ANALISIS PENGUKURAN KINERJA CSR BERDASARKAN

advertisement
1
ANALISIS PENGUKURAN KINERJA CSR BERDASARKAN EVALUASI
LAPORAN BERKELANJUTAN”
(STUDI KASUS PADA PT ANTAM (PERSERO) TBK)
Ezra Ariwendha S
Dede Abdul Hasyir
ABSTRAK
Pasca dikeluarkannya UU No. 40 tahun 2007, perusahaan yang bergerak di di bidang
dan / atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib menjalankan tanggung jawab sosial dan
lingkungan. Selain itu perusahaan juga wajib menyampaikan laporan pelaksanaan CSR atau
laporan keberlanjutan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kinerja CSR suatu perusahaan dengan
pendekatan studi kasus pada PT Antam. Studi kasus dilakukan pada PT Antam karena PT
Antam secara konsisten telah menerbitkan laporan keberlanjutan sejak tahun 2006. Sumber
data pada penelitian ini adalah data sekunder berupa laporan keberlanjutan PT Antam mulai
dari tahun 2006 hingga tahun 2015 ditambah dengan laporan tahunan perseroan. Metode
analisis data yang digunakan adalah content analysis.
Hasil dari penelitian ini menunjukan jika kinerja CSR PT Antam secara keseluruhan
dapat dikatakan baik, meskipun dari enam indikator dalam pelaporan keberlanjutan PT
Antam, hanya indikator ekonomi yang kinerjanya tidak begitu baik dalam beberapa tahun
terakhir.
Kata Kunci: CSR, Laporan Keberlanjutan, GRI, Analisis Konten, PT Antam
2
PENDAHULUAN
Indonesia sudah lama dikenal
sebagai negara kepulauan terluas di dunia.
Luasnya wilayah kepulauan ini membuat
Indonesia memiliki banyak kekayaan,
salah satunya kekayaan sumber daya
bahan
tambang.
Besarnya
potensi
kekayaan sumber daya bahan tambang
yang dimiliki Indonesia ini menjadi salah
satu yang faktor yang turut mendorong
berkembangnya kegiatan usaha di bidang
pertambangan nasional. Menurut UU No.
4
tahun
2009,
kegiatan
usaha
pertambangan
dapat
dikelompokkan
menjadi pertambangan mineral dan
pertambangan batubara.
Industri tambang (mining industry)
termasuk ke dalam golongan industri
ekstraktif. Industri ekstraktif adalah
industri yang bahan bakunya diambil dari
alam sekitar. Dan seperti industri lain,
industri ekstraktif mempunyai kewajiban
yang diatur dalam undang-undang. Salah
satu kewajiban bagi perusahaan di industri
ekstraktif adalah melakukan Corporate
Social Responsibility (berikutnya disebut
CSR) atau Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan (selanjutnya disebut TJSL).
Kewajiban melakukan CSR ini diatur
dalam UU No. 40 Tahun 2007 Tentang
Perseroan Terbatas. Pasal 74 ayat 1
undang-undang
tersebut
berbunyi
“Perseroan yang menjalankan kegiatan
usahanya di bidang dan/atau berkaitan
dengan sumber daya alam wajib
melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan”. Di dalam undang-undang
tersebut juga disebutkan CSR merupakan
kewajiban perseroan yang dianggarkan
dan
diperhitungkan
sebagai
biaya
perseroan yang pelaksanaannya dilakukan
dengan memperhatikan kepatutan dan
kewajaran. Selain berkewajiban untuk
melakukan CSR, perusahaan tambang juga
wajib untuk menyampaikan laporan
pelaksanaan
CSR
atau
Laporan
Keberlanjutan (Sustainablility Report). UU
No. 40 Tahun 2007 pasal 66 ayat 2
mengatur hal tersebut.
Salah satu perusahaan yang
konsisten
menyampaikan
Laporan
Berkelanjutan (Sustainability Report)
adalah PT Antam (Persero) Tbk. PT
Antam (Persero) Tbk telah membuat
Laporan Berkelanjutan (Sustainability
Report) sejak 2005. Namun, baru pada
Laporan Berkelanjutan (Sustainability
Report) tahun 2006, PT Antam (Persero)
Tbk mulai menggunakan GRI sebagai
pedoman dalam menyusun Laporan
Berkelanjutan (Sustainability Report). GRI
(Global Reporting Initiative). GRI
merupakan pedoman penyusunan Laporan
Berkelanjuan (Sustainability Report) yang
diakui secara global. Versi terbaru dari
GRI saat ini merupakan generasi keempat
atau disebut juga GRI G4.
Perusahaan lain yang juga secara
konsisten
menyampaikan
Laporan
Berkelanjutan (Sustainability Report)
adalah PT Bukit Asam (Persero) Tbk. PT
Bukit Asam (Persero) Tbk
secara
konsisten
menyampaikan
Laporan
Berkelanjutan (Sustainability Report) sejak
2007. Meskipun cukup banyak perusahaan
tambang yang sudah melakukan CSR,
namun belum semua perusahaan tambang
membuat
Laporan
Keberlanjutan
(Sustainable Report) atau menyampaikan
Laporan Berkelanjutan (Sustainability
Report)
dengan
konsisten.
Dua
kemungkinan yang menyebabkan hal
tersebut adalah belum adanya sanksi yang
cukup jelas jika perusahaan tidak
menyampaikan Laporan Keberlanjutan
(Sustainability Report) dan adanya
anggapan perusahaan jika Laporan
Berkelanjutan (Sustainability Report)
membutuhkan biaya yang belum tentu
setimpal dengan manfaat yang akan
didapatkan perusahaan.
Dalam
penyusunan
Laporan
Berkelanjutan (Sustainability Report),
sudah ada pedoman yang diakui secara
global, yaitu GRI. Sementara itu, belum
ada pedoman utama mengenai bagaimana
mengukur performa CSR perusahaan.
Sudah ada literatur yang membahas
3
mengenai
beberapa
metode
yang
digunakan untuk mengukur kinerja sosial
perusahaan, namun hampir semuanya
memiliki limitasi atau batasan (Turker,
2009). Upaya yang cukup besar telah
dilakukan untuk mengukur tanggung
jawab sosial kegiatan organisasi baik di
akademik dan komunitas bisnis. Namun,
seperti Wolfe dan Aupperle (1991 dalam
Turker, 2009) indikasikan, tidak ada cara
terbaik untuk mengukur aktivitas sosial
perusahaan.
Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengukur kinerja CSR perusahaan
dengan studi kasus pada PT Antam.
Kajian Pustaka
CSR (Corporate Social Responsibility)
European Commission (dalam
Weber, 2008) mendefinisikan CSR sebagai
sebuah konsep di mana perusahaan
memutuskan secara sukarela berkontribusi
untuk masyarakat yang lebih baik dan
lingkungan yang lebih bersih dengan
mengintegrasikan persoalan sosial dan
lingkungan ke dalam operasi bisnis mereka
dan dalam interaksi mereka dengan
stakeholder mereka. OECD dalam Weber
(2008) mendefinisikan CSR sebagai
kontribusi bisnis untuk pembangunan
berkelanjutan. Wisser (2010 dalam
Wisniewski, 2015) berpendapat bahwa
CSR pada dasarnya merupakan tanggung
jawab atas sebuah dampak pada
masyarakat. Tujuan utamanya adalah
untuk memaksimalkan dampak positif dan
meminimalkan dampak negatif. Hal
tersebut mengacu pada aspek lingkungan,
sosial, dan politik. Fontaine (2013)
memiliki pandangan jika CSR adalah
mengenai bagaimana bisnis menyelaraskan
nila-nilai dan perilaku bisnis dengan
ekspektasi dan kebutuhan stakeholders,
bukan hanya para pelanggan dan investor
tapi juga para karyawan, pemasok,
komunitas,
regulator,
kelompok
kepentingan tertentu dan masyarakat
secara keseluruhan. CSR mendeskripsikan
komitmen perusahaan untuk menjadi
akuntabel kepada para stakeholdernya.
CSR menuntut bisnis mengelola dampak
ekonomi, sosial, dan lingkungan dari
operasi bisnis untuk memaksimalkan
benefits dan meminimalisir downsides.
Galan (dalam Vintro & Comajuncosa,
2009) mendefinisikan CSR sebagai model
bisnis komprehensif yang dirancang untuk
memenuhi ketentuan dan ekspektasi
beragam stakeholders dalam sebuah
perusahaan
serta
memelihara
dan
melestarikan lingkungan.
Teori stakeholder
Teori stakeholder mulai muncul
pada pertengahan tahun 1980-an (Fahrizqi,
2010). Latar belakang munculnya adalah
keinginan untuk membangun suatu
kerangka kerja yang responsif terhadap
masalah yang dihadapi para manajer saat
itu yaitu perubahan lingkungan (Freeman
dan McVea, 2001). Tujuan dari
manajemen stakeholder adalah untuk
merancang metode untuk mengelola
berbagai kelompok dan hubungan yang
dihasilkan dengan cara yang strategis
(Freeman
dan
McVea,
2001).
Kelangsungan
hidup
perusahaan
tergantung pada dukungan stakeholder dan
dukungan tersebut harus dicari sehingga
aktivitas perusahaan adalah untuk mencari
dukungan tersebut. Pengungkapan sosial
dianggap sebagai bagian dari dialog antara
perusahaan dengan stakeholdernya (Gray
et al., 1995 dalam Fahrizqi, 2010).
Perusahaan bukanlah entitas yang hanya
beroperasi untuk kepentingannya sendiri,
dan untuk mendapatkan dukungan dari
stakeholder perusahaan harus memberikan
manfaat bagi para stakeholdernya.
Definisi
stakeholder
menurut
Freeman dan McVea (2001) adalah setiap
kelompok atau individu yang dapat
mempengaruhi atau dipengaruhi oleh
pencapaian tujuan organisasi. Stakeholder
dapat dibagi menjadi dua berdasarkan
karakteristiknya yaitu stakeholder primer
dan stakeholder sekunder (Clarkson, 1995
4
dalam Fahrizqi, 2010). Stakeholder primer
adalah seseorang atau kelompok yang
tanpanya perusahaan tidak dapat bertahan
untuk going concern, meliputi pemegang
saham, investor, karyawan, konsumen dan
pemasok,
bersama
dengan
yang
didefinisikan
sebagai
kelompok
stakeholder publik, yaitu pemerintah dan
komunitas.
