Wacana merupakan proses komunikasi menggunakan symbol

advertisement
WACANA SEBAGAI REALITAS DAN SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI
Oleh Viona Sapulete
Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pattimura Ambon
Abstrak: Wacana merupakan proses
komunikasi
menggunakan
symbolsimbol
yang
berkaitan
dengan
interpretasi dan peristiwa-peristiwa di
dalam sistem kemasyarakatan yang
luas. Wacana dapat diidentifikasi
sebagai rangkaian ujar secara lisan dan
tulisan terhadap suatu hal yang
penyajiannya
teratur,
sistematis,
koheren, dan lengkap. Wujud dan jenis
wacana dapat dilihat dari sudut realitas,
media komunikasi, cara pemaparan,
dan jenis pemakaian. Konteks wacana
dibentuk dari berbagai unsur, seperti
situasi, pembicara, pendengar, waktu,
tempat, adegan, topik, peristiwa,
amanat, kode dan saluran. Wacana
realitas
berbentuk
rangkaian
kebahasaan
dengan
semua
kelengkapan struktural bahasa seperti
apa adanya. Wacana berkaitan erat
dengan kegiatan berkomunikasi dan
tidak terlepas dari kehidupan media
yang merupakan bahasa digunakan
untuk merepresentasikan suatu praktik
sosial, dan ditinjau dari sudut pandang
tertentu.
Kata-kata kunci: Wacana
Realitas, Media Komunikasi.
PENDAHULUAN
Bahasa
merupakan
alat
komunikasi yang penting bagi manusia
sehingga dalam kenyataannya bahasa
menjadi
aspek
penting
dalam
melakukan sosialisasi atau berinteraksi
social. Denagan bahasa manusia dapat
menyampaikan berbagai berita, pikiran,
pengalaman,
gagasan,
pendapat,
perasaan, keinginan. Bahasa meliputi
tataran fonologi, morfologi, sintaksis,
semantic, dan wacana. Bedasarkan
hierarkinya, wacana merupakan tataran
bahasa yang terbesar, tertinggi, dan
terlengkap.
Dalam uraian ini, secara khusus
akan dibahas tentang wacana sebagai
realitas dan sebagai media komunikasi.
Dari segi realitas, sebuah wacana itu
berbentuk
rangkaian
kebahasaan
dengan semua kelengkapan struktural
bahasa seperti apa adanya.Proses
konstruksi realitas oleh pelaku pembuat
wacana, misalnya dalam media massa
dimulai dengan adanya realitas pertama
berupa keadaan, benda, pikiran, orang,
peristiwa, dan sebagainya.
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-4, Cetakan ke-10
19
Komunikasi adalah suatu proses
penyampaian pesan, ide atau gagasan
dari suatu pihak ke pihak lain agar
terjadi saling mempengaruhi di antara
keduanya. Pada umumnya komunikasi
dilakukan dengan menggunakan katakata (lisan) yang dapat dimengerti oleh
kedua pihak. Wacana adalah proses
komunikasi,
yang
menggunakan
symbol-simbol, yang berkaitan dengan
interpretasi dari peristiwa-peristiwa di
dalam system kemasyarakatan yang
luas. Melalui pendekatan wacana
pesan-pesan komunikasi, seperti katakata, tulisan, gambar-gambar, dan lainlain, tidak bersifat netral atau steril.
PEMBAHASAN
Pengertian Wacana
Istilah wacana dipakai oleh
banyak kalangan mulai dari studi
bahasa, psikologi, politik, komunikasi,
sastra,
dan
sebagainya.
Dalam
pembelajarannya, wacana merupakan
disiplin ilmu baru. Jadi pembahasan
wacana pembahasan bahasa dan
tuturan yang harus dalam satu
rangkaian kesatuan situasi atau dengan
kata lain, makna suatu bahasa berada
dalam rangkaian konteks dan situasi.
Dilihat dari awal pemunculannya,
istilah wacana bukan muncul dari para
ahli
ilmu
bahasa,
melainkan
dipopulerkan oleh psikolog, antropolog,
dan sosiolog. Mereka beranggapan
bahwa kenyataan kegunaan pemakaian
bahasa di lapangan bukan dilihat dari
struktur bahasa, melainkan dari konteks
pemakaian bahasa, yaitu wacana.
