Jurnal Limit`s Vol. 8 No.2

advertisement
Volume 8 No.2 September 2012
Perancangan Sstem Informasi Geografis Daerah Penghasil Komoditas
Pertanian Unggul Di Indonesia
Berlin P. Sitorus
Rancang Bangun Game RPG (Role Playing Game) Again ST The Boss
Dengan Macromedia Flash Profesional 8
Hernalom M. Sitorus, Bosar Panjaitan, Glory Ganawil
Rancangan Sistem Informasi Nilai (Raport) berbasis Web di SMK Perwira
Pertumpun Gurusinga, Siti Fitrianah
Perancangan Dan Implementasi Sistem Informasi Pemesanan Tiket
Pesawat Pada PT. Maxima Mandira Wisata Berbasis WEB
Prionggo Hendradi dan Kunto Ari Wahyudi
Pengolahan Sampah Skala Rumah Tangga Menggunakan Metode Komposting
Yusriani Sapta Dewi, Tressnowati
Pengolahan Limbah Kelapa Sawit Seca Biologi Dalam Kolam Aerobik
Dan Anaerobik Dengan Memanfaatkan Mikroba
Nurani Retno Asih
I S SN
9
2161184
7 7 2 1 6 1
1 8 4 4 0 0
ISSN 0216-1184
Volume 8 Nomor 2 Tahun 2012
ISSN 0216-1184
JURNAL ILMIAH FAKULTAS TEKNIK
L I M I T’S
SUSUNAN REDAKSI
Pimpinan Umum/Penanggung Jawab:
Berlin Sitorus, S.Kom.,M.Kom (Dekan Fakultas Teknik)
Staff Ahli:
Dr. Ir. Jupiter Sitorus, M.Eng.
Dr. Yusriani Sapta Dewi, MSi.
Dr. Ir Tambak Manurung, MS.
Drs. S.H. Hutapea, M.Kom
Pimpinan Redaksi:
Ir. Nunung Nurhayati, M.Si
Sekretaris Redaksi:
Kiki Kusumawati, ST, MMSi.
Anggota Dewan Redaksi:
Drs. Charles Situmorang, M.Si.
Sukarno Bahat Nauli Sitorus, S.Kom., M.Kom.
Agung Priambodo, S.Kom., M.Kom.
Dra. Pertumpun Gurusinga, M.MSi.
Hernalom Sitorus, ST.,M.Kom.
Bosar Panjaitan, SSi.,M.Kom.
Riama Sibarani, SSi.M.MSi
Prionggo Hendradi, S.Kom.M.Kom
Sekretariat:
Lina Mursadi, SE.
Alamat Redaksi Publikasi Ilmiah:
Fakultas Teknik – Universitas Satya Negara Indonesia
Jl. Arteri Pondok Indah No. 11 Jakarta Selatan 12240 Indonesia
Telp. (021) 7398393, Fax: (021) 7200352
http://www.usni.ac.id
DAFTAR ISI
Perancangan Sstem Informasi Geografis Daerah Penghasil Komoditas
Pertanian Unggul Di Indonesia
Berlin P. Sitorus
Rancang Bangun Game RPG (Role Playing Game) Again ST The Boss
Dengan Macromedia Flash Profesional 8
Hernalom M. Sitorus, Bosar Panjaitan, Glory Ganawil
1 - 10
11 - 18
Rancangan Sistem Informasi Nilai (Raport) berbasis Web di SMK Perwira
Pertumpun Gurusinga, Siti Fitrianah
19 - 25
Perancangan Dan Implementasi Sistem Informasi Pemesanan Tiket
Pesawat Pada PT. Maxima Mandira Wisata Berbasis WEB
Prionggo Hendradi dan Kunto Ari Wahyudi
26 - 34
Pengolahan Sampah Skala Rumah Tangga
Menggunakan Metode Komposting
Yusriani Sapta Dewi, Tressnowati
Pengolahan Limbah Kelapa Sawit Seca Biologi Dalam Kolam Aerobik
Dan Anaerobik Dengan Memanfaatkan Mikroba
Nurani Retno Asih
35- 48
49 - 55
Jurnal Ilmiah Fakultas Teknik LIMIT’S Vol.8 No.2
PENGOLAHAN SAMPAH SKALA RUMAH TANGGA
MENGGUNAKAN METODE KOMPOSTING
Yusriani Sapta Dewi dan Treesnowati
Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik
Universitas Satya Negara Indonesia
[email protected]
Abstrak
Salah satu cara mengolah sampah organik adalah dengan metode komposting yang akan
menghasilkan kompos. Pada prinsipnya pengembangan teknologi pengomposan didasarkan pada proses
penguraian bahan organik yang terjadi secara alami. Prinsip pengomposan adalah untuk menurunkan
rasio C/N bahan organik hingga sama dengan C/N tanah (<20). Tujuan penelitian ini adalah mengolah
sampah rumah tangga pada skala rumah tangga dengan menggunakan metoda komposting,
sehingga didapat kompos dengan hasil yang terbaik. Metode yang digunakan adalah metode
eksperimen dengan menggunakan variasi activator EM4 dan jenis pupuk kandang. Analisis data
deskriptif. Hasil yang didapatkan adalah variasi 75 ml EM4 dari 100 ml aktivator pupuk kandang
kambing menghasilkan kompos dengan kandungan C/N optimal untuk mendukung perkembangan
generatif tanaman.
Kata kunci : sampah organik, komposting, EM4
abstract
One way to process organic waste composting is a method that will produce compost. In principle, the
development of composting technology is based on the decomposition process of organic materials that
occur naturally. The principle of composting is to lower the C / N ratio of organic matter to the same as the
C / N soil (<20). The purpose of this study was to process household waste at household level by using
the method of composting, making compost obtained the best results. The method used is an
experimental method using EM4 activator variations and types of manure. Descriptive data analysis. The
result is variation in 75 ml of 100 ml EM4 activator produces goat manure compost with the content of C/N
optimized to support the development of generative plants.
