fenantrolin secara spektrofotometer uv-v - Digilib ITS

advertisement
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No.1, (2014)
1
ANALISIS GANGGUAN KALSIUM PADA BESI DENGAN
KONDISI PH 4,5 MENGGUNAKAN PENGOMPLEKS 1,10FENANTROLIN SECARA SPEKTROFOTOMETER UV-VIS
Sofia Valentina Nosita dan R. Djarot Sugiarso K. S.
Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia
e-mail: [email protected]
Abstrak— Analisa besi ini dilakukan dengan mereduksi
besi(III) menggunakan natrium tiosulfat menjadi besi(II) dan
dibuat menjadi senyawa kompleks dengan 1,10-fenantrolin
pada pH 4,5 dengan cara menambahkan larutan buffer.
Kompleks yang dihasilkan yaitu Fe(II)-fenantrolin yang
berwarna merah-jingga dan memberikan serapan di daerah
sinar tampak pada panjang gelombang maksimum 510 nm.
Kestabilan senyawa kompleks diuji dengan menambahkan ion
Ca2+ dan hasilnya penambahan ion ini dapat mengganggu
menurunkan nilai absorbansi senyawa kompleks Fe(II)fenantrolin. Ion Ca2+ dapat berkompetisi dengan besi(II)
membentuk senyawa kompleks dengan fenantrolin. Sehingga
terjadi kompetisi diantara keduanya dan mengakibatkan
penurunan nilai absorbansi. Penambahan ion Ca2+ mulai
mengganggu pada penambahan 0,075 ppm dengan persen
recovery sebesar 94,70%.
Kata
Kunci—
1,10-Fenantrolin,
Besi,
Spektrofotometer UV-Vis, Natrium Tiosulfat
B
Kalsium,
I. PENDAHULUAN
esi merupakan unsur bersifat logam berwarna putih
abu-abu, besi ini merupakan unsur terbanyak ke-4
penyusun kerak bumi yang mana tergolong transisi utama.
Di alam ditemukan dalam beberapa mineral, terutama
sebagai hematit, Fe2O3; limonit, FeO(OH).nH2O; dan
magnetit, FeO. Logam besi sangat reaktif dan mudah
berkarat terutama dalam kondisi udara lembab atau suhu
tinggi. Pada pemanasan bereaksi dengan unsur bukan
logam serta dapat membentuk senyawa besi(II) dan
senyawa besi(III). Kegunaan logam ini telah dikenal luas
dalam kehidupan misalnya dalam bentuk paduan berupa
baja digunakan untuk badan mesin, konstruksi bangunan,
jembatan, kendaraan, peralatan mekanik dan rumah
tangga. Pada tubuh makhluk hidup unsur besi merupakan
komponen penting dalam sel (Mulyono 2006). Di
Indonesia, bijih-bijih besi ini banyak terdapat di
Kalimantan Barat, Sumatra Barat, Sumatra Selatan,
Sulawesi Tengah, dan Pulau Jawa. Besi merupakan unsur
logam kedua yang melimpah di alam setelah aluminium.
Dalam pembuatan logam besi, digunakan bahan -bahan
tambahan yang disebut fluks. Fluks adalah senyawasenyawa yang digunakan untuk mengikat pengotorpengotor pada bijih besi sehingga memudahkan
pemisahannya, contohnya kalsium karbonat (CaCO 3)
(Sutresna, 2007).
Penentuan kadar besi dapat dilakukan dengan metode
spektrofotometri UV-Vis, dimana besi yang akan dianalisa
dikomplekskan terlebih dahulu dengan senyawa
pengompleks, sehingga menghasilkan warna spesifik.
Senyawa pengompleks yang dapat digunakan diantaranya
molybdenum, selenit, difenilkarbazon, dan fenantrolin.
