nilai-nilai pendidikan dalam cerita panca tantra 1

advertisement
Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012
NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM CERITA PANCA TANTRA1
Oleh Ni Made Sukasari
ABSTRAK
Panca tantra berarti lima ajaran yang merupakan naskah klasik India yang
dikenal luas di seluruh dunia sebagai “Nitisastra”, yaitu sastra penuntun
kebijaksanaan hidup. Di dalam Panca Tantra terdapat banyak ajaran kebaikan
yang patut diteladani sehingga sangat memungkinkan untuk digunakan di dalam
proses belajar mengajar. Oleh karena itu, peneliti ingin mencari tahu nilai-nilai
pendidikan apa saja yang terdapat dalam cerita Panca Tantra dan juga ingin
mengetahui apakah makna dari cerita Panca Tantra dapat meningkatkan kualitas
budhi pekerti pada anak didik.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model dengan pendekatan
kualitatif serta menggunakan beberapa metode yaitu observasi, pencatatan
dokumen dan wawancara. Sedangkan untuk menganalisis data dipergunakan
metode deskriptif.
Berdasarkan dari hasil analisis data, di dalam cerita Panca Tantra
terkandung Nilai Tattva, Nilai Etika dan Nilai Yajna. Nilai Tattva meliputi tiga
cara dalam memperoleh pengetahuan yaitu melalui Agama Pramana, Anumana
Pramana, dan Pratyaksa Pramana. Nilai Etika meliputi tentang persahabatan,
tingkah laku yang baik mendengarkan nasehat dari guru dan orang tua. Sedangkan
Nilai Yajna mengajarkan anak untuk selalu peduli kepada orang lain.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah diharapkan anak didik dapat
mengaplikasikan nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam cerita Panca Tantra
dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai saran dalam rangka menanamkan nilai-nilai
luhur yang disampaikan dalam cerita Panca Tantra, perlu dilakukan sosialisasi
melalui media cetak, sekolah-sekolah dan lembaga pendidikan formal maupun
informal atau dengan mengadakan lomba cerita fabel.
Kata kunci : Panca Tantra, pendidikan, tattva, etika, yajna
ABSTRACT
Panca Tantra means five tantric teachings which is the classic Indian text known
worldwide as "Nitisastra", that is wisdom guiding literary life. In the Panca Tantra
there is a good teaching model, allowing for use in teaching and learning.
Therefore, researchers wanted to know what educational values embodied in the
story Panca Tantra and also wanted to know whether the meanings of the story
Panca Tantra budhi can improve the quality of character in students.
1
Direview oleh Sri Sutiah
28
Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012
In this study, researchers used a model with a qualitative approach and uses
several methods of observation, recording of documents and interviews. While the
data used to analyze the descriptive method.
Based on the results of data analysis, the Panca Tantra story contained Tattva
Value, Ethics Value and Yajna Value. Tattva Value includes three ways of
gaining knowledge is through Agama Pramana, Anumana Pramana, and Pratyaksa
Pramana. Ethics includes the value of friendship, good manners to listen to
suggestions from teachers and parents. While the value of Yajna teach children to
always care for others.
The conclusion of this study is expected that students apply the values of
education contained in the Panca Tantra stories in everyday life. By way of
suggestion in order to inculcate noble values transmitted in Panca Tantra,
socialization must be made through print media, schools and educational
institutions, both formal and informal, or through the holding of a contest of short
stories.
Keyword : Panca Tantra, education, tattva, etika, yajna
I.
PENDAHULUAN
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang besar yang wilayahnya meliputi
Sabang sampai Merauke. Daerahnya sangat subur, indah, permai, dan terdiri dari
berbagai ras, suku dan agama serta berbagai aliran kepercayaan yang semuanya
dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
Berbagai literatur sejarah mengenai Indonesia menyebutkan penduduknya ramah
tamah, hidup saling menghargai, penuh etika dan sopan santun serta saling
menjunjung tinggi nilai-nilai kehidupan yang harmonis sehingga tampak dalam
keseharian masyarakatnya hidup tentram dan damai.
Nilai-nilai kehidupan penuh humanis itulah yang menjadi pilar bangsa
Indonesia dalam membangun konstruksi jiwa yang kokoh sehingga mampu
bersaing dengan bangsa lain di era globalisasi ini. Pembangunan di segala bidang
yang melibatkan segenap komponen bangsa, dimana salah satu tujuannya adalah
membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang mampu mandiri dan taat pada
agama dan keyakinan yang dianutnya. Di samping itu, pemerintah juga sangat
menyadari bahwa peranan pendidikan termasuk pendidikan agama Hindu tidak
dapat diabaikan begitu saja. Melalui Undang-undang Nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menetapkan anggaran pendidikan
sebesar 20% dari APBN dan tercantum dalam Permendiknas Nomor 2 tahun 2008
29
Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012
pasal 49. Walaupun pada prakteknya belum sepenuhnya berjalan, namun niat baik
pemerintah harus disambut dengan kegembiraan karena bertujuan untuk
meningkatkan kualitas pendidikan nasional.
Manusia sebagai subyek dan obyek pembangunan perlu memenuhi standar
hidup baik kebutuhan jasmani dan rohani. Sebagai mahluk sosial, manusia tidak
dapat hidup sendiri. Manusia harus mengadakan kontak atau hubungan dengan
lingkungannya. Dalam pola perilaku dan interaksi sosial ini ada nilai-nilai, normanorma atau aturan yang dibuat untuk dipedomani agar tidak terjadi benturanbenturan dalam memenuhi segala kebutuhan.
Pendidikan budhi pekerti sangat ditekankan di dalam kitab suci Veda
karena pada dasarnya di dalam pikiran manusia sesungguhnya terdapat ajaran suci
Rg Veda, Yajur Veda, Sama Veda dan Atharwa Veda, dan di samping itu pikiran
manusia juga terdapat pengetahuan tentang tingkah laku yang baik (budhi
pekerti), dengan demikian pikiran manusia menjadi terang (Yajur Veda
XXXIV.5).
Dalam pendidikan Hindu, anak menjadi pusat semua aktifitas pendidikan.
Dengan disiplin dan ajaran moral, anak diharapkan akan memiliki sifat-sifat yang
terpuji. Seorang pribadi yang taat kepada aturan-aturan, kaidah, norma yang
berlaku dalam masyarakatnya, serta pribadi yang sesuai dan bertindak benar
secara moral. Jika sebaliknya yang terjadi, pribadi itu dianggap tidak bermoral
(Darmodiharjo, 1993: 24). Moral dalam perwujudannya dapat berupa aturan,
etika, prinsip-prinsip yang benar, yang baik, yang terpuji dan mulia. Moral dapat
berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma yang mengikat kehidupan
masyarakat, negara dan bangsa.
Pada saat ini, banyak media elektronik yang menayangkan film-film
kartun yang memang digemari oleh anak-anak dan orang dewasa, padahal isi dari
cerita itu banyak yang tidak mendidik yang dibawakan oleh tokoh utamanya.
Tokoh ini memiliki sifat suka mengganggu bahkan usil kepada orang yang lebih
tua. Anak-anak dalam tahap tumbuh dan berkembang sangat
mudah
mengidentifikasikan dirinya dengan tokoh tersebut, akibatnya anak akan tumbuh
berani dan perilakunya tidak sopan bahkan kasar.
30
Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012
Upaya untuk mengatasi hal tersebut perlu disampaikan melalui ceritacerita keagamaan yang indah dan menarik. Seperti pada cerita Panca Tantra yang
bisa diharapkan menjadi sebuah pilihan dalam proses pendidikan untuk
menanamkan nilai-nilai budhi pekerti pada anak.
Berdasarkan hal tersebut di atas, tujuan pendidikan agama Hindu tetap
berlandaskan atas pembentukan kepribadian yang luhur dan budhi pekerti,
sehingga manusia mendapatkan kebahagiaan lahir maupun batin. Wujud
kebahagiaan batin adalah bersatunya kembali atma kepada sumbernya, yakni
Brahman sehingga manusia mendapatkan kebahagiaan yang abadi.
II. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, didapatkan suatu
perumusan masalah sebagai berikut:
2.1. Apakah cerita Panca Tantra memiliki Nilai Pendidikan?
2.2. Apakah makna cerita Panca Tantra dapat meningkatkan kualitas budhi
pekerti anak didik (siswa)?
III. KERANGKA BERPIKIR
Cerita Panca Tantra merupakan sebuah karya sastra yang disajikan untuk
memenuhi kebutuhan cerita anak-anak yang dikemas secara menarik oleh
penulisnya. Pintu masuk penanaman pendidikan budhi pekerti dan moralitas
generasi muda Hindu dapat dibuka melalui penuturan ulang cerita Panca Tantra
dengan bahasa lebih segar dan tampilan lebih menarik. Karya Visnu Sarma ini
dipakai sebagai sarana mendidik atau memberikan pengajaran kepada muridmuridnya.
Sejalan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, sistem pembelajaran
sebagai pendekatan pemahaman nilai-nilai diupayakan melalui kajian literatur
guna mengungkap nilai-nilai secara operasional. Secara umum dapat difokuskan
bahwa cerita Panca Tantra setelah dikaji dari sudut pendidikan mengandung nilainilai aplikatif dan sangat penting untuk memotivasi manusia berbuat susila.
Secara garis besar melalui proses pengkajian akademis (ilmu pengetahuan)
31
Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012
khususnya dari sudut pandang pendidikan, cerita Panca Tantra mengandung nilainilai rohaniah yang dapat disosialisasikan guna menciptakan keharmonisan.
IV. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
4.1. Untuk mengetahui apakah cerita Panca Tantra mengandug Nilai-Nilai
Pendidikan.
4.2. Untuk mengetahui apakah makna cerita Panca Tantra dapat meningkatkan
kualitas budhi pekerti anak didik (siswa).
V.
ANGGAPAN DASAR
Tujuan akhir dari umat manusia lahir ke dunia adalah untuk mencapai
moksa. Manusia mempelajari Veda dengan tujuan untuk mengamalkannya dalam
segala gerak dan pola perilaku, maka dengan demikian manusia diharapkan akan
terbebas dari ikatan maya. Bertitik tolak dari uraian tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa asumsi atau dugaan yang dianggap suatu hal itu memang
benar maka hal itu tidak perlu diselidiki. Sedangkan dalam penelitian ini dapat
dikemukakan asumsi atau jawaban sementara sebagai berikut:
5.1. Nilai-nilai pendidikan dalam cerita Panca Tantra adalah suatu bentuk
pengajaran yang memberikan suatu gambaran kepada umat manusia tentang
etika dan budhi pekerti.
5.2. Jika peserta didik dapat mengaplikasikan nilai-nilai yang terdapat dalam
cerita Panca Tantra maka akan terlihat pada perubahan tingkah laku sesuai
dengan Tri Kaya Parisudha, yaitu berpikir benar, berkata benar dan berbuat
benar.
VI. MODEL PENELITIAN
Kepustakaan Sanskerta dapat digolong-golongkan atas enam pokok-pokok
kepercayaan dan empat pokok-pokok masalah duniawi. Keenam bagian yang
menyangkut kepercayaan membentuk naskah-naskah suci Hindu yang dapat
32
Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012
dipercaya kebenarannya. Sedangkan empat bagian yang mengenai masalah
duniawi merupakan bagian pengembangan dalam kepustakaan Sanskerta klasik.
Keenam naskah-naskah suci tersebut adalah (1) Sruti; (2) Smrti;
(3)
Itihasa; (4) Purana; (5) Agama; (6) Darsana; dan keempat naskah tentang duniawi
adalah (1) Subhasita; (2) Kavya; (3) Nataka; (4) Alankara.
Panca Tantra termasuk naskah-naskah suci Hindu yang tergolong tulisan
duniawi yaitu Subhasita. Subhasita adalah ucapan-ucapan, perintah dan cerita
bijaksana, dengan bentuk puisi atau prosa. Contohnya adalah tiga abad slokasloka dari Bhartrhari, Subhasita-Ratna Bhandagara dan Khata Sarit-Sagara-nya
Somadewa Bhatta atau Brhat-Katha-Manjari-nya Ksemendra. Panca Tantra dan
Hitopadesa juga termasuk dalam kategori ini.
VII. METODOLOGI PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
7.1.
Metode Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan Metode Penelitian Perpustakaan,
Metode Observasi dan Metode Wawancara/Interview.
7.2.
Metode Pengolahan Data
Pengolahan data yang diperoleh dijabarkan melalui metode Deskriptif, yaitu suatu
cara pengolahan data yang dilakukan dengan jalan menyusun secara sistematis
sehingga diperoleh suatu kesimpulan umum.
VIII. PENGERTIAN PENDIDIKAN
Pendidikan dapat dimaknai sebagai proses mengubah tingkah laku anak
didik agar menjadi manusia dewasa yang mampu hidup mandiri dan sebagai
anggota masyarakat dalam lingkungan alam sekitar dimana individu itu berada.