Keywords: organic waste, composting, EM4
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Sampah didefinisikan sebagai limbah yang bersifat padat terdiri dari bahan organik dan bahan
anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan
dan melindungi investasi pembangunan (SNI Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah
Perkotaan, 2004). Bila diasumsikan rata-rata volume sampah per orang sebesar 3 l/orang/hari, maka
3
volume sampah di Indonesia pada tahun 1971 adalah 357.624,687 m /hari dan meningkat di tahun 2010
3
menjadi 712.923,978 m /hari.
Meningkatnya timbulan sampah dari hari ke hari bila tidak dikelola dengan baik maka akan
menimbulkan permasalahan. Pengelolaan sampah perkotaan saat ini dikelola oleh Pemerintah Daerah.
PEMDA saat ini belum menempatkan pengelolaan persampahan sebagai prioritas pembangunan sejajar
dengan aspek pembangunan penting lainnya, sehingga hal tersebut menimbulkan masalah mulai dari
sistem pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan. Masalah pada sistem pengumpulan antara lain
35
Jurnal Ilmiah Fakultas Teknik LIMIT’S Vol.8 No.2
adalah belum adanya kesadaran masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya, sehingga
menyebabkan banyak sampah yang tercecer di luar tempat pengumpulan sampah. Pada sistem
pengangkutan masalah yang timbul umumnya karena jumlah armada tidak sebanding dengan jumlah
sampah yang harus diangkut, sehingga banyak sampah yang tersimpan lama di tempat pengumpulan
sebelum akhirnya dibuang ke tempat pembuangan akhir. Pada sistem pembuangan, masalah yang
umumnya terjadi adalah lahan yang tersedia tidak sesuai dengan sampah yang harus diolah.
Rata-rata sampah di Indonesia terbanyak bersumber dari permukiman dan pasar tradisional.
Pada sebuah penelitian diketahui bahwa sampah yang berasal dari permukiman umumnya sangat
beragam, tetapi secara umum minimal 75% terdiri dari sampah organik dan sisanya anorganik.
Sedangkan sampah pasar khusus seperti pasar sayur mayur, pasar buah, atau pasar ikan, jenisnya
relatif
seragam,
sebagian
besar
(95%)
berupa
sampah
organic
(http://id.wikipedia.org/wiki/Sampah_Organik, ---).
Terdapat berbagai macam cara mengolah sampah organik, salah satunya adalah komposting
yang akan menghasilkan kompos. Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran
bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba
dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembap, dan aerobik atau anaerobik (Crawford.J.H, ---).
Sedangkan pengomposan adalah proses di mana bahan organik mengalami penguraian secara biologis,
khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat
kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih
cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup,
pengaturan aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan (http://id.wikipedia.org/wiki/Kompos, ---).
Dari latar belakang masalah di atas, maka menerik untuk diteliti tentang proses composting.
Rumusan Masalah
Bagaimana proses mengolah sampah skala rumah tangga menggunakan metode composting ?
Tujuan Penelitian
Mengolah sampah rumah tangga pada skala rumah tangga
dengan menggunakan metoda
komposting, sehingga didapat kompos dengan hasil yang terbaik.
LANDASAN TEORI
Umum
Secara alami bahan-bahan organik akan mengalami penguraian di alam dengan bantuan
mikroba maupun biota tanah lainnya. Namun proses pengomposan yang terjadi secara alami
berlangsung lama dan lambat. Untuk mempercepat proses pengomposan ini telah banyak dikembangkan
teknologi-teknologi pengomposan. Baik pengomposan dengan teknologi sederhana, sedang, maupun
teknologi tinggi. Pada prinsipnya pengembangan teknologi pengomposan didasarkan pada proses
penguraian bahan organik yang terjadi secara alami. Proses penguraian dioptimalkan sedemikian rupa
sehingga pengomposan dapat berjalan dengan lebih cepat dan efisien. Teknologi pengomposan saat ini
menjadi sangat penting artinya terutama untuk mengatasi permasalahan limbah organik, seperti untuk
mengatasi masalah sampah di kota-kota besar, limbah organik industri, serta limbah pertanian dan
perkebunan.
Teknologi pengomposan sampah sangat beragam, baik secara aerobik maupun anaerobik,
dengan atau tanpa aktivator pengomposan. Aktivator pengomposan yang sudah banyak beredar antara
lain: PROMI (Promoting Microbes), OrgaDec, SuperDec, ActiComp, BioPos, EM4, Green Phoskko
Organic Decomposer dan SUPERFARM (Effective Microorganism)atau menggunakan cacing guna
mendapatkan kompos (vermicompost). Setiap aktivator memiliki keunggulan sendiri-sendiri.
Pengomposan secara aerobik paling banyak digunakan, karena mudah dan murah untuk
dilakukan, serta tidak membutuhkan kontrol proses yang terlalu sulit. Dekomposisi bahan dilakukan oleh
mikroorganisme di dalam bahan itu sendiri dengan bantuan udara. Sedangkan pengomposan secara
anaerobik memanfaatkan mikroorganisme yang tidak membutuhkan udara dalam mendegradasi bahan
organik.
36
Jurnal Ilmiah Fakultas Teknik LIMIT’S Vol.8 No.2
Dasar-dasar Pengomposan
Bahan-Bahan Yang Dapat Dikomposkan
Pada dasarnya semua bahan-bahan organik padat dapat dikomposkan, misalnya: limbah organik
rumah tangga, sampah-sampah organik pasar/kota, kertas, kotoran/limbah peternakan, limbah-limbah
pertanian, limbah-limbah agroindustri, limbah pabrik kertas, limbah pabrik gula, limbah pabrik kelapa
sawit, dll. Bahan organik yang sulit untuk dikomposkan antara lain: tulang, tanduk, dan rambut.
Faktor yang memengaruhi proses Pengomposan
Setiap organisme pendegradasi bahan organik membutuhkan kondisi lingkungan dan bahan
yang berbeda-beda. Apabila kondisinya sesuai, maka dekomposer tersebut akan bekerja giat untuk
mendekomposisi limbah padat organik. Apabila kondisinya kurang sesuai atau tidak sesuai, maka
organisme tersebut akan dorman, pindah ke tempat lain, atau bahkan mati. Menciptakan kondisi yang
optimum untuk proses pengomposan sangat menentukan keberhasilan proses pengomposan itu sendiri.
