menurut Rochmat Soemitro (yang dikutib oleh Siti Resmi: 2011:1)
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang –
undang ( yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal
balik ( kontraprestasi ) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang
digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Definisi tersebut kemudian disempurnakan, menjadi :
Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara
untuk membiayai pengeluaran rutin dan ”surplus”-nya digunakan untuk
public saving yang merupakan sumber utama untuk membiayai public
investment.
2. Menurut S.I. Djajadiningrat (yang dikutib oleh.Siti Resmi: 2011:1)
Pajak adalah suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke
kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang
memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut
peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak
ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara
kesejahteraan secara umum.
Definisi berdasarkan UU KUP, ” Pajak adalah kontribusi wajib
kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan undang – undang, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar – besarnya
kemakmuran rakyat.”
6
Dari pengertian – pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri –
ciri yang melekat pada pengertian pajak, adalah sebagai berikut :
1. Pajak dipungut berdasarkan undang – undang serta aturan pelaksanaannya
yang sifatnya dapat dipaksakan.
2. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi
individual oleh pemerintah.
3. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah.
4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran – pengeluaran pemerintah yang bila
dari pemasukannya masih terdapat surplus dipegunakan untuk membiaya
public investment.
5. Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgeter, yaitu fungsi mengatur.
Jenis Pajak
Pajak dapat dibagi menjadi beberapa jenis berdasarkan golongan, sifat dan
lembaga pemungutnya.
1) Menurut golongannya, pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
a) Pajak Langsung, adalah pajak yang harus ditanggung sendiri oleh Wajib
Pajak ( WP ) dan pembebanannya tidak dapat dilimpahkan kepada pihak
lain, contohnya adalah PPh.
b) Pajak Tidak Langsung, adalah pajak yang pembebanannya dapat
dilimpahkan kepada pihak lain. Contohnya adalah Pajak Pertambahan
Nilai untuk Barang dan Jasa serta Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
7
2) Menurut Sifatnya, pajak dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
a) Pajak Subjektif, adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan
keadaaan pribadi WP. Contohnya adalah PPh.
b) Pajak Objektif adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan pada
objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan atau peristiwa yang
mengakibatkan
timbulnya
memperhatikan
keadaan
kewajiban
pribadi
WP.
membayar
pajak
tanpa
Contohnya
adalah
Pajak
Pertambahan Nilai untuk Barang dan Jasa, Pajak Penjualan atas Barang
Mewah dan Pajak Bumi dan Bangunan.
3) Menurut Lembaga pemungutnya, pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
a) Pajak Pusat adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contohnya
adalah
PPh, Pajak Pertambahan Nilai untuk barang dan jasa, Pajak Penjualan atas
Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Materai.
b) Pajak Daerah yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah, contohnya adalah Pajak
Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Bea Balik
Nama Tanah, Pajak Reklame serta Pajak Hotel dan Restoran.
Fungsi Pajak
Terdapat dua fungsi pajak yaitu :
1) Fungsi Budgetair ( Sumber Keuangan Negara )
8
Pajak mempunyai fungsi budgetair artinya pajak merupakan salah satu sumber
penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun
pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya
memasukan uang sebanyak – banyaknya untuk kas negara. Upaya tersebut
ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun intensifikasi pemungutan pajak
melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak seperti Pajak
Penghasilan ( PPh ), Pajak Pertambahan Nilai ( PPN ) dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah ( PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan ( PBB ) dan lain –
lain.
2) Fungsi Regularend ( Pengatur )
Pajak mempunyai fungsi pengatur artinya pajak sebagai alat untuk mengatur
atau melaksanakan kebijakan pemerinta dalam bidang sosial dan ekonomi,
serta mencapai tujuan – tujuan tertentu di luar bidang keuangan. Beberapa
contoh penerapan pajak sebagai fungsi pengatur adalah :
a) Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang – barang mewah. Pajak
Penjualan atas Barang Mewah ( PPnBM) dikenakan pada saat terjadi
transaksi jual beli barang mewah. Semakin mewah suatu barang maka tarif
pajaknya semakin tinggi sehingga barang tersebut semakin mahal
harganya. Pengenaan pajak ini dimaksudkan agar rakyat tidak berlomba –
lomba untuk mengonsumsi barang mwah ( mengurangi gaya hidup
mewah).
9
b) Tarif pajak progresid dikenakan atas penghasilan, dimaksudkan agar pihak
yang memperoleh penghasilan tinggi memberikan kontribusi ( membayar
pajak ) yang tinggi pula sehingga terjadi pemerataan pendapatan.
c) Tarif pajak ekspor sebesar 0% dimaksudkan agar para pengusaha
terdorong mengekspor hasil produksinya dipasar dunia sehingga dapat
memperbesar devisa negara.
d) Pajak penghasilan dikenakan atas penyerahan barang hasil industri tertentu
seperti industri semen, industri rokok, industri baja dan lain – lain.
B. Pengertian Pendapatan dan Beban Menurut Standar Akuntansi
Keuangan.
1. Pengertian Pendapatan menurut Standar Akuntansi Keuangan.
Menurut IAI ( 2011 ) dalam PSAK 23, penghasilan ( income ) berarti
suatu penambahan asset atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan
kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal. Nilai yang
dipakai untuk mengukur penghasilan berkaitan dengan nilai atau harga yang
disepakati dalam transaksi. Kalau terdapat pengurangan seperti potongan
perdagangan, potongan tunai atau retur, pengurangan itu langsung dibebankan
kepada penghasilan dan bukan merupakan biaya.
Penghasilan (income) meliputi baik pendapatan (revenue) maupun
keuntungan (gain). Pendapatan adalah penghasilan yang timbul dari aktivitas
perusahaan yang biasa dan dikenal dengan sebutan yang berbeda seperti penjualan,
penghasilan jasa (fees), bunga, dividen, royalti, dan sewa. Tujuan Pernyataan
10
ini adalah untuk mengatur perlakuan akuntansi untuk pendapatan yang timbul
dari transaksi dan peristiwa ekonomi tertentu.
Berdasarkan definisi di atas, penghasilan meliputi pendapatan
(revenues) maupun keuntungan (gains). Pendapatan (revenues) timbul dari
pelaksanaan aktivitas perusahaan yang bisa dikenal dengan sebutan yang
berbeda seperti penjualan, penghasilan jasa (fees), bunga, deviden, royalty
dan sewa. Sedangkan keuntungan (gains) mencerminkan pos lainnya yang
memenuhi definisi penghasilan dan mungkin timbul atau mungkin tidak
timbul dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan yang biasa. Keuntungan
mencerminkan kenaikan manfaat ekonomi dan dengan demikian pada
hakikatnya tidak berbeda dengan pendapatan. Oleh karena itu, pos ini tidak di
pandang sebagai unsur terpisah dari penghasilan.
Sehubungan dengan pengakuan penghasilan ( pendapatan ) dalam
praktik terdapat dua kebiasaan, sebagai berikut :
1. Secara umum penghasilan diakui pada saat realisasi transaksi, yaitu :
a) Penghasilan dari transaksi penjualan produk diakui pada tanggal
penyerahan produk kepada pembeli, penerimaan uang muka tidak
dapat diakui sebagai penghasilan,
melainkan
dicatat
sebagai
kewajiban.
b) Penghasilan dari pemberian jasa diakui pada saat jasa dilakukan dan
dibuatkan fakturnya.
