Pengaruh Konsentrasi Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, dan

advertisement
PENGARUH KONSENTRASI KEPEMILIKAN, UKURAN PERUSAHAAN, DAN
MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA
Abstract
The objectives of the research are to find out empirical evidence of the effect of
ownership concentration, firms size, and corporate governance mechanisms on earnings
management. The corporate governance mechanisms of this research are composition of
board of commissioner and audit quality. Audit quality were measure by industry
specialize audit firm. The target population was listed companies in the manufacturing
sector at the Indonesia Stock Exchange. The sample determined based on purposive
samping methode. There were 101 companies meeting the criteria. Data analysis was
carried out in term cross section covering financial report during 2005. The research
hyphotesis were tested using multiple regression analysis. The result of this research
show that: (1) ownership concentration had significantly negative influence on earnings
management (2) firms size had significantly negative influence on earnings management
(3) composition of board of commissioner had no influence on earnings management.
The additional result that earnings management of the firms which have competency
independent commissioner are lower than earnings management of the firms which have
uncompetency independent commissioner; (4) industry specialize audit firm had no
influence on earnings management.
Keywords : ownerships concentration, firms size, corporate governance mechanisms,
earnings management
1. Pendahuluan
Informasi laba sebagai bagian dari laporan keuangan, sering menjadi target rekayasa
melalui tindakan oportunis manajemen untuk memaksimumkan kepuasannya, tetapi
dapat merugikan pemegang saham atau investor. Tindakan oportunis tersebut dilakukan
dengan cara memilih kebijakan akuntansi tertentu, sehingga laba perusahaan dapat diatur,
dinaikkan atau diturunkan sesuai dengan keinginannya. Perilaku manajemen untuk
mengatur laba sesuai dengan keinginannya tersebut dikenal dengan istilah manajemen
laba (earnings management ).
1
U-Thai (2005) melakukan studi komparatif internasional tentang manajemen laba
dan
proteksi investor dengan sampel 33 negara, Indonesia termasuk sebagai sampel,
periode pengamatan dari tahun 1993 sampai dengan tahun 2003. Tujuan penelitiannya
untuk memberikan bukti empirik adanya perbedaan kualitas laba di berbagai negara,
perbedaan tersebut dikarenakan adanya perbedaan proteksi terhadap investor. U-Thai
menggunakan manajemen laba sebagai salah satu proksi kualitas laba. Proteksi investor
menggunakan tiga skor indikator yaitu: perlindungan terhadap pemegang saham
minoritas; law enforcement; dan seberapa penting pasar modal. Berdasarkan hasil
penelitian ini, Indonesia berada pada kelompok negara dengan rata-rata manajemen laba
tinggi, dan tingkat proteksi investor di Indonesia dinilai relatif rendah.
Manajemen laba timbul sebagai dampak persoalan keagenan yaitu adanya ketidak
selarasan kepentingan antar pemilik dan manajemen (Beneish, 2001). Menurut teori
keagenan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan tata kelola perusahaan yang
baik (good corporate governance=GCG). Corporate Governance (CG) merupakan suatu
mekanisme yang digunakan pemegang saham dan kreditor perusahaan untuk
mengendalikan tindakan manajer (Dallas, 2004). Mekanisme tersebut dapat berupa
mekanisme internal yaitu; struktur kepemilikan, struktur dewan komisaris, konpensasi
eksekutif, struktur bisnis multidivisi, dan mekanisme eksternal yaitu; pengendalian oleh
pasar, kepemilikan institusional, dan pelaksanaan audit oleh auditor eksternal (Babic
2001).
Tindakan oportunis manajemen laba dapat merugikan pemegang saham, dan
informasi laba yang disajikan dapat menyebabkan keputusan investasi yang salah. Karena
itu, perlu diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen laba. Tujuan penelitian
2
ini adalah untuk mengetahui pengaruh konsentrasi kepemilikan, ukuran perusahaan, dan
mekanisme corporate governance terhadap manajemen laba. Mekanisme corporate
governance dalam hal ini adalah komposisi dewan komisaris dan kualitas audit dengan
proksi spesialisasi industri Kantor Akuntan Publik (KAP).
Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya dalam beberapa hal : (1)
penelitian ini menekankan pada konsentrasi kepemilikan oleh individu sebagai
mekanisme corporate governance, untuk mengendalian manajemen laba perusahaan.
Beberapa penelitian terdahulu di Indonesia
lebih menekankan
pengujian pada
kepemilikan saham oleh kelompok tertentu sebagai suatu mekanisme corporate
governance; dan (2) penelitian ini menggunakan spesialisasi industri KAP sebagai proksi
kualitas audit. Penggunaan ukuran KAP sebagai proksi kualitas audit pada penelitian
terdahulu, mendapat kritikan setelah merebaknya kasus Enron yang melibatkan KAP
besar.
Secara spesifik rumusan masalah penelitian ini yaitu: (1) apakah konsentrasi
kepemilikan berpengaruh terhadap manajemen laba; (2) apakah ukuran perusahaan
berpengaruh terhadap manajemen laba; (3) apakah komposisi dewan komisaris
berpengaruh terhadap manajemen laba; dan (4) apakah spesialisasi industri KAP
berpengaruh terhadap manajemen laba. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi pada pengembangan model corporate governance , dan literatur manajemen
laba.
3
2. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Penelitian
Struktur kepemilikan saham mencerminkan distribusi kekuasaan dan pengaruh di
antara pemegang saham atas kegiatan operasional perusahaan. Salah satu karakteristik
struktur kepemilikan adalah konsentrasi kepemilikan yang terbagi dalam dua bentuk
struktur
kepemilikan:
kepemilikan
terkonsentrasi,
dan
kepemilikan
menyebar.
Kepemilikan terkonsentrasi merupakan fenomena yang lazim ditemukan di negara
dengan ekonomi sedang bertumbuh seperti Indonesia dan di negara-negara continenal
Europe. Sebaliknya, di negara-negara Anglo Saxon seperti Inggris dan Amerika Serikat,
struktur kepemilikan relatif sangat menyebar (La Porta dan Silanez, 1999).
Kepemilikan saham dikatakan terkonsentrasi jika sebagian besar saham dimiliki oleh
sebagian kecil individu atau kelompok, sehingga pemegang saham tersebut memiliki
jumlah saham yang relatif dominan dibandingkan dengan lainnya. Kepemilikan saham
dikatakan menyebar, jika kepemilikan saham menyebar secara relatif merata ke publik,
tidak ada yang memiliki saham dalam jumlah sangat besar dibandingkan dengan lainnya
(Dallas, 2004).
