studi banding kinerja pengolahan tanah pola tepi dan pola alfa

advertisement
Keteknikan Pertanian
J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.3 No. 4 Th. 2015
STUDI BANDING KINERJA PENGOLAHAN TANAH POLA TEPI DAN POLA
ALFA PADA LAHAN SAWAH MENGGUNAKAN TRAKTOR TANGAN BAJAK
ROTARI DI KECAMATAN PANGKALAN SUSU
(Comparative of The Performance of Tillage Pattern Side and Alfa on Rice Field Using
Rotary Flow Hand Tractor at Kecamatan Pangkalan Susu.)
Gunawan Sinaga1,2, Lukman Adlin Harahap1, Ainun Rohanah1
1)Program
Studi Keteknikan Pertanian, Fakultas Pertanian USU
Jl. Prof. Dr. A. Sofyan No. 3 Kampus USU Medan 20155
2)Email : [email protected]
Diterima 11 Januari 2015 /Disetujui 30 Januari 2015
ABSTRACT
Patterns of land management include the ability of the tratcor to cultivate the land using processing pattern to measure
work capacity, efficiency and fuel consumption. The objective of this research was to know the capacity of Quick Boxer
G1000 tractor on rice field at Kecamatan Pangkalan Susu. Parameters measured were capacity, fuel consumption,
tractor efficiency and analysis of tractor usage. The result showed that treatment pattern affected significantly the
capacity, fuel consumption, and tractor efficiency. The highest capacity was found in side pattern
Keywords: tractor, rice field, treatment pattern.
Tanah sawah adalah tanah yang
digunakan untuk bertanam padi sawah, baik
terus menerus sepanjang tahun maupun
begiliran dengan tanaman palawija. Segala
macam jenis tanah dapat disawahkan asalkan
air cukup tersedia. Disamping itu padi sawah
juga ditemukan pada berbagai macam iklim yang
jauh lebih beragam dibanding dengan tanaman
lain, dengan demikian sifat tanah sawah sangat
beragam sesuai dengan sifat tanah asalnya
(Ilham, 2003).
Pengolahan tanah merupakan bagian atau
proses terberat dari keseluruhan proses
budidaya, dimana proses ini mengkonsumsi
energi sekitar 1/3 dari keseluruhan energi yang
dibutuhkan dalam proses budidaya pertanian.
Cara pengolahan tanah akan berpengaruh
terhadap hasil pengolahan dan konsumsi
energinya (Mundjono, 1989).
Secara spesifik cara pengolahan tanah
menurut Hardjosentono,et al.,(2000) digolongkan
dalam 3 hal,yaitu :
1. Alat pembuka (Primary tillage equipment)
2. Alat
penghancur
(Secondary
tillage
equipment)
3. Alat perata dan pembedeng ( Finishing tillage
equipment)
Alat pengolah tanah pertama adalah
alat-alat yang pertama sekali digunakan yaitu
untuk memotong, memecah dan membalik tanah.
PENDAHULUAN
Pengolahan tanah dapat dipandang
sebagai suatu usaha manusia untuk merubah
sifat-sifat yang dimiliki oleh tanah sesuai dengan
kebutuhan yang dikehendaki oleh manusia. Di
dalam usaha pertanian, pengolahan tanah
dilakukan dengan tujuan untuk menciptakan
kondisi fisik; khemis dan biologis tanah yang
lebih baik sampai kedalaman tertentu agar
sesuai untuk pertumbuhan tanaman.
Di
samping itu pengolahan tanah bertujuan pula
untuk : membunuh gulma dan tanaman yang
tidak diinginkan; menempatkan seresah atau
sisa-sisa tanaman pada tempat yang sesuai agar
dekomposisi dapat berjalan dengan baik;
menurunkan laju erosi; meratakan tanah untuk
memudahkan
pekerjaan
di
lapangan;
mempersatukan/pupuk dengan tanah; serta
mempersiapkan tanah untuk mempermudah
dalam pengaturan air (Rizaldi, 2006).
Pengolahan
tanah
adalah
setiap
manipulasi mekanik terhadap tanah yang
ditujukan menciptakan kondisi tanah yang baik
untuk pertumbuhan tanaman. Tujuan utama
pengolahan tanah adalah menyediakan tempat
tumbuh bagi benih, menggemburkan tanah pada
daerah perakaran, membalikkan tanah sehingga
sisa-sisa tanaman terbenam di dalam tanah dan
memberantas gulma (Suripin, 2002).
