1 rancangan peraturan pemerintah republik indonesia nomor tahun

advertisement
Data_elektronis_sumber_hukum_RGS_&_Mitra
Dihimpun dari cybercyber - space [internet] Indonesia diedit ulang oleh,
Kantor PengacaraPengacara- Konsultan Hukum RGS & Mitra
http://welcome.to/RGS_Mitra ; [email protected] ; [email protected]
1
RANCANGAN
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
TAHUN 2000
TENTANG
PENGENDALIAN PERUSAKAN DAN/ATAU
PENCEMARAN TANAH
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang :
1. Bahwa tanah sebagai sumber daya alam, media lingkungan dan faktor produksi yang
mempengaruhi kehidupan manusia serta mahluk hidup lainnya harus dijaga dan dipelihara
kelestarian fungsinya;
2. Bahwa semakin meningkatnya kegiatan pembangunan yang memanfaatkan tanah maupun
sumber daya alamnya dapat mengakibatkan pencemaran dan /atau
perusakan tanah
sehingga menurunkan mutu serta fungsi tanah yang pada
akhirnya dapat mengancam
kelangsungan makhluk hidup, khususnya manusia;
3. Bahwa sehubungan dengan hal tersebut dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor 23
Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, khususnya ketentuan mengenai baku mutu
lingkungan hidup dan kriteria baku kerusakan dan tercemarnya lingkungan hidup, dipandang
perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tantang Pengendalian Perusakan dan/atau
Pencemaran Tanah.
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (2), Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran
Negara Tahun 1997 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
PERATURAN PEMERINTAH
TENTANG
PENGENDALIAN PERUSAKAN DAN/ATAU
PENCEMARAN TANAH
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Pertama
Pengertian-pengertian
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1. Tanah merupakan salah satu komponen lahan yang merupakan lapisan teratas kerak bumi
berupa material ubahan dari batuan dan mempunyai kemampuan sebagai penunjang
kehidupan biologi yang terdiri dari mineral dan bahan organik;
2. Perusakan tanah adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung
terhadap sifat fisik dan/ atau hayatinya yang melampaui baku mutu tanah dan mengakibatkan
tanah tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan;
3. Pencemaran tanah adalah masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi, dan/atau
komponen lain kedalam tanah oleh suatu kegiatan yang mengakibatkan kualitasnya turun
sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan tanah tidak berfungsi sesuai dengan mutu dan
peruntukannya;
4. Pengendalian perusakan dan/atau pencemaran tanah adalah upaya pencegahan dan/atau
penanggulangan kerusakan dan/atau pencemaran tanah serta pemulihan mutu tanah;
Data_elektronis_sumber_hukum_RGS_&_Mitra
Dihimpun dari cybercyber - space [internet] Indonesia diedit ulang oleh,
Kantor PengacaraPengacara- Konsultan Hukum RGS & Mitra
http://welcome.to/RGS_Mitra ; [email protected] ; [email protected]
2
5. Baku mutu tanah adalah ukuran batas atau kadar zat, energi, dan/atau komponen yang ada atau
yang seharusnya ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya didalam
tanah;
6. Status mutu tanah adalah keadaan atau tingkatan mutu tanah di suatu tempat, lokasi dan waktu
tertentu yang dinilai berdasarkan baku mutu tanah dan/atau kriteria baku kerusakan tanah;
7. Kriteria baku kerusakan tanah adalah ukuran batas perubahan sifat fisik dan/atau hayati tanah
yang dapat ditenggang;
8. Kriteria baku tercemarnya tanah adalah ukuran batas perubahan sifat dasar tanah yang dapat
ditenggang akibat masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi, dan/atau
komponen lain kedalam tanah;
9. Pencegahan adalah upaya untuk mempertahankan mutu tanah melalui cara-cara yang tidak
memberi peluang berlangsungnya proses perusakan dan/atau pencemaran tanah.
