BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perseroan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perseroan Terbatas mempunyai peranan penting dalam menggerakkan dan mengarahkan
pembangunan ekonomi dan perdagangan. Untuk mengelola perseroan perlu adanya modal,
yang disebut modal perseroan. Penyetoran dapat dilakukan dalam bentuk uang dan benda
bergerak atau benda tidak bergerak yang dapat dinilai dengan uang. Pada waktu perseroan
dalam keadaan sulit biasanya kewajiban juga telah menjadi lebih besar dari aset, sehingga
kalau seluruh aset dijual, tidak hanya yang dijaminkan, hasil penjualannya juga tak cukup
untuk membayar pokok utang apalagi kalau masih diperhitungkan tunggakan bunga yang
biasanya sudah menjadi semakin besar. Dalam keadaan demikian, modal usaha perseroan
atau ekuitas biasanya sudah menjadi negative, artinya seluruh kerugian kumulatif sudah lebih
besar dari modal yang sebelumnya disetor.
Restrukturisasi utang biasanya dituangkan dalam bentuk perjanjian. Dalam perjanjian
restrukturisasi itulah akan diatur pola-pola restrukturisi utang debitur, beserta tata cara
pembayarannya. Dalam perjanjian restrukturisasi biasanya akan dicantumkan klausula
pengaman yang bertujuan untuk mencegah debitur kembali wanprestasi atas Perjanjian
Restrukturisasi. Klausula pengaman tersebut dinamakan "Recapture Clause". Klausula ini
berisi pernyataan bahwa konsesi-konsesi yang telah diberikan oleh kreditur kepada debitur
akan dicabut jika ternyata debitur melakukan wanprestasi lagi atas Perjanjian Restrukturisasi
1
tersebut, dan terhadap debitur akan diberlakukan kembali klausula-klausula seperti yang
tertera pada perjanjian kredit awal sebelum restrukturisasi. Konsesi semacam ini tidaklah
diberikan kepada debitur apabila debitur tersebut tidak dalam keadaan kesulitan keuangan.
Konsesi semacam ini dapat berