Tidak berjudul

advertisement
Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012
KAJIAN CERITA CANGKRANGGA DAN DURBUDHI DALAM TANTRI
KAMANDAKA DARI PENDIDIKAN AGAMA HINDU1
Oleh Purnami
ABSTRAK
Cerita Tantri Kamandaka merupakan cerita rakyat yang diwariskan secara turun temurun
yang didalamnya mengandung ajaran-ajaran yang terdapat dalam kitab suci Veda. Dalam
cerita “matinya sang kura-kura” disebabkan oleh kesombongan dan kemarahan. Cerita ini
sangat baik digunakan sebagai media untuk menyampaikan ajaran-ajaran agama Hindu
kepada umatnya serta menghayati serta mengamalkan nilai-nilai yang dipakai pedoman dan
tuntunan dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat.
Penelitian ini mencoba mengkaji nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam cerita Tantri
Kamandaka terutama pada bagian Tjakarangga dan Durbudhi yang isinya menceritakan
tentang persahabatan antara angsa dan kura-kura yang mereka bersahabat karena adanya air.
Penelitian ini juga dikontekstualisasikan dengan kondisi generasi muda umat Hindu yang
telah larut terhadap budaya Global sehingga nilai etika dan moral yang terdapat pada sastra
lokal tidak lagi terjamah.
Kata Kunci: Tantri Kamandaka, Tjakarangga dan Durbudhi, Nilai Pendidikan
ABSTRACT
Kamandaka Tantri story is folklore passed down from generation to generation that it
contains the teachings contained in the Vedic scriptures. In the story of "the death of the
turtle" caused by vanity and anger. The story is very well used as a medium to convey the
teachings of Hindu religion to the people, and to live and practice the values used in the
guidance and tutelage of everyday life in the community.
This study tried to assess the educational value contained in the story, especially on the Tantri
Kamandaka Tjakarangga and Durbudhi that it tells the story of the friendship between the
swans and turtles that their friendship because of the presence of water. The study also
contextualize the conditions of the younger generation of Hindus who have indulged the
global culture that values ethics and morals contained in the local literature is no longer
untouchable.
Keywords: Tantric Kamandaka, Tjakarangga and Durbudhi, Values Education
1
Direview oleh I Gusti Ngurah Aditya
1
Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012
A. Latar Belakang
Manusia sebagai mahluk individu dan mahluk social dalam hidup bermasyarakat
dalam memenuhi segala kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani, dalam hidup
bersosialisai, bermasyarakat manusia memerlukan pedoman, norma supaya tidak
terjadi benturan dalam memenuhi segala kebutuhan itu.
Demikian halnya dengan umat Hindu sebagai bagian dari kehidupan sosial umat
manusia sangat memerlukan adanya petunjuk sebagai pedoman hidup. Agama Hindu
mempunyai tujuan untuk mencapai kesejahteraan jasmani dan kebahagiaan rohani.
Untuk mencapai tujuan Agama Hindu umat Hindu harus mengetahui dan belajar
Veda (ilmu pengetahuan), dengan ilmu pengetahuan yang sempurna orang akan
memiliki kebijaksanaan untuk menjadi prang yang bijaksana melalui pendidikan
formal dan informal. Ilmu pengetahuan terus berkembang sesuai dengan
perkembangan zaman, demikian halnya dengan pendidikan. Pendidikan berjalan
secara continue, yang kerap di kenal sebagai pendidikan seumur hidup (Long Life
Education).
Agama Hindu adalah agama yang bersifat universal yang memberikan kebebasan
kepada penganutnya untuk mempelajari, menghayati sari-sari ajaran agamanya serta
mengamalkan dalam berbagai aspek kehidupan. Dengan sifatnya yang universal
itu,Veda sebagai kitab sucinya bukan untuk satu golongan saja tetapi adalah untuk
seluruh umat manusia baik yang beragama Hindu maupun yang tidak memeluk agama
Hindu. Namun demikian untuk mempelajari agama Hindu tidaklah mudah, selain
kesuciannya isi ajaran Veda sangatlah luas dan sifatnya yang sangat rahasia.
Karena sifatnya yang Rahasia dan sukar seseorang harus melakukan penyucian
lahir dan bathin, serta di pelajari secara berjenjang melalui berbagai bentuk ceritacerita, termasuk di dalamnya Panca Tantra yang didalamnya banyak mengandung
ajaran kebajikan, moral, etika dan budi pekerti. Ajaran-ajaran yang terkandung dalam
Panca Tantra sebenarnya mengacu kepada ajaran-ajaran yang teradapat dalam kitab
suci Veda. Namun dalam penyampaiannya kitab Panca Tantra tidak menyebutkan
bagian Veda mana yang “ditafsirkan” dalam Kitab Panca Tantra.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka penulis mencoba mengkaji nilai-nilai
pendidikan yang terdapat dalam cerita Tantri Kamandaka terutama pada bagian
Tjakarangga dan Durbudhi yang isinya menceritakan tentang persahabatan antara
angsa dan kura-kura yang mereka bersahabat karena adanya air. Karena danau tempat
Tjakarangga dan Durbudhi tinggal di landa kekeringan akhirnya mereka memutuskan
untuk pindah. Karena kura-kura tidak dapat terbang maka angsa memberikan
sepotong kayu di mulut kura-kura. Dalam perjalannya mereka melewati sepasang
anjing yang mencemooh kura-kura. Kura-kura yang tak dapat menahan
kemarahaannya, sehingga ia terjatuh kemudian tewaslah mereka.
Cerita Tantri Kamandaka merupakan cerita rakyat yang diwariskan secara turun
temurun yang didalamnya mengandung ajaran-ajaran yang terdapat dalam kitab suci
Veda. Dalam cerita “matinya sang kura-kura” disebabkan oleh kesombongan dan
kemarahan. Cerita ini sangat baik digunakan sebagai media untuk menyampaikan
2
Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012
ajaran-ajaran agama Hindu kepada umatnya serta menghayati serta mengamalkan
nilai-nilai yang dipakai pedoman dan tuntunan dalam kehidupan sehari-hari dalam
masyarakat. Mengingat makin terbukanya pergaulan bangsa dalam Era Globalisasi
yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuand dan teknologi hal ini sudah
pasti memberikan pengaruh pada kebudayaan nasional dan kebudayaan daerah yang
belakangan ini tampak adanya sikap yang kurang perhatian di kalangan generasi muda
terhadap karya sastra tradisional, kecenderungan generasi muda saat ini untuk meniru
budaya dari luar, membuat karya sastra local menjadi di tinggalkan.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebtu di atas tampak jelas bahwa, bagian
dari cerita Tantri Kamandaka Terdapat suatu nilai pendidikan. Untuk menyiasati
kontek kajian tersebut diperlukan rumusan masalah dalam menyatakan kaidah yang
ada.
Karena rumusan masalah sangat penting dalam proses penulisan, tanpa ada
masalah tidak mungkin adanya penggalian nilai-nilai untuk menentukan hasil suatu
kajian.
Bertitik tolak dari latar belakang tersebut di atas, maka penulis dalam
merumuskan masalah memilih sebagai berikut:
1. Apakah nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam cerita matinya sang kurakura?
2. Bagaimana hubungan cerita matinya sang kura-kura bila dikaitkan dengna
pendidikan moral etika Hindu?
C. Kedudukan Cerita Cangkrangga Wmang Durbudhi Dalam Kitab Suci Weda
Dalam kamus besar bahasa Indonesia edisi kedua cetakan ke IV yang diterbitkan
oleh Balai Pustaka tahun 1995. Pada halaman 245 “kedudukan diartikan antara lain;
(1) tempat kediaman, (2) letak atau tempat suatu benda dan status (keadaan atau
tingkatan orang, badan atau Negara dsb)”. Berkenaan dengan itu maka yang dimaksud
dengan keududkan tantric kamandaka dalam kitab suci Weda adalah letak atau tempat
keberadaan dari tantri Kamandaka, serta keterkaitannya dengan kitab suci Weda.
Cerita tantric ini bila di telusuri lebih jauh, tidak jelas siapa yang menyusunnya
dan siapakah yang membawanya ke Indonesia. Para pujangga pada jaman dahulu
enggan mencantumkan jati dirinya, mereka bercerita secara anonym. Padahal cerita3
Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012
cerita yang mereka sampaikan mengandung nilai yang tinggi dan bermanfaat dalam
kehidupan sehari-hari.
Tantric Kamandaka merupakan bagian dari isi kitab suci Weda. Definisi konsep
Tantri Kamandaka merupakan bagian dari isi kitab suci Weda. Definisi konsep Tantri
Kamandaka mengacu pada pengetahuan mengendai kitab suci dan pengertian dari
kitab suci Weda sehingga konsep Tantri Kamandaka adalah memuat penafsiran ajaran
Weda yang di laksanakan dalam kehidupan keagamaan Hindu.
D. Sinopsis Cangkrangga Wmang Durubudhi
Cangkrangga wmang durbudhi merupakan salah satu episode yang terdapat
dalam tantric kamandaka, yang di terjemahkan oleh (Drs. I Wayan Warna, Ida Bagus
Gde Murda, BA, Ida Bagus Marka, Ida Bagus Sunu, I Made Lodamanta, diterbitkan
Dinas pendidikan dan kebudayaan propinsi dati I Bali, 1986) adapun cerita tersebut
berikut:
Hana ta ya pas munggwing talaga kumudawati, ramya ikang talaga akweh
tunjungnya aneka warna hana cweta, rakta mwang nila pangkaja. Hanaa ta hangca
lakistri, masabha rikang talaga kumudawati panangka hiking wwai sangkaring talaga
masasara hangca lanang si cangkanggi ngaran: i. hangca wadon yeka sama
maungguwing talaga kumudawati malawas pwa masamitra lawan sang pas mangaran
di durbudhi ikang lanang si kacapa ikang wadon.
Kunang meh la hru masa, sang cayasat wwainikang talaga kumudawati, mawit
ikang hangca laki biring mitranya pas ikang mangaran si durbudhi mwang
maminengka saka ngke apan sang cayasat tika mangke wwainikang talaga kamu
wwai, nimittani nghulun mahyun layato, umungsi talaga ring himawan parwa ta
ngkana, mangaran ring manasasara, maha pawitra ika, wwainya mahening adalem lan
masat yan lahatamasuri kana paran ing hulan mitra.
Mangkana ing nikang hanga sumaheir ikang paslingnya; asuh mitra lukon
marasihining hulun iri kita mahyun matinggala kita mangke ring hulun mariha hurpita
prihawak? Apan pada gatining hulan lawan kita tan wenang madoha lawan wwai!
Saparanta mami tumuta milwa ri sukuduhkanta makaphalaning wwang samitra lawan
kita.
Yang di terjemahkan sebagai berikut :
4
Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012
Tjangkarangga dan Durbudhi adalah kura-kura dalam telaga kumudawati.
Permai telaga itu banyak teratainya, beraneka warna ada yang merah, putih ada yang
kebiru-biruan.
Ada angsa jantan-betina berkeliaran mencari makan di telaga kumudawati yang
asal airnya dari telaga manasara adapun nama angsa itu si tjangkarangga, yang jantan
bernama tjangkranggi, yang betina mereka sama-sama ada ditelaga lamalah sudah
bersahabat dengan kura-kura yang bernama durbudhi dan katjapa maka katanya:
“sahabat kami akan minta diri akan pergi berjalan. Berhasaratlah kami pergi dari sini
karena makin kering air ini nanti air telaga kumudawati. Lagi pula menghadapi musim
kemarau kami (kalau) akan jauh dari air itulah mula sebabnya kami bermaksud akan
pergi mencari telaga ke gunung hemawan itu bernama manasasara. Sangat hening
telaga itu, airnya jernih dan dalam, tidak kering pada masa kemarau. Kesanalah tujuan
pergi kami sahabat, demikian perkataan angsa itu, menyahutlah kura-kura itu katanya;
aduhai sahabat, sangat besar cinta kami, akan menyelenggarakan hidupmu sendiri,
bukankah sama hal kami dengan hal kamu (sama-sama) tak dapat jauh dari air,
kemana kamu pergi kami akan turut, akan mengikuti kepada senang dan susah kamu,
itulah buah persahabatan kami dengan kamu.
Sumahur ikang hangca; aum sang pas, hana kira-kira ning hulun nihan iking
kayu sahutan denta ri tangahnya, kami sumahura denta ri tangahnya, kami sumahura
ri tantungnya, sana-sini lawan swamining hulun kakawaca mene dening hulun humi
berekene rikita, hawya tan mategah denta manahut, nguni weh haywa ngucap-ngucap
salwirning kurungkalan. Seoeng ning hulun humi beraken ai ri kita, haywa juga
binaruhan denta, yan hance, atakwana haywa juga sinaruhan, yekti ulahanta, haywa
ta san pmituha pawuwus mami kunang ika yan tan pamitu hu warah mami, tan sidha
tekeng dan matemahan pati.
Mangkana lingnikang hangc yata sinahut tengah nikang kayu dening kang pas.
Tungung nikang kaya mwang bung bahnya cenucak dening kang hangca sana-sini
sajalu stri kanan kiri, teher amor ikang pas winawa dening hangca amare rikang
talaga mana sasara kah yunira.
Huwus madah ulihnya mor dating pwa ya ri rihuring tegal wilanggala.
Yang dimaskud adalah sebagai berikut:
Menjawab angsa itu; hai sang kura-kura ada angan-angan kami begini; kayu
ini pagutlah oleh mu ditengah-tengah kami akan memagutnya pada ujung sebelah
sana dan sebelah sini. Kami nanti membawa terbang kamu jangan tidak teguh kamu
akan memangutnya dan lagi jangan mempercakapkan apa saja yang kita atasi. Selama
kami membawa terbang kepada kamu jangan pula (sesuatu yang) ditegur-tegur
olehmu. Kalau ada yang bertanya-tanya jangan pulan di beri jawaban itulah tugasmu
jangan pula tidak mengikuti apa yang kami katakana tadi kalau kamu tidak ingat-ingat
kepada ajaran kami itu maka tak terlaksana kamu tidak akan sampai tempat tujuan
kita bahkan matilah kamu.
Demikian perkataan angsa dipagutilah tengah-tengah kayu itu oleh kira-kira
ujung kayu dan pangkalnya dipagut oleh angsa disebelah sana dan sebelah sini laki
bini kanan kiri, lalu terbang kura-kura itu dibawa oleh angsa, maksudnya akan pergi
ke telaga manasasara. Telah jauh merka terbang, sampailah mereka diatas ladang
wilangala.
5
Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012
Wana mangang tutuknya pwaya ikang pas hwa tekang kaya sinahutnya tiba
ikang pas ring ksiri tala leher pinangan taya dening cregala salakistri mati ikang
passasomah, ikang hangca kari kerangan apan tan pinihutu sapa wekasnya nguni
ring purwaka, lumaris ikang hangca mareng telaga manasasara.
Artinya adalah:
Adalah (desana) anjing jantan-betina, bernaung dibawah pohon mangga maka
menegadah anjing betina itu melihat angsa berdua itu terbang membawa kura-kura
katanya, hai sang bapa anaku lihatlah yang benar-benar ganjil itu kura-kura dibawa
terbang oleh angsa jantan menjawab! Menjawab anjing jantan ganjil sekali katamu!
Masa kan kura-kura bisa terbang karena angsa! Bukan kura-kura itu, tai kerbau
kering, rumah karu-karu, buah tangan untuk anak-anak angsa kiranya!
Demikian kata anjing jantan itu. Terdengarlah perkataan oleh kura-kura marah
ia dalam hatinya berdenyut-denyut mulutnya. Karena dianggap tai kering yang berisi
karu-karu, maka terbukalah mulutnya kura-kura itu lepaslah kayu yang dipungutnya
gugur kura-kura itu ke muka bumi. Mati kura-kura dengan betinanya angsa itu tinggal
meras kecewa karena tidak diikuti segala pesannya dahulu pada mulanya meneruskan
perjalannya angsa itu ketelaga manasasara. (Tantri Kamandaka, 78 cetakan I).
E. Tokoh Dalam Cerita dan Sifat-sifatnya
Cerita Cangkrangga wmang Durbudhi adalah symbol dari penggambaran sifat
manusia pada umumnya, yang semua kejadian dalam cerita itu adalah sebuah symbol
yang perlu dikaji dipahami makna yang terkandung dibaliknya. Dalam cerita
Cangkrangga wmang Durbudhi sangat luas dan banyak variable yang dapat dikaji.
Mengingat terbatasnya waktu dan kemampuan penulis maka penulis batasi kajian ini
pada “disebuah telaga kumudawati hiduplah dua ekor angsa dan dua ekor kura-kura
yang hidup bersahabat dan selalu bersama hingga suatu ketika pada saat musim
kemarau air telaga tersebut kering dan keruh, kemudian angsa berunding untuk pindah
ke telaga manasasara yang terletak di gunung hemawan yang merupakan telaga yang
tidak pernah kering airnya pada musim kemarau dan tidak keruh airnya, hal ini
disampaikan kepada kura-kura dan kura-kura ingin ikut serta karena merasa sudah
begitu saying hidup bersama selama ini, sehingga angsa memutuskan untuk membawa
kura-kura dengan cara membawa terbang dengan mengigit kayu sebagai alat
bantunya, si angsa sebelum berangkat menempuh perjalanannya menuju ke gunung
hemawan memberrikan pesan kepada kura-kura supaya patuh terhadap pesan tersebut
hingga di tengah perjalanan melintaslah angsa tersebut di atas pohon yang dibawah
pohon tersebut ada anjing yang melihat perjalanan tresbut dan mengaktakan bahwa
yang di bawa terbang angsa adalah tai kerbau bukan kura-kura, hal ini didengar oleh
6
Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012
kura-kura maka terpancinglah kemarahan hati sang kura-kura hingga tidak tahan dan
ingin membalas penghinaan yang di tunjukan pada dirinya, maka terbukalah mulut
kura-kura hingga kura-kura tersebut mati jatuh, angsa merasa kecewa karena semua
pesannya tidak di hiraukannya. Berdasarkan ringkasan cerita ini beberapa variable
dapat dikaji antara lain:
1. Sepasang angsa tinggal bersama dengan kura-kura di tepi telaga kumudawati. Dari
pernyataan ini dapat dipahami bahwa dalam agama Hindu sejak dunia ini
diciptakan oleh prajapati, kehidupan kebersamaan sudah merupakan cara yang
paling baik dalam social masyarakat. Angsa dan kura-kura dua tokoh yang
berbeda baik wujud, sifat serta perilakunya dapat hidup bersama dalam hal
mengarungi kehidupan bersama. Maka sangat aneh apabila manusia tidak dapat
hidup berdampingan antara satu dengan yang lainnya, dan harus memakai jalan
kekerasan tanpa melihat kepentingan umum atau kepentingan bersama secara
menyeluruh. Bagi umat Hindu seharusnya mempunyai ethika moral yang tinggi
untuk mengendalikan diri dan mengedepankan kepentingan bersama serta
kenyamanan dilingkungannya. Dalam Reg Veda X.191 tentang kerja sama ini
disebutkan sebagai berikut :
“ samani va akutik,
Samana hradayanivah,
Samanah astu v mano,
Yatah va susahati”.
Artinya:
Samalah hendaknya tujuanmu, samalah hendaknya hatimu, samalah hendaknya
pikiranmu, dengan demikian semoga hidup bahagia bersama-sama. (Gde Pudja,
1984; 156)
Dari sloka ini sangat jelas bahwa kerja sama di dalam masyarakat merupakan
suatu jalan mencapai keberhasilan yang membawa pada kebahagiaan bagi semua
kelompok masyarakat. Hal ini telah ada sejak zaman weda.
2. Angsa sebagai simbul kebijaksanaan.
Angsa adalah jenis binatang unggas yang memiliki sifat-sifat yang baik yaitu tidak
suka berkelahi dan hidup harmonis. Angsa juga memiliki kemampuan memilih
makanan. Meskipun makanan itu bercampur dengan air kotor tetapi yang masuk
ke perutnya adalah makanan yang baik saja, sedangkan air yang kotor keluar
7
Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012
dengan sendirinya. Demikianlah orang yang telah dapat menguasai ilmu
pengetahuan, kebijaksanaan mereka memiliki kemampuan wiweka. Wiweka
artinya suatu kemampuan untuk membeda-bedakan yang baik dengan yang jelek
dan yang benar dengan yang salah.
3. Bunga Teratai atau Bunga Padma Sebagai Simbol Alam Semesta.
Bunga teratai atau bunga padma yang melambangkan alam semesta dengan
delapan penjuru mata anginnya (asta dala)sebagai stana Tuhan Yang Maha Esa.
Alam semesta merupakan tempat dimana mahluk hidup menjalani segala
sesuatunya dan memanfaatkan serta menggunakan hasil alam semesta tersebut
untuk kemakmuran masyarakat sebesar-besarnya dengan jalan yang benar dan
tidak merugikan alam tersebut. Bunga padma juga merupakan lambang dari ilmu
pengetahuan yang suci yang merupakan symbol dari hakekat Tuhan itu sendiri.
Dalam synopsis cerita diatas bunga teratai trediri dari tiga warna yaitu merah,
biru, dan putih, yang ketiganya itu tumbuh di dalam kolam yang masing-masing
mempunyai makna simbolis tersendiri. Teratai biru menunjukan arah timur laut
dan yberstana disana Dewa Sambu yang bersenjatakan Tri Sula, teratai putih arah
mata angin timur yang berstana disana adalah Dewa Iswara bersenjatakan Bajra,
teratai merah melambangkan arah mata angin selatan daksina yang berstana
disana Dewa Brahma bersenjatakan gada. Dan alangkah idnahnya kolam tersebut
yang ditumbuhi oleh bunga teratai yang merupakan stana dari pada Tuhan.
Demikianlah dunia ini yang dilambangkan dengan kolam yang dijaga oleh para
Dewa dalam setiap penjuru arah mata angin.
4. Anjing sebagai Simbul Kesetiaan dan Kesabaran.
Dalam Mahabaratha pada bagian Svarga Rohanika Parva anjing disimbulkan
binatang yang memiliki kesetiaan dalam mengabdi terhadap tuannya, hingga ke
manapun akan diikuti serta ditunggu dengan sabar. Begitu juga dengan manusia
yang hidup di dunia ini dengan kesabaran dan kesetiaan memuja terhadap Tuhan
Yang Maha Esa maka akan membawa suatu hasil yang sesuai dengan karma itu,
sehingga manusia akan mendapatkan kenikmatan serta kemakmuran melalui
kesetiaann serta kesabarannya.
Anjing memang merupakan binatang yang paling setia, tetapi pada saat sudah
terdesak segala cara pasti akan dilakukan untuk mendapatkan suatu yang
8
Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012
diinginkannya. Seperti di dalam cerita di atas anjing menggunakan segala tipu
muslihat mengatai kura-kura sebagai tai kerbau yang di bawa terbang sehingga
kura-kura menjadi marah dan akhirnya ia terjatuh sehingga si anjing mendapatkan
makanan.
5. Kura-kura sebagai simbul kecerobohan dan ketidak hati-hatian.
Dalam cerita ini kura-kura disimbolkan sebagai wujud ketidakhati-hatian dan
keceraobohan, ketidakmampuan menahan nafsu amarah sehingga menyebabkan
terjerumusnya kura-kura ke dalam kematian. Kecerobohan dalam kehidupan
ataupun dalam segala hal yang dilakukan oleh semua orang akan membawa orang
tersebut ke dalam kesengsaraan yang akan menimbulkan ketidaknyamanan serta
penderitaan baik fisik maupu nonfisik sehingga menyebabkan terjadinya
keridakharmonisan dalam kehidupan ini.
Didalam kitab Nitisastra V.3 disebutkan:
“wasita nimitanta manemu laksmi,
Wasita nimittanta pati kapangguh,
Wasita nimittanta manemu dukha,
Wasita nimittanta mitra”.
Artinya:
Karena kata-kata engkau mendapat kebahagiaan
Karena kata-kata engkau menemui ajalmu
Karena kata-kata engkau menemui nestapa
Karena kata-kata engkau mendapati teman-teman
Dari sloka diatas, maka kita sebagai manusia harus berhati-hati dalam berkatakata, sebab kalau kita asal bicara maka kita akan bisa seperti kura-kura yang
terdapat dalam cerita tersbut diatas.
6. Telaga sebagai Simbol Dunia Ini
Telaga yang ditumbuhi oleh bunga teratai merupakan symbol dari dunia ini yang
dijaga oleh para dewa di Sembilan arah mata angin. Maka sangat indah telaga
yang ditumbuhi oleh teratai yang berwarna-warni.
7. Pohon Mangga
Anjing yang menunggu makanan di bawah pohon mangga sampai badannya kurus
kering karena pohon mangga merupakan symbol keberhasilan dan memang benar
adanya akhirnya anjing itu mendapatkan makanan yang diinginkannya.
9
Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012
F. Nilai Etika Agama Hindu
Nilai adalah merupakan kualitas dari suatu kehidupan manusia. Pendidikan adalah
suatu sestem untuk menuntun, menjinjing, mengarahkan, menjadikan dewasa secara
lahir dan batin terhadap seseorang melalui penananman nilai tertentu. Kata etika
berasal dari bahasa Yunani yaitu ethos atau la ethos, yang berarti kebiasaan atau adat,
dan etika menurut kamus Bahasa Indonesia yang berarti ilmu tentang hak
dan
kewajiban aklak (Tim Penyusun, 1989; 271). Ilmu pengetahuan ini tidak membahas
kebiasaan yang semata-mata berdasarkan sifat-sifat dasar dan inti sari kemanusiaan,
ialah adat-istiadat yang berhubungan dengan pengertian kesusilaan. Dalam bahasa
latin ethos disebutkan dengan kata mos moralitas, karena itu ethika sering diterangkan
dengan kata moral. Akan tetapi dalam ilmu pengetahuan, kata moral itu lebih dangkal
dari pada ethika. Moral hanya menyinggung arti perbuatan luar seseorang, sedangkan
ethic menyinggung pula kaidah dan motif perbuatan seseorang yang lebih dalam.
Ethika di nyatakan dengan tepat dalam bahasa Indonesia oleh perkataan kesusilaan
atau tata susila yang mempunyai pengertian baik, benar, sesuai, sopan santun, sikap,
kaidah dan norma. Semua hal tersebut yang menunjukan sikap terhadap semua norma
itu dan menegaskan bahwa tingkah laku manusia harus sesuai dengan norma atau
perintah agama yang berasal dari wahyu (Sabda Hyang Widhi). Titik tolak
peninjauannya adalah masalah kebaikan dan keburukan, keharusan, kebajikan, dan
pahalanya, orang harus memilih yang baik dan menjauhi yang tidak baik
(menghindari asubha karma). Berdasarkan pengalaman, tingkah laku seseorang di
katakan baik atau buruk, perbuatan baik mendapat pujian dann sebaiknya, maka itu
manusia tidak saja harus dapat membedakan perbuatan baik atau buruk, akan tetapi
lebih penting lagi, ia selalu berbuat dan bertindak, bertingkah laku baik dan
menghindari perrbuatan buruk. Berikut adalah kutipan sloka sarasamuscaya adalah
sebagai berikut:
Manusah sarvabhutesu varttate vai subhasubhe,
Asubhesu samavistam subhesvevavakarayet.