Perbedaan pola kepemilikan ini memberi implikasi yang berbeda dalam penelitian.
Demsetz dan Villalonga (2001) melakukan penelitian dengan menggunakan sampel
perusahaan di Amerika Serikat dan Inggris tidak menemukan hubungan yang signifikan
antar struktur kepemilikan dengan kinerja perusahaan. Chen (2001) dengan mengambil
sampel perusahaan di negara berkembang menemukan hubungan positif antar struktur
kepemilikan dengan kinerja perusahaan. Sedangkan Morck dan Shivdasani (1988)
menghasilkan kesimpulan bahwa hubungan konsentrasi kepemilikan dengan kinerja
bersifat nonmonotonic.
4
Konsentrasi
kepemilikan
dapat
menjadi
mekanisme
internal
pendisiplinan
manajemen, sebagai salah satu mekanisme yang dapat digunakan untuk meningkatkan
efektivitas monitoring, karena dengan kepemilikan yang besar menjadikan pemegang
saham memiliki akses informasi yang cukup signifikan untuk mengimbangi keuntungan
informasional yang dimiliki manajemen. Jika ini dapat diwujudkan maka tindakan moral
hazard manajemen berupa manajemen laba dapat dikurangi (Hubert dan Langhe, 2002).
Di negara-negara dengan derajat perlindungan terhadap investor rendah (seperti
halnya Indonesia), pemegang saham merasa khawatir akan kemungkinan berbedanya
pendapatan
yang diperoleh dengan yang diekspektasikan. Akibatnya, mereka
memperbesar persentase kepemilikan atas perusahaan sebagai salah satu cara untuk
melindungi diri. Mereka dapat mengendalikan perusahaan melalui voting power, atau
representasi mereka di manajemen sehingga hak-hak mereka terlindungi (La Porta dan
Silanez 1999).
Musnadi (2006) melakukan penelitian tentang struktur kepemilikan sebagai
mekanisme corporate govenrnance, serta dampaknya terhadap kinerja keuangan
perusahaan, dengan menggunakan emiten non financial yang berkapitalisasi menengah
besar yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (sekarang BEI). Hasilnya menunjukan bahwa
kepemilikan terkonsentrasi terbesar memiliki pengaruh positif terhadap kinerja keuangan
perusahaan. Hasil ini bermakna bahwa kepemilikan saham terkonsentrasi dapat berperan
sebagai mekanisme corporate governance dalam mengurangi persoalan keagenan, sebab
konsentrasi kepemilikan dapat menjadikan pemegang saham pada posisi yang kuat untuk
dapat mengendalikan manajemen secara efektip, sehingga mendorong manajemen
bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang saham.
5
Hipotesis penelitian kesatu : Konsentrasi kepemilikan berpengaruh negatif terhadap
manajemen laba.
Perusahaan yang berukuran besar memiliki basis pemegang kepentingan yang lebih
luas, sehingga berbagai kebijakan perusahaan besar akan berdampak lebih besar terhadap
kepentingan publik dibandingkan dengan perusahaan kecil. Bagi investor, kebijakan
perusahaan akan berimplikasi terhadap prospek cash flow dimasa yang akan datang.
Sedangkan bagi regulator (pemerintah) akan berdampak terhadap besarnya pajak yang
akan diterima, serta efektifitas peran pemberian perlindungan terhadap masyarakat secara
umum.
Terdapat dua pandangan tentang bentuk hubungan ukuran perusahaan terhadap
manajemen laba. Pandangan pertama menyatakan bahwa ukuran perusahaan memiliki
hubungan positif dengan manajemen laba, karena perusahaan besar memiliki aktivitas
operasional yang lebih kompleks dibandingkan perusahaan kecil, sehingga lebih
memungkinkan untuk melakukan manajemen laba. Moses (1997) mengemukakan bahwa
perusahaan - perusahaan yang lebih besar memiliki dorongan yang lebih besar untuk
melakukan perataan laba (salah satu bentuk manajemen laba) dibandingkan dengan
perusahaan kecil, karena memiliki biaya politik lebih besar. Biaya politik muncul
dikarenkan profitabilitas perusahaan yang tinggi dapat menarik perhatian media dan
konsumen.
Pandangan kedua menyatakan ukuran perusahaan memiliki hubungan negatif dengan
manajemen laba. Penelitian Marachi (2001) di Amerika Serikat dengan menggunakan
data sampel perusahaan industri tahun 1996 menemukan bahwa ukuran perusahaan
memiliki hubungan negatif dengan manajemen laba. Perusahaan yang lebih besar kurang
6
memiliki dorongan untuk melakukan manajemen laba dibandingkan perusahaanperusahaan kecil, karena perusahaan besar dipandang lebih kritis oleh pemegang saham
dan pihak luar. Perusahaan besar memiliki basis investor yang lebih besar, sehingga
mendapat tekanan yang lebih kuat untuk menyajikan pelaporan keuangan yang kredible.
Veronica dan Siddharta (2005) meneliti di BEJ (BEI) pada periode pengamatan
1995-1996 dan 1999-2002, menemukan ukuran perusahaan berhubungan negatif
signifikan dengan manajemen laba. Namun, penelitian Halim dkk (2005) dengan data LQ
45 di BEJ (BEI) menemukan ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap manajemen
laba. Penelitian Halim memiliki kelemahan pada jumlah sampel, yang hanya
menggunakan 27 emiten sektor manufaktur.
Hipotesis penelitian kedua: Ukuran perusahaan berpengaruh negatif
terhadap
manajemen laba.
Corporate governance merupakan mekanisme pengendalian untuk mengatur dan
mengelola perusahaan dengan maksud untuk meningkatkan kemakmuran dan
akuntabilitas perusahaan, yang tujuan akhirnya untuk mewujudkan shareholders value
(Monk dan Minow, 2001). Pengendalian diarahkan pada pengawasan perilaku manajer,
sehingga tindakan yang dilakukan manajer dapat bermanfaat bagi perusahaan dan
pemilik. Fan dan Claessens (2002) mengemukakan terdapat beberapa mekanisme
corporate governance untuk perusahaan dengan kepemilikan saham terkonsentrasi: (1)
Menghadirkan outside directors dalam komposisi board of directors; dan (2) Audit oleh
Auditor eksternal.
