1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cantik adalah suatu

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cantik adalah suatu kata yang identik dengan suatu keindahan serta
memiliki berbagai pemaknaan oleh masing-masing individu. Oleh sebab
itu, dapat dikatakan makna dari kata cantik berhubungan dengan kata-kata
yang merujuk pada suatu keindahan, kebaikan dengan pilihan kata-kata
yang baik pula. Cantik yang sangat identik dan melekat dengan kaum
hawa atau perempuan, bisa dikatakan kini sudah tidak lagi bermakna
hanya untuk makhluk hidup yang satu ini. Karena pada dasarnya seperti
yang telah disebutkan, cantik telah mengalami perluasan makna yang
identik dengan keindahan dan kebaikan. Penggunaan kata cantik tidak
hanya untuk makhluk perempuan, tetapi
bisa digunakan untuk
mengintepretasi suatu benda mati yang indah, baik, dan sebagainya,
seperti pemandangan, pakaian, susunan nomor telepon, dan sebagainya
yang sering menggunakan kata cantik. Selain itu, cantik juga tak hanya
sekadar memaknai suatu fisik yang dapat dilihat seperti pada perempuan
dan benda mati, namun cantik juga digunakan untuk memaknai perilaku,
sifat dan suatu perlakuan yang tidak terlihat yang berkaitan dengan hati
manusia atau yang sering disebut dengan inner beauty dan istilah ini juga
sering dilekatkan pada perempuan.
1
Kata cantik dikatakan memang tak jauh dari perempuan, karena
selain dari penilaian fisik seperti wajah dan tubuh, perilaku dan hati yang
baik pun dikatakan sebagai sebuah kecantikan pada perempuan. Hal
tersebut merupakan bagian dari kecantikan yang seharusnya ada dalam
kepribadian perempuan. Karena bahwasanya semua perempuan pasti ingin
terlahir menjadi cantik yang mana hal tersebut memang sudah melekat
secara alami yang merupakan anugerah dari Tuhan. Kecantikan tersebutlah
yang patut dijaga oleh masing-masing individu dengan caranya sendiri.
Cantik yang seharusnya dijaga ialah cantik alami, yang mana cantik tidak
hanya datang dari tampilan luar saja, namun cantik yang datang dari hati
dan perilaku yang baik pula, sehingga cantik yang diinginkan dapat
terlihat dengan sendirinya secara alami.
Meski begitu untuk menjaga kecantikan alami yang sudah ada,
perempuan
dengan
sengaja menambah
atau
bahkan
mengurangi
kecantikan yang sudah ada tersebut. Seperti misal: baginya kulitnya
kurang putih, maka dia melakukan perawatan dan membuat kulitnya
menjadi lebih putih dengan teknologi di tempat perawatan kulit wajah
yang sudah berkembang pesat selama ini. Tempat untuk melakukan
perawatan dengan menggunakan teknologi tersebut ialah skincare.
Skincare
sangat
marak
dibicarakan
orang
banyak
karena
perkembangannya yang pesat. Di Indonesia, bukan hal yang baru lagi,
namun sudah menjadi hal yang biasa bahkan menjadi gaya hidup oleh
beberapa perempuan yang menggunakan.
2
Perkembangan skincare yang sangat pesat berbanding lurus dengan
perkembangan jumlah pengguna skincare yang didominasi oleh para
perempuan. Mereka berbondong-bondong menggunakan skincare untuk
melakukan perawatan kulit, terutama kulit wajah. Perawatan tersebut tentu
saja berkaitan dengan tujuan menjadi “cantik” seperti yang dicitrakan oleh
para pengguna skincare selama ini. Karena perawatannya menggunakan
teknologi, maka hasil yang didapatkan akan lebih cepat dan mungkin
sesuai dengan apa yang mereka inginkan seperti tujuan para pengguna.
Seperti kulit yang putih, bersih, halus, tidak kusam, tidak berjerawat, tidak
berkomedo, tidak ada flek hitam, tidak ada kerutan, dan sebagainya.
Menjaga kesehatan kulit merupakan hal yang seharusnya dijaga,
karena kulit yang sehat akan berpengaruh pula dengan kondisi kulit yang
dinginkan seperti yang telah dijelaskan diatas tanpa harus mengubah
warna kulit menjadi lebih putih. Karena seperti yang dirasakan selama ini
bahwa cantik itu diidentikkan dengan kulit putih. Hal tersebut sudah
dipahami oleh masyarakat luas, dan direproduksi oleh masyarakat itu
sendiri sehingga menjadi konstruksi. Konstruksi sosial merupakan
penggambaran proses sosial melalui tindakan dan interaksi antara individu
dimana masing-masing individu tersebut memiliki pengalaman dan
informasi yang berbeda. Didalam konstruksi sosial dapat dilihat
bagaimana masyarakat melalui interaksi interpersonal menciptakan
realitas-realitas sosial baru, dimana realitas baru tersebut muncul sesuai
dengan konteks yang ada. Maka, realitas sosial dapat diartikan sebagai
3
pemaknaan individu yang bersumber dari interaksi individu dengan
individu lain. Seperti “cantik” yang dimaknai secara tegas seakan-akan
cantik memiliki tolok ukur sendiri, sehingga ketika seorang perempuan
sesuai dengan makna cantik yang dibentuk, maka perempuan itu bisa
disebut cantik. Padahal seharusnya individu harus bisa menyingkap
berbagai tabir dan mengungkap tiap helai tabir menjadi suatu realitas yang
tak terduga. Syaratnya, harus mengikuti aturan-aturan ilmiah dan
melakukan pembuktian secara ilmiah dan objektif dengan pengendalian
prasangka pribadi, dan pengamatan tabir secara jeli serta menghindari
penailaian normatif.