512
Keteknikan Pertanian
J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.3 No. 4 Th. 2015
keluar, sehingga tidak menumpuk di dalam
lahan. Kekurangan dari pola ini adalah makin
banyak pengangkatan alat pada waktu belok,
sehingga efisiensi kerja dari alat tersebut akan
berkurang (Tas, 2008).
Kapasitas kerja suatu alat didefinisikan
sebagai suatu kemampuan kerja suatu alat atau
mesin memberikan hasil (hektar, kilogram, liter)
per satuan waktu. Jadi kapasitas kerja
pengolahan tanah adalah berapa hektar
kemampuan suatu alat dalam mengolah tanah
per satuan waktu, sehingga satuannya adalah
hektar per jam atau jam per hektar atau hektar
per jam per HP traktor (Suastawa dkk, 2000).
Ada dua macam kapasitas pengolahan
tanah yaitu kapasitas lapang teoritis dan
kapasitas lapang efektif. Kapasitas lapang teoritis
adalah kemampuan kerja suatu alat di dalam
suatu bidang tanah, jika mesin berjalan maju
sepenuh waktunya (100 % ) dan alat tersebut
bekerja dalam lebar maksimum (100 %). Waktu
teoritis untuk setiap luasan adalah waktu yang
digunakan untuk kapasitas lapang teoritis.
Kapasitas lapang efektif atau aktual adalah ratarata dari kemampuan kerja alat di lapangan untuk
menyelesaikan suatu bidang tanah. Kapasitas
dari alat-alat pertanian dapat dinyatakan dalam
acre
perjam
atau
hektar
per
jam
(Daywin,et al.,2008).
Alat-alat tersebut ada dikenal beberapa macam,
yaitu bajak singkal. bajak piring dan bajak pisau
berputar (rotary) (Daywin dkk, 2008).
Bajak rotari adalah bajak yang terdiri
dari pisau-pisau yang berputar. Berbeda dengan
bajak piringan yang berputar karena ditarik oleh
traktor, maka Bajak ini terdiri dari pisau-pisau
yang dapat mencangkul yang dipasang pada
suatu poros berputar yang digerakkan oleh
motor. Bajak ini banyak ditemui pada pengolahan
tanah
sawah
untuk
pertanian
padi
(Smith dan Wilkes, 1990).
Bajak pada prinsipnya mempunyai fungsi
yang sama dengan cangkul. Bajak berguna untuk
memecah tanah menjadi bongkahan-bongkahan
tanah. Dalam pembajakan tanah biasanya
ditentukan oleh jenis tanaman dan ketebalan
lapisan tanah atas. Kedalaman lapisan olah
tanah untuk tanaman padi lebih kurang 18cm
bahkan ada tanah yang harus dibajak lebih
dalam
lagi
sekitar
20
cm
(Smith dan Wilkes, 1990).
Pengolahan tanah kedua diartikan sebagai
pengadukan tanah sampai jeluk
yang
komperatif tidak terlalu dalam. Peralatan
pengolahan lahan pertama mungkin digunakan
untuk pengolahan lahan kedua. Bajak satu arah
dan beberapa jenis bajak brujul dapat
disesuaikan dan diperlengkapi dengan alat-alat
tambahan, sehingga dapat digunakan untuk
pengolahan lahan kedua pada jeluk yang lebih
dangkal (Smith dan Wilkes, 1990).
Pengolahan tanah dengan pola tepi
dilakukan dari tepi membujur lahan, lemparan
hasil pembajakan ke arah luar lahan.
Pembajakan kedua pada sisi lain pembajakan
pertama. Traktor diputar ke kiri dan membajak
dari tepi lahan dengan arah sebaliknya.
Pembajakan berikutnya dengan cara berputar ke
kiri sampai ke tengah lahan. Pola ini juga cocok
untuk lahan yang memanjang dan sempit.
Diperlukan lahan untuk berbelok (head land)
pada kedua ujung lahan. Ujung lahan yang tidak
terbajak tersebut dibajak pada 2 atau 3
pembajakan terakhir. Sisa lahan yang tidak
terbajak (pada ujung lahan), diolah dengan cara
manual (dengan cangkul). Dengan pola ini akan
dihasilkan alur mati (dead furrow) yaitu alur
bajakan yang saling berdampingan satu sama
lain. Sehingga akan terjadi alur yang tidak
tertutup oleh lemparan hasil pembajakan,
memanjang ditengah lahan. Pada tepi lahan
lemparan hasil pembajakan tidak jatuh pada alur
hasil pembajakan (Tas, 2008).
Pada pola alfa pengolahan tanah diawali
dari tepi seperti bentuk alfa dan berakhir di
tengah lahan. Hasil pembajakan terlempar
BAHAN DAN METODE
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah lahan basah (lahan sawah) dan minyak
solar. Alat yang digunakan dalam penelitian ini
adalah traktor roda dua merk Quick Boxer G1000
dengan daya 7.5 HP, stopwatch, meteran, bajak
rotari, tali plastik dan gelas ukur.
Pada penelitian ini, metode yang
digunakan adalah studi literature (kepustakaan),
lalu melakukan pengamatan tentang alat
pengolahan tanah dan selanjutnya dilakukan
pengolahan tanah dengan menggunakan pola
tepi dan pola alfa dengan pengamatan
parameter.
Prosedur Penelitian
1. Pola Tepi
- Dibagi lahan sebanyak 3 petak dengan
ukuran masing-masing 10m x 10m,
- Diisi tangki bahan bakar traktor sampai
penuh sebelum traktor dijalankan,
- Dihidupkan mesin traktor,
- Diolah lahan dengan menggunakan
pola tepi,
- Dimatikan mesin traktor setelah petak
pertama selesai dibajak,
- Dicatat waktu kerja traktor,
513
Keteknikan Pertanian
J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.3 No. 4 Th. 2015
Diisi bahan bakar ke dalam tangki
sampai penuh dan dicatat volume
penambahan bahan bakar yang
dimasukkan ke dalam tangki,
- Dilakukan pengolahan lahan dengan
cara yang sama pada petakan ke 2 dan
ke 3
Pola Alfa
- Dibagi lahan sebanyak 3 petak dengan
ukuran masing-masing 10m x 10m,
- Dihidupkan mesin traktor,
- Diisi tangki bahan bakar traktor sampai
penuh sebelum traktor dijalankan,
- Diolah lahan dengan menggunakan
pola alfa,
- Dimatikan mesin traktor setelah petak
pertama selesai dibajak,
- Dicatat waktu kerja traktor,
- Diisi bahan bakar kedalam tangki
sampai penuh dan dicatat volume
penambahan bahan bakar yang
dimasukkan kedalam tangki,
- Dilakukan pengolahan lahan dengan
cara yang sama pada petakan ke 2 dan
ke 3
Kapasitas lapang teoritis (KLT) dapat
dihitung dengan persamaan :
KLT = 0.36 (v x lP)
Keterangan :
KLT
= Kapasitas lapang teoritis (ha/jam)
V
= Kecepatan rata-rata (m/s)
lP
= Lebar pembajakan rata-rata (m)
0.36
= Faktor konversi
(1 m2/s = 0.36 ha/jamKapasitas Kerja (Kapasitas
lapang efektif dan Kapasitas lapang teoritis)
Untuk mengetahui perhitungan Kapasitas
lapang efektif (KLE) digunakan persamaan :
L
KLE =
WK
Keterangan :
KLE = Kapasitas lapang efektif (ha/jam)
L
= Luas lahan hasil pengolahan (ha)
WK = Waktu kerja
-
2.
3.
Efisiensi Termis
Efisiensi termis adalah panas yang
digunakan oleh motor dari hasil pembakaran
bahan bakar, dapat ditentukan dengan
persamaan :
yo= (Ne / Ptermal) x 100%
dimana :
yo= Efisiensi Termis (%)
Ne = Daya Efektif (Kw)
Pe = Daya Termal (Kw)
Parameter Penelitian
1. Slip pengolahan tanah
Untuk mengetahui kedalaman kerja
maka dilakukan pengukuran pada lahan
yang telah diolah dengan membenamkan
alat ukur kedalam tanah dengan melihat
nilai kedalamannya pada penggaris
sehingga kita dapat mengetahui kedalaman
pengolahan tanah.
Untuk menghitung slip roda traksi
digunakan persamaan :
ܵ‫ ݋‬− ܾܵ
ܵ‫= ݐ‬
‫ ݔ‬100%
ܵ‫݋‬
dimana :
St = Slip roda traksi (%)
Sb = Jarak tempuh traktor saat diberi
pembebanan dalam 5 putaran roda(m)
So = Jarak tempuh traktor tanpa beban dalam
5 putaran roda (m)
4.
Analisis biaya
Perhitungan biaya pengolahan lahan per
hektar dilakukan dengan cara menjumlahkan
biaya yang dikeluarkan, yaitu biaya tetap dan
biaya tidak tetap.
஻்
Biaya pokok = A = [ + BTT] x C
௑
dimana:
BT
= Total biaya tetap (Rp/tahun)
BTT
= Total biaya tidak tetap (Rp/jam)
X
= Total jam kerja per tahun (jam)
C
= Kapasitas kerja alat (Ha/jam)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Slip Pengolahan Tanah
Dari hasil penelitian diperoleh data slip ban
seperti pada Tabel 1
2.
Konsumsi Bahan Bakar
Pengukuran bahan bakar dilakukan dengan
cara mengisi penuh tangki bahan bakar pada
traktor sebelum digunakan untuk setiap
pengolahan tanah. Kemudian setalah selesai
pengolahan tanah tangki bahan bakar diisi
kembali sampai penuh seperti awal, yang mana
jumlah bahan bakar yang ditambahkan tersebut
ditakar dalam gelas ukur, dengan cara tersebut
akan diketahui jumlah bahan bakar yang
diperlukan pada setiap olahan.
Waktu kerja (jam)
Tabel 1. Persentase Slip ban
pengolahan tanah (%)
Perlakuan
Jarak Tempuh
(m)
Bajak Singkal
12.76
Bajak rotary
Tanpa Beban
514
13.47
13.64
peralatan
Slip Ban
(%)
6.45%
1.2%
-
Keteknikan Pertanian
J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.3 No. 4 Th. 2015
Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa nilai slip
tertinggi terdapat pada perlakuan pembajakan
dengan bajak singkal yaitu sebesar 6.45% dan
terendah
pada
pembajakan
dengan
menggunakan bajak rotary yaitu sebesar 1,2%.
Hal ini dipengaruhi oleh jenis alat, lebar alat dan
kedalaman pengolahan. Semakin besar
kedalaman pengolahan, maka slip ban juga
semakin besar. Demikian pula dengan lebar alat
dan jenis alat yang digunakan akan berpengaruh
terhadap slip ban. Hal ini sesuai dengan literatur
Sembiring dkk (1990) yang menyatakan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi slip ban
adalah, beban pada traksi, jenis, ukuran, kondisi
roda traksi dan jenis dan kondisi tanah (landasan
traksi).
Nilai slip yang didapat dari penelitian ini
termasuk rendah, karena pada saat mengolah
tanah tingkat nilai slip tertinggi bisa mencapai 1525%, sedangkan pada tanah tanah liat basah slip
bisa terjadi sekitar 35%. Semakin tinggi nilai slip
yang terjadi maka akan semakin banyak tenaga
yang hilang menarik traktor tersebut. Hal ini
sesuai dengan literatur Sembiring dkk (1990)
yang menyatakan bahwa efisiensi tenaga tarik
yang tertinggi dalam pengolahan tanah adalah
pada tingkat slip 15-25%. Pada tanah liat yang
basah slip dapat terjadi hingga 60% dan hanya
menghasilkan tanah sekitar 10-20%. Hal ini
berarti banyak tenaga yang hilang untuk
mengatasi tahanan gelinding dan slip roda serta
hasil yang didapat berupa proses pelumpuran
oleh roda. Dalam penggunaan traktor pada tanah
liat basah atau lumpur, harus diperhatikan luas
kotak permukaan roda dengan tanah untuk
menaikkan tarikan. Makin luas permukaan, maka
tarikan akan semakin baik.
