kajian teknis dan sosio-ekonomis pengelolaan berkelanjutan

advertisement
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
KAJIAN TEKNIS DAN SOSIO-EKONOMIS PENGELOLAAN
BERKELANJUTAN SUMBER DAYA GENETIK IKAN
RUDHY GUSTIANO
Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar
Jl. Sempur No. 1 Bogor 16154 email: [email protected]
ABSTRAK
Sebagai salah satu negara yang memiliki keragaman hayati tinggi di dunia, seharusnya Indonesia dapat
memanfaatkan potensi tersebut sebagai modal dasar pembangunan dalam mewujudkan ketahanan nasional.
Namun demikian, hingga saat ini pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya genetik ikan yang ada belum
optimal. Apabila hal ini terus berlangsung, potensi kekayaan sumber daya genetik yang besar tidak
memberikan dampak nyata bagi kita untuk dinikmati, terlebih lagi akan berkurang/hilang sebelum
dimanfaatkan secara optimal. Dalam makalah ini diuraikan potensi, aspek teknis, sosio-ekonomi dan
pengelolaan sumber daya genetik ikan yang ada untuk memberikan gambaran potensi, keuntungan yang
didapat apabila sumber daya genetik dikelola dengan tepat dan kerugiannya apabila terjadi salah kelola.
Kata kunci: Pengelolaan, sumber daya genetik, ikan
PENDAHULUAN
Indonesia dikenal sebagai salah satu negara
“megabiodiversity” (BAPPENAS, 2003). Namun
demikian untuk kekayaan yang ada di perairan
berupa tanaman air dan biota yang ada di
dalamnya belum di ekploitasi secara optimal
(GUSTIANO,
2005).
Konsumsi
ikan
diperkirakan akan terus meningkat seiring
kesadaran masyarakat akan arti penting nilai
gizi produk perikanan bagi kesehatan dan
kecerdasan otak. Tingkat konsumsi ikan
penduduk Indonesia sekitar 4,8 juta ton pada
tahun 2004 yang berarti telah mencapai 75%
dari potensi sumberdaya ikan (6,4 juta ton per
tahun). Sedangkan jumlah yang boleh
ditangkap adalah 80%. Apabila seluruhnya
pasok dari hasil penangkapan, maka pelestarian
dari produksi tangkap akan terancam jika tidak
dilakukan pengendalian. Oleh karena itu
dimasa mendatang pasok ikan dari aktifitas
perikanan budidaya sangat diharapkan. Selain
untuk memenuhi pasokan ikan, peningkatan
aktifitas perikanan budidaya juga dapat
mengoptimalkan pengelolaan dan pemanfaatan
sumberdaya genetik. Hanya yang harus
diperhatikan dalam pemanfaatan sumberdaya
genetik adalah aspek pelestariannya agar
pemanfaatan dapat berkelanjutan. Tidak
sebagaimana yang terjadi pada industri udang
dan pemeliharaan ikan dalam kantong jaring
48
terapung di perairan umum yang tidak
terkendali dan bermuara pada kemunduran
perikanan budidaya nasional. Peristiwaperistiwa tersebut tidak akan terjadi kalau saja
pengembangan intensifikasi dan industrialisasi
perikanan berwawasan jauh ke depan,
berwawasan lingkungan dan menerapkan
manajemen
pemeliharaan
yang
benar
(GUSTIANO et al., 2005a).
Produksi perikanan terbagi kedalam dua
kelompok kegiatan, yaitu perikanan tangkap
dan budidaya. Persentase produksi hingga
tahun 2005 masih menunjukkan hasil kegiatan
penangkapan (4.965.010 ton) masih jauh lebih
besar dibandingkan dengan kegiatan budidaya
(1.698.000 ton). Secara keseluruhan produk
domestik bruto perikanan berdasarkan harga
yang berlaku Rp. 55,266 milyar. Pada tahun
2005 devisa yang disumbangkan dari ekspor
perikanan mencapai US$ 2,23 milyar dengan
volume ekspor sebesar 1,1 juta ton. Volume
impor hasil perikanan pada tahun 2005
mencapai 135.316 ton dengan nilai mencapai
US$ 0,12 milyar. Nilai surplus (US$ 1,68
milyar) dari neraca perdagangan hasil
perikanan tersebut menunjukkan keberhasilan.