Kelompok
stakeholder
sekunder didefinisikan sebagai mereka
yang mempengaruhi atau dipengaruhi
perusahaan,
namun
mereka
tidak
berhubungan transaksi dengan perusahaan
dan tidak esensial kelangsungannya.
Teori stakeholder adalah teori yang
menggambarkan kepada pihak mana saja
perusahaan bertanggungjawab (Freeman
dan McVea, 2001). Perusahaan harus
menjaga hubungan dengan stakeholdernya
dengan mengakomodasi keinginan dan
kebutuhan
stakeholdernya,
terutama
stakeholder yang mempunyai power
terhadap ketersediaan sumber daya yang
digunakan untuk aktivitas operasional
perusahaan, misal tenaga kerja, pasar atas
produk perusahaan dan lain-lain (Chariri
dan Ghozali dalam Fahrizqi, 2010). Salah
satu strategi untuk menjaga hubungan
dengan para stakeholder perusahaan
adalah dengan melaksanakan CSR. Dengan
pelaksanaan CSR diharapkan keinginan
dari stakeholder dapat terakomodasi
sehingga akan menghasilkan hubungan
yang harmonis antara perusahaan dengan
stakeholdernya. Hubungan yang harmonis
akan berakibat pada perusahaan dapat
mencapai keberlanjutan atau kelestarian
perusahaannya (sustainability).
Teori Legitimasi
Teori legitimasi didasarkan pada
pengertian
kontrak
sosial
yang
diimplikasikan antara institusi sosial dan
masyarakat (Ahmad dan Sulaiman dalam
Erdanu, 2010). Teori tersebut dibutuhkan
oleh institusi-institusi untuk mencapai
tujuan agar sejalan dengan masyarakat
luas. Menurut Gray et al. (Ahmad dan
Sulaiman, 2004 dikutip dalam Erdanu,
2010) dasar pemikiran teori ini adalah
organisasi atau perusahaan akan terus
berlanjut keberadaannya jika masyarakat
menyadari bahwa organisasi beroperasi
untuk sistem nilai yang sepadan dengan
sistem nilai masyarakat itu sendiri. Teori
legitimasi menganjurkan perusahaan untuk
meyakinkan
bahwa
aktivitas
dan
kinerjanya dapat diterima oleh masyarakat.
Perusahaan menggunakan laporan tahunan
mereka untuk menggambarkan kesan
tanggung jawab lingkungan, sehingga
mereka diterima oleh masyarakat. Dengan
adanya penerimaan dari masyarakat
tersebut diharapkan dapat meningkatkan
nilai
perusahaan
sehingga
dapat
meningkatkan laba perusahaan. Hal
tersebut dapat mendorong atau membantu
investor dalam melakukan pengambilan
keputusan investasi.
GRI (Global Reporting Initiative)
GRI merupakan sebuah lembaga
independen yang menyediakan framework
untuk pelaporan berkelanjutan yang
dipakai secara luas oleh banyak organisasi
di banyak negara. GRI dibentuk oleh
organisasi nirlaba Amerika Serikat yaitu
Coalition for Environmentally Responsible
Economies (CERES) dan Tellus Institute.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (berikutnya
disebut PBB) melalui United Nations
Environment Programme (UNEP) juga
ikut terlibat dalam pendirian GRI pada
tahun 1997. GRI bermarkas di Amsterdam,
Belanda.
GRI merilis panduan pelaporan
berkelanjutan pertama kali pada tahun
2000. Generasi kedua panduan pelaporan
berkalanjutan GRI, G2, lalu diterbitkan
pada tahun 2002. Permintaan akan
panduan pelaporan berkelanjutan GRI
terus berkembang. Hal ini kemudian
mendorong terbitnya GRI G3. Pada tahun
2011, terbitlah G3.1 yang merupakan
pembaruan dan penyelesaian dari G3,
dengan guidance (panduan) yang diperluas
pada pelaporan kinerja terkait gender,
komunitas, dan HAM (Hak Asasi
5
Manusia). Dua tahun kemudian, GRI
menerbitkan G4.
Sustainability Report
Sustainability report memiliki definisi
yang beragam, menurut Elkington (dalam
Tarigan dan Semuel, 2014), sustainability
report berarti laporan yang memuat tidak
saja informasi kinerja keuangan tetapi juga
informasi non keuangan yang terdiri dari
informasi aktivitas sosial dan lingkungan
yang memungkinkan perusahaan bisa
bertumbuh secara berkesinambungan
(sustainable performance). Saat ini
implementasi sustainability report di
Indonesia
didukung
oleh
aturan
pemerintah
seperti
Undang-Undang
Perseroan Terbatas (PT) nomor 40 tahun
2007.
ini kemudian akan diukur kinerjanya
menggunakan content analysis. Dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan
metode content analysis (analisis konten /
isi). Content analysis adalah metode
ilmiah untuk mempelajari dan menarik
kesimpulan atas suatu fenomena dengan
memanfaatkan dokumen (teks) (Eriyanto,
2011 dalam Atmajaya, 2015). Tahap
pertama adalah pemberian skor pada setiap
indikator kinerja yang terdapat pada
sustainability report. Skor 0 diberikan jika
indikator kinerja tidak diungkapkan dan
skor 1 diberikan jika indikator kinerja
diungkapkan. Selanjutnya, skor dari setiap
item
tersebut
dijumlahkan
untuk
memperoleh total skor.