Konstruksi cantik pada perempuan sudah dibentuk sedemikian
rupa sehingga, bagaimana perempuan “cantik” seakan-akan memiliki
ukuran dan tolok ukur sendiri. Hal ini terkait dengan pemaknaan cantik
yang berbeda oleh setiap individu tergantung bagaimana logika
pemikirannya untuk memaknai sesuatu. Pemaknaan cantik pun bisa
bersifat kolektif, yang mana dapat dimaknai secara bersamaan dan sama
oleh sekelompok orang. Dalam konteks ini, yang dimaksud ialah para
perempuan yang menjadi pengguna skincare dalam memaknai cantik itu
seperti apa, karena perawatan yang dilakukan bukan merupakan cara yang
alami, sehingga cantik yang menjadi tujuan para perempuan tersebut pun,
tidak bisa dikatakan alami.
Cantik yang dimaknai oleh para perempuan pengguna skincare
yang menjadikan sebuah opini atau wacana, dapat dikatakan sebagai salah
4
satu motivasi mereka dalam menggunakan skincare. Karena jika ditelaah
secara kritis, bagi mereka skincare merupakan cara atau alat untuk
memenuhi keinginan mereka menjadi cantik menurut selera mereka, yang
mana hal tersebut merupakan tujuan utama mereka melakukan perawatan
di skincare. Pemaknaan kolektif tersebut tidak menutup kemungkinan para
pengguna skincare dalam menyebutkan alasan atau motivasi yang berbeda
dalam konteks mereka melakukan perawatan di skincare. Meskipun pada
praktiknya mereka melakukan tindakan yang sama sebagai akibat dari
cantik yang mereka wacanakan.
Seperti yang telah dikatakan diatas, skincare merupakan cara atau
alat yang menyuguhkan kecanggihan teknologi yang dapat membuat para
penggunanya menjadi cantik seperti selera dan seperti yang mereka
maknai seperti apa cantik itu. Sehingga, skincare pun menjadi tempat
utama bagi mereka yang memaknai cantik seperti yang disuguhkan oleh
para pengguna maupun iming-iming dari skincare itu sendiri.
Meski benar adanya, bahwa cantik telah dikonstruksi, namun untuk
menjadi cantik tidak harus melakukan perawatan dengan cara yang tidak
alami karena hasil yang didapatkan bisa dikatakan tidak alami pula.
Seperti perawatan pada skincare yang dalam proses perawatannya
menggunakan teknologi yang canggih. Di satu sisi, tak dapat dipungkiri,
bahwa saat ini tanpa memandang usia tua, muda, laki-laki, perempuan,
menyadari betapa pentingnya memiliki wajah yang sehat, bebas komedo,
kerut, kusam dan jerawat sehingga dapat lebih percaya diri tampil dalam
5
pergaulan
sehari-hari.
Banyaknya
kebutuhan
ini
linier
dengan
pertumbuhan jumlah skincare, yang semakin lama semakin banyak
penggunanya.
Skincare yang semakin menjamur seakan saling bersaing untuk
menyuguhkan produk yang terbaik, dengan iming-iming yang beragam
tentunya. Hal itu dilakukan semata-mata untuk menarik minat pelanggan
agar tertarik untuk ikut bergabung menjadi member, dan otomatis
keuntungan akan didapatkan oleh pihak skincare. Tidak hanya di kota-kota
besar seperti Jakarta dan Bandung, skincare telah merambah ke kota-kota
kecil yang berpotensi untuk dijadikan target pasar. Begitu juga dengan
Yogyakarta, yang mana dapat dilihat realitasnya bahwa banyak sekali
berbagai brand skincare dengan beberapa cabang yang tersebar di
Yogyakarta. Antara lain Natasha Skincare, Naava Green, Larissa, London
Beauty Care, dan brand atau merk terkenal lainnya.
Pada penelitian ini difokuskan pada para pengguna skincare
dengan brand Naavagreen. Di Yogyakarta, Naavagreen mempunyai 2
gerai cabang yang masing-masing mempunyai anggota atau member
pengguna yang banyak, sedangkan skincare Naavagreen sendiri termasuk
brand skincare baru jika dibandingkan dengan brand besar lainnya.