Pendidikan tidak hanya mencakup pengembangan intelektualitas saja, akan tetapi
lebih ditekankan pada proses pembinaan kepribadian anak didik secara
menyeluruh sehingga anak menjadi lebih dewasa (Sagala, 2005: 3).
Pendidikan adalah aktifitas dan usaha manusia untuk meningkatkan
kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya, yaitu rohani
33
Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012
(pikir, karsa, rasa, cipta dan budi nurani) dan jasmani (panca indria serta
keterampilan-keterampilan). Pendidikan juga berarti lembaga yang bertanggung
jawab menetapkan cita-cita (tujuan) pendidikan, isi, sistem, dan organisasi
pendidikan. Lembaga-lembaga ini meliputi keluarga, sekolah dan masyarakat
(negara).
Semua itu membutuhkan penunjang yang dapat berperan dalam proses
pendidikan yaitu komunikasi yang baik, bahwa manusia membutuhkan orang lain
dalam kehidupannya. Manusia membutuhkan orang-orang terdekat seperti
keluarga, yaitu orang tua yang sudah menghadirkan kita ke dunia, sekolah yaitu
tempat untuk belajar dan pembelajaran, dan lingkungan yaitu tempat terjadinya
sosialisasi dengan masyarakat yang ada di sekitarnya.
Pendidikan di dalam agama Hindu dikenal dengan istilah aguron-guron atau
asewakadharma, yaitu suatu tahapan kehidupan bagi seorang sisya kerohanian
dalam menerima ilmu pengetahuan dari seorang guru.
Kemampuan manusia untuk mengembangkan dirinya dengan menambah da
mengambangkan ilmu sangat positif menjadikan hidup manusia lebih baik lagi,
tetapi lebih dari itu pengembangan pengetahuan hendaknya pula dapat
mengembangkan kepribadian seorang anak. Tentang anak yang suputra, Maharsi
Canakya dalam bukunya Nitisastra menyatakan:
”Seluruh hutan menjadi harum baunya, karena terdapat sebuah pohon yang
berbunga indah dan harum semerbak. Demikian pula halnya bila dalam
keluarga terdapat putra yang suputra, keluarga akan memperoleh nama yang
harum pula” (menumbuhkembangkan budhi pekerti pada anak, 2003: 32).
Lalayet panca-varsani
Das’a-varsani tadayet
Prapte tu sodase varse
Putram mitravada caret
Canakya Nitisatra Sloka 18
Artinya:
”Asuhlah putra dengan cara memanjakannya sampai berumur lima tahun,
memberikan hukuman-hukuman selama sepuluh tahun berikutnya. Kalau ia
sudah menginjak umur enam belas tahun didiklah ia dengan cara
berteman”.
34
Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012
Kata anak dalam bahasa Sanskerta adalah putra. Kata putra pada mulanya
berarti kecil atau yang disayang, kemudian kata ini dipakai untuk menjelaskan
mengapa pentingnya seorang anak lahir dalam keluarga. Sehubungan dengan hal
tersebut kitab Manawadharmasastra IX.138 menyebutkan:
Pumnamno narakadyas mattraya te pitaram sutah,
Tasmat putra iti proktah swayamewa swayambhuwa.
Artinya:
Oleh karena seorang anak yang akan menyeberangkan orang tuanya dari
neraka yang disebut Put (neraka lantaran tidak memiliki keturunan), oleh
karena itu ia disebut putra.
IX.
NILAI-NILAI PENDIDIKAN
Sesuatu dikatakan mempunyai nilai apabila sesuatu itu berguna, benar (nilai
kebenaran), indah (nilai estetis), baik (nilai moral/etis), religius (nilai agama).
Nilai dibagi menjadi tiga yaitu nilai material, nilai vital, dan nilai kerohanian.
Nilai material adalah segala sesuatu yang berguna bagi unsur manusia. Nilai vital
adalah segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan
kegiatan atau aktivitas. Nilai kerohanian adalah segala sesuatu yang berguna bagi
rohani manusia. Nilai kerohanian dibedakan atas empat macam, yaitu:
9.1.
Nilai kebenaran/kenyataan yang bersumber pada unsur kehendak/kemauan
manusia.
9.2.
Nilai keindahan, yang bersumber pada rasa unsur manusia.
9.3.
Nilai
kebaikan
atau
nilai
moral
yang
bersumber
pada
unsur
kehendak/kemauan manusia.
9.4.
Nilai religius yang merupakan nilai ketuhanan, kerohanian yang tertinggi
dan mutlak. Nilai religius ini bersumber pada kepercayaan/keyakinan
manusia.
Pendidikan nilai mencakup kawasan budhi pekerti, nilai, norma, dan moral.
Budhi pekerti adalah buah dari budhi nurani, budhi nurani bersumber pada moral.
Moral bersumber pada kesadaran hidup yang berpusat pada alam pikiran. Sesuai
dengan kodratnya sebagai mahluk Tuhan yang bebas merdeka, dalam moral
35
Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012
manusia mempunyai kemerdekaan untuk memilih nilai dan norma yang dijadikan
pedoman berbuat, bertingkah laku dalam hidup bersama dengan manusia lain.
Dengan demikian pendidikan nilai merupakan proses pembinaan nilai di
dalam kepribadian manusia. Tercapai atau tidaknya sesuatu yang tertuang dalam
tujuan pendidikan dapat diukur oleh besarnya nilai-nilai yang dimiliki dan
diterapkan oleh anak dalam proses pendidikan baik di rumah, sekolah maupun
masyarakat.
X.
NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM PANCA TANTRA
Nilai pendidikan yang akan diterapkan dalam cerita Panca Tantra adalah
sebagai berikut:
10.1. Nilai Tattva
Tattva mengandung pengertian yang lebih luas dari filsafat karena bukan hanya
berarti ”Pandangan tentang Kebenaran”, tetapi lebih dititikberatkan kepada
”Keyakinan tentang Kebenaran”. Untuk meyakini suatu kebenaran, agama Hindu
mengajarkan tiga cara yang disebut dengan Tri Pramana Tattva, yaitu:
10.1.1. Agama Pramana, adalah cara mengetahui kebenaran sesuatu melalui kitab
suci atau mendengar cerita/penjelasan dari para orang suci atau guru yang
diyakini kebenarannya.
10.1.2. Anumana Pramana, adalah cara mengetahui hakekat kebenaran sesuatu
atau gejala-gejala yang dapat diamati, kemudian ditarik kesimpulan atas
obyek yang diamati yaitu yatra-yatra dhumah tatra-tatra wahni.