Faktor-faktor yang memperngaruhi proses pengomposan antara lain:
1. Rasio C/N
Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30: 1 hingga 40:1. Mikroba
memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk sintesis protein. Pada rasio
C/N di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein.
Apabila rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga
dekomposisi berjalan lambat.
Umumnya, masalah utama pengomposan adalah pada rasio C/N yang tinggi, terutama jika bahan
utamanya adalah bahan yang mengandung kadar kayu tinggi (sisa gergajian kayu, ranting, ampas
tebu, dsb). Untuk menurunkan rasio C/N diperlukan perlakuan khusus, misalnya menambahkan
mikroorganisme selulotik (Toharisman, A. 1991) atau dengan menambahkan kotoran hewan karena
kotoran hewan mengandung banyak senyawa nitrogen.
2. Ukuran Partikel
Aktivitas mikroba berada di antara permukaan area dan udara. Permukaan area yang lebih luas akan
meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih
cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk
meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut.
3. Aerasi
Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen(aerob). Aerasi secara
alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan
udara yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh porositas dan
kandungan air bahan(kelembapan). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob
yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan
pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos.
4. Porositas
Porositas adalah ruang di antara partikel di dalam tumpukan kompos. Porositas dihitung dengan
mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan
udara. Udara akan mensuplai Oksigen untuk proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air,
maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu.
5. Kelembapan (Moisture content)
Kelembapan memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme mikroba dan
secara tidak langsung berpengaruh pada suplay oksigen. Mikrooranisme dapat memanfaatkan bahan
organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam air. Kelembapan 40 - 60 % adalah kisaran
optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembapan di bawah 40%, aktivitas mikroba akan
mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembapan 15%. Apabila kelembapan lebih
besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan
menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap.
6. Temperatur/suhu
Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan langsung antara peningkatan suhu dengan
konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan
37
Jurnal Ilmiah Fakultas Teknik LIMIT’S Vol.8 No.2
7.
8.
9.
10.
semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada
o
tumpukan kompos. Temperatur yang berkisar antara 30 - 60 C menunjukkan aktivitas pengomposan
o
yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60 C akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba
thermofilik saja yang akan tetap bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikrobamikroba patogen tanaman dan benih-benih gulma.
pH
Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang optimum untuk proses
pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5. pH kotoran ternak umumnya berkisar antara 6.8
hingga 7.4. Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH
bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan asam, secara temporer atau lokal, akan
menyebabkan penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa
yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase awal pengomposan. pH kompos
yang sudah matang biasanya mendekati netral.
Kandungan Hara
Kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan dan biasanya terdapat di dalam
kompos-kompos dari peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan oleh mikroba selama proses
pengomposan.
Kandungan Bahan Berbahaya
Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi kehidupan
mikroba. Logam-logam berat seperti Mg, Cu, Zn, Nickel, Cr adalah beberapa bahan yang termasuk
kategori ini. Logam-logam berat akan mengalami imobilisasi selama proses pengomposan.
Lama pengomposan
Lama waktu pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang dikomposkan, metode
pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa penambahan aktivator pengomposan.
Secara alami pengomposan akan berlangsung dalam waktu beberapa minggu sampai 2 tahun
hingga kompos benar-benar matang.
Strategi Mempercepat Proses Pengomposan
Pengomposan dapat dipercepat dengan beberapa strategi. Secara umum strategi untuk
mempercepat proses pengomposan dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu:
1. Memanipulasi kondisi/faktor-faktor yang berpengaruh pada proses pengomposan.
2. Menambahkan organisme yang dapat mempercepat proses pengomposan: mikroba pendegradasi
bahan organik dan vermikompos (cacing).
3. Menggabungkan strategi pertama dan kedua.
1.
2.
3.
4.
Strategi ini banyak dilakukan di awal-awal berkembangnya teknologi pengomposan.
Kondisi atau faktor-faktor pengomposan dibuat seoptimum mungkin. Sebagai contoh, rasio C/N
yang optimum adalah 25-35:1. Untuk membuat kondisi ini bahan-bahan yang mengandung rasio
C/N tinggi dicampur dengan bahan yang mengandung rasio C/N rendah, seperti kotoran ternak.
Ukuran bahan yang besar-besar dicacah sehingga ukurannya cukup kecil dan ideal untuk proses
pengomposan. Bahan yang terlalu kering diberi tambahan air atau bahan yang terlalu basah
dikeringkan terlebih dahulu sebelum proses pengomposan. Demikian pula untuk faktor-faktor
lainnya.
Strategi proses pengomposan yang saat ini banyak dikembangkan adalah mengabungkan
dua strategi di atas. Kondisi pengomposan dibuat seoptimal mungkin dengan menambahkan
aktivator pengomposan.
Seringkali tidak dapat menerapkan seluruh strategi pengomposan di atas dalam waktu
yang bersamaan. Ada beberapa pertimbangan yang dapat digunakan untuk menentukan strategi
pengomposan:
Karakteristik bahan yang akan dikomposkan.
Waktu yang tersedia untuk pembuatan kompos.
Biaya yang diperlukan dan hasil yang dapat dicapai.
Tingkat kesulitan pembuatan kompos
38
Jurnal Ilmiah Fakultas Teknik LIMIT’S Vol.8 No.2
Prinsip Proses Pengomposan
Bahan organik tidak dapat digunakan secara langsung oleh tanaman karena perbandingan
kandungan C/N dalam bahan tersebut tidak sesuai dengan C/N tanah. Rasio C/N merupakan
perbandingan antara karbohidrat (C) dan nitrogen (N). Rasio C/N tanah berkisar antara 10-12. Apabila
bahan organik mempunyai rasio C/N mendekati atau sama dengan rasio C/N tanah, maka bahan
tersebut dapat digunakan tanaman. Namun pada umumnya bahan organik segar mempunyai rasio C/N
tinggi (jerami 50-70, dedaunan tanman 50-60, kayu-kayuan > 400, dll).