11
c) Imbalan atas penggunaan asset atau sumber ekonomis perusahaan,
seperti bunga, sewa dan royalty diakui sejalan dengan berlalunya
waktu ( Accruals ) atau pada saat penggunaan asset.
d) Penghasilan dari penjualan asset selain barang dagangan diakui pada
tanggal penjualan.
2. Dalam keadaan tertentu, pengakuan penghasilan dapat menyimpang dari
prinsip umum seperti berikut ini.
a) Penghasilan diakui pada saat selesainya proses produksi.
Pendekatan ini diterapkan terhadap produk yang harga dan
pemasarannya terjamin, misalnya logam mulia dan produk pertanian
yang harganya dijamin oleh Bulog.
b) Penghasilan diakui secara proposional selama tahap produksi.
Pendekatan ini umumnya dilakukan terhadap proyek kontruksi ( dan
pemberian jasa ) jangka panjang, dengan mendasarkan kepada
presentase penyelesaian pekerjaan yang dapat dihitung dari biaya ( cost
to cost approach ) atau penyelesaian fisik ( physical output approach ).
c) Penghasilan diakui pada saat pembayaran diterima.
Pendekatan ini umumnya dipakai dalam perusahaan jasa dengan
kolektibilitas piutang atas penyerahan jasa kurang pasti dan
kemungkinan terdapat pembatalan transaksi dalam frekuensi yang
cukup tinggi.
d) Penjualan konsinyasi
12
Penyerahan barang dalam penjualan konsinyasi belum dapat ditetapkan
sebagai penjualan yang menambah penghasilan. Penghasilan dari
konsinyasi baru dicatat jika consignee ( penitip ) telah melakukan
penjualan dan melaporkan hasil penjualan tersebut. Barang yang belum
terjual, masih dicatat sebagai persediaan.
2. Pengertian Beban menurut Standar Akuntansi Keuangan.
Besarnya laba atau rugi perusahaan pada periode tertentu merupakan
perbedaan antara penghasilan yang direalisasi yang timbul dari transaksi dengan
biaya-biaya yang dikeluarkan pada periode tersebut. Biaya dikenal sebagai
besarnya pengorbanan ekonomis dalam menjalankan operasi perusahaan. Berikut
ini akan diuraikan definisi biaya yang dikutip dari pendapat para ahli.
Adapun definisi biaya menurut SAK (2011) adalah penurunan manfaat
ekonomi selama satu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau
berkurangnya aktiva atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan
ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal.
Definisi beban mencangkupi baik kerugian maupun beban yang timbul
dalam pelaksanaan aktivitas perusahaan yang biasa. Beban yang timbul dalam
pelaksanaan perusahaan yang biasa meliputi beban pokok penjualan, gaji dan
penyusutan. Sedangkan kerugian mencerminkan berkurangnya manfaat ekonomi
yang timbul dari bencana kebakaran, banjir seperti juga yang timbul dari
pelepasan aktiva lancar sehingga beban yang diakui dalam laporan rugi laba jika
penurunan manfaat ekonomi masa depan yang berkaitan dengan penurunan aktiva
atau peningkatan kewajiban telah terjadi dan dapat diukur dengan andal, ini
13
berarti harus terdapat hubungan langsung antara biaya yang timbul dan pos
penghasilan tertentu yang diperoleh.
C. Pengertian Pendapatan dan Beban menurut Undang – Undang
Perpajakan.
1.
Pengertian Pendapatan menurut Undang – Undang Perpajakan.
Menurut Pasal 4 ayat 1 Undang – Undang No. 36 Tahun 2008 menyebutkan
yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan
kemampuan ekonomis uang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari Luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan,
dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk ( UU. No.7/1983) :
Yang termasuk dalam pengertian Penghasilan adalah :
a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium,
komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk
lainnya, kecuali ditentukan lain dalam undang – undang ini ( UU.
No/1994);
b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan (
UU.No.10/1994)
c. Laba usaha; (UU. No.10/1994)
d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk :
14
1) Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan,
dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal (
UU. No.10/1994).
2) Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu,
atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan
lainnya;
3) Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, atau pengambil alihan usaha, atau reorganisasi dengan
nama dan dalam bentuk apapun;
4) Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah bantuan atau
sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam
garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan
pendidikan atau badan sosial, termasuk yayasan, koperasi atau orang
pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil yang ketentuannya
diatur lebih lanjut dengan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada
hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan
antara pihak – pihak yang bersangkutan; Peraturan MKRI.
No.245/PMK.03/2008.
5) Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh
hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau
permodalan dalam perusahaan pertambangan.
e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai
biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak.
15
f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang.
g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun termasuk didividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil
usaha koperasi.
h. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak ( No. Per.33/PJ/2009 )
i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala
k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah
tertentu
uang
ditetapkan
dengan
Peraturan
Pemerintah
(
PP.
No.130/2000).
l. Keuntungan selisih kurs mata uang asing.
m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva
n. Premi asuransi
o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang
terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.
p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak,
q. Penghasilan dari usaha yang berbasis syariah
r. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang – Undang yang
mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan (
SE.04/PJ.42/2002)
s. Surplus Bank Indonesia.
16
Menurut Pasal 4 ayat 2 Undang – Undang No. 36 Tahun 2008, atas
penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan – tabungan lainnya, penghasilan
dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari
pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan serta penghasilan tertentu
lainnya, mengenai pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah. Penghasilan
dibawah ini dapat dikenai pajak bersifat final :
a.
Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi
dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh
koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi.
b.
Penghasilan berupa hadiah undian
c.
Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif
yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau
pengalihan pernyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang
diterima oleh perusahaan modal ventura.
d.
Penghasilan dari transaksi harta berupa tanah dan / atau bangunan usaha
jasa kontruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan bangunan dan
e.
Penghasilan tertentu lainnya yang diatur dengan atau berdasarkan
Perarutan Pemerintah.
2. Pengertian Beban menurut Undang – Undang Perpajakan
a) Beban atau biaya yang dapat dikurangkan ( Deductible Expense )
17
Biaya yang dapat dikurangkan menurut Undang – undang 36 Tahun 2008
tentang Pajak Penghasilan pasal 6 ayat 1, dimana besarnya Penghasilan Kena
Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan
berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih
dan memelihara penghasilan, termasuk :
a. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan
usaha, antara lain :
1) Biaya pembelian bahan.
2) Biaya yang berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasukupah, gaji,
honorarium, bonus, gratifikasi dan tunjangan yang diberikan dalam
bentuk uang.
3) Bunga, sewa, royalti.
4) Biaya perjalanan.
5) Biaya pengolahan limbah.
6) Premi asuransi
7) Biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan ( No. 02/PMK.03/2010).
8) Biaya administrasi.
9) Pajak kecuali pajak penghasilan.
b. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan
amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain
yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 ( satu ) tahun sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11 A ( UU. No. 10/1994 ).
18
c. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah di syahkan oleh
Menteri Keuangan ( UU. No. 10/1994).
d. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan
digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan,
menagih dan memelihara penghasilan ( UU. No.10/1994).
e. Kerugian dari selisih kurs mata uang asing ( UU. No. 10/1994).