Adanya surplus neraca perdagangan hasil
perikanan itu memberikan kontribusi pada
peningkatan devisa terhadap negara.
Potensi perikanan Indonesia dengan
keragaman tertinggi di dunia (25%) merupakan
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
modal dasar yang akan habis apabila tidak
dikelola secara arif dan bijak. GUSTIANO
(2005) mengatakan bahwa Asia Pasifik
menghadapi ancaman tertinggi pada ikan (247
spesies) dibandingkan dengan wilayah lainnya.
Khusus Indonesia jumlah spesies yang masuk
CITES semakin banyak. Mengingat potensi
yang besar maka strategi pemanfaatan yang
dipilih dapat memiliki target dan sasaran yang
berbeda. Secara umum pengembangan sektor
budidaya perikanan lebih berorientasi kepada
jenis-jenis ekonomis penting seperti udang,
kerapu, dan kakap yang diharapkan menjadi
sumber pemasukkan devisa, peningkatan
kesejahteraan dan daya beli masyarakat, dan
lebih mengarah kepada industri perikanan.
Disisi lain, sebagian besar masyarakat masih
memiliki daya beli yang rendah. Untuk
masyarakat pedesaan dan berpenghasilan
rendah, protein asal ikan masih tergolong
mewah dibandingkan dengan sumber protein
lainnya. Kebutuhan akan ikan oleh masyarakat
pedesaan lebih banyak dipenuhi oleh ikan-ikan
yang bukan merupakan target utama atau
hanya hasil sampingan baik pada perikanan
tangkap ataupun budidaya. Komoditas tersebut
lebih terkonsentrasi pada perikanan budidaya
air tawar dimana banyak usaha budidaya jauh
dari usaha komersial, masih dikelola secara
tradisional, dan terkait dengan adat setempat.
Berkaitan dengan potensi sumber daya
genetik, peranan para pembudidaya dan
pemulia
dalam
memanfaatkan
dan
meningkatkan produksi/produktivitas bahan
baku yang tersedia merupakan salah satu kunci
keberhasilan pemanfaatan secara optimal dan
pelestarian
sumberdaya
genetik
yang
berkelanjutan. Pada bahasan selanjutnya akan
dikemukakan sumberdaya genetik sebagai
bahan baku pembentuk bibit unggul, sosio
ekonomi dan implikasinya dalam pengelolaan
(pemanfaatan berkelanjutan dan pelestarian)
sumberdaya genetik.
PEMANFAATAN SUMBERDAYA
GENETIK
Aspek teknis
Besarnya potensi sumberdaya genetik ikan
dan harapan yang tersimpan diikuti dengan
kenyataan yang ada bahwa pada potensi
tersebut belum dimanfaatkan secara optimal.
Kekayaan sumberdaya genetik yang ada belum
mampu bersaing baik di tingkat global maupun
nasional. Sampai saat ini, secara umum
budidaya perikanan didominasi oleh komoditas
ikan-ikan impor baik untuk ikan hias maupun
konsumsi. Dari jenis ikan konsumsi yang
sudah
memasyarakat,
sebagian
besar
merupakan ikan introduksi seperti ikan mas,
nila, patin Bangkok, lele dumbo, bawal air
tawar, udang vanamei dan stylostris
(GUSTIANO dan SUGAMA, 2005). Mengapa hal
ini dapat terjadi memerlukan suatu analisis
tersendiri terhadap kebijakan yang ada
(GUSTIANO et al., 2006).