10. Penanggulangan adalah upaya untuk mencegah meluasnya proses perusakan dan/atau
pencemaran tanah.
11. Pemulihan adalah upaya untuk mengembalikan mutu tanah ke tingkatan yang paling tidak sama
dengan baku mutu aslinya.
12. Orang adalah orang perseorangan, dan/atau kelompok, dan/atau badan hukum;
13. Instansi yang bertanggung jawab adalah instansi yang bertanggung jawab di bidang
pengendalian dampak lingkungan;
14. Menteri adalah Menteri yang ditugasi untuk mengelola lingkungan hidup;
15. Gubernur adalah Kepala Daerah Propinsi;
16. Bupati/Walikota adalah Kepala Daerah Kabupaten/Kota.
Bagian Kedua
Ruang Lingkup
Pasal 2
Ruang lingkup pengendalian perusakan dan/atau pencemaran tanah meliputi penetapan parameter
tanah, penetapan baku mutu tanah, didasarkan pada peruntukan tanah dan penetapan kriteria baku
kerusakan dan pencemaran tanah yang
diakibatkan oleh suatu kegiatan yang berdampak penting dan besar terhadap lingkungan dan
kehidupan manusia.
Bagian Ketiga
Maksud dan Tujuan
Pasal 3
Pengendalian perusakan dan/ atau pencemaran tanah dimaksudkan untuk menjamin pelestarian fungsi
lingkungan hidup dan bertujuan sebagai upaya pencegahan dan penanggulangan serta pemulihan daya
dukung tanah.
BAB II
SIFAT DASAR TANAH
Pasal 4
(1) Pengendalian perusakan dan/atau pencemaran tanah harus memperhatikan sifat dasar tanah
yang berdasarkan fungsinya dapat dikelompokan ke dalam kelompok produksi biomassa dan
kelompok rekayasa sederhana.
(2) Sifat dasar tanah meliputi sifat dasar fisika tanah, sifat dasar kimia tanah dan sifat dasar biologi
tanah.
(3) Sifat dasar tanah seperti yang tersebut pada ayat (1) dan (2) menentukan mutu tanah.
Pasal 5
(1) Dalam rangka pengendalian perusakan dan/atau pencemaran tanah, Pemerintah melakukan
identifikasi atas tanah di dalam wilayah kewenangannya.
Data_elektronis_sumber_hukum_RGS_&_Mitra
Dihimpun dari cybercyber - space [internet] Indonesia diedit ulang oleh,
Kantor PengacaraPengacara- Konsultan Hukum RGS & Mitra
http://welcome.to/RGS_Mitra ; [email protected] ; [email protected]
3
(2) Identifikasi seperti tersebut pada ayat (1) dilakukan terhadap sifat dasar tanah seperti yang
diatur dalam lampiran Peraturan Pemerintah ini.
BAB III
BAKU MUTU TANAH
Bagian Pertama
Umum
Pasal 6
Baku mutu tanah disusun berdasarkan sifat dasar tanah, yang meliputi sifat dasar fisik tanah, sifat dasar
kimia tanah dan sifat dasar biologi tanah, serta peruntukan- nya.
Bagian Kedua
Penetapan Baku Mutu Tanah
Pasal 7
(1) Baku mutu tanah sebagai batas maksimum mutu tanah untuk mencegah terjadinya perusakan
dan/atau pencemaran tanah ditetapkan secara nasional, sebagaiman terlampir dalam Peraturan
Pemerintah ini.
(2) Menteri setelah berkonsultasi dengan Menteri lain dan/atau pimpinan lembaga pemerintah non
departemen yang bersangkutan menetapkan baku mutu tanah.
(3) Baku mutu tanah nasional sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dapat ditinjau kembali
setelah 5 (lima) tahun.
Pasal 8
(1) Gubernur mengidentifikasi dan memetakan baku mutu tanah daerah propinsi dengan mengacu
pada baku mutu tanah yang telah ditetapkan secara nasional sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 7 ayat (1).
(2) Bupati/Walikota mengidentifikasi dan memetakan baku mutu tanah daerah kabupaten/kota
dengan mengacu pada baku mutu tanah yang telah ditetapkan secara nasional sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1).
(3) Tingkat ketelitian peta baku mutu tanah untuk daerah propinsi minimum 1:250.000, untuk daerah
kabupaten minimum 1:100.000 dan untuk daerah kota minimum 1:50.000.
(4) Baku mutu tanah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditinjau kembali setelah 5
(lima) tahun.
(5) Kepala instansi yang bertanggungjawab menetapkan pedoman teknis penetapan baku mutu
tanah daerah.
Bagian Ketiga
Status Mutu Tanah
Pasal 9
(1) Status mutu tanah ditetapkan berdasarkan inventarisasi dan/atau penelitian terhadap mutu
tanah, potensi sumber kerusakan dan pencemar, kondisi iklim dan geografis, serta tata guna
tanah.
(2) Instansi yang bertanggungjawab di bidang pengendalian dampak lingkungan daerah
melakukan inventarisasi dan/atau penelitian untuk menetapkan status mutu tanah.
(3) Gubernur menetapkan status mutu tanah daerah berdasarkan hasil inventarisasi dan/atau
penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Kepala instansi yang bertanggungjawab menetapkan pedoman teknis inventarisasi dan/atau
penelitian serta penetapan status mutu tanah.
Pasal 10
(1) Apabila hasil inventarisasi dan/atau penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1)
menunjukan status mutu tanah daerah berada di atas baku mutu tanah nasional, Gubernur
Data_elektronis_sumber_hukum_RGS_&_Mitra
Dihimpun dari cybercyber - space [internet] Indonesia diedit ulang oleh,
Kantor PengacaraPengacara- Konsultan Hukum RGS & Mitra
http://welcome.to/RGS_Mitra ; [email protected] ; [email protected]
4
menetapkan dan menyatakan status mutu tanah daerah yang bersangkutan sebagai rusak atau
tercemar, bergantung dari parameter yang dilampaui nilai ambangnya.
(2) Dalam hal Gubernur menetapkan dan menyatakan status mutu tanah daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Gubernur wajib melakukan upaya penanggulangan dan pemulihan
mutu tanah.
Pasal 11
(1) Kepala instansi yang bertanggungjawab menetapkan ambang kritis bagi kegiatan
kerekayasaan.
(2) Ambang kritis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui konsultasi dengan
instansi sektor terkait.
(3) Ambang kritis sebagaimana dikmaksud pada ayat (1) dapat ditinjau kembali setelah 5 (lima)
tahun.
BAB IV
KRITERIA BAKU KERUSAKAN DAN PENCEMARAN TANAH
Bagian Pertama
Kriteria Baku Kerusakan Tanah
Pasal 12
(1) Kepala instansi yang bertanggungjawab menetapkan kriteria baku kerusakan tanah.
(2) Kriteria baku kerusakan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
mempertimbangkan jenis tanah, iklim dan tata guna lahan, yang acuannya sebagaimana
tercantum dalam lampiran Peraturan Pemerintah ini.
Bagian Kedua
Kriteria Baku Pencemaran Tanah
Pasal 13
(1) Kepala instansi yang bertanggungjawab menetapkan kriteria baku pencemaran tanah.
(2) Kriteria baku pencemaran tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
mempertimbangkan jenis tanah, iklim, dan tata guna lahan serta sumber pencemaran dan cara
pencemarannya.
(3) Acuan penetapan kriteria baku pencemaran tanah adalah sebagaimana tercantum dalam
lampiran Peraturan Pemerintah ini.
BAB V
TATA LAKSANA PENGENDALIAN
Bagian Pertama
Pencegahan Perusakan Tanah
Pasal 14
Setiap orang atau penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dilarang melakukan perbuatan yang
dapat menimbulkan kerusakan tanah.