Untuk tahun 2008 dan sebelumnya, apabila Wajib Pajak ( WP )
membukukan transaksi dengan kurs tetap ( kurs historis ) yaitu kurs yang
benar – benar terjadi sesuai kurs yang diakui oleh bank yang berkaitan
atas realisasi perkiraan mata uang asing yang bersangkutan, maka selisih
kurs diakui pada saat terjadinya realisasi pembayaran sedangkan apabila
WP membukukan transaksi dengan kurs tengah BI yaitu kurs yang benar
– benar berlaku pada akhir periode menurut Bank Indonesia, maka selisih
kurs diakui pada akhir tahun.
Mulai tahun 2009, penggunaan kurs tetap sudah tidak diperkenankan,
sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) huruf l UU PPh nomor 36 tahun 2008.
Dalam penjelasan tersebut mengungkapkan bahwa sistem penilaian yang
sesuai dengan SAK dalam pengakuan keuntungan selisih kurs sehingga
tidak akan ada lagi perbedaan antara akuntansi dengan fiskal.
f. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di
Indonesia ( UU. No.10/1994 ).
g. Biaya beasiswa, magang dan pelatihan (UU. No.10/1994).
h. Piutang yang nyata – nyata tidak dapat ditagih, :
19
1) Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan Laba Rugi komersial.
2) Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat
ditagih kepada Direktorat Jendral Pajak dan
3) Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri
atau instansi Pemerintah yang menangani Piutang Negara atau adanya
perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang / pembebasan utang
antara
kreditur
dan
debitur
yang
bersangkutan
atau
telah
dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus atau adanya
pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk
jumlah utang tertentu.
4) Syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk
penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k. Yang pelaksanaanya diatur lebih lanjut
dengan atau berdasarkan PMK (No. 105/PMK.03/2009).
i. Sumbangan dalam rangka penanggulan bencana nasional yang ditetapkan
dalam PP.
j. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan
di Indonesiayang ketentuannya diatur dengan PP.
k. Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuanya diatur dengan
PP.
l. Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan PP.
m. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya di atur
dalam PP.
20
Biaya – biaya menurut Pasal 10 ayat ( 6 ) UU PPh tentang Persediaan.
Pasal 10 ayat (6) UU PPh mengatur biaya – biaya yang dapat
dikurangkan terkait dengan persediaan. Adapu ketetapan – ketetapan yang
berlaku antara lain sebagai berikut :
1) Harga perolehan atau harga penjualan, dalam hal terjadi jual beli harta
yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 18 ayat ( 4 ) UU PPh adalah jumlah yang sesungguhnya
dikeluarkan atau diterima. Sementara jika terdapat hubungan istimewa
digunakan jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima.
2) Nilai perolehan atau nilai penjualan dalam hal terjadi tukar menukar
harta adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima
berdasarkan harga pasar.
3) Nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka
likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau
pengambil alihan usaha adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau
diterima berdasarkan harga pasar, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri
Keuangan.
4) Jika terjadi pengalihan harta :
 Yang memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3)
huruf a dan huruf b UU PPh, dasar penilaian bagi yang menerima
pengalihan sama dengan nilai sisa buku dari pihak yang melakukan
pengalihan atau nilai yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
21
 Yang tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat ( 3) huruf a, dasar penilaian bagi yang menerima pengalihan sama
dengan nilai pasar dari harta tersebut.
5) Jika terjadi pengalihan harta sebagaimana dimaksud dalam Pasa 4 ayat
(3) huruf c, dasar penilaian harta bagi badan yang menerima pengalihan
sama dengan nilai pasar dari harta tersebut.
6) Persediaan dan pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok
dinilai berdasarkan harga perolehan yang dilakukan secara rata – rata
atau dengan cara mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama.
Biaya – biaya bentuk usaha tetap ( Pasal 5 ayat 2 dan 3 UU PPh )
Berdasarkan Pasal 5 ayat 2 dan 3 UU PPh, biaya – biaya BUT yang
dapat dikurangkan meliputi biaya – biaya berikut :
1)
Biaya – biaya yang berkenaan dengan :
 Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang
atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan usaha yang
dijalankan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia; dan
 Penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 26 yang diterima atau
diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara
bentuk usaha tetap dengan harta atau kegiatan yang memberikan
penghasilan.
22
2) Biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan untuk dibebankan
adalah biaya yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan bentuk usaha
tetap yang besarnya ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
b) Beban atau Biaya yang tidak boleh dikurangkan
( Non Deductible
Expenses )
Beban atau biaya yang tidak boleh dikurangkan dalam menghitung
Penghasilan Kena Pajak menurut Pardiat berdasarkan Undang – Undang No.
36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 9 ayat 1 dan 2, yaitu :
Pasal 9 Ayat 1,
Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam
negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan :
a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen,
termasuk dividen yang dibayarkan oleh Perusahaan asuransi kepada
pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi ( UU.
No.10/1994 )
b. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi
pemegang saha, sekutu atau anggota (UU. No. 10/1994).
c. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali :
1) Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain
yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi,
perusahaan pembiayaan konsumen dan perusahaan anjak piutang.
2) Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial
yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
23
3) Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan.
4) Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan
5) Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan.
6) Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan
limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri,
Yang ketentuan dan syarat – syaratnya di atur dengan atau berdasarkan
PMK ( No. 81/PMK.03/2009).
d. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna dan asuransi beasiswa yang dibayar oleh Wajib Pajak Orang
Pribadi, kecualijika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung
sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan (UU. No.10 /
1994 ).
e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan kecuali penyediaan
makanan dan minuman bagi seluruh pegawai
serta penggantian atau
imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan didaerah tertentu dan yang
berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan ( No. 83/PMK.03/2009 ).
f. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang
saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai
imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan ( UU. No. 7/1983 )
g. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan dan warisan sebagimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat 3 huruf a dan huruf b, kecuali sumbangan
24
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i, huruf j, huruf k,
huruf l dan huruf m serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau
lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau
sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang
diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagaman yang dibentuk
atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya di atur dengan atau
berdasarkan PP ( No. 18 Tahun 2009).
h. Pajak Penghasilan ( UU. No 7/1983)
i. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib
Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya ( UU. No. 10/1994 ).
j. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma atau perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagbagi atas saham ( UU. No.
10/1994).
k. Sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan serta sanksi pidana
berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang – undangan
di bidang perpajakan ( UU. No. 10/1994).
Pasal 9 Ayat 2
Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 ( satu ) tahun tidak boleh untuk dibebankan
sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 atau Pasal 11A.” ( UU. No.10/1994).
25
Dan beberapa tambahan menurut PP no 138. Tahun 2000.
Pasal 3 ayat 1
Pajak Masukan yang tidak dapat dkreditkan berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat (
8) Undang – undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, Kecuali:
a.
Pajak Masukan sebagiaman dimaksud dalam Pasal 9 ayat 8 huruf f dan
huruf g Undang –Undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah, sepanjang tidak dapat dibuktikan
bahwa Pajak Masukan tersebut benar – benar telah dibayar.
b.
Pajak Masukan berkenaan dengan pengeluaran
yang tidak dapat
dikurangkan dalam menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 1 Undang – Undang Pajak
Penghasilan.
Pasal 4 PP. No.138 tahun 2000
Pengeluaran dan biaya yang tidak boleh dikurangkan dalam menghitung besarnya
Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap
termasuk:
a) Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang bukan
merupakan Objek Pajak.
b) Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang
pengenaan pajaknya bersifat final.