Patut disadari bahwa untuk waktu yang
lama riset dan pengembangan lebih terfokus
pada bidang budidaya. Di bidang perbenihan,
Indonesia masih tertinggal oleh karenanya
perlu dipacu melalui: 1) teknologi untuk
pengembangan produk diharapkan mampu
menciptakan produk-produk unggul yang
karakteristiknya lebih disukai masyarakat
konsumen, 2) kebijakan pengembangan
komoditas termasuk teknologinya harus beralih
dari komoditas tertentu yang sudah lama
dikembangkan (kurang dari 10 jenis), 3)
potensi banyak sumber lainnya harus mendapat
perhatian yang lebih besar dan dipercepat
pengembangannya.
Melihat keanekaragaman hayati ikan air
tawar, di Wilayah Barat Indonesia tercatat
mencapai 1000 spesies (KOTTELAT et al.,
1993; KOTTELAT dan WHITTEN, 1996). Angka
tersebut melebihi jumlah spesies Asia
Tenggara di Daratan Asia yang tercatat sebesar
900 spesies. Namun demikian, saat ini baru 40
spesies komoditas ikan telah dikembangkan
sebagai sumber daya genetik untuk kegiatan
budidaya
dalam
rangka
menunjang
diversifikasi usaha budidaya. Tiga puluh dua
diantaranya adalah ikan asli Indonesia
(NUGROHO, 2002; SUGAMA, 2006). Dengan
komposisi 22 jenis ikan air tawar (patin jambal,
patin tikus, jelawat, betutu, belida, baung,
tambakang, betok, gurame, semah, tawes,
lampam, arowana, kelabau, nilem, lele, bilih,
benangin, gabus, bandeng, belanak) dan 10
ikan laut (kakap putih, kakap merah, kakap,
kerapu bebek, kerapu macan, kerapu kertang,
kerapu lumpur, kerapu batik, kerapu sunu,
baronang).
49
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
Tingginya kekayaan hayati dan ekploitasi
yang telah dilakukan sejak lama sangat
kontradiktif dengan pengetahuan tentang sifatsifat biologis ikan-ikan tersebut yang masih
jauh dari sempurna dan terbatas pada daftar
nama saja. Informasi dasar biologis sumber
daya
genetik
sangat
penting
untuk
mengoptimalkan budidaya sumber daya
genetik yang dimanfaatkan. Selanjutnya
dokumentasi informasi tersebut merupakan
bahan dasar pemuliaan untuk menghasilkan
jenis-jenis ikan unggul yang spesifik lokasi/
geografi/kondisi lahan, dapat dibudidayakan
secara intensif pada lahan terbatas, mampu
menampilkan pertumbuhan yang baik pada
kondisi lingkungan perairan yang kurang
mendukung dan dapat diterima konsumen serta
memiliki keunggulan dari aspek ekonomi
(GUSTIANO dan PRIHADI, 2006).
Mengingat wilayah Indonesia yang begitu
luas secara geografis dan dilimpahi oleh
sumber daya genetik yang tinggi, keunggulan
ini
seyogianya
dapat
dijadikan
aset
pembangunan. Daerah yang luas dengan
keunggulan dan potensi spesifik seharusnya
diisi oleh sumber daya genetik yang sesuai
dengan potensi lahan yang mendukung dan
budaya lokal. Hanya lahan yang cocok dengan
sumber daya genetik yang dapat memberikan
hasil yang optimal. Oleh karena itu, besar
sekali peranan sumber daya genetik sebagai
bahan baku pemuliaan untuk menghasilkan
bibit-bibit/varietas unggul melalui program
seleksi, hibridisasi dan DNA rekombinan bagi
keberhasilan pemuliaan dan pembangunan
nasional, (GUSTIANO et al., 2005b). Langkahlangkah di atas dapat meningkatkan
keanekaragaman bahan pangan perikanan yang
tersedia bagi konsumen dan mencegah
membanjirnya
keaneka
ragaman
ikan
introduksi/impor (GUSTIANO et al., 2006).
Potensi dan keanekaragaman ikan asli yang
memiliki
prospek
menjanjikan
untuk
dibudidayakan sangatlah besar, namun
demikian pencapaian hasil-hasil riset yang
telah
dilaksanakan
khususnya
yang
berhubungan dengan pemuliaan ikan masih
sangat sedikit. Padahal kita sering dihadapkan
pada masalah kegagalan panen dikarenakan
adanya masalah mutu benih yang kurang baik,
tumbuh lambat, dan rentan terhadap penyakit
(SUGAMA, 2006). Contoh masalah budidaya
yang sedang kita hadapi saat ini adalah adanya
50
penurunan mutu benih pada budidaya ikan
mas, udang windu, dan kerapu serta
terjangkitnya penyakit “White Spot Syndrome
Virus” (WSSV) pada budidaya udang windu
“Koi Herpes Virus” (KHV) pada budidaya ikan
mas dan “Virus Nerve Necroses” (VNN) atau
iridovirus pada budidaya kerapu. Masalah
tersebut hingga kini belum dapat ditanggulangi
secara tuntas. Hasil riset yang telah dicapai
hubungannya dengan penyakit di atas hanya
baru sebatas menjawab, bahwa ikan mati
terserang penyakit virus tersebut di atas.
Jawaban tersebut diyakinkan setelah adanya
pengembangan teknik deteksi virus dengan
Polimerase Chain Reaction (PCR).
Riset dengan sasaran memperbaiki
pertumbuhan dan ketahanan terhadap penyakit
menjadi tantangan ke depan. Sementara ini
hasil riset ikan budidaya yang sudah diperbaiki
mutu genetiknya, sehingga mempunyai
pertumbuhan lebih baik dibandingkan dengan
populasi aslinya adalah ikan mas Rajadanu,
udang galah G-Macro, Lele Sangkuriang, Patin
Pasupati, Nila Cijeruk (SUGAMA, 2006).
Aspek sosio-ekonomis
Dalam krisis ekonomi yang masih
berlangsung saat ini, sektor perikanan sangat
diharapkan berperanan besar sebagai salah satu
sumber devisa negara untuk menggerakkan
perekonomian nasional. Perikanan budidaya
merupakan salah satu kegiatan yang dapat
menunjang harapan tersebut di atas (AHMAD,
2006). Meskipun sektor budidaya perikanan
kontribusinya relatif kecil dari total produksi
ikan, namun dampak sosial yang diberikan
cukup besar dalam menggerakkan ekonomi
masyarakat pedesaaan. Selain itu sektor
budidaya mempunyai kelebihan dalam aspek
padat karya dan kerakyatan dibandingkan
dengan sektor tangkapan yang kebanyakan
dimiliki oleh pengusaha besar. Nampaknya
peningkatan budidaya perikanan di masa depan
menjadi sebuah tantangan dan target bersama.
Berdasarkan statistik perikanan kontribusi
terbesar berasal dari perikanan tangkap.
Melihat bahwa dalam kurun waktu 2000 –
2003 luas areal pembudidayaan bertambah dari
654.351 Ha menjadi 730.090 Ha, lahan
pembudidayaan tersebut terdiri dari lahan laut,
tambak, kolam, dan sawah. Sedangkan
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
keramba/jaring apung berjumlah 160.189 unit
pada tahun 2000 menjadi 272.518 unit pada
tahun 2003 (DITJEN PERIKANAN BUDIDAYA,
2005). Secara umum produksi perikanan
budidaya mengalami peningkatan sebesar 10%
per tahun yakni dari 994.962 ton pada tahun
2000 menjadi 1.224.192 ton pada tahun 2003.