terjadi pembelokan traktor. Pengolahan lahan
dengan pola alfa merupakan pola pengolahan
yang memiliki jumlah belokan yang paling banyak
sehingga menghasilkan kapasitas lapang yang
paling rendah. Selain itu dibutuhkan tingkat
keterampilan operator untuk berbelok, dimana
pembelokan pada pola alfa membutuhkan tingkat
keterampilan yang baik. Besarnya derajat
pembelokan (besar ruang belok pada head land)
juga mempengaruhi stamina operator. Derajat
pembelokan yang tinggi pada saat awal
pengolahan seperti pola tengah, akan membuat
operator lebih cepat lelah sehingga untuk
menyelesaikan pekerjaan, konsentrasi dan
stamina sudah sangat menurun, terutama lahan
dengan olahan yang kecil. Demikian juga dengan
pola tepi yang memiliki derajat pembelokan yang
cukup tinggi pada saat akhir pengolahan lahan.
Dari data diatas maka dapat disimpulkan bahwa
pola tepi mempunyai jumlah belokan yang paling
sedikit dengan derajat pembelokan yang tidak
terlalu besar jika dibandingkan dengan pola alfa,
sehingga tidak terlalu mengguras stamina
operator, dan memberikan kapasitas lapang yang
lebih besar. Dari hal tersebut dapat disimpulkan
bahwa pola pengolahan dengan jumlah belokan
yang sama, dapat memberikan kapasitas lapang
yang berbeda. Hal ini sesuai dengan literatur
Siregar (2010) yang menyatakan bahwa belok di
ujung atau di sudut suatu lapang menghasilkan
suatu kehilangan waktu yang seringkali sangat
berarti, terutama pada lapang-lapang pendek.
Tidak peduli apakah suatu lapang dikerjakan
pulang balik, dari tepi ke tengah ataukah digarap
dengan mengelilingi titik pusatnya, jumlah waktu
belok persatuan luas untuk sebuah alat dengan
lebar tertentu akan berbanding terbalik dengan
panjang lapang. Menggarap secara pulang balik
memerlukan 2 kali belokan 1800 perputaran,
sedangkan kedua cara lainnya mencakup empat
belokan 900 per putaran.
Kapasitas Lapang Pengolahan Tanah
Dari hasil penelitian, diperoleh data
kapasitas lapang pengolahan tanah seperti pada
Tabel 2.
Efisiensi Traktor
Dari hasil penelitian, diperoleh data
efisiensi traktor seperti yang tersaji pada Tabel 3.
Tabel 2. Kapasitas lapang pengolahan tanah
(Ha/jam)
Kapasitas
Kapasitas
Perlakuan
lapang efektif
lapang teoritis
(Ha/jam)
(Ha/jam)
Pola tepi
0.088
0.589
Pola alfa
0.041
0.589
Tabel 3. Efisiensi traktor (%)
Efisiensi
Perlakuan
mekanis
(%)
Pola tepi
15.1
Pola alfa
6.73
Dari Tabel 2 dapat dilihat perbedaan
kapasitas lapang efektif yang sangat nyata
antara pola tepi dan pola alfa, dimana kapasitas
lapang efektif tertinggi terdapat pada pola tepi
yaitu 0,088 ha/jam dan terendah terdapat pada
pola alfa yaitu 0,041 ha/jam. Hal tersebut
dipengaruhi oleh waktu yang hilang selama
Efisiensi
Termis
(%)
85.03
53.26
Dari Tabel 3 dapat dilihat perbedan
efisiensi traktor yang sangat nyata antara pola
tepi dan pola alfa . Efisiensi tertinggi diperoleh
pada pola tepi yaitu sebesar 15.1 % dan
terendah pada pola alfa yaitu sebesar 6,73%.
515
Keteknikan Pertanian
J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.3 No. 4 Th. 2015
Menurut Yunus (2004), efisiensi suatu
traktor tergantung dari kapasitas lapang teoritis
dan kapasitas lapang efektif. Karena efisiensi
merupakan perbandingan antara kapasitas
lapang efektif dengan kapasitas lapang teoritis
yang dinyatakan dalam bentuk (%). Pada
pengolahan lahan yang menggunakan pola
spiral, dihasilkan efisiensi tertinggi yaitu sebesar
15.1%. Hal ini disebabkan oleh perbandingan
antara kapasitas lapang efektif dengan kapasitas
lapang teoritis memiliki perbedaan yang tidak
terlalu signifikan bila dibandingkan dengan pola
alfa. Konsentrasi dan ketepatan kerja operator,
amat mempengaruhi kerapihan kerja operator
tersebut. Konsentrasi kerja yang rendah, dapat
menyebabkan hasil olahan yang kurang baik,
sehingga daerah yang sudah diolah harus diolah
kembali karena hasil yang belum sempurna.