(1)
(2)
Pasal 15
Setiap penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan yang dapat mengakibatkan kerusakan
tanah, wajib melakukan pencegahan perusakan tanah.
Instansi yang bertanggungjawab dibidang pengendalian pengelolaan lingkungan hidup
menetapkan pedoman teknis pencegahan perusakan tanah
Bagian Kedua
Pencegahan Pencemaran Tanah
Pasal 16
Setiap orang atau penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan dilarang melakukan perbuatan yang
dapat menimbulkan pencemaran tanah
Data_elektronis_sumber_hukum_RGS_&_Mitra
Dihimpun dari cybercyber - space [internet] Indonesia diedit ulang oleh,
Kantor PengacaraPengacara- Konsultan Hukum RGS & Mitra
http://welcome.to/RGS_Mitra ; [email protected] ; [email protected]
5
Pasal 17
(1)
(2)
Setiap penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan yang dapat menyebabkan pencemaran
tanah, wajib melakukan pencegahan terjadinya pencemaran tanah.
Setiap penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
wajib memenuhi persyaratan mengenai baku mutu tanah, kriteria baku mutu pencemaran
tanah dan ketentuan-ketentuan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku
Pasal 18
Instansi yang bertanggungjawab di bidang pengendalian pengelolaan lingkungan hidup menetapkan
pedoman teknis pencegahan pencemaran tanah.
Bagian Ketiga
Penanggulangan Perusakan dan/atau Pencemaran Tanah
Pasal 19
(1)
(2)
Setiap orang atau penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan yang mengakibatkan
perusakan dan/atau pencemaran tanah, wajib melakukan upaya penanggulangan.
Pedoman mengenai penanggulangan perusakan dan/atau pencemaran tanah
sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan oleh kepala instansi yang
bertanggungjawab di bidang pengelolaan pengendalian lingkungan hidup.
Bagian Keempat
Pemulihan Kerusakan dan/atau Tercemarnya Tanah
Pasal 20
(1)
(2)
(3)
Setiap orang atau pemegang hak dan/atau penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan
yang mengakibatkan kerusakan dan/atau tercemarnya tanah wajib melakukan
pemulihan tanah.
Pemerintah melakukan pengawasan terhadap upaya pemulihan tanah yang sedang
dilakukan.
Pedoman mengenai pemulihan tanah ditetapkan oleh Kepala Instansi yang
bertanggungjawab di bidang pengelolaan pengendalian lingkungan hidup.
Bagian Kelima
Perizinan
Pasal 21
(1)
Pembuangan limbah ke darat.
Pasal 22
Pembuangan limbah rumah tangga ke dalam tanah diatur dalam Peraturan Daerah.
(1)
(2)
Pasal 23
Untuk kegiatan yang wajib membuat Amdal berdasarkan PP nomor 27 Tahun 1999 tentang
Amdal, maka persyaratan dan kewajiban yang tercantum dalam rencana pengelolaan
lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup bagi kegiatan tersebut wajib
dicantumkan sebagai syarat dan kewajiban dalam izin ordonansi gangguan bagi kegiatan
yang bersangkutan.
Apabila Amdal bagi suatu kegiatan mensyaratkan baku mutu tanah yang lebih ketat dari baku
mutu tanah sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 dan 8 maka untuk kegiatan tersebut
ditetapkan baku mutu tanah sebagaimana disyaratkan oleh Amdal
Pasal 24
Data_elektronis_sumber_hukum_RGS_&_Mitra
Dihimpun dari cybercyber - space [internet] Indonesia diedit ulang oleh,
Kantor PengacaraPengacara- Konsultan Hukum RGS & Mitra
http://welcome.to/RGS_Mitra ; [email protected] ; [email protected]
6
Setiap upaya pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan sebagaimana dimaksud pada pasal 6, 7, 8,
9, 10, 11, dan 12 di atas didasarkan pada pemanfaatan dan penggunaan tanah
Bagian Keenam
Pembinaan dan Pengawasan
Pasal 25
(1) Pembinaan terhadap penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan menjadi tanggung jawab
pemerintah dan pemerintah daerah, yang pelaksanaannya dilakukan oleh masing-masing
instansi yang bertanggung jawab.