Pasar atau target jasa dan produk dari skincare pada umumnya
ialah perempuan, namun tidak sedikit pula laki-laki yang menggunakan
jasa skincare untuk perawatan kulit wajah karena hal itu sudah umum
6
terjadi meskipun jumlahnya tidak sebanyak pengguna perempuan. Dimulai
dari umur belasan hingga puluhan dan dari berbagai profesi, misal pelajar,
mahasiswa, PNS, guru, wanita karir, swasta, dosen, dan lain-lain.
Pelanggan atau yang menggunakan jasa skincare ini untuk range
ekonomi menengah keatas, karena harga yang ditawarkan untuk perawatan
kulit itu sendiri relatif tidak murah seperti jika hanya membeli produk
pasaran yang lain. Misalnya perawatan facial, dibanderol dengan harga
empat puluh ribu sampai dua ratus ribu, produk krim dibanderol harga dua
puluh lima ribu sampai ratusan ribu rupiah yang tentu saja bukan kalangan
bawah yang mengonsumsinya. Namun, meskipun dengan harga yang
relatif tidak murah tersebut, pelanggan dari skincare tetap bertambah
banyak seiring berjalannya waktu. Bahkan bisa dibilang mereka sengaja
menyisihkan uang jajan, gaji atau upah agar bisa melakukan perawatan
wajah, demi menjadi cantik seperti selera dan ukuran seperti yang mereka
citrakan.
Cantik yang seakan-akan mempunyai standar tertentu, seperti
halnya diwacanakan. Karena seperti yang diketahui bahwa cantik itu
merupakan suatu kata sifat yang tidak mutlak definisinya. Untuk itu,
fenomena maraknya pengguna skincare kian menyebar kepada masyarakat
luas terutama kaum wanita yang mana menjadi target utama oleh skincare
itu sendiri. Cantik yang telah diwacanakan oleh para pengguna skincare,
direproduksi sehingga membentuk sebuah opini tertentu. Kemudian
wacana tersebut menjadi sebuah “produk” yang ditawarkan oleh para agen
7
(pengguna skincare) kepada pihak lain. Istilah agen dipakai karena mereka
mempunyai kekuasaan dan kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain
agar percaya dengan wacananya sehingga mindset antara agen dengan
pihak yang dipengaruhi berada dalam frekuensi yang sama. Konsekuensi
lain yang mungkin dapat berpengaruh ialah ketika para target yang
dipengaruhi akhirnya ikut menggunakan skincare, karena mindset yang
telah terbentuk menjadi sama dengan para agen. Untuk itu, karena cara
yang digunakan oleh agen untuk menyebarluaskan wacana sangat
beragam, maka itu menjadi pertanyaan pokok pada penelitian ini. yaitu
bagaimana para agen bekerja? Konten dari yang disebarluaskan agen ialah
wacana cantik tersebut.
A. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan
fokus yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:
Bagaimana cara agen mereproduksi wacana kecantikan?
B. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui kegiatan informan sebagai pengguna skincare
Naavagreen
2. Untuk mengetahui alasan pengguna skincare melakukan perawatan
di Naavagreen
3. Untuk mengetahui proses dan cara agen mereproduksi wacana
kecantikan
8
C. Kerangka Konseptual
Fenomena diatas dapat dikaitkan dengan Konsep Agensi yang
terkait teori Strukturasi oleh Anthony Giddens. Penjelasan konsep agensi
sebagai berikut:
1. Agensi
Istilah agensi pertama-tama menunjuk pada kapasitas untuk
bertindak. Maka, agensi mengimplikasikan kekuasaan. Giddens terkadang
menggunakan istilah aktor untuk maksud yang sama. Menurut Giddens,
kekuasaan merupakan hal yang erat dalam kehidupan sosial. Lebih lanjut
mengenai kekuasaan, Giddens berpendapat bahwa kekuasaan secara
intrinsik terkait dengan agen manusia, maka kekuasaan harus diterima
sebagai suatu fenomena reguler dan rutin dan tidak perlu dikaitkan dengan
suatu tindakan tertentu.
Kekuasaan secara intrinsik terkait dengan agensi manusia. Tidak
ada agensi tanpa kekuasaan. Namun, kekuasaan itu baru menjadi
kenyataan, ketika digunakan dengan memakai struktur.
Dalam teori strukturasi, individu memainkan peran yang penting.
Dalam teori ini, agen dipahami sebagai “subjek yang berpengetahuan”.
Agen tahu apa yang ia lakukan dan mengapa ia melakukannya. Menurut
Giddens semua tindakan adalah “bertujuan”. Penekanan bahwa agen
adalah berpengetahuan dan tindakan mereka mengandung maksud dan
tujuan adalah salah satu dari fondasi pemikiran Giddens.
9
Berkenaan dengan proses pembuatan keputusan, menurut Giddens
“pelaku mungkin mengkalkulasi risiko-risiko yang tercakup dalam
melakukan tindakan sosial tertentu, berkaitan dengan kemungkinan sangsisangsi atau yang sebenarnya diterapkan, dan ia mungkin siap tunduk
kepadanya sebagai harga yang mesti dibayar untuk mendapatkan tujuan
tertentu”.