Prinsip pengomposan adalah untuk menurunkan rasio C/N bahan organik hingga sama dengan
C/N tanah (<20). Semakin tinggi rasio C/N bahan organik maka proses pengomposan atau perombakan
bahan semakin lama. Waktu yang dibutuhkan bervariasi dari satu bulan hingga beberapa tahun
tergantung bahan dasar. Proses perombakan bahan organik terjadi secara biofisika-kimia, melibatkan
aktivitas biologi mikroba dan mesofauna. Secara alami proses peruraian tersebut bisa dalam keadaan
aerob (dengan O2) maupun anaerob (tanpa O2). Proses penguraian aerob dan anaerob secara garis
besar sebagai berikut:
Mikroba aerob
Bahan organik + O2
-------------------->
H2O + CO2 + hara + humus + energi
N, P, K
Bahan organik
Mikroba anaerob
-------------------->
N, P, K
CH4 + hara + humus
Pada bahan organik yang telah terdekomposisi (menjadi kompos) telah terjadi proses
mineralisasi unsur hara dan terbentuk humus yang sangat bermanfaat bagi kesuburan dan
kesehatan tanah. Organisme apa saja yang terlibat dalam pengomposan dapat dilihat pada tabel
1.
Tabel 1. Organisme Yang Terlibat Dalam Proses Pengomposan
Kelompok Organisme
Organisme
Jumlah/gr kompos
9
9
5
8
4
Mikroflora
Bakteri; Aktinomicetes;
10 - 10 ; 10 10 ; 10 6
Kapang
10
4
5
Mikrofanuna
Protozoa
10 - 10
Makroflora
Jamur tingkat tinggi
Makrofauna
Cacing tanah, rayap,
semut, kutu, dll
Sumber: -----, Kompos, http://id.wikipedia.org/wiki/Kompos, ---Sifat dan Karakteristik Kompos
Karakteristik umum yang dimiliki kompos antara lain: (1) mengandung unsur hara dalam jenis
dan jumlah bervariasi tergantung bahan asal; (2) menyediakan unsur hara secara lambat (slow release)
dan dalam jumlah terbatas; dan (3) mempunyai fungsi utama memperbaiki kesuburan dan kesehatan
tanah. Berikut ini diuraikan fungsi kompos dalam memperbaiki kualitas kesuburan fisik, kimia dan biologi
tanah.

Sifat Fisika Tanah
Kompos memperbaiki struktur tanah yang semula padat menjadi gembur sehingga mempermudah
pengolahan tanah. Tanah berpasir menjadi lebih kompak dan tanah lempung menjadi lebih
gembur. Penyebab kompak dan gemburnya tanah ini adalah senyawa-senyawa polosakarida
yang dihasilkan oleh mikroorganisme pengurai serta miselium atau hifa yang berfungsi sebagai
perekat partikel tanah. Dengan struktur tanah yang baik ini berarti difusi O 2 atau aerasi akan lebih
banyak sehingga proses fisiologis di akar akan lancar. Perbaikan agregat tanah menjadi lebih
cepat sehingga mempermudah penyerapan air ke dalam tanah dan proses erosi dapat dicegah.
Kadar bahan organik yang tinggi di dalam tanah memberikan warna tanah yang lebih gelap
(warna humus coklat kehitaman), sehingga penyerapan energi sinar matahari lebih banyak dan
fluktuasi suhu di dalam tanah dapat dihindarkan. Institut Pertanian Bogor (IPB) melaporkan bahwa
39
Jurnal Ilmiah Fakultas Teknik LIMIT’S Vol.8 No.2
takaran kompos sebanyak 5 ton/ha meningkatkan kandungan air tanah pada tanah-tanah yang
subur.

Sifat Kimia Tanah
Kompos merupakan sumber hara makro dan mikromineral secara lengkap meskipun dalam
jumlah yang relatif kecil (N, P, K, Ca, Mg, Zn, Cu, B, Zn, mo dan SI). Dalam jangka panjang,
pemberian kompis dapat memperbaiki pH dan meningkatkan hasil tanaman pertanian pada tanahtanah masam. Pada tanah-tanah yang kandungan P tersedia rendah, bentuk fosfat organik
mempunyai peranan penting dalam penyediaan hara tanaman karena hampir sebagian besar P
yang diperlukan tanaman terdapat pada senyawa P-organik. Sebagian besar P-organik dalam
organ tanaman terdapat sebagai fitin, fosfolipid, dan asam nukleat. Kedua yang terakhir hanya
terdapat sedikit dalam bahan organik tanah karena senyawa tersebut sangat penting dalam tanah
(karena kemampuannya membentuk senyawa dengan kation poilvalen), terdapat dalam jumlah
relatif tinggi, tetapi yang dekomposisinya lambat ialah inositol.
Kompos juga mengandung humus (bunga tanah) yang sangat dibutuhkan untuk peningkatan hara
makro dan mikro dan sangat dibutuhkan tanaman. Misel humus mempunyai kapasitas tukar kation
(KTK) yang lebih besar daripada misel lempung (3 – 10 kali) sehingga penyediaan hara makro
dan mikromemineral lebih lama. Kapasitas tukar kation (KTK) asam-asam organik dari kompis
lebih tinggi dibandingkan mineral liat, namun lebih peka terhadap perubahan pH karena
mempunyai sumber muatan tergantung pH (pH dependent change). Pada nilai pH 3,5, KTK liat
-1
dan C-organik sebesar 45,5 dan 199,5 me 100 g sedangkan pada pH 6,5 meningkat menjadi 63
-1
-1
dan dan 325,5 me 100 g . Nilai KTK mineral liat kaolinit (3-5 me 100 g ), linit (30 – 40 me 100 g
1
-1
-1
), montmorilonit (80 – 150 me 100 g ), sedangkan pada asam humat (485 -870 me 100 g ) dan
-1
asam fulfat (1.400 me 100 g ). Oleh karena itu, penambahan kompos ke dalam tanah dapat
meningkatkan nilai KTK tanah (Tan KH, 1991).
Peranan bahan organik yang juga penting pada tanah adalah kemampuannya bereaksi dengan
ion logam untuk membentuk senyawa kompleks. Dengan demikian ion logam yang bersifat
meracuni tanaman serta merugikan penyediaan hara pada tanah seperti Al, Fe dan Mn dapat
diperkecil dengan adanya khelat dengan bahan organik.