Maksudnya:
Diantara semua mahluk hidup, hanya yang dilahirkan sebagai manusia sajalah
yang dapat melakukan perbuatan baik atau buruk, leburlah kedalam perbuatan baik
10
Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012
segala perbuatan yang buruk itu, demikianlah tujuannya menjelma manusia.
(sarasamuscaya,2)
Yang dimaksud dalam sloka tersebut bahwa bagaimana manusia harus
menyusun hidup, sehingga kehidupan dapat dikatakan baik, manusia memahami
persolaan itu dan berusaha memcahkannya, karena manusia harus dapat membedakan
antara yang baik dan buruk serta kemampuan memilih yang baik keluhuran manusia.
Dalam cerita Cangkrangga wmang Durbudhi banyak terdapat nilai-nilai etika
antara lain etika social budaya, etika social ekonomi, hak dan kewajiban, tingkah laku
yang kesemuanya merupakan suatu bentuk ajaran yang perlu dipahami dan
dilaksanakan oleh umat manusia di kehidupan sehari-hari, adapun penjelasan tersebut
sebagai berikut:
1. Nilai Etika Sosial
Manusia dapat hidup sebaik-baiknya dan mempunyai arti, apabila ia hidup
bersama-sama manusia lainnya. Apabila manusia terpaksa harus hidup sendiri,
maka sifat kesendiriannya itu tidak mutlak dan langsung, melainkan bersifat
relative dan sementara. Dari lahir samapai meninggal manusia memerlukan
bantuan orang lain. Dari kondisi inilah, maka demi kelangsungan hidupnya
manusia perlu mendapat bantuan atau bekerja sama dengan orang lain dalam
masyarakat.
Dalam mempertahankan hidup dan usaha mengejar kehidupan yang lebih baik,
kiranya tidak mungkin hal itu dikerjakan sendiri tanpa bantuan dan bekerja sama
dengan orang lain, karena menurut kodratnya manusia merupakan mahluk pribadi
dan sekaligus mahluk social. Oleh karena itu manusia hanya mempunyai arti
dalam kaitannya dengan manusia lain dalam masyarakat. Sehingga kemampuan
manusia dapat terwujud dalam bentuk kerja sama antara satu dengan yang lainnya.
Sehingga kehidupan masyarakat untuk mencapai kemajuan, dan kemakmuran
dapat diwujudkan melalui hal tersebut. Kebersamaan dan kerja sama yang
dibangun dalam etika social akan membawa pada kedamaian dalam kehidupan
bermasyarakat tersebut sehingga kutipan “Brahman Atman Aikyam” yang
mempunyai arti Brahman dan Atman itu pada hakekatnya adalah tunggal. Menjadi
pangkal dari pemahaman bahwa sebenarnya sumber kehidupan manusia berasal
dari TUhan, dengan mencintai Tuhan maka Tuhan akan bersamamu; taatilah
11
Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012
Tuhan dan ia akan memperlihatkan kepadamu ajaranNya yang suci. Keadamaian
dalam kehidupan bermasyarakat merupakan sesuatu yang sangat diidam-idamkan
dan menjadi tujuan dari setiap umat manusia. Kerjasama dalam kehidupan social
masyarakat social masyarakat sungguh menjadi suatu hal yang sangat di perlukan
dan dalam kehidupan beragam Hindu mempunyai peranan yang sangat penting.
2. Nilai Etika Sosial Budaya
Manusia menciptakan manusia dilengkapi dengan akal pikirian, kemauan bebas
dan perasaan hokum dan peraturan yang harus ditaati oleh manusia dalam
memperkembangkan hidup yang baik dan mewujudkan kebahagiaan abadi.
Manusia hidup di dunia untuk berbuat mengisi dan mengatasi hidupnya tidak
hanya di dunia saja. dan manusia sadar dengan apa yang ia kerjakan untuk
menentukan dan mengatur hidupnya. Dengan akal pikirannya manusia mampu
mengelola alam ini untuk di jadikan barang-barang bergunauntuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Dan manusia berusaha dengan akal pikirannya mengolah
untuk dapat menciptakan barang-barang sebagai hasil ciptaan yang disebut
kebudayaan. Dimana manusia mengubah dan mengusahakan (mengerjakan)
kemungkinan-kemungkinan jasmani dan rohani dari pada alam yang diciptakan
oleh Hyang Widhi, disitulah terdapat kebudayaan. Maka dapat dikatakan bahwa
tuhan, telaga, angsa, air, makanan, ikan, dan sebagainya adalah unsure alam. Di
dalam kebudayaan berbuatlah manusia sebagai manusia terhadap alam, ia
membedakan dirinya dari aam dan menundukannya. Sedangkan kebudayaan
mempunyai hubungan timbale balik dengan agama namun demikian, agama dan
kebudayaan itu tidak sama. Hubungan kebudayaan dan agama tidak statis namun
dinamis selalu bergerak maju sesuai dengan perkembangan dan peradaban yang
ada. Pada kodratnya manusia mempunyai berbagai kerinduan, kekuatan,
daya/tenaga, yang harus diwujudkan dan disempurnakan, yaitu:
1. Kemungkinan badan, panca indra apabila diwujudkan dapat melahirkan, seni,
olah raga dan lain sebagainya.
2. Kemungkinan pikiran menciptakan ilmu pengetahuan, tehnik, filsafat.
3. Kemungkinan kehendak apabila disalurkan ke jalan yang benar akan
menimbulkan tata susila.
12
Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012
Manusia mempunyai kerinduan kepada sesame dan kepada Hyang Widhi Wasa,
jika kerinduan terhadap manusia diwujudkan maka akan melahirkan hidup
bahagia, adat-istiadat, bangsa dan Negara. Bilamana kerinduan terhadap Tuhan
(kesadaran keagamaan) disempurnakan maka timbul sembahyang, sradha dan
bhakti yang dilandasi dharma.
Di dalam masyarakat kebudayaan tdak lepas dari ilmu pengetahuan karena ilmu
pengetahuan sebagai pangkal berkembang tidaknya suatu tingkat hidup manusia.
Dengan ilmu pengetahuan maka manusia dapat memenuhi segala kebutuhannya,
dan dengan ilmu pengetahuan manusia bisa membahayakan dan menimbulkan
bencana di lingkungan mansyarakat tersebut. Maka untuk penyelarasan keadaan
tersebut. Agama memberikan tuntunan, dan arahan kepada seluruh umat manusia
untuk berjalan pada ajaran dharma tersebut. Sehingga tujuan yang menjadi citacita hidup manusia dapat tercapai.
3. Etika Sosial Ekonomi
Alam semesta diciptakan untuk memenuhi kebutuhan manusia dan idpergunakan
untuk kemakmuran dan kesejahteraan hiduup, sehingga dalam kehidupan social
ekonomi masyarakat perlu mengenal dan menjalankan etika, sebagai bentuk
karma yang ditujukan kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai pencipta. Hakekat
hidup manusia adalah kerja. Dalam hidup manusia di dunia ia tidak dapat
menghindarkan diri dari kegiatan kerja, karena kerja adalah kodrat manusia.
Dengan bekerja manusia dapat memenuhi kebutuhannya, kerja yang dimaksud
adalah kerja yang dilaksanakan tanpa mengharapkan imbalan, tidak mengikat,
sebagai contoh orang yang membuat jalan agar lalu lintas menjadi lancara atau
membangun rumah tetangga dengan bergotong royong. Gotong royong yang
dimaksud sebagai wujud kerja yang dilakukan dengan ikhlas, maka orang tidak
diikat oleh kehendak mendapatkan imbalan. Sebaiknya kerja dilaksanakan dengn
tujuan mendapatkan imbalan, maka pekerjaan itu akan mengikat, yaitu orang
diikat oleh harapannya untuk mendapatkan pahala yang setimpal dengan jerih
payah yang dicurahkannya dalam pekerjaan itu. Kerja sebagai perintah yang
diberikan kepada manusia baik itu tua, muda, pemuda, rohaniawan dan
sebagainya. Karena dengan melakukan kerja yang ikhlas adalah suatu bentuk
13
Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012
yadnya (korban suci). Orang yang bekerja hanya didorong keinginan mendapatkan
kebahagiaan dunia semata (jagadhita), tanpa dilandasi bakti kepada Hyang Widhi,
hanya akan mendapatkan kebahagiana sementara. Akan tetapi orang yang bekerja
dilandasi dengan cinta kasih dan bhakti kepadaNya dan tujuannya untuk
menyatukan Atman dengan Brahman, maka akan mendapatkan kebahagiaan abadi
(sukha tanpawali dukha). Mereka yang selalu mengikatkan diri pada materi,
mereka selalu gelisah, sebab di dalam materi tidak terdapat ketengangan hati dan
kebhagaiaan sejati. Tetapi orang yang menyadari bahwa materi itu hanya sekadar
merupakan alat untuk menata diri (mengatur diri), mereka tidak menetang materi
dan kaidah suci, karena keduannya tersusun secara hirerarkis. Materi sebagai
fondasi dan sarana hidup ini dan kidah suci adalah naungan abadi Hyang Widhi,
yang melindungi manusia dari perbuatan nista dan keji. Mereka yang mengetahui
hal tersebut akan selalu beriman (sradha) dan berlindung kepada Sang Hyang
Widhi, memepercayai kebenaran Hukum Karma.