26
c) Biaya untuk mendapatkan, meagih dan memelihara penghasilan yang
dikenakan pajak berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan Norma Penghitungan Khusus
sebagamana dimaksud dalam Pasal 15 Undang – Undang Penghasilan.
d) Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemberi penghasilan kecuali pajak
atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat 1 Undang –
Undang Pajak Penghasilan tetapi tidak termasuk dividen sepanjang Pajak
Penghasilan tersebut ditambahkan dalam penghitungan dasar untuk
pemotongan pajak dan
e) Kerugian dari harta atau utang yang tidakdimiliki dan tidak dipergunakan
dalam usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih dan memelihara
penghasilan yang merupakan Objek Pajak.
D. Rekonsiliasi Fiskal
Laba / Rugi yang diperoleh dari laporan keuangan merupakan laba
rugi yang didasarkan pada perhitungan menurut standar akuntansi keuangan (
SAK ).sementara itu, untuk menghitung besarnya PPh didasarkan pada laba
fiskal yang diperoleh dari perhitungan menurut UU PPh. Untuk mendapatkan
besarnya laba fiskal tersebut, amak WP haruslah melakukan proses
rekonsiliasi fiskal. Apabila kita sudah memahami komponen yang di
isyaratkan untuk sebuah pembukuan yang baik , kita juga perlu memahami
bahwa tujuan laporan keuangan yang disajikan untuk kepentingan komersial/
bisnis berbeda dengan kepentingan perpajakan. Selain itu terdapat perbedaan
27
pengakuan antara akuntansi komesial dan akuntansi pajak. Oleh sebab itu
diperlukan adanya penyesuaian.
Rekonsiliasi ( koreksi ) fiskal adalah proses penyesuaian atas laba
komersial yang berbeda dengan ketentuan fiskal untuk menghasilkan
penghasilan neto / laba yang sesuai dengan ketentuan perpajakan.
Penyesuaian dimaksudkan untuk mengetahui dasar penghitungan / pengenaan
pajak yang benar dan agar pajak terutang dapat dihitung dengan benar.
Dengan dilakukannya proses rekonsiliasi fiskal inimaka WP tidak perlu
membuat pembukuan ganda, melainkan cukup membuat satu pembukuan
yang didasari SAK. Setelah itu dibuatkan rekonsiliasi fiskal untuk
mendapatkan laba fiskal yang akan digunakan sebagai dasar perhitungan PPh.
Penyebab Perbedaan Laporan Keuangan Komersial dan Laporan Keuangan
Fiskal
Penyebab perbedaan laporan keuangan komersial dan laporan
keuangan fiskal adalah karena terdapat perbedaan prinsip akuntansi, perbedaan
metode dan prosedur akuntansi, perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya,
serta perbedaan perlakuan penghasilan dan biaya.
1. Perbedaan Prinsip Akuntansi
Beberapa prinsip akuntansi yang berlaku umum ( Standar Akuntansi
Keuangan disingkat SAK ) yang telah diakui secara umum dalam dunia bisnis
dan profesi tetapi tidak diakui dalam fiskal, meliputi :
28
a) Prinsip konservatisme, Penilaian persediaan akhir berdasarkan metode
”terendah antara harga pokok dan nilai realisasi bersih ” dan penialaian
piutang dengan nilai taksiran realisasi bersih, diakui dalam akuntansi
komersial tetapi tidak diakui dalam fiskal.
b) Prinsip harga perolehan ( cost ). dalam akuntansi komersial, penentuan
harga perolehan untuk barang yang diproduksi sendiri boleh memasukkan
unsur biaya tenaga kerja yang berupa natura. Dalam fiskal pengeluaran
dalam bentuk natura tidak diakui sebagai pengurangan / biaya.
c) Prinsip pemadanan ( matching ) biaya manfaat. Akuntansi komersial
mengakui biaya penyusutan pada saat aset tersebut menghasilkan. Dalam
fiskal, penyusutan dapat dimulai sebelum menghasilkan, seperti alat –alat
pertanian.
2. Perbedaaan metode dan Prosedur Akuntansi
a) Metode penilaian Persediaan. Akuntansi komersial mengakui beberapa
metode penghitungan / penentuan harga perolehan persediaan, seperti :
rata – rata ( average), FIFO, LIFO, pendekatan laba bruto, pendekatan
harga jual eceran dan lain – lain. Dalam fiskal hanya membolehkan
memilih dua metode yaitu rata – rata ( average )atau masuk pertama keluar
pertama ( FIFO ).
b) Metode penyusutan dan amortisasi. Akuntansi komersial membolehkan
memilih metode penyusutan seperti metode garis lurus, metode jumlah
angka tahun, metode saldo menurun atau saldo menurun ganda, metode
jam jasa, metode jumlah unit produksi dan lain – lain. Dalam fiskal
29
pemilihan metode penyusutan lebih terbatas antara lain metode garis lurus
dan saldo menurun. Disamping metodenya termasuk yang membedakan
besarnya penyusutan untuk akuntansi komersial dan fiskal adalah bahwa
dalam akuntansi komesial manajemen dapat menaksir sendiri umur
ekonomis atau masa manfaat suatu aset, sedangkan dalam fiskal umur
ekonomis atau masa manfaat diatu atau ditetapkan berdasarkan Keputusan
Menteri Keuangan. Demikian pula akuntansi komersial membolehkan
mengakui
nilai
residu
sedangkan
fiskal
tidak
membolehkan
memperhitungkan nilai residu dalam menghitung penyusutan.
c) Metode penghapusan piutang. Dalam akuntansi komersial penghapusan
piutang ditentukan berdasarkan metode cadangan. Sedangkan dalam fiskal,
penghapusan piutang dilakukan pada saat piutang nyata – nyata tidak
dapat ditagih dengan syarat – syarat tertentu uang diatur dalam peraturan
perpajakan. Pembentukan cadangan dalam fiskal hanya diperbolehkan
untuk industri tertentu seperti usaha bank, sewa guna usaha dengan hak
opsi, usaha asuransi dan usaha pertambangan dengan jumlah yang dibatasi
dengan peraturan perpajakan.
3. Perbedaan Perlakuan dan Pengakuan Penghasilan dan Biaya.
a) Penghasilan tertentu diakui dalam akuntansi komersial tetapi bukan
merupakan Objek Penghasilan. Dalam rekonsiliasi fiskal, penghasilan
tersebut harus dikeluarkan dari total Penghasilan Kena Pajak ( PKP ) atau
dikurangkan dari laba menurut akuntansi komersial.
30
b) Penghasilan tertentu diakui dalam akuntasi komersial tetapi pengenaan
pajaknya bersifat final. Dalam rekonsiliasi fiskal, penghasilan tersebut
harus dikeluarkan dari total PKP atau dikurangkan dari laba menurut
akuntansi komersial.
c) Penyebab perbedaan lain yang berasal dari penghasilan adalah :

Kerugian suatu usaha di luar negeri. Dalam akuntansi komersial
kerugian tersebut mengurangi laba bersih sedangkan dalam fiskal
kerugian tersebut tidak boleh dikurangkan dari total penghasilan (laba)
kena pajak.

Kerugian usaha dalam negeri tahun – tahun sebelumnya, dalam
akuntansi komersial kerugian tersebut tidak berpengaruh dalam
penghitungan laba bersih tahun sekaran sedangkan dalam fiskal
kerugian tahun sebelumnya dapat dikurangkan dari penghasilan laba
kena pajak tahun sekarang selama belum lewat 5 tahun.