Sifat Biologi Tanah
Kompos banyak mengandung mikroorganisme (fungi, aktinomisetes, bakteri dan alga). Dengan
ditambahkannya kompos ke dalam tanah tidak hanya jutaan mikroorganisme yang ditambahkan,
akan tetapi mikroorganisme yang ada dalam tanah juga terpacu untuk berkembang. Proses
dekomposisi lanjut oleh mikro-organisme akan tetap terus berlangsung tetapi tidak mengganggu
tanaman. Gas CO2 yang dihasilkan mikroorganisme tanah akan dipergunakan untuk fotosintesis
tanaman, sehingga pertumbuhan tanaman akan lebih cepat. Amonifiksi, nitrifikasi, dan fiksasi
nitrogen juga meningkat karena pemberian bahan organik sebagai sumber karbon yang
terkandung di dalam kompos. Aktivitas berbagai mikroorganisme di dalam kompos menghasilkan
hormon-hormon pertumbuhan, misalnya auksin, giberelin dan sitokirin yang memacu pertumbuhan
dan perkembangan akar-akar rambut sehingga daerah pencarian makanan lebih luas. Pemberian
kompos pada lahan sawah akan membantu mengendalikan atau mengurai populasi nematoda,
karena bahan organik memacu perkembangan musuh alam nematoda, yaitu cendawan dan
bakteri serta memberi kondisi yang kurang menguntungkan bagi perkembangan nematoda (Ladd,
JN, 1985).
Jenis dan Sumber Bahan Kompos
Bahan organik yang dapat digunakan sebagai sumber pupuk organik dapat berasal dari limbah
hasil pertanian dan non pertanian (limbah kota dan limbah industri) (Kurnia, U, Setyorini, T. Prihatini, S.
Rochayati, Sutono dan H Suganda, 2001). Dari hasil pertanian antara lain berupa sisa tanaman (jerami
dan brangkasan), sisa hasil pertanian (sekam padi, kulit kacang tanah, ampas tebu, dan belontong),
pupuk kandang (kotoran sapi, kerbau, ayam, itik dan kuda), dan pupuk hijau. Limbah kota atau sampah
40
Jurnal Ilmiah Fakultas Teknik LIMIT’S Vol.8 No.2
organik kota biasanya dikumpulkan dari pasar-pasar atau sampah rumah tangga dari daerah
permukiman serta taman-taman kota. Limbah industri yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik
antara lain limbah industri pangan. Berbagai bahan organik tersebut dapat dijadikan pupuk organik
melalui teknologi pengomposan sederhana maupun dengan penambahan mikroba perombak serta
pengkayaan dengan hara lain.
Pupuk organik yang berasal dari pupuk kandang merupakan bahan pembenah tanah yang paling
baik dibanding bahan pembelah lainnya. Kadar hara yang dikandung pupuk organik pada umumnya
rendah dan sangat bervariasi. Sebagai bahan pembenah tanah, pupuk organik membantu dalam
mencegah terjadinya erosi dan mengurangi terjadinya retakan tanah. Pemberian bahan organik mampu
meningkatkan kelembapan tanah dan memperbaiki porositas tanah.
Sisa Tanaman
Kandungan hara beberapa tanaman pertanian ternyata cukup tinggi dan bermanfaat
sebagai sumber energi utama mikroorganisme di dalam tanah. Apabila digunakan sebagai
mulsa, maka ia akan mengontrol kehilangan air melalui evaporasi dari permukaan tanah, dan
pada saat yang sama dapat mencegah erosi tanah. Hara dalam tanaman dapat dimanfaatkan
setelah tanaman mengalami dekompososisi. Kandungan haranya sangat bervariasi tergantung
dari jenis bahan tanaman. Rasio C/N sisa tanaman bervariasi dari 80:1 pada jeram gandum
hingga 20:1 pada tanaman legum. Selama proses dekomposisi ini nilai rasio C/N akan menurun
mendekati 10:1 pada saat bahan tersebut bercampur dengan tanah.
Kotoran Hewan
Kotoran hewan yang berasal dari usaha tani pertanian antara lain adalah kotoran ayam,
sapi, kerbau, kambing, kuda dsb. Komposisi hara pada masing-masing kotoran hewan berbeda
tergantung pada jumlah dan jenis makanannya. Secara umum, kandungan hara dalam kotoran
hewan jauh lebih rendah daripada pupuk kimia sehingga takaran penggunaannya juga akan lebih
tinggi. Hara dalam kotoran hewan ini ketersediaannnya lambat sehingga tidak mudah hilang.
Ketersediaan hara sangat dipengaruhi oleh tingkat dekomposisi/mineralisasi dari bahan-bahan
tersebut. Rendahnya ketersediaan hara dari pupuk kandang antara lain disebabkan karena
bentuk N, P serta unsur lain terdapat dalam bentuk senyawa kompleks organo protein atau
senyawa asam humat atau lignin yang sulit terdekomposisi. Selain mengandung hara
bermanfaat, pupuk kandang juga mengandung bakteri saprolitik, pembawa penyakit, dan parasit
mikroorganisme yang dapat membahayakan hewan atau manusia. Contohnya: kotoran ayam
mengandung salmonela sp. Oleh karena itu pengelolaan dan pemanfaatan pupuk kandang harus
hati-hati.
Tabel 2 Kandungan Hara Beberapa Jenis Kotoran Hewan
N
P
K
Ca
Mg
S
Fe
%
%
%
%
%
%
%
Sapi perah
0.53
0.35
0.41
0.28
0.11
0.05
0.004
Sapi daging
0.65
0.15
0.3
0.12
0.1
0.09
0.004
Kuda
0.7
0.1
0.58
0.79
0.14
0.07
0.01
Unggas
1.5
0.77
0.89
0.3
0.88
0
0.1
Sumber
Domba
1.28 0.19 0.93 0.59 0.19 0.09
0.02
Sumber: Tan K H, 1993, Environmental Soil Science, Marcel Dekker Inc, New York
Hasil penelitian pembuatan kompos dari kotoran hewan di Jepang menunjukkan bahwa
10 – 25 % dari N dalam bahan asal kompos akan hilang sebagai gas NH3 selama proses
pengomposan. Selain itu dihasilkan pula 5% CH4 dan sekitar 30% N2O yang berpotensi untuk
mencemari lingkungan sekitarnya. Sebaliknya kan terjadi penyusutan volume bahan dan
mempunyai rasio C/N yang lebih rendah dan suhu 60 – 65oC saat proses pengomposan
berakhir.
