HUBUNGAN TINGKAT STRES DENGAN KADAR GLUKOSA

advertisement
HUBUNGAN TINGKAT STRES DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH PASIEN
DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RSUD ABDUL WAHAB SYAHRANIE SAMARINDA
Siti Khoiroh Muflihatin
E-mail : [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelasional dengan pendekatan Cross sectioanl yang
bertujuan untuk menganalisis hubungan tingkat stres dengan kadar glukosa darah pasien DM tipe 2 di
RSUD Abdul Wahab Syahranie Samarinda. Sampel pada penelitian ini adalah pasien diabetes mellitus tipe
2 yang dirawat di ruang rawat inap dengan kadar glukosa darah yang belum terkontrol berjumlah 30
responden . Tehnik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposif sampling. Hasil penelitian
menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan )antara tingkat stres dengan kadar glukosa darah pasien DM
tipe 2 di RSUD Abdul Wahab syahranie Samarinda (p = 0.010) dengan arah hubungan yang positif dan
kekuatan korelasinya sedang. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara tingkat stres dengan kadar glukosa darah pasien DM Tipe 2.. Penelitian ini
merekomendasikan agar kiranya tenaga kesehatan khususnya perawat dapat memperhatikan aspek stres
pasien dan dapat melaksanakan manajemen stres agar dapat membantu menurnkan kadar glukosa darah
pasien disamping terapi farmakologi juga tetap berjalan.
Kata Kunci : Tingkat stres , Kadar glukosa darah, DM tipe 2
ABSTRACT
This study was a descriptive correlation study with cross sectional approach which aims to analyze the
relationship between stress levels and blood glucose levels of patients with type 2 of Diabetes Mellitus in
RSUD Abdul Wahab Syahranie Samarinda. The samples in this study were patients with type 2 of diabetes
mellitus treated in hospitalization room with blood glucose levels were not controlled amounted to 30
respondents. The sampling technique used was purposive sampling. The results of study showed a significant
relationship between stress levels and blood glucose levels of patients with type 2 of Diabetes Mellitus in
RSUD Abdul Wahab Syahranie Samarinda (p = 0.010) with the positive direction of the relationship and the
strength of the correlation was medium. From the results of this study can be concluded that there was a
significant correlation between stress levels and blood glucose levels of patients with type 2 of Diabetes
Mellitus. The study recommends that health professionals, especially nurses would be able to pay attention to
aspects of patient’s stress and stress management can be implemented in order to help in reducing the
patient's blood glucose levels in addition to the pharmacological therapies also keep running.
Keywords: stress levels, blood glucose levels, type 2 of diabetes mellitus
0
Siti Khoiroh Muflihatin
peringkat Indonesia menduduki peringkat
LATAR BELAKANG
empat setelah Amerika Serikat, Cina dan
Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit
India (Aditama, 2012).
gangguan metabolisme menahun/kronik yang
ditandai dengan peningkatan kadar glukosa
Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar
darah (hiperglikemi) yang disebabkan karena
(Riskesdas) tahun 2013, prevalensi diabetes
jumlah insulin yang kurang atau jumlah
yang terdiagnosis oleh dokter sebesar 2.1 %
insulin cukup bahkan kadang-kadang lebih
dimana Prevalensi diabetes yang terdiagnosis
akan tetapi kurang efektif, kondisi ini disebut
dokter tertinggi terdapat di DI Yogyakarta
dengan resistensi insulin (Waspadji, 2012). Di
Indonesia DM
(2,6%), DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi Utara
merupakan ancaman yang
(2,4%)
serius bagi pembangunan kesehatan, DM
penyakit
penyakit
jantung
dan
lainnya
adalah
pembuluh
darah,
bahwa terdapat kenaikan jumlah penderita
diabetes melitus di Kalimantan Timur. Dari
kenaikan jumlah insidensi penyakit diabetes
kronik (Aditama, 2012). Hasil riset kesehatan
melitus tersebut, diabetes melitus tipe 2
dasar (Riskesdas) tahun 2007, menunjukkan
diabetes
merupakan
(2,3%).
1.5%, dari hasil tersebut menggambarkan
penyakit kanker dan penyakit paru paru
bahwa
Timur
penderita DM di Kalimantan Timur sbesar
menular (PTM) tertinggi yang berakibat pada
tiga
Kalimantan
Berdasarkan riskesdas tahun 2007 jumlah
merupakan satu dari empat penyakit tidak
kematian,
dan
merupakan
penyebab
jenis
yang paling banyak
ditemukan yaitu lebih dari 90 % kasus
kematian nomor enam dari seluruh kematian
(Soegondo, Soewondo & Subekti, 2011).
pada semua kelompok umur.
Meningkatnya
Berbagai
penelitian
epidemiologi
adanya
kecenderungan
menunjukkan
disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya
adalah faktor keturunan/genetik, obesitas,
peningkatan angka insidensi dan prevalensi
perubahan gaya hidup,
DM di berbagai penjuru dunia termasuk juga
glukosa darah,
sendiri berada pada peringkat ke-10 dengan
Organization)
dunia
(World
memperkirakan
kurangnya aktifitas fisik,
proses menua, kehamilan, perokok dan stres
jumlah penderita 7.3 juta jiwa (IDF, 2011).
kesehatan
pola makan yang
salah, obat-obatan yang mempengaruhi kadar
di Indonesia (Perkeni, 2011). Indonesia
Badan
jumlah penderita DM dapat
(Soegondo, Soewondo & Subekti, 2011).
Health
kenaikan
Pada penderita DM, stres fisiologi dan
jumlah penderita DM di Indonesia dari 8.4
emosional seperti keadaan sakit, infeksi dan
juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21.3 juta
pembedahan
jiwa pada tahun 2030. Kondisi ini membuat
hiperglikemia. Sebagai respon terhadap stres
1
Siti Khoiroh Muflihatin
dapat
menimbulkan
akan terjadi peningkatan hormon-hormon
Lavibond (1995). Dikatakan dalam kategori
stres yaitu glukagon, epinefrin, norepinefrin,
normal jika jumlah skor DASS 0 -14, stres
kortisol dan hormon pertumbuhan. Hormon-
ringan jika jumlah skor 15 – 18, stres sedang
hormon ini akan meningkatkan produksi
jika jumlah skor 19 – 25, stres berat jika
glukosa
mengganggu
jumlah skor 26 – 33 dan stres yang sangat
glukosa dalam jaringan otot
berat jika jumlah skor lebih dari 34. Skala
serta lemak dengan cara melawan kerja
stres DASS telah digunakan dan diujikan baik
insulin.
reliabilitas
oleh
penggunaan
hati
Menurut
dan
Lorentz
(2006),
stres
menyebabkan peningkatan sekresi hormon
maupun
validitasnya
oleh
Damanik (2006).
epineprin dan kortisol yang meningkatkan
Analisis
kadar glukosa darah.
data
dalam
penelitian
ini
menggunakan analisis data univariat dan
bivariat. Analisis univariat menggambarakan
METODE PENELITIAN
karakteristik
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif
korelasional
diteliti. Analisis univariat yang digunakan
dengan pendekatan Cross
dalam penelitian ini adalah menggunakan
sectioanl. Sampel pada penelitian ini adalah
mean,
pasien diabetes mellitus tipe 2 yang dirawat di
belum
responden
terkontrol
berjumlah
median
dan
standar
deviasi.
Sedangkan Analisis bivariat yang digunakan
ruang rawat inap dengan kadar glukosa darah
yang
masing masing variabel yang
dalam penelitian adalah
30
uji
Korelasi
Person.
. Tehnik pengambilan sampel
yang digunakan adalah purposif sampling.
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
hubungan tingkat stres dengan kadar glukosa
Tabel 1
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis
Kelamin dan Berat Badan (IMT) di RSUD
Abdul Wahab Syahranie Samarinda, (n = 30)
darah pasien DM tipe 2 di RSUD Abdul
Wahab Syahranie Samarinda.
