Tinjauan Etik Regulasi Jam Kerja Dokter di Indonesia

advertisement
Baharuddin M, Lefrandt R, Santosa F. Tinjauan etik regulasi jam kerja dokter di Indonesia. JEKI. 2017;1(1):25–9.
doi: 10.26880/jeki.v1i1.6.
ISSN 2598-179X (cetak)
ISSN 2598-053X (online)
Tinjauan Etik Regulasi Jam Kerja Dokter
di Indonesia
Mohammad Baharuddin1,2, Reggy Lefrandt1,3, Frans Santosa1,4
1
Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia
Departemen Obstetri dan Ginekologi, Rumah Sakit Bersalin Budi Kemuliaan, Jakarta
3
Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular, Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi, Manado, Sulawesi Utara
4
Departemen Angiologi Vaskular, Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta
2
Kata Kunci
etika kedokteran; jam kerja
Korespondensi
[email protected]
[email protected]
Publikasi
© 2017 JEKI/ilmiah.id
DOI
10.26880/jeki.v1i1.6
Tanggal masuk: 8 Juli 2017
Tanggal ditelaah: 25 Juli 2017
Tanggal diterima: 15 Agustus 2017
Tanggal publikasi: 11 Oktober 2017
Abstrak Jumlah jam kerja dokter yang dipandang berlebihan sudah
menjadi sorotan nasional dan internasional dalam beberapa waktu
terakhir. Banyaknya jumlah jam kerja berbanding lurus dengan
beban kerja dokter yang besar. Beberapa hal yang diduga menjadi
penyebab peningkatan beban kerja dokter, antara lain jumlah pasien
yang meningkat, persebaran dokter yang tidak merata, kompleksitas
penyakit pasien yang semakin tinggi, serta jumlah proyek penelitian
dokter yang semakin banyak. Kurangnya apresiasi terhadap profesi
dokter juga diduga sebagai pemicu pengaturan jumlah kerja dokter yang
berlebihan. Meningkatnya beban kerja dapat berdampak negatif pada
keselamatan dokter dan pasien pada jam kerja, yang dapat berujung
pada peningkatan gugatan medis. Oleh karena itu, diperlukan sistem
kerja serta kebijakan yang jelas dan efektif untuk mengatur jumlah jam
kerja dokter.
Abstract The excessive amount of physician working hours has been the national and international spotlight
in recent times. The amount of working hours is directly proportional to the large doctor’s workload. There
are several things suspected as the cause of increasing workload of doctors, including increasing patient numbers, uneven physician distribution, increasing complexity of patient disease, and increasing number of doctor
research projects. Lack of appreciation for medical profession is also suspected as one trigger which increases
the excessive doctor work. Increased workload can negatively impact the safety of doctors and patients during
working hours, which can lead to increased medical claims. Therefore, a clear and effective working system and
policy is required to regulate the amount of physician working hours.
PENDAHULUAN
Jam kerja yang lama dan beban kerja yang tak
terduga sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan
dari profesi dokter. Kasus-kasus yang terjadi
beberapa waktu terakhir di Indonesia membuat
jam kerja dokter menjadi sorotan nasional. Pada
Januari 2017, media nasional sempat digemparkan
dengan aksi seorang bupati yang menegur keras
dokter dan perawat yang tertidur saat jam kerja. Hal
tersebut terjadi saat Gubernur melakukan inspeksi
mendadak (sidak) di salah satu rumah sakit setelah
adanya laporan dari masyarakat mengenai kurang
baiknya kinerja rumah sakit tersebut.1 Amarah
Gubernur kemudian menjadi kontroversi ketika
di satu sisi argumen tentang penyalahan tanggung
jawab tenaga kesehatan yang tertidur di jam kerja
membenarkan sikap Gubernur, sementara di sisi
lain argumen tentang hak seorang dokter untuk
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 1 No. 1 Okt 2017
memelihara kesehatan diri sendiri seharusnya
menjadi pertimbangan Gubernur sebelum bersikap
berlebihan tersebut.
Baru-baru ini, meninggalnya seorang dokter
anestesi saat bertugas di rumah sakit kembali
menuai ungkapan duka cita dari sejawat dokter
dan masyarakat.2 Meski sudah diklarifikasi
bahwa penyebab kematian dokter tersebut bukan
diakibatkan oleh jam kerja yang berlebihan, kasus
tersebut tetap menimbulkan pertanyaan: bagaimana
sebenarnya pengaturan jam kerja dokter di
Indonesia?