Teori strukturasi Giddens memusatkan perhatian pada praktik
sosial yang berulang, itu pada dasarnya adalah sebuah teori yang
menghubungkan antara agen dan struktur. Menurutya, bahwa tindakan
agen itu dapat dilihat sebagai pengulangan, artinya aktivitas bukanlah
dihasilkan sekali danlangsung jadi oleh aktor sosial, tetapi secara terus
menerus mereka ciptakan ulang melalui suatu cara, dan dengan cara itu
juga mereka menyatakan diri bahwa mereka sendiri adalah sebagai aktor.
Karena tidak ada seorang pelaku yang memiliki “pengetahuan yang
sempurna” maka penting menentukan batasan-batasan kemampuan
mengetahui dari manusia. Menurut Giddens “kemampuan mengetahui
pelaku selalu dibatasi di satu sisi oleh konsekuensi tindakan yang tidak
diketahui atau tidak dimaksudkan1. Tindakan-tindakan tidak sadar
mungkin tidak tampak rasional, namun mereka diatur oleh sebagian
perilaku tidak sadar yang tidak bisa diatur seseorang. Tindakan-tindakan
ini seringkali diabaikan jika sesuai dengan masyarakat.
1
Giddens, Anthony. 1984. The Constitution of Society. Berkley: University of California Press. –
halm 282
10
Konsekuensi-konsekuensi yang tidak diinginkan dari tindakan
adalah lebih penting bagi teori Giddens. Konsekuensi-konsekuensi ini
adalah hasil dari aktivitas-aktivitas yang memunculkan hasil yang berbeda
dan yang diharapkan. Untuk memahami konsekuensi-konsekuensi ini,
penting untuk melihat hasil-hasil dari tindakan daripada motif-motifnya.
Giddens berpendapat bahwa setiap tindakan individu mempunyai
tujuan dan konsekuensi lain akibat tindakan tersebut, yaitu konsekuensi
yang tidak dimaksudkan atau bukan bagian dari tujuan atau dimaksudkan.
Konsekuensi-konsekuensi itu mungkin sangat berpengaruh (dalam situasi
yang kompleks) karena tindakan adalah hasil dari seseorang atau individu
(agen), maka ia menjadi unsur yang penting dari pengaruh seorang
individu terhadap masyarakat.
Meskipun Giddens menekankan individu sebagai agen manusia, ia
menempatkannya sebagai bagian dari proses pembuatan sejarah daripada
“pembuat sejarah” konsekuensinya, untuk memahami teori Giddens sangat
penting memahami hubungan antara masyarakat dan individu.
2. Struktur
Unsur ke-dua dalam teori strukturasi adalah peran struktur dalam
perubahan sosial. Giddens mendefinisikan struktur sebagai “aturan-aturan
dan sumber-sumber yang dilibatkan secara berulangulang dalam
reproduksi sistem-sistem sosial. Struktur hanya ada dalam jejak-jejak
11
memori, dasar organis bagi kemampuan mengetahui dari manusia, dan
seperti dikongkritkan dalam tindakan”2
Dengan kata lain, ia mencakup aturan-aturan yang mengatur
masyarakat. Penggunaan istilah recursive menunjuk pada suatu pengertian
bahwa struktur bisa menjadi media dan sekaligus hasil dari praktik-praktik
sosial yang membentuk sistem-sistem sosial. Ini menyiratkan bahwa
struktur dipengaruhi dan sekaligus mempengaruhi perubahan sosial. Jadi,
ia bersifat recursive (berulang) masyarakat mempunyai aturan-aturan dan
sumber-sumber yang mempengaruhi perubahan sosial, dan juga aturanaturan dan sumber-sumber ini bisa
dimodifikasi melalui proses
restrukturasi masyarakat. Inilah dasar bagi dualitas struktur.
Giddens memandang struktur sosial sebagai ciri-ciri yang tidak
dapat diraba. Seseorang tidak bisa memandang aturan-aturan atau sumbersumber
sebuah
masyarakat
dengan
sendirinya,
hanya
pengaruh-
pengaruhya saja yang bisa dipelajari. Jadi, struktur dilibatkan dalam
perubahan sosial, maka keberadaannya sebagai entitas yang bisa diraba
(dapat diukur) hanya bersifat temporer. Dengan kata lain, struktur tidak
pernah statis, ia selalu dimodifikasi.
Unsur lain yang penting dari pemikiran Giddens adalah pembedaan
antara struktur, sistem dan strukturasi. Sistem berbeda dengan struktur,
yang diartikan Giddens sebagai relasi-relasi yang direproduksi antara
pelaku dan kelompok, yang diatur sebagai praktik sosial yang rutin, sistem
2
Giddens, Anthony. 1984. The Constitution of Society. Berkley: University of California Press.