Wacana menjadi salah satu
bidang linguistik yang relatif baru dan
masih kurang mendapat perhatian para
ahli bahasa pada umumnya. Wacana
dikatakan
sebagai
rekaman
kebahasaan
yang
utuh
tentang
peristiwa komunikasi. Komunikasi dapat
menggunakan bahasa lisan dan tulisan.
Apapun
bentuknya,
wacana
mengasumsi adanya penyapa dan
pesapa. Dalam wacana lisan, penyapa
adalah pembicara, sedangkan pesapa
adalah pendengar. Dalam wacana tulis,
penyapa adalah penulis, sedangkan
pesapa adalah pembaca. Wacana
mempelajari
bahasa
dalam
pemakaiannya. Tarigan mengatakan
bahwa wacana adalah satuan bahasa
terlengkap dan tertinggi atau terbesar di
atas kalimat atau klausa dengan
koherensi dan kohesi tinggi
yang
berkesinambungan,
yang
mampu
mempunyai awal dan akhir yang nyata,
yang disampaikan secara lisan atau
tertulis.
Ditinjau
dari
kelengkapan
unsurnya, wacana merupakan unit
bahasa yang paling lengkap unsurnya.
Wacana tidak hanya didukung oleh
unsure
nonsegmental
dan
suprasegmental. Wacana adalah proses
komunikasi
menggunakan
simbolsimbol
yang
berkaitan
dengan
interpretasi dan peristiwa-peristiwa di
dalam sistem kemasyarakatan yang
luas. Melalui pendekatan wacana,
pesan-pesan komunikasi seperti katakata, tulisan, gambar-gambar, dan lainlain tidak bersifat netral atau steril.
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-4, Cetakan ke-10
20
Ciri-Ciri dan Sifat Wacana
Berdasarkan pengertian wacana,
kita dapat mengidentifikasi ciri dan sifat
sebuah wacana, antara lain sebagai
berikut:
1) Wacana dapat berupa rangkaian
ujar secara lisan dan tulisan atau
rangkaian tindak tutur.
2) Wacana mengungkapkan suatu hal
(subjek).
3) Pengajiannya teratur, sistematis,
koheren, dan lengkap dengan
semua situasi pendukungnya.
4) Memiliki satu kesatuan misi dalam
rangkaian itu.
5) Dibentuk oleh unsur segmental dan
nonsegmental.
Wujud dan Jenis Wacana
Wujud adalah rupa dan bentuk
yang dapat diraba atau nyata. Jenis
adalah ciri yang khusus. Jadi wujud
wacana mempunyai rupa atau bentuk
wacana yang nyata dan dapat kita lihat
strukturnya secara nayata. Sedangkan
jenis wacana mempunyai arti bahwa
wacana itu memiliki sifat-sifat atau ciriciri khas yang dapat dibedakan dari
bentuk bahasa lain.
Pada dasarnya, wujud dan jenis
wacana dapat ditinjaudari sudut realitas,
media komunikasi, cara pemaparan,
dan
jenis
pemakaian.
Dalam
kenyataannya wujud dari bentuk
wacana itu dapat dilihat dalam beragam
buah karya si pembuat wacana, yaitu:
Text (wacana dalam wujud tulisan
/garfis) antara lain dalam wujud berita,
features, artikel, opini, cerpen, novel.
Talk (wacana dalam wujud ucapan),
antara lai dalam wujud rekaman
wawancara, obrolan pidato, dsb. Act
(wacana dalam wujud tindakan) antara
lain dalam wujud lakon drama, tarian ,
film, defile, demonstrasi, dsb. Artifact
(wacana dalam wujud jejak) antara lain
dalam wujud bangunan, lanskap,
fashion, puing, dsb.
Konteks Wacana
Berbicara tentang wacana selalu
berkaitan dengan konteks, seperti apa
yang dikatakanya. Darma (2009) bahwa
konteks merupakan ciri-ciri alam di luar
bahasa yang menumbuhkan makna
pada ujaran atau wacana (lingkungan
nonlinguistik). Konteks wacana dibentuk
dari berbagai unsure, seperti situasi,
pembicara, pendengar, waktu, tempat,
adegan, topik, peristiwa, amanat, kode,
dan saluran (Tarigan, 1987). Unsurunsur ini berhubungan dengan unsureunsur yang terdapat dalam setiap
komunikasi bahasa, antara lain sesuai
dengan
yang
dikemukakan
oleh
Budiman (1994):
1. Latar (setting)
Latar
mengacu
pada
tempat
(ruang/space)
dan
waktu
(tempo/time) terjadinya percakapan.