Pada penelitian ini pengompleks yang digunakan adalah
1,10-fenantrolin. Senyawa pengompleks 1,10-fenantrolin
ini memeliki beberapa kelebihan, diantaranya tidak
membutuhkan pengadsorbsi dan relatif stabil. Besi(II)
bereaksi membentuk kompleks merah jingga. Warna ini
tahan lama dan stabil pada kisaran pH 2-9. Metode tersebut
sangat sensitive untuk penentuan besi (Vogel, 1985).
Penelitian yang telah dilakukan oleh Ayu (2009) yang
berjudul “Studi Gangguan Nikel pada Analisa Besi dengan
Pengompleks 1,10-Fenantrolin pada pH 4,5 secara
Spektrofotometri UV-Vis” dimana hasil penelitian
menunjukkan bahwa ion Ni (II) mulai mengganggu analisa
besi pada konsentrasi 0,08 ppm pada pH 4,5 dengan persen
recovery sebesar 82,93 %. Untuk penelitian selanjutnya
yang dilakukan oleh Pritasari (2009) dengan judul “Studi
Gangguan Mn pada Analisa Besi Menggunakan
Pengompleks 1,10-Fenantrolin pada pH 4,5 dan 8,0 Secara
Spektrofotometri UV-Vis”, Mn mulai mengganggu pada
penambahan 0,06 ppm untuk pH 4,5 dan 0,08 ppm pada pH
8,0. Lalu penelitian yang dilakukan oleh Anwar (2009)
yang berjudul “Studi Gangguan Co pada Analisa Besi
dengan Pengompleks 1,10-Fenantrolin pada pH 4,5 secara
Spektrofotometri UV-Vis”, dimana hasil penelitian
menunjukkan bahwa ion Co (II) mulai mengganggu analisa
besi pada konsentrasi 0,2 ppm pada pH 4,5 dengan persen
recovery sebesar 94,11 %.
Pada saat dilakukan analisis ion Fe2+ pada sampel air
sadah maka umunya terdapat kandungan ion-ion yang
salah satunya adalah ion Ca2+ yang kemungkinan dapat
mengganggu pembentukan kompleks Fe(II) dengan 1,10fenantrolin. Berdasarkan hal tersebut, maka dalam
penelitian ini dilakukan studi gangguan ion Ca 2+ dalam
analisa besi dengan pengompleks 1,10-fenantrolin secara
spektrofotometri UV-Vis pada pH 4,5. Karena kalsium
memiliki bilangan oksidasi yang sama dengan besi,
sehingga dikhawatirkan akan terjadi kompetisi antara
kalsium (II) dan besi (II) dalam membentuk senyawa
kompleks dengan 1,10-fenantrolin.
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No.1, (2014)
II. METODOLOGI PENELITIAN
A. Pembuatan Larutan Stok Besi (III) 100 ppm (Eriko,
2007)
Larutan Besi (III) 100 ppm diperoleh dengan melarutkan
FeCl3·6H2O sebanyak 0,0484 gram dengan aqua DM
hingga volumenya 100 ml.
.
B. Pembuatan Larutan Stok Na2S2O3.5H2O 1000 ppm
Kristal Na2S2O3·5H2O ditimbang sebanyak 0,1002 gram
dan dilarutkan dengan aqua DM hingga volumenya 1 L
sehingga didapatkan larutan kerja Na 2S2O3·5H2O 100 ppm
(100mg/L).
C. Pembuatan Larutan Pengompleks 1,10-Fenantrolin
1000 ppm (Eriko, 2007)
Larutan 1,10-Fenantrolin 1000 ppm dibuat dengan
melarutkan 1,10-Fenantrolin sebanyak 0,1 gram dengan
aqua DM hingga volumenya 100 ml.
D. Pembuatan Larutan Buffer Asetat pH 4,5 (Eriko,
2007)
Larutan buffer asetat pH 4,5 dibuat dengan melarutkan
3,97 gram CH3COONa dengan beberapa ml aqua DM.
Kemudia ditambahkan 5 ml CH3COOH (ka =1,75 x 10-5)
dan diencerkan dengan aqua DM hingga volumenya 50 ml.