41
Jurnal Ilmiah Fakultas Teknik LIMIT’S Vol.8 No.2
Kematangan Kompos
Kematangan kompos ditunjukkan oleh hal-hal berikut:
 C/N rasio mempunyai nilai (10 – 20) : 1
 Suhu sesuai dengan suhu air tanah
 Berwarna kehitaman dan tekstur seperti tanah
 Berbau tanah
 Tidak Mengandung Bahan Asing seperti :
Semua bahan pengotor organik atau anorganik seperti logam, gelas, plastik dan karet.
Pencemar lingkungan seperti senyawa logam berat, B3 dan kimia organik seperti
pestisida
Unsur Mikro
Unsur mikro nilai-nilai ini dikeluarkan berdasarkan:
 Konsentrasi unsur-unsur mikro yang penting untuk pertumbuhan tanaman (khususnya
Cu, Mo, Zn)
 Logam berat yang dapat membahayakan manusia dan lingkungan tergantung pada
konsentrasi maksimum yang diperbolehkan dalam tanah, seperti dalam spesifikasi
kompos dari sampa organik domestik
Organisme Patogen
Organisme pathogen tidak melampaui batas berikut:
 Fecal coli 1000 MPN/gr total solid dalam keadaan kering
 Salmonella sp 3 MPN/4 gr total solid dalam keadaan kering
Hal tersebut dapat dicapai dengan menjaga kondisi operasi pengomposan pada temperatur
o
55 C.
Pencemar Organik
Kompos yang dibuat tidak mengandung bahan aktif pestisida yang dilarang sesuai
dengan Kepmen Pertanian No 434.1/KPTS/TP.27/7/2001 tentang Syarat dan Tata Cara
Pendaftaran Pestisida pada Pasal 6 mengenai jenis-jenis pestisida yang mengandung bahan
akrif yang telah dilarang.
Karakteristik Lainnya
 Bahan organik
: Minimal 27%
 Kadar air
: Maksimal yang diperbolehkan 50%
 Indikator nilai agronomis : - pH dari kompos harus netral
- konsentrasi N, P2O5 dan K2O, konsentrasi unsur humus utama
dalam kompos N, P2O5 dan K2O dari masing-masing tipe
kompos tergantung dari penggunaan.
- Kemampuan mengikat air, kemampuan kompos dalam
mengikat air untuk menetapkan dalam mengevaluasi kualitas
kompos
METODOLOGI PENELITIAN
Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen.
Bahan dan Alat
dengan bahan baku pembuatan adalah : sayuran bahan baku kompos, pupuk kandang dan sapi, tanah
penutup, EM4 (effectivitas mikroorganisme), gula jawa, pot plastic, sekop pengaduk, plastik penutup,
thermometer.
42
Jurnal Ilmiah Fakultas Teknik LIMIT’S Vol.8 No.2
Tabel 3. Skema variasi penelitian
No
EM4 + Gula Jawa
Percobaan
50 ml
1
I
2
II
3
III
4
IV
5
V
6
VI
75 ml
Pupuk Kandang
100 ml
×
Sapi
Kambing
×
×
×
×
×
×
×
×
×
×
tanah penutup
3 cm
pupuk kandang
3 cm
sampah organik
10 cm
tanah dasar
3 cm
×
Gambar 1. Skema pembuatan kompos
Prosedur Pengujian
Sampah organik
(sayuran segar)
Pengukuran
volume sampah
Larutan EM4
Pot plastik yang telah
diberi dasar lapisan tanah
proses pengomposan 3 minggu
penutupan dengan
pupuk kandang dan tanah
Pemantauan
setiap hari:
pengukuran suhu
dan pembalikan
Pengukuran C/N
rasio diakhir
penelitian
Kompos Matang
Gambar 2. Diagram alir penelitian
43
Jurnal Ilmiah Fakultas Teknik LIMIT’S Vol.8 No.2
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan pada percobaan ini adalah:
1.
Proses komposting
- Perubahan suhu harian
- Perubahan fisik
2.
Setelah menjadi kompos
- Proses pertumbuhan di masing-masing media kompos
Perubahan Suhu Harian
Dari pengamatan temperatur harian, diketahui bahwa temperatur untuk percobaan yang menggunakan
pupuk kandang kambing lebih berfluktuasi
Tabel 3.Pengamatan Temperatur Harian
PERCOBAAN
URAIAN
1
2
3
4
5
6
50
75
100
50
75
100
Pupuk kandang
sapi
sapi
sapi
kambing
kambing
kambing
Mulai percobaan
28/5/2012
28/5/2012
30/5/2012
30/5/2012
31/5/2012
31/5/2012
hari ke-1
25
25
25
25
27
27
hari ke-2
30
35
32
29
28
28
hari ke-3
27
29
28
28
30
30
hari ke-4
25
28
29
30
29
30
hari ke-5
25
28
28
28
29
30
hari ke-6
25
28
29
29
29
30
hari ke-7
32
28
29
29
29
29
hari ke-8
30
28
29
30
28
28
hari ke-9
28
27
28
28
29
28
hari ke-10
28
28
28
29
28
27
hari ke-11
27
26
28
28
29
28
hari ke-12
27
27
28
28
29
28
hari ke-13
26
27
28
28
27
27
hari ke-14
27
28
27
27
28
28
hari ke-15
28
28
28
28
28
28
hari ke-16
27
27
28
29
28
28
hari ke-17
28
28
28
28
27
27
hari ke-18
28
28
27
27
28
28
EM + gula jawa (ml)
o
Temperatur ( C):
Keterangan :
Pembalikan
44
Jurnal Ilmiah Fakultas Teknik LIMIT’S Vol.8 No.2