Misalnya percakapan di pasar pada
siang hari, pukul 15.00, yang
menghasilkan
wacana
sebagai
berikut:
Pembeli : Mang ada jamur merang?
Penjual : Habis Neng, jam segini
mana ada yang masih jualan jamur
merang!
2. Peserta (participant)
Peserta mengacu pada peserta
percakapan,
yaitu
pembicara
(penyapa) dan pendengar atau
lawan bicara (pesapa). Misalnya
penjual
dan
pembeli
pada
percakapan di atas, pembeli sebagai
penyapa dan penjual sebagai
pesapa.
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-4, Cetakan ke-10
21
3. Hasil (ends)
Hasil mengacu pada percakapan
dan tujuan percakapan. Misalnya
seorang guru mempunyai tujuan
ingin memberikan pelajaran terbaik
kepada siswanya. Topik yang
menarik belum tentu hasilnya baik,
karena terganyung pada siswa itu
sendiri
dan
cara
guru
menyampaikan
pembelajarannya.
Kadang-kadang topic menarik, tetapi
hasilnya tidak memuaskan, karena
pembelajaran itu ditentukan pula
oleh pesera ujaran.
4. Amanat (massage)
Amanat mengacu pada bentuk dan
isi amanat. Bentuk amanat bisa
berupa
surat,
esai,
iklan,
pemberitahuan, pengumuman, dan
sebagainya. Perhatikan perbedaan
anatara bentuk dan isi amanat di
bawah ini.
Ibu berkata, “Ati ingat ya, nanti sore
jangan lupa mengantar ibu ke
dokter.”
Ibu berkata bahwa ia meminta Ati
agar tidak lupa mengantar ibu anti
sore ke doktar.
Bentuk amanat terdapat pada
kalimat pertama dan isi amanat
terdapat pada kalimat kedua.
5. Cara (Key)
Cara mengacu pada semangat
melaksanakan
percakapan,
misalnya percakapan cakap dengan
penuh semangat, santai atau tenang
meyakinkan.
6. Saran (instrument)
Sarana mengacu pada penggunaan
bahasa baik lisan maupun tulis dan
mengacu pula pada variasi bahasa
yang digunakan.
7. Norma (norms)
Norma mengacu pada perilaku
peserta
percakapan.
Misalnya,
“diskusi”
dan
“kuliah”.
Kedua
memiliki norma berbeda. Diskusi
perilakunya cenderung dua arah,
sedangkan kuliah cenderung satu
arah walaupun diberi kesempatan
untuk bertanya. Dengan demikian,
ada norma diskusi dan ada norma
kuliah.
8. Jenis (genre)
Genre mengacu pada kategori,
seperti sajak, teka-teki, kuliah dan
doa. Salah satu genre misalnya,
patun yang menunjukkan dua lirik
pertama merupakan paduan pada isi
yang
dimaksudkan.
Perhatikan
contoh di bawah ini.
Berakit-rakit ke hulu
Berenang-renang ke tepian
Bersakit-sakit dahulu
Bersenang-senang kemudian
Penggunaan wacana dalam konteks
tertentu menentukan kebermaknaan
tuturan dalam wacana itu sendiri.
Konteks itu merupakan konteks
wacana yang jumlahnya cukup
banyak, beberapa macam kategori,
yakni topic, situasi, partisipasi dan
saluran bahasa.
Topik sebagai Konteks
Topika dapat menentukan sifat
kewancanaan.
Topik-topik
berita
menentukan struktur wacana sesuai
dengan tuntutan topik berita. Topi-topik
ilmiah juga menentukan digunakannya
wacana ilmiah. Ciri-ciri lugas dan
argumentative banyak ditemukan dalam
wacana ilmiah, tetapi ciri informative
banyak ditemukan dalam wacana berita.
Topik-topik narasi juga mununtut
digunakannya wacana narasi. Dalam
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-4, Cetakan ke-10
22
wacana narasi itu pula banyak
ditemukan bahasa yang berbungabunga atau gaya bahasa yang sedikit
ditemukan dalam wacana lain.
Situasi sebagai Konteks
Situasi
menentukan
bentukbentuk bahasa yang digunakan dalam
wacana dalam situasi resmi diguanakan
bentuk-bentuk yang menandai bahasa
formal. Sebalikya dalam situasi resmi
ditentukan
bentuk-bentuk
yang
menandai bentuk yang tidak formal.