Rumus perhitungannya adalah sebagai
berikut :
∑
Metodologi Penelitian
Objek Penelitian
Objek peneliitan yang diteliti pada
penelitian ini adalah laporan keberlanjutan
/ sustainability report yang diterbitkan
oleh PT Antam.
Metode Penelitian dan Sumber Data
Metode penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif dengan pendekatan studi kasus.
Penelitian studi kasus menurut Sulistyo
Basuki (dalam Sebastian, 2016) adalah
kajian mendalam tentang peristiwa,
lingkungan, dan situasi tertentu yang
memungkinkan mengungkapkan atau
memahami sesuatu hal.
Sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini merupakan data sekunder
dan menggunakan data kualitatif serta
kuantitatif.
Operasionalisasi Variabel
Dalam penelitian ini variabel yang
akan dijelaskan adalah CSR. Variabel CSR
CSRIj
=
Xij
nj
Keterangan :
CSRIj :
indeks
Corporate
Social
Responsibility perusahaan
∑ Xij : total item yang diungkapkan
perusahaan
Nj
: jumlah item pengungkapan
menurut] GRI
Interprestasi Pembahasan
Profil PT Antam
Antam pertama kali didirikan
dengan nama “Perusahaan Negara (PN)
Aneka Tambang” di Republik Indonesia
pada tanggal 5 Juli 1968 berdasarkan
Peraturan Pemerintah No. 22 tahun 1968
dan diumumkan dalam Tambahan No. 36,
BNRI No. 56, tanggal 5 Juli 1968.
Pendirian tersebut dilakukan melalui
penggabungan
beberapa
perusahaan
pertambangan nasional yang memproduksi
komoditas tunggal (Badan Pimpinan
Umum Perusahaan-Perusahaan Tambang
Umum Negara, Perusahaan Negara
Tambang Bauksit Indonesia, Perusahaan
Negara
Tambang
Emas
Tjikotok,
6
Perusahaan Negara Logam Mulia, PT
Nikel Indonesia, dan Proyek Tambang
Intan Kalimantan Selatan).
Grafik 1
Dalam perkembangannya, pada
tahun 1997 Antam menawarkan 35%
sahamnya ke publik dan mencatatkannya
di Bursa Efek Indonesia, sedangkan 65%
masih dimiliki oleh Pemerintah Republik
Indonesia. Selanjutnya pada tahun 1999,
Antam mencatatkan sahamnya di Australia
dengan status foreign exempt entity dan
kemudian ditingkatkan statusnya menjadi
ASX Listing pada tahun 2002.
Bisnis Antam secara garis besar
melakukan
kegiatan
eksplorasi,
penambangan, pengolahan, pemurnian
serta pemasaran bijih nikel, feronikel,
emas, perak, bauksit dan jasa pemurnian
logam
mulia.
Kegiatan
eksplorasi
dilakukan oleh Unit Geomin untuk
mencari
cadangan
mineral
dan
memastikan Antam memiliki cadangan
mineral yang cukup untuk keberlanjutan
perusahaan. Untuk kegiatan penambangan,
pengolahan, pemurnian serta pemasaran
komoditas inti perusahaan seperti bijih
nikel, feronikel, emas, perak, bauksit dan
jasa pemurnian logam mulia dilaksanakan
oleh unit / unit bisnis Antam lainnya. Dari
seluruh komoditas yang ada, hanya emas
yang dijual secara retail.
Pembahasan
Sebelumnya
telah
dijelaskan
mengenai rumus perhitungan indeks CSR.
Hasil perhtiungan rumus tersebut dapat
diketahui pada grafik seperti berikut :
Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa
indeks CSR PT Antam mengalami
fluktuasi. Sebetulnya PT Antam telah
membuat laporan keberlanjutan pada tahun
2005 tapi tidak diterbitkan kepada publik.
Baru pada tahun 2006 PT Antam
menerbitkan laporan keberlanjutannya
kepada publik untuk pertama kali. Sebagai
catatan pada tahun 2006 hingga 2009,
laporan
keberlanjutan
PT
Antam
mengikuti
panduan
pelaporan
7
berkelanjutan GRI G3, lalu pada tahun
2010 hingga 2012 laproan keberlanjutan
PT Antam menngikuti panduan pelaporan
berkelanjutan GRI G3.1, dan pada tahun
2013 hingga 2015 laporan keberlanjutan
PT Antam menngikuti panduan pelaporan
berkelanjutan GRI G4. Menurunnya
indeks CSR PT Antam pada tahun 2013
disebabkan keputusan direksi untuk
menggunakan standar pelaporan GRI G4.
Hal ini penulis ketahui dari sambutan
Dewan Komisaris PT Antam dalam
laporan berkelanjutan tahun 2013. Dalam
sambutan tersebut juga dikatakan jika
dalam panduan standar ini (GRI G4), uji
materialitas sangat ditekankan untuk
memilih informasi yang penting disajikan
bagi para pemangku kepentingan. Oleh
karena itu, pembinaan hubungan dengan
pemangku
kepentingan
(stakeholder
engagement)
dan
evaluasi
kinerja
keberlanjutan menjadi hal yang utama
dalam
pelaporan.