Halm - 377
12
menunjuk pada relasi antara individu dan kelompok pelaku yang masingmasing menggunakan struktur masyarakat secara berbeda. Proses
perubahan sosial dalam masyarakat disebut strukturasi yang diartikan
sebagai “conditions governing the continuity or transformation of
stuctures, and therefore the reproduction of systems” – kondisi-kondisi
yang mengatur kesinambungan atau transformasi struktur dan ujungnya
reproduksi sistem. Dengan kata lain, strukturasi menunjuk kepada metodemetode yang digunakan untuk mengubah masyarakat. Tiga faktor ini
menggambarkan metode dan pola perubahan sosial yang dipengaruhi dan
sekaligus mempengaruhi struktur masyarakat.
Dalam teori ini, Giddens menegaskan bahwa agensi manusia dan
struktur sosial berhubungan satu dengan lainnya, dalam satu cara, yang
mana struktur merupakan dasar bagi segala tindakan individu, dan
tindakan-tindakan individu mereproduksi struktur. Penyeimbang ini
disebut Giddens dengan dualitas struktur.
Dalam teori strukturasi, si agen atau aktor memiliki tiga tingkatan
kesadaran:
1. Kesadaran diskursif (discursive consciousness).
Yaitu, apa yang mampu dikatakan atau diberi ekspresi verbal
oleh para aktor, tentang kondisi-kondisi sosial, khususnya
tentang kondisi-kondisi dari tindakannya sendiri. Kesadaran
diskursif adalah suatu kemawasdirian (awareness) yang
memiliki bentuk diskursif.
13
2. Kesadaran praktis (practical consciousness).
Yaitu, apa yang aktor ketahui (percayai) tentang kondisikondisi sosial, khususnya kondisi-kondisi dari tindakannya
sendiri. Namun hal itu tidak bisa diekspresikan si aktor secara
diskursif.
Bedanya
dengan
kasus
ketidaksadaran
(unsconscious) adalah, tidak ada tabir represi yang menutupi
kesadaran praktis.
3. Motif atau kognisi tak sadar (unconscious motives/cognition)
Motif lebih merujuk ke potensial bagi tindakan, ketimbang cara
(mode) tindakan itu dilakukan oleh si agen. Motif hanya
memiliki kaitan langsung dengan tindakan dalam situasi yang
tidak biasa, yang menyimpang dari rutinitas. Sebagian besar
dari tindakan-tindakan agen sehari-hari tidaklah secara
langsung dilandaskan pada motivasi tertentu.
D. Metode Penelitian
1. Unit Analisis Penelitian
Penelitian ini berfokus pada para pengguna skincare sebagai
agen
wacana
kecantikan
“bekerja”
menyebarluaskan
wacana
kecantikan. Dalam hal ini, unit analisis penelitian ini adalah para
pengguna skincare. Para pengguna skincare sebagai agen yang bekerja
baik secara langsung maupun tidak langsung mereka aktif dalam
“menyebarkan” wacana kecantikan kepada pihak lain, dengan atau
tanpa tujuan tertentu. Cara itupun beragam, sehingga menarik untuk
14
diungkap dalam penelitian ini. Lingkup penelitian dikhususkan di
skincare Naavagreen di Kota Yogyakarta saja, yang mana notabene
informan dan narasumber yang dibutuhkan akan mudah ditemukan
karena beberapa alasan, seperti adanya relasi yang merupakan
pengguna skincare tersebut, member atau pengguna yang lebih banyak
dari skincare lain, serta mempunyai tiga cabang di Yogyakarta. Terkait
obyek penelitian tersebut, diharapkan dapat menjelaskan dan
menjabarkan pula kategori-kategori pemakai skincare Naavagreen di
Yogyakarta.
Unit analisis menjadi salah satu komponen penting dalam
desain penelitian selain pertanyaan penelitian, proposisi, logika yang
mengaitkan data prosposisi, dan kriteria untuk mengintepretasi
temuan. Unit analisis berkaitan dengan penentuan masalah dalam suatu
penelitian. Dalam penelitian ini, studi deskriptif mengenai bagaimana
para
pengguna
skincare
Naavagreen
sebagai
agen
bekerja
menyebarkan wacana kecantikan yang mereka bentuk, menjadi pilihan
dalam menganalisis masalah ini karena terkait dengan kesesuaian jenis
masalah yang dipilih. Jika dianalisis secara deskirptif, maka
diharapkan dapat menjabarkan secara rinci dengan penjelasan
bagaimana dan mengapa. Sehingga masalah yang dipilih dapat
terjawab dalam suatu alanisis deskriptif.
15
2. Pendekatan Penelitian
Dalam tema penelitian ini, metode penelitian yang dipakai
adalah dengan menggunakan pendekatan kualitatif melalui studi
deskriptif sebagai pisau analisis. Penelitian kualitatif dapat diartikan
sebagai penelitian yang menghasilkan data deskriptif mengenai katakata lisan maupun tertulis, dan tingkah laku yang dapat diamati dari
orang-orang yang diteliti (Taylor dan Bogdan, 1984:5). Penelitian
kualitatif yang berakar dari „paradigma intepretatif‟ pada awalnya
muncul dari ketidakpuasan atau reaksi terhadap „paradigma positivist‟
yang menjadi akar penelitian kuantitatif3. Pendekatan kualitatif
memusatkan perhatian pada prinsip-prinsip umum yang mendasari
perwujudan satuan-satuan gejala yang ada dalam kehidupan sosial4.