Bentuk-bentuk tidak, sudah,dan hanya
dan hanya dapat ditemukan dalam
bahasa resmi, tetapi bentuk-bentuk
enggak, udah, dan cuman dapat
ditemukan dalam bahasa tidak formal.
Cara berwacanapun berbeda dalam
situasi resmi, orang dituntut untuk
bergaya formal, sedangkan dalam
situasi tidak resmi orang dituntut untuk
bergaya santai.
Segi Realitas Wacana
Jika ditinjau dari segi realitas,
sebuah wacana itu berbentuk rangkaian
kebahasaan
dengan
semua
kelengkapan structural bahasa seperti
apa adanya. Namun ternyata pada
pihak lain, wacana dapat juga berwujud
sebagai rangkaian nonbahasa, misalnya
rangkaian isyarat dan rangkaian tandatanda yang bermakna bahasa yang
telah
disepakati
oleh
sebagian
kelompok masyarakat sebagai suatu
konvensi. Rangkaian isyarat itu dapat
dibagi atas:
1) Isyarat dengan gerak-gerik sekitar
kepala atau muka yang meliputi;
Gerakan mata, misalnya melotot,
mengedip, menatap tajam, dan
sebagainya;
- Gerakan bibir, misalnya senyum,
tertawa,
manyun,
dan
sebagainya;
- Gerakan
kepala,
misalnya
mengangguk,
menggeleng,
menunduk, dan sebagainya;
- Perubahan raut muka atau
mimic, misalnya mengerutkan
kening, memasamkan air mika,
dan sebagainya.
2) Isyarat melalui gerak-gerik anggota
tubuh lain yang dapat dibagi-bagi
lagi menjadi;
- Gerakan
tangan,
misalnya
melambai, mengepalkan tangan,
mengacungkan
jempol, dan
sebagainya;
- Gerakan
kaki
misalnya
menghentakan
kaki,
mengayunkan kaki, memasang
kuda-kuda, dan sebagainya;
- Gerakan seluruh anggota tubuh,
seperti pantomime.
3) Tanda-tanda
yang
bermakna
bahasa,
yaitu
tanda-tanda
bermakna yang terdapat dalam
rambu-rambu lalu lintas, bunyi
kentongan, bunyi terompet, dan
sebagainya.
Berdasarkan sebuah penelitian
(Brown, 1996: 2-4), proses konstruksi
realitas oleh pelaku pembuat wacana,
misalnya dalam media massa dimulai
dengan adanya realitas pertama berupa
keadaan,
benda,
pikiran,
orang,
peristiwa, dan sebagainya. Secara
umum, system komunikasi adalah faktor
yang mempengaruhi sang pelaku dalam
membuat wacana. Dalam system
komunikasi libertarian, wacana yang
terbentuk akan berbeda dalam system
-
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-4, Cetakan ke-10
23
komunikasi yang otoritarian. Secara
lebih khusus, dinamika internal dan
eksternal yang mengenai diri si pelaku
konstruksi
tentu
saja
sangat
mempengaruhi proses konstruksi. Ini
juga menunjukkan bahwa pembentukan
wacana tidak berada dalam ruang
vakum. Pengaruh ini bisa dating dari
pribadi si penulis dalam bentuk
kepentingan idealis, ideologis, dan
sebagainya, maupun dari kepentingan
eksternal, yaitu dari khalayak sasaran
sebagai
pasar,
sponsor,
dan
sebagainya.
Untuk melakukan konstruksi
realitas, pelaku konstruksi memakai
suatu srategi tertentu. Tidak terlepas
dari pengaruh eksternal dan internal ,
strategi konstruksi ini mencakup pilihan
bahasa mulai dari kata hingga
parangraf; pilahan kata yang akan
dimaksudkan/dikeluarkan dari wacana
yang popular disebut strategi framing,
strategi konstruksi ini mencakup pilihan
bahasa mulai dari kata hingga
paragraph; pilahan fakta yang akan
dimaksudkan/ dikeluarkan dari wacana
yang populer disebut strategi framing,
dan pilihan teknik menampilkan wacana
di depan piblik di sebut strategi framing.
Selanjutnya, hasil dari proses ini adalah
wacana (discourse) atau realitas yang
dikonstruksikan berupa tulisan (text),
ucapan (talk), tindakan (act) atau
peninggalan (artifact). Oleh karena
wacana yang terbentuk ini telah
dipengaruhi oleh berbagai factor, kita
dapat mengatakan bahwa dibalik
wacana itu terdapat makna dan citra
yang diinginkan serta kepentingan yang
sedang diperjuangkan.