(2) Dalam melaksanakan pembinaan tersebut, pemerintah melakukan penetapan kebijakasanaan
umum dan kebijaksanaan teknis operasional pengendalian perusakan dan/atau pencemaran
tanah.
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(1)
(2)
(1)
(2)
Pasal 26
Pengawasan mutu tanah dilakukan oleh Gubernur kepala Daerah Propinsi.
Dalam melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Gubernur
dapat menunjuk instansi yang ada di daerah.
Tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:
a. Pemanfaatan dan evaluasi baku mutu tanah pada tempat yang ditentukan;
b. Pemanfaatan dan evaluasi perubahan mutu tanah;
c. Pengumpulan dan evaluasi data yuang berhubungan dengan perusakan dan/atau
pencemaran tanah;
d. Evaluasi laporan tentang perusakan dan/atau pencemaran tanah dan analisisnya yang
dilakukan oleh penanggungjawab kegiatan.
Pelaksanaan pengawasan dilakukan secara berkala dan sewaktu-waktu apabila dipandang
perlu.
Apabila hasil pengawasan menunjukan terjadinya perusakan dan/atau pencemaran tanah,
Gubernur memerintahkan dilakukannya penanggulangan perusakan dan/atau pencemaran
tanah serta pemulihannya.
Gubernur Kepala Daerah propinsi melaporkan hasil pengawasan mutu tanah kepada Menteri
dan Menteri lain yang terkait.
Gubernur Kepala Daerah Propinsi menetapkan tata laksana pengawasan di daerah.
Pasal 27
Dalam rangka melaksanakan tugasnya, pejabat pengawas dari instansi yang
bertanggungjwab di bidang pengelolaan pengendalianlingkungan hidup dan/atau instansi
sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 ayat (2) berwenang:
a. Memasuki lingkungan sumber perusakan dan/atau pencemaran tanah;
b. Memeriksa bekerjanya peralatan pengolahan limbah dan/atau peralatan lain yang
diperlukan untuk mencegah perusakan dan/atau pencemaran tanah;
c. Mengambil contoh limbah dan/atau memeriksa kerusakan tanah;
d. Meminta keterangan yang diperlukan untuk mengetahui mutu dan jumlah limbah yang
dibuang dan/atau mutu dan luas kerusakan.
Setiap penanggungjawab kegiatan wajib:
a. Mengizinkan petugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) untuk memasuki
lingkungan kerjanya dan membantu terlaksananya tugas tersebut;
b. Memberikan keterangan dengan benar, baik secara lisan maupun tertulis, apabila hal
itu diminta.
Pasal 28
Menteri menunjuk laboratorium tingkat pusat dalam rangka pengendalian perusakan dan/atau
pencemaran tanah.
Gubernur menunjuk laboratorium di daerah untuk melakukan analisis mutu tanah dan mutu
limbah dalam rangka pengawasan dan pemantauan perusakan dan/atau pencemaran tanah.
Bagian Ketujuh
Data_elektronis_sumber_hukum_RGS_&_Mitra
Dihimpun dari cybercyber - space [internet] Indonesia diedit ulang oleh,
Kantor PengacaraPengacara- Konsultan Hukum RGS & Mitra
http://welcome.to/RGS_Mitra ; [email protected] ; [email protected]
7
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(1)
(2)
Pelaporan
Pasal 29
Setiap orang yang mengetahui atau menduga terjadinya perusakan dan/atau pencemaran
tanah, berhak melaporkan pada:
a. Instansi yang bertanggungjawab di bidang pengendalian dampak lingkungan hidup;
b. Gubernur Kepala Daerah Propinsi atau aparat pemerintah daerah terdekat, atau
c. Kepala Polisi Resot atau aparat kepolisian terdekat.