Kao dan Chen (2004) melakukan penelitian di Taiwan. Mereka mengemukakan
bahwa outside directors lebih independen terhadap manajemen dibandingkan dengan
7
inside directors, sehingga lebih efektif dalam melaksanakan fungsi pengawasan terhadap
manajemen. Hasil penelitinnya menunjukan semakin besar proporsi outside directors
semakin berkurang earnings management. Hasil penelitian Chen dkk (2005a) di China,
menunjukkan bahwa proporsi outside directors, prekuensi pertemuan anggota dewan
dalam setahun, lamanya top of director menduduki posisi tersebut, berpengaruh terhadap
kecurangan dalam laporan keuangan. Sarkar dkk (2006) melakukan penelitian di India,
hasil temuannya menunjukkan bahwa keberadaan board of director independence dapat
membatasi earnings management, jika Board of director tersebut memiliki kompetensi
dan tidak sibuk.
Penelitian di BEJ (BEI) oleh Budiwitjaksono (2005) dengan data periode
pengamatan Tahun 2003, menyimpulkan komposisi Dewan Komisaris berpengaruh yang
sangat lemah terhadap manajemen laba. Penelitian Veronica dan Siddharta (2005) di BEI
dengan data periode pengamatan 1995-1996, 1999-2002, menyimpulkan bahwa
komposisi dewan komisaris tidak terbukti memiliki pengaruh negatif yang signifikan
terhadap manajemen laba. Kedua penelitian tersebut dilakukan saat aturan dari BEI
tentang keharusan memiliki komisaris independen masih relatif baru, sehingga diduga
emiten belum melaksanakannya secara optimal. Salah satu butir Keputusan Direksi
PT.Bursa Efek Jakarta No.Kep-315/BEJ/06-2000, bahwa emiten sekurang-kurangnya
harus memiliki 30% Komisaris independen dari seluruh jumlah anggota Komisaris
(www.Bapepam.com, 2005).
Hipotesis penelitian ketiga: Komposisi anggota Dewan Komisaris berpengaruh negatif
terhadap manajemen laba.
8
Peran eksternal auditor yaitu memberikan penilaian secara independen dan
profesional atas keandalan dan kewajaran penyajian laporan keuangan perusahaan.
Auditor eksternal dapat menjadi mekanisme pengendalian terhadap manajemen agar
manajemen menyajikan informasi keuangan secara andal, dan terbebas dari praktik
kecurangan akuntansi. Peran ini dapat dicapai jika auditor eksternal memberikan jasa
audit yang berkualitas. Terdapat dua proksi diantaranya yang dapat digunakan untuk
menggambarkan variable kualitas audit yaitu: ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP), dan
spesialisasi industri KAP.
Zou dan Elder (2001) menyatakan bahwa spesialisasi industri KAP merupakan
dimensi dari kualitas audit, sebab pengetahuan dan pengalaman auditor tentang industri
merupakan salah satu elemen dari keahklian auditor. Penelitian mereka menggunakan
data perusahaan antara Tahun 1996 sampai dengan 1998 di Amerika Serikat,
menyimpulkan: (1) besaran manajemen laba perusahaan yang diaudit oleh Big six audit
firms lebih rendah dibandingkan dengan perusahaaan yang diaudit oleh non-Big six audit
firm; (2) besaran manajemen laba perusahaan yang diaudit oleh spesialis industri KAP
lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan yang diaudit oleh non-spesialis industri
KAP. Penelitian
Carcello dkk (2004) pada
periode 1990 sampai dengan 2001 di
Amerika Serikat, hasilnya menunjukkan terdapat hubungan negatif yang signifikan antar
spesialisasi industri KAP dengan kecurangan pada pelaporan keuangan, dan hubungan
negatif tersebut lebih lemah untuk ukuran perusahaan yang semakin besar.
Penelitian terdahulu
di Indonesia tentang kualitas audit sebagai mekanisme
corporate governance, memberikan hasil yang belum konsisten. Ardiati (2003)
menyimpulkan ukuran KAP sebagai proksi kualitas audit dapat memoderasi hubungan
9
manajemen laba dengan return saham. Mayangsari (2003) meneliti pengaruh spesialisasi
industri KAP terhadap integritas laporan keuangan. Integritas laporan keungan diukur
dengan menggunakan indeks konservatisme, hasilnya menunjukkan spesialisasi industri
KAP berpengaruh positif terhadap integritas laporan keuangan. Sedangkan penelitian
Veronica dan Siddharta (2005) pada periode pengamatan 1995-1996, dan 1999-2002,
menyimpulkan bahwa ukuran KAP memiliki pengaruh tidak signifikan terhadap
manajemen laba.
Hipotesis penelitian keempat : Spesialisasi industri KAP berpengaruh negatif terhadap
manajemen laba
3. Metodologi Penelitian
3.1. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi sasaran penelitian ini adalah perusahaan publik sektor manufaktur yang
aktif selama Tahun 2005, yaitu sebanyak 137 perusahaan (www.Bapepam.com). Dari
Populasi tersebut sampel ditentukan yang memenuhi empat kriteria sebagai berikut: (1)
Emiten mempunyai tahun buku yang berakhir 31 Desember 2005; (2) Emiten mempunyai
nilai ekuitas positif untuk 2005; (3) Tersedia Laporan keuangan tahunan emiten 2005 di
BEJ; dan (4) Terdapat minimal 30 perusahaan dalam setiap kelompok industri
manufaktur.
10
3.2. Definisi dan Operasionalisasi Variabel Penelitian
1) Konsentrasi Kepemilikan Saham
Kepemilikan saham terkonsentasi (KS) adalah suatu kondisi di mana sebagian besar
saham dimiliki oleh sebagian kecil individu/kelompok, sehingga individu atau kelompok
tersebut memiliki jumlah saham relatif dominan dibandingkan dengan pemegang saham
lainnya. Konsentrasi kepemilikan saham pada penelitian ini diproksi dengan jumlah
kepemilikan terbesar oleh individu.
2) Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan (LOG PNJ) adalah besar kecilnya perusahaan. Pada penelitian ini
ukuran perusahaan menggunakan nilai log total penjualan perusahaan pada akhir tahun.
Penggunaan nilai log penjualan dimaksudkan untuk menghindari problem data natural
yang tidak berdistribusi normal (Chen, 2005)
3)Komposisi Dewan Komisaris
Komposisi Dewan Komisaris (BOD) adalah susunan keanggotaan yang terdiri dari
komisaris dari luar perusahaan (komisaris independen) dan komisaris dari dalam
perusahaan. Variabel ini dihitung dengan membagi jumlah komisaris independen
terhadap jumlah total anggota komisaris.
4) Spesialisasi Industri KAP
Spesialisasi industri KAP (AUDIT) menggambarkan keahlian dan pengalaman audit
KAP pada bidang industri tertentu, yang diproksi dengan konsentrasi jasa audit KAP
pada bidang industri tertentu. Spesialisasi industri KAP pada penelitian ini adalah KAPi
yang memiliki volume klien minimal 15 % dari jumlah klien pada kelompok industri
tertentu (Craswell, 1995; Mayangsari, 2003; dan Chen, 2005b). Pengukuran variabel ini
11
yaitu beri nilai 1 jika perusahaan diaudit oleh KAP spesialis, dan 0 jika lainnya (variabel
dummy). Berdasarkan definisi Craswell (1995) industri manufaktur di BEJ (BEI)
terklasifikasi dalam tiga kelompok yaitu industri: (1) dasar dan kimia; (2) aneka industri;
dan (3) barang konsumai. Kemudian pada masing-masing kelompok tersebut, suatu KAP
akan ditetapkan sebagai KAP spesialis jika KAP tersebut memiliki klien minimal 15%
dari jumlah klien perusahaan pada masing-masing kelompok industri manufaktur.
5) Manajemen Laba
Manajemen laba (ML) adalah suatu kondisi di mana manajemen melakukan
intervensi dalam proses penyusunan laporan keuangan bagi fihak eksternal sehingga
dapat meratakan, menaikan, dan menurunkan pelaporan laba. Manajemen dapat
menggunakan kelonggaran penggunaan metoda akuntansi, membuat kebijakan-kebijakan
(discreationary) yang dapat mempercepat atau menunda biaya-biaya dan pendapatan,
agar laba perusahaan lebih kecil atau lebih besar sesuai dengan yang diharapkan.
Dechow dkk (1995) menyatakan bahwa model modified Jones memiliki kemampuan
yang lebih baik untuk mendeteksi manajemen laba dibandingkan model Healy, De
Angelo, Jones, dan model Dechow and Sloan. Penelitian ini menggunakan model
modified Jones untuk menentukan earnings management, dengan menggunakan
pendekatan cross section yang dikembangkan oleh Peasnell dkk (2000). Pendekatan ini
digunakan untuk menentukan nilai abnormal accruals, dengan memfokuskan pada
komponen working capital accruals . Abnormal akrual dihitung sebagai berikut :
AA i = WC i – [ ŵ0 + ŵ1( Δ REV i - Δ REC i )]
keterangan :
AA
ŵ0 , ŵ1
Δ REC i
= akrual abnormal atau Akrual diskresi
= estimasi regresi dari ŵ0, ŵ1 pada persamaan estimasi akrual modal kerja
= Perubahan piutang dalam satu tahun
12
Δ REV i
= Perubahan penjualan dalam satu tahun
Estmasi parameter wo dan w1 diperoleh dari persamaan sebagai berikut :
WC i = ŵ0 + ŵ1 Δ REV i + vi
keterangan :
WC i
Δ REV i
ŵ0 + ŵ1
vi
= akrual modal kerja perusahaan , sebagai proksi dari total akrual
= Perubahan penjualan
= Koefisien regresi
= Error (residual regression).
Akrual modal kerja (WCi) didefinisikan sebagai perubahan non-cash current asset
dikurangi perubahan current liabilities. Dengan demikian :
WCi =
(∆ AL - ∆ Kas) - ∆ HL
keterangan :
WCi = Modal kerja perusahaan , sebagai proksi total akrual pada periode t
∆ AL = Perubahan aktiva lancar pada periode t
∆ HL = Perubahan hutang lancar pada periode t
∆ Kas = Perubahan kas dan ekuivalen kas pada periode t
Dikarena ukuran perusahaan di BEI bervariatif, maka nilai akrual diskresi (AA)
dirasiokan terhadap nilai penjualan, model modifikasi Friedlan. Utami (2005)
berdasarkan hasil penelitiannya, pengukuran manajemen laba di BEI disarankan
menggunakan model modifikasi Friedlan, karena model ini memberikan explanatory
power terbaik. Pengukuran variabel manajemen laba pada penelitian ini adalah :
Manajemen laba = Rasio abnormal karual (AAi) dengan penjualan
Mengingat penelitian ini tidak meneliti tipe manajemen laba (positif atau negatif) , maka
nilai abnormal akrual yang digunakan adalah nilai absolute akrual diskresioner.
13
3.3. Metode Pengumpulan Data
Data-data yang digunakan pada penelitian ini merupakan data kuantitatif yang
diperoleh dari Pusat Referensi Pasar Modal di BEI, berupa laporan keuangan dan laporan
tahunan 2005 perusahaan industri sektor manufaktur yang tersedia.
3.4. Rancangan Model Analisis.
MLi = a1 + b1 KSi + b2 LOG PNJ i + b3 BOD i + b4 AUDIT i
+ ε1.i
keterangan :
ML
=Rasio nilai absolut residual error dengan penjualan. Digunakan nilai
absolut karena yang menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah besaran
dari manajemen laba , bukan arahnya (positif atau negatif)
a1
= Konstanta
b1,2,3,4
= Koefisien variabel
KS
= Persentase kepemilikan saham terbesar dari total saham beredar
LOG PNJ
= Log dari nilai total penjualan, yaitu proksi dari ukuran perusahaan
BOD
= Proporsi komisaris independen dari total anggota Dewan Komisaris
AUDIT
=1 jika perusahaan diaudit oleh KAP spesialis, yaitu KAPi yang memiliki
minimal 15% dari total klien pada kelompok industri ke i, dan 0 jika
lainnya.
ε1
= residual of error
i
= perusahaan ke i
4. Hasil Penelitian dan Pembahasan
4.1. Statistik Deskriptif
Seperti disajikan pada Tabel 1, sampel penelitian ini berjumlah 101 perusahaan atau
73,7 % dari 137 emiten manufaktur populasi target penelitin ini. Jumlah ini ditentukan
sesuai dengan laporan tahunan yang berhasil diperoleh penulis, serta memenuhi kriteria
sampel seperti yang ditetapkan.