Variabel
Alat dan metode pengumpulan data pada
penelitian ini
menggunkan kuesioner skor
skala DASS
untuk mengukur tingkat stres
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Berat Badan (IMT)
BB kurang
BB normal
BB lebih
responden. Sedangkan untuk mengukur kadar
glukosa
darah
responden
menggunakan glukometer.
dengan
F
%
10
20
33.3 %
66.7 %
3
14
13
10.0 %
46.7 %
43.3 %
Untuk penilaian
respon stres, peneliti menggunakan skala
Pada tabel 1 menunjukkan bahwa jenis
DASS (depression anxiety and stres scale)
kelamin responden pada penelitian ini paling
yang
banyak adalah perempuan (66.7%), dan
dikembangkan
oleh
Lavibond
&
2
Siti Khoiroh Muflihatin
*Bermakna pada α : 0.05
berdasarkan berat badan yang paling banyak
adalah berat badan normal (46.7%) dan berat
Pada tabel 3 terlihat bahwa rata-rata tingkat
badan lebih (43.3%).
stres responden adalah 22.40 dengan standar
deviasi 5.519., sedangkan rata rata kadar
Tabel 2
Distribusi Responden Berdasarkan Usia,
Stres dan Kadar Glukosa Darah di RSUD
Abdul Wahab Syahranie Samarinda (n = 30)
glukosa darah responden adalah 237.33 mg/dl
dengan standart deviasi 67.279 mg/dl. Dari
hasil korelasi person didapatkan nilai
N
Variabel
Mean
SD
o
1 Usia responden
2 Tingkat Stres
Responden
3 Kadar Glukosa
darah responden
52.90
8.75
Min-
95 %
Max
CI
40-70
49.63 56.17
P Value :
0.010 < 0.05 yang berarti bahwa terdapat
22.40
5.519
11-33
20.3424.46
237.3
3
67.279
133370
212,21
262.46
hubungan yang bermakna antara tingkat stres
dengan kadar glukosa darah pasien. Dari hasil
tersebut juga didapatkan nilai korelasi person
(r) sebesar 0.463 yang menunjukkan korelasi
positif dengan kekuatan korelasi sedang.
Tabel 1 mennjukkan bahwa rata-rata usia
PEMBAHASAN
responden adalah 52.90 tahun dengan standar
Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit
deviasi 8,75 dimana usia terendah responden
gangguan metabolisme menahun/kronik yang
adalah 40 tahun dan usia tertinggi adalah 70
ditandai dengan peningkatan kadar glukosa
tahun. Rata-rata tingkat stres responden
darah (hiperglikemi) yang disebabkan karena
adalah 22.40 denagn standart deviasi 5.519
jumlah insulin yang kurang atau jumlah
dimanaTingkat stres responden termasuk
insulin cukup bahkan kadang-kadang lebih
dalam
Rata-rata
akan tetapi kurang efektif, kondisi ini disebut
glukosa darah responden adalah 237.33 mg/dl
dengan resistensi insulin (Waspadji, 2012).
dengan standar deviasi 62.279 dimana kadar
DM dapat disebabkan oleh banyak faktor,
gula darah terendah responden adalah 133
diantaranya adalah faktor keturunan/genetik,
mg/dl dan kadar gula darah tertinggi adalah
obesitas, perubahan gaya hidup, pola makan
370 mg/dl.
yang salah, obat-obatan yang mempengaruhi
kategori
stres
sedang.
kadar glukosa darah,
Tabel 3
fisik, proses
Hubungan Tingkat stres dengan kadar glukosa
darah pasien di RSUD Abdul Wahab
Syahranie Samarinda (N=30)
N
Variabel
o
1 Tingkat Stres
2 Kadar
Glukosa darah
Mean
SD
r
P Value
22.40
237.33
5.519
67.279
0.463
0.010
kurangnya aktifitas
menua (usia), kehamilan,
perokok dan stres (Soegondo, Soewondo &
Subekti, 2011).
Usia merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kejadian diabetes melitus.
3
Siti Khoiroh Muflihatin
Dalam penelitian ini didapatkan hasil bahwa
dengan pendapat Corwin (2009)
rata-rata usia responden adalah 52.9 tahun
Novayanti (2012), yang menyatakan bahwa
dimana usia terendahnya adalah 40 tahun dan
wanita cenderung mengalami obesitas karena
usia tertinggi adalah 70 tahun. Rata-rata usia
peningkatan
hormon
responden diabetes melitus ini sesuai dengan
menyebabkan
peningkatan
teori yang menyatakan bahwa mayoritas DM
jaringan sub kutis, sehingga wanita memiliki
tipe 2 akan muncul pada penderita yang
resiko lebih besar terkena diabetes jika
berusia lebih dari 40 tahun (Waspadji,
memiliki gaya hidup yang tidak sehat.
