BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Psikologi Komunikasi Komunikasi

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Psikologi Komunikasi
Komunikasi sangat esensisal untuk pertumbuhan kepribadian manusia.
Beberapa ahli ilmu sosial telah mengungkapkan bahwa kurangnya komunikasi
akan menghambat perkembangan kepribadian. Selain itu, komunikasi sangat erat
kaitannya dengan perilaku dan pengalaman kesadaran manusia. Sehingga hal
tersebut menarik perhatian peneliti psikologi yang kemudian mengembangkan
ilmu komunikasi yang telah ada. 8 Kata komunikasi ini sendiri dipergunakan
sebagai proses, sebagai pesan, sebagai pengaruh, atau secara khusus sebagai pesan
pasien dalam psikoterapi.
Raymond S. Ross mendefinisikan komunikasi sebagai, proses transaksional
yang meliputi pemisahan, dan pemilihan bersama lambang secara kognitif, begitu
rupa sehingga membantu orang lain untuk mengeluarkan dari pengalamannya
sendiri arti atau respon yang sama dengan yang dimaksud oleh sumber.9
Psikologi komunikasi mencoba menganalisa seluruh komponen yang
terlibat dalam proses komunikasi, psikologi memeriksa karakakteristik manusia
pelaku
komunikasi
dan
fakto-faktor
internal
maupun
eksternal
yang
8
Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi Edisi Revisi (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2004), hlm. 2.
9
Ibid, hlm. 3
11
mempengaruhi perilakunya. Psikologi juga tertarik pada komunikasi di antara
individu, bagaimana pesan dari seorang individu menjadi stimulus yang
menimbulkan respons pada individu lain. Psikologi juga meneliti kesadaran dan
pengalaman manusia., terutama mengarahkan perhatiannya pada perilaku manusia
yang mencoba menyimpulkan proses kesadaran yang menyebabkan terjadinya
perilaku.
Fisher juga menyebutkan empat ciri pendekatan psikologi pada
komunikasi, yaitu: penerimaan stimuli secara indrawi (sensory reception of
stimuli), proses yang mengantari stimuli dan respon (internal mediation of
stimuli), prediksi respons (prediction of response), dan peneguhan respons
(reinforcement or response).10
2.2 Model Stimulus Respon
Model S – R atau stimulus respon adalah model komunikasi paling dasar
dan dipengaruhi oleh disiplin psikologi, khusunya yang beraliran behavioristik.
Model ini menggambarkan komunikasi sebagai proses aksi – reaksi yang
sederhana.
S
R
Jadi model stimulus respon mengasumsikan bahwa kata-kata verbal,
isyarat-isyarat nonverbal, gambar-gambar, dan tindakan-tindakan tertentu akan
merangsang orang lain untuk memberikan respon dengan cara tertentu. Proses ini
dapat dianggap sebagai pertukaran informasi atau gagasan. Proses ini dapat
10
Ibid, hlm. 8.
12
bersifat timbal balik dan menghasilkan banyak efek yang dapat mengubah
tindakan komunikasi berikutnya.
Model stimulus respon mengabaikan komunikasi sebagai suatu proses
yang berkenaan dengan faktor diri. Terdapat asumsi dalam model ini bahwa
perilaku manusia dapat diramalkan. Manusia dianggap berperilaku (memberikan
respon) karena pengaruh dari luar (stimulus), bukan berdasarkan kehendaknya.11
2.3 Fashion sebagai Komunikasi
Fashion dapat diartikan sebagai komunikasi non-verbal karena tidak
menggunakan kata-kata lisan maupun tertulis. 12 Umberto Eco menyatakan
“Berbicara melalui pakaiannya”, yang dimaksud disini adalah menggunakan
pakaian untuk melakukan apa yang dilakukan dengan kata-kata maupun lisan
dalam konteks lain.13
Douglas menunjukan dalam The World of Goods, “manusia membutuhkan
barang-barang untuk berkomunikasi dengan manusia lain dan untuk memahami
yang terjadi disekelilingnya. Memang ini kebutuhan. Namun sebenarnya tunggal,
yakni untuk berkomunikasi hanya bisa dibentuk dalam sistem makna yang
terstruktur”.14
11
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011),
hlm. 143-145.
12
Fred Davis, Fashion, Culture and Identity (Chicago: University of Chicago Press, 1992), hlm.
7.
13
Umberto Eco. Teori Semiotika: Signifikasi, Komunikasi, Teori Kode, serta Teori Produksi
Tanda (Yogyakarta: Kreasi. Wacana, 2009), hlm. 59.
14
Mary Douglas dan B. Isherwood, The World of Goods: Towards an Anthropology of
Consumption (London: Allen Lane, 1979), hlm. 95.
13
Pernyataan Douglas diatas menyiratkan bahwa fashion memiliki sifat-sifat
komunikasi, yaitu fashion digunakan untuk memahami dunia dan memiliki system
makna yang terstruktur. Kedua model ini melihat komunikasi sebagai pengiriman
dan penerimaan pesan. Model semiotika atau strukturalis memahami komunikasi
sebagai “produksi dan pertukaran makna”.
