7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Epidemiologi Kanker

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Epidemiologi Kanker Servik pada WUS
Kanker serviks atau kanker leher rahim atau disebut juga kanker
mulut rahim merupakan salah satu penyakit keganasan di bidang kebidanan
dan penyakit kandungan yang masih menempati posisi tertinggi sebagai
penyakit kanker yang menyerang kaum perempuan (Manuaba, 2008). Kanker
serviks adalah kanker leher rahim / kanker mulut rahim yang di sebabkan oleh
virus Human Papiloma Virus (HPV).
Hanya beberapa saja dari ratusan
varian HPV yang dapat menyebabkan kanker. Penularan virus HPV yang
dapat menyebabkan Kanker leher rahim ini dapat menular melalui seorang
penderita kepada orang lain dan menginfeksi orang tersebut. Penularannya
dapat melalui kontak langsung dan karena hubungan seks. Gejala yang
mungkin timbul (Umumnya pada stadium lanjut) adalah perdarahan di luar
masa haid, jumlah darah haid tidak normal, perdarahan pada masa menopause
(setelah berhenti haid), keputihan yang bercampur darah atau nanah serta
berbau, perdarahan sesudah senggama, rasa nyeri dan sakit di panggul,
gangguan buang air kecil sampai tidak bisa buang air kecil (Prawirohardjo,
2005).
Berdasarkan hasil survey kesehatan oleh Word Health Organitation
(WHO), (2010) dilaporkan kejadian kanker serviks sebesar 500.000 kasus
baru di Dunia. Kejadian kanker servik di Indonesia, dilaporkan sebesar 20-24
7
8
kasus kanker serviks baru setiap harinya. Kejadian kanker servik di Bali
dilaporkan telah menyerang sebesar 553.000 wanita usia subur pada tahun
2010 atau 43/100.000 penduduk WUS. Berdasarkan AOGIN (2010) Angka ini
mengalami peningkatan sebesar 0,89% sejak tahun 2008 (Anonim, 2010)
2.2 Metode Deteksi Dini Kanker Serviks
2.2.1 Metode Papsmear
1.
Definisi
Pap smear berasal dari kata papanicolaou, yaitu seorang ahli
dokter Yunani bernama George N. Papanicolaou, yang merancang
metode mewarnai pulasan sampel sel-sel untuk diperiksa. Dokter ini
yang merancang metode tes Pap smear sekitar 50 tahun yang lalu pada
tahun 1943. Dasar pemeriksaan ini adalah mempelajari sel-sel yang
terlepas dari selaput lendir leher rahim. Papsmear mudah dilakukan
dan tidak menimbulkan rasa sakit (Smart, 2010).
Tingkat Keberhasilan Papsmear dalam mendeteksi dini kanker
rahim yaitu 65-95 %. Pap Smear hanya bisa dilakukan oleh ahli
patologi atau si-toteknisi yang mampu melihat sel-sel kanker lewat
mikroskop setelah objek glass berisi sel- sel epitel leher rehim dikirim
ke laboratorium oleh yang memeriksa baik dokter, bidan maupun
tenaga yang sudah terlatih (Smart, 2010)
9
2.
Sasaran
Pap Smear dapat dilakukan pada WUS yang sudah menikah
atau yang sudah melakukan senggama. Sasarannya ditujukan kepada
WUS dan wanita dengan faktor risiko (Maryanti, 2009).
3.
Waktu pelaksanaan Pap Smear
Pap Smear dilakukan sekali setahun. Bila tiga kali hasil
pemeriksaan normal, pemeriksaan dapat dijarangkan, misalnya setiap
dua tahun. Pada perempuan kelompok risiko tinggi, pemeriksaan harus
dilakukan sekali setahun atau sesuai petunjuk dokter (Smart, 2010).
Pap Smear dapat dilakukan setiap saat, kecuali pada masa
haid. Dua hari sebelum pemeriksaan Pap Smear sebaiknya tidak
menggunakan obat-obatan yang dimasukan ke dalam vagina serta
diketahui oleh suami.
Waktu yang diperlukan untuk mengetahui hasil dari
dilakukannya metode papsmear berkisar antara 4 hari sampai 2 minggu
tergantung jarak tempat dilakukannya pemeriksaan papsmear dan dari
laboratorium pemeriksaan specimen lendir mulut rahim. Untuk
mengetahui apakah hasilnya positif atau negatif maka diperlukan tenaga
khusus laboratorium yang dapat membaca hasil mikroskop. Jadi selama
rentan waktu itulah wanita pasangan usia subur mengalami kecemasan
terhadap hasil dari pemeriksaan pap smear (Manuaba dkk, 2009).
10
4.
Biaya Papsmear
Biaya yang dikeluarkan dalam pemeriksaan papsmear
berkisar antara Rp.50.000,00 sampai Rp.150.000,00 (Faizah, 2005).
Mengingat biaya untuk transportasi pengiriman bahan ke laboratoium
dan pengiriman kembali specimen ke tempat pemeriksaan, serta biaya
jasa laboratorium.
2.2.2 Metode IVA
1. Pengertian
IVA adalah salah satu deteksi dini kanker serviks dengan
menggunakan asam asetat 3 - 5 % secara inspekulo dan dilihat dengan
pengamatan mata langsung (mata telanjang). Pemeriksaan ini tidak
menimbulkan rasa sakit, mudah , murah dan informasi hasilnya
langsung ( Nugroho, 2010).
Serviks (epitel) abnormal jika diolesi dengan asam asetat 3-5
% akan berwarna putih (epitel putih). Dalam waktu 1-2 menit setelah
diolesi asam asetat efek akan menghilang sehingga pada hasil
ditemukan pada serviks normal tidak ada lesi putih (Smart, 2010).
Metode IVA tergolong sederhana, nyaman dan praktis.
Dengan mengoleskan asam cuka (asam asetat) pada leher rahim dan
melihat reaksi perubahan yang terjadi, prakanker dapat dideteksi. Biaya
yang dikeluarkan pun juga relatif murah. Selain prosedurnya tidak
rumit, pendeteksian dini ini tidak memerlukan persiapan khusus dan
11
juga tidak menimbulkan rasa sakit bagi pasien. Letak kepraktisan
penggunaan metode ini yakni dapat dilakukan di mana saja, dan tidak
memerlukan sarana khusus (Maryanti, 2009).
Tingkat Keberhasilan metode IVA dalam mendeteksi dini
kanker servik yaitu 60-92%. Sensitivitas IVA bahkan lebih tinggi dari
pada Pap Smear. Dalam waktu 60 detik kalau ada kelainan di serviks
akan timbul plak putih yang bisa dicurigai sebagai lesi kanker
(Nugroho, 2010).
2. Gambaran jumlah kunjungan IVA di berbagai daerah di Bali
Kunjungan IVA di berbagai daerah, khususnya di Bali sangat
bervariasi, penyebarannya tidak merata. Perbedaan tersebut terlihat dari
laporan jumlah kunjungan IVA yang tersebar disetiap kabupaten di
Bali. Rata-rata
pencapaiannya sudah melewati dari target yang
dicanangkan, contohnya adalah Kabupaten Tabanan. Bahkan untuk
pelaksanaan IVA itu sendiri dilakukan setiap satu minggu sekali oleh
puskesmas yaitu setiap hari sabtu dan dikenakan biaya Rp.25.000,-.
Setiap minggunya jumlah pasien yang datang berkisar antara 10-15
orang. Bahkan untuk mencapai hasil yang maksimal ada beberapa kader
bersama petugas kesehatan puskesmas yang datang ke banjar-banjar
untuk memberikan pelayanan pemeriksaan IVA secara gratis (Anonim,
2010).
12
3. Keunggulan Test IVA
a. Hasil segera diketahui saat itu juga
b. Efektif
karena
tidak
membutuhkan
banyak
waktu
dalam
pemeriksaan, aman karena pemeriksaan IVA tidak memiliki efek
samping bagi ibu yang memeriksa, dan praktis
c. Teknik pemeriksaan sederhana, karena hanya memerlukan alat-alat
kesehatan yang sederhana, dan dapat dilakukan dimana saja
d. Butuh bahan dan alat yang sederhana dan murah
e. Sensivitas dan spesifikasitas cukup tinggi
f. Dapat dilakukan oleh semua tenaga medis terlatih
4. Sasaran
Pemeriksaan IVA pada WUS yaitu wanita yang berusia antara
15 sampai 49 tahun. wanita yang sudah pernah melakukan senggama
atau sudah menikah juga menjadi sasaran pemeriksaan IVA. Penderita
kanker servik berumur antara 30 – 60 tahun, terbanyak antara 45 – 50
tahun, frekwensinya masih meningkat sampai kira – kira golongan
umur 60 tahun dan selanjutnya frekwensi ini sedikit menurun kembali.
Hal tersebut menjadikan alasan WUS menjadi sasaran deteksi dini
kanker serviks (Prawirohardjo, 2005).
13
5.
Waktu pelaksanaan pemeriksaan IVA
Untuk masyarakat luas, diprogramkan pemeriksaannya 1 kali
dalam 1 tahun, kecuali ada kecurigaan lain. Pemeriksaan IVA dapat
dilakukan setiap saat, tidak dalam kedaan haid, dua hari sebelum
pemeriksaan IVA sebaiknya tidak menggunakan obat-obatan yang
dimasukan ke dalam vagina serta diketahui oleh suami (Maryanti,
2009).
Waktu yang diperlukan untuk mengetahui hasil pemeriksaan
dari metode IVA adalah 1-5 menit. Setelah adanya perubahan warna
putih dari mulut rahim maka ada kecurigaan terdapat sel-sel yang
memicu kanker rahim. Hasil dari pemeriksaan IVA dapat dibaca oleh
dokter, Bidan maupun petugas kesehatan yang terlatih saat itu juga,
sehingga mengurangi kecemasan yang dialami wanita pasangan usia
subur. Jika hasil yang di dapat IVA (+) maka akan langsung diobati,
jika pemeriksaan dilakukan di Rumah Sakit maka akan langsung
dilakukan kryoterapi, serta diberikannya obat antibiotik serta analgesik,
jika pemeriksaan di praktek swasta maka akan langsung diberikan
antibiotik dan analgesik serta rujukan ke Rumah Sakit untuk melakukan
kryoterapi (McCromick, 2011)
6. Biaya Test IVA
Biaya yang dikeluarkan dalam pemeriksaan IVA sangat
bervariasi mulai dari Rp. 5000,00 sampai harga tertinggi Rp 50.000,00
14
atau tergantung dari tempat pemeriksaan. Biaya yang dikeluarkan oleh
pasien untuk pemeriksaan ini digunakan untuk mengganti jasa
pelayanan pemreiksaan IVA, namun tidak jarang pula ada yang
memungut biaya sebagai pengganti penggunaan alat dan bahan untuk
pemeriksaan IVA (Faizah, 2010).
7. Prosedur tetap dalam pemeriksaan IVA (Maryanti, 2010)
No
1
2
3
3
4
5
6
7
8
Tabel 2.1 Prosedur tetap pemeriksaan IVA
Langkah-langkah
Keterangan
1
2
3
Memberi penjelasan pada ibu atas tindakan
yang akan dilakukan
Menjaga privasi pasien
Menyiapkan alat yang diperlukan
g. Sarung tangan / Handscoen
h. Spekulum cocor bebek
i. Tampon tang
j. Kom kecil
k. Lidi kapas
l. Asam asetat 3-5% dalam botol
m. Kapas DTT dalam kom
n. Waskom berisi larutan klorin 0,5%
o. Selimut
p. Lampu sorot
q. Tempat sampah medis dan non medis
Menyiapkan ibu dengan posisi lithotomi pada
tempat tidur ginekologi
Mengatur lampu sorot ke arah vagina ibu
Mencuci tangan dengan sabun di bawah air
mengalir dengan cuci tangan tujuh langkah dan
mengeringkan dengan handuk bersih
Menggunakan sarung tangan steril
Melakukan vulva hygiene dengan kapas DTT
Memasukkan spekulum ke dalam vagina
a. Tangan kiri membuka labia minora,
spekulum dipegang dengan tangan
kanan,
dalam
keadaan
tertutup
kemudian masukkan ujungnya ke dalam
introitus
15
No
Langkah-langkah
Keterangan
1
2
3
b. Putar kembali spekulum 45º ke bawah
sehingga menjadi melintang dalam
vagina kemudian didorong masuk lebih
dalam ke arah forniks posterior sampai
puncak vagina
c. Buka spekulum pada tangkainya secara
perlahan-lahan dan atur sampai porsio
terlihat dengan jelas
d. Kunci
spekulum
dengan
mengencangkan bautnya kemudian
ganti dengan tangan kiri yang
memegang spekulum
9
Memasukkan lidi kapas yang telah diberi asam
asetat 3-5% ke dalam vagina sampai menyentuh
porsio
10 Mengoleskan lidi kapas ke seluruh permukaan
porsio, lihat hasilnya
11 Membersihkan porsio dengan kasa steril
menggunakan tampon tang
12 Mengeluarkan spekulum dari vagina
13 Merapikan ibu dan merendam alat dalam
larutan klorin 0,5%
14 Mencuci tangan dengan sabun di bawah air
mengalir
15 Beritahu hasilnya dan beritahu rencana
selanjutnya dengan jelas dan lengkap
8. Kategori Pemeriksaan IVA
Terdapat empat kategori yang dapat diketahui dari hasil pemeriksaan
dengan metode IVA yaitu :
a. Pertama, IVA negatif, artinya tidak ada tanda atau gejala kanker
mulut rahim atau serviks normal berbentuk licin, merah muda,
bentuk porsio normal.