Pengamatan Suhu
Percobaan 2
Pengamatan Suhu
Percobaan 1
30
Perkembangan
temperatur
Temperatur ( oC)
25
20
15
10
5
0
Temperatur ( oC)
35
40
35
30
25
20
15
10
5
0
Perkembangan
temperatur
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Hari
Axis ke
Title
Hari
Axis ke
Title
Gb. 3. Pengamatan Temperatur Harian Percobaan 1
Gb. 4. Pengamatan Temperatur Harian Percobaan 2
Pengamatan Suhu
Percobaan 4
Pengamatan Suhu
Percobaan 3
30
Perkembangan
temperatur
Temperatur ( oC)
25
20
15
10
5
0
Temperatur ( oC)
35
31
30
29
28
27
26
25
24
23
22
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Hari
Axis ke
Title
Hari ke
Gb. 5. Pengamatan Temperatur Harian Percobaan 3
Gb. 6. Pengamatan Temperatur Harian Percobaan 4
Pengamatan Suhu
Percobaan 6
Perkembangan
temperatur
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Hari ke
Gb. 7. Pengamatan Temperatur Harian Percobaan 5
Temperatur ( oC)
Temperatur ( oC)
Pengamatan Suhu
Percobaan 5
30.5
30
29.5
29
28.5
28
27.5
27
26.5
26
25.5
Perkembangan
temperatur
30.5
30
29.5
29
28.5
28
27.5
27
26.5
26
25.5
Perkembangan
temperatur
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Hari ke
Gb. 8. Pengamatan Temperatur Harian Percobaan 6
Peningkatan suhu
pada proses komposting merupakan satu gambaran aktivitas
mikroorganisma (Kahlon & Kalra. 1986). Pada peringkat ini yaitu fasa lag, mikroorganisma
campuran sedang menyesuaikan diri dan beradaptasi dengan lingkungan baru (Pagga 1999;
Polprasert 1985). Fasa lag akan diikuti dengan peningkatan suhu sehingga mencapai suhu
maksimum. Mikroba yang aktif pada kondisi suhu tinggi adalah mikroba termofilik. Pada saat ini
terjadi penguraian bahan organik yang sangat aktif. Mikrobamikroba di dalam kompos dengan
menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik menjadi CO 2, uap air dan panas (Rynk,
1992)
Untuk pengontrolan suhu supaya memenuhi syarat optimum penguraian pada timbunan
kompos dilakukan pengudaraan langsung ke timbunan kompos dengan cara pembalikan
(Robinzon et al, 2000). Pembalikan yang dilakukan mulai di hari ke-11 menyebabkan suhu di
hari selanjutnya menurun dan stabil.
45
Jurnal Ilmiah Fakultas Teknik LIMIT’S Vol.8 No.2
Pengamatan Pada Perubahan Fisik
-
Untuk menjaga suhu dan kelembaban kompos yang merata maka dilakukan pembalikan.
Pembalikan dilakukan pada perioda hari ke-11 hingga hari ke-16. Temuan yang didapat selama
proses komposting adalah sbb:
Sampel 1
:
hari ke 3 timbul air lindi
Sampel 2
:
hari ke 3 timbul air lindi
hari ke 16 tumbuh lalat kecil dan kondisi tanah kompos basah
Sampel 3
:
hari ke 3 timbul air lindi
Sampel 4
:
hari ke 3 timbul air lindi
Sampel 5
:
hari ke 3 timbul air lindi
hari ke 13 tumbuh ulat dan kondisi tanah kompos basah
Sampel 6
:
hari ke 3 timbul air lindi
hari ke 13 tumbuh lalat kecil dan kondisi tanah kompos basah
Pada hari ke-18 semua sampel memiliki ciri-ciri sbb:
Tidak terlihat bahan aslinya (daun), tetapi menjadi butiran seperti tanah.
Tidak berbau sampah atau busuk, tetapi berbau tanah.
Wama kehitaman atau coklat kehitaman.
Suhu sama dengan suhu tanah.
Tidak berbau busuk, tetapi berbau tanah.
Air lindi dan bau busuk yang dihasilkan selama proses kompos terjadi karena:
Air lindi merupakan cairan yang timbul akibat pembusukan sampah. Pada volume yang berlebih air lindi
dapat mematikan mikroba aerob. Pada kondisi ini sudah tidak ada lagi kandungan O 2, sehingga
kemudian yang bekerja adalah mikroba anaerob, dan terjadilah proses pembusukan.
Mikroba pembuat kompos perlu udara segar (oksigen) untuk tumbuh dan berkembang biak (mikroba
aerob). Pada saat udara habis, mikroba anaerob akan mengambil alih. Mereka menguraikan secara lebih
lambat, menghasilkan gas metan yang beracun dan gas H2S yang berbau seperti telur busuk. Keluar air
lindi yang berwarna hitam dan berbau busuk.
Pada lapisan sampah yang baru, masih terkandung cukup oksigen. Tetapi kalau mikroba sudah
mulai tumbuh, dan kompos sudah mulai terbentuk, mikroba ini memerlukan banyak oksigen, hal inilah
yang menyebabkan pembalikan sampah perlu dilakukan agar udara segar dapat masuk.