Aparat pemerintah daerah terdekat yang menerima laporan tentang terjadinya perusakan
dan/atau pencemaran tanah wajib segera meneruskan kepada Gubernur Kepala Daerah
Propinsi yang bersangkutan.
Aparat kepolisian terdekat yang menerima laporan tentang terjadinya perusakan dan/atau
pencemaran tanah wajib segera melaporkan kepada Kepala kepolisian resort yang
bersangkutan untuk keperluan penyidikan.
Gubernur Kepala Daerah Propinsi segera melakukan penelitian tentang laporan terjadinya
perusakan danatau pencemaran.
Apabila hasil penelitian sebagimana dimaksud dalam ayat (4) membuktikan terjadinya
perusakan dan/atau pencemaran tanah, Gubernur segera melakukan atau memerintahkan
dilakukannya tindakan penanggulangan dan/atau pencegahan meluasnya perusakan dan/atau
pencemaran tanah.
Pasal 30
Setiap penanggungjawab kegiatan wajib menyampaikan kepada Gubernur:
a. Laporan tentang kerusakan dan pencemaran tanah akibat kegiatan yang tidak terkendali
dan/atau pembuangan limbah dan hasil analisisnya sekurang-kurangnya sekali dalam 1
(satu) tahun;
b. Pernyataan bahwa laporan yang telah disampaikan adalah benar mewakili tingkat
kerusakan tanah dan atau mutu limbah yang sebenarnya dibuang.
Pedoman dan tata cara pelaporan ditetapkan oleh Gubernur atau instansi yang ditunjuk untuk
itu.
BAB VI
KELEMBAGAAN
Pasal 31
(1) Pengelolaan lingkungan yang meliputi perusakan dan/atau pencemaran pada tingkat nasional
dilaksanakan secara terpadu oleh perangkat kelembagaan yang dikoordinasikan oleh Menteri;
(2) Ketentuan mengenai tugas, fungsi dan wewenang dan susunan organisasi serta tata kerja
kelembagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan
Presiden.
Pasal 32
(1) Untuk mewujudkan keterpaduan dan keserasian pelaksanaan kebijaksanaan nasional tentang
perusakan dan/atau pencemaran tanah, Pemerintah dapat :
a.
melimpahkan wewenang tertentu pengendalian perusakan dan/atau pencemaran
tanah kepada perangkat di wilayah;
b.
mengikutsertakan peran Pemerintah daerah untuk membantu Pemerintah Pusat dalam
pelaksanaan pengendalian perusakan dan/atau pencemaran tanah di daerah.
(2)
Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 33
(1) Dalam rangka pelaksanaan pengendalian perusakan dan/atau pencemaran tanah, Pemerintah
dapat menyerahkan sebagian urusan kepada Pemerintah Daerah menjadi urusan rumah
tangganya;
Data_elektronis_sumber_hukum_RGS_&_Mitra
Dihimpun dari cybercyber - space [internet] Indonesia diedit ulang oleh,
Kantor PengacaraPengacara- Konsultan Hukum RGS & Mitra
http://welcome.to/RGS_Mitra ; [email protected] ; [email protected]
8
(2) Penyerahan urusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan
Perundang-undangan.
(1)
(2)
BAB VII
PERAN MASYARAKAT
Pasal 34
Setiap orang berkewajiban untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan kerusakan
dan/atau pencemaran tanah.
Setiap orang berkewajiban untuk segera melaporkan /menyampaikan informasi terhadap
kegiatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau pencemaran tanah.
Pasal 35
Masyarakat mempunyai hak atas sumber daya tanah sebagai sumber penghidupan dan kehidupannya.
Pasal 36
(1) Masyarakat mempunyai kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan dalam
pengendalian kerusakan dan/atau pencemaran tanah.