b. Kedua, IVA radang, artinya serviks dengan radang (servisitis), atau
kelainan jinak lainnya seperti polip serviks.
16
c. Ketiga, IVA positif yaitu ditemukan bercak putih (aceto white
epithelium). Kelompok ini yang menjadi sasaran temuan
screening kanker serviks dengan metode IVA karena temuan ini
mengarah pada diagnosis serviks prakanker.
d. Keempat, IVA kanker serviks, pertumbuhan seperti bunga kol, dan
pertumbuhan mudah berdarah. Ini pun masih memberikan harapan
hidup bagi penderitanya jika masih pada stadium invasive dini.
(Maryanti, 2009)
2.3 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kunjungan Pemeriksaan
IVA
Beberapa faktor yang mempengaruhi masyarakat khususnya WUS
dalam melakukan pemeriksaan IVA berdasarkan teori L.Green dalam
Notoatmodjo (2010) antara lain yaitu faktor perilaku dan faktor di luar
perilaku. Faktor perilaku tersebut diantaranya adalah :
2.3.2 Faktor Predisposisi
1. Pengetahuan WUS
a. Pengertian
Pengetahuan (Knowledge) adalah hasil tahu dari diri
manusia yang sekedar menjawab pertanyaan “ What”, misalnya apa
air, apa manusia, apa alam dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010).
Pengetahuan adalah suatu yang diketahui menurut Poerwadarminta
(1999) dalam Notoatmodjo (2010). Menurut Poejawijatna (1998)
17
dalam Notoatmodjo (2010), menyebutkan pengetahuan akan
membuat orang mampu mengambil keputusan. Jadi, pengetahuan
adalah suatu yang diketahui atau hasil tahu dari diri manusia dan
mampu
menjawab
pertanyaan
sehingga
seorang
mampu
mengambil keputusan.
b. Macam-macam pengetahuan
Menurut
Notoatmodjo
(2003)
macam
-
macam
pengetahuan ada 2, yaitu :
1) Pengetahuan Umum
Pengetahuan umum adalah segala sesuatu yang diketahui oleh
seseorang secara umum tanpa mengetahui seluk beluk yang
sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya.
2) Pengetahuan Khusus
Pengetahuan khusus adalah segala sesuatu yang diketahui oleh
seseorang secara khusus tentang suatu hal yang sedalamdalamnya.
c. Tingkat pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang. Cara mengidentifikasi tingkat pengetahuan
adalah sebagai berikut :
1) Mengenal (Recognition) dan mengingat kembali (Recall)
diartikan sebagai kemampuan mengingat kembali suatu yang
18
pernah diketahui sehingga bisa memilih satu dari dua atau lebih
jawaban.
2) Pemahaman (Comprehension) merupakan suatu kemampuan
untuk memahami tentang suatu obyek atau materi.
3) Penerapan (Aplication) diartikan sebagai kemampuan untuk
menerapkan secara benar mengenai suatu hal yang diketahui
dalam situasi yang sebenarnya.
4) Analisis (Analysis) diartikan sebagai kemampuan untuk
menyebarkan materi/obyek kedalam suatu struktur dan masih
ada kaitannya satu sama lain.
5) Sintesis (Syntesis) diartikan sebagai kemampuan untuk
menghubungkan
bagian-bagian
dalam
suatu
bentuk
keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi.