Pada Tabel 2 terlihat bahwa konsentrasi kepemilikan
saham di industri manufaktur relatif tinggi. Rata-rata konsentrasi kepemilikan saham
sebesar 50,11 %, dengan standar deviasi 23,03 %. Statistik deskriptif ukuran perusahaan
menunjukan log total penjualan sangat variatif dengan rata-rata 5,79 dengan standar
deviasi 0,61. Rata-rata komposisi dewan komisaris (BOD) sebesar 35,88 % dengan
14
standar deviasi 11,34 %. komposisi minimun 0 % dan komposisi maksimum 66,66 %.
Penelitian Budiwijaksono (2005) melaporkan rata-rata komposisi dewan komisaris pada
Tahun 2001 dan 2002 masing-masing 35,03 % dan 37,35 %. Jika komposisi tersebut
diperbandingkan, nampak komposisi dewan komisaris pada emiten industri manufatur
tidak mengalami perubahan signifikan. Tabel 3 menunjukkan terdapat 75 perusahaan
(74,3%) diaudit oleh KAP non spesialis (dummy,audit=0), dan 26 perusahaan (25,7%)
diaudit oleh KAP spesialis (dummy,audit=1). Tabel 2 menunjukan nilai rata-rata
abnormal akrual (ML) sebesar 0, 1304 atau 13,04 % dari penjualan dengan nilai
minimum 0, 00043 atau 1,0043 % dan nilai maksimum 1,67 atau 167% dari penjualan.
Angka standar deviasi
manajemen laba 21,9 %, angka ini
relatif tinggi yang
mencerminkan manajemen laba di perusahaan bervariatif.
4.2. Pengujian Hipotesis
Untuk mendapatkan hasil regresi yang efisien dan akurat, data harus terbebas dari
pelanggaran asumsi klasik. Berdasarkan pengujian data terhadap ketiga kaedah yang
mendasari asumsi klasik diperoleh hasil sebagai berikut : (a) pada tabel 4 nampak nilai
tolerance (TOL) lebih besar dari 0,10 (TOL > 0,10) dan nilai variance inflation factor
(VIF) yang kurang dari 10 ( VIF < 10). Maka dapat disimpulkan model analisis tersebut
tidak terjadi multikolinieritas; (b) Uji heteroskedatisitas menggunakan uji Glejser
(Gujarati, 2003). Pada tabel 5 nampak bahwa seluruh koefisien regresi variabel
independen tidak signifikan, karena nilai SIG > 0,05. Dengan demikian dapat
disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas; (c) selanjutnya uji normalitas menggunakan
uji kolmogorov-Smirnov (Tabel 5). Pada bagian uji normalitas menunjukan nilai SIG >
15
0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data penelitian relatif berdistribusi
normal.
Tabel 4 menunjukkan bahwa adjusted R square sebesar 0,048 artinya bahwa variable
independen konsentrasi kepemilikan, ukuran perusahaan, komposisi dewan komisaris,
dan variabel dummy spesialisasi indusri KAP mampu menjelaskan 4,80 % variasi dari
manajemen laba. Jika dilihat F test-nya yang menunjukan tingkat signifikansi 0,067, atau
signifikan pada tingkat 0,1 sehingga analisis dapat dilanjutkan.
1)Pengaruh Konsentrasi Kepemilikan terhadap Manajemen Laba
Dari Tabel 4 tersebut menunjukan bahwa koefisien regresi variabel konsentrasi
kepemilikan adalah -0,002 dengan tingkat signifikansi 0,051. Koefisien tersebut bertanda
negatif menunjukan arah hubungan negatif, sesuai dengan teori yang dihipotesiskan. Jika
memperhatikan tingkat signifikansi maka hipotesis kesatu yang menyatakan bahwa
konsentrasi kepemilikan berpengaruh negatif terhadap manajemen laba diterima pada
tingkat signifikansi 0,051. Hasil penelitian ini bermakna bahwa konsentrasi kepemilikan
saham dapat menjadi mekanisme corporate governance dalam rangka pengendalian
terhadap tindakan manjemen laba di perusahaan. Kehadiran pemegang saham pengendali
atau mayoritas dapat membatasi perilaku opotunis manajemen, manajemen laba.
2)Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Manajemen Laba
Koefisien regresi ukuran perusahaan (Tabel 4) menunjukan sebesar -0,074 dengan
tingkat signifikansi 0,037. Dengan memperhatikan tingkat signifikansi, maka ukuran
perusahaan berpengaruh kuat terhadap manajemen laba pada tingkat signifikansi 0,05.
Koefisien bertanda negatif menunjukan semakin besar ukuran perusahaan, maka
manajemen laba semakin menurun. Dengan demikian hipotesis kedua yang menyatakan
16
bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif
terhadap manajemen laba diterima.
Hasil temuan penelitian ini konsisten dengan temuan Marrakchi ( 2001), serta temuan
Veronica dan Siddarta (2005) yang menunjukan bahwa perusahaan-perusahaan kecil
cenderung melakuan manajemen laba dibandingkan perusahaan besar. Hasil penelitian ini
tidak mendukung temuan Halim (2005) yang menyatakan ukuran perusahaan
berhubungan positif dengan manajemen laba.
3)Pengaruh Komposisi Dewan Komisaris terhadap Manajemen Laba
Koefisien regresi komposisi dewan komisaris (Tabel 4) menunjukan sebesar 0,001
dengan tingkat signifikansi 0,695. Koefisien bertanda positif, menunjukkan variabel
komposisi dewan komisaris mempunyai hubungan positif dengan manajemen laba, tidak
sesuai dengan teorinya. Jika memperhatikan tingkat signifikansi berarti komposisi dewan
komisaris tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Dengan demikian hipotesis
ketiga yang menyatakan bahwa komposisi dewan komisaris berpengaruh negatif
terhadap manajemen laba ditolak pada tingkat signifikansi 0,1.
Beberapa alasan mengapa komposisi dewan komisaris tidak memberikan pengaruh
terhadap manajemen laba adalah : (1) bukti empirik menunjukkan rata-rata komposisi
dewan komisaris saat ini relatif rendah yaitu 35,88%, sehingga secara kolektif komisaris
independen tidak memiliki kekuatan untuk mempengaruhi keputusan dewan komisaris,
(2) Banyak perusahaan menempatkan komisaris independen yang tidak memiliki
kompetensi pada bidang akuntansi dan atau keuangan. Berdasarkan data 46 perusahaan
yang melaporkan status latar belakang pendidikan dan pengalaman komisaris
independen, diketahui terdapat 20 perusahaan atau 43,4 % (periksa Tabel 6) tidak
17
memiliki komisaris independen yang kompetensi pada bidang akuntansi dan atau
keuangan.