E. Pembuatan Larutan Ca(II) 100 ppm
Larutan Ca(II) 100 ppm dibuat dengan melarutkan
kristal CaCl3·2H2O sebanyak 0,0368 gram dalam aqua DM
hingga volume 100 mL.
F. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum pada pH
4,5 (Eriko, 2007)
Larutan standar Fe(III) 100 ppm sebanyak 0,5 mL
dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL, kemudian
ditambah 1,1 mL larutan Na 2S2O3·5H2O 100 ppm sebagai
pereduksi; 1,5 mL larutan fenantrolin 1000 ppm; 1 mL
larutan buffer asetat pH 4,5 dan 5 mL aseton, kemudian
ditambah aqua DM hingga volumenya mencapai 10 mL.
Campuran tersebut dikocok dan didiamkan selama 15
menit, dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang
500-600 nm. Dibuat variasi panjang gelombang dengan
range 5 nm dan 1 nm. Masing-masing prosedur diulang
tiga kali. Panjang gelombang maksimum ditentukan
berdasarkan absorbansi maksimum yang diperoleh.
G. Pembuatan Kurva Kalibrasi pada pH 4,5 (Eriko,
2007)
Larutan standar Fe(III) 100 ppm dengan volume
masing-masing 0,1 ml; 0,2 ml; 0,3 ml; 0,4 ml dan 0,5 mL
dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL, kemudian
ditambah 1,1 mL larutan Na 2S2O3·5H2O 100 ppm sebagai
pereduksi; 1,5 mL larutan fenantrolin 1000 ppm; 1 mL
larutan buffer asetat pH 4,5 dan 5 mL aseton, kemudian
ditambah aqua DM hingga volumenya mencapai 10 mL.
Campuran tersebut dikocok dan didiamkan selama 15
menit, dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang
510 nm. Masing-masing prosedur diulang tiga kali.
Panjang gelombang maksimum ditentukan berdasarkan
absorbansi maksimum yang diperoleh.
2
H. Pengaruh Ca (II) Pada Kondisi pH 4,5
Larutan standar Fe(III) 100 ppm sebayak 0,5 ml
dimasukkan ke dalam 6 labu ukur 10 ml, ditambahkan 1,1
mL larutan Na2S2O3·5H2O 100 ppm sebagai pereduksi; 0,6
ml; 0,7 ml; 0,75 ml; 0,8 ml; 0,9 ml dan 1 ml larutan Ca (II)
1 ppm. Selanjutnya ditambahkan 1,5 mL larutan
fenantrolin 1000 ppm; 1 mL larutan buffer asetat pH 4,5
dan aseton. Campuran tersebut dikocok dan didiamkan
selama 50 jam, dan diukur absorbansinya pada panjang
gelombang 500-600 nm.Pengukuran diulang sebanyak 3
kali dan dibuat kurva antara absorbansi dengan konsentrasi
larutan Ca (II). Dari kurva tersebut dapat diketahui pada
konsentrasi berapa Ca (II) mulai mengganggu analisa besi.
III. HASIL DAN DISKUSI
A. Penentuan
Panjang
Gelombang
Maksimum
Kompleks Besi (II)-fenantrolin
Penentuan λmax ditentukan berdasarkan reaksi besi (II)
dan pengompleks 1,10-fenantrolin menggunakan Besi (III)
yang direduksi terlebih dahulu dengan natrium tiosulfat.
Setelah diperoleh Besi (II) hasil reduksi dikomplekskan
dengan larutan 1,10-fenantrolin. Campuran tersebut
ditambahkan buffer asetat pH 4,5. Sebagaimana telah
diteliti oleh Liyana (2011) bahwa pemilihan pH 4,5 sebagai
pH optimum untuk reaksi pembentukan senyawa kompleks.
Kemudian ditambahkan aseton yang berfungsi sebagai
pelarut, menjaga kestabilan kompleks dan juga menambah
kepolaran
pelarut.