Soebekti,
Yunir
&
Sukardji,
dalam
estrogen
yang
lemak
pada
2012).
Sedangkan menurut Soegondo, Suwondo &
Berdasarkan
Subekti (2011) faktor resiko penderita DM
bahwa responden yang memiliki berat badan
tipe 2 adalah usia ≥ 45 tahun. WHO
normal sebanyak 14 responden (46.7%),
menyebutkan
seseorang
sedangkan yang memiliki berat badan lebih
mencapai umur 30 tahun, maka konsentrasi
sebanyak 13 responden (43.3%), dari hasil
glukosa darah akan meningkat 1 – 2 mg %
statistik didapatkan bahwa rata-rata berat
pertahun pada saat puasa dan akan naik
badan responden berdasarkan “indeks massa
sekitar 5.6 – 13 mg% pada 2 jam setelah
tubuh” berada dalam kategori berat badan
makan, sehingga variabel usia merupakan
lebih dengan Rata-rata IMT 23,12.
salah satu faktor utama terjadinya kenaikan
Hasil penelitian ini sejalan dengan Perkeni
prevalensi diabetes serta gangguan toleransi
(2011) yang menyatakan bahwa prevalensi
glukosa (Rochmah dalam Sudoyo, 2009).
berat badan berlebih/obesitas pada DM
bahwa
setelah
hasil
penelitian
didapatkan
sampai saat ini masih cukup tinggi demikian
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa
juga kejadian DM dan gangguan toleransi
sebagian besar responden berjenis kelamin
glukosa pada obesitas juga sering dijumpai.
perempuan,
orang
Obesitas, terutama obesitas sentral secara
(66.7%). Hasil penelitian ini mendukung data
bermakna berhubungan dengan sindroma
yang didapatkan oleh Riskesdas (2007)
dismetabolik
dimana didapatkan hasil bahwa DM lebih
hipertensi) yang didasari oleh resistensi
banyak dijumpai pada perempuan (6.4%)
insulin (Perkeni, 2011). Pada obesitas sel-sel
dibandingkan dengan laki-laki (4.9%).
lemak yang menumpuk akan menghasilkan
Banyaknya jumlah penderita diabetes yang
beberapa zat yang digolongkan sebagai
berjenis kelamin perempuan pada penelitian
adipositokin yang jumlahnya lebih banyak
ini menurut asumsi peneliti dihubungkan
daripada keadaan tidak gemuk. Zat-zat ini
dengan faktor kegemukan yang merupakan
yang
faktor pencetus DM tipe 2, hal ini sesuai
insulin. Akibat resistensi ini glukosa darah
yaitu
sebanyak
20
4
Siti Khoiroh Muflihatin
(dislipidemia,
menyebabkan
hiperglikemia,
resistensi
terhadap
sulit masuk ke dalam sel sehingga glukosa di
DM. kondisi stres pada individu akan memicu
dalam darah meningkat (Nurrahmani,2012).
peningkatan hormon stres dalam tubuh yang
Obesitas juga menyebabkan respon sel beta
akan meningkatkan kadar glukosa darah
terhadap glukosa darah menjadi berkurang.
khususnya
Selain itu reseptor insulin pada target sel
pemberian insulin tidak diubah (Smeltzer &
diseluruh
dan
Bare,2010). Sebagai respon terhadap stres
jumlahnya berkurang sehingga insulin di
akan terjadi peningkatan hormon-hormon
dalam darah tidak dapat dimanfaatkan (ilyas
stres yaitu glukagon, epinefrin, norepinefrin,
dalam Soegondo, Soewondo & soebekti,
kortisol dan hormon pertumbuhan. Hormon-
2011).
hormon ini akan meningkatkan produksi
tubuh
kurang
sensitiv
bila
asupan
makanan
dan
glukosa oleh hati dan penggunaan glukosa
Dari hasil diatas didaptakan bahwa rata rata
dalam jaringan otot serta lemak dengan cara
tingkat stres responden adalah 22.40 yang
melawan kerja insulin sehingga kadar glukosa
jika dikategorikan termasuk dalam kategoi
darah meningkat.
stres
sedang.