6) Evaluasi (Evaluation) diartikan sebagai kemampuan untuk
melakukan penelitian suatu obyek/materi.
Tingkat pengetahuan ini dapat di nilai dari tingkat penguasaan
individu atau seseorang terhadap suatu obyek atau materi
(Notoatmodjo,2003).
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan
1) Pendidikan
Makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima
informasi sehingga makin banyak juga pengetahuan yang
19
dimiliki.
Sebaliknya
pendidikan
yang
kurang
akan
menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilainilai yang baru diperkenalkan.
2) Pekerjaan
Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak
merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang
dan banyak tantangan.
3) Umur
Umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai
berulang tahun.
(Wawan dan Dewi, 2010).
e. Cara Memperoleh Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2003) menyebutkan ada 2 cara memperoleh
pengetahuan yaitu :
1) Cara tradisional atau non-ilmiah
a) Cara coba-coba (Trial and Error)
Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan
kemungkinan tersebut tidak berhasil di coba kemungkinan
yang lain. Apabila kemungkinan kedua ini gagal di coba
kemungkinan ketiga dan seterusnya sampai masalah
tersebut dapat dipecahkan. Itulah sebabnya cara ini disebut
metode trial (coba) and error (gagal/salah)
20
b) Cara kekuasaan atau otoritas
Pada cara ini prinsipnya adalah orang lain menerima
pendapat yang dikemukakan orang yang mempunyai
otoritas tanpa terlebih dahulu menguji atau membuktikan
kebenarannya baik berdasarkan empiris atau penalaran
sendiri. Hal ini disebabkan karena orang yang menerima
pendapat
tersebut
menganggap
bahwa
apa
yang
dikemukakannya adalah sudah benar.
c) Pengalaman pribadi
Pengalaman adalah guru yang baik demikianlah bunyi
pepatah, ini mengandung maksud bahwa pengalaman ini
seperti cara untuk memperoleh kebenaran pengetahun. Oleh
sebab itu, pengetahuan pribadinya dapat digunakan sebagai
upaya memperoleh pengetahuan.
d) Melalui jalan pikiran
Sejalan dengan perkembangan kebudayaan umat manusia,
cara berpikir manusia pun ikut berkembang. Dalam
memperoleh pengetahuan manusia telah menggunakan
jalan pikirannya.
e) Cara modern
Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan
pada dewasa ini lebih estimatis, logis dan ilmiah. Cara ini
disebut penelitian ilmiah atau popular disebut metode
21
penelitian dan media massa sebagai sumber informasi
dimana media (alat mengirim pesan atau saluran pesan)
adalah alat atau saluran yang dipilih oleh sumber untuk
menyampaikan pesan kepada sasaran. Salah satu media
massa adalah media massa yang meliputi: televisi, radio,
koran, tabloid dan film. Media massa sebagai salah satu
sumber informasi juga mempengaruhi pengetahuan karena
dengan sumber informasi atau bacaan yang berguna bagi
perluasan
cakrawala
meningkatkan
pandang
kemampuan
dan
wawasan,
berpikir
dapat
seseorang
(Notoatmodjo, 2003).
2. Sikap WUS
a. Definisi atau Pengertian
Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau
objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang
bersangkutan (senang atu tidak senang, setuju atau tidak setuju, baik
atau tidak baik, dan sebagainya). Pandangan-pandangan atau perasaan
dari WUS yang berupa pernyataan positif maupun negatif terhadap
input, proses, dan output (Notoatmodjo, 2003).
Menurut Allport dalam buku Notoatmodjo (2003) menjelaskan
bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen pokok :
22
1) Kepercayaan atau keyakinan (ide dan konsep terhadap suatu
objek).
2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek
3) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).
b. Teori sikap
1) Belajar melakukan : Proses asosiasi yang memerlukan sikap
pengukuran kembali.
2) Teori keseimbangan
Model keseimbangan dari rasa suka, kemungkinan 2 susunan
struktur yang tidak seimbang cenderung menjadi struktur yang
seimbang melalui perubahan dalam satu unsur atau lebih.
3) Teori ketidaksesuaian akan berubah demi mempertahankan konsistensi
dengan perilaku nyatanya.