10.1.3. Pratyaksa Pramana, adalah cara mengetahui hakekat kebenaran sesuatu
dengan mengamati secara langsung terhadap sesuatu obyek
(Tim Penyusun, 2005: 13).
Tattva berarti suatu ajaran agama Hindu untuk mencari hakekat dari segala
sesuatu sedalam-dalamnya. Kalau secara umum, tattva dapat diartikan sebagai
dasar pegangan dalam hidup dan kehidupan manusia selaku ahluk yang paling
tinggi martabatnya. Tattva merupakan suatu ajaran tentang kebenaran yang abadi,
kebenaran berdasarkan hukum alam. Dengan demikian tattva berusaha
36
Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012
memberikan gambaran tentang pandangan hidup, masyarakat, dan manusia itu
sendiri.
10.2. Nilai Etika
Pengertian secara etimologis, etika berasal dari bahasa Yunani Kuno. Dalam
bahasa Yunani, Ethos dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti, yaitu tenpat
tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, akhlak, watak,
perasaan, sikap, dan cara berpikir. Dalam bentuk jamak (ta etha) artinya adalah
adat kebiasaan. Sedangkan kata moral berasal dari bahasa latin ”mos” (jamak:
mores) yang berarti juga kebiasaan, adat. Jadi, etimologi kata etika sama dengan
etimologi kata moral (Bertens, 2007: 4).
Etika dapat diartikan sebagai ajaran tentang perilaku yang didasarkan pada
perbandingan mengenai apa yang dianggap benar atau tidak benar. Hal ini
merupakan konsepsi abstrak yang dimiliki oleh manusia yang timbul dari
pengalaman-pengalaman baik dan buruk. Biasanya di balik yang baik terdapat
sesuatu yang buruk, namun untuk mengetahui yang baik harus diketahui apa yang
buruk.
10.3. Nilai Yajna
Yajna artinya korban suci, yakni korban yang dilandasi oleh kesucian hati,
ketulusan dan tanpa pamrih. Yajna mengandung pengertian yang luas, jauh lebih
luas dibandingkan dengan pengertian upacara atau upakara. Yajna merupakan
pusat alam semesta, karena Tuhan Yang Maha Esa menyatakan bahwa alam
semesta ini diciptakan atas dasar Yajna, keikhlasan-Nya selanjutnya Tuhan
bersabda supaya umat manusia mengikuti jejak-Nya. Orang yang tekun
melakukan Yajna memperoleh pencerahan batin. Demikian pula dalam kehidupan
modern, donor darah atau donor organ tubuh pun dapat disebut Yajna yang
Utama.
XI.
KEDUDUKAN PANCA TANTRA DALAM KODIVIKASI VEDA
Konsep Panca Tantra mengacu pada pengetahuan mengenai kitab suci dan
pengertian dari kitab suci Veda sehingga definisi konsep Panca Tantra adalah
memuat penafsiran ajaran Veda yang dilaksanakan dalam kehidupan keagamaan
37
Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012
masyarakat Hindu. Kelompok buku yang tidak merupakan kelompok Veda tetapi
isinya memberikan pandangan tersendiri baik yang sependapat maupun yang
bertentangan dengan argumentasi atau alasan-alasan yang meyakinkan tentang
kebenaran ajaran yang diketengahkan adalah kitab-kitab yang dapat digolongkan
sebagai kelompok Nibanda.
XII. FUNGSI DAN MANFAAT CERITA
Panca Tantra adalah sebuah karya sastra yang memuat cerita-cerita yang
menarik serta memuat nilai-nilai luhur yang layak untuk dibaca. Kesusastraan
berarti segala tulisan atau karangan yang mengandung nilai-nilai kebaikan yang
ditulis dengan bahasa yang indah.
Dalam kehidupan masyarakat, sastra mempunyai beberapa fungsi yaitu:
12.1. Fungsi
rekreatif,
yaitu
sastra
dapat
memberikan
hiburan
yang
menyenangkan bagi penikmat atau pembacanya
12.2. Fungsi didaktif, yaitu sastra mampu mengarahkan atau mendidik
pembacanya karena nilai-nilai kebenaran dan kebaikan yang terkandung di
dalamnya.
12.3. Fungsi estetis, yaitu sastra mempu memberikan keindahan bagi penikmat
atau pembacanya karena sifat keindahannya.
12.4. Fungsi moralitas, yaitu sastra mampu memberikan pengetahuan kepada
pembaca atau peminatnya sehingga tahu moral yang baik dan buruk, karena
sastra yang baik selalu mengandung moral yang tinggi.
12.5. Fungsi religi, yaitu sastra pun menghasilkan karya-karya yang mengandung
ajaran agama yang dapat diteladani para penikmat atau pembaca sastra.
XIII. PEMBAGIAN PANCA TANTRA
Panca Tantra adalah naskah klasik India yang telah dikenal luas di seluruh
dunia sebagai ”Nitisastra”, sastra penuntun kebijaksanaan hidup. Sesuai namanya,
Panca berarti lima, dan Tantra berarti ajaran. Buku ini terdiri atas puluhan kisah
yang terangkum dalam lima bagian besar ajaran, yaitu:
13.1. Retaknya persahabatan (Perselisihan di antara sahabat)
38
Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012
Pokok cerita buku pertama adalah tentang luluh lantaknya ikatan persahabatan
antara dua mahluk yang berbeda tabiat, bahkan secara naluriah bermusuhan akibat
iri hati dan hasutan. Bahaya dendam, benih-benih kebencian, kepongahan dan
kecurigaan disajikan dalam 23 (dua puluh tiga) kisah-kisah fabel yang memikat,
yaitu:
13.1.1. Perselisihan
13.1.2. Kera dan Pasak Kayu
13.1.3. Srigala Mengalahkan Rasa Takut
13.1.4. Meraih Kembali Kehormatan
13.1.5. Upah Kecerobohan
13.1.6. Ular Kobra Memangsa Telor Burung Gagak
13.1.7. Balasan Kepiting untuk Kelicikan Burung Bangau
13.1.8. Kelinci Memperdaya Singa
13.1.9. Kutu Berulah, Kepinding Kena Getahnya
13.1.10. Srigala Tetaplah Srigala, Walaupun Berubah Warna
13.1.11. Singa, Srigala dan Burung Gagak Memangsa Unta
13.1.12. Burung Titibha Melawan Ombak Laut
13.1.13. Kura-kura yang Jatuh dari Sebatang Kayu
13.1.14. Tiga Ekor Ikan
13.1.15. Burung Pipit Mengalahkan Gajah
13.1.16. Srigala Mengecoh Singa
13.1.17. Nasehat Sia-sia
13.1.18. Burung Pipit dan Kera Pemberang
13.1.19. Kejujuran Mengalahkan Keculasan
13.1.20. Burung Bangau Yang Pendek Akal
13.1.21. Tikus Mampu Menggerogoti Timbangan dari Besi
13.1.22. Raja dan Monyet yang Bodoh
13.1.23. Empat Brahmin dan Seorang Pencuri
39
Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012
13.2. Membina persahabatan (Mendapatkan Teman)
Buku kedua mengisahkan upaya aneka mahluk yang berbeda habitat dan
bertentangan sifat membangun persahabatan. Perbedaan ditipiskan dan persamaan
paham dicari, namun yang benar tetap dikatakan benar dan yang salah tetap
dinyatakan salah, tidak perlu curiga atau menuduh untuk mengungkapkannya.