Analisis selanjutnya, penulis mengelompokkan besaran manajemen laba atas dasar
perusahaan yang memiliki komisaris independen yang kompeten pada bidang akuntansi
dan atau keuangan (variabel dummy BOD =1) dengan perusahaan yang tidak memiliki
komisaris independen yang kompeten (dummy BOD=0). Berdasarkan data 46 perusahaan
yang melaporkan latar belakang kompetensi komisaris independen, diketahui terdapat 26
emiten yang memiliki komisaris independen yang kompeten, dan 20 emiten sebaliknya.
Tabel 6 menunjukan bahwa rata-rata manajemen laba perusahaan dengan komisaris
independen dan kompeten adalah 6,33% dari penjualan, lebih rendah dibandingkan
dengan besaran manajemen laba perusahaan dengan komisaris independen tidak
kompetensi 15,89%. Hasil uji Mann Whitney menunjukkan besaran manajemen laba
kelompok emiten yang memiliki komisaris independen dan kompeten berbeda dengan
kelompok emiten yang tidak memiliki komisaris independen dan kompeten pada tingkat
signifikansi 5%. Ini mengindikasikan bahwa komisaris independen dan kompetensi pada
bidang akuntansi dan atau keuangan dapat mengendalikan manajemen laba perusahaan.
4) Pengaruh Kualitas Audit dengan proksi Spesialisasi Industri KAP terhadap
Manajemen Laba
Koefisien regresi spesialisasi industri KAP (Tabel 4) menunjukkan sebesar -0.028
dengan tingkat signifikansi 0,572. Koefisien bertandan minus, menunjukkan bahwa
spesialisasi industri KAP berpengaruh negatif terhadap manajemen laba, sesuai dengan
teori. Jika memperhatikan tingkat signifikansinya berarti spesialisasi industri KAP
berpengaruh tetapi tidak signifikan terhadap manajemen laba. Dengan demikian hipotesis
keempat yang menyatakan spesialisasi industri KAP berpengaruh negatif terhadap
18
manajemen laba ditolak pada tingkat signifikansi 0,1. Hal ini membuktikan bahwa
kualitas audit dengan proksi spesialisasi industri KAP tidak dapat membatasi besaran
manajemen laba, ini menggambarkan bahwa audit oleh KAP besar atau KAP yang
memiliki pangsa pasar yang besar tidak menjadikan jaminan memberikan kualitas audit
lebih tinggi, sehingga tidak dapat menurunkan besaran manajemen laba secara signifikan.
Beberapa alasan yang mungkin menyebabkan tidak terdapatnya pengaruh negatif
spesialisasi industri KAP terhadap manajemen laba adalah: (1) Spesialisasi industri KAP
mungkin bukan merupakan proksi yang baik untuk kualitas audit di Indonesia. (2)
Direktur Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai Departemen Keuangan (2005),
berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap KAP dan Akuntan publik (AP) periode Tahun
2003 dan 2004 melaporkan bahwa masih sering ditemukan terdapatnya: (a) kelemahan
pemahaman Akuntan Publik terhadap Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK);
(b) kelemahan Akuntan Publik dalam melakukan pengujian secara memadai terhadap
transaksi maupun saldo; (c) kelemahan Akuntan Publik dalam melakukan review
kesesuaian laporan keuangan dengan PSAK. Kelemahan tersebut dapat menghambat
KAP dalam mengungkap dan membatasi praktik manajemen laba di perusahaan.
5. Kesimpulan dan Saran
5.1. Kesimpulan
1)
Konsentrasi kepemilikan berpengaruh negatif terhadap manajemen laba, Ini
mengindikasikan bahwa konsentrasi kepemilikan dapat menjadi mekanisme
corporate governance bagi perusahaan, sehingga mampu membatasi manajemen
laba di perusahaan.
19
2)
Ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap manajemen laba. Ini
mengindikasikan bahwa perusahaan besar kecenderungan melakukan tindakan
manajemen labanya lebih kecil dibandingkan dengan perusahaan yang
ukurannya lebih kecil.
3)
(i) Komposisi dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Hal
ini dapat disebabkan oleh : (a) masih rendahnya komposisi dewan komisaris,
sehingga secara kolektif komisaris independen tidak memiliki kekuatan untuk
dapat mempengaruhi berbagai keputusan dewan komisaris, dan (b) masih banyak
emiten menempatkan komisaris independen yang tidak memiliki kompetensi
pada bidang akuntansi dan atau keuangan. (ii) Temuan ikutan menunjukkan,
manajemen laba perusahaan yang menempatkan komisaris independen yang
kompeten pada bidang akuntansi dan atau keuangan lebih kecil dibandingkan
dengan manajemen laba perusahaan yang menempatkan komisaris independen
yang tidak memiliki kompetensi pada bidang akuntansi dan atau keuangan.
4)
Kualitas audit dengan proksi spesialisasi Industri Kantor Akuntan Publik (KAP)
berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap manajemen laba. Ini bermakna
bahwa audit oleh KAP besar yaitu KAP yang memiliki pangsa pasar besar,
ternyata tidak menjadikan jaminan memberikan audit yang kualitasnya lebih
tinggi. Dalam konteks hubungan kualitas audit dengan manajemen laba, kualitas
audit yang diproksi dengan menggunakan spesialisasi industri KAP mungkin
bukan merupakan proksi yang baik untuk kualitas audit di Indonesia.
20
5.2. Saran
1) Untuk Peneliti yang akan datang
1) Peneliti selanjutnya disarankan menambah sampel penelitian dengan periode
yang berbeda, atau jenis indiustri yang lain sehingga diharapkan jumlah data
emiten dengan komposisi dewan komisaris yang dominan lebih banyak.
2) Peneliti yang akan datang disarankan menganalisis karakteristik lain komisaris
independen selain karakteristik komposisi dewan, diantaranya kompetensi dewan
komisaris dan atau tingkat kesibukan dewan komisaris.
3) Untuk menguji hubungan kualitas audit dengan manajemen laba, peneliti yang
akan datang disarankan menggunakan proksi lain dari kualitas audit, misalnya
dengan proksi kegagalan audit.