Untuk Propinsi Jawa Barat, wilayah ini
memiliki keunggulan pada sektor budidaya
ikan dibandingkan dengan propinsi lainnya
dilihat dari jumlah rumah tangga perikanan
budidaya, jumlah petani, luas usaha budidaya,
produksi, dan nilainya berdasarkan STATISTIK
PERIKANAN (2004). Potensi ini harus dapat
dimanfaatkan secara optimal, pengembangannya tidak berorientasi semata-mata pada
peningkatan produksi, tetapi kepada peningkatan produktivitas dan nilai tambah. Oleh
karena itu efisiensi usaha merupakan faktor
yang sangat penting dengan melakukan
pemilihan sumber daya genetik/jenis ikan yang
tepat. Selain itu, dukungan yang mengarah
pada penerapan teknologi (nutrisi, lingkungan
dan patologi) yang lebih maju, perluasan areal
dan pengadaan benih yang memadai dalam
jumlah maupun mutunya (pemuliaan) sangat
dibutuhkan.
Khusus daerah-daerah tertentu, ikan-ikan
yang menjadi maskot/ikon daerah perlu
mendapat perhatian untuk pengembangannya
seperti ikan Batak di Sumatera Utara, Belida di
Sumatera Selatan, Nilem/Tawes/Kancra di
Jawa Barat, Tambra di Kalimantan, Sidat di
Sulawesi, Cherax di Papua dan sebagainya.
Bekerjasama dengan pemerintah daerah akan
lebih banyak lagi penciptaan maskot-maskot
ikan di daerah yang berkaitan dengan tradisi
masyrakat lokal untuk kepentingan produksi
ikan budidaya dan pelestarian ikan-ikan favorit
tersebut dari kepunahan.
Aspek pengelolaan
Perairan tropis di sekitar wilayah Indonesia
merupakan pusat keanekaragaman hayati
(biodiversity) di dunia. Banyak sungai dan
danau merupakan habitat asli ikan Indonesia
(endemic species). Sebagaimana dimaklumi
sumberdaya genetik telah lama dimanfaatkan
secara terus-menerus dan bahkan meningkat
ekploitasinya untuk perdagangan. Pada tingkat
global, kurang lebih tiga perempat dari spesies
yang belum diketahui hilang dari beberapa
pulau yang terisolasi (WCMC, 1992) yang
sebagian besar merupakan jenis moluska dan
burung dari Wilayah Asia Pasifik. Untuk
vertebrata, sebesar 1469 spesies dalam kondisi
terancam punah (UNEP, 2002).
Di kawasan Asia, banyak negara
perekonomiannya masih sebagian besar
tergantung pada sumberdaya genetik. Dewasa
ini telah muncul kesadaran dari banyak
lembaga konservasi terhadap kegiatan yang
sedang berlangsung seperti penggundulan
hutan, pembendungan waduk, ekplorasi laut
sebagai kegiatan yang tidak berkelanjutan.
Namun demikian sering dihadapi bahwa
ekploitasi sumberdaya alam dan konservasi
sering berbenturan kepentingan. Meskipun
telah tersedia hukum untuk mengefektipkan
konservasi keanekaragaman hayati namun
pelaksanaan dan pengawasannya menunjukkan
banyak masalah khususnya yang berkaitan
dengan perdagangan gelap satwa liar/langka
dan keberadaan perusahaan kayu bahkan di
lokasi kawasan lindung. Dalam beberapa pekan
terakhir, terlalu sering kita membaca dan
mendengar banyaknya bencana yang timbul
akibat ulah dan keserakahan manusia berupa
banjir dan tanah longsor. Tentu saja bencanabencana ini akan sangat mempengaruhi
keberadaan spesies-spesies ikan yang kita
miliki akibat rusaknya habitat, spawning dan
nursery ground yang sangat menentukan
keberlangsungan hidup. Mengingat betapa
pentingnya peranan sumberdaya genetik, sudah
seharusnya dilakukan penegakan hukum secara
meyeluruh dan keterpaduan dalam pengelolaan
aset yang kita miliki.