Ketepatan operator dalam mengambil alur
pengolahan pada saat mengolah di samping alur
yang telah diolah juga mempengaruhi efisiensi,
sehingga diperlukan operator yang terampil
dalam mengolah lahan.
Pada
pengolahan
lahan
dengan
menggunakan pola tepi, dihasilkan efisiensi
termis tertinggi yaitu sebesar 85,03%, yang
artinya perbandingan antara daya efektif traktor
dengan daya termal yang dihasilkan bahan bakar
tidak terlalu signifikan jika dibandingkan dengan
pola pengolahan lainnya. Pada pengolahan lahan
dengan menggunakan pola alfa dihasilkan
efeisiensi termis yang sangat rendah yaitu
sebesar 53,26%, yang artinya perbandingan
antara daya efektif traktor dengan daya termal
yang dihasilkan bahan bakar sangat besar.
Efisiensi termis dipengaruhi oleh tingkat
kemampuan operator saat mengoperasikan
traktor, karena semakin banyak waktu yang
digunakan oleh operator untuk mengolah lahan
maka akan semakin banyak juga bahan bakar
yang dipakai sehingga daya termal bahan bakar
akan semakin besar yang mengakibatkan
efisiensi termis semakin kecil. Banyaknya
belokan pada saat pengolahan juga sangat
berpengaruh terhadap efisiensi termis, karena
untuk mengolah belokan tersebut membutuhkan
lebih banyak waktu dan bahan bakar yang
dipakai akan semakin banyak.
tertinggi pada pola alfa yaitu sebesar 30,33 L/Ha.
Penghematan bahan bakar dapat terjadi pada
mesin berkecepatan lambat, asalkan tidak
kelebihan beban. Umumnya pada penurunan
20% kecepatan mesin, dapat menghemat 15%30% bahan bakar. Penghematan yang lebih
besar dapat diwujudkan apabila putaran mesin
dikurangi lagi hingga diatas 20%. Namun pada
penelitian ini kecepatan yang digunakan adalah
konstan yaitu 1,4 m/s, sehingga tidak
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
konsumsi bahan bakar masing-masing pola.
Tabel 4. Konsumsi bahan bakar (L/Ha)
Konsumsi bahan bakar
Perlakuan
(L/Ha)
Pola tepi
6,66
Pola alfa
30,33
Konsumsi bahan bakar sangat dipengaruhi
oleh lamanya pengerjaan suatu luasan lahan.
Semakin lama pengoperasian traktor, maka
konsumsi bahan bakar akan semakin tinggi.
Lamanya pengoperasian traktor ini tidak terlepas
dari kapasitas lapang traktor. Faktor lain yang
juga mempengaruhi konsumsi bahan bakar yaitu
kedalaman pengolahan dan ketinggian air
pengolahan. Semakin dalam peralatan mengolah
tanah, maka beban yang ditarik oleh traktor juga
akan semakin besar. Ketinggian genangan
pengolahan mempengaruhi tingkat kepadatan
tanah yang akan diolah. Air yang cukup akan
memperlunak tanah, sehingga beban yang ditarik
oleh traktor semakin berkurang. Ketiadaan
genangan pengolahan akan membuat beban
traktor menjadi berat yang dapat memperbesar
konsumsi bahan bakar.
Analisis Biaya
Analisis
biaya
digunakan
untuk
menentukan besarnya biaya yang harus
dikeluarkan saat produksi menggunakan alat ini.
Dengan analisi ekonomi dapat diketahui
seberapa besar biaya prosuksi sehingga
keuntungan alat dapat diperhitungkan. Hasil
perhitungan analisis biaya pemakaian traktor
dapatdilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Analisis biaya pemakaian traktor
Biaya pokok
Biaya pokok
Tahun
pola alfa
pola tepi
(Rp/Ha)
(Rp/Ha)
1
169121,085
58546,338
2
166390,282
55815,535
3
165481,275
54906,528
4
165027.562
54452,815
5
164755,902
52456,694
Konsumsi Bahan Bakar
Dari hasil penelitian, diperoleh data
konsumsi bahan bakar traktor seperti yang
tersaji pada Tabel 4.