Imbalan dengan jumlah yang melebihi kewajaran. Imbalan yang
diterima atas pekerjaan yang dilakukan oleh pemegang saham atau
pihak yang mempunyai hubungan istimewa dengan jumlah yang
melebihi kewajaran.
Rekonsiliasi Fiskal terdiri dari tiga macam jenis koreksi yaitu :
koreksi akibat perbedaan waktu, koreksi akibat perbedaan tetap dan koreksi
akibat pajak Final.
a) Koreksi akibat perbedaan waktu ( Time Difference )
31
Koreksi ini timbul akibat perbedaan metode penghitungan pendapatan
dan/atau biaya antara komersial dan fiskal. Sebenarnya total pendapatan
atau biaya sama besarnya, baik secara komersial maupun fiskal namun
perbedaan timbul karena adanya perbedaan lamannya waktu pengalokasian
pendapatan dan / atau biaya tersebut.
Sebagai contoh yaitu : Biaya penyusutan dan amortisasi
Secara fiskal kita harus mengikuti ketentuan yang ada. Misalnya komputer
harus disusutkan selama 4 tahun sedangkan secar komersial kita mungkin
menyusutkan kurang atau lebih dari 4 tahun.
Contoh lain yaitu pada nilai persediaan.
Secara fiskal,metode penghitungan yang diakui hanya metode rata – rata (
average method) dan mendahulukan persediaan yang diperoleh pertama (
FIFO ). Sementara secara Komersial kita juga mengakui metode Last In
First Out ( LIFO ) atau yang terakhir keluar lebih dahulu.
b) Koreksi akibat perbedaan tetap ( Permanent Difference ).
Koreksi ini timbul akibat adanya perbedaan pengakuan pendapatan antara
komersial dan fiskal yang terdiri 3 jenis perbedaan,yaitu :
1) Beda Tetap atas penghasilan yang bukan objek pajak ( Non taxble
income) seperti : bantuan, sumbangan dan hibah yang memenuhi
syarat
2) Beda Tetap Murni, yaitu
 Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan
yang bukan objek pajak.
32
 Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan / jasa
yang diberikan dalam bentuk natura / kenikmatan.
 Sangksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan serta
 PPh Pasal 21/26 yang ditanggung perusahaan.
3) Beda Tetap akibat tidak dipenuhinya syarat – syarat khusus, yaitu :

Biaya yang berhubungan dengan kegiatan langsung perusahaan.

Tersedianya bukti pendukung yang kuat dan memadai.

Akibat lokasi atau

Praktik akuntansi yang tidak sehat.
c) Koreksi akibat pengenaan pajak Final
Koreksi ini terdiri dari :
1. Pendapatan yang telah dipotong PPh Final, misalnya bunga deposito,
jasa giro, persewaan tanah dan/atau bangunan, serta pengalihan hak
atas tanah dan / atau bangunan.
2. Biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang
telah dikenakan PPh Final.
Penyesuaian Fiskal Positif berdasarkan UU. PPh.1984.
a. Biaya yang dibebankan / dikeluarkan untuk kepentingan pemegang
saham, sekutu atau anggota berdasarkan pasal 9 ( 1a, b, c, d ).
b. Pembentukan / pemupukan dana cadangan, berdasarkan Pasal 9 (
1c ).
33
c. Penggantian atau imbalan pekerjaan atau jasa dalam bentuk natura
dan kenikmatan, berdasarkan pasal 9 ( 1e ).
d. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada
pemegang saham/ pihak yang mempunyai hubungan istimewa
sehubungan dengan pekerjaan. Berdasarkan pasal 9 ( 1f ).
e. Harta yang dihibahkan , bantuan atau sumbangan, berdasarkan
Pasal 9 ( 1g ).
f. Pajak Penghasilan, berdasarkan Pasal 9 ( 1h ).
g. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma atau cv
yang modalnya tidak terbagi atas saham, berdasarkan Pasal 9 ( 1j ).
h. Sanksi administrasi ( berdasarkan Pasal 9 ( 1k ).
i.
Selisih penyusutan komersial diatas penyusutan fiskal berdasarkan
Pasal 11.
j.
Selisih amortisasi komersial diatas amortisasi fiskal, berdasarkan
pasal 11.
k. Biaya yang ditangguhkan pengakuannya ( KEP.184/PJ/2002, SE08/PJ.42/2002).
l.
Penyesuaian fiskal positif lainnya.
Penyesuaian Fiskal Negatif.
a. Selisih
penyusutan
komersial
berdasarkan pasal 11.
34
dibawah
penyusutan
fiskal,
b. Selisih amortisasi komersial dibawah amortisasi fiskal, berdasarkan
Pasal 11.
c. Penghasilan yang ditangguhkan pengakuannya ( KEP.184/PJ/2002,
SE-08/PJ.42/2002).
d. Penyesuaian fiskal negatif lainnya.
Teknik Rekonsiliasi Fiskal
Teknik rekonsiliasi fiskal dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Jika suatu penghasilan diakui menurut akuntansi tetapi tidak diakui menurut
fiskal, rekonsiliasi dilakukan dengan mengurangkan sejumlah penghasilan
tersebut dari penghasilan menurut akuntansi yang berarti mengurangi laba
menurut akuntansi,
2. Jika suatu penghasilan tidak diakui menurut akuntansi tetapi tetap diakui
menurut fiskal, rekonsiliasi dilakukan dengan menambahkan sejumlah
penghasilan tersebut pada penghasilan menurut akuntansi yang berarti
menambah laba menurut akuntansi.
3. Jika suatu biaya / pengeluaran diakui menurut akuntansi tetapi tidak diakui
sebagai pengurang penghasilan bruto menurut fiskal, rekonsiliasi dilakukan
dengan mengurangkan sejumlah biaya/ pengeluaran tersebut dari biaya
menurut akuntansi yang berarti menambah laba menurut akuntansi.
4. Jika suatu biaya / pengeluaran tidak diakui menurut akuntansi tetapi diakui
sebagai pengurang penghasilan bruto menurut fiskal, rekonsiliasi dilakukan
35
dengan menambahkan sejumlah biaya/ pengeluaran tersebut pada biaya
menurut akuntansi, yang berarti mengurangi laba menurut akuntansi.
Kertas kerja rekonsiliasi fiskal dapat dibuat dengan format sebagai berikut :
Tabel 2.1
Wajib Pajak X
Rekonsiliasi Fiskal ( Format 1 )
Tahun 20XX
Laba Bersih ( menurut akuntansi komersial )
Koreksi Positif :
Total Koreksi Positif
Koreksi Negatif :
Total Koreksi Negatif
Laba (Penghasilan) kena pajak ( menurut Fiskal )
XX
XX
XX
XX
XX (+)
XX
XX
XX
XX (-)
XX
Penjelasan :
Perbedaan dimasukan sebagai koreksi positif apabila :
1. Pendapatan menurut fiskal lebih besar daripada menurut akuntansi atau suatu
penghasilan diakui menurut fiskal tetapi tidak diakui menurut akuntansi.
2. Biaya / pengeluaran menurut fiskal lebih kecil daripada menurut akuntansi
atau suatu biaya / pengeluaran tidak diakui menurut fiskal tetapi diakui
menurut akuntansi.
Perbedaan dimasukan sebagai koreksi negatif apabila :
36
1.
Pendapatan menurut fiskal lebih kecil daripada menurut akuntasi suatu
penghasilan tidak diakui menurut fiskal ( bukan Objek Pajak ) tetapi diakui
menurut akuntansi,
2.