Dengan
dipergunakannya standar GRI G4, laporan
keberlanjutan
kini
tidak
lagi
menginformasikan sebanyak-banyaknya
aspek, melainkan lebih menekankan pada
kedalaman aspek yang memang material
untuk diungkapkan.
Dalam standar GRI G4, terdapat
enam
indikator
dalam
pelaporan
berkelanjutan yaitu, ekonomi, lingkungan,
sosial, praktik tenaga kerja, hak asasi
manusia (HAM),
masyarakat,
dan
tanggung jawab produk. Berikutnya
penulis akan membahas secara singkat
mengenai kinerja CSR PT Antam
berdasarkan enam indikator yang telah
disebutkan sebelumnya.
1. Ekonomi
Kinerja ekonomi PT Antam kurang
lebih dapat dilihat pada grafik berikut :
Grafik 2
Dari grafik tersebut, dapat terlihat tren
penurunan pada gross profit diikuti oleh
operating
income
yang
menalami
penurunan sejak tahun 2012. Bahkan
berturut-turut pada tahun 2014 dan 2015,
operating income PT Antam mengalami
kerugian. Penurunan kinerja ekonomi
Antam disebabkan menurunnya harga jual
komoditas seperti nikel dan emas.
Sebagai salah satu BUMN yang
beroperasi dalam bidang pertambangan,
Antam memberikan kontribusi kepada
8
negara dalam berbagai bentuk, mencakup
Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNPB)
dan berbagai jenis pajak sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan. Kontribusi
Antam pada negara dapat dilihat pada
grafik berikut:
Grafik 3
Menurunnya kinerja keuangan Antam juga
tampaknya memiliki pengaruh pada
jumlah kontribusi yang diberikan Antam
pada negara. Sejak tahun 2013 hingga
2015, jumlah kontribusi Antam pada
negara terus mengalami penurunan.
2. Lingkungan
Antam merupakan perusahaan
yang bergerak di sektor pertambangan dan
pemanfaatan sumber daya alam. Dengan
demikian material yang dimanfaatkan
bersifat tak terbarukan, sehingga ANTAM
melakukan perencanaan dengan hati-hati
agar kegiatan usaha dan operasi yang
dilakukan tidak menimbulkan konflik
dengan masyarakat setempat. Kegiatan
ANTAM juga diupayakan dapat tetap
menjaga sumber daya alam lainnya agar
tidak dieksploitasi tanpa kendali. Antam
senantiasa mematuhi ketentuan hukum
maupun regulasi yang berlaku di
Indonesia. Kepatuhan ini termasuk
kelengkapan dokumen persyaratan dan
perizinan dari pihak-pihak berwenang,
terkait pengelolaan lingkungan untuk
semua tahapan kegiatan, baik eksplorasi,
penambangan, hingga pascatambang.
Hingga tahun 2015, perusahaan belum
pernah dijatuhi hukuman
atau denda
terkait lingkungan. Dalam menjalankan
bisnisnya, perusahaan juga menghasilkan
limbah. Limbah yang dihasilkan dapat
dibagi menjadi dua yaitu limbah yang
mengandung B3 (Bahan Berbahaya dan
Beracun) dan Limbah non B3. Perusahaan
memiliki kebijakan pengelolaan limbah
yang diatur per area berdasarkan
karakteristik masing-masing unit bisnis.
Monitoring dan evaluasi pengelolaan
limbah dilakukan melalui pemantauan
berkala dengan melibatkan konsultan dan
laboratorium independen yang hasilnya
dilaporkan secara rutin kepada manajemen
dan instansi terkait. Jika terjadi insiden
atau kebocoran limbah yang ditemukan
masyarakat atau pemangku kepentingan
lain, perusahaan memiliki mekanisme
pengaduan
yang
dapat
digunakan
masyarakat atau pihak lain tersebut.
Hingga tahun 2015, perusahaan belum
pernah mengalami terjadinya insiden atau
kebocoran limbah.
Komitmen Antam yang kuat
terhadap konservasi keanekaragaman
hayati dapat dilihat pada UBP Emas.
Antam membangun dan mengembangkan
9
Pusat Konservasi Keanekaragaman Hayati
(PKKH) dan Pusat Penelitian dan
Pendidikan Pohon dan Tanaman Asli
(P4TA), bekerja sama dengan Taman
Nasional
Gunung
Halimun
Salak
(TNGHS) dan PT Rimbawan Bangun
Lestari (Sustainable Management Group).
Program konservasi unggulan lainnya
dilakukan dalam kegiatan konservasi dan
pelepasliaran satwa terancam punah,
persemaian bibit, serta melakukan restorasi
di kawasan longsoran TNGHS.
3. Sosial
Sebagai perusahaan tambang,
Antam menyadari pentingnya hubungan
baik dengan masyarakat. Oleh sebab itu,
Antam melakukan evaluasi dampak dan
program
pemberdayaan
masyarakat
sebesar 100% atau di seluruh area
operasional unit bisnis utama, yaitu UBPN
Sultra, UBP Emas, UBPN Malut dan UBP
Bauksit. Di area tersebut, Antam juga
melibatkan diri dengan masyarakat dan
bersinergi
dalam
merencanakan,
menjalankan dan mengevaluasi program
pemberdayaan
masyarakat.