4. Hak dan Kewajiban
Tingkah laku manusia dapat terpaksa atau terikat karena kekuatan lahiriah, dapat
juga kekuatan batiniah kodratnya serta kemauan yang memerintahkan, yang
akhirnya menjadi keharusan moril. Kewajiban moril bagi manusia adalah tujuan
tertinggi yang disebut kebaikan tertinggi, yakni Hyang Widhi Wasa.
Sebagai contoh: adalah sepasang angsa yang mempunyai keinginan untuk
berpindah tempat dari telaga yang airnya kering menuju telaga yang airnya bening
dan penuh. Hal inilah yang merupakan hak angsa untuk terus hidup dengna
berpindah tempat. Kewajiban yang dilaksanakan dengan baik akan memberikan
hak kepada pelaksanannya.
a. Hak terhadap diri sendiri adalah wewenang moril untuk mengerjakan,
meninggalakan, memiliki dan mepergunakan sesuatu. Segala sesuatu dimana
kita mempunyai hak terhadapnya, kita mempunyai hak untuk hidup namun
kita mempunyai kewajiban untuk mencapai tujuan akhir yang didahului
dengan kewajiban hidup sesuai dengan hokum moral.
b. Hak milik perorangan adalah hak untuk memperoleh barang duniawi,
mengatur dan memakinya untuk diri sendiri. Sebagai mahluk yang berakal dan
berbudi, manusia harus dapat bertanggung jawab atas kehidupannya. Sebagai
14
Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012
penghasil manusia adalah mahluk kerja dan menikmati hasil tersbut secara
langsung.
c. Hak hidup orang lain menurut kodratnya membunuh dilarang keras karena
merupakan pelanggaran hak perorangan untuk mempergunakan hidupnya dan
pelanggaran hak umum. Hokum alam memberikan hak hidup, sehingga
memperbolehkan melindungi hidupnya itu dengan mempergunakan cara yang
menurut kodratnya tidak boleh. Misalnya membunuh tidak boleh, akan tetapi
bila hal itu terjadi dalam usaha membela diri, maka tidak merupakan suatu
dosa.
Kewajiban dalam asti obyektif adalah keharusan moril untuk melakukan sesuatu atau
meninggalkannya. Kewajiban dalam arti subyektif adalah suatu yang harus ditinggalkan
dan dilaksanakan. Kewajiban adalah cita-cita yang termulia karena kewajiban itu
merupakan ide dari Tuhan. Masing-masing dibatasi oleh hak dan kewajiban. Adapun
macam kewajiban adalah:
a. Kewajiban terhadap diri sendiri adalah keharusan orang mencari tujuan akhir dengan
melakukan perbuatan berlandasan moral yang baik. Untuk melaksanakan orang harus
hidup, jadi orang itu berhak atas hidup sendiri di bumi ini. Tuhan adalah pengemudi
tertinggi seluruh alam semesta dan ia menentukan apakah manusia telah melakukan
perbuatan baik yang cukup untuk mencapai tujuan akhir. Oleh sebab itu manusia tidak
mempunyai kekuasaan langsung terhadap dirinya.
b. Manusia diperbolehkan memperpanjang hidupnya, karena dengan demikian dapat
melaksanakan keuasaan tidak langsung. Kekuasan tidak langsung itu berarti bahwa
hidup ini hanya dipinjamkan oleh Tuhan kepada manusia untuk dipergunakan
memperbaiki perbuatan dan mencapai tujuan akhir. Segala sesuatu harus dipikirkan
untung rugi, baik buruk, karena kewajiban hidup di dunia adalah untuk bekerja.
Kewajiban juga tidak hanya terhadap sesame manusia saja melainkan kepada Tuhan
pun harus dilakukan. Kewajiban terhadap Tuhan adalah Agama dan dapat diketahui
oleh kodrat diri kita sendiri. Etika menuntut supaya manusia mengakui kenyataan itu
dalam tingkah lakunya. Agama sebagai rumusan kewajiban terhadap Tuhan yang
dapat ditinjau dari dua sudut; sudut obyektif yaitu agama terdiri dari kebenaran yaitu
manusia harus memuja Tuhan Yang Maha Esa sebagai kesempurnaan tanpa hingga,
15
Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012
pemujaan terhadap Tuhan merupakan perbuatan jasmaniah dan rohaniah, karena
setiap perbuatan manusia berdasarkan pada tindakan yang timbul dari kemauan.
Didalam cerita Cangkrangga wmang Durbudhi dapat diambil suatu penggambaran
tentang tingkah laku perbuatan manusia dalam memegang keteguhan hati, kesabaran,
nasehat dan juga pesan-pesan rohani yang semuannya bertujuan untuk kedamaian dan
keselamatan seluruh umat manusia. Berikut adalah sebagai petikan tetang nilai yang
mengandung pesan yang mempunyai nilai etika yang sangat tinggi, adapun hal tersebut
sebagai beriktu:
…… “haywa tan mategah denta manhut, nguni weh haywa ngucap-ucap salwir ning
kurungkalan, seoeng ning hulun humi beraken, ri kia, haywa juga binaruhan dinta, yan
hanca atakwana haywa juga sinahuran, yekti ula hanta, haywa ta san pmituha pawuwus
mami, kunai ka yan tan pamitu hu warah mami, tan sidha tekeng don matemahan pati.
(Cangkrangga Wmang Durbudhi, Cet 1)
Sang angsa menyampaikan pesan kepada kura-kura sebelum pergi dari telaga tersebut
yaitu untuk tidak menghiraukan dan tetap teguh dalam menggigit kayu, serta jangan
menjawab bila di perjalanan ada yang bertanya. Hal ini merupakan ajaran yang ditujukan
terhadap semua orang agar dalam mencapai sesuatu perlu konsentrasi atau pemusatan
pikiran supaya dapat sampai pada tujuan tersebut, jika dalam menjalankan tugas atau
kewajiban tersebut dilakukan dengan ceroboh dan gegabah maka tugas tersebut tidak
akan seleasi dengan mulus, sehingga sesuatu yang sudah direncanakan akan sia-sia saja.
Hati yang teguh maksudnya adalah tidak terombang-ambing dalam keadaan dan
kondisi apapun, sehingga hati, pikiran tidak tergoyahkan dengan adanya godaan,
rintangan yang dapat menggagalkan tujuan yang sudah direncanakan. Dengan demikian
manusia tidak dapat dengan seenaknya melaksanakan tugas dan kewajibannya sesuai
dengan kehendak hatinya karena dengan keteguhan dan tekad yang kuat segala
sesuatunya akan dapat di capai dan terwujud sesuai dengan apa yang dicita-citakan.
Dalam pergaulan hidup sehari-hari dan displin itu sama sekali kita tidak bisa lepas.
Terbukti sedikitpun kita salah di dalam tingkah laku akan bisa menjerumuskan kita
kelembah nista. Misalnya saja kalau kita sudah terbiasa hidup minum-minuman keras
atau mabuk-mabukan, urakan di jalan pada etika dapat kita kembangkan dari sejak dini
yaitu pada masa kecil dan anak-anak. Sebab kalau dari kecil sudah membiasakn diri
bersikap tidak baik maka setelah dewasa akan terbawa-bawa kebiasaan buruk itu dan
16
Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012
kehidupannya tidak akan kalau dibiasakan dididik dan dibina di dalam kehidupannya
sehari-hari untuk berbicara yang baik dan benar, bersikap ramah dan sopan kepada orang
lain, hormat kepada orang tua maka anak itu akan menjadi anak yang baik atau menjadi
orang yang berbakti kepada orang tua, masyarakat, bangsa dan Negara.
Demikian pula dengan disiplin atau teguh. Keteguhan atau kedisiplinan yaitu melatih
sikap dan watak agar dapat terlaksana sikap taat dan jujur didalam tingkah laku manusia.
Sama halnya dengan tersebut diatas, di dalam pergaulan hidup sehari-hari disiplin itu
perlu dikembangkan, untuk mengantarkan hidup kita sehingga menjadi anak yang baik
dan berguna bagi bangsa dan Negara. Contohnya: di dalam melakukan sesuatu kita harus
teguh iman, tahan dengan godaan meskipun apa yang terjadi kita harus tetap teguh
dengan pendirian kita sendiri. Sebab setiap melakukan sesuatu selalu ada godaan. Bila
seseorang senantiasa mengikuti kebenaran, maka hidupnya akan selamat dan sejahtera
terhindar dari bencana, memperoleh kebijaksanan dan kemuliaan. Kebenaran dan
kejujuran dapat dilaksanakan dengan mudah, apabila seseorang sudah terbiasa hidup
disiplin, jujur, dan memiliki keyakinan yang bersumber pada ajaran agama. Dengan
keyakinan dan disiplin ini seseorang akan mantap bertindak di jalan yang benar, menuju
yang benar. Sebab sifat lemah, tidak mempunyai pendirian tetap yang timbul pada diri
sesorang yang tengah menghadapi krisis dalam mengambil sikap penuh resikao,
kesungguhannya diidentikan dengan sifat yang tergolong tidak utama, orang yang disiplin
dan teguh pikirannya dapat merasakan sama antara susah dan senang, orang seperti inilah
dapat hidup kekal dan abadi.