Efek pada penerima sangatlah penting karena efek itulah yang membentuk
interaksi; interksi disini dirumuskan sebagai “proses yang dengannya seorang …
memengaruhi perilaku, pikiran atau respon emosional orang lain”.15
2.4 Fashion dan Busana
2.4.1
Desain Fashion
Desain busana adalah suatu rancangan gambar yang nantinya
dilaksanakan dengan tujuan tertentu yang berupa susunan dari garis,
bentuk, siluet (silhouette), ukuran tekstur yang dapat diwujudkan
menjadi busana.
1. Unsur-unsur Desain
Menurut Sri Widarwati, unsur-unsur desain yang perlu
diketahui adalah:16
a. Garis
15
John Fiske, Cultural and Communication Studies: Sebuah Pengantar Paling Komprehensif
(Yogyakarta: Jalasutra, 1990), hlm. 2.
16
Sri Widarwati, Desain Busana I (Yogyakarta: IKIP Yogyakarta, 2000), hlm. 10.
14
Garis merupakan unsur-unsur tertua yang digunakan
untuk mengungkapkan emosi dan perasaan seseorang. Dalam
desain busana, garis desain mempunyai fungsi sebagai berikut :
1) Membatasi bentuk strukturnya (siluet)
2) Membagi bentuk struktur menjadi bagian-bagian yang
merupakan hiasan dan menentukan model, contoh garis
empire, long torso,youke (pass).
3) Menentukan periode suatu busana (siluet, periode empire,
periode princes).
4) Memberi arah dan pergerakan.
Garis dapat dibedakan menjadi dua macam menurut Sri
Widarwati yaitu :
1) Garis lurus, memiliki sifat kaku, kokoh dan keras.
2) Garis lengkung, memiliki sifat memberi suasana riang,
luwes, lembut dan lebih feminin.
b. Arah
Setiap
garis
mempunyai
arah,
yaitu
mendatar
(horizontal), tegak lurus (vertikal), dan miring (diagonal).
Masing-masing arah memberi pengaruh yang berbeda terhadap
si pemakai. Arah mendatar (horizontal) memberi kesan tenang,
tentram, pasif dan menggambarkan sifat berhenti. Sedangkan
15
arah tegak lurus (vertikal) memberi kesan agung, stabil, kokoh,
kewibawaan
dan
menggambarkan
kekuatan
serta
melambangkan keluhuran. Arah garis miring (diagonal)
memberi kesan lincah, gembira serta melukiskan pergerakan,
perpindahan dan dinamis. Antara garis dan arah saling
berkaitan, karena semua garis mempunyai
arah
yaitu
horizontal, vertical, diagonal dan lengkung. Dari garis yang
mempunyai arah dapat membentuk model yang disebut :
1) Garis horizontal dapat menjadi model empire, long torso
dan youke.
2) Garis vertical dapat menjadi princes dan semi princes.
3) Garis diagonal dapat menjadi model asimetris.
c. Bentuk
Dalam suatu desain khususnya desain busana akan
didasarkan pada beberapa bentuk yang biasanya bentuk
geometris atau bentuk lainnya sebagai variasi pada figur
seseorang atau pada busana. Unsur bentuk ada dua macam
yaitu bentuk dua dimensi dan tiga dimensi. Bentuk dua dimensi
adalah bidang datar yang dibatasi oleh garis, sedangkan bentuk
tiga dimensi adalah ruang yang bervolume dibatasi oleh ruang.
Menurut sifatnya bentuk dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
16
1) Bentuk geometris, misalnya : segitiga, kerucut, segi empat,
lingkaran dan lain-lain.
2) Bentuk bebas, misalnya : bentuk daun, pohon, titik air, air
mata, batu-batuan dan lain-lain.
Sedangkan bentuk-bentuk didalam busana dapat berupa
bentuk krah, bentuk lengan, rok, saku dan lain-lain.
d. Ukuran
Unsur-unsur desain yang diperhatikan pada sebuah
desain perlu mempunyai ukuran yang seimbang, sehingga
merupakan suatu kesatuan yang serasi, harmonis, baik kesatuan
desain maupun dengan si pemakai hasil desain itu. Garis dan
bentuk mempunyai ukuran yang berbeda, karena ukuranlah
panjang atau pendeknya garis dan besar atau kecilnya bentuk
menjadi berbeda.
Pada busana ukuran digunakan untuk menentukan
panjang gaun. Ada lima macam ukuran panjang gaun yaitu :
1) Mini :gaun yang panjangnya 10-15 cm diatas lutut
2) Kini : gaun yang panjangnya sampai lutut.
3) Midi : gaun yang panjangnya dibawah lutut.
4) Maxi : gaun yang panjangnya sampai mata kaki.
5) Longdress : gaun yang panjangnya sampai lantai
17
e. Nilai Gelap Terang (Value)
Nilai gelap terang adalah suatu sifat warna yang
menunjukkan apakah warna mengandung warna hitam atau
putih. Nilai gelap terang menyangkut bermacam-macam
tingkatan atau jumlah gelap terang yang terdapat pada suatu
desain. Nilai gelap terang berhubungan dengan warna yaitu dari
warna tergelap sampai dengan warna yang paling terang. Untuk
sifat gelap digunakan warna hitam, dan untuk sifat terang
digunakan warna putih.
f. Warna
Pemilihan
kombinasi
warna
yang
tepat
akan
memberikan kesan yang menarik meskipun busana telah
memiliki garis desain yang baik, tetapi bila pemilihan