Antam
melibatkan masyarakat lokal dalam
seluruh kegiatan operasinya. Pelibatan
tersebut mulai dari perekrutan tenaga kerja
yang mengutamakan masyarakat lokal,
pemberdayaan usaha kecil setempat
termasuk
koperasi
dalam
rangka
pengadaan barang / jasa, termasuk bekerja
sama dengan para kontraktor lokal untuk
pengelolaan lingkungan tambang dan
penanganan dampak negatif akibat
kegiatan operasional perusahaan. Selain
itu, Antam juga melibatkan masyarakat
dalam setiap tahapan program CSR, mulai
dari perencanaan, pelaksanaan, sampai
dengan pengawasan dan evaluasi (monev)
program. Di tahap perencanaan, Antam
melibatkan
masyarakat
melalui
musyawarah perencanaan pembangunan
(musrenbang), khususnya di tingkat desa /
kelurahan hingga di tingkat kabupaten /
kotamadya.
Di
tahap
pelaksanaan
program, pelibatan masyarakat dilakukan
melalui partisipasi aktif masyarakat
sebagai pelaku dan penerima manfaat
program. Sedangkan di tahap monev,
masyarakat dilibatkan melalui pemantauan
selama program berjalan dan memberikan
masukan untuk perbaikan program di masa
depan.
Selain program CSR, terdapat tiga
komponen
pelaksanaan
program
pengembangan masyarakat berkelanjutan
yang dilakukan oleh Antam yaitu Program
Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL),
Program Pengembangan Masyarakat, dan
Program
Pascatambang.
Program
Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL)
yang menjadi salah satu komponen
program
pengembangan
masyarakat
berkelanjutan merupakan pelaksanaan dari
Undang-undang No. 19 tahun 2003
tentang Badan Usaha Milik Negara dan
PER-09/MBU/07/2015 tentang Program
Kemitraan dan Bina Lingkungan Badan
Usaha Milik Negara. Antam melalui
program kemitraan selalu berupaya
mendorong
pertumbuhan
kegiatan
ekonomi masyarakat di sekitar daerah
operasi. Penyaluran dana (PK) dalam
bentuk pemberian pinjam modal dengan
syarat lunak yang dipergunakan untuk
pengembangan usaha dan pembinaan
kewirausahaan melalui pendidikan dan
pelatihan, pendampingan usaha dan
pengembangan pasar. Penyaluran dana PK
terbagi menjadi tujuh sektor yakni industri,
perdagangan, perkebunan, peternakan,
pertanian, perikanan dan jasa. Program
Bina Lingkungan (BL) bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat di
sekitar operasi. Fokus program Bina
Lingkungan Antam pada: bantuan bencana
alam,
pendidikan
dan
pelatihan,
peningkatan
kesehatan
masyarakat,
pembangunan
sarana
umum,
pengembangan sarana ibadah, pelestarian
alam, pengentasan kemiskinan, dan
peningkatan kapasitas mitra binaan
program kemitraan.
Sementara
itu,
program
pengembangan masyarakat (Community
Development / comdev) mencakup
10
penguatan
kapasitas
kelembagaan
masyarakat
dan
pemerintah
lokal,
peningkatan
kualitas
dan
layanan
pendidikan
masyarakat,
dukungan
peningkatan akses dan layanan kesehatan,
dukungan
peningkatan
pendapatan
masyarakat lokal, dan peningkatan kualitas
lingkungan hidup melalui konservasi dan
rehabilitasi
keanekaragaman
hayati.
Program comdev ditentukan berdasarkan
hasil pemetaan pemangku kepentingan dan
penilaian kebutuhan dan aset masyarakat.
Aktivitas
pascatambang
direncanakan
dan
dijalani
untuk
menangani dampak sosial dan lingkungan
yang diakibatkan oleh berakhirnya
kegiatan
operasional.
Aktivitas
pascatambang
tentunya
disesuaikan
dengan karakteristik dan kebutuhan
masing-masing wilayah. Selain itu, proses
rehabilitasi lahan juga dilaksanakan untuk
mengembalikan keanekaragaman hayati
pada area pascatambang. Kegiatan
Pascatambang yang sudah berjalan yaitu di
willayah pertambangan di Cilacap, Wawo,
Pulau Gebe, Kijang, Cikotok, dan
Kutoarjo.
Antam
berkomitmen
untuk
menangani anti korupsi yang menjadi isu
nasional sebagai salah satu bentuk
penerapan GCG. Antam melakukan
sosialisasi anti korupsi di lingkungan
internal maupun eksternal perusahaan,
antara lain dengan pemasok dan
pemerintah daerah perwakilan pemasok
serta pemerintahan daerah di masingmasing unit bisnis.
Perusahaan
juga
menerbitkan
materi anti korupsi di portal Antam untuk
kalangan internal dan pada website Antam
untuk umum.
Lebih jauh lagi, Antam juga
memasukkan materi anti korupsi dalam
program pengenalan perusahaan kepada
dewan komisaris dan direksi yang baru
diangkat serta kepada pegawai baru.
Kebijakan anti korupsi Antam tercantum
di dalam keseluruhan isi CoC (Code of
Conduct) pada bagian Etika Bisnis dan
Etika Kerja, terutama dalam poin benturan
kepentingan, memberi dan menerima,
pembayaran tidak wajar serta pengawasan
dan penggunaan aset. Antam juga
memiliki kebijakan khusus yang mengatur
larangan penerimaan dan pemberian
hadiah serta gratifikasi.