2) Untuk Kepentingan Operasional
1) Konsentrasi kepemilikan saham oleh pemegang saham mayoritas dapat dijadikan
mekanisme corporate governance terhadap praktik manajemen laba.
2) Untuk mendukung efektivitas peran Dewan Komisaris, diperlukan Dewan
Komisaris yang memiliki karakteristik independen, dan kompeten dalam bidang
akuntansi dan atau keuangan.
3) Kepada para akuntan praktisi atau Kantor Akuntan Publik disarankan untuk dapat
meningkatkan kompetensi, melalui penyelenggaraan berbagai pelatihan terhadap
auditor atau memberikan tambahan pengalaman di lapangan, termasuk di
antaranya peningkatan kompetensi dan pemahaman atas PSAK.
21
Daftar Pustaka
Ardiati, Aloysia,Y. 2003. Pengaruh Manajemen Laba terhadap Return saham dengan
kualitas audit sebagai variabel moderating. Simposium Nasional Akuntansi VI,
Surabaya. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).
Babic, Verica. 2001. The Key Aspects of the Corporate Governance Restructuring in the
Transition Process”. Ekonomist, Vol.33.No.2.
Beneish, M.D. 2001. Earnings Management. A Perspective Management Finance, vol.27.
Number 12.
Budiwitjaksono, Gideon,S.2005. Kualitas Laba: Studi Pengaruh Mekanisme Corporate
Governance dan dampak manajemen laba dengan menggunakan analisis jalur.
Simposium Nasional Akuntansi VIII.,Solo.
Badan Pengawas Pasar Modal.2005.Keputusan Direksi PT. Bursa Efek Jakarta Nomor:
Kep-315/BEJ/06/2000.Tertanggal 30 Juni 2000. www.Bapepam.com
Carcello, Joseph V. and Albert L.Nagy. 2004. Client size, Auditor Specialization and
Fraudulent Financial Reporting. Managerial Auditing journal Vol.19 No.5. pp 651658
Chen, J (2001). Ownership Structure as Corporate Governance Mechanism: Evidance
from Chinese Listed Companies. Economic of Planning 34, pg 53-72.
Chen, Gongmeng, Michael Firth, Daniel N.Gao and Oliver M.Rui. 2005a. Ownership
structure, Corporate Governance, and Fraud: Evidence from China. Journal of
Corporate finance , XX (2005) , XXX-XXX
Chen, Key,Y, Kuen Lin Lin, Jian Zhou. 2005b. Audit Quality and Earnings Management
for Taiwan IPO Firms. Managerial Auditing Journal, Vol 20.1.pp.86-104.
Craswell, Allen T., Jere R. Francis dan Stephen L. Taylor. 1995. Auditor Brand Name
and Reputations and Industry Specialization. Journal of Accounting and Economics
(20). 297-322.
Dallas, George .2004. Governance and Risk. Analytical Hand books for Investors,
Managers, Directors and Stakeholders, p.21. Standard and Poor. Governance
Services, MC. Graw Hill. New York
Dechow, R.G.Sloan and A.P Sweeney.1995. Detecting Earnings Management, The
Accounting Review, Vol 70, No.2, hal 193-225.
22
Demsetz, H. and B.Villalonga.2001. Ownership Structur and Corporate Performance.
Journal of Corporate Finance 7, pg.209-233
Direktur Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai (DPAJP), Evaluasi Kinerja Akuntan
Publik. Media Akuntansi, Edisi 49/Tahun XII/ September 2005.
Fan, Joseph.P.H and Stijin Claessens. 2002. Corporate Governance in Asia: A Survey.
International Review of Finance, 3:2, 2002:pp71-103.
Gujarati, Damodar dan Sumarno Zain. 1993. Ekonometrika Dasar. Penerbit Erlangga
Jakarta.
Halim, Julia, Carmel Meiden, Rudolf Lumban Tobing. 2005. Pengaruh Manajemen Laba
pada Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan pada Perusahaan Manufaktur yang
termasuk pada LQ-45. SNA VIII Solo. Ikatan Akuntan Indonesia.
Hubert Ooghe and Tine De Langhe. 2002. The Anglo-American Versus The Continental
European Corporate Governance Model: Empirical Evidance of
Board
Composition in Belgium. Europen Business Review, volume 14, number 6-2002pp.437-449
Kao, Lanfeng and Anlin Chen. 2004. The Effects of Board Characteristics on Earnings
Management. Corporate Ownership and Control, Volume 1,Issue 3, Spring.
La Porta R,.F. and Lopez-De Silanez. 1999. Corporate Ownership around the word.
Journal of Finance 54, 471-518.
Marrakchi S., Chtourou. Corporate Governance and Earning Management . 2001. Social
Science Research Network (SSRN). http://paper.ssrn.com/abstract=275053
Mayangsari, Sekar. 2003. Analisis Pengaruh Independensi, Kualitas Audit, serta
Mekanisme Corporate Governance terhadap Integritas Laporan Keuangan.
Simposium Nasional Akuntansi VI, Surabaya.
Monks, R.A.G and N.Minow. 2001. Corporate Governance, 2nd ed, Blackwell
Publishing
Morck, R,.M. Nakamura and A.Shivdasani.1988. Management Ownership and Market
Valuation : An empirical analysis. Journal of Financial Economics 20.293-315
Moses, Douglas O, 1997, Income Smooting and Incentives: Empirical Using Accounting
Changes, The Accounting Review, Vol.LXII,No.2, April,pp. 259-377)
23
Musnadi, Said. 2006. Kajian tentang Struktur Kepemilikan Terkonsentrasi,Tipe
Kepemilikan dan Tipe Pengendalian sebagai Mekanisme Corporate Governance,
serta Dampaknya terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan. Disertasi. Universitas
Padjadjaran Bandung.
Peasnell, Ken, Peter Pope, Steve Young. 2001. Board Monitoring and Earnings
Management: Do Outside Directors Influence Abnormal Accruals ?. Working
Paper. The Department of Accounting and Finance Lancaster University
Management Scholl, Lancaster, UK.
http://www.lums.co.uk/publications
Sarkar et al .2006. Board of Directors and Opportunistic Earnings Management :
Evidence from India. Indira Gandhi Institute of Development Research and Lubin
Scholl of Business Pace University,USA. [email protected], [email protected],
[email protected]
Utami, Wiwik. 2005. Dampak Pengungkapan Sukarela dan Manajemen laba terhadap
Biaya Modal Ekuitas dengan Asimetri Informasi sebagai Variabel Intervening,
Disertasi, Universitas Padjadjaran, Bandung
U-Thai, Kriengkrai Boonlert. 2005. Earning Attributes and Investor Protection
:International Evidance, Working paper , http:// papers.ssrn.com Schol of
Accounting Oklahoma State
Veronica N.P Siregar, Sylvia dan Siddharta Utama. 2005. Pengaruh Struktur
Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, dan Praktik Corporate Governance terhadap
Pengelolaan Laba. Simpsium Nasional Akuntansi VIII. Ikatan Akuntan Indonesia.