METODE
Informasi dan data penunjang dikumpulkan
melalui penelusuran literatur di basis data
jurnal PubMed dan Journal of Psychology and
Psychotherapy dengan kata kunci “work hour”,
25
Tinjauan Etik Regulasi Jam Kerja Dokter di Indonesia
“doctors”, dan “workload”; situs web surat kabar
daring Antara News; situs web Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia dan Ikatan Dokter
Indonesia; serta Kode Etik Kedokteran Indonesia.
Jurnal dan artikel yang digunakan sebagai dasar
penulisan publikasi ini terbit antara tahun 20012017.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penyebab Beban Kerja Dokter yang Berlebihan
Tidak dapat dipungkiri, terdapat perbedaan
jam kerja yang cukup terlihat antara dokter klinik
dengan dokter non-klinik. Jam kerja dokter yang
lama disebabkan oleh beban kerja dokter yang
besar. Beban kerja seyogyanya dikaitkan dengan
jumlah penduduk suatu negara. Berdasarkan data
dari Kementerian Kesehatan, rasio dokter dengan
penduduk Indonesia pada tahun 2014 adalah 1 :
2538. Rasio tersebut masih belum mencapai batas
ideal WHO yang menetapkan rasio 1 : 1000. Dari
95.976 dokter yang teregistrasi, 17.507 diantaranya
bekerja di Puskesmas sehingga diperkirakan setiap
Puskesmas rata-rata memiliki 1,8 dokter. Namun,
kenyataannya masih ada 938 puskesmas yang
kekurangan atau bahkan tidak memiliki dokter.3
Penyebab lain dari beban kerja dokter yang
berlebihan di Indonesia adalah tidak meratanya
persebaran dokter. Meskipun sudah mencapai
standar ideal yang ditetapkan WHO, beban kerja
dokter di Indonesia pada kenyataannya belum
terbagi secara rata di seluruh wilayah. Memusatnya
dokter-dokter di kota-kota besar menyebabkan
beban kerja dokter di daerah lebih besar sehingga
mengharuskannya untuk bekerja lebih lama.4
Tak hanya menjadi sorotan nasional, jam
kerja dokter juga menjadi sorotan internasional.
Berdasarkan data dari Royal College of General
Practitioner (RCGP), jumlah konsultasi dokter
umum di Inggris mengalami peningkatan sebanyak
19% dari 303 juta konsultasi pada tahun 20082009 menjadi 361 juta konsultasi pada tahun
2013-2014. Di waktu yang sama, kompleksitas
penyakit di Inggris juga meningkat. Hal tersebut
ditandai dengan peningkatan jumlah pasien yang
memiliki komorbiditas ganda dari 1,9 juta pasien
pada tahun 2008 menjadi 2,9 juta pasien pada
tahun 2018.5 Bagaimana kaitannya dengan program
BPJS Kesehatan? Salah satu tujuan program BPJS
Kesehatan tentunya adalah untuk meningkatkan
26
kesadaran berobat masyarakat. Hal tersebut
tentunya akan menambah jumlah kunjungan pasien
dari sebelumnya yang pada akhirnya akan berujung
pada peningkatan beban kerja dokter sehingga jam
kerja dokter pun kian memanjang. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Wexian Xu dkk. di
Cina, beban kerja dokter yang berlebihan disebabkan
oleh peningkatan dokter yang tidak seimbang
dengan peningkatan kunjungan pasien, tindakan
operasi, dan peningkatan jumlah proyek penelitian.
Peningkatan beban kerja tersebut menyebabkan
gugatan medis meningkat secara signifikan dari
36 kasus pada tahun 2006 menjadi 65 kasus pada
tahun 2012.6
Dampak Beban Kerja yang Berlebihan
Beban kerja dan jam kerja yang berlebihan
memiliki pengaruh yang cukup signifikan
terhadap kinerja dokter dan keselamatan pasien.