4. Praktik Tenaga Kerja
Jumlah pegawai hingga akhir 2015,
terdapat 5.072 orang pegawai yang
menjalankan kegiatan Antam di Kantor
Pusat, Unit Geomin, Unit Bisnis
Pertambangan, Unit Pascatambang, dan
penempatan di anak perusahaan. Pegawai
Antam, baik laki-laki maupun perempuan
yang memiliki status pegawai tetap
seluruhnya tercakup dalam Perjanjian
Kerja Bersama (PKB). Di dalam PKB
tersebut, Antam berkomitmen menjamin
kesejahteraan pegawai tetap melalui skema
kompensasi dan remunerasi yang terdiri
dari upah pokok, tunjangan tetap, dan
tunjangan tidak tetap dan insentif tahunan.
Skema tersebut berbeda bagi karyawan
tidak tetap yang hanya mendapatkan
honorarium dan beberapa tunjangan tetap.
Berdasarkan gender, mayoritas pegawai
tetap Antam adalah laki-laki dengan
jumlah 2.228 atau 91,95% dan selebihnya
adalah perempuan dengan jumlah 195 atau
8,05%. Tidak ada diskriminasi di
lingkungan kerja Antam. Jumlah karyawan
laki-laki yang jauh lebih besar merupakan
karakteristik perusahaan tambang yang
lebih diminati pegawai laki-laki. Demikian
pula dalam hal pemberian kompensasi dan
remunerasi
tidak
ada
perbedaan
berdasarkan gender. Skema kompensasi
dan remunerasi dibedakan berdasarkan
pengalaman kerja, status perkawinan,
jumlah tanggungan dalam keluarga, latar
belakang pendidikan, area, dan kinerja
pegawai serta faktor lainnya yang relevan.
Untuk itu, Antam menerapkan skema
evaluasi kinerja, yang saat ini sudah
diterapkan pada seluruh pegawai tetap.
11
Industri
pertambangan
menggunakan alat-alat berat yang berisiko
tinggi bagi keselamatan karyawan di
dalam kegiatan operasionalnya. Hal ini
menjadi perhatian khusus bagi Antam
untuk
memastikan
kesehatan
dan
keselamatan seluruh pegawai. Pengelolaan
keselamatan
pertambangan
yang
profesional dan terintegrasi merupakan
salah ujung tombak di dalam mencapai
kinerja K3 (Komite Keselamatan dan
Kesehatan Kerja atau Safety Committee)
yang baik. Aktifitas pertambangan juga
memiliki risiko lain yaitu keadaan gawat
darurat yang sewaktu-waktu dapat terjadi
disebabkan karena kecelakaan tambang
dan juga bencana alam. Upaya mitigasi
kecelakaan dan bencana telah dilakukan
oleh perseroan dengan cara menerapkan
praktik penambangan yang baik (good
mining practices) serta melaksanakan
perencanaan tanggap darurat (emergency
response plan).
5. Hak Asasi Manusia (HAM)
Sebagai perusahaan pertambangan,
PT Antam menjunjung tinggi nilai-nilai
HAM dalam menjalankan kegiatan
operasional. PT Antam memiliki sejumlah
kebijakan terkait Hak Asasi Manusia
(HAM) yang wajib dipatuhi oleh seluruh
karyawan. PT Antam tidak memiliki
pelatihan khusus HAM, namun setiap
kebijakan terkait HAM disosialisasikan
kepada karyawan. PT Antam juga
menjamin hak berserikat bagi para
karyawannya. Ada dua serikat pekerja di
lingkungan perusahaan, yakni Persatuan
Pegawai Aneka Tambang (Perpantam) dan
Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI).
PT Antam mendukung keberadaan serikat
pekerja sebagai pengakuan atas hak
berserikat dan menyatakan pendapat,
dalam hal ini Perpantam, secara tegas
tercantum pada pasal-pasal di dalam PKB.
6. Tanggung Jawab Produk
Produk utama Antam dari tiga
kelompok besar, yakni produk mineral dan
mineral olahan (terdiri dari bijih nikel,
feronikel, emas, perak, bijih bauksit,
alumina, & batu bara), jasa pemurnian
logam mulia (emas dan perak), dan jasa
eksplorasi pertambangan (geomin).
Dapat dilihat jika produk yang
dihasilkan perseroan adalah produk antara
yang masih memerlukan pengolahan lebih
lanjut agar bisa dimanfaatkan pengguna
akhir. Produk dalam bentuk bijih nikel,
feronikel, maupun bijih bauksit tidak dapat
langsung
digunakan
dan
tidak
membahayakan keamanan dan kesehatan
penggunanya. Sementara untuk produk
utama Antam yang lain, yakni logam
mulia emas maupun perak, penggunaan
oleh pelanggan sebatas untuk kepentingan
investasi maupun perhiasan sehingga
disimpan sebagai benda berharga. Adapun
proses penambangan, pengolahan dan
pemurnian dijalankan Antam dengan
memperhatikan
praktik-praktik
yang
terbaik
dan
memenuhi
ketentuan
perundang-undangan. Antam memiliki
komitmen tinggi untuk melakukan
pengelolaan dan pengolahan limbah yang
dihasilkan sehingga tidak membahayakan
habitat maupun mahluk hidup di
dalamnya. Komitmen ini membuat Antam
tidak pernah mendapatkan sanksi terkait
keamanan dan kesehatan penggunaan
produk.