Wacana sebagai Media Komunikasi
Komunikasi adalah suatu proses
penyampaian pesan, idea atau gagasan
dari suatu pihak ke pihak lain agar
terjadi saling mempengaruhi di antara
keduanya. Pada umumnya komunikasi
dilakukan dengan menggunakan katakata (lisan) yang dapat dimengerti oleh
kedua pihak. Apabila tidak dilakukan
dengan bahasa verbal dapat dilakukan
dengan bahasa nonverbal atau bahasa
isyarat, misalnya menggunakan gerakgerik badan atau menunjukkan sikap
tertentu,
seperti
tersenyum,
menggelengkan kepala, mengangguk,
mengangkat bahu, dan lain-lain.
Manusia berkomunikasi untuk
membagi
pengetahuan
dan
pengalaman. Bentuk umum komunikasi
adalah bahasa lisan atau tulis, sinyal,
gesture
(bahasa
tubuh),
dan
broadcasting
(penyebaran
berita).
Komenukasi dapat berupak interaktif,
transaktif,
bertujuan
atau
tidak
bertujuan. Melalui komunikasi, sikap
dan
perasaan
seseorang
atau
sekelompok orang dapat dipahami oleh
pihak lain. Akan tetapi komunikasi
hanya akan efektif apabila pesan yang
disampaikan merangkum komponen
kemunikasi.
Komponen komunikasi adalah
hal-hal yang harus ada agar komunikasi
dapat berlangsung dengan baik.
Komponen-komponen tersebut antara
lain sebagai berikut.
1. Pengirim atau komunikator (sender)
adalah pihak yang mengumumkan
pesan kepada pihak lain (adressor).
2. Penerima atau komunikan (receiver)
adalah pihak yang menerima pesan
(adressee) dari pihak lain.
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-4, Cetakan ke-10
24
3. Pesan (message) adalah isi atau
maksud yang sampaikan oleh satu
pihak kepada pihak lain.
4. Umpan balik (feedback) adalah
tanggapan dari penerima pesan atau
isi pesan yang disampaikan.
Jika dilihat dari fungsi wacana
sebagai media komunikasi wujud
wacana itu dapat merupakan rangkaian
tuturan lisan maupun tulisan. Sebagai
media komunikasi lisan.
Wacana di dalam kehidupan
media juga memiliki pengertian yang
mendalam. Menurut Norman Fairclough
dalam Darma (2009) , wacana adalah
bahasa
yang
digunakan
untuk
merepresentasikan suatu praktik social,
ditinjau dari sudut pandang tertentu.
Wacana harus diartikan sebagai suatu
pernyataan atau ungkapan yang lebih
dari satu ayat dan menurut W. O’Bar
dalam
Darma
(2009),
wacana
merupakan penyampaian ide-ide dari
seseorang kepada yang lainnya.
(Stephen Harold Ringging, 1997;
Eriyanto dalam Darma (2009), wacana
berkaitan
erat
dengan
kegiatan
komunikasi yang substansinya tidak
terlepas dari kata, bahasa, atau ayat.
Menurut Sobur, Alex, dalam darma
(2009), wacana adalah rangkaian ujar
atau rangkaian tindak tutur yang
mengungkapkan suatu hal ( subjek)
yang
disajikan
secara
teratur,
sistematis, dalam sustu kesatuan yang
koheren,
dibentuk
oleh
unsure
segmental
maupu
nonsegmental
bahasa.
Jadi, wacana adalah proses
komunikasi,
yang
menggunakan
symbol-simbol, yang berkaitan dengan
interpretasi dari peristiwa-peristiwa di
dalam system kemasyarakatan yang
luas. Melalui pendekatan wacana
pesan-pesan komunikasi, seperti katakata, tulisan, gambar-gambar, dan lainlain, tidak bersifat netral atau steril.
Eksistensinya ditentukan oleh orangorang yang menggunakannya, konteks
peristiwa yang berkenaan dengannya,
situasi
masyarakat
luas
yang
melatarbelakangi keberadaanya, dan
lain-lain. Kesemuanya itu dapat berupa
nilai-nila, ideology, emosi, kepentingankepentingan, dan lain-lain.