Hikmah kehidupan pun digali dan disajikan dalam lima kisah kehidupan sosial
yang mendekati nyata. Tantra ini terdiri dari lima kisah, yaitu:
13.2.1. Persabahatan Tikus dengan Burung Gagak
13.2.2. Perselisihan Seorang Pertapa dengan Seekor Tikus
13.2.3. Ibu Sandili Menukar Wijen
13.2.4. Mendapat Apa Yang Pantas didapat
13.2.5. Kearifan Memanfaatkan Kekayaan
13.3. Ikhtiar dan Siasat
Dalam buku ketiga disajikan berbagai kiat menghadapi kehidupan, baik untuk
menghindari bahaya, mencari jalan keluar yang cerdas dari ancaman malapetaka,
memanfaatkan keberuntungan dan cara mencapai tujuan hidup. Tantra ini terdiri
dari 14 Judul, yaitu:
13.3.1. Musyawarah Kawanan Gagak
13.3.2. Awal Mula Permusuhan Antara Burung Gagak dan Burung Hantu
13.3.3. Kelinci Memperdaya gajah
13.3.4. Kelinci dan Ayam Hutan Salah Memilih Juru Damai
13.3.5. Hati Lemah, Rezeki Pindah
13.3.6. Pemberian Ular Kobra
13.3.7. Pengorbanan Merpati
13.3.8. Saudagar yang Berterima Kasih Pada Pencuri
13.3.9. Selamat Karena Perseteruan Lawan
13.3.10. Setiap Usaha Membawa Hasil
13.3.11. Tikus Betina
13.3.12. Rentetan Kebodohan
13.3.13. Gua Yang Berbicara
40
Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012
13.3.14. Kesabaran dan Usaha Berjalan Seiring
13.4. Kehilangan Keberuntungan
Buku keempat mengisahkan nasib sial akibat lalai menjaga karunia dan sombong
ketika menerima anugerah. Kisah-kisah dalam buku ini menyajikan kiat menjaga
keberuntungan yang telah didapat yang terdiri dari 11 judul, yaitu:
13.4.1. Kera Cerdik dan Buaya Bebal
13.4.2. Sang Kodok Tak Akan Kembali
13.4.3. Tak Punya Hati dan Telinga
13.4.4. Kebenaran selalu Terungkap
13.4.5. Anak Srigala di tengah-tengah Keluarga Singa
13.4.6. Dua Pecundang
13.4.7. Keledai Berbulu Macan
13.4.8. Penipu yang Tertipu
13.4.9. Unta Berkalung Lonceng
13.4.10. Si Cerdik Selalu Mampu Menakar Kemampuan
13.4.11. Anjing Pengembara
13.5. Ceroboh
Buku kelima memberikan ajaran tentang tindakan-tindakan yang dilakukan tanpa
pertimbangan yang matang serta konsekuensi yang harus ditanggung. Buku ini
menyajikan 10 (sepuluh) kisah tentang arti penting keberanian dan keharusan
mengambil keputusan disertai hati yang jernih dan pemikiran tajam yang mampu
melihat ke depan.
13.5.1. Tindakan Tanpa Pertimbangan
13.5.2. Mengorbankan Pahlawan
13.5.3. Roda Ketamakan Tak Berhenti Berputar
13.5.4. Tidak Pandai Menggunakan Kepandaian
13.5.5. Terpelajar Tapi Dungu
13.5.6. Bakat Saja Tidak Cukup
13.5.7. Nyanyian Keledai
41
Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012
13.5.8. Ambillah Saran yang Sesuai
13.5.9. Lamunan Membumbung, Hati Kecewa
13.5.10. Rasa Tamak tidak Memikirkan Akibat
XIV. TOKOH-TOKOH DALAM CERITA DAN SIFAT-SIFATNYA
Orang-orang bijaksana zaman dahulu amat pintar membuat dongeng,
khususnya fabel, yakni cerita tentang binatang. Sebenarnya apa yang diceritakan
dalam dongen itu adalah cerminan kehidupan manusia. Melalui tokoh-tokoh
margasatwa yang beraneka bentuk dan warna itu kita mengenal sifat-sifat manusia
yang berbeda satu sama lainnya.
Kisah antar binatang yang terjadi dalam hutan itu adalah kisah konflik
manusia di muka bumi. Manusia dan binatang adalah mahluk hidup yang saling
membutuhkan satu sama lainnya. Manusia mendapatkan banyak manfaat dari
hewan seperti: air susunya diperah, dagingnya diolah, tubuh dan tenaganya dihela,
tingkah laku hidupnya mendatangkan pengetahuan. Kehidupan hewan melahirkan
inspirasi, gagasan dan pemikiran. Sebaliknya, binatang membutuhkan manusia
sebagai gembalanya agar ia dapat bagi kehidupan manusia.
Tokoh-tokoh dalam cerita Panca Tantra dan sifat-sifatnya adalah sebagai
berikut:
14.1. Singa, mempunyai sifat serakah, lambang keperkasaan. Tubuhnya besar dan
kekar kukunya tajam, gigi taringnya panjang dan beracun, larinya kencang
dan lompatannya tinggi dan jauh. Jika sedang marah atau berhadapan
dengan pesaingnya, ia menjadi amat garang dan menakutkan.
14.2. Serigala, memiliki sifat suka mengadu domba.
14.3. Kera, memiliki sifat cerdik dan licik.
14.4. Burung Merpati, memiliki sifat pengorbanan dan kedamaian.
14.5. Burung Hantu, memiliki penglihatan dan pendengaran yang luar biasa
tajam.
14.6. Burung Gagak, memiliki sifat cerdik dan pandai.
14.7. Ular, menggambarkan sifat licik, ia berpura-pura bersikap penyabar untuk
mendapatkan mangsa.