4) Teori atribusi
Orang bersikap dengan mempertimbangkan kognisi dan efeksi suatu
konasi dan psikomotor didalam kesadaran mereka.
c. Tingkatan Sikap
Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkattingkat berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut :
1) Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan
stimulus yang berikan (objek)
23
2) Merespon (responding)
Memberikan jawaban bila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan
tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karena dengan
suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang
diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti
bahwa orang menerima ide tersebut.
3) Menghargai (valving)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu
masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4) Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan
segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
Menurut Likert (Wawan dan Dewi, 2010), untuk mengetahui sikap
responden menggunakan lima alternatif jawaban yang kemudian diberi
skor untuk dapat dihitung yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), ragu-ragu
(RR), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju (STS). Pada pernyataan yang
bersifat favoreble, skor tertinggi diberikan kepada jawaban yang sangat
setuju. Sedangkan pada pernyataan tidak favorable, skor tertinggi
diberikan pada pernyataan sangat tidak setuju. Skor jawaban yaitu berkisar
antara 1 – 5 pada masing-masing pernyataan.
24
3. Tingkat Ekonomi
Tingkat status ekonomi adalah salah satu tingkatan atau strata
sosial dalam masyarakat, yang bisa dinilai dari rata-rata jumlah
penghasilan atau pendapatan serta jumlah harta benda yang dimiliki oleh
seseorang. Tingkat ekonomi jika dilihat dari jumlah penghasilan atau
pendapatan dibagi menjadi tiga yaitu tingkat penghasilan tinggi jika
penghasilannya rata-rata ≥ Rp 5.000.000 perbulan dan rendah jika rata-rata
penghasilannya < Rp. 5.000.000,- perbulan (BPS Nasional, 2010).
Ekonomi adalah salah satu faktor yang sangat mempengaruhi perilaku
masyarakat, apabila penghasilan masyarakat cukup maka mereka akan
memenuhi
kebutuhan
dengan
maksimal
dan
sebaliknya
apabila
penghasilan masyarakat kurang, maka mereka akan mengabaikan
kebutuhannya
termasuk
dalam
mencari
pelayanan
kesehatan
(Notoatmodjo, 2010).
Menurut Soetjiningsih dalam Sarwono (2007) status sosial
ekonomi adalah kedudukan atau posisi seseorang dalam masyarakat, status
sosial ekonomi adalah gambaran tentang keadaan seseorang atau suatu
masyarakat yang ditinjau dari segi sosial ekonomi, gambaran itu seperti
tingkat
pendidikan,
pendapatan dan sebagainya.
Status ekonomi
kemungkinan besar merupakan pembentuk gaya hidup keluarga. Kartono
tahun 2005 menjelaskan bahwa status ekonomi adalah kedudukan
seseorang atau keluraga di masyarakat berdasarkan pendapatan per bulan.
25
Status ekonomi dapat dilihat dari pendapatan yang disesuaikan dengan
harga barang pokok.
2.3.3 Faktor Pendukung
1. Sarana prasarana
Lingkungan fisik yang berupa alat dan bahan untuk
pemeriksaan IVA. Alat dan bahan yang diperlukan dalam pemeriksaan
IVA, antara lain handscoen, speculum, tampon tang, kom kecil steril,
kapas lidi, asam asetat 3-5% dalam botol, kapas sublimat dalam kom
steril, waskom, larutan klorin, selimut, lampu sorot, tempat sampah
medis dan non medis. Ruangan khusus (tertutup) dan yang memadai
untuk pemeriksaan IVA yang juga dilengkapi dengan meja ginekologi
(Maryanti, 2009)
Selain kuantitas (tersedia atau tidak) namun kenyamanan
pasien juga menjadi penentu kualitas dari sarana dan prasarana dimana
secara tidak langsung bisa menjadi tolak ukur dalam suatu pelayanan
kesehatan (Nugroho, 2010)
2. Jarak tempuh ke pelayanan kesehatan
Jarak adalah angka yang menunjukkan seberapa jauh suatu
benda berubah posisi melalui suatu lintasan tertentu. Dalam fisika atau
dalam pengertian sehari-hari, jarak bisa berupa estimasi jarak fisik dari
dua buah posisi berdasarkan kriteria tertentu (Anonim, 2010). Jarak
tempuh pasien atau penerima pelayanan menjadi salah satu
26
pertimbangan untuk mencari fasilitas pelayanan kesehatan karena
selain melibatkan waktu tempuh ke fasilitas tersebut, juga melibatkan
transportasi dan biaya yang dibutuhkan. Pertimbangan tersebut akan
menjadi sangat diperhitungkan apabila tempat pelayanan kesehatan
yang ada berada sangat jauh dari akses pelayanan kesehatan dengan
tingkat perekonomian penduduk yang rendah (Maryanti, 2010).