Biaya / pengeluaran menurut fiskal lebih besar daripada menurut akuntansi
atau suatu biaya/ pengeluaran diakui menurut fiskal tetapi tidak diakui
menurut akuntansi.
3.
Suatu pendapatan telah dikenakan pajak penghasilan bersifat final.
Tabel 2.2
Wajib Pajak X
Rekonsiliasi Fiskal ( Format 2 )
Tahun 20XX
Menurut
Koreksi Fiskal
Beda
Beda
Tetap
Waktu
Keterangan
Akuntansi
Menurut
Fiskal
Pendapatan
Biaya -biaya :
Laba (
Penghasilan )
Laba Bersih sebelum
pajak
Laba (Penghasilan) Kena
Pajak
37
Contoh Rekonsiliasi Fiskal
Berikut ini adalah contoh Laporan Laba Rugi Fiskal menurut Siti ( 2011 : 377)
PT. Perdana didirikan pada tahun 1999 merupakan Wajib Pajak yang bergerak
dalam bidang usaha dagang, dengan NPWP : 01.444.555.1.541.000, Jl. Kenari
No. 49 Condong Catur – Depok, Yogyakarta 55281.
Pada tahun 2011, PT. Perdana memperoleh penghasilan dari dalam negeri dan luar
negeri. Laporan Laba Rugi ( Komersial ) pada tahun 2011 adalah sebagai berikut :
38
Tabel 2.3
PT. Perdana
Laporan Laba Rugi
Untuk Tahun yang berakhir 31 Desember 2011
( dalam rupiah )
Penghasilan dari usaha dalam negeri
Penjualan
- Retur Penjualan
- Potongan Penjualan
Penjualan neto
Harga Pokok Penjualan *)
20,005,654,000
(954,852,000)
(545,987,000)
18,504,815,000
(14,654,879,000)
Laba Kotor
Biaya Usaha :
- Gaji, upah, THR, tunjangan lain
- Alat Tulis dan biaya kantor
- Biaya Perjalanan dinas
- Biaya Listrik dan telepon
- Biaya Makan Karyawan
- Biaya Promosi
- PBB dan bea materai
- Pajak
- Biaya Representasi
- Biaya Royalti
- Biaya konsumsi / Penjamuan
- Biaya Sewa
- Biaya Kerugian Piutang
- Biaya Penyusutan
- Biaya Lain - Lain
Total Biaya Usaha
Laba Usaha
Penghasilan di luar usaha :
- Dividen
- Sewa
Total Penghasilan Luar Usaha
Laba Bersih ( Penghasilan neto ) dalam negeri
Penghasilan dari luar negeri :
- Laba Usaha dari Canada
- Bunga Obligasi dari Singapura
Total Penghasilan dari Luar negeri
Laba ( Penghasilan neto )
*) Rincian harga pokok penjualan
39
3,849,936,000
1,551,900,000
23,958,000
53,465,000
16,825,000
36,783,000
297,285,000
53,726,000
60,000,000
65,798,000
237,465,000
12,132,000
197,958,000
105,654,000
169,000,000
293,873,000
(3,175,822,000)
674,114,000
40,000,000
25,000,000
65,000,000
739,114,000
200,000,000
50,000,000
250,000,000
989,114,000
Persediaan barang dagangan, 1 Januari 2009
Rp.
5.000.000.000
Pembelian neto tahun 2009
Rp.
13.000.000.000
Persediaan barang dagangan, 31 Desember 2009
Rp. ( 3.345.121.000 )
Harga Pokok Penjualan
Rp. 14.654.879.000
A. Informasi yang digunakan sebagai dasar penyesuaian penghitungan laba (
rugi ) fiskal :
1. Dalam penjualan tidak memasukkan penjualan kepada karyawan
sebesar Rp. 20.000.000 yang penagihannya melalui pemotongan gaji
setiap bulan.
2. Di dalam gaji, upah, tunjangan hari raya ( THR ) dan tunjangan lain
terdapat pengeluaran untuk pembelian beras yang dibagikan kepada
karyawan senilai Rp. 20.365.000 dan biaya pengobatan senilai Rp.
5.100.000
3. Dalam biaya perjalanan dinas terdapat bukti – bukti pendukung atas
nama keluarga pemegang saham sebesar Rp. 596.000.
4. Dalam biaya promosi terdapat sumbangan yang tidak ada hubungan
dengan kegiatan utama perusahaan sebesar Rp. 12.754.000.
5. Pajak sebesar Rp. 60.000.000 merupakan angsuran PPh bulanan selama
tahun 2009 ( angsuran PPh Pasal 25 ).
6. Pengeluaran berupa biaya representasi tidak didukung dengan bukti
pengeluaran dari pihak eksternal.
40
7. Biaya royalti sebesar Rp. 237.465.000 yang ada bukti pendukungnya
dari pihak eksternal sebesar Rp. 225.353.000.
8. Piutang yang benar – benar tidak tertagih dan telah memenuhi syarat
untuk diakui sebagai piutang tak tertagih menurut perpajakan dalam
tahun 2009 sebesar Rp. 60.500.000.
9. Perusahaan mempunyai aset tetap sebagai berikut :
a. Mesin produksi dibeli pada tanggal 1 Januari 2005 seharga Rp.
500.000.000; taksiran umur ekonomis 10 tahun.
b. Kendaraan dibeli pada tanggal 31 Desember 2005 seharga Rp.
400.000.000; taksiran umur ekonomis 10 tahun.
c. Komputer dibeli pada tanggal 6 Maret 2007 seharga Rp.
300.000.000; taksiran umur ekonomis 5 tahun.
d. Inventaris dibeli pada tanggal 1 Januari 2005 seharga Rp.
200.000.000; taksiran umur ekonomis 8 tahun.
e. Bangunan permanen selesai dibangun dan siap digunakan pada
tanggal 31 Desember 2004 senilai Rp. 600.000.000; taksiran umur
ekonomis 20 tahun.
Berdasarkan kebijakan manajemen perusahaan : mesin produksi
mempunyai nilai residu 10% dari harga perolehan, sedangkan aset
tetap yang lain ditaksir mempunyai nilai residu 20% dari harga
perolehan.
Metode penghitungan penyusutan yang digunakan adalah garis lurus.
Menurut fiskal ( ketentuan perpajakan ), mesin produksi, kendaraan,
41
komputer dan inventaris merupakan aset berwujud kelompok II.
Perusahaan
memilih
metode
Garis Lurus
dalam
menghitung
penyusutan fiskal.
10. Dalam biaya lain – lain terdapat biaya rekreasi karyawan Rp. 2.652.000.
11. Penghasilan sewa ( dalam penghasilan luar usaha ) sebesar Rp.
25.000.000 terdiri atas sewa bangunan senilai Rp. 5.000.000, sewa atas
peralatan pabrik senilai Rp. 12.000.000 dan sewa atas kendaraan senilai
Rp. 8.000.000. Penghasilan sewa ini diterima dari PT. Putra Surya,
yang beralamat di Jl. Mayjen Sutoyo 30 Yogyakarta, NPWP: 1.166.552.541.000. Sewa tersebut diterima setiap tahun untuk untuk
jangka waktu beberapa tahun.