42
Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012
14.8. Kelinci mempunyai sifat banyak akal.
14.9. Burung Bangau dalam cerita ini mempunyai sifat licik.
14.10.Sapi mempunyai sifat cerdas.
14.11.Unta, ia merelakan dirinya untuk di mangsa oleh singa.
XV. PANCA TANTRA SEBAGAI ALTERNATIF METODE DALAM
PENGAJARAN
Cerita-cerita
dalam
Panca
Tantra
banyak
mengandung
nilai-nilai
Pendidikan moral, etika spiritual, dan budhi pekerti. Nilai-nilai tersebut bila
digali, dianalisa dan kemudian dikemas sedemikian rupa sesuai dengan situasi,
kondisi, dan waktu dapat menjadi alternatif sebagai suatu metode dalam
pengajaran agama Hindu.
Cerita atau dongeng merupakan media yang efektif untuk menanamkan
berbagai nilai dan etika kepada anak, bahkan untuk menumbuhkan rasa empati.
Misalnya nilai-nilai kejujuran, rendah hati, kesetiakawanan, kerja keras, maupun
tentang berbagai kebiasaan sehari-hari seprti pentingnya makan sayur dan
menggosok gigi. Anak juga diharapkan dapat lebih mudah menyerap berbagai
nilai tersebut karena pada saat mendongeng, pendongeng tidak bersikap
memerintah atau menggurui, sebaliknya para tokoh cerita dalam dongeng
tersebutlah yang diharapkan menjadi contoh atau teladan bagi anak (Maryati dan
Agam, 2008).
Masalah pendidikan bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja
melainkan juga menjadi tanggung jawab bersama orang tua, masyarakat dan
pemerintah. Demikian pula pendidikan agama Hindu merupakan tanggung jawab
orang tua, masyarakat Hindu (termasuk lembaga masyarakat), dan pemerintah.
Hal ini berarti pendidikan agama Hindu bukan saja diberikan kepada lembaga
formal di sekolah saja, tetapi juga dapat diberikan kepada lembaga tidak formal
seperti kelompok pesantian dan paguyuban.
Usaha manusia memegang pernan yang sangat besar dalam membina
kepribadiannya. Dalam kitab Sarasamuccaya sloka 4 dapat kita temukan apa yang
menjadi hakikat hidup menjelma sebagai manusia, adalah sebagai berikut:
43
Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012
Apan iking dadi wwang, uttama juga ya, nimittaning mangkana, wenang ya
tumulung awaknya sangkeng sangsara, makasadhanang subhakarma,
hinganing kottamaning dadi wwang ika.
Artinya:
Itu adalah sungguh-sungguh utama; sebabnya demikian, karena ia dapat
menolong dirinya dari keadaan sengsara (lahir dan mati berulang-ulang)
dengan jalan berbuat baik; demikianlah keuntungannya dapat menjelma
menjadi manusia.
Hendaknya manusia mampu meningkatkan kualitas dirinya baik secra
individu maupun kelompok. Untuk meningkatkan kualitas dirinya tersebut,
seyogyanya manusia mengisi dirinya dengan ilmu pengetahuan, baik melalui
pendidikan formal maupun non formal.
Ilmu pengetahuan itu adalah suci adanya. Pada dasarnya manusia itu
dibelenggu oleh kebodohan, manusia menjadi bodoh karena dipengaruhi oleh
dunia material. Dunia material digambarkan sebagai lautan dan untuk
memperolehnya melalui perjuangan yang keras. Dalam perjuangnnya manusia
bisa saja tenggelam dalam lautan tak bertepi atau mabuk. Pengetahuan yang
sempurna adalah dapat membebaskan dari pengaruh dunia material.
Dari berbagai cara untuk mendidik anak, dongeng merupakan cara yang tak
kalah ampuh dan efektif untuk memberikan human touch atau sentuhan
manusiawi dan sportifitas bagi anak. Melalui dongeng pula jelajah cakrawala
pemikiran anak akan menjadi lebih baik, lebih kritis, dan cerdas. Anak juga bisa
memahami hal mana yang perlu ditiru dan yang tidak boleh ditiru. Hal ini akan
membantu mereka dalam mengidentifikasikan diri dengan lingkungan sekitar
disamping memudahkan mereka menilai dan memposisikan diri di tengah-tengah
orang lain. Sebaliknya, anak yang kurang imajinasi bisa berakibat pada pergaulan
yang kurang, sulit bersosialisasi atau beradaptasi dengan lingkungan yang baru
(Maryati dan Agam, 2008).
44
Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012
XVI. ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN CERITA PANCA TANTRA
16.1. Nilai-nilai Pendidikan
16.1.1. Nilai Tattva
Beberapa contoh cerita yang mengandung nilai-nilai tattva, yaitu nilai-nilai untuk
meyakini kebenaran adalah sebagai berikut:
1) Perselisihan (1.1)
Persahabatan akrab terjalin di hutan antara singa dan sapi jantan, tetapi
dihancurkan oleh seekor serigala yang jahat dan tamak. Dalam kesehariannya sapi
Sanjivaka yang terpelajar dan ahli dalam sastra memberikan pencerahanpencerahan dengan pengetahuan dan tata krama kepada singa Pingalaka yang
berhati buas.
Karena singa Pingalaka dan sapi Sanjivaka selalu membicarakan tentang
sastra-sastra suci, singa menjadi lupa dengan sifat aslinya dan ia tak lagi pergi
berburu. Hal inilah yang menyebabkan serigala menjadi dengki, iri hati dan
berusaha untuk mengadu domba antara singa dan sapi, dan keduanya harus
menghadapi hasutan serigala.
Dalam kisah ini terdapat ajaran Agama Pramana yaitu cara mengetahui
kebenaran sesuatu melalui kitab suci atau mendengar cerita/penjelasan dari para
orang suci atau guru yang diyakini kebenarannya.
2) Serigala Mengalahkan Rasa takut (1.3)
Pada bagian ini terdapat ajaran Anumana Pramana yaitu cara mengetahui
hakekat kebenaran sesuatu atau gejala-gejala yang dapat diamati, kemudian
ditarik kesimpulan atas obyek yang diamati yaitu yatra-yatra dhumah tatra-tatra
wahni.
”Ketika seekor srigala bernama Gomaya sedang mencari makanan karena
sangat laparnya, tiba-tiba srigala itu dikejutkan oleh suara genderang yang
tergeletak di dekat semak-semak karena terpaan angin kencang. Mula-mula
srigala itu ketakutan dan berpikir dia harus segera menghindar krena mengira
suara itu berasal dari mahluk lain. Tapi setelah memastikan asal usul suara itu
yang ternyata hanyalah sebuah genderang perang yang ditinggalkan oleh
45
Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012
pemiliknya, keberaniannya bertambah. Srigala semakin mendekat, ternyata di
tempat itu srigala mendapatkan banyak sekali makanan”.