Teks di dalam media adalah hasil
proses
wacana
media
(media
discourse) di dalam proses tersebut,
nilai-nilai, ideology, dan kepentingan
media turut serta. Hal tersebut
memperlihatkan bahwa media “tidak
netral” sewaktu mengkonstruksi realitas
social.
Media
mengikutsertakan
perspektif dan cara pandang mereka
dalam menafsirkan realitas soial.
Mereka memilihnya untuk menentukan
aspek-aspek yang ditonjolkan maupun
dihilangkan, menentukan struktur berat
yang sesuai dengan kehendak mereka,
dari sis mana peristiwa yang ada
disoroti, bagian mana dari peristiwa
yang ditonjolkan atau dihilangkan;
siapakah yang diwawancarai untuk
menjadi sumber berita, dan lain-lain.
Berita bukanlah representasi dari
peristiwa semata-mata, akan tetapi di
dalamnya memuat juga nilai-nilai
lembaga media yang membuatnya.
Wujud Wacana dalam bentuk Lisan
1) Sebuah percakapan atau dialog
yang lengkap dari awal sampai
akhir, misalnya satu obrolan singkat
dalam satu situasi;
2) Suatu penggalan ikatan percakapan
dalam rangkaian percakapan yang
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-4, Cetakan ke-10
25
lengkap yang telah menggambarkan
suatu
situasi,
maksud,
dan
rangkaian penggunaan bahasa.
Wujud Wacana dalam bentuk Tulisan
1) Sebuah teks tertulis yang dibentuk
lebih dari satu alinea yang
mengunakan
sesuatu
secara
berurutan dan utuh, misalnya
sebuah cerita, sebuah uraian
sepucuk surat dan sebagainya.
2) Sebuah alinea merupakan sebuah
wacana apabila teks itu hanya terdiri
dari satu alinea, atau apabila
kandungan sebuah alinea itu
memiliki kesatuan misi korelasi dan
situasi yang utuh.
3) Sebuah wacana mungkin dapat
dibentuk oleh sebuah kalimat
majemuk beranak cucu atau dengan
kalimat majemuk rapatan atau
system elips unsure tertentu.
Isi dan Sifat Wacana Ditinjau dari
Segi Cara Pemaparan
Ditinjau drai segi pemaparan dan
penyusunan, isi dan sifatnya, wacana
itu
banyak
jenisnya.
Beberapa
diantaranya adalah wacana yang
bersifat naratif, procedural, hortatorik,
ekspositorik, dan deskriptif. Hal ini
dikemukakan oleh Llamzon, 1984
(Syamsuddin, 1992:9) dalam Darma
(2009), sebagai berikut:
1. Wacana Naratif
Wacana ini merupakan tuturan yang
menceritakan atau menyajikan suatu
hal
atau
kejadian
dengan
menonjolkn
tokoh
pelaku,
maksudnya
untuk
memperluas
pengetahuan
pendengar
atau
pembaca. Kekuatan wacana ini
terletak
pada
urutan
cerita
berdasarkan waktu dan cara-cara
bercerita, atau diatur melalui plot.
2. Wacana Prosedural
Wacana ini merupakan rangkaian
tuturan yang melukiskan sesuatu
secara berurutan yang tidak boleh
dibolak-balik
unsurnya,
karena
urgensi unsure yang lebih dahulu
menjadi landasan unsure berikutnya.
Wacana ini biasanya disusun untuk
menjawab pertanyaan bagaimana
sesuatu bekerja atau terjadi, atau
bagaimana
cara
mengerjakan
sesuatu. Tokohnya boleh orang dan
yang dilukiskannya tidak terikat
dengan urutan waktu.
3. Wacana Hortatorik
Wacana ini merupakan rangkaian
tuturan yang isinya bersifat ajakan
atau
nasihat.
Kadang-kadang
tuturan itu bersifat memperkuat
keputusan
atau
agar
lebih
meyakinkan. Yang menjadi tokoh
penting dalam wacana jenis ini
adalah orang kedua. Wacana ini
tidak dapat disusun berdasarkan
urutan waktu, tetapi merupakan hasil
atau produksi suatu waktu.
4. Wacana Ekspositorik
Wacana ini merupakan rangkaian
tuturan yang bersifat memaparkan
sesuatu pokok pikiran. Pokok pikiran
itu lebih dijelaskannya lagi dengan
cara menyampaikan uraian bagianbagian atau detilnya. Tujuan pokok
yang ingin dicapai pada wacana ini
adalah
tercapainya
tingkat
pemahaman akan sesuatu supaya
lebih jelas, mendalam, dan luas dari
pada sekedar sebuah pertanyaan
yang bersifat global atau umum.