Campuran
didiamkan
untuk
memberikan waktu bereaksi. Berikut reaksi antara Besi(II)
dengan 1,10 Fenantrolin membentuk senyawa kompleks.
Larutan kompleks yang sudah jadi kemudian diukur
panjang gelombangnya menggunakan spektrofotometer
UV-Vis pada rentang 400-600 nm dengan 5 nm. Pemilihan
panjang gelombang ini dikarenakan larutan kompleks
Besi(II)-Fenantrolin berwarna merah jingga.
Pada pengukuran ini selain menggunakan larutan
sampel juga menggunakan larutan blanko yang terdiri dari
campuran semua bahan yang digunakan untuk larutan
kompleks tanpa ditambahkan larutan Besi (III). Kurva yang
dihasilkan dari data absorbansi pada pengukuran
menggunakan spektrofotometer UV-Vis dengan panjang
gelombang 400-600 nm dengan interval 5 nm ditunjukkan
pada Gambar 1 dan data absorbansi yang diperoleh dapat
dilihat pada Lampiran C.1. Dari kurva tersebut dapat
dilihat bahwa absorbansi maksimum ditunjukkan pada
daerah panjang gelombang 500-515 nm. Untuk mengetahui
pada panjang gelombang maksimum berapa absorbansi
larutan kompleks Besi (II)-fenantrolin, maka interval
panjang gelombang dipersempit menjadi 1 nm.
Penggunaan interval 1 nm bertujuan untuk mengetahui
pada panjang gelombang maksimum yang diperoleh dalam
penelitian ini agar lebih tepat dan akurat. Maka hasil kurva
panjang gelombang maksimum dengan range 1 nm dapat
dilihat pada Gambar 2.
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No.1, (2014)
Gambar
1. Kurva Penentuan Panjang Gelombang
Maksimum pada λ = 400-600 nm dengan
interval 5 nm
3
dengan absorbansinya. Karena kisaran nilai r 2 berada pada
rentang 0,9 < r 2 < 1 dan nilai r sebesar 0,998 menyatakan
semua titik terletak pada garis lurus yang lerengnya
bernilai positif karena nilai r berada pada rentang -1 ≤ r ≤
1.
Uji keberartian (uji-t) digunakan untuk menguji
kelayakan kurva kalibrasi dari senyawa kompleks besi(II)fenantrolin. Uji-t terhadap nilai-nilai koefisien regresi
dengan selang kepercayaan 95% dengan n=6, derajat
kebebasan= 4 (karena derajat kebebasan diperoleh dari n-2)
sehingga diperoleh nilai ttabel sebesar 2,78. Dari
perhitungan yang dilakukan, maka diperoleh bahwa nilai
thitung sebesar 36,46. Sehingga diperoleh hasil thitung > ttabel
maka H0 ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa ada
hubungan linier yang baik antara konsentrasi larutan
Besi(II)-fenantrolin dengan absorbansinya, sehingga kurva
kalibrasi ini dapat digunakan sebagai dasar untuk
menghitung konsentrasi Fe (II) dalam larutan cuplikan.
y=0.0424x-0.003
R2=0.9965
Gambar
2 Kurva Penentuan Panjang Gelombang
Maksimum pada λ = 500-515 nm dengan
interval 1 nm
Berdasarkan Gambar 2, dapat dilihat bahwa panjang
gelombang maksimum untuk kompleks Besi (II)fenantrolin sebesar 510 nm. Dilihat dari absorbansinya
yang paling besar yaitu 0,734. Percobaan ini dilakukan
dengan tiga kali pengulangan (triplo) agar mendapat hasil
dengan akurasi yang baik dan memperkecil kesalahan.
Pengukuran selanjutnya dilakukan pada panjang
gelombang maksimum karena perubahan absorbansi untuk
setiap satuan konsentrasi paling besar terletak pada panjang
gelombang maksimum sehingga diperoleh kepekaan
analisis yang maksimal.