3) Kera cerdik dan Buaya Bebal (IV.1)
Cerita ini mengisahkan tentang persahabatan seekor kera dan seekor buaya.
Namun karena hawa nafsu, sang buaya ingin mencelakakan kera tersebut.
Walaupun lemah tak berdaya menghadapi buaya, dengan kecerdasan akal sang
kera terhindar dari marabahaya.
4) Kelinci Mempercaya Gajah (III.3)
Dengan kecerdikan dan kepandaian, kelinci berusaha untuk mengusir
kawanan gajah yang merusak tempat tinggalnya.
5) Hati Lemah Rezeki Berpindah (III.5)
Sraddha sebagai dasar keyakinan hal penting dalam kehidupan manusia,
karena tanpa dasar keyakinan orang akan gagal melakukan apapun.
6) Gua yang berbicara (III.13)
Dalam cerita ini, seekor srigala menggunakan akalnya untuk mengamati
gejala-gejala yang ada saat hendak masuk ke dalam gua. Srigala melihat jejak kaki
singa masuk ke dalam gua dan ia pun mengamati bahwa tidak ada jejak kaki singa
meninggalkan gua. Yakinlah ia bahwa singa masih ada di dalam gua, srigala pun
meninggalkan gua itu.
16.1.2. Nilai Etika
Hampir semua cerita dalam Panca Tantra ini mengandung nilai etika yang
menunjukkan hal-hal yang baik dan buruk atau benar dan tidak benar. Ajaran
untuk mewujudkan keharmonisan hubungan antar sesama mahluk dengan berbagi
kasih, tanpa kekerasan, tanpa kemarahan, kebajikan, kemurahan hati, keluhuran
budhi pekerti, kewaspadaan, mementingkan persatuan, persahabatan, dan lainlain.
46
Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012
Sri Krsna dalam kitab suci Bhagavadgita (XVI.21) menyatakan tiga di
antara enam musuh tersebut merupakan pintu gerbang yang mengantarkan atma
menuju neraka, yaitu lobha (rakus, ambisi), Kama (dorongan nafsu), Krodha
(emosi atau kemarahan).
tri-vidham narakasyedam dvram nasanam atmanah
kamah krodhas tatha lobhas tasmad etattayam tyajet.
Artinya:
Gerbang menuju neraka ini menganar pada kemusnahan sang roh, ada tiga
jenisnya yaitu nafsu, kemarahan dan ketamakan. Oleh karena itu,
seseorang harus melepaskan ketiganya itu.
Krodhad bhavati sammohah sammohat smrti-vibramah
Smrti-bhamsad buddhi-naso buddhi-nasat pranasyati
Bhagavadgita II.63:
Artinya:
Dari kemarahan timbullah kebingungan, dari kebingungan hilanglah
ingatan dan dari hilangnya ingatan kecerdasan terhancurkan, dari
hancurnya kecerdasan membawanya pada kemusnahan.
Seseorang yang marah menyakiti diri mereka sendiri dan juga orang lain
dalam tiga cara yang berbeda secara fisik (melalui kekerasan), secara verbal
(melalui kata-kata kasar), dan secara mental (melalui keinginan ynag buruk).
Pengendalian kemarahan dapat dipraktekan sebagai sebuah pemikiran yang baik
dalam diri.
Sifat buruk menjerumuskan diri manusia pada kehancuran. Tuhan Yang
Maha Esa memerintahkan supaya setiap manusia menghapuskan sifat-sifatnya
yang buruk, seperti melenyapkan rasa benci kepada seseorang, kedengkian, lesu
dan malas, tidak mengikuti dorongan nafsu terutama dorongan nafsu seksual,
jangan membiasakan mengucapkan kata-kata makian, sifat cemburu, mengutuk
atau mengumpat seseorang, menendang (menyiksa) sapi dan binatang lainnya
hanya untuk kesenangan belaka, tidak mengotori udara, air dan lingkungan, tidak
minum minuman keras atau yang memabukkan. Sifat-sifat tersebut bila mampu
47
Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012
dikendalikan dan tidak diberi kesempatan untuk tumbuh dalam diri kita, niscaya
seseorang akan menjadi pribadi yang baik.
Sifat jahat dan tamak merupakan asubha karma atau perbuatan yang tidak
baik, hal ini sangat dilarang dan bertentangan dengan ajaran agama Hindu.
Perbuatan yang tidak baik ini akan sangat berpengaruh pada kehidupan kita
selanjutnya. Agama Hindu sangat meyakini adanya hukun karma. Oleh karena itu,
setiap orang harus berhati-hati dalam mengarungi hidupnya. Tiap orang harus
mampu mengalahkan musuh di dalam dirinya sendiri, dapat melepaskan diri dari
belenggu awidya, kegelapan dan kebodohan melalui pengamalan Tri Kaya
Parisudha, yaitu manacika (berpikir yang baik), wacika (berkata yang baik) dan
kayika (berbuat yang baik).
Seseorang harus memiliki pengetahuan untuk mengetahui suatu hal itu baik
atau buruk, benar atau tidak benar. Dalam agama Hindu mengajarkan Sapta
Timira atau tujuh kegelapan, yaitu tujun unsur atau sifat yang menyebabkan
pikiran orang menjadi gelap, diantaranya adalah ”Guna” yang artinya kepandaian,
bahwa orang yang pandai akan mampu membebaskan dirinya dari lembah
kesengsaraan. Kepandaian yang dimiliki harus dipergunakan dengan rendah hati,
karena jika digunakan dengan keangkuhan dan kesombongan, maka kepandaian
itu dapat menghancurkan hidup yang bersangkutan.
16.1.3. Nilai Yajna
Yajna artinya korban suci, yakni korban yang dilandasi dengan kesucian
hati, ketulusan dan tanpa pamrih. Nilai ini didapatkan pada cerita Singa, Srigala
dan Burung Gagak Memangsa Unta, Empat Brahmin dan Seorang Pencuri,
Kearifan Memanfaatkan Kekayaan, dan Pengorbanan
Merpati. Dalam bab
tersebut diceritakan tentang pengorbanan diri untuk orang lain dan kewajiban
bersedekah.