Penelitian kualitatif bercirikan pada latar alamiah sebagai
keutuhan, manusia sebagai alat penelitian (peneliti sendiri atau dengan
bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data utama),
menggunakan metode kualitatif, mengadakan analisis data secara
induktif, mengarahkan sasaran penelitiannya pada usaha menemukan
teori dari dasar, bersifat deskriptif, lebih mementingkan proses
daripada hasil, adanya batasan antara studi dengan fokus, memiliki
seperangkat kriteria khusus untuk memeriksa keabsahan data,
rancangan penelitiannya bersifat sementara, dan hasil penelitiannya
3
Suyanto, Bagong dan Sutinah. Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan.
Jakarta: Kencana, 2006 hlm 166
4
Rudito, Bambang. Melia Famiola. Sosial Mapping Metode Pemetaan Sosial Bandung: Rekayasa
Sains, 2008 hlm 78
16
disepakati dan dirundingkan bersama, yakni peneliti dan subjek
penelitian.
Penelitian ini mengenai para pengguna skincare Naavagreen
sebagai agen bekerja menyebarkan wacana kecantikan. Hal tersebut
cocok dikaji dengan metode kualitatif, karena salah satu karakteristik
penelitian kualitatif adalah lebih menekankan pada unsur subjektif dari
peneliti agar lebih jelas menggambarkan dan mendeskripsikan objek
penelitian. Studi kasus yang termasuk dalam penelitian deskriptif
merupakan pendekatan penelitian terhadap suatu fenomena dengan
pokok pertanyaan yang berkenaan dengan bagaimana dan mengapa
serta fokus penelitian terletak pada fenomena kontemporer atau masa
kini. Studi deskriptif sangat cocok digunakan dalam penelitian ini
karena menjabarkan fenomena sosial. Selain itu, pendeskripsiannya
dapat maksimal sehingga dapat menjawab fokus penelitian serta dapat
mengungkapkan secara naratif pengetahuan-pengetahuan mengenai
fenomena pengguna skincare oleh pembaca agar lebih kritis dan
terbuka.
3. Sumber Data dan Jenis Data
Sumber data yang dipakai dalam penelitian ini dibagi menjadi
dua, yaitu data primer/ data utama dan data sekunder/ data tambahan.
Data primer berasal dari data yang langsung diambil melaui kegiatan
lapangan penelitian seperti wawancara mendalam (indepth interview)
17
dan observasi lapangan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari hasil
tinjauan pustaka dari artikel, tulisan atau website di internet.
Jenis data dibagi 4 macam yaitu kata-kata dan tindakan, sumber
data tertulis, foto dan statistik.
a. Kata-kata dan Tindakan
Ada beberapa metode pengumpulan data yang dikenal
dalam penelitian kualitatif, walaupun demikian bisa dikatakan
bahwa metode yang paling pokok adalah pengamatan atau
observasi dan wawancara mendalam atau in-depth interview.
Observasi (pengamatan) yang dimaksud disini adalah “deskripsi
secara sistematis tentang kejadian dan tingkah laku dalam setting
sosial yang dipilih untuk diteliti” (Marshall & Rossman, 1989:79).
Pengamatan dapat bervariasi mulai dari yang sangat terstruktur
dengan catatan rinci mengenai tingkah laku sampai dengan
deskripsi yang paling kabur tentang kejadian dan tingkah laku.
Sedangkan wawancara mendalam adalah teknik pengumpulan data
yang didasarkan pada percakapan secara intensif dengan suatu
tujuan (Marshall dan Rossman, 1989:82)5. Sumber data utama
tersebut dicatat melalui perekaman video, audio serta pengambilan
foto. Selain itu, pencatatan data melalui wawancara dan observasi,
dapat dilakukan secara tertulis dengan mencatat hal-hal yang
5
Suyanto, Bagong dan Sutinah. Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan.
Jakarta: Kencana, 2006 hlm 172
18
penting dalam kegiatannya, sehingga dapat diperoleh data
deskriptif. Metode ini merupakan gabungan dari kegiatan melihat,
mendengar dan bertanya.
b. Sumber Tertulis
Sumber
tertulis
dapat
dikategorikan
sebagai
bahan
tambahan sendiri atas sumber buku dan majalah ilmiah, sumber
dari arsip, dokumen pribadi, serta majalah atau tulisan non ilmiah.