Dewasa ini berkembang suatu pandangan
bahwa kriteria utama untuk melakukan
konservasi (pelestarian) adalah perbedaan
phylogenetic (pohon keturunan) (STIASSNY,
1994; VRIJENHOEK, 1998). Dari sisi taksonomi,
perbedaan yang jauh dari suatu biota
memberikan kontribusi yang besar terhadap
keseluruhan keanekaragaman hayati. Oleh
karena itu perbedaan phylogenetic sudah
sepatutnya memperoleh prioritas yang lebih
tinggi untuk keperluan konservasi (BOWEN,
1999). Usulan pendekatan konservasi ini
memiliki banyak kemiripan dengan pendekatan
yang memberikan prioritas lebih tinggi kepada
area yang memiliki banyak endemik spesies.
51
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
Perbedaan antara pendekatan ekologi
dengan sistematik adalah bahwa pada konservasi dari suatu ekosistem tidak tergantung pada
keberadaan spesies yang terancam punah atau
jenis endemik, melainkan untuk mencegah
hilangnya keanekaragaman hayati dari
pengrusakan habitat. Oleh karena itu spesiesspesies yang memainkan peranan penting
dalam proses ekologi akan mendapatkan
prioritas yang lebih tinggi untuk dikonservasi.
Dua pendekatan di atas dapat dijadikan acuan
kemana program konservasi yang akan kita
jalankan untuk melindungi kekayaan hayati
yang kita miliki.
Upaya-upaya pelestarian plasma nutfah
yang telah dilakukan adalah: 1) penetapan dan
pembiakan ikan yang populasinya terbatas.
Kegiatan ini dilakukan oleh lembaga riset,
perguruan tinggi, dan pengusaha/petani maju;
2) penetapan wilayah konservasi oleh institusi
terkait baik berupa kawasan suaka alam
terpadu maupun suaka perikanan di perairan
tertentu; 3) pengaturan lalu lintas plasma
nutfah berupa introduksi spesies asing atau dan
transplantasi suatu spesies ke wilayah lain; 4)
penebaran
ulang
(restocking)
berbasis
masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan dan
pelestarian stock ikan dalam suatu perairan
umum; 5) pembentukan wadah koleksi, dapat
berupa taman rekreasi ataupun wisata seperti
gelanggang samudra dan taman akuarium ikan
air tawar; 6) pengembangan jaringan
pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya
plasma nutfah, diantaranya Indonesian
Network on Fish Genetics Research and
Development (INFIGRAD).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kekayaan sumberdaya genetik ikan
merupakan suatu anugerah bagi Indonesia.
Seyogianya aset tersebut memberikan manfaat
ekonomi untuk mewujudkan ketahanan
nasional apabila dikelola dan dimanfaatkan
secara optimal. Dengan mempertimbangkan
kekayaan sumberdaya genetik perikanan yang
belum dimanfaatkan secara optimal maka perlu
dilakukan pembenahan agar supaya peranan
sumber daya genetik ikan dalam pemenuhan
kebutuhan pangan dapat lebih ditingkatkan.
Selain sebagai sumber pangan, sumber daya
52
genetik ikan juga sangat berperanan besar
dalam kehidupan sosio-ekonomi masyarakat
Indonesia. Hendaknya dalam pemanfaatan
sumber daya genetik, kearifan tradisional
merupakan
pertimbangan
yang
perlu
dimasukkan. Di masa mendatang, penerapan
pengelolaan dan kebijakan secara terpadu yang
mengatur pemanfaatan plasma nutfah yang
berorientasi
pada
pelestarian
yang
berkelanjutan sangat perlu diberdayakan dan
mempunyai kekuatan hukum yang tegas.
PUSTAKA
AHMAD, T. 2006. Perikanan Budidaya sebagai
Langkah Maju Pemanfaatan Terkendali
Sumber Daya Perairan. Orasi Pengukuhan
Profesor Riset, DKP. 82 hlm.