Segala yang dapat memberikan rasa nikmat pada makhluk, seperti nasi
enak, minuman termasuk air segar dan harum, semua itu patut kau berikan pada
orang yang membutuhkan, sampai pada emas dan permata, kain halus anak-anak
pelayan, anak buah, kereta, gajah, kuda, kerajaan sekalipun itu, apabila ada yang
48
Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012
meminta kepadamu dan jangan sekali engkau mengharap balasan. Hanya karena
rasa cinta kasihmu yang besar kepada segala mahluk itulah yang menjadikan
engkau iklas, menyerahkan segala-galanya kepada yang membutuhkan. Sertailah
dengan tutur katamu yang menyenangkan, sikap yang jujur dan hati yang tulus
iklas itulah dana namany. Maka tindakan orang yang tinggi pengetahuannya, tidak
sayang merelakan kekayaannya, nyawanya sekalipun, jika untuk kesejahteraan
umum, tahulah beliau akan maut pasti datang dan tidak adanya sesuatu yang
kekal, oleh karena itu adalah lebih baik berkorban (rela mati) demi untuk
kesejahteraan umum (Kajeng, 2003).
16.2 Cerita Panca Tantra Meningkatkan Kualitas Budhi pekerti Peserta Anak
Didik
Cerita Panca Tantra ini sangat baik diberikan pada peserta didik pada
tingkat sekolah dasar karena memuat tentang nasehat, persahabatan, etika,
perngorbanan dan perilaku-perilaku yang baik yang disampaikan pada tokohtokohnya. Sebagai media pendidikan, kita mengajak anak-anak untuk mencontoh
perilaku yang baik serta menunjukkan perilaku yang tidak baik yang tidak boleh
dicontoh. Tugas seorang guru adalah mengarahkan agar peserta didik meniru
contoh yang baik, dan menghindarka perilaku yang tidak baik. Jika peserta didik
mampu mengaplikasikan nilai-nilai yang terdapat dalam cerita Panca Tantra
dalam kehidupan sehari-harinya, maka akan terlihat pada perubahan tingkah
lakunya sesua dengan ajaran Tri Kaya Parisudha.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti, bahwa Panca
Tantra sangat menarik untu dipelajari karena menggunakan tokoh binatang dan
juga manusia serta kiasan-kiasan yang ditujukkan untuk meningkatkan spiritual
pembacanya. Panca Tantra mengandung nilai-nilai pendidikan karena disusun
untuk mendidik dan mengacu pada ajaran-ajaran suci agama Hindu terudatama
ajaran etika dan spiritual sehingga dapat digunakan sebagai panutan perilaku
sehari-hari. Dengan melihat isinya yang mengacu pada ajaran agama Hindu,
Panca Tantra sangat cocok untuk digunakan dalam proses pembelajaran bagi
anak-anak sekolah dasar. Cerita Panca Tantra ini disampaikan dengan
49
Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012
mengunakan tokoh-tokoh binatang atau dikenal dengan cerita fabel supaya tidak
menyinggung
perasaan
manusia
tanpa
mengurangi
makna
yang
akan
disampaikan. Yang dapat kita lakukan agar cerita Panca Tantra ini bisa bertahan
sementara di media seperti TV sudah banyak sekali tayangan-tayangan yang
menghibur adalah dengan memperbanyak dan mensosialisasikan kepada
masyarakat cerita Panca Tantra ini. Jika dimungkinkan bisa dibuatkan komik atau
film dari cerita Panca Tantra ini atau dengan mengadakam lomba cerita Panca
Tantra di pasraman. Setiap orang tua harus mengenal Cerita Panca Tantra ini
sebagai bahan bercerita atau mendongeng. Selain dapat mengakrabkan antara
orang tua dan anak, dengan mendongeng dapat mengenalkan sifat-sifat dan
perilaku yang harus dimiliki oleh anak.
XVII. PENUTUP
17.1. Kesimpulan
17.1.1. Cerita Panca Tantra ini dapat diyakini memiliki nilai-nilai luhur yang
meliputi nilai tattva, etika dan yajna. Hal ini dikarenakan setiap cerita
merupakan refleksi atau pabcaran kebenaran tentang Veda.
17.1.2. Pada hakekatnya semua manusia memiliki nilai Ketuhanan (devinity)
yang dikenal dengan nilai-nilai kemanusiaan (human values) atau sering
disebut budhi pekerti. Nilai-nilai itu merupakan pancaran dari Atman
yang berwujud cinta kasih, menjunjung tinggi kebenaran, kebajikan,
kedamaian dan perbuatan baik.
17.1.3. Jika nilai-nilai ini dapat ditumbuhkembangkan di dalam diri anak-anak
sejak dini, maka akan meningkatkan kepercayaan kepada Tuhan,
meningkatkan kerukunan beragama dan mengabdi kepada nusa dan
bangsa.
17.2. Saran
Dalam rangka menanamkan nilai-nila luhur yang disampaikan dalam certa
Panca Tantra perlu dilakukan sosialisasi melalui media cetak, sekolah-sekolah dan
lembaga pendidikan non formal maupun informal atau tidak menutup
kemungkinan dapat diadakan lomba cerita fabel.
50
Jurnal Pasupati Vol. 1 No. 2/2012
DAFTAR PUSTAKA
Bertens, K. 2007. Etika: seri filsafat atmajaya. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Chandiramani, G.L. 2001. Panca Tantra 1 dan 2. Jakarta: Dian Rakyat.
Darmayasa, 1995. Canakya Nitisastra. Surabaya: Paramita.
Darmodiharjo, 1993. Santiaji Pancasila. Surabaya: Usaha Nasional.
Kajeng, I Nyoman dkk. 1994. Sarasamuccaya: dengan teks bahasa Sanskerta dan
Jawa Kuno. Surabaya: Paramita.
Puja, Gde dan Sudharta, Tjok Rai. 2002. Manawa Dharmasastra: weda smrti.
Jakarta: CV. Felita Nursatama Lestari.
Sagala, Syaiful. 2005. Konsep dan Makna Pembelajaran: untuk membantu
memecahkan problematika belajar dan mengajar. Bandung: CV.
ALFABETA.
Srimad, 2003. Bhagavadgita, dalam bahasa Sanskerta, Inggris, Indonesia.
Surabaya: Paramita.
Sugiyono, 2006. Metode Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Tim Penyusun, 2005. Buku Pendidikan Agama Hindu untuk Perguruan Tinggi.
Jakarta: Hanuman Sakti.
Titib, I Made, 2003. Menumbuhkembangkan Pendidikan Buddhi Pekerti Pada
Anak. Jakarta: Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat.
Maryati,
Rudi
dan
Agam.
Manfaat
http://www.dongengkakrico.com
51
Dongeng
untuk
Anak.
Download