B. Pembuatan Kurva Kalibrasi Besi (II)-fenantrolin
Sebelum melakukan studi mengenai pengaruh kalsium
(II) dalam analisa besi, maka terlebih dahulu diukur
serapan larutan kompleks Besi (II)-fenantrolin pada
panjang gelombang 510 nm. Penentuan konsentrasi besi
secara spektrofotometri UV-Vis didasarkan pada kurva
kalibrasi. Kurva kalibrasi dibuat dengan mengukur
absorbansi larutan standar besi dengan variasi konsentrasi
0-5 ppm. Kurva kalibrasi merupakan suatu garis yang
didapat dari hubungan antar titik yang menyatakan suatu
konsentrasi terhadap absorbansi yang diserap setelah
dilakukan analisa regresi linear.
Berdasarkan data absorbansi dan konsentrasi yang telah
diperoleh maka dapat dibuat kurva kalibrasi dengan
memasukan data konsentrasi besi(II)-Fenantrolin sebagai
sumbu X dan data absorbansi sebagai sumbu Y. Kurva
kalibrasi yang telah dibuat memiliki nilai persamaan garis
y = 0,146x + 0,018 dan dari kurva kalibrasi tersebut
diperoleh nilai koefisien korelasi (r 2) sebesar 0,997. Kurva
kalibrasi ditunjukkan pada Gambar 3. Berdasarkan nilai
koefisien korelasinya dapat dikatakan bahwa ada linearitas
yang baik antara konsentrasi larutan besi(II)-Fenantrolin
Gambar.3 Kurva Kalibrasi Senyawa Kompleks Besi(II)
Fenantrolin pada λmax = 510 nm
C. Pengaruh Penambahan Kalsium Sebagai Ion
Pengganggu Terhadap Analisa Besi
Pada proses analisis, sangat memungkinkan adanya
kontaminan lain yang terdapat pada campuran.
Kontaminan tersebut disebut juga sebagai ion pengganggu.
Begitu pula pada proses analisis besi yang kemungkinan
adanya gangguan dari ion lain yang mengakibatkan
perubahan senyawa kompleks fenantrolin. Menurut Amin
dan Gouda (2008) dikatakan bahwa toleransi ion
pengganggu didefinisikan sebagai konsentrasi ion asing
yang menyebabkan kesalahan lebih kecil dari 3% dalam
penentuan analisis. Pada penelitian kali ini ion pengganggu
atau kontaminan yang dipilih adalah kalsium (II) karena
kalsium dan besi dapat membentuk kompleks dengan 1,10fenantrolin sehingga memungkinkan terjadinya kompetisi
diantara keduanya.
Fe merupakan salah satu logam transisi bernomor
massa 26. Dilihat dari nomor massanya dapat diketahui
bahwa besi memiliki elektron yang tidak berpasangan
dalam bentuk ionnya. Sedangkan o-Phen memiliki
pasangan elektron bebas (PEB) yang terdapat pada N
sebanyak dua. Menurut Rivai (1995) yang dimaksud
dengan proses pembentukan senyawa kompleks koordinasi
adalah pemindahan satu atau lebih pasangan elektron dari
ligan ke ion logam.
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No.1, (2014)
4
IV. KESIMPULAN
Gambar 4 Struktur Oktahedral Senyawa Kompleks Besi
(II)-fenantrolin (Liu., 1996)
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat
diperoleh kesimpulan bahwa analisa besi dengan
menggunakan reagen pengompleks 1,10-fenantrolin dan
pereduksi natrium tiosulfat pada pH 4,5 secara
spektrofotometer UV-Vis dapat membentuk kompleks
berwarna merah jingga yang dapat menyerap sinar pada
panjang gelombang maksimum 510 nm. Analisa ini dapat
diganggu oleh adanya ion lain yaitu Kalsium (II) ditandai
dengan menurunnya absorbansi. Konsentrasi ion Kalsium
(II) mulai mengganggu analisa besi adalah 0,075 ppm
dengan persen (%) recovery sebesar 94,70%.
V. UCAPAN TERIMA KASIH
Jadi ligan bertindak sebagai pemberi elektron (basa Lewis)
dan ion logam sebagai penerima elektron (asam Lewis)
dimana pada penelitian ini ligan yang digunakan adalah oPhen, dan logam yang digunakan adalah besi dan nantinya
berkompetisi dengan ion kalsium.
Hibridisasi dari senyawa kompleks besi(II)-fenantrolin
adalah d2sp3 yang bentuk geografinya adalah octahedral
seperti yang dapat dilihat pada Gambar 4. Penambahan
kalsium pada senyawa kompleks besi (II) fenantrolin
mempengaruhi nilai absorbansi. Apabila kompleks kalsium
(II) fenantrolin terbentuk dapat mengganggu pembentukan
senyawa
kompleks
besi
(II)
fenantrolin
yang
mengakibatkan penurunan nilai absorbansi dan persen
recovery yang ditunjukkan sesuai grafik pada Gambar 5.
Kompetisi ini juga dapat mencegah terjadinya
pembentukan kompleks tersebut secara sempurna.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada:
1. Bapak Drs. R. Djarot Sugiarso K. S., M.S. selaku
Dosen Pembimbing
2. Bapak Hamzah Fansuri, Ph.D. selaku Ketua Jurusan
Kimia FMIPA ITS serta dosen wali
3. Bapak Dr. rer. nat Fredy Kurniawan M.Si. selaku
Kepala Laboratorium Instrumentasi dan Metode Analisis
Kimia FMIPA ITS
4. Serta semua pihak yang turut membantu
terselesaikannya penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
[1]
Amin A. S. and Gouda A. A. 2008. Utility of solid-phase
spectrophotometry for determination of dissolved iron(II) and iron(III)
using 2,3-dichloro-6-(3-carboxy-2-hydroxy-1-naphthylazo)quinoxaline.
Talanta 76, 1241–1245
[2]
Anwar, Aditya P. 2009. Studi Gangguan Co pada Analisa Besi dengan
Pengompleks 1, 10-Fenantrolin pada pH 4,5 Secara Spektrofotometri
Uv-Vis. Tugas Akhir Kimia ITS. Surabaya
[3]
Ayu, Desi Wulandari. 2009. Studi Gangguan Nikel pada Analisa Besi
dengan Pengompleks 1, 10-Fenantrolin pada pH 4,5 Secara
Spektrofotometri Uv-Vis. Tugas Akhir Kimia ITS. Surabaya
[4]
Basset. J, dkk. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif
Anorganik, Penerbit: Buku Kedokteran EGC, jakarta, hal: 809 – 866
[5]
Butler, J.M., 2005. Validation Overview, National Institute of
Standards and Technology (NIST)
[6]
Chen, Lian dkk. 2007. Determination of Trace Calcium by Solid
Substrate-Room Temperature Phosphorimetry. Chinese Chemical
Letters, Volume 18, Issue. Pages 195-197
Gambar 5 Kurva Antara Persen (%) recovery dan Konsentrasi Ion
Kalsium (II)
[7]
Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa ion kalsium (II)
mulai mengganggu pada konsentrasi 0,075 ppm dengan
nilai persen recovery sebesar 94,70 %, karena nilai persen
recovery yang diperbolehkan untuk cuplikan biologis dan
bahan makanan yaitu 95%< persen recovery < 105% .
Eriko. 2007. Studi Perbandingan Penambahan Agen Penopeng Tartrat
dan EDTA dalam Penentuan Kadar Besi pada pH 4,5 dengan
Pengompleks Orto Fenantrolin secara Spektrofotometri UV-VIS. Tugas
Akhir, Jurusan Kimia, FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya (ITS), Surabaya
[8]
Hapsoro, Radityo Ari. 2011. Perbandingan Kemampuan Pereduksi
Natrium Tiosulfat dan Kalium Oksalat pada Analisa Kadar Total Besi
Secara Spektrofotometri UV-VIS. Tugas Akhir, Jurusan Kimia,
FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS),
Surabaya
[9]
Harmita. 2004. Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara
Perhitungannya,Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. I, No.3, Desember
2004, 117 –135
JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No.1, (2014)
[10] Harvey David. 2000. Modern Analytical Chemistry. New York:
McGraw-Hill Comp
[11] Haryadi W., 1992. Ilmu Kimia Analitik Dasar, PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta
[12] Kartasasmita RE, Lilis Tuslinah dan Majid Fawaz. 2008. Penentuan
Kadar Besi (II) Dalam Sediaan Tablet Besi (II) Sulfat Menggunakan
Metode Orto Fenantrolin. Jurnal Kesehatan BTH, Volume 1. STIKes
BTH Tasikmalaya
[13] Khopkar SM. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Saptorahardjo A,
penerjemah. Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: Basic Concepts
Analytical Chemistry
[14] Liu C., Ye X., Zhan R. and Wu Y. 1996. Phenol Hydroxylation by
Iron(II)phenanthroline: The Reaction Mechanism. Journal of Molecular
Catalysis A: Chemical 112, 15–22
[15] Liyana, Desy Eka. 2011. Optimasi pH Buffer Dan Konsentrasi Larutan
Pereduksi Natrium Tiosulfat (Na2S2O3) Dengan Timah (Ti) Klorida
(SnCl2) dalam Penentuan Kadar Besi Secara Spektrofotometri Visible.
Tugas Akhir Kimia ITS. Surabaya
[16] Martak, F. 2003. Sintesis dan Karakterisasi Kompleks Besi (II) dengan
ligan Di-2-Piridin keton, Majalah IPTEK ITS, Surabaya
[17] Miller J. C. and Miller J. N. 1990. Statistik Untuk Kimia Analitik.
Institut Teknologi Bandung (ITB)-Press. Bandung
[18] Mulja, M. dan Suharman. 1995. Aplikasi Analisis Spektrofotometri
UV VIS. Edisi Tahun 1995. Erlangga. Jakarta
[19] Mulya, M. 1998. “Validasi Metode Analisa Instrumental”,
Laboratorium Analisa farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Airlangga,
Surabaya
[20] Mulyono. 2005. Kamus Kimia. Jakarta : Erlangga.
[21] Nuryono. 1999. Kimia Koordinasi, Jurusan Kimia FMIPA UGM,
Yogyakarta
[22] Pritasari, Ardyah Ayu. .2009. Studi Gangguan Mn pada Analisa Besi
Menggunakan Pengompleks 1,10-Fenantrolin pada pH 4,5 secara
Spektrofotometri UV-Vis. Tugas Akhir Kimia ITS. Surabaya
[23] Rivai, Harrizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. UI-Press. Jakarta
[24] Sastrohamidjojo, H. 2001. Dasar-dasar Spektroskopi. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta
[25] Sutresna, Nana. 2007. Cerdas Belajar Kimia Untuk Kelas IX. Grafindo.
Bandung
[26] Trianjaya, Zunaidi. 2009. Penentuan Kadar Besi pada Soft Water
secara Spektrofotometri di PT. Cocacola Bottling di Indonesia.
Universitas Sumatera Utara. Medan.
[27] Underwood, A.L dan Day, J.R., R.A. 1993. Analisa Kimia Kuantitatif.
Edisi Keempat. Erlangga. Jakarta
[28] Vogel. 1985. Analisis Anorganik Kualitatif. Kalman Media Pustaka.
Jakarta
[29] Vogel. 1990. Analisis Anorganik Kualitatif Mikro dan semimikro.
Bagian I. Setiono dkk (penerjemah). PT. Kalman Media Pustaka.
Jakarta
5
Download