BAB I TINJAUAN PUSTAKA 1. PENDAHULUAN Infeksi

advertisement
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
1.
PENDAHULUAN
Infeksi jamur kulit cukup banyak di temukan di Indonesia, yang merupakan
negara tropis beriklim panas dan lembab, apalagi bila higiene juga kurang sempurna.
Di jakarta golongan penyakit ini sepanjang masa selalu menempati urutan kedua
setelah dermatitis. Di daerah yang lain, seperti Padang, Bandung, Semarang,
Surabaya, dan Manado, keadaan nya kurang lebih sama, yakni menempati urutan ke2 sampai ke-4 terbanyak dibandingkan golongan penyakit lainnya.
Penyakit jamur kulit atau dermatomikosis adalah penyakit pada kulit, kuku,
rambut, dan mukosa yang disebabkan infeksi jamur. Pada umumnya golongan
penyakit ini dibagi atas infeksi superfisial, infeksi kutan, dan infeksi subkutan. Infeksi
superfisial yang paling sering ditemukan adalah pitiriasis versikolor. Yang termasuk
dengan infeksi kutan adalah dermatofitosis dan kandidosis kutis. Infeksi subkutan
yang kadang-kadang ditemukan adalah sporotrikosis, fikomikosis subkutan,
aktinomikosis, dan kromomikosis.
Selanjutnya akan di bahas pitiriasis versikolor sesuai dengan gejala-gejala dan
tanda klinis untuk menegakkan diagnosis, data penunjang yang di bituhkan, terapi,
tindakan lain yang dibutuhkan, serta hal-hal lain yang dibutuhkan, serta hal-hal lain
yang perlu mendapat perhatian.
2. DEFINISI
Pitiriasis versikolor yang disebabkan Malassezia furfur Robin (BAILLON
1889) adalah penyakit jamur superfisial yang kronik, biasanya tidak memberikan
keluhan subyektif, berupa bercak berskuama halus yang bewarna putih sampai coklat
1
hitam, terutama meliputi badan dan kadang-kadang menyerang ketiak, lipat paha,
lengan, tungkai atas, leher muka dan kulit kepala yang berambut.
3. SINONIM
Tinea versikolor, kromofitosis, dermatomikosis, liver spots, tinea flava,
pitiriasais versikolor flava dan panu.
4. EPIDEMIOLOGI
Pitiriasis versikolor lebih sering terjadi di daerah tropis dan mempunyai
kelembabab tinggi. Walaupun kelainan kulit lebih terlihat pada orang berkulit gelap,
namun angka kejadian pitiriasis versikolor sama di semua ras. Beberapa penelitian
mengemukakan angka kejadian pada pria dan wanita dalam jumlah yang seimbang.
Di Amerika Serikat, penyakit ini banyak ditemukan pada usia 15-24 tahun, dimana
kelenjar sebasea (kelenjar minyak) lebih aktif bekerja. Angka kejadian sebelum
pubertas atau setelah usia 65 tahun jarang ditemukan. Di negara tropis, penyakit ini
lebih sering terjadi pada usia 10-19 tahun.
Pitiriasis versiklor, atau tinea versikolor, atau panu termasuk mikosis
superfisialis yang sering dijumpai. Sekitar 50% penyakit kulit di masyarakat daerah
tropis adalah panu, sedang di daerah subtropis sekitar 15% dan di daerah dingin
kurang dari 1%. Panu umumnya tidak menimbulkan keluhan, paling-paling sedikit
gatal, tetapi lebih sering menyebabkan gangguan kosmetik, terutama pada penderita
wanita.
5. ETIOLOGI
Tinea versikolor merupakan suatu infeksi yang agak sering terjadi (terutama
pada dewasa muda), yang disebabkan oleh jamur Pytirosporum orbiculare. Jamur ini
agaknya merupakan bagian dari flora normal pada kulit manusia dan hanya
menimbulkan gangguan pada keadaan-keadaan tertentu. Bagian tubuh yang sering
terkena adalah punggung, lengan atas, lengan bawah, dada dan leher. Lebih sering
2
ditemukan di daerah beriklim panas dan berhubungan dengan meningkatnya
pengeluaran keringat.
Tinea versikolor di sebabkan oleh Malassezia furfur, yang dengan
pemeriksaan morfologi dan imunofloresensi indirek ternyata identik dengan
Pityrosporum orbiculare.
6. MORFOLOGI
Tinea versicolor adalah infeksi ringan yang sering terjadi yang nampak
sebagai akibat Malassezia furfur yang tumbuh berlebihan, yaitu jamur seperti ragi
yang merupakan anggota flora normal. Pertumbuhannya pada kulit (stratum
korneum) berupa kelompok sel-sel bulat, bertunas, berdinding tebal dan memiliki hifa
yang berbatang pendek dan bengkok, biasanya tidak menyebabkan tanda-tanda
patologik selain sisik halus sampai kasar. Bentuk lesi tidak teratur, berbatas tegas
sampai difus dan ukuran lesi dapat milier,lentikuler, numuler sampai plakat.
Ada dua bentuk yang sering dijumpai :

Bentuk makuler :
Berupa bercak-bercak yang agak lebar, dengan skuama halus diatasnya
dan tepi tidak meninggi.

Bentuk folikuler :
Seperti tetesan air, sering timbul disekitar rambut.
7. PATOGENESIS
3
Mallasezia furfur, merupakan organisme saprofit pada kulit normal.
Bagaimana perubahan dari saprofit menjadi patogen belum diketahui. Organisme ini
merupakan "lipid dependent yeast". Timbulnya penyakit ini juga dipengaruhi oleh
faktor hormonal, ras, matahari, peradangan kulit dan efek primer pytorosporum
terhadap melanosit.
Pada kulit terdapat flora normal yang berhubungan dengan timbulnya
pitiriasis versikolor ialah pityrosporum orbiculare yang berbentuk bulat atau
pityrosporum ovale yang berbentuk oval. Keduanya merupakan organisme yang
sama, dapat berubah sesuai dengan lingkungannya, misalnya suhu, media, dan
kelembaban.
Malassezia furfur merupakan fase spora dan miselium. Factor predisposisi
menjadi pathogen dapat endogen atau eksogen. Endogen dapat disebabkan di
antaranya oleh defisiensi imun. Eksogen dapat karena faktor suhu, kelembaban udara,
dan keringat.
8. GEJALA KLINIS
Kelainan kulit pitiriasis versikolor sangat superfisial dan ditemukan terutama
di badan. Kelainan ini terlihat sebagai bercak-bercak berwarna-warni, bentuk tidak
teratur sampai teratur, batas jelas dan difus. Bercak-bercak tersebut berfluoresensi
bila di lihat dengan lampu Wood. Bentuk papulo-vesikular dapat terlihat walaupun
jarang. Kelainan biasanya asimtomatik sehingga ada kalanya penderita tidak
mengetahui bahwa ia berpenyakit tersebut.
Lesi kulit berupa bercak putih sampai coklat, merah, dan hitam. Di atas lesi
terdapat sisik halus. Bentuk lesi tidak teratur, dapat berbatas tegas atau difus. Sering
didapatkan lesi bentuk folikular atau lebih besar, atau bentuk numular yang meluas
membentukplakat, kadang-kadang dijumpai bentuk campuran, yaitu folikular dengan
numular, folikular dengan plakat ataupun folikular, atau numular dengan plakat.
4
Kadang-kadang penderita dapat merasakan gatal ringan, yang merupakan
alasan berobat. Pseudoakromia, akibat tidak terkena sinar matahari atau kemungkinan
pengaruh toksik jamur terhadap pembentukan pigmen, sering di keluhkan penderita.
Biasanya penderita datang berobat karena alasan kosmetik yang disebabkan bercak
hipopigmentasi.
Gambar 1. Tinea versokolor yang hiperemis
Gambar 2. Hipopigmentasi pada tinea versikolor
Variasi warna lesi pada penyakit ini tergantung pada pigmen normal kulit
penderita, paparan sinar matahari, dan lamanya penyakit. Kadang-kadang warna lesi
5
sulit dilihat, tetapi skuamanya dapat dilihat dengan pemeriksaan goresan pada
permukaan lesi dengan kuret atau kuku jari tangan (coup d’angle dari Beisner).
Penyakit ini sering di lihat pada remaja, walaupun anak-anak dan orang
dewasa tua tidak luput dari infeksi. Menurut BURKE *(1961) ada beberapa faktor
yang mempengaruhi infeksi, yaitu faktor heriditer, penderita yang sakit kronik atau
yang mendapat pengobatan steroid dan malnutrisi.
9. PEMERIKSAAN HISTOLOGIS
o Tampak neutrofil di stratum corneum, ini merupakan petunjuk diagnostik
yang penting.
o Biopsi kulit dengan pewarnaan hematoxylin dan eosin pada tinea corporis
menunjukkan spongiosis, parakeratosis, dan infiltrat inflamasi superfisial
(rembesan sel radang ke permukaan).
10.
DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan atas gambaran klinis, pemeriksaan
fluoresensi, lesi kulit dengan lampu Wood, dan sedian langsung.
Gambaran klinis yang khas berupa bercak bewarna putih sampai coklat, merah
dan hitam, dengan distribusi tersebar, berbatas tegas dengan skuama halus diatasnya.
Pada pemeriksaan mikroskopis langsung, dengan larutan KOH 10-20%, tampak hifa
pendek bersepta, kadang-kadang bercabang, atau hifa terpotong-potong, dengan spora
berkelompok. Pemeriksaan dengan lampu Wood memberikan floresensi berwarna
kuning emas.
6
Gambar 3. “Spaghetti and meatballs” appearance pada Malassezia
11.
DIAGNOSIS BANDING
Penyakit ini harus di bedakan dengan :
a. Dermatitis seboroika
Kelainan kulit berupa eritema dan skuama yang berminyak dan agak
kekuningan, batasnya agak kurang tegas. Predileksinya pada daerah yang
berambut, karena banyak kelenjar sebasea, yaitu kulit kepala, retroaurikkula,
alis mata, bulu mata, sulkus nasolabialis, telinga, leher, dada, daerah lipatan,
aksila, inguinal, glutea, dibawah buah dada.
b. Eritrasma
Lesi berupa eritema dan skuama halus terutama pada daerah ketiak dan
lipatran paha. Pada pemeriksaan
dengan lampu Wood lesi terlihat
berfluoresensi merah membara (coral red fluorescence) di sebabkan oleh
terdapatnya koproporfirin III pada lesi. Organisme yang terlihat pada sediaan
langsung sebagai batang pendek halus, bercabang, berdiameter 1 u atau
kurang, yang mudah putus sebagai bentuk basil kecil atau difteroid.
c. Sifilis II
Kelainan ini disertai limfadenitis generalisata
d. Morbus Hansen
7
Pada kelainan ini terdapat hipopigmentasi/eritema dengan distribusi yang
tidak simetris dan hilangnya sensasi yang jelas pada daerah lesi (kehilangan
sensoris/anastesia karena menyerang susunan saraf tepi).
e. Pitiriasis alba
Sering di jumpai pada anak-anak berumur 3-16 tahun (30-40%). Lesi
berbentuk bulat, oval atau plakat yang tidak beraturan. Warna merah muda
atau sesuai warna kulit dengan skuama halus. Setelah eritema hilang, lesi yang
dijumpai hannya depigmentasi dengan skuama halus. Bercak biasanya
multipel 4 sampai 20 dengan diameter antara ½-2 cm. Pada anak-anak lokasi
kelainan pada muka (50-60%), paling sering disekitar mulut, dagu, pipi, serta
dahi. Umunya lesi bersifat asimtomatik, meskipun kadang-kadang penderita
mengeluhkan panas atau gatal.
f. Vitiligo
Kelainan ini berupa makula berwarna putih (hipopigmentasi) yang
hipomelanotik di daerah terbuka misalnya muka, punggung, tangan. Makula
mempunyai gambaran konveks dan bertambah secara teratur. Di dalam
makula vitiligo dapat ditemukan makula dengan pigmentasi normal atau
hiperpigmentasi disebut repigmentasi perifolikuler. Gejala subyektif tidak ada,
tetapi dapat timbul rasa panas pada lesi
g. Psoriasis
Kelainan kulit terdiri atas bercak-bercak eritema yang meninggi (plak) dengan
skuama di atasnya. Eritema sirkumskrip yang merata, tetapi pada stadium
penyembuhan sering eritema yang di tengah menghilang dan hanya terdapat
di pinggir. Skuama berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih seperti mika, serta
transparan. Besar kelainan bervariasi: lentikular, nummular atau plakat, dan
berkonfluensi
12. PENGOBATAN
8
a. Obat Topikal
Dapat dipakai misalnya suspensi selenium sulfida 2,5% dalam bentuk losion
atau bentuk sampo dipakai 2-3 kali seminggu. Obat digosokkan pada lesi dan
didiamkan 15-30 menit sebelum mandi.
Obat-obat lain ialah salisil spiritus 10%; derivat-derivat azol, misalnya
mikonazol, krotrimazol, isokonazol, dan ekonazol; sulfur presipitatum dalam
bedak kocok 4-20%; toksiklat; tolnaftat, dan haloprogin. Larutan tiosulfas
natrikus 25% dapat pula digunakan; dioleskan sehari 2 kali sehabis mandi selama
2 minggu, tetapi obat ini berbau tidak enak.
b.
Obat Sistemik
Obat ini digunakan jika lesi sulit disembuhkan atau luas. Ketokonazol dapat
dipertibangkan dengan dosis 1 kali 200 mg sehari selama 10 hari.
13. PENCEGAHAN
Seseorang yang pernah menderita tinea versikolor sebaiknya menghindari
cuaca panas atau keringat yang berlebihan dan memakai pakaian yang menyerap
keringat.
14.
PROGNOSIS
Prognosis baik bila pengobatan dilakukan menyeluruh, tekun, dan konsisten.
Pengobatan harus diteruskan 2 minngu setelah fluoresensi negatif dengan
pemeriksaan lampu Wood dan sediaan langsung negatif. Bercak hipopigmentasi dapat
menetap selama beberapa minggu atau bulan hingga pigmen yang hilang diganti
melalui paparan ultraviolet.
DAFTAR PUSTAKA
9
1.
Djuanda, A. Mikosis. Dalam: Hamzah M, Aisyah S, eds. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Edisi 3. Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007;
2.
3.
p.100-1
Fitzpatrick’s. Dermatology in General Medicine. 7th edition. 2008. p.1828-30.
Grant-Kels, J., Color Atlas of Dermatopathology. 2007. Informa Healthcare
4.
USA. p.10-1
A.D.A.M Medical encyclopedia. Tinea Versicolor. Pubmed Health [2011;cited
5.
2012 28th February]; Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth.
Dourmishev, L.A., Pediatric Tinea Versicolor. [2011; cited 2012 28th February];
Available from http://emedicine.medscape.com.
10
Download