Dari uraian tersebut di atas dapat disimak maknanya bahwa, etika dan disiplin atau
keteguhan hati merupakan ketaatan dan kejujuran tingkah laku yang dibuat oleh manusia,
dipatuhi dan ditaati untuk kepentingan dalam hidup pergaulan manusia sehari-hari guna
membina watak manusia agar menjadi keluarga yang baik, anggota masyarakat yang
baik, menjadi manusia yang berkeperibadian mulia dan membimbing umat Hindu dalam
usaha menciptakan hubungan yang harmonis dan selaras antara manusia dengan manusia,
manusia dengan lingkungan alam semesta dan antara manusia dengan Ida Sang Hyang
Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) dengan berbagai manifestasinya. Terciptanya
hubungan yang harmonis dan selaras merupakan salah satu landasan terwujudnya
kehidupan yang nyaman, rukun, damai dan sentosa, sehingga tercapainya tujuan umat
17
Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012
Hindu. Peranan cerita Cangkrangga dan Durbudhi dalam peningkatan etika dan disiplin
dikalangan umat Hindu pada hakekatnya adalah dipengaruhi oleh desa (tempat), kala
(waktu) dan patra (aturan) keadaan social ekonomi. Kata teguh atau disiplin kalau kita
kaitkan dengan ajaran Asta Brata yaitu mengenai delapan disiplin kepemimpinan
seseorang pemimpin pemerintah. Asta artinya delapan, sedangkan brata artinya tugas
kewajiban, azaz/laku. Adapun bagiannya adalah Indra Brata, Yama Brata, Surya Brata,
Candra Brata/ Sasi Brata, Anila/bayur Brata, Dhanada/Kwera Brata, Baruna Brata dan
Agni Brata/Bhani Brata (L Mardiwarsito, 1990; 86). Jadi Asta Brata adalah delapan sikap
mental disiplin merupakan ajaran Sri Rama kepada Gunawan Wibisana dalam memegang
tampuk pimpinan Negara yang terdapat di dalam Kitab Ramayana, Asta Brata tersebut
juga diajarkan dalam kitan hokum Hindu yang disebutkan dalam Manawa Dharma Sastra.
Manusia sadar atau tidak bahwa manusia mempunyai kecenderungan sifat baik (sifat
Dewa) Dewi sampat (Budhi mulya) dan kesenderungan sifat tidak baik, sifat raksasa
(Asuri sampat). Hal ini diakibatkan oleh badan manusia yang terdiri dari unsure purusa
yaitu adanya atman sebagai unsure antakarana sarira atau badan penyebab, dan unsure
pradana yaitu badan kasar atau stula sarira yang terdiri dari panca maha butha yang tidak
mempunyai kesadaran. Pertemuan antara Purusa (atman) dengan badan menyebabkan
manusia hidup dan memiliki kesadaran dan perasaan yang biasa di sebut dengan badan
rohaniah atau stula sarira, atau Citta yang memiliki tiga kekuatan yaitu:
a. Bhudhi yaitu alam kesadaran yang cenderung pada kebaikan, yang menyebabkan
segala keputusan yang keluar dari Budhi ini mengarah pada keputusan yang bersifat
baik, budhi luhur, sifat kedewasaan.
b. Ahamkara yaitu alam kesadaran manusia yang cenderung pada egois, yang
menyebabkan segala keputusan yang keluar dari ahamkara ini bersifat egois,
mementingkan diri sendiri bersifat keraksasaan (Asuri sampat).
c. Manah yaitu alam pikiran yang menyaring segala input untuk diolah kemudian
dikeluarkan menjadi sebuah keputusan out put. Pikiran inilah yang dipengaruhi oleh
budhi dan ahamkara tergantung mana yang lebih kuat, bila budhi lebih kuat
mempengaruhi pikiran maka keputusan yang keluar adalah bersifat baik, demikian
sebaliknya bila ahamkara lebih dominan mempengaruhi pikiran maka keputusannya
cenderung lebih mementingkan diri sendiri.
18
Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012
Selain itu pikiran juga masih dipengaruhi oleh tiga sifat Triguna, yaitu:
a. Guna Satwam yaitu sifat yang cenderung mengarah pada sifat ringan, menyenangkan,
lemah lembut, merasa puas.
b. Rajas yaitu sifat yang cenderung mendatangkan gerak, aktif, hal ini yang
menyebabkan manusia kadang-kadang cenderung untuk bergerak cepat.
c. Guna Tamas yaitu sifat yang menyebabkan manusia sering bersifat malas, masa
bodoh, keras, menetang menyebabkan timbulnya kebingunan.
B. Bentuk Penerapan Nilai Dalam Kehidupan Sehari-hari
Selain sifat dasar yang mempengaruhi manusia juga terdapat beberapa tingkah laku
yang merupakan suatu bentuk perwujudan dari nilai etika itu sendiri, hal ini dapat
diwujudkan dalam beberapa hal yang merupakan perwujudan yang dilaksanakan dalam
bentuk Tri Kaya Parisudha, Tat Twam Asi, Yama, Nyama Brata dan sebagainya di kehidupan
sehari-hari antara lain:
a. Tat Twam Asi
Tat Twam Asi berarti aku adalah engkau, engkau adalah aku. Kalimat ini
mengandung maksud bahwa kita wajib dan harus mengasihi orang lain sebagaimana
kita menyayangi diri sendiri. Inilah dasar utama untuk mewujudkan masyarakat yang
Canti (damai) dan Kerta ( makmur). Tat Twam Asi berarti selalu mengutamakan cinta
kasih, bhakti dan rela beryadnya (berkorban). Dari perkataan tersebut berarti bahwa
semua mahluk adalah sama yang berasal dari ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Dalam
kitabBhagawadgita dikatakan bahwa Atman memberikan hidup pada semua mahluk
dan juga menggerakan alam semesta sehingga disebut dengan Paramatma.
Kalau di umpamakan atman itu sebagai sinar matahari yang menyinari semua
tempat, sedangkan paramatma atau HYang Widhi ibaratnya sebagai dasar maka
bermakna Hyang Widhi yang ada di mana-mana dan tunggal yang menjadi dasar
hidup bagi semua ciptaanya.
Demikian setiap kehidupan berasal dari satu yaitu Hyang Widhi, oleh karena
itu setiap manusia harus mampu hidup berdampingan secara rukun, saling tolong
menolong dan bantu-membantu. Tat Twam Asi merupakan dasar ajaran Etika
(tingkah laku) yang baik dan benar yang diajarkan dalam agama Hindu. Ajaran ini
19
Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012
ditanamkan kepada seluruh umat, supaya memiliki kepribadian bahwa apabila
menyakiti orang lain berarti menyakiti diri sendiri dan menolong orang lain berarti
menolong diri sendiri. Ajaran yang trekandung dalam hal ini antara lain :
1. Cinta Kasih
Cinta kasih yang dimaksud disini adalah merupakan cinta kasih sejati yang
ditandai cinta kepada kebenaran dan kebaikan, maka menjadi kewajiban setiap
orang untuk berbuat baik dan benar. Dalam hal ini setiap umat manusia
mempunyai kewajiban yang harus dilakukan dalam dirinya yaitu menanamkan
cinta dan kasih terhadap segala mahluk ciptaannya. Cinta kasih inilah yang
membawa manusia dalam tingkatan hidup yang lebih tinggi dan merupakan wujud
nyata dari pengamalam dari pada Weda itu sendiri.
Ajaran Tat twam Asi akan membentuk moral seluruh umat manusia agar
menyayangi semua ciptaan Tuhan, karena manusia saling membutuhkan satu
sama lain. Apabila dapat dipahami dengan baik maka kehidupan di dunia ini akan
rukun dan selalu ada rasa damai.
2. Bhakti
Bhakti berarti perwujudan hati nurani yang ditujukan kepada semua orang serta
Tuhan Yang Maha Esa. Selain pengertian tresebut bhakti juga berarti
menyalurkan atau mencurahkan cinta yang tulus dan luhur kepada Hyang Widhi
Waca, Negara, Bangsa, Guru dan orang tua serta orang yang lebih tua.
Perwujudan rasa bhakti dapat berupa perbuatan yang tulus ditujukan kepada
seseorang tanpa pengharapan sesuatu imbalan. Bhakti dapat dibagi menjadi dua
tingkat yaitu apara bhakti dan para bhakti. Adapun yang dimaksud apara bhakti
adalah cinta kasih yang perwujudannya masih rendah, dan dilakukan oleh mereka
yang mempunyai tingkat penahanan dan pemahaman kesucian batin yang belum
tinggi. Tingkatan bhakti ini misalnya umat rajin sembahyang dan rajin membuat
sesaji baik di Pura maupun di rumah tepat pada waktunya. Sedangkan yang
dimaksud dengan para bhakti adalah cinta kasih lebih tinggi yang dilakukan oleh
umat dengan tingkat kesuciannya dan pemahaman agama lebih tinggi.