12. Dividen sebesar Rp. 40.000.000 terdiri atas dividen kas dari penyertaan
saham ( 20%) pada PT. Adinda sebesar Rp. 15.000.000, yang beralamat
di Jl. Lojajar 28 Yogyakarta, NPWP : 01.337.882.1.542.000; dan
dividen kas atas penyertaan saham (30%) pada PT. Kapuas Raya
sebesar Rp. 25.000.000.
B. Informasi lain yang digunakan sebagai dasar pengisian SPT Tahunan PPh
adalah :
1. PT. Perdana selama tahun 2009 telah menjual hasil produksinya kepada
PT. Telkom Yogyakarta, yang beralamatdi Jl. Hayam Wuruk No.157
Yogyakarta , NPWP : 02.118.722.1.541.000. Penjualan tersebut senilai
Rp. 8.800.000.000 ( harga ini termasuk PPN 10% ).
42
2. PT. Perdana ( importir yang mempunyai API ) selama tahun 2011
mengimpor sebagian bahan baku untuk proses produksi dari Nagayo
Jepang dengan harga faktur $40.000. PT. Perdana membayar biaya –
biaya sebagai berikut : biaya angkut dan biaya asuransi selama
perjalanan antar daerah pabean masing – masing sebesar $. 3.000 dan
$.7.000, bea masuk sebesar 5% dari CIF, dan bea masuk tambahan
sebesar 20% dari CIF. Kurs menurut Keputusan Menteri Keuangan
adalah $1= Rp.10.000. PT. Perdana membayar bea masuk dan PPH
Pasal 22 impor kepada Ditjen Bea dan Cukai Tanjung Priok, yang
beralamat di Jl. Pelabuhan no 202 Tanjung Priok, Jakarta Utara, NPWP
: 00.455.232.2.021.000.
3. Tarif pajak atas laba usaha di luar neger ( Kanada ) adalah 40 %.
4. Tarif pajak atas bunga obligasi di Singapura adalah 25%.
5. Total angsuran PPh Pasal 25 dalam tahun2011 sebesar Rp. 60.000.000,
dibayarkan setiap bulan dengan angsuran yang sama dari bulan Maret
sampai dengan bulan Desember 2011.
6. Laba rugi fiskal 3 tahun terakhir adalah :
 Rugi fiskal tahun 2008 sebesar Rp.350.000.000.
 Laba fiskal tahun 2009 sebesar Rp.150.000.000.
 Laba fiskal tahun 2010 sebesar Rp.100.000.000.
Sisa rugi tahun 2008 akan dikompensasikan seluruhnya pada tahun
2011.
Susunlah rekonsiliasi fiskal untuk menyiapkan menyusun laporan laba rugi fiskal.
43
Tabel 2.4
Penyelesaian :
Penjelasan informasi kasus A1 sd A12 untuk menyusun rekonsiliasi fiskal.
Penjelasan
Form 1171 yang diisi
Termasuk dalam penjualan adalah penjualan kepada
1771 – I 5l
Sumber
Informasi
A1)
semua pembeli dengan cara kredit atau tunai dan dengan
dasar akrual artinya penjualan diakui tidak pada saat
penerimaan kas tetapi pada saat penyerahan barang.
Penjualan kepada karyawan yang pembayarannya tidak
dilakukan pada saat transaksi penyerahan barang tetap
diakui sebagai penjualan tahun 2011. Dalam rekonsiliasi
fiskal, penjualan kepada karyawan sebesar Rp.20.000.000
akan menambah penghasilan menurut akuntansi dan
selanjutnya akan berpengaruh menaikan laba kena pajak
(sebagai koreksi negatif ).
A2)
Imbalan dalam bentuk natura ( beras Rp.20.365.000 dan
1771 – I 5c
pengobatan Rp.5.100.000 ) tidak diboleh dikurangkan
dari penghasilan bruto ( non deductibel expense ). Oleh
karena itu, dalam rekonsiliasi fiskal jumlah biaya tetsebut
harus dikurangkan dari biaya menuru akuntansi yang
berarti berpengaruh menaikkan laba kena pajak ( koreksi
positif).
A3)
Biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pribadi
pemegang saham ( perjalanan dinas anggota keluarga
pemegang saham sebesar Rp. 596.000) tidak boleh
dikurangkan dari penghasilan bruto ( non deductible
expense). Oleh karena itu, dalam rekonsiliasi fiskal
jumlah biaya tetsebut harus dikurangkan dari biaya
menuru akuntansi yang berarti berpengaruh menaikkan
44
1771 – I 5a
laba kena pajak ( koreksi positif).
A4)
Sumbangan untuk berbagai kepentingan kepada pihak –
pihak yang tidak mempunyai hubungan kerja,
1771 – I 5e
usaha,
kepemilikan dan penguasaan merupakan biaya yang tidak
boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.
Biaya
sumbangan sebesar Rp. 12.754.000 dalam biaya promosi/
iklan harus dikurangkan dari biaya menutu akuntansi,
yang berarti berpengaruh menaikan laba kena pajak (
koreksi positif).
A5)
Pajak penghasilan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak
1771 – I 5f
tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto Wajib
Pajak. Total angsuran PPh Pasal 25 sebesar Rp.
60.000.000 yang dibayarkan oleh Wajib Pajak Pt.
Perdana dalam tahun 2009 tidak boleh dimasukan sebagai
biaya tahun 2011. Oleh karena itu, dalam rekonsiliasi
fiskal jumlah tersebut dikurangkan dari biaya menurut
akuntansi, yang berarti menaikkan laba kena pajak
(koreksi positif )
A6)
Biaya atau pengeluaran yang tidak terdaftar nominatifnya
1771 – I 5l
( biaya representasi sebesar Rp. 65.798.000 tidak ada
daftar nominatif). Merupakan non deductible expense.
Dalam rekonsiliasi fiskal, jumlah biaya tersebut harus
dikurangkan dari biaya menurut akuntansi, yang berarti
berpengaruh menaikkan laba kena pajak ( koreksi positif).
A7)
Penjelasan sama dengan A6)
A8)
Menurut
akuntansi,
perusahaan
1771 – I 5l
diperbolehkan
membentuk cadangan kerugian piutang pada setiap akhir
tahun untuk menaksir besarnya piutang yang tidak dapat
ditagih pada tahun berikutnya. Perusahaan membentuk
cadangan sebesar Rp. 105.654.000 pada akhir tahun 2011,
45
1771 – I 5b
sehingga dalam laporan laba rugi tampak kerugian
piutang sebesar Rp. 105.654.000. hal tersebut berbeda
dengan ketentuan fiskalyang menyatakan bahwa kerugian
piutang yang bileh diakui adalah sejumlah piutang yang
nyata – nyata tidak dapat ditagih pada tahun 2011. Oleh
karena piutang yang nyata – nyata tidak dapat ditagih
menurut fiskal adalah Rp. 60.500.000. maka biaya
kerugian menurut akuntansi harus dikurangi dengan Rp.
45.154.000. penyesuaian ini akan berpengaruh menaikkan
laba kena pajak ( sebagai koreksi positif ).
A9)
Penyusutan menurut akuntansi kemungkinan berbeda
1771 – I 6a dan
dengan menurut fiskal karena terdapat perbedaan dalam
Lampiran Khusus 1A
metode penyusutan, poengakuan nilai sisa, taksiran masa
manfaat/umur ekonomis,penghitungan penyusutan tahun
2011 menurut fiskal dapat dilihat pada tabel penyusutan
berikutnya. Tabel ini sekaligus dapat dugunakan sebagai
data pengisian Lampiran Khusus tentang ”Penyusutan
dan Amortisasi”
Dalam rekonsiliasi fiskal, biaya penyusutan menurut
akuntansi harus ditambah dengan Rp.36.000.000 ( yaitu
Rp.205.000.0000 – Rp. 169.000.000), hal ini berarti
mengurangi laba kenapa pajak ( sebagai koreksi negatif ).