Zou, Jian and Elder, Randal. 2001. Audit Firm Size, Industry Specialization and
Earnings Management by Initial Public Offering Firms. Working paper. School of
Management,
State
University
of
New
York
at
Bringhamtom,
[email protected]
24
Lampiran-Lampiran
Tabel 1. :Presentase Perusahaan Sampel Menurut Jenis Industri
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
Kelompok & Sub Industri
Manufaktur
Kel. Industri Dasar dan Kimia
Semen
Keramik dan Porselin
Logam dan Sejenisnya
Kimia
Plastik dan kemasan
Pakan ternak
Kayu & pengolahannya
Pulp & kertas
Kel. Aneka Industri
Otomotif & komponennya
Tekstil dan garmen
Alas kaki
Kabel
Kel. Barang Konsumsi
Makanan & minuman
Rokok
Farmasi
Kosmetik dan Keperluan rumah
tangga
Peralatan rumah tangga
Jumlah Total
Jumlah
Perusahaan
Jumlah
Sampel
Persentase
Sampel
3
5
10
10
11
4
5
5
2
4
9
10
8
3
4
3
66, 70
80
90
100
72,73
75
80
60
15
21
3
6
11
9
1
4
80
42,86
33,33
66,67
17
4
10
3
14
3
8
3
82,35
75
80
100
5
137
5
101
100
73,7 %
25
Tabel 2 : Statistik Deskriptif Konsentrasi Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, Komposisi
Dewan Komisaris, dan Manajemen Laba.
De scri ptive Statistics
N
KS
LOG.PNJ
BOD
ML
Valid N (lis twis e)
101
101
101
101
101
Minimum
3.14
4.25
.00
.00
Maximum
99.50
7.79
66.66
1.67
Mean
50.1070
5.7913
35.8843
.1304
St d. Deviat ion
23.02721
.61267
11.34982
.21974
Tabel 3 : Statistik Deskriptif Spesialisasi Industri Kantor Akuntan Publik.
Firm
Frequency
Percent
Non Spesialis KAP
Spesialis KAP
Total
Missing
Total
System
Valid Percent
75
73.5
Cumulative
Percent
74.3
74.3
100.0
26
25.5
25.7
101
99.0
100.0
1
1.0
102
100.0
26
Tebel 4 : Hasil Regresi Konsentrasi Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, Komposisi
Dewan Komisaris, Spesialisasi industri KAP terhadap Manajemen Laba
Model Summary
Model
1
R
.294a
R Square
.086
Adjusted
R Square
.048
Std. Error of
the Estimate
.21437
a. Predictors: (Constant), AUDIT, LOG.PNJ, BOD, KS
ANOVAb
Model
1
Regres sion
Residual
Total
Sum of
Squares
.417
4.412
4.829
df
4
96
100
Mean Square
.104
.046
F
2.268
Sig.
.067a
a. Predic tors: (Constant), AUDIT, LOG.PNJ, BOD, KS
b. Dependent Variable: ML
27
Coefficientsa
Model
1
Unstandardized
Coefficients
B
Std. Error
.636
.211
-.002
.001
-.074
.035
.001
.002
-.028
.049
(Constant)
KS
LOG.PNJ
BOD
AUDIT
Standardized
Coefficients
Beta
t
3.019
-1.975
-2.111
.393
-.567
-.200
-.207
.040
-.056
Collinearity Statistics
Tolerance
VIF
Sig.
.003
.051
.037
.695
.572
.931
.987
.938
.979
1.075
1.013
1.067
1.022
a. Dependent Variable: ML
b. KS = Konsentrasi Kepemilikan, LOG.PNJ = Ukuran Perusahaan, BOD=Komposisi Dewan
Komisaris, Audit= Kualitas Audit, ML = Manajemen Laba.
Tabel 5 : Uji Heterokedastisitas dan Normalitas
Coefficientsa
Model
1
Unstandardized
Coefficients
B
Std. Error
.448
.235
.000
.001
-.016
.039
-.003
.002
.014
.055
(Constant)
KS
LOG.PNJ
BOD
AUDIT
Standardized
Coefficients
Beta
t
1.908
-.299
-.417
-1.477
.256
-.031
-.042
-.153
.026
Sig.
.059
.765
.678
.143
.799
a. Dependent Vari able: EROR.ML
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnov(a)
Statistic
df
ERRORML
.036
a Lilliefors Significance Correction
Shapiro-Wilk
Sig.
101
Statistic
.352
df
.264
Sig.
101
.257
Tabel 6 : Statistik Deskriptif dan Hasil uji beda Manajemen laba menurut Kelompok
Kompetensi Komisaris independen
Statistik Deskriptif Manajemen laba menurut Kompetensi Komisaris Independen
KOM.BOD 0
N
20
Minimum
.01
Maximum
.91
Mean
.1589
Std. Deviation
.20827
KOMM.BOD 1
26
.00
.26
.0633
.06477
Valid N (listwise)
20
28
Hasil Uji Mann-Whiteny perbedaan besaran manajemen laba menurut kompetensi komisaris independen.
KOMPTNSI
KELOMPOK
KOM.BOD 0
N
20
28.90
578.00
KOM.BOD 1
26
19.35
503.00
Total
46
Test Statistik
Mann-Whitney U
Wilcoxon W
Z
Asymp. Sig. (2-tailed)
Mean Rank
Sum of Ranks
KOMPTNSI
152.000
503.000
-2.393
.017
Keterangan : a) Tabel ini adalah hasil pengolahan data manajemen laba menurut kompetensi komisaris
independen.
b) KOM.BOD 1 = Emiten dengan komisaris independen yang memiliki kompetensi pada
bidang akuntansi dan atau keuangan.
c) KOM.BOD 0 = Emiten dengan komisaris independen yang tidak memiliki kompetensi
pada bidang akuntansi dan atau keuangan.
29
Download