Sumber dapat berupa buku dan majalah ilmiah seperti skripsi dan
tesis yang ada di arsip-arsip penting lainnya. Dokumen pribadi
termasuk didalamnya seperti surat, buku harian, dan cerita
seseorang tentang keadaan lokal. Sedangkan tulisan nonilmiah
seperti majalah, koran, artikel, tabliod dan sebagainya yang
membahas mengenai kecantikan. Selain itu dapat berupa cuplikan,
kutipan, atau penggalan dari catatan-catatan organisasi, komunitas,
atau perusahaan.
c. Foto
Foto dapat menghasilkan data deskriptif yang cukup
berharga dan digunakan untuk mengkaji segi-segi subjektif dan
hasilnya dianalisis secara induktif. Ada dua foto yang dapat
dimanfaatkan yaitu foto yang dihasilkan orang dan foto yang
dihasilkan oleh peneliti sendiri (Bogdan dan Biklen, 1982: 102)
19
4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, ada beberapa teknik yang dipakai dalam
proses pengumpulan data, teknik-teknik tersebut antara lain:
a. Observasi
Observasi digunakan sebagai langkah awal dan langkah
pendalaman untuk mengetahui kondisi lokal penelitian sebagai
penguat data primer. Observasi dapat dilakukan di lingkungan
skincare Naavagreen di Yogyakarta yang sedang beroperasi.
Observasi dilakukan hanya sebatas mengamati, mencatat hal-hal
yang penting yang ditemui serta mendokumentasikan setiap objek
yang ditemui manakala objek tersebut dirasa mampu menjadi data
sekunder. Data yang didapat melalui observasi langsung terdiri dari
perincian tentang kegiatan, perilaku, tindakan orang-orang, serta
juga keseluruhan kemungkinan interaksi intrapersonal, dan proses
penataan yang merupakan bagian dari pengalaman manusia yang
dapat diamati6.
b. Wawancara Mendalam (In-depth Interview)
Wawancara
mendalam
digunakan
untuk
wawancara
langsung ke pihak-pihak terkait dalam fokus penelitian ini.
Wawancara ini bertujuan untuk mendapatkan informasi dari
informan untuk menjawab pertanyaan pada rumusan masalah. Data
6
Suyanto, Bagong dan Sutinah. Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan.
Jakarta: Kencana, 2006 hlm 186
20
yang didapat terdiri dari kutipan langsung dari orang-orang tentang
pengalaman, pendapat, perasaan, dan pengetahuannya7. Secara
lebih lanjut wawancara akan dikolaborasi dengan hasil observasi
dan data sekunder lainnya demi mendapatkan hasil penelitian yang
valid.
Untuk memperoleh informasi yang mendalam serta dapat
menjadi alat bantu dalam menjawab rumusan masalah penelitian,
maka dibutuhkan informan atau nara sumber sebagai objek
penelitian. Informan dalam penelitian ini adalah perempuanperempuan yang menjadi pengguna skincare Naavagreen di
Yogyakarta dengan klasifikasi dan kategori tertentu.
Tabel 1.1: Aspek dan Klasifikasi Pemilihan Informan
Aspek
Sosial
Ekonomi
Kondisi
a. Pergaulan yang luas, baik pergaulan realita
maupun dunia maya
b. Aktif media sosial
c. Aktif suatu organisasi
d. Memiliki kelompok pertemanan di berbagai
tempat yang berbeda
a. Memiliki fasilitas berupa gadget yang
memungkinkan untuk berinteraksi melalui
media sosial
b. Kalangan menengah keatas
c. Berpenghasilan atau uang saku > Rp
1.000.000,-
7
Suyanto, Bagong. Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta: Kencana,
2006 hlm 186
21
a. Keberhasilan yang dilihat dari hasil perawatan
b. Lamanya perawatan di Naavagreen sudah lebih
dari 1,5 tahun
c. Sudah mempengaruhi atau mengajak orang
lain untuk ikut bergabung melakukan
perawatan di skincare Naavagreen
d. Jumlah informan yang dipilih dapat mewakili
masing-masing kategori profesi dan umur
Sumber: Data peneliti, 2014
Klasifikasi
pemilihan
informan
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari pihak Naavagreen
mengenai jumlah member yang berjumlah kurang lebih 46.000 orang,
dilakukan filter untuk pemilihan informan dengan indikator dan klasifikasi
tertentu seperti apa kondisi atau latar belakang sosial masing-masing
individu dari masing-masing kategori sehingga memungkinkan mereka
menjadi agen.
Berdasarkan indikator tersebut dan klasifikasi pemilihan informan,
didapatkan beberapa orang yang dipilih berdasarkan klasifikasi tersebut.
Adapun informan yang dipilih yang memenuhi syarat dan indikator
tersebut ada 12 informan yang dipilih mewakili masing-masing kategori,
yaitu:
Tabel 1.2: Interaksi dan Konteks Sosial Informan
No Kategori
1.
No.
Informan
1
NI (16 th)
2
WI (17 th)
Pelajar
umur 15-17
Interaksi dan konteks sosial informan
Seorang pelajar sebuah SMA di
Yogyakarta dengan pergaulan luas,
megikuti sebuah les, dan memiliki
pertemanan di sosial media yang cukup
banyak
Seorang pelajar SMA di Yogyakarta
yang aktif organisasi sekolah dan
organisasi di daerah tempat tinggal.