BOWEN, B.W. 1999. Preserving Genes, Species, or
Ecosystem? Healing the Fractured Foundation
of Conservation Policy. Mol. Ecol. 8: S5–S10.
DITJENBUDKAN, 2005. Profil Perikanan Budidaya.
Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta.
38 hlm.
DITJENBUDKAN, 2004. Statistik Perikanan Budidaya
Indonesia.
Departemen
Kelautan
dan
Perikanan, Jakarta. 124 hlm.
BAPPENAS. 2003. National Document: Indonesian
Biodiversity Strategy and Action Plan 2003 –
2020. 140 p.
GUSTIANO, R. 2005. Perikanan antara Potensi,
Harapan dan Kenyataan. Selasa 3 Mei 2005.
Pikiran Rakyat, Bandung. hlm: 18.
GUSTIANO, R dan K. SUGAMA. 2005. Pemanfaatan
Plasma Nutfah sebagai Sumber Daya Genetik
Ikan untuk Meningkatkan Ketahanan Pangan.
Warta Penelitian Perikanan Indonesia 11(2):
10-14.
GUSTIANO, R., E. KUSRINI dan T.H. PRIHADI. 2005a.
Program dan Pengembangan Teknologi
Budidaya Ikan Air Tawar. Warta Penelitian
Perikanan. 11(6): 16-22.
GUSTIANO, R., HARJANTI dan SULAEMAN. 2005b.
Arah Riset Biotek-Breeding Perikanan
Budidaya ke Depan. Makalah disampaikan
dalam Rakernis Pusat Riset Perikanan
Budidaya, Surabaya, November 2005. 9 hlm.
GUSTIANO, R dan T.H. PRIHADI. 2006. Pemuliaan
Ikan Air Tawar di Indonesia. Dalam 60 tahun
Perikanan Indonesia (Editors: F. CHOLICK et
al). Masyarakat Perikanan Nusantara. P: 165170.
Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik di Indonesia: Manfaat Ekonomi untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional
GUSTIANO, R., J. SUBAGJA dan T.H. PRIHADI. 2006.
Pengaruh Ikan Introduksi terhadap Keragaan
Ikan Lokal: Studi Kasus Budidaya Bawal dan
Patin Bangkok. (in press).
KOTTELAT, M., A.J. WHITTEN, S.R. KARTIKASARI, S.
dan WOERJOATMODJO. 1993. Freshwater
Fishes of Western Indonesia and Sulawesi.
Periplus edition Ltd, Hongkong. 293 p.
KOTTELAT, M dan T. WHITTEN. 1996. Freshwater
Biodiversity in Asia. World Bank Tech. Pap.
343.
NUGROHO, E. 2002. Pemanfaatan dan Pelestarian
Plasma Nutfah Ikan untuk Meningkatkan
Produktivitas Perikanan Budidaya. Warta
Penel. Perik. Indon. 8: 6-13.
SUGAMA, K. 2006. Perbaikkan Mutu Genetik Ikan
untuk Mendukung Pengembangan Perikanan
Budidaya. Orasi Pengukuhan Profesor Riset,
DKP. 77 hlm.
Systematics
and
STIASSNY, M.L.J. 1994.
Conservation. In principles of Conservation
Biology (Editors: G.K. METTE and C.R.
CAROL). Sinauer Assoc. Inc., Sunderland,
Mass., USA. p: 64–66.
VRIJENHOEK, R.C. 1998. Conservation Genetics of
Freshwater Fishes. J. Fish. Biol. 53: (Supp.
A): 394-412.
UNEP. 2002. State of Environment and Policy
Retrospective:
1972-2002.
In:
Global
Environment Outlook 3. http://www.groda.no/
geo/geos3/english/pdf.htm
WCMC. 1992. Global Biodiversity: Status of the
Earth’s Living Resources. London, Chapman.
Hall.
53
Download