A10)
Penjelasan sama dengan A2).
1771 – I 5c
A11)
Penghasilan berupa sewa tanah dan / atau bangunan
1771 – I 4
adalah penghasilan yang dikenakan pajak bersifat final.
Oleh karena bersifat final maka jumlah pajak yang telah
dipotong tersebut tidak dapat dikreditkan dari total PPh
yang terutang pada akhir tahun, sehingga penghasilan
tersebut
juga
tidak
perlu
diperhitungkan
dalam
menentukan laba kena pajak. Dalam koreksi fiskal,
46
penghasilan berupa sewa atas bangunan sebesar Rp.
5.000.000 dikurangkan dari penghasilan sewa menurut
akuntansi,yang berarti menurunkan laba kena pajak
(koreksi negatif ).
A12)
Dividen yang diperoleh atau diterima perseroan terbatas
Wajib Pajak dalam negeri merupakann penghasilan kena
pajak ( bukan Objek Pajak ), sesuai Pasal 4 ayat (3) UU
PPh apabila penyertaannya melebihi 25% dari total modal
disetor. Dividen yang diterima PT, Perdana dari PT.
Ananda sebesar Rp. 25.000.000 harus dikurangkan dari
penghasilan dividen menurut akuntansi, yang berarti akan
menurunkan laba kena pajak ( koreksi negatif ),
sedangkan
dividen
yang
sebesar
Rp.15.000.000
merupakan objek pajak karena penyertaannya kurang dari
25%.
47
1771 – I 4
Tabel 2.5
PT. Perdana
Rekonsiliasi Fiskal Penghitungan Laba Rugi
Tahun Pajak 2011
( dalam rupiah )
Rekonsiliasi Fiskal
Menurut
Akuntansi
Koreksi Positif
Koreksi Negatif
Penghasilan dari usaha dalam negeri
Penjualan
- Retur Penjualan
- Potongan Penjualan
Penjualan neto
Harga Pokok Penjualan *)
Laba Kotor
Biaya Usaha :
- Gaji, upah, THR, tunjangan lain
- Alat Tulis dan biaya kantor
- Biaya Perjalanan dinas
- Biaya Listrik dan telepon
- Biaya Makan Karyawan
- Biaya Promosi
- PBB dan bea materai
- Pajak
- Biaya Representasi
- Biaya Royalti
- Biaya konsumsi / Penjamuan
- Biaya Sewa
- Biaya Kerugian Piutang
- Biaya Penyusutan
- Biaya Lain - Lain
Total Biaya Usaha
Laba Usaha
Penghasilan di luar usaha :
- Dividen
- Sewa
Total Penghasilan Luar Usaha
Laba Bersih ( Penghasilan neto ) dalam negeri
Penghasilan dari luar negeri :
- Laba Usaha dari Canada
- Bunga Obligasi dari Singapura
Total Penghasilan dari Luar negeri
Laba ( Penghasilan neto )
20,005,654 A1)
(954,852)
(545,987)
18,504,815
(14,654,879)
3,849,936
1,551,900 A2)
23,958
53,465 A3)
16,825
36,783
297,285 A4)
53,726
60,000 A5)
65,798 A6)
237,465 A7)
12,132
197,958
105,654 A8)
169,000
293,873 A10)
(3,175,822)
674,114
40,000
25,000
65,000
739,114
200,000
50,000
250,000
989,114
48
20,000 (+)
25,465 (-)
596 (-)
12,754 (-)
60,000 (-)
65,798 (-)
12,112 (-)
45,154 (-)
A9) 36,000 (+)
2,652 (-)
A12) 25,000 (-)
A11) 5,000 (-)
Menurut Fiskal
20,025,654
(954,852)
(545,987)
18,524,815
(14,654,879)
3,869,936
1,526,435
23,958
52,869
16,825
36,783
284,531
53,726
225,353
12,132
197,958
60,500
205,000
291,221
(2,987,291)
882,645
15,000
20,000
35,000
917,645
200,000
50,000
250,000
1,167,645
Tabel 2.6
Tabel Penyusutan Aset/Harta Berwujud dan Penghitungan Nilai Residu
Tahun 2009 -> tabel ini sekaligus untuk mengisi Lampiran Khusus 1A
SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan
Jenis
Harga
Aktiva
Perolehan
Nilai Residu
Umur Ekonomis
Komersial
Penyusutan Setahun
Fiskal
Komersial
Selisih Penyusutan
Fiskal
Akumulasi
Nilai Buku
Penyusutan
sd awal 2011
sd awal 2011
(a)
( b)
(c)
(d)
( e ) = ( a- b)/( c ) (f ) = ( a )/ ( d )
(g)=(e)-(f)
(h)
( i ) = (a ) - ( h )
Mesin Produksi
500,000,000
50,000,000
10
8
45,000,000
62,500,000
(17,500,000)
375,000,000
125,000,000
Kendaraan
400,000,000
80,000,000
10
8
32,000,000
50,000,000
(18,000,000)
250,000,000
150,000,000
Peralatan Pabrik
300,000,000
60,000,000
5
8
48,000,000
37,500,000
10,500,000
143,750,000
156,250,000
Inventaris
200,000,000
40,000,000
8
8
20,000,000
25,000,000
(5,000,000)
150,000,000
50,000,000
Bangunan
600,000,000 120,000,000
20
20
24,000,000
30,000,000
(6,000,000)
180,000,000
420,000,000
169,000,000
205,000,000
(36,000,000)
Catatan :
- akumulasi penyusutan mesin ( Jan 2005 s/d Des 2010 )
: 6 tahun, pertahun Rp. 62.500.000
- akumulasi penyusutan kendaraan ( Des 2005 s/d Des 2010 )
: 5 tahun, pertahun Rp. 50.000.000
- akumulasi penyusutan peralatan pabrik ( Maret 2007 s/d Des 2010 )
: 3 tahun 10 bulan, pertahun Rp. 37.500.000
- akumulasi penyusutan Inventaris ( Jan 2005 s/d Des 2010 )
: 6 tahun, pertahun Rp. 25.000.000
- akumulasi penyusutan bangunan ( 31 Desember 2004 s/d Des 2010 )
: 6 tahun, pertahun Rp. 30.000.000
49
Menghitung PPh yang terutang Tahun Pajak 2011
Penghasilan neto Fiskal
Rp. 1.167.645.000
Kompensasi rugi tahun sebelumnya
Rp.
Penghasilan Kena Pajak
Rp. 1.157.645.000
10.000.000
Penghasilan Kena Pajak yang mendapat fasilitas :
( Rp. 4.800.000.000 / Rp. 18.524.815) x Rp. 1.157.645.000= Rp. 299.959.000
Penghasilan kena pajak yang tidak mendapat fasilitas :
( Rp. 1.157.645.000 – Rp. 299.959.000) = Rp. 857.686.000
PPh terutang :
-
50% x 25% x Rp. 299.959.000
Rp.
37.494.875
-
25% x Rp. 857.686.000
Rp. 214.421.500
Rp. 215.916.375,-
50
Download