BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perusahaan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perusahaan dalam berbisnis baik skala kecil sampai dengan skala
besar dan dalam berbagai bidang, melakukan sistem operasional dan
proses
produksi
yang secara umum
hampir
sama.
Dari mulai
perencanaan, penyediaan bahan baku, melakukan proses produksi,
hingga memasarkan produk yang mereka hasilkan. Dalam melakukan
proses tersebut, perusahan mengalami saat-saat dimana perusahaan
dituntut untuk menentukan keputusan-keputusan yang
berguna untuk
mengatur dan mengkoordinasi penggunaan sumber daya dari kegiatan
produksi yang dikenal sebagai manajemen produksi atau manajemen
operasi. Heizer dan Render (2009) menyebutkan bahwa manajemen
operasi adalah serangkaian kegiatan yang menghasilkan nilai dalam
bentuk barang dan jasa dengan mengubah input menjadi output.
Menurut Heizer dan Render (2009), diferensiasi, biaya rendah dan
respons yang cepat dapat dicapai saat manajer membuat keputusan
efektif dalam sepuluh wilayah manajemen operasional. Keputusan ini
dikenal sebagai keputusan operasi (operations decisions). Sepuluh
keputusan manajemen operasi meliputi pengelolaan manajemen mutu,
manajemen desain produk dan jasa, tata letak, penentuan lokasi, desain
proses dan kapasitas, manajemen sumber daya manusia, manajemen
rantai
pasokan,
pemeliharaan.
manejemen
persediaan,
pendjadwalan,
dan
Salah satu dari sepuluh keputusan manajemen operasi di atas,
yaitu manajemen rantai pasokan atau Supply chain management (SCM)
merupakan sistem pengintegrasian aktivitas operasional dan proses
produksi
suatu
perusahaan.
Keberadaan
SCM
telah
membantu
perusahaan dalam aktivitas bisnisnya, baik secara internal maupun
eksternal kepada mitra bisnis perusahaan. Menurut Frohlich dan
Westbrook (2001), perusahaan yang berhasil adalah perusahaan yang
mampu menghubungkan lingkup internal dan eksternalnya. Aktivitas SCM
merupakan jaringan dari berbagai organisasi yang saling berhubungan
dan
mempunyai
tujuan
yang
sama,
yaitu
sebaik
mungkin
menyelenggarakan pengadaan atas suatu barang atau jasa. Teori SCM
adalah integrasi pemasok, manufaktur, distribusi, dan pelanggan di mana
bahan baku dijalankan dari pemasok untuk produsen yang merangkainya
ke dalam produk jadi dan mengatur pengiriman ke tangan pelanggan (Jie,
2007). Dengan mengelola SCM yang lebih baik perusahaan dapat
menjadi
lebih
fleksibel,
menawarkan
produk
yang
bebas
dari
kerusakan/cacat, menghilangkan penundaan-penundaan yang tidak
perlu, dan mampu membuat biaya menjadi lebih rendah (Dave, 1999).
Dalam praktiknya, komunikasi terjalin antara semua pemainpemain dalam SCM, mulai dari perusahaan sebagai penjual atau
pemasok sampai dengan pembeli atau konsumen. Pembeli atau
konsumen dalam hal ini adalah apotek. Komunikasi antara pemasok dan
apotek dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah
faktor trust. Menururt Morgan dan Hunt (1994), trust secara konseptual
dapat diartikan sebagai sebuah kepercayaan yang bergantung pada
hubungan dengan rekanan dan terintegrasi antara yang satu dengan
yang lainnya. Trust yang dimiliki oleh masing-masing pemasok dan
apotek akan mempengaruhi iklim komunikasi yang terjadi. Peran trust
dalam pola komunikasi antara pemasok dan apotek adalah untuk
meningkatkan ikatan dalam memenuhi kepentingan masing-masing. Trust
akan membuat perusahaan percaya untuk mempunyai keyakinan
terhadap partnernya yang berintegritas dan dapat diandalkan yang
mendorong ke arah hasil yang positif (Anderson dan Narus, 1990;
Morgan dan Hunt,1994). Trust dalam kemitraan bisnis akan memudahkan
penyaluran informasi dari pemasok ke apotek atau sebaliknya.