Mengikuti kursus modelling
22
2.
3
HW (22 th)
4
TY (23 th)
5
HA (21 th)
6
OK (23 th)
7
FA (27 th)
8
TI (25 th)
9
DA (26 th)
10
KR (29 th)
Ibu Rumah 11
tangga
umur >30
12
LA (30 th)
Mahasiswa
umur 19-23
3.
Karyawan
Swasta
umur 24-30
4.
KI (31 th)
Seorang mahasiswi universitas negeri
dengan pergaulan yang luas dan aktif
media sosial
Seorang mahasiswi profesi yang setiap
hari bertemu dengan banyak orang baru
serta mengharuskan memiliki wajah
yang bersih, aktif media sosial
Seorang mahasiswi di suatu universitas
swasta
di
Yogyakarta
yang
berekonomenengah keatas dan memiliki
pergaulan sesama elit yang banyak
Seorang mahasiswi universitas swasta
yang sangat aktif media sosial dan
memiliki akun-akun di banyak media
sosial
Seorang karyawan swasta yang memiliki
pasangan serta pergaulan yang luas
karena pekerjaannya
Seorang karyawan swasta dengan
pekerjaan sebagai frontliner yang
mengharuskan berpenampilan bersih dan
menarik dan seorang ketua komunitas
karyawan di lingkungan kerja
Seorang karyawan swasta yang memiliki
banyak teman, sangat antusias mengenai
fashion dan seputar kecantikan serta
aktif media sosial
Seorang karyawan perusahaan swasta
dengan pergaulan yang luas dan
mewajibkan berpenampilan menarik dan
sudah menikah
Seorang ibu rumah tangga dengan
pergaulan di sosial media yang luas
Seorang ibu rumah tangga yang aktif
organisasi PKK
Sumber: Data peneliti, 2014
Dari data-data tersebut diatas, dapat diketahui kondisi atau latar
belakang sosial para informan yang memungkinkan mereka untuk menjadi
agen, sehingga mereka dapat berinteraksi dengan orang lain dalam
melakukan agensinya.
23
c. Dokumentasi lapangan
Dokumentasi dilakukan di lingkungan skincare yang mana
menjadi setting dan lokasi penelitian yang sekaligus dapat
mengabadikan moment-moment yang dapat digunakan sebagai
data sekunder. Dokumentasi dapat dilakukan menggunakan kamera
jenis apapun seperti kamera ponsel, SLR dan pocket digital. Jenis
dokumentasi antara lain, video, foto serta rekaman suara yang
mana data tersebut dikolaborasikan sehingga dapat mendukung
hasil penelitian.
d. Studi Pustaka
Hasil dari data primer juga diperkuat dengan data-data dan
informasi mengenai Naavagreen melalui sumber bacaan dari
internet.
5. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah suatu proses penyederhanaan data
sehingga data yang diperoleh dapat dibaca dan diintepretasikan secara
lebih mudah, efektif, dan efisien. Sebagaimana yang dinyatakan oleh
Miles dan Haberman, analisis data kualitatif dikatakan sebagai model
alir yang mengikuti keseluruhan proses penelitian dari tahap awal
hingga tahap penarikan kesimpulan hasil studi untuk kemudian
ditafsirkan dan dihubungkan dengan masalah yang sedang diteliti.
24
Proses analisis data meliputi reduksi data, penyajian data, serta
penarikan kesimpulan dan verifikasi8.
a. Reduksi Data (Data Reduction)
Reduksi data dilakukan dengan memilah data hasil
wawancara dengan proses pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, abstraksi dan transformasi data kasar yang
diperoleh di lapangan. Data yang sekiranya tidak sesuai
dengan konteks penelitian maka akan dihilangkan dan data
yang mendukung penelitian akan dipertahankan. Hal
tersebut juga dilakukan untuk memilah data sekunder.
Reduksi data berlangsung selama penelitian kualitatif ini
dilakukan.
b. Penyajian Data (Data Display)
Deskripsi
kumpulan
informasi
tersusun
yang
memungkinkan untuk melakukan penarikan kesimpulan
dan pengambilan tindakan dalam bentuk teks naratif.
Penyajian data dilakukan dengan tahapan-tahapan yaitu
pengumpulan data dan reduksi data, kemudian diakhiri
dengan membuat bagan-bagan dan tabel-tabel yang
memudahkan pembacaan data hasil observasi, wawancara,
serta studi pustaka.
8
Dr. Agus Salim, MS. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006
hlm 22-24
25
c. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi (Conclusion Drawing
and Verification)
Dari
permulaan
pengumpulan
data,
peneliti
yang
menggunakan metode kualitatif mencari makna dari setiap
gejala yang diperoleh dari lapangan, mencatat keteraturan
atau pola-pola penjelasan dan konfigurasi yang mungkin
ada, alur kausalitas dan proposisi. Setiap kesimpulan yang
ditetapkan selama penelitian berlangsung akan terus
diverifikasi hingga benar-benar diperoleh kesimpulan yang
valid.
26
Download