Selanjutnya dalam menanamkan ajaran Bhakti kepada seluruh umat dalam
membentuk moral ada beberapa bentuk Bhakti, yang disebut Bavabhakti yang
20
Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012
ditulis dalam buku Pendidikan Agama Hindu untuk Perguruan TInggi, yaitu
sebagai berikut:
1. Bhakti kepada Sang Hyang Widhi, yaitu wujud bhakti yang dihaturkan kepada
Sang Hyang Widhi yang memancarkan sinar-nya kepada semua mahluk yang
menyebabkan adanya hidup dan kehidupan di dunia ini. Hyang Widhi
menciptakan alam semesta ini dengan meyadnyakan diri-Nya. Tuhan
menciptakan manusia karena cinta kasih-Nya, oleh karena itu kita harus
menaruh kasih kepada Tuhan (kasih balas) yang dilandasi dengan rasa Bhakti.
2. Bhakti kepada orang tua yaitu bhakti yang dihaturkan kepada orang tua yang
melahirkan, mendidik dan membesarkan sehingga menjadi dewas dan mampu
berdiri sendiri serta sanggup memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebab itu setiap
orang wajib dan harus berbakti kepada orang tua dengan selalu memenuhi
permintaannya, menjalankan perintahnya dan menyenangkan hatinya.
3. Bhakti kepada guru yaitu wujud bhakti yang ditujukan kepada Guru yang
mempunyai tugas yang sangat mulia, yaitu meningkatkan kemajuan
masyarakat untuk kemajuannya. Oleh karena itu setiap orang/ siswa wajib
bhakti/ hormat kepada gurunya dengan senantiasa menuruti nasehatnya dan
berbuat baik kepadanya.
4. Bhakti kepada Bangsa dan Negara yaitu bhakti yang ditujukan kepada bangsa
dan Negara yang selalu siap sedia mengorabankan jiwa dan raga untuk
menegakan
kemerdekaan,
mendahulukan
kepentingan
umum
diatas
kepentingan golongan atau perorangan. Dalam usaha untuk memerdekakan
diri dari belenggu awidya dan melepaskan diri dari reinkarnasi (Punarbhawa),
orang harus dapat mengalahkan musuh yang ada pada diri kita.
Bhakti memiliki peran yang cukup, dalam usaha menanamkan pendidikan moral dan etika
kepada umat Hindu khususnya dan seluruh umat manusia pada umumnya.
b. Tri Kaya Parisudha
Tri Kaya Parisudha adalah tiga perbuatan yang harus ditanamkan dalam pendidikan
moral etika pada masyarakat sejak dini. Tri Kaya Prisudha terdiri dari:
1. Manacika, artinya pikiran yang baik.
2. Wacika, artinya perkataan yang baik.
21
Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012
3. Kayika, artinya perbuatan yang baik.
Manacika ialah gerak pikiran yang perlu disucikan, bila diperhatikan benar-benar
segala perbuatan manusia selalu bersumber dalam pikiran. Dari pikiran yang baik.
Akan timbul perkataan dan perbuatan yang baik pula, begitu sebaliknya pikiran yang
buruk akan timbul perkataan dan perbuatan yang buruk pula, ini harus dihindarkan
dari anak-anak. Manacika memiliki peranan agar anak-anak dapat berpikir yang baik
sehingga tertanam pula dalam pikiran anak itu pula, yaitu:
1. Tidak menginginkan/dengki pada milik orang lain.
2. Tidak marah kepada sesame mahluk.
3. Percaya akan kebenaran ajaran Karma Phala.
Wacika adalah perkataan yang harus disucikan, dengan berkata yang baik dan benar
pada anak akan timbul dari dalam dirinya ucapan santun baik kepada orang tua,
saudaranya dan orang lain. Untuk dapat terwujud pada anak perlu ditanamkan supaya:
1.
Tidak berkata jahat dan mencaci-maki
2.
Tidak berkata kasar dan menghadrik
3.
Tidak memfitnah
4.
Tidak bohong
Kayika adalah perbuatan atau tingkah laku yang harus disucikan, tingkah laku juga
menjadi cerminan dari mental anak. Dengan perbuatan yang baik anak dapat
dikendalikan dari perbuatan yang dilarang agama, seperti:
1.
Membunuh atau menyiksa.
2.
Mencuri, melakukan kecurangan terhadap harta benda orang lain.
3.
Berzina, memperkosa dan melakukan kekerasan lainnya.
Dengan menjalankan ajaran Tri Kaya Parisudha dengan baik dan benar, diharapkan agar
hidup ini bahagia dan memiliki mental baik.
22
Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012
G. Nilai Pendidikan Tattwa Pada Cerita Cangkrangga Wmang Durbudhi
Tattwa berasal dari kata tat berarti kebenaran mutlak atau Tuhan. Sedangkan twa memiliki
sifat. Jadi tattwa adalah yang memiliki sifat atau hakekat kebenaran mutlak. Jadi kebenaran
mutlak yang terdapat dalam cerita Cangrangga wmang Durbudhi antara lain:
1. Adanya sebuah kolam sebagai tempat tinggal serta tempat mencari kehidupan. Hal ini
sebagai sumber kehidupan yang disediakan oleh alam.
2. Adanya kura-kura dan angsa sebagai wujud kehidupan dalam masyarakat yang hidup
saling berdampingan satu dengan yang lainnya.
3. Adanya perpindahan dari kolam yang kering menuju ke kolam yang airnya bening
dan tak pernah surut. Hal ini merupakan penggambaran sebagai hal etos kerja yaitu
adanya peningkatan dari hal yang kurang baik menuju hal yang baik yang bisa disebut
juga dari neraka menuju surga.
4. Adanya bunga teratai sebagai simbul kesucian yang meruakan penggambaran stana
Tuhan dalam wujud asta dala.
5. Adanya anjing sebagai simbul kesetiaan. Hal ini digambarkan dengan sabarnya
dibawah pohon untuk mendapatkan makananya sebagai wujud phala dari karma yang
dilakukannya.
Dengan menelaah dan menerapkan nilai yang trekandung dalam cerita tersebut diatas
diharapkan bagi umat manusia pada umumnya dan umat Hindu pada khususnya agar dapat
mewujudkan apa yang menjadi tujuan serta keinginannya yaitu terciptanya kehidupan yang
damai aman, sejahtera lahir dan bathin. Oleh karena itulah hal ini tidak terlepas dengan peran
semua pihak dan adanya kerja sama antara satu dengan yang lainnya sehingga tujuan hidup
manusia yaitu “Moksartham Jagadhitaya Ca Iti Dharma” dapat tercapai.
H. Kesimpulan
Dari uraian tersebut maka penulis dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Bahwa nilai hal-hal yang berguna bagi umat manusia terdapat dalam cerita
Cangkrangga wmang Durbudhi yang mampu meningkatkan kedewasaan
seseorang di bidang kecerdasan, moral, sehingga mampu menganalisa nilai yang
terdapat dalam Tantri Kamandaka umumnya dan cerita Cangkrangga wmang
23
Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012
Durbudhi khususnya, yang menjadikan dirinya lebih dewasa dalam melihat,
menganalisa dan memecahkan masalah
2. Bahwa nilai yang terdapat dalam cerita Cangkrangga wmang Durbuhdi meliputi:
a. Nilai etika seperti rasa kasih saying, perbuatan baik dan buruk.
b. Adanya sumber kehidupan yaitu kolam Kumudawati yang keruh dan kering
dan kolam Manasasara yang airnya bening dan penuh adalah sebagai simbul
dari dua kekuatan, baik dan buruk.
c. Kura-kura yang tidak bisa mengendalikan diri sehingga jatuh dan akhirnya
mati adalah sebagai simbul neraka, sedangkan angsa yang mempunyai
keteguhan dalam pendirian sehingga dapat mencapai tujuannya maka sebagai
symbol dari sorga.
3. Cerita Cangkrangga mwang Durbudhi menekankan pada pengendalian diri
terutama tentang pikiran, karena pikiran itu adalah sumber dari perbuatan yang
baik, maka selalu diusahakan untuk berpikir yang bersih dan suci dalam menjalani
hidup ini.
I. dalam cerita Cakrangga dan Dhurbudhi
Nilai hak dan kewajiban. Tingkah laku manusia dapat terpaksa atau terikat
karena kekuatan lahiriah, dapat juga kekuatan batiniah kodratnya serta kemauan yang
memerintahkan yang akhirnya menjadi keharusan moril. Kewajiban moril dating
bukan dari diri sendiri ataupun dari orang lain melainkan dating dari tuhan, yang
merupakan sumber segala kewajiban. Tujuan mutlak yang merupakan keharusan
moril bagi manusia adalah tujuan tertinggi yang disebut kebaikan tertinggi, yakni
hyang widhi waca.