Berdasarkan publikasi oleh Royal College of General
Practitioner (RCGP), kelelahan merupakan salah
satu faktor utama dari tenaga kesehatan yang
dapat membahayakan pasien. Kelelahan (fatigue)
mempengaruhi konsentrasi dan kemampuan untuk
menyelesaikan tugas sehingga sering menjadi akar
permasalahan dari kesalahan yang dilakukan oleh
dokter. Beberapa hal yang menyebabkan kelelahan
pada dokter, antara lain kurang tidur dan kerja
berlebihan.5
Berdasarkan publikasi oleh Lockley dkk.,
diketahui bahwa dokter magang yang mendapat
giliran berjaga selama 24 jam melakukan 36%
lebih banyak kesalahan medis yang lebih serius
dibandingkan dengan dokter yang berjaga selama
16 jam, melakukan lima kali lebih banyak kesalahan
diagnosis, mengalami 61% lebih banyak kecelakaan
yang berkaitan dengan jarum atau benda tajam
setelah 20 jam berjaga, meningkatkan risiko
kecelakaan berkendara dua kali lipat, dan mengalami
penurunan kinerja setara dengan yang ditimbulkan
oleh kadar alkohol darah 0,05-0,10%.7
Melihat tendensi beban kerja yang cukup besar
dalam pekerjaan seorang dokter, urgensi akan adanya
pemeriksaan kesehatan umum sebelum menjadi
dokter menjadi hal yang penting untuk diperhatikan
oleh pihak institusi pendidikan kedokteran maupun
pemerintah. Hal ini merupakan upaya deteksi dini
akan risiko kesehatan calon dokter yang dapat
menjadi perhatian khusus dan bahan pertimbangan
dalam menjalankan profesinya ke depan.
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 1 No. 1 Okt 2017
Baharuddin M, Lefrandt R, Santosa F
Regulasi Jam Kerja Dokter di Negara Maju
Regulasi jam kerja yang diadiopsi di Inggris
sejak tahun 1998 adalah European Working Time
Directive (EWTD), yakni sebuah kebijakan yang
memuat jam kerja minimum, periode istirahat, cuti
tahunan bagi para pekerja, dan pengaturan kerja
bagi para pekerja malam. Untuk dokter muda yang
sedang magang, diterapkan sebuah kebijakan yang
disebut The New Deal. Pada tahun 2007 dan 2009,
jumlah jam kerja dalam regulasi-regulasi tersebut
mengalami perubahan berupa pengurangan jam
kerja untuk dapat mencapai kinerja yang optimal.
Hasil dari perubahan regulasi tersebut mengurangi
jam kerja dokter residen dari 58 jam per minggu
menjadi 56 jam per minggu.8,9
Regulasi Jam Kerja Dokter di Indonesia
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
No.81 Tahun 2004, telah ditetapkan sebuah
pedoman penyusunan perencanaan sumber daya
manusia kesehatan di tingkat propinsi, kabupaten/
kota, dan rumah sakit. Dalam kebijakan tersebut,
dipaparkan langkah-langkah untuk menentukan
standar beban kerja. Standar beban kerja adalah
jumlah kegiatan pokok tiap unit kerja dalam kurun
waktu 1 tahun. Jumlah kegiatan pokok disusun
berdasarkan data kegiatan pelayanan yang telah
dilaksanakan di tiap unit kerja rumah sakit dalam
kurun waktu 1 tahun.10
Standar beban kerja ditetapkan berdasarkan
waktu kerja tersedia yang dimiliki oleh masingmasing SDM dibagi waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan suatu kegiatan pokok. Waktu kerja
yang tersedia diperoleh dari jumlah hari kerja
selama setahun dikurangi dengan hak cuti tahunan
(12 hari), pendidikan dan pelatihan (6 hari), hari
libur nasional, ketidakhadiran kerja, dikali dengan
waktu kerja per hari. Sementara itu, waktu yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu kegiatan
pokok (rata-rata waktu) ditetapkan berdasarkan
pengamatan dan pengalaman selama bekerja
yang telah disepakati bersama. Kebutuhan waktu
untuk menyelesaikan suatu kegiatan pokok sangat
bervariasi dan dipengaruhi kompetensi SDM,
Standar Operasional Prosedur (SOP), standar
pelayanan, serta sarana dan prasarana medis yang
tersedia.10
Meskipun tidak dinyatakan dengan tegas