(2) Pelaksanaan ketentuan pada ayat (1) di atas, dilakukan dengan cara :
a. Meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat dan kemitraan.
b. Menumbuhkankembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat.
c. Menumbuhkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial.
d. Memberikan saran dan pendapat;
e. Menyampaikan informasi dan/atau meyampaikan laporan.
BAB VIII
PEMBIAYAAN
Pasal 37
(1) Biaya pemantauan, penelitian, pemetaan, laboratorium, pelatian, desiminasi dan/atau sosialisasi
dibebankan:
a. pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau sumber dana lain sesuai
dengan peraturan Perundang-undangan yang berlaku;
b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan/atau sumber dana lain sesuai dengan
peraturan perundanga–undangan yang berlaku.
(2)
Biaya pengawasan sebagaimana dimaksud Pasal 27 ayat (1) dibebankan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau sumber dana lain sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.
(1)
(2)
BAB IX
SANKSI
Bagian Kesatu
Sanksi Administrasi
Pasal 39
Apabila pembuangan limbah melanggar ketentuan baku mutu tanah yang telah ditetapkan
dalam pasal 8, Gubernur mengeluarkan surat peringatan kepada penanggungjawab kegiatan
untuk memenuhi persyaratan baku mutu tanah dalam waktu yang ditetapkan.
Apabila pada akhir waktu yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
pembuangan limbah belum mencapai persyaratan baku mutu tanah maka Gubernur mencabut
izin usaha dan kegiatannya.
Pasal 40
(1) Gubernur atau Bupati atau Instansi Sektoral berwenang melakukan paksaan pemerintahan
terhadap penanggungjawab usaha dan/atau kegiatan untuk mencegah dan mengakhiri
terjadinya pelanggaran kerusakan dan/atau pencemaran tanah, yang didahului dengan surat
perintah dari pejabat berwenang
(2) Pelanggaran tertentu dapat dijatuhi sanksi berupa pencabutan izin usaha dan/atau kegiatan.
Data_elektronis_sumber_hukum_RGS_&_Mitra
Dihimpun dari cybercyber - space [internet] Indonesia diedit ulang oleh,
Kantor PengacaraPengacara- Konsultan Hukum RGS & Mitra
http://welcome.to/RGS_Mitra ; [email protected] ; [email protected]
9
(3) Kepala Daerah dapat mengajukanusul untuk mencabut izin usaha dan/atau kegiatan kepada
pejabat berwenang.
(4) Pihak yang berkepentingan dapat mengajukan permohonan kepada pejabat yang berwenang
untuk mencabut izin usaha dan/atau kegiatan karena merugikan kepentingannya.
(1)
(2)
Bagian Kedua
Sanksi Perdata
Pasal 41
Setiap orang atau penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang mengakibatkan perusakan
dan/atau pencemaran tanah wajib menanggung biaya pencegahan, penanggulangan dan
pemulihannya;
Setiap orang atau penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan kerugian
bagi pihak lain, akibat perusakan dan/atau pencemaran tanah wajib membayar ganti rugi
terhadap pihak yang dirugikan.
Bagian Ketiga
Sanksi Pidana
Pasal 42
Barang siapa yang melanggar ketentuan Pasal 14, 15, 16, 19 ayat (1), 20 ayat (2) dan Pasal 21 diancam
pidana sebagaimana diatur pasal Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45, Pasal 46, dan Pasal 47
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 43
Setelah diundangkan Peraturan Pemerintah ini, setiap usaha dan/ atau kegiatan wajib menyesuaikan
persyaratan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 44
Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini semua peraturan perundang-undangan tentang
pengendalian perusakan dan/atau pencemaran tanah yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan dan belum diganti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini
Pasal 45
Peraturan Pemerintah ini berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahui, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal April 2000
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Ttd.
ABDURRACHMAN WAHID
Lampiran 1.
Lampiran 2.
Tanggapan ataupun usulan untuk masukan bagi rancangan Peraturan Pemerintah ini
mohon dikirimkan ke [email protected]
Download