Tumbuhnya ulat dan lalat disebabkan karena sampah merupakan tempat perindukan yang
disenangi lalat. Pada wadah kompos yang tidak tertutup rapat, memberikan peluang kepada lalat untuk
kontak dengan sampah dan melakukan perkembangbiakan. Secara umum tempat yang disenangi lalat
untuk berkembang biak adalah tempat yang basah seperti sampah basah, kotoran binatang, tumbuhtumbuhan busuk, kotoran yang menumpuk secara kumulatif (dikandang). (http://www.depkes.go.id/
downloads/Pengendalian%20Lalat.pdf)
46
Jurnal Ilmiah Fakultas Teknik LIMIT’S Vol.8 No.2
Tabel 4
Hasil Pengamatan Pertumbuhan Media Tanam
Percobaan
Foto
1
2
3
4
5
6
Pengamatan
Satuan
1
Sampel
2
3
Tidak Ada
Ada
Ada
Jumlah tanaman (tanaman) Tidak Ada
13
7
daun/tanaman
(Helai)
Tidak Ada
2
2
Tinggi Tanaman
(cm)
Tidak Ada
8 - 18
8 - 15
Tidak Ada
Pertumbuhan
Pertumbuhan
Ada
Ada
Jumlah tanaman (tanaman) Tidak Ada
1
8
daun/tanaman
(Helai)
Tidak Ada
2
2
Tinggi Tanaman
(cm)
Tidak Ada
15
7 - 14
Tidak Ada
Ada
Ada
Pertumbuhan
Jumlah tanaman (tanaman) Tidak Ada
7
11
daun/tanaman
(Helai)
Tidak Ada
2
Tidak Ada
Tinggi Tanaman
(cm)
Tidak Ada
7 - 12
7 - 18
Pertumbuhan
Tidak Ada Tidak Ada
Ada
Jumlah tanaman (tanaman) Tidak Ada Tidak Ada
3
daun/tanaman
(Helai)
Tidak Ada Tidak Ada
2
Tinggi Tanaman
(cm)
Tidak Ada Tidak Ada
Pertumbuhan
5
Ada
Ada
Ada
Jumlah tanaman (tanaman)
15
11
15
daun/tanaman
(Helai)
2
2
2
Tinggi Tanaman
(cm)
10 - 14
5 - 15
7 - 18
Tidak Ada
Pertumbuhan
Ada
Ada
Jumlah tanaman (tanaman) Tidak Ada
5
14
daun/tanaman
(Helai)
Tidak Ada
2
2
Tinggi Tanaman
(cm)
Tidak Ada
5 - 10
2 - 13
Pada tabel 4 terlihat bahwa pada percobaan 5 bibit dapat tumbuh di ketiga sampel. Hal ini
mengindikasikan bahwa sampel 5 memiliki kandungan C/N rasio yang paling baik. Tanaman dengan C/N
rasio yang tinggi akan lebih mudah dirangsang untuk segera memasuki fase generatif sehingga proses
pembungaan dan pembuahan dapat segera terjadi.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil penilitan maka dapat disimpulkan bahwa variasi EM4 dan pupuk kandang yang terbaik
terdapat pada sampel 5, yaitu:
- EM 4
:
75 ml
- Pupuk kandang
:
pupuk kambing
Saran
Beberapa saran yang dapat diusulkan:
1 Uji coba dengan menggunakan bibit tanaman harus menggunakan bibit yang unggul, sehingga
didapat hasil yang baik
2 Kondisi kompos selama pemrosesan harus dalam suhu dan kelembaban yang seimbang.
DAFTAR PUSTAKA
Agnes,
Bimantoro Demanda, Rizka Miladina, Dwi Yemima, Bioaktivator dari EM4,
http://sobclasse.blogspot.com/2012/03/starter-bioaktivator-dari-em4_17.html, ----Alamendah,
Cara
Sederhana
Membuat
Kompos
Skala
Rumah
Tangga,
http://alamendah.wordpress.com/, 2011
Crawford.J.H, Composting of Agricultural Waste in Biotechnology Application and Research, Paul
N Cheremissionoff and R P O Jellette(ed), -----Gaur, A C, Rapid Composting in Compost Technology, Project Field document no 13, 1980, Food and
Agriculture Organization of United Nations
Garcia C, Hernandez T, Costa F, Ceccanti B, 1994, Biochemical Parameter in Solid Regeneration by
the Additon of Organic Wastes, Waste Management and Res. 12:457-456
47
Jurnal Ilmiah Fakultas Teknik LIMIT’S Vol.8 No.2
Hadiwiyoto. S, Penanganan dan Pemanfaatan Sampah, Yayasan Idayu, 1983, Jakarta
Joesi Endah H, Membuat Tabulampot Rajin Berbuah, PT Agro Media Pustaka, 2001
Kahlon, S.S. & Kalra, K.L. 1986 Chaetomium globosum, a non-toxic fungus: a potential source of
protein(SCP). Agricultural Wastes 18: 207-213.
Kurnia, U, Setyorini, T. Prihatini, S. Rochayati, Sutono dan H Suganda, 2001, Perkembangan dan
Penggunaan Pupuk Organik di Indonesia, Rapat Koordinasi Penerapan Penggunaan Pupuk
Berimbang dan Peningkatan Penggunaan Pupuk Organik, direktorat Pupuk dan Pestisida,
Direktorat Jenderal Bina Sarana Pertanian, Jakarta, Nopember 2001
Ladd, JN, 1985, Soil Enzymes, p 175-221 in D D Vaughan and RE Malcolm (Eds), Soil Organic Matter
and Biological Activity, the Hague, the Netherlands, Nijhoff and junk Publ.
Pagga, U. Compostable packaging material-test methods and limit values for biodegradation.
Applied Microbiology & Biotechnology 51: 125-133. 1999.
Robinzon R.,E. Kimmel & Y. Avnimelech. 2000 Energy and Mass Balance of Windrow Composting
System. Transactions of ASAE Vol. 43:1253-1259..
Rynk R, On-Farm Composting Handbook. Northeast Regional Agricultural Engineering Service,
Pub. No. 54. Cooperative Extension Service. Ithaca, N.Y. 1992; 186pp. 1992. A classic in on-farm
composting. http//: www.nraes.org (3 January 2007).
Sulistyawati Endah, Mashita Nusa, N Choesin Devi, Pengaruh Agen Dekomposter Terhadap Kualitas
Hasil Pengomposan Sampah Organik Rumah Tangga, Sekolah Tinggi dan Teknologi Hayati
Institut Teknologi Bandung, 2008
SNI 19-7030-2004, --, “Spesifikasi Kompos Dan Sampah Organik”, --, 2004
Tan KH, 1991, Dasar-Dasar Kimia Tanah, Didik HG (Penterjemah), Edisi 1, Gajah Mada University
Press
Toharisman, A. 1991. Potensi Dan Pemanfaatan Limbah Industri Gula Sebagai Sumber Bahan
Organik Tanah, -----------.
-------, Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan, 2004, Standar Nasional
Indonesia
-------, Sampah Organik, http://id.wikipedia.org/wiki/Sampah_Organik, ------------, Kompos, http://id.wikipedia.org/wiki/Kompos, ------------, Tatacara Teknis Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan, SNI 19–2454-2002, 2002
-----------, Spesifikasi Kompos Dari Sampah Organik Domestik, Standar Nasional Indonesia 19-70302004, 2004
-----------,
Pedoman
Teknis
Pengendalian
Lalat,
http://www.depkes.go.id/downloads/Pengendalian%20Lalat.pdf, ------
48
Download