Dari Tabel 4, dapat dilihat bahwa pola
pengolahan lahan memberikan pengaruh
berbeda sangat nyata terhadap konsumsi bahan
bakar. Konsumsi bahan bakar terendah diperoleh
pada pola tepi yaitu sebesar 6,666 L/Ha dan
516
Keteknikan Pertanian
J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.3 No. 4 Th. 2015
Berdasarkan data-data di atas, dapat
ditarik kesimpulan total biaya pengolahan
tertinggi setiap tahunnya diperoleh pada pola
alfa. Sebagai contoh pada tahun pertama
besarnya biaya produksi pada pola alfa adalah
Rp.169121,085/Ha, sedangkan pada pola tepi
hanya sebesar Rp. 58546,338 /Ha. Hal ini tidak
terlepas dari biaya tetap, biaya tidak tetap,
jumlah jam kerja dan juga kapasitas kerja
pengolahan tanah. Yang dimana semakin kecil
kapasitas kerja pengolahan maka akan semakin
besar biaya produksi yang akan dihasilkan. Hal
itu dikarenakan waktu kerja yang dibutuhkan
akan semakin banyak yang mengakibatkan
konsumsi bahan bakar semakin banyak pula.
DAFTAR PUSTAKA
Daywin , F.J dan R.G Sitompul dan Imam
Hidayat. 1999. Mesin-mesin budidaya
pertanian lahan kering.Proyek Peningkatan
Perguruan Tinggi Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Hardjosentono, M., Wijato, E. Rachlan, I. W.
Badra, dan R.D. Tarmana. 2000. MesinMesin Pertanian. PT. Bumi Aksara. Jakarta.
Ilham, M., 2003. Perkembangan dan faktor-faktor
yang mempengaruhi konfersi lahan sawah
serta dampak ekonominya. IPB Press.
KESIMPULAN
Mundjono.1989. Pengolahan tanah cara gejlokan
sebagai
alternatif
menanggulangi
terbatasnya penyediaan bibit tebu.
Prosiding Seminar Budidaya Tebu Lahan
Kering .Pasuruan.
1. Pola pengolahan lahan sangat berpengaruh
terhadap kapasitas lapang efektif, efisiensi
mekanis, efisiensi termis, konsumsi bahan
bakar traktor dan analisis biaya pemakaian
traktor.
2. Pengolahan lahan dengan pola tepi memiliki
kapasitas lapang efektif sebesar 0,088
ha/jam, efisiensi mekanis 15,1%, efisiensi
termis 85,03%, dan konsumsi bahan bakar
sebesar 6,666 liter/ha.
3. Pengolahan lahan dengan pola alfa memiliki
kapasitas lapang efektif sebesar 0,041
ha/jam, efisiensi mekanis 6,73%, efisiensi
termis 53,26% dan konsumsi bahan bakar
sebesar 30,33 liter/ha.
4. Hasil analisis biaya menunjukkan biaya
produksi yang paling kecil setiap tahunnya
adalah pada pola tepi yaitu sebesar Rp.
58546,338 /Ha.
5. Pada penelitian ini, pola tepi merupakan pola
yang paling baik untuk digunakan karena
memiliki kapasitas lapang, efisiensi mekanis
dan termis yang tinggi serta konsumsi bahan
bakar yang rendah.
Rizaldi, T. 2006. Mesin Peralatan. Departemen
Teknologi Pertanian FP USU. Medan
Suripin. 2002. Pengelolaan Sumber Daya Tanah
dan Air. Penerbit Andi Yogyakarta.
Smith,H., Pearson, A.E., Lambert,H., Wilkes,
M.S. 1990. Farm Machinery and
Equipment, McGraw Hill, Inc. Tri Purwadi,
Gembong.
Suastawa,
I.
N.,
Hermawan,W.
dan
Sembiring,E.N. 2000. Konstruksi dan
Pengukuran Kinerja Traktor Pertanian.
Teknik Pertanian. Fateta. IPB. Bogor.
Tas, P. 2008. Pengolahan dan Dinamika Tanah.
http://teknopetra.wordpress.com. [diakses
pada 12 januari 2014].
517
Download