3. Waktu tempuh ke pelayanan kesehatan
Besaran
yang
menunjukkan
lamanya
suatu
peristiwa
berlangsung. Waktu termasuk besaran skala. Satuan waktu antara lain
detik, menit, jam dan hari. Alat yang digunakan untuk mengukur
satuan waktu adalah arloji, stopwatch (Sarwono, 2007). Waktu yang
dibutuhkan
untuk
mencapai
fasilitas
pelayanan
kesehatan
mempengaruhi keinginan seseorang untuk mencari dan mencapai
fasilitas pelayanan kesehatan, tidak hanya karena lamanya waktu yang
dibutuhkan tetapi karena
transportasi dan biaya yang dibutuhkan
(Maryanti, 2010).
2.3.4 Faktor pendorong
1. Jumlah petugas kesehatan
Banyaknya petugas kesehatan yang berkompeten, yang
memiliki sertifikat pelatihan IVA, dan mampu melakukan pemeriksaan
IVA dengan baik sesuai dengan prosedur tetap. Salah satu kendala
dalam pelaksanaan deteksi dini kanker serviks adalah karena
27
kurangnya SDM sebagai pelaku screening (deteksi dini). Target yang
seharusnya dicapai adalah seluruh petugas kesehatan (paramedis dan
medis) mendapatkan pelatihan IVA. Pada masing-masing puksesmas
terdapat koordinator atau pemegang program dengan tujuan untuk
bertanggung jawab dalam pelaksanaan program terkait, namun tentu
saja hal tersebut harus didukung oleh suatu kompetensi dan keahlian
dari petugas itu sendiri. Kaitannya dengan IVA, di Puskesmas yang
bertanggungjawab dalam pelaksanaan IVA tersebut adalah seorang
koordinator atau penanggungjawab dalam Kesehatan Ibu dan Anak
(KIA). Koordinator akan dibantu oleh tenaga kesehatan lainnya yang
terkait dengan pemeriksaan IVA, dalam hal ini adalah bidan
puskesmas (Nugroho, 2010).
2.
Sikap petugas kesehatan
Menurut WHO dalam Marimbi (2009) sikap menggambarkan
suka atau tidak suka terhadap obyek. Obyek sering diperoleh dari
pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat. Sikap bisa
dibagi menjadi sikap positif dan sikap negatif. Sikap positif adalah
kecenderungan
tindakan
adalah
mendekati,
menyenangi,
mengharapkan obyek tertentu. Sikap negatif adalah kecenderungan
untuk menjauhi, menghindari, membenci dan tidak menyukai suatu
obyek, hal ini dinyatakan oleh Purwanto (1998) dalam Wawan dan
Dewi (2010). Berhasil atau tidaknya suatu program kesehatan yang
menjadi pelaksanaannya adalah tentu saja petugas kesehatan itu
28
sendiri. Saat dinilai suatu program itu berjalan dengan baik maka yang
mendapatkan
sorotan
adalah
sikap
petugas
kesehatan
yang
bertanggungjawab dalam bidangnya.
3. Perilaku petugas kesehatan
Menurut Robert (1974) dalam Marimbi (2009), perilaku
tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati atau
bahkan dapat dipelajari. Perilaku dibagi menjadi dua, yaitu perilaku
pasif dan perilaku aktif. Perilaku pasif adalah respons interna yaitu
yang terjadi di dalam diri manusia dan secara tidak langsung dapat
dilihat oleh orang lain. Perilaku aktif adalah perilaku yang dapat dilihat
atau diobservasi secara langsung. Perilaku petugas kesehatan (medis
dan paramedis) sangat terkait dengan keberhasilan pelaksanaan suatu
program, semakin aktif petugas kesehatan dalam mensosialisasikan
dan melaksanakan suatu program maka program terkait tentu saja akan
semakin baik atau semakin berhasil.
Download