Kadang-kadang wacana itu dapat
berbentuk ilustrasi dengan contoh,
berbentuk perbandingan, berbentuk
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-4, Cetakan ke-10
26
uraian kronologis, dan dengan
penentuan cirri-ciri (identifikasi).
Orientasi pokok wacana ini lebih
pada materi, bukan pada tokohnya.
5. Wacana Deskriptif
Wacana ini merupakan rangkaian
tuturan yang memaparkan sesuatu
atau melukiskan sesuatu, baik
berdasarkan
pengalaman
atau
pengetahuan penuturnya. Tujuan
yang ingin dicapai oleh wacana ini
adalah tercapainya penghayatan
yang agak imajinatif terhadap
sesuatu, sehingga pendengar atau
pembaca merasakan seola-ola ia
sendiri
mengalami
atau
mengetahuinya secara langusng.
Uraian pada wacana deskriptif ini
ada yang hanya memaparkan
sesuatu secara objektif dan ada juga
yang
memaparkannya
secara
imajinatif. Pemaparan yang pertama
bersifat
menginformasikan
sebagaimana
apa
adanya,
sedangkan yang kedua dengan
menambahkan daya khayal. Oleh
karena itu, yang kedua ini banyak
dijumpai dalam karya sastra, seperti
novel dan cerpen.
tetapi kalimat kedua cocok dinyatakan
oleh bawahan ke atasan. Contohnya:
1. Datanglah ke rumah saya !
2. Saya mohon Bapak sudi dating ke
rumah saya.
Hubungan berjarak dan akrab
mengakibatkan wacana berbeda. Untuk
mengungkapkan maksud yang sama,
seseorang perlu menggunakan wacana
yang relative berkomponen lengkap.
1. Budi
: Selamat pagi, pak!
2. Iwan
: Selamat pagi! Ada yang
bisa saya bantu?
3. Budi
: Begini, Pak. Anak saya
sekarang ini dalam keadaansakit.
Padahal pada tanggal-tanggal tua
begini uang sudah tidak ada. Kalau
boleh saya bermaksud meminjam
uang kantor.
Sebaliknya yang tampak pada
wacana kedua, seseorang tidak perlu
menggunakan
wacana
selengkap
wacana atu karena hubungan partisipan
yang sudah akrab.
1. Budi
: Pak, ada uang kantor
yang dapat digunakan? Anak saya
sakit.
2. Iwan
: Ada asal tidak terlalu
banyak.
Partisipan
Partisipan,
atau
tepatnya
hubungan
antara
partisipan
berpengaruh
terhadap
perwujudan
wacana. Katakanlah ada hubungan
vertical antar partisipan. Dalam konteks
dari atas ke bawah pengunaan kalimat
perintah merupakan hal yang wajar,
tetapi dalam konteks hubungan dari
bawah ke atas penggunaan kalimatkalimat permohonan merupakan hal
yang wajar. Kalimat satu cocok
dinyatakan dari atasan ke bawahan,
Wacana dan Pendekatan Komunikatif
Wacana terbentuk dari unsure
segmental dan nonsegmental, namun
wacana tidak hanya menampilkan
kelengkapan unsure pembentuknya,
tetapi juga menampilkan gambaran
bagaimana
masyarakat
pemakai
bahasa menggunakan bahasa melalui
rangkaian
tuturan.
Pembahasan
mengenai wacana, pada hakikatnya
merupakan usaha memahami bahasa
dalam kaitannya dengan situasi social
pada
saat
pemakai
bahasa
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-4, Cetakan ke-10
27
menggunakan bahasanya, seperti apa
yang
dikemukakan
oleh
Firth
(Syamsuddin, 1992) dalam Darma
(2009): to explain how the sentences or
utterance are meaningful in their
context.