Sebagai contoh: adalah sepasang angsa yang mempunyai keinginan untuk
berpindah tempat dari telaga yang airnya kering menuju telaga yang airnya bening dan
penuh. Hal inilah yang merupakan hak angsa untuk terus hidup dengan berpindah
tempat. Kewajiban yang dilaksanakan dengan baik akan memberikan hak kepada
pelaksanannya.
a. Hak terhadap diri sendiri adalah wewenang moril untuk mengerjakan,
meninggalkan, memiliki, dan mempergunakan sesuatu. Segala sesuatu dimana kita
mempunyai hak terhadapnya, kita mempunyai hak untuk hidup namun kita
mempunyai kewajiban untuk mencapai tujuan akhir yang di dahului dengan
kewajiban hidupsesuai dengan hokum moral.
24
Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012
Di dalam cerita cangrangga wmang durbudhi dapat di ambil suatu
penggambaran tentang tingkah laku perbuatan manusia dalam memegang keteguhan
hati, kesabaran, nasehat dan juga pesan-pesan rohani yang semuanyabertujuan untuk
kedamaian dan keselamatan seluruh umat manusia. Berikut adalah sebagai petikan
tentang nilai yang mengandung pesan yang mempunyai nilai etika yang sangat tinggi,
adapun hal tersebut sebagai berikut :
Sang angsa menyampaikan pesan kepada kura-kura sebelum pergi dari telaga
tersebut yaitu untuk tidak menghiraukan dan tetap teguh dalam menggigit kayu, serta
jangan menjawab bila di perjalanan ada yang bertanya. Hal ini merupakan ajaran yang
ditujukan terhadap semua orang agar dalam mencapai sesuatu perlu konsentrasi atau
pemusatan pikiran supaya dapat sampai pada tujuan tersbut, jika dalam menjalankan
tugas atau kewajiban tersebut dilakukan dengan ceroboh dan gegabah maka tugas
tersebut tidak akan selesai dengan mulus, sehingga sesuatu yang sudah di rencanakan
akan sia-sia saja.
Hati yang teguh maksudnya adalah tidak terombang-ambing dalam keadaan
dan kondisi apapun, sehingga hati, pikiran tidak tergoyahkan dengan adanya godaan,
rintangan yang dapat menggagalkan tujuan yang sudah direncanakan. Dengan
demikian manusia tidak dapat dengan seenaknya melaksanakan tugas dan
kewajibannya sesuai dengan kehendak hatinya karena dengan keteguhan dan tekad
yang kuat segala sesuataunya akan dapat dicapai dan terwujud sesuai dengan apa yang
dicita-citakan.
J. Nilai pendidikan Tattwa pada Cerita Cangkarangga wmang Durbudhi
Tattwa berasal dari kata tat berarti mutlak atau tuhan. Sedangkan twa memiliki
sifat. Jadi kata tattwa adalah yang memiliki sifat atau hakekat kebenaran mutlak. Jadi
kebenaran mutlak yang terdapat dalam cerita cangkrangga wmang Durbudhi antara
lain:
1. Adanya sebuah kolam sebagai tempat tinggal serta tempat mencari kehidupan. Hal
ini sebagai sumber kehidupan yang disediakan oleh alam.
2. Adanya kura-kura dan angsa sebagai wujud kehidupan dalam masyarakat yang
hidup saling berdampingan satu dengan yang lainnya.
3. Adanya perpindahan darikolam yang kering ke kolam yang airnya bening dan tak
pernah surut. Hal ini merupakan penggambaran sebagai hal etos kerja yaitu adanya
peningkatan dari hal yang kurang baik menuju hal yang baik yang bisa disebut juga
dari neraka menuju surge
4. Adanya bunga teratai sebagai simbul kesucian yang merupakan penggambaran
stana tuhan dalam wujud asta dala
5. Adanya anjing sebagai simbul kesetiaan. Hal ini di gambarkan sengan sabarnya
dibawah pohon untuk mendapatkan makannya sebagai wujud dari karma yang
dilakukannya.
25
Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012
Dengan menelaah dan menerapkan nilai yang terkandung dalam cerita tersebut
di atas diharapkan bagi umat manusia pada umumnya dan umat hindu pada khusnya
agar dapat mewujudkan apa yang menjadi tujuan serta keinginannya yaitu terciptanya
kehidupan yang damai aman, sejahtera lahir dan bathin. Oleh karena itulah hal ini
tidak terlepas dengan peran semua peihak dan adanya kerjasama antara satu dengan
yang lainnya sehingga tujuan hidup manusia yaitu “Mksartam Jagadhita ya ca Iti
Dharma” dapat tercapai
K. Nilai Tentang Hak dan Kewajiban dalam Cerita Cakrangga dan Dhurbudhi
Dalam cerita Cangkrangga wmang durbudhi dapat di ambil suatu penggambaran tentang
tingkah laku perbuatan manusia dalam memegang keteguhan hati, kesabaran, nasehat dan
juga pesan-pesan rohani yang semuanya bertujuan untuk kedamaian dan keselamatan seluruh
umat manusia. Berikut adalah sebagai petikan tentang nilai yang mengandung pesan yang
mempunyai nilai etika yang sangat tinggi, adapun hal tersebut sebagai berikut:
…..”haywa tan mategah denta manahut, nguni weh haywa ngucap-ucap salwir ning
kurungkalan, seoeng ning hulun humi beraken, ri kia, haywa juga binaruhan dinta, yan
hanca atakwana haywa juga sinahuran, yekti ula hanta, haywa ta san pmituha pawuwus
mami, kunang ika yang tan pamitu hu warah mami, tan sidha tekeng don matemahan pati.
(cangkarngga wmang durbudhi, cetakan 1).
Sang angsa menyampaikan pesan kepada kura-kura sebelum pergi dari telaga tersebut
yaitu untuk tidak menghiraukan dan tetap teguh dalam mengigit kayu, serta jangan menjawab
bila di perjalanan ada yang bertanya. Hal ini merupakan ajaran yang ditujukan kepada semua
orang agar dalam mencapai sesuatu perlu keonsentrasi atau pemusatan pikiran supaya dapat
sampai pada tujuan tersebut, jika dalam menjalankan tugas atau kewajiban tersebut dilakukan
dengan ceroboh dan gegabah maka tugas tersebut tidak akan selesai dengan mulus, sehingga
sesuatu yang sudah direncanakan akan sia-sia saja.
Hati yang teguh maskudnya adalah tidak terombang-ambing dalam keadaan dan
kondisi apapun, sehingga hati, pikiran, tidak tergoyahkan dengan adanya godaan, rintangan
yang dapat menggagalkan tujuan yang sudah direncanakan. Dengan demikian manusia tidak
dapat dengan seenaknya melaksanakan tugas dan kewajiban sekehendak hatinya karena
dengan keteguhan dan tekad yang kuat segala sesuatunya akan dapat dicapai dan terwujud
sesuai dengan apa yang dicita-citakan.
26
Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012
DAFTAR PUSTAKA
Adia Wiratmaja, G.K, Etika Tata Susila Hindu Dharma, Magelang, 1975.
Agastama, Ida Bagus, dkk, Simbul Penyadaran dan Pencerahan, TU Warta Hindu Dharma,
Denpasar, 1997.
Agung Oka, I Gusti, Slokantara, Hanoman Sakti, Jakarta, 1992.
BP 7 Pusat, Buku Materi Penataran P4.
BP 7 Pusat, GBHN, 1993.
BP 7 Pusat, Tap MPR, 1993.
Dinas Pendidikan dan Kebudayan Propinsi Daerah Dati 1, Tantri Carita (Nandhaka Harana),
Bali, 1986
Hadi Wijaya, Sarwa Castra, Bali, 1970.
Hendropuspito. D. Sosiologi Agama. Malang : Penerbit Knisius, 1984.
Kajeng, I Nyoman dkk, Sarasamucaya, Surabaya: Paramita, 1999.
Mantra, IB, Tata Susila Hindu Dharma, Jakarta, 2002.
Mardiwarsito, L, Tantri Kamandaka (naskah danterjemahan dan glosarium), Jakarta, 1983.
Maswinara, I Wayan, Bhagawadgita, Jakarta, Paramita, 1997.
Pudja, Gede, Pengantar Agama Hindu III Veda, Surabaya: Penerbit Paramita, 1998.
Putra, I.G.A.G, dan I Wayan Sadia, Wrhaspati Tattwa, Surabaya: Penerbit Paramita, 1998.
Sanapiah, Faisal. Metodologi Penelitian Pendidikan, Surabaya: Penerbit Usaha Nasional,
1982.
Sivananda, Sri Swami. Intisari ajaran Hindu, Surabaya: Penerbit Paramita, 1993.
Subari, supervise Pendidikan Dalam rangka Perbaikan Situasi Mengajar, Jakarta, Bumi
Aksara, 1984.
Suryosubroto B, Beberapa Aspek Dasar-dasar Kependidikan, Yogyakarta: Penerbit Rineka
Cipta, 1982.
Titib, I Made, Weda Sabda Suci, Surabaya: Paramita, 1998.
Titib, I Made, Untaian Ratna Sari Upanisad, Denpasar: Penerbit Yayasan Dharma Naradha,
1994.
Wasminara, I Wayan, Swarga Rahnika Parwa, Surabaya, Parmita, 1999.
Yayasan Sanatana Dharma Srama, Inti Sari Ajaran Hindu, Paramita, Surabaya, 2003.
27
Download