jumlah maksimum jam kerja yang telah ditetapkan,
dapat diketahui bahwa rata-rata jam kerja yang
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 1 No. 1 Okt 2017
diperkenankan adalah 8 jam sehari selama 5 hari
kerja per minggu. Jumlah jam kerja dapat berubah
sesuai dengan kebutuhan masing-masing instansi
atau unit.10 Untuk mengatur dan menentukan
jumlah jam kerja dokter, terdapat nilai-nilai
yang perlu dipertimbangkan dalam mengambil
keputusan. Nilai-nilai tersebut terkandung dalam
Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) dan
tercantum lebih spesifik dalam Pasal 2 tentang
Standar Pelayanan Kedokteran Yang Baik dan Pasal
13 tentang Kerjasama. Dalam kedua pasal tersebut,
dokter ditekankan untuk mempertahankan
perilaku profesional dalam mengambil keputusan
untuk kepentingan terbaik dan keselamatan pasien,
baik dalam kerja individu maupun dalam kerjasama
dengan sejawat atau pihak lain.11
Struktur Kerja yang Ideal dalam Pelayanan
Kesehatan
Untuk mencapai pelayanan yang optimal,
diperlukan struktur kerja yang ideal. Dokter
sebagai salah satu komponen pelayanan kesehatan
memegang peran yang penting, di antaranya
adalah sebagai pemimpin. Dalam sebuah pedoman
yang diterbitkan oleh National Health Service
(NHS) Leadership Academy, London, pada tahun
2011, kepemimpinan yang baik dalam pelayanan
kesehatan ditentukan oleh kualitas pribadi yang
mumpuni di mana potensi tersebut dapat dideteksi
melalui uji psikotes calon mahasiswa kedokteran.
Selain itu, kepemimpinan yang baik juga ditentukan
oleh berbagai macam kemampuan lainnya, seperti
kerja sama, manajemen dan peningkatan pelayanan,
menciptakan visi, dan menyusun strategi.12
Pemimpin yang kompeten adalah pemimpin
yang memiliki integritas, sikap mawas diri,
kontrol emosi, dan keinginan untuk senantiasa
mengembangkan diri. Dalam bekerja sama,
pemimpin yang baik mampu membangkitkan
kontribusi anggota, membangun dan menjaga
hubungan yang baik dengan anggota maupun pihak
lain, serta memahami dengan jelas peran dirinya
dan anggota lainnya. Untuk menciptakan pelayanan
yang teratur, pemimpin dituntut untuk memimpin
perencanaan dengan aktif, meminta umpan balik
dari anggota lain, mengatur sumber daya yang
ada, dan mengatur eksekusi pelayanan. Selama
proses eksekusi, pemimpin juga perlu memastikan
keselamatan pasien dan mengevaluasi hasil eksekusi
secara berkala. Dari hasil evaluasi tersebut, pemimpin
27
Tinjauan Etik Regulasi Jam Kerja Dokter di Indonesia
menampung aspirasi dan inovasi yang disampaikan
oleh anggota dan kemudian memfasilitasi terjadinya
transformasi.12
Dalam sebuah publikasi, Royal College of
General Practitioners (RCGP) memberikan beberapa
rekomendasi untuk mengurangi beban kerja dokter
umum, antara lain dengan menyederhanakan
birokrasi, membatasi jumlah pasien dalam sehari,
membatasi jumlah jam kerja tenaga kesehatan,
mengatur jumlah jam istirahat tenaga kesehatan,
dan menyusun sebuah sistem yang dapat
mengidentifikasi adanya praktik yang dilakukan di
bawah tekanan ekstrim.5 Meskipun demikian, peran
pihak disiplin ilmu atau departemen memang cukup
signifikan dalam menentukan beban kerja dokter.
KESIMPULAN
Meskipun sudah ada aturan dan kode etik
yang dapat digunakan sebagai dasar pembuatan
perencanaan jumlah jam kerja, diperlukan kebijakan
yang lebih spesifik dan efektif dalam menentukan
jumlah jam kerja. Dengan adanya regulasi jam kerja
yang efektif, kinerja dokter di pelayanan kesehatan
diharapkan dapat mengalami peningkatan. Selain
itu, direkomendasikan agar institusi pendidikan
dapat memasukkan pemeriksaan kesehatan umum
bagi mahasiswa sebelum menjadi dokter dalam
upaya menghindari adanya kejadian yang tidak
diinginkan di kemudian hari yang terkait dengan
pekerjaan sebagai dokter.