Bentuk penyaluran informasi dari pemasok kepada apotek dapat
berupa kesediaan berbagi informasi, saling berpartisipasi, dan menjaga
informasi. Berbagi informasi atau information sharing
mengacu pada
sejauh mana informasi penting dan ekslusif dikomunikasikan kepada
pasangan lainnya dalam rantai pasokan (Mohr dan Spekman, 1994).
Information sharing yang terjalin di pada SCM akan memperjelas tujuan
hubungan strategik yang terjadi antara pemasok dan pembeli (Whipple
dan Frankel, 2000).
Kedua faktor di atas yaitu trust dan information sharing sangat
diperlukan dalam bisnis antara pemasok dan apotek. Apotek sebagai
konsumen dari pemasok merupakan lini penjual produk pemasok kepada
konsumen selanjutnya atau konsumen akhir. Hubungan yang
terjadi
antara pemasok dan apotek akan mempengaruhi kinerja dari kedua belah
pihak tersebut. Menurut Cambra dan Polo (2010), hubungan jangka
panjang membutuhkan commitment dari pihak yang terlibat. Penting
dalam bisnis apotek untuk menjaga hubungan jangka panjang dengan
mitra bisnis atau pemasok. Hal ini sejalan dengan pendapat bahwa
commitment dari mitra supply chain akan meningkatkan aktivitas
kerjasama dan memfasilitasi transaksi informatif (Ryu et al., 2009), serta
membantu menghindari konflik antar mitra supply chain (Kim et al., 2009).
Sesuai dengan pembahasan di atas, bisnis apotek di Kota
Surakarta pun juga perlu untuk memperhatikan pengaruh faktor trust dan
information sharing dalam rangka menjaga komitmen apotek dengan
pemasok. Dengan memperhatikan pengaruh faktor trust dan information
sharing tersebut maka apotek akan dapat memanfaatkan relationship
commitment yang terbangun. Seiring dengan perkembangan Kota
Surakarta, bisnis apotek juga akan mengalami perkembangan. Baik dari
kelas bisnis apotek besar, sedang, maupun kecil. Hal ini dapat
mendorong tingkat persaingan antar pemasok dengan pemasok dan
apotek dengan apotek. Maka, perlu adanya menjaga hubungan antara
mitra dalam supply chain dalam binsis apotek sebagai bentuk komitmen
apotek untuk dapat memenuhi persediaan, kebutuhan konsumen, dan
mempertahankan posisi dalam persaingan pasar. Ketiga variabel di atas
yaitu trust, information sharing, dan relationship commitment penting
untuk dipetakan agar bisnis apotek dapat tetap menjaga hubungan antara
mitra supply chainnya dan mengetahui faktor mana yang harus
ditingkatkan atau dikurangi dalam rangka menjaga hubungan dengan
mitra atau pemasok. Melihat kondisi perkembangan bisnis apotek di Kota
Surakrta dan didukung pembahasan di atas, maka penelitian ini
mengambil judul “PENGARUH TRUST DAN INFORMATION SHARING
TERHADAP RELATIONSHIP COMMITMENT PADA SUPPLY CHAIN
MANAGEMENT”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas,
maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana deskripsi Trust, Information Sharing, dan Relationship
Commitment pada Supply Chain Management bisnis apotek di
Kota Surakarta?
2. Apakah Trust berpengaruh terhadap Relationship Commitment?
3. Apakah Information Sharing berpengaruh terhadap Relationhsip
Commitment?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas,
tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk:
1. Menyajikan deskripsi Trust, Information Sharing, dan Relationship
Commitment pada Supply Chain Management bisnis apotek di
Kota Surakarta.
2. Menemukan bukti empiris pengaruh Trust terhadap Relationship
Commitment.
3. Menemukan bukti empiris pengaruh Information sharing terhadap
Relationship Commitment.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah, dan
tujuan penelitian yang telah diuraikan di atas, manfaat yang diharapkan
dari penelitian ini antara lain:
1. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi
terhadap literatur tentang hubungan yang terjadi pada Supply
chain management
2. Bagi praktisi, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi dalam memberikan pandangan mengenai hubunganhubungan yang terjadi pada Supply chain management. Adanya
trust, information sharing , dan relationship commitment akan
menambah
pertimbangan
dalam
menentukan
keputusan
manajerial yang berkaitan dengan hubungan antara pemasok dan
apotek, dan keberlanjutan bisnis ke depannya.
Download