Setiap produk Antam telah
memiliki sertifikasi yang diperlukan untuk
menjamin kualitas produk yang dihasilkan.
Produk emas Logam Mulia Antam,
misalnya, merupakan satu-satunya produk
logam mulia yang telah mendapatkan
sertifikat dari London Bullion Market
Association. Sedangkan produk feronikel
telah mendapat sertifikasi REACH
(Registration, Evaluation, Authorization
and Restriction of Chemicals) dari Uni
Eropa yang menegaskan keamanan
produk. Perseroan juga melakukan uji
laboratorium untuk memastikan spesifikasi
produk sebelum dikirim ke pelanggan.
Kesimpulan
12
Berdasarkan hasil analisis dan
pembahasan pada bab sebelumnya, maka
peneliti dapat memperoleh kesimpulan
sebagai berikut:
1. Kinerja CSR PT Antam jika dilihat dari
sisi
pengungkapan
pada
laporan
keberlanjutan dapat dikatakan cukup baik
meskipun mengalami tren penurunan pada
tahun 2013 hingga 2014 ketika perusahaan
memulai peralihan menggunakan GRI G4
sebagai panduan pelaporannya. Juga pada
beberapa laporan, peneliti menemukan
terdapat beberapa indikator yang berada
dalam laporan namun tidak dicantumkan
oleh perusahaan pada GRI Cross
Reference yang berada di bagian belakang
laporan
keberlanjutan.
Meskipun
demikian, pengungkapan yang dilakukan
perusahaan dapat dikatakan cukup baik
karena informasi yang terdapat dalam
laporan keberlanjutan perusahaan cukup
jelas dan dapat memberikan gambaran
mengenai kondisi perusahaan.
2. Dari keenam indikator pelaporan pada
laporan keberlanjutan PT Antam, hanya
indikator ekonomi yang kinerjanya dapat
dikatkan mengalami tren negatif. Hal ini
dapat terlihat pada kondisi finansial
perusahaan
yang terus mengalami
penurunan pada laba usaha sejak tahun
2012, bahkan mengalami rugi usaha pada
tahun 2014 dan 2015. Menurunnya kinerja
finansial perusahaan lebih disebabkan
terjadinya tren penurunan harga komoditas
yang diproduksi perusahaan.
Saran
1. Penelitian selanjutnya disarankan untuk
menambahkan data primer perusahaan
agar dapat melengkapi kekurangan dari
data sekunder.
2. Penelitian selanjutnya disarankan untuk
menambah subjek penelitian sehingga
dapat membandingkan kinerja suatu
perusahaan dengan perusahaan lain.
Daftar Pustaka
Atmajaya,
Teguh.
2015.
Analisis
Penerapan Sustainability Report
Perusahaan – Perusahaan
Pertambangan Peserta Indonesia
Sustainability
Reporting
Awards (ISRA) 2013. Artikel
Ilmiah Mahasiswa 2015. UNEJ.
Jember
Erdanu, Yudho. 2010. Pengaruh Jenis
Industri
Terhadap
Luas
Pengungkapan Tanggung Jawab
Sosial (CSR Disclosure) Pada
Laporan Tahunan Perusahaan:
Studi Empiris Pada Perusahaan
Publik Yang Tercatat Di Bursa
Efek Indonesia Tahun 2009. Undip.
Semarang
Fahrizqi, Anggara. 2010. Faktor-Faktor
Yang
Mempengaruhi
Pengungkapan Corporate Social
Responsibility
(CSR)
Dalam
Laporan Tahunan Perusahaan
(Studi Empiris pada Perusahaan
Manufaktur
yang
Terdaftar
dalam Bursa Efek Indonesia).
Undip. Semarang
Fontaine, Michael. 2013. Corporate Social
Responsibility and Sustainability:
The
New
Bottom
Line?.
International Journal of Business
and Social Science
Vol.
4 No. 4
Freeman, R. Edward and McVea, John.
2001. A Stakeholder Approach to
Strategic Management. Working
Paper No. 01-02
Sebastian, Antonio. 2016. Alternatif
Penilaian Nilai wajar Aset Tak
Berwujud
Pada
Perusahaan
Digital (Studi kasus pada PT
METRANET).
Unpad.
Bandung
Tarigan, Josua dan Semuel, Hatane. 2014.
Pengungkapan
Sustainability
13
Report dan Kinerja Keuangan.
Jurnal Akuntansi dan Keuangan,
Vol. 16, No. 2,
88-101
Turker,
Duygu.
2009.
Measuring
Corporate Social Responsibility: A
Scale Development
Study.
Journal of Business Ethics 85:411–
427
Vintró, Carla and Comajuncosa, Josep.
2010.
Corporate
Social
Responsibility In
The Mining
Industry: Criteria And Indicators.
Dyna, year 77, Nro. 161,
pp. 3141
Weber, Manuela. 2008. The business case
for corporate social responsibility:
A company-level measurement
approach for CSR. European
Management
Journal
(2008) 26, 247– 261
Wiśniewski, Maciej. 2015. CSR RISK
MANAGEMENT. Forum Scientiae
Oeconomia Volume 3 No. 4
Download