Pendekatan komunikatif erat
hubungannya dengan hakikat bahasa
dan pengajaran bahasa. Dahulu hakikat
bahasa itu adalah sesuatu yang akan
diajarkan (something to be tought),
sedangkan sesuatu yang menyangkut
pemikiran (something to be thought)
tidak diperhatikan. Oleh karena itu, sifat
pengajaran
masa
lalu
adalah
pemompaan
materi
sebanyakbanyaknya kepada anak didik. Dengan
kata lain, pendekatan pengajaran masa
lalu menggunakan pendekatan materi,
tujuannya
adalah
penguasaan
pengetahuan dan kaidah bahasa
sebanyak-banyaknya. Arah penguasaan
ini didasarkan pada pandangan aliran
Behaviorisme dari Amerika, yang
memandang penguasaan bahasa itu
didasarkan pada kebiasaan. Untuk
mewujudkan kebiasaan ini perlu,
disusun tujuan-tujuan spesifik yang jelas
dan diperlukan latihan-latihan. Oleh
karena itu, muncul pendekatan tujuan
pengajaran bahasa yang dikenal
dengan istilah objective approach atau
pendekatan objektif.
Penguasaan kompetensi bahasa
ini tidak cukup bagi kebutuhan anak
didik. Ada hal penting lagi yang harus
dimiliki oelh mereka secara praktis,
yaitu bagaimana cara menggunakan
bahasa
itu
dalam
kehidupan
bermasyarakat. Penguasaan struktur
suatu bahasa akan lebih baik kalau
dikaitkan dengan fungsi bahasa sebagai
alat
komunikasi
antarmanusia.
Penguasaan
cara
menggunakan
bahasa secara ini merupakan suatu
kompetensi komunikatif (communicative
competence). Untuk memungkinkan
tercapainya penguasaan kompetensi
komunikatif
diperlukan
pendekatan
komunikatif, yaitu pendekatan yang
memperhatikan
peranan
bahasa
sebagai alat komunikasi. Ada tiga
komponen utama untuk mewujudkan
kompetensi komunikatif, yaitu (1)
penguasaan pengetahuan tata bahasa,
(2) pengetahuan tentang makna, dan
(3)
pengetahuan
tentang
pemakaian/penggunaan bahasa. Jadi
struktur suatu bahasa tidak dapat
dimengerti kalau tidak dikaitkan dengan
pemakaiannya.
Lahirnya
pendekatan
komunikatif, karena dorongan adanya
konsep-konsep
baru
di
bidang
sosiolinguistik terhadap studi bahasa.
Pada bidang itu, pembahasan bahasa
tidak selalu diarahkan kepada analisis
bahasa sebagai bahasa saja, tetapi
diarahkan kepada analisis bahasa
sebagai media penting bagi kegiatan
komunikasi
masyarakat.
Konsep
sosiolinguistik yang sangat berpengaruh
pada pendekatan komunikatif, yaitu
pernyataan Hyme (1980) dalam Darma
(2009) bahwa bahasa merupakan suatu
yang berkaitan dengan perbuatan social
yang penuh makna dan fungsi.
KESIMPULAN
Secara khususIstilah wacana
menunjuk pada aturan-aturan dan
kebiasaan-kebiasaan yang mendasari
penggunaan bahasa, baik dalam
komunikasi lisan maupun tulisan.
Secara umum, istilah wacana menunjuk
pada bahasa dalam tindakan dan pola-
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-4, Cetakan ke-10
28
pola yang menjadi ciri jenis-jenisbahasa
dalam tindakan.
Ditinjau dari segi realitas, sebuah
wacana
itu
berbentuk
rangkaian
kebahasaan
dengan
semua
kelengkapan structural bahasa seperti
apa adanya. Proses konstruksi realitas
oleh pelaku pembuat wacana, misalnya
dalam media massadimulai dengan
adanya
realitas
pertama
berupa
keadaan, benda, pikiran, orang, dan
peristiwa.
Wacana
adalah
proses
komunikasi, yang menggunakan simbolsimbol,
yang
berkaitan
dengan
interpretasi dan peristiwa-peristiwa di
dalam system kemasyarakatan yang
lusa. Wacana di dalam kehidupan
media juga memiliki pengertian yang
mendalam yaitu wacana adalah bahasa
yang
digunakan
untuk
merepresentasikan suatu praktik social,
ditinjau dari sudut pandang tertentu.
SUMBER RUJUKAN
Budiman, K. 1994. Wacana Sastra dan
Ideologi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Brown, G. dan Yule, G. 1996. Analisis
Wacana; Alih Bahasa Sutikno.
Jakarta: Gramedia.
Darma, Yoce Aliah. 2009. Analisis
Wacana Kritis. Bandung: Yrama
Widya.
Tarigan, H. G. 1987. Pengajaran
Wacana. Bandung: Angkasa.
Jurnal Pendidikan ”Jendela Pengetahuan” Vol ke-4, Cetakan ke-10
29
Download