KONFLIK KEPENTINGAN
Tidak ada konflik kepentingan.
REFERENSI
1. Saputra D. Gubernur Zumi Zola marah
temui dokter jaga tidur di RSUD Raden Mattaher
[Internet]. ANTARA News. 2017 Jan 20 [disitasi
2017 Jul 6]. Diunduh dari: http://www.antaranews.
com/berita/608022/gubernur-zumi-zola-marahtemui-dokter-jaga-tidur-di-rsud-raden-mattaher
2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Tanggapan Kemenkes atas meninggalnya
Dokter Stefanus Taofik [Internet]. Kementerian
Kesehatan RI. 2017 Jun 28 [disitasi 2017 Jul 6].
Diunduh dari: http://www.depkes.go.id/article/
28
view/17062900001/tanggapan-kemenkes-atasmeninggalnya-dokter-stefanus-taofik-.html
3. Pusat Komunikasi Publik Sekretariat
Jenderal Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. Peran jumlah dan mutu tenaga
kesehatan dukung percepatan MDGS dan
implementasi JKN [Internet]. 2014 Mar 24 [disitasi
2017 Jul 5]. Diunduh dari: http://www.depkes.
go.id/article/print/20143250004/peran-jumlahdan-mutu-tenaga-kesehatan-dukung-percepatanmdgs-dan-implementasi-jkn.html
4. Ikatan Dokter Indonesia. IDI: Persebaran
dokter masih terpusat di kota [Internet]. 2013 Jun
17 [disitasi 2017 Jul 6]. Diunduh dari: http://www.
idionline.org/berita-lengkap/idi-persebaran-doktermasih-terpusat-di-kota/
5. Royal College of General Practitioners.
Patient safety implications of general practitioners
workload [Internet]. 2015 Jul [disitasi 2017 Jul 6].
Diunduh dari: http://www.rcgp.org.uk/policy/
rcgp-policy-areas/~/media/Files/Policy/A-Zpolicy/2015/RCGP-Patient-safety-implications-ofgeneral-practice-workload-July-2015.ashx
6. Xu W, Xie J, Wu H, Guo Z, Guo L, Feng X.
The association between Chinese doctors workload
and medical disputes. J Psychol Psychother. 2016
Apr 8;6:252. doi: 10.4172/2161-0487.1000252.
7. Lockley SW, Barger LK, Ayas NT, Rothschild
JM, Czeisler CA, Landrigan CP. Effects of health
care provider work hours and sleep deprivation on
safety and performance. Jt Comm J Qual Patient
Saf. 2007;33(11 Suppl):7–18. doi: 10.1016/S15537250(07)33109-7.
8. White C. Workload is rising and morale
is falling among UK doctors, BMA survey shows
[Internet]. 2012 Oct 16 [disitasi 2017 Sep 11].
Diunduh dari: http://careers.bmj.com/careers/
advice/view-article.html?id=20009283
9. Improving Doctors’ Working Lives. Doctors’
working hours: The basics [Internet]. 2009 Aug
[disitasi 2017 Jul 6]. Diunduh dari: http://www.
idwl.info/workinghours.html
10. Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia nomor 81 tahun 2004 tentang pedoman
penyusunan perencanaan sumber daya manusia
kesehatan di tingkat propinsi, kabupaten/kota serta
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 1 No. 1 Okt 2017
Baharuddin M, Lefrandt R, Santosa F
rumah sakit. 2004. Diunduh dari: http://dinkes.
inhukab.go.id/wp-content/uploads/2015/04/
Kepmenkes-No-81-Th-2004-ttg-pedomanpenyusunan-perencanaan-SDM-Kesehatan.pdf
11. Majelis Kehormatan Etik Kedokteran
Indonesia. Kode etik kedokteran tahun 2012.
Jakarta; 2012.
12. NHS Leadership Academy. Leadership
framework [Internet]. 2011 [disitasi 2017 Jul 6].
Diunduh dari: https://www.leadershipacademy.
nhs.uk/wp-content/uploads/2012/11/
NHSLeadership-Framework-LeadershipFrameworkSummary.pdf
Jurnal Etika Kedokteran Indonesia Vol 1 No. 1 Okt 2017
29
Download