Berdasarkan
hasil
analisa
bivariat didapatkan hasil bahwa terdapat
SIMPULAN DAN SARAN
hubungan yang signifikan antar tingkat stres
Kesimpulan
dengan kadar glukosa darah.
Rata-rata usia responden adalah 52.9 tahun
Penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang merupakan kategori usia yang rentan
novayanti (2012) yang mendapatkan hasil
untuk menderita DM tipe 2, mayoritas jenis
bahwa
yang
kelamin responden adalah perempuan, tingkat
menderita DM berdasarkan skala DASS
stres responden berada pada tingkat stres
berada pada tingkat sedang (23.58). Hal ini
sedang, sedangkan rata-rata berat badan
juga sejalan dengan pendapat Surwit (2002)
responden berdasarkan IMT adalah 23.12
yang mengatakan bahwa Stres merupakan
yang dikategorikan dalam kategori berat
kontributor
badan lebih dan Rata-rata kadar glukosa darah
rata-rata
stres
potensial
responden
untuk
kondisi
hiperglikemia pada penderita diabetes, selain
responden adalah 237.33 mg./dl
itu stres juga dapat mengganggu kontrol
diabetes secara tidak langsung melalui efek
Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa
pada diet, latihan dan perilaku perawatan diri
terdapat hubungan yang bermakna antara
penderita DM.
tingkat stres dengan kadar glukosa darah
pasien diabetes melitus tipe 2 di RSUD Abdul
Stres fisiologis dan emosional seperti keadaan
Wahab Syahranie samarinda dengan arah
sakit,
hubungan yang positif dengan kekuatan
infeksi
dan
pembedahan
dapat
menimbulan hiperglikemia pada penderita
korelasi sedang.
5
Siti Khoiroh Muflihatin
Lorentz,
M.
(2006).
Stress
and
psychoneuroimmunology
revisited:
Using mind body interventions to
reduce stress. Alternative Journal of
Nursing, 11, 1-11.
Pasiak, T., (2012). Tuhan dalam otak
manusia: Mewujudkan kesehatan
spiritual berdasarkan neurosains,
Bandung: Mizan.
Saran :
Stres merupakan salah satu faktor yang dapat
menyebabkan knaikan kadar glukosa darah,
untuk itu diharapkan kepada seluruh perawat
untuk bisa melakukan manajemen stres
sehingga kadar glukosa darah pasien dapat
terkendali.
Perkumpulan
Endokrinologi
Indonesia
(Perkeni).
(2011).
Konsensus
pengelolaan
dan
Pencegahan
Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia
2011. Jakarta: Author. Xviii
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai
acuan
untuk
peneliti
selanjutnya
untuk
meneliti topik yang sama dengan jumlah
sampel yang lebih besar dan memperhatikan
faktor diit
Smeltzer, S.C., Bare, B.G., Hinkle, J.L., &
Cheever, K.H. (2010). Texbook of
medical surgical nursing Brunner &
Suddarth’s. (11th.ed.). Philadelphia:
Lippincott William & Wilkins
dan pengobatan farmakologi
pasien sebagai faktor konfonding. Selain hal
tesebut
disarankan
untuk
penelitian
selanjutnya dimana dalam mengukur kadar
glukosa darah tidak menggunakan uji klinis
Soegondo, S., Soewondo, P., & Subekti, I.
(2011). Penatalaksanaan diabetes
melitus terpadu. (2th ed). Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
dengan glukometer akan tetapi dianjurkan
untuk
menggunakan
pemeriksaan
hasil
laboratrium hematologi untuk mendapatkan
hasil yang lebih akurat.
Waspadji, S., Soebekti, I., Yunir, E.M., &
Sukardji, K. (2012), Petunjuk praktis
bagi penyandang diabetes tipe 2.
Jakarta : Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, J.G., & Taylor, A.G. (2011). The
metabolic sindrome and mind body
terapies : A systematic review.
Journal of Nutrition and Metabolism.
11. 1-8.
.
6
Siti Khoiroh Muflihatin
Download