warnanya yang tidak tepat, maka akan nampak tidak serasi atau
kontras.
Beberapa
hal
yang
perlu
diperhatikan
dan
dipertimbangkan dalam pemilihan warna adalah sebagai
berikut:
1) Warna primer (warna pokok) adalah warna yang tidak
dapat dihasilkan melalui percampuran warna lain, terdiri
dari tiga warna yaitu warna merah, kuning dan biru.
18
2) Warna sekunder (warna campuran) adalah warna yang
dihasilkan
dari
percampuran
warna
primer
dengan
perbandingan warna yang sama. Misalnya, merah dengan
biru menjadi warna ungu.
3) Warna penghubung (warna tersier) adalah warna yang
dihaslakan dari percampuran dua warna sekunder dicampur
dalam jumlah yang sama.
4) Warna asli (warna komplementer) adalah warna primer dan
warna sekunder yang belum dicampur dengan warna putih
atau hitam.
5) Warna panas dan warna dingin, warna panas adalah warnawarna yang mengandung unsur warna merah. Yang
termasuk warna panas adalah warna merah, merah jingga,
kuning jingga dan kuning. Warna dingin adalah warnawarna yang mengandung warna biru, meliputi warna hijau,
biru, dan ungu.
Pada suatu desain busana warna memegang peranan
yang sangat penting, karena pemilihan warna yang tepat untuk
suatu
desain
busana
menentukan
keindahan
dan
keharmonisan.17
g. Tekstur
17
Arifah A. Riyanto, Teori Busana (Bandung: Yapemdo, 2003), hlm. 46.
19
Tekstur merupakan sifat permukaan dari sebuah benda
yang dapat dilihat, diraba dan dirasakan. Sifat-sifat permukaan
tersebut antara lain kaku, kasar, lembut, halus, tebal, tipis dan
transparan (tembus terang). Macam-macam tekstur menurut
Arifah A. Riyanto adalah sebagai berikut:18
1) Tekstur kaku, dapat menyembunyikan atau menutupi
bentuk badan seseorang tetapi akan membuat seseorang
kelihatan gemuk.
2) Tekstur kasar dan halus, tekstur kasar memberikan kesan
lebih gemuk, sedang tekstur halus tidak mempengaruhi
ukuran badan, dengan catatan bahan yang digunakan tidak
mengkilap.
3) Tekstur lemas, sesuai dengan model kerutan, draperidan
dapat memberikan efek luwes.
4) Tekstur tembus terang, tidak dapat menutupi bentuk badan
yang kurang sempurna.
5) Tekstur mengkilap dan kusam, tekstur mengkilap membuat
sipemakai kelihatan lebih gemuk, sedangkan tekstur kusam
member kesan lebih kecil.
2. Prinsip-Prinsip Desain
18
Ibid, hlm. 47.
20
Prinsip desain adalah suatu cara untuk menyusun unsurunsur sehingga tercapai perpaduan yang member efek tertentu.19
Adapun prinsip-prinsip desain menurut Sri Widarwati adalah
sebagai berikut:20
a. Keselarasan atau harmoni
Suatu desain dikatakan serasi apabila perbandingannya
baik, mempunyai sesuatu yang menarik perhatian, mempunyai
irama yang tepat. Keselarasan adalah kesatuan dari macammacam unsur desain walaupun berbeda tetapi membuat tiaptiap bagian itu kelihatan menyatu. Harmoni adalah suatu
prinsip dalam seni yang menimbulkan kesan adanya kesatuan
melalui pemilihan dan susunan objek serta ide-ide.
Dalam desain yang baik perlu adanya keselarasan
diantara macam-macam unsur desain yaitu selaras antara garis
dan bentuk, selaras dalam tekstur dan selaras dalam warna,
sehingga merupakan suatu desain yang harmonis.21 Menurut
Sri Widarwati, keselarasan dalam suatu desain dapat dicapai
dengan beberapa cara, yaitu:
1) Keselarasan dalam garis dan bentuk
19
20
21
Sri Widarwati, Op.cit., hlm.15.
Ibid, hlm. 15-21.
Arifah A. Ariyanto, Op.cit., hlm. 49.
21
Keselarasan dalam garis dan bentuk pada busana,
misalnya: bentuk krah bulat dan bentuk saku membulat
pada sudutnya.
2) Keselarasan dalam tekstur
Tekstur yang kasar tidak dapat dikombinasikan
dengan tekstur yang halus. Pengkombinasian tekstur dalam
model busana harus serasi sehingga suatu busana lebih
menarik.
3) Keselarasan dalam warna
Keselarasan dalam warna akan tercapai dengan
tidak menggunakan terlalu banyak warna. Pedoman yang
lebih dari tiga warna bahkan dua warna sudah cukup.
b. Perbandingan atau proporsi
Perbandingan digunakan untuk menampakkan lebih
besar atau lebih kecil dan memberikan kesan adanya hubungan
satu dengan yang lain, yaitu pakaian dan pemakainya.
Perbandingan yang kurang sesuai dalam berbusana akan
kelihatan kurang menyenangkan. Proporsi adalah hubungan
yang satu dengan yang lain dalam suatu susunan.
22
Menurut Prapti Karomah (dalam Sri Widarwati)
perbandingan adalah bagaimana cara menempatkan satu unsur
dengan unsur yang lainnya dalam perbandingan yang baik, agar
tercapai suatu keselarasan yang menyenangkan penglihatan dan
perasaan serta menambah kesan nampak lebih indah, dalam hal
ini garis, warna, dan ukuran memegang penting.
Menurut Wijiningsih (dalam Sri Widarwati), untuk
memperoleh proporsi yang baik haruslah diperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
1) Harus mengetahui bagaimana menciptakan hubungan jarak
yang
baik
supaya
memperoleh
susunan
yang
menyenangkan.
2) Supaya
dipertimbangkan
apakah
ukuran
ini
dapat
dikelompokkan bersama-sama.
c. Keseimbangan atau balance
Keseimbangan adalah pengaturan penyusunan unsurunsur desain pada busana secara baik sehingga nampak serasi
pada si pemakai. Asas ini digunakan untuk memberi perasaan
ketenangan dan kestabilan. Pengaruh ini dapat dicapai dengan
mengelompokkan bentuk warna yang dapat menimbulkan
perhatian yang sama pada kiri dan kanan dari titik tengah
23
(pusat). Menurut Sri Widarwati ada dua macam cara untuk
memperoleh keseimbangan yaitu:
1) Keseimbangan simetris, jika unsur-unsur bagian kiri dan
kanan suatu desain sama jaraknya dari pusat.
2) Keseimbangan asimetris, jika unsur-unsur bagian kiri dan
kanan suatu desain tidak sama jaraknya dari pusat
melainkan dengan diimbangi oleh suatu unsur yang lain.
d. Irama
Irama pada suatu desain busana keteraturan dengan
sendirinya merupakan suatu pergerakan teratur dari suatu
bagian ke bagian lainnya.22 Menurut Sri Widarwati, ada empat
cara untuk menghasilkan irama dalam desain busana adalah
sebagai berikut:
1) Pengulangan
Suatu cara untuk menghasilkan irama dihasilkan
dengan pengulangan garis (pengulangan garis lipit, rendarenda, kancing yang berbentuk jalur), pengulangan warna
dan pengulangan bentuk. Pengulangan secara teratur suatu
bentuk pada jarak tertentu menciptakan pergerakan yang
membawa pandangan mata dari satu unit ke unit lainnya.
22
Ibid, hlm. 57.
24
2) Radiasi
Radiasi
merupakan
susunan
garis-garis
yang
membentuk pancaran atau susunan garis pada pakaian yang
memancarkan dari pusat perhatian yang menghasilkan
irama. Radiasi adalah garis yang memancarkan dari pusat
perhatian ke semua arah yang menghasilkan irama.23
3) Pengalihan ukuran
Pengulangan dari ukuran besar kecil atau sebaliknya
yang akan menghasilkan irama yang disebut peralihan
ukuran atau Gradation. Gradasi (Gradation) adalah
rangkaian yang berdekatan atau berdampingan yang serupa,
yang bentuk atau jaraknya berubah secara bertahap dari
ukuran atau jarak yamg sempit/kecil, menjadi besar dalam
satu unit atau menyebar.24
4) Pertentangan
Pertentangan merupakan pertemuan antara garis
tegak lurus dan garis mendatar pada lipit atau garis hias.
e. Pusat perhatian
23
24
Ibid, hlm. 63.
Ibid, hlm. 62.
25
Pusat perhatian merupakan suatu bagian yang lebih
menarik dari bagian-bagian yang lainnya. Pusat perhatian pada
busana dapat berupa krah yang indah, lipit, kerutan, syal, warna
dan lain-lain. Pusat perhatian ini hendaknya diletakkan pada
bagian yang baik dari si pemakai. Ada dua cara untuk
menciptakan pusat perhatian pada suatu busana yaitu
penggunaan warna, garis, bentuk dan ukuran yang kontras serta
pemberian hiasan.
2.4.2
Karakteristik pemakai busana
1. Karakteristik pemakai berdasarkan kondisi fisik
Desain busana yang dapat dipilih untuk menutupi bagian
tubuh yang kurang sempurna antara lain, sebagai berikut:
a. Leher pendek dan gemuk: Model tanpa kerah, bentuk leher
lancip.
b. Leher panjang: Model kerah tin atau menggunakan scraf
c. Tangan gemuk: Model lengan licin, panjang tiga perempat
d. Dada besar: Model bagian depan tertutup, aksen di bahu
e. Dada tipis: Model blus longgar penuh kerut
f. Pinggang besar: Gaun terusan dengan garis pinggang
diturunkan
g. Pinggang ramping: Model tunik dengan tali pinggang atau ikat
pinggang yang menarik
26
h. Kaki besar: Rok sampai betis dengan lebar sedang
i. Kaki kurus: Rok atau celana dengan motif horizontal
j. Pinggul dan kaki besar: Model rok span, panjang sampai lutut
k. Pinggul, paha dan pantat besar: Model rok pas pinggang yang
jatuhnya luwes ke badan, setelan sewarna
2. Karaketristik pemakai berdasarkan kesempatan pakai
a. Busana rumah, untuk bekerja dirumah memiliki desain
sederhana dan mudah dicuci.
b. Busana kerja, sebaiknya memberi pengaruh tenang , hiasan
tidak berlebihan. Bahan yang digunakan pada busana kerja
adalah kapas, campuran kapas dan serabut sintetis (tidak mudah
kusut), rayon dan sutera.
c. Busana rekreasi, untuk bertamasya dapat memakai jeans atau
celana panjang dengan kaos atau blus. Sebaiknya menggunakan
bahan yang stretch.
d. Busana pesta, harus terbuat dari bahan yang bagus dengan
hiasan yang menarik sehingga terlihat istimewa.
3. Karakteristik pemakai berdasarkan kepribadian
a. Tipe Sportif Casual
Ciri Kepribadian:

Rileks, santai dan sederhana
27

Tidak ragu, tegas dapat di andalkan

Sportif, aktif dan dinamis
Ciri dalam berpakaian:

Memberi kesan bergerak, praktis dan nyaman

Bentuk kemeja, blus sportif, rok A line, berbagai potongan
celana

Bahan yang tidak mudah kusut, katun, denim, drill, kanvas,
dan lain-lain

Tidak menyukai warna putih karena cepat kotor
b. Tipe Feminin Romantis
Ciri Kepribadian:

Sangat lembut, ramah, dan penuh kasih sayang

Sedikit manja dan agak pemalu

Menyukai pernak-pernik manis
Ciri dalam berpakaian:

Semua yang memberi kesan feminin

Gaun terusan, blus-blus manis, rok lebar dengan detail
kerut, pita, bunga dan renda

Bahan yang halus, lembut

Motif bunga-bunga

Warna pastel dan semua warna nuansa lembut
28
c. Tipe Classic Elegant
Ciri kepribadian:

Rapih, tegas dan tidak berlebihan

Tidak suka bereksperimen, semua harus terencana rapih

Sangat memperhatikan kualitas yang sempurna
Ciri dalam berpakaian:

Menyukai gaya tailor yang terkesan rapih

Lebih memilih motif geometris sederhana, garis, kotak
yang teratur

Tidak menyukai warna-warna terang

Bahan tidak terlalu kaku atau tidak terlalu tipis dan tidak
menyukai yang membentuk tubuh
d. Tipe Sexy Alluring
Ciri Kepribadian:

Senang menjadi pusat perhatian

Yang utama adalah keindahan tubuhnya

Kurang memperhatikan kerapihan
Ciri dalam berpakaian:

Membentuk tubuh, ketat, menonjolkan keindahan tubuh

Bahan stretch, jersey, lycra, rajut, semua yang dapat
membalut tubuh dengan pas
29

Warna merah merupakan warna utama disamping warna
terang lainnya

Motif bunga yang sensual, bentuk geometris yang kuat,
semua yang dapat menarik perhatian
e. Tipe Dramatic
Ciri Kepribadian:

Berkepribadian mantap, mempunyai selera sendiri

Lebih ekspresif
Ciri dalam berpakaian:

Suatu gaya individual, seperti longgar, tumpuk.

Menyukai warna-warna gelap dengan aksen warna cerah

Berbagai motif yang member kesan dramatis, berukuran
besar.
f. Tipe Art off Beat
Ciri Kepribadian:

Artistik dan kreatif

Eksentrik, selalu ingin tampil beda
Ciri dalam berpakaian:

Tampil dengan sesuatu yang tidak lazim

Perpaduan warna yang aneh
30

Perpaduan motif dan berbagai bahan bertekstur
4. Karaketristik pemakai berdasarkan usia
a. Busana bayi
Pada masa ini masih dalam keadaan rawan penyakit,
kulitnya peka terhadap gesekan atau gangguan luar. Jadi, untuk
golongan usia bayi perlu dipilih kain dengan tekstur yang
lembut, menyerap air atau keringat.
b. Busana usia kanak-kanak
Pada masa ini anak sudah mulai belajar bicara atau
sudah berbicara, geraknya sudah luas, penglihatannya sudah
semakin jelas. Dari perkembangan dan pertumbuhan anak ini
apabila kita kaitkan dengan busana dapat dipergunakan sebagai
salah satu alat yang dapat mengembangkan pengetahuan dan
kreativitas anak. Busana yang dapat dipilih untuk golongan
usia ini dengan warna yang cerah, boleh mencolok seperti
merah, kuning, orange. Untuk anak ini jangan dipilihkan warna
yang redup, yang kusam atau warna gelap tanpa ada aksen
tertentu. Dengan mengenakan busana yang beraneka warna ini
kita dapat memperkenalkan mengenai berbagai macam warna.
c. Busana usia anak
31
Aktivitas anak selain sekolah sudah mulai banyak
keluar rumah seperti pramuka, belajar kelompok dengan teman,
kursus musik, dan berenang. Dengan banyak aktivitas itu
berarti bagi keluarga memungkinkan menyediakan busana yang
beragam, dapat menyediakan busana sesuai dengan aktivitas
tersebut. Kain dan model atau corak serta warna akan
disesuaikan dengan aktivitasnya.
d. Busana usia anak remaja
Pada usia ini disebut juga masa pubertas (puberty),
yang secara psikologis yaitu masa munculnya gejolak hati yang
ingin serba tahu tentang apa yang kadang-kadang belum boleh
tahu, mulai perhatian pada jenis kelamin yang berbeda dengan
dirinya atau perempuan pada laki-laki atau sebaliknya. Dari
busana dapat menggambarkan gejolak hatinya, biasanya senang
pada model atau warna yang agak mencolok, yang terbaru,
yang sedang trend sering ingin diikutinya, walaupun kurang
sesuai untuk bentuk badan atau warna kulitnya. Kain dan
model apapun tidak perlu menjadi masalah, yang penting asal
tetap sopan atau dalam batas-batas kesopan santunan, sesuai
dengan kepribadian bangsa Indonesia. Kain untuk bahan
busana anak remaja tergantung pada jenis model dan
kesempatan pemakaian.
32
e. Busana usia dewasa
Pada usia dewasa seseorang sudah selayaknya mulai
mempunyai kepribadian yang mantap. Demikian juga di dalam
pemilihan busana. Busana yang dipilih dapat disesuaikan
dengan kegiatan apa yang kita lakukan. Pemilihan warna untuk
orang dewasa akan tergantung pada kepribadian masingmasing, tetapi walaupun demikian tetap harus melihat
kesempatan apa busana itu dipergunakan.
f. Busana untuk masa tua
Dilihat dari model misalnya untuk pesta, sudah tidak
sepantasnya mempergunakan celana bermuda atau begi dengan
blus ditalikan di bagian depan. Pilihlah model-model busana
yang wajar dan pantas untuk orang tua, dapat mempergunakan
rok dan blus, bebe/gaun atau kain dan kebaya. Bagi laki-laki
dapat memakai pantalon dan safari batik, pantalon dengan
kemeja. Warna-warna yang dipilih sebaiknya warna-warna
yang tenang, redup, atau yang kusam, seperti krem, coklat, biru
tua, hijau tua.
5. Karakteristik pemakai berdasarkan jenis kelamin
a. Wanita
b. Laki-laki
33
6. Karakteristik pemakai berdasarkan warna kulit
Warna kulit kita dapat dikelompokkan warna putih, kuning
langsat, sawo matang, hitam. Untuk warna kulit putih dan kuning
langsat pada umumnya warna apapun akan serasi, hanya kadangkadang warna putih atau warna yang hampir sama dengan kulit
putih dan kuning langsat akan kelihatan agak pucat. Untuk
seseorang yang mempunyai warna kulit sawo matang dan hitam
harus agak berhati-hati, jangan anda terlalu berani memilih
menggunakan warnawarna yang mencolok seperti merah lombok,
biru terang, hijau daun pisang, dan sebagainya, karena akan terlalu
kontras dengan kulit sehingga kelihatan kurang serasi.
Yang berkulit sawo matang dapat memilih warna merah
tetapi merah ati, merah yang redup, sehingga akan tetap serasi.
Demikian juga warna lainnya dapat dipergunakan tapi yang
lembut, tetapi tidak juga yang terlalu tua karena dimungkinkan
tambah kelihatan kulitnya bertambah gelap.
7. Karakteristik pemakai berdasarkan Iklim
Seseorang yang berada di iklim panas hendaknya memilih
bahan yang dapat mengurangi rasa panas tersebut, yaitu bahan
yang menyerap air atau keringat seperti katun, lenan, santung, voile
dan lain-lain. Demikian sebaliknya untuk di iklim yang dingin atau
sejuk dapat dipilih bahan yang dapat menghangatkan badan seperti
34
dari bahan sintetis, flanel, wol dan sebagainya. Mengenai warna
dapat mempengaruhi keadaan iklim pada badan. Warna yang hitam
atau warna gelap dapat menghantarkan panas, sehingga cuaca
panas akan lebih terasa panas, sedangkan warna putih dan warnawarna muda akan terasa sejuk atau dingin.
2.5 Fashion Anak
Daniel Thomas Cook dalam bukunya yang berjudul “Textile History
vol.42” pada bagian “Ambiguity in the Historiography of Children’s Dress”
mengatakan bahwa sejarah pakaian anak-anak, secara implisit dan ekspilist,
ditegaskan bahwa pergeseran ke pakaian menandai perubahan dalam arti sosial
dari masa kanak-kanak, yang menyadari kemungkinan keberadaan dan membagi
sifat khusus anak-anak yang tersembunyi maupun dilindungi oleh bagaimana sifat
anak-anak dan ternyatakan oleh pakaian yang mereka pilih atau pakai. Dengan
kata lain, tubuh anak-anak adalah tempat transformasi tubuh sosial melalui
tindakan yang membutuhkan interpretasi yang berbeda dengan orang dewasa.
Pakaian anak-anak sudah seharusnya di buat seperti anak-anak, karena
secara psikologis mencerminkan sifat anak-anak secara umum yang senang
bermain dan tertarik dengan banyak hal. Tapi pada perkembangannya, pakaian
anak-anak banyak yang mengadopsi pakaian dewasa, yang secara ukuran
dikecilkan. Walaupun tidak bisa di pungkiri bahwa sebagian anak kecil suka
bermain permainan orang dewasa karena orang tua ada sebagai contoh mereka.
Dan banyak pula yang menganggap hal tersebut menggemaskan.
35
Tapi pada dasarnya, pakaian yang sesuai dengan masa kanak-kanak akan
memberikan pengalaman kanak-kanak secara „benar‟. Karena bisa mendidik anak
secara tidak langsung untuk mengetahui kodrat mereka dan kebutuhan mereka.
2.6 Feminitas
2.6.1
Pengertian Feminitas
Pada tahun 1971, Sandra Bem mengeluarkan sebuah inventory
pengukuran gender yang diberi nama The Bem Role Sex Inventory.
Berdasarkan respon dari item-item pada alat ukur ini, individu
diklasifikasikan memiliki salah satu dari orientasi peran gender:
maskulin, feminin, androgini, dan undifferentiated. Menurutnya,
individu yang feminin adalah seseorang memiliki angka yang tinggi
pada sifat feminin dan memiliki angka yang rendah dari sifat maskulin,
individu maskulin memiliki nilai yang sebaliknya, individu androgini
memilik angka yang tinggi pada sifat feminin dan maskulin, sedangkan
undifferentiated memiliki angka yang rendah pada sifat feminin dan
maskulin.
Menurut Bem, gender merupakan karakteristik kepribadian
(secara biologis) seseorang yang dipengaruhi peran gender. Sedangkan
menurut Basow, peran gender merupakan istilah psikologis dan
cultural, diartikan sebagai perasaan subjektif seseorang mengenai
kepriaan atau kewanitaan.
36
Chandra mengemukakan pengertian feminitas sebagai citra,
sifat, ungkapan diri, yang bagaimanapun juga tetap didambakan oleh
wanita dan selalu ingin mempertahankannya. Menurutnya dalam kata
feminitas tersebut tersirat sifat keibuan, kelemah lembutan, kemanisan,
keserasian, ketenangan dan sifat lainnya yang serupa.
2.6.2
25
Karakteristik Feminitas
Kravetz mengidentifikasikan feminitas yang terdapat pada
wanita seperti submisif, subjektif, pasif, tergantung, perasaannya
mudah terluka, home oriented, berbudi dan sopan.26
Johnson (dikutip oleh Kelly dan Worell) mengatakan bahwa
yang termasuk feminitas yaitu emosional, ekspresif, sensitive,
supportive dan non competitive.27
Hasil analisa faktor terhadap The Bem Sex Role Inventory
yang dilakuakan oleh Graudreau, menyatakan klasifikasi feminitas
pada beberapa sifat yaitu mengalah, gembira, pemalu, penuh kasih
sayang, suka memuji, setia, peka akan kebutuhan orang lain, simpatik,
pengertian, mudah beriba hati, berbicara pelan dan tidak menggunakan
kata-kata kasar, hangat, sabar serta lemah lembut.28
25
J. Chandra, Feminin dan Maskulin (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1983), hlm 20.
D. F. Kravets, Sex Role Concept Of Women, Journal Of Consulting and Clinical Psychology
(1976), hlm. 437.
27
J. A. Kelly and Worell, L., Parent Behaviour Related Masculine, Feminine and Androgynous
Sex Role Orientations, Journal of Consulting and Clinical Psychology (1976), hlm. 943.
28
P. Gaudreau, Factor Analysis of Bem Sex-Role Inventory, Journal of Consulting and Clinical
Psychologi (1977), hlm. 299.
26
37
Deaux (dikutip oleh Wulandari) berpendapat bahwa wanita
pada umumnya bersifat tergantung atau dependent, subjektif, pasif,
tidak ambisius, hangat bijaksana, ekspresif, lemah lembut, tanggap dan
mampu mengungkapkan perasaan halusnya dengan mudah.29
Menurut Wulandari aspek feminitas yaitu, sebagai berikut:
1. Kurang agresif, yaitu sifat suka mengalah, sabar, berbicara pelan,
dan tidak menggunakan kata-kata kasar.
2. Sifat tergantung (dependent), yaitu sifat pasif, membutuhkan orang
lain guna memperoleh dorongan moral atau membutuhkan rasa
aman.
3. Sifat nurturant, yaitu sifat penuh kasih sayang, hangat, simpatik,
lemah lembut, bijaksana, dan peka akan kebutuhan orang lain.
4. Sifat emosional, yaitu sifat mudah beriba hati dan mudah
menangis.
5. Sifat kurang percaya diri, yaitu kurang berani mengambil resiko,
tidak kompetitif dan kurang ambisius.
6. Kemampuan
verbal,
yaitu
kemampuan
individu
untuk
mengemukakan sesuatu secara verbal (bicara). Seseorang yang
feminin mempunyai kemampuan verbal atau berbicara yang halus,
lembut, dan pelan.
30
2.7 Proses Pembentukan Gender Anak dan Teori Sosial Kognitif
29
A. D. T. Wulandari, Hubungan Antara Sifat Feminin dengan Sifat Menolak Sukses pada
Wanita Karier, Skripsi (Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM, 1988), hlm. 20.
30
Ibid, hlm. 21.
38
Pada masa kanak-kanak awal yaitu usia 2-7 tahun, anak telah memulai
mengembangkan
pemahaman
diri
(self-understanding)
yang
merupakan
representasi diri, substansi, dan makna konsep diri (Harter, 2006). Meskipun
bukan merupakan identitas diri utuh, pemahaman diri memberikan dasar identitas
diri yang rasional.31
Pada masa kanak-kanak menengah dan akhir, terutama dari usia 8-11
tahun, anak-anak semakin menggambarkan diri mereka dengan karakteristik dan
trait psikologis yang berlawanan dengan deskripsi diri yang lebih konkret pada
anak-anak yang lebih muda. Selain itu, selama tahun-tahun sekolah dasar, anakanak menjdai lebih mungkin untuk mengenali aspek-aspek sosial dari diri (Harter,
2006).32
Identitas gender melibatkan kesadaran gender seseorang, termasuk
pengetahuan, pemahaman, dan penerimaan sebagai laki-laki atau perempuan
(Egan & Perry, 2001). Salah satu aspek identitas gender adalah mengetahui bahwa
Anda seorang anak perempuan atau laki-laki yang kebanyakan anak dapat
melakukannya setelah usia 2,5 tahun (Blakemore, Berenbaum, & Liben, 2009).33
Peran gender adalah serangkaian ekspektasi yang menentukan bagaimana
perempuan atau laki-laki harus berpikir, bertindak, dan merasa. Selama tahuntahun prasekolah, kebanyakan anak semakin bertindak dengan cara yang sesuai
31
John W. Santrock, Masa Perkembangan Anak: Children (Jakarta: Salemba Humanika, 2009),
hlm. 88.
32
Ibid, hlm. 243.
33
Ibid, hlm. 96.
39
dengan peran gender budaya mereka. Hal ini mengacu pada pengaruh sosial yang
terjadi pada anak melalui pengalaman.
Menurut teori sosial kognitif mengenai gender (social cognitive theory of
gender) oleh Bussey & Bandura, perkembangan gender anak-anak terjadi melalui
mengamati dan meniru apa yang orang lain katakan dan lakukan, serta melalui
perilaku diberi imbalan dan dihukum untuk perilaku yang sesuai gender dan yang
tidak sesuai gender. Dari sejak lahir dan seterusnya, laki-laki dan perempuan
diperlakukan berbeda oleh orang tua dan lingkungan sekitarnya. Namun, orang
tua hanyalah satu dari banyak sumber tempat anak-anak belajar peran gender.
Budaya, sekolah, teman sebaya, media, dan anggota keluarga lainnya juga
menyediakan model peran gender.34 Contohnya, anak-anak juga belajar mengenai
gender dari mengamati orang dewasa lainnya di lingkungan sekitarnya dan media
massa.
Teori sosial kognitif adalah penamaan baru dari teori belajar sosial yang
dikembangkan oleh pakar psikologi Amerika di Uniiversitas Stanford , Albert
Bandura. Bandura yakin bahwa anak belajar tidak hanya melalui pengalamannya
tetapi juga melalui pengamatan yakni mengamati apa yang dilakukan orang lain.
Dalam model belajar melalui pengamatan ini, Bandura mengemukakan 4
komponen penting, yaitu:
1. Attention (memperhatikan)
2. Retention (menyimpan/mencamkan)
34
Ibid, hlm. 98.
40
3. Motor reproduction (memproduksi gerak motorik)
4. Vicarious-reinforcement and motivational (ulangan-penguatan dan motivasi)
Dengan keempat komponen tersebut berarti bahwa sebelum melakukan
peniruan, anak menaruh perhatian (attention) terhadap model yang akan ditiru.
Setelah memperhatikan, selanjutnya individu memperlihatkan tingkah laku yang
sama dengan model tersebut. Ini berarti ada sesuatu yang dicamkan, yang
disimpan, yang diingat (retention) dalam bentuk simbol-simbol. Kemudian supaya
bisa mereproduksikan
tingkah laku secara
tepat,
individu
harus bisa
memperlihatkan kemampuan motorik (motor reproduction). Terakhir, apakah
hasil mengamati dan mencamkan terhadap suatu model ini akan diperlihatkan atau
direproduksikan dalam tingkah laku nyata, sangat bergantung pada kemauan atau
motivasi (motivational) yang ada, serta pengulangan perbuatannya untuk
memperkuat perbuatan yang sudah ada, agar tidak hilang, yang disebut “ulanganpenguatan” (vicarious-reinforcement).
35
35
Desmita, Psikologi Komunikasi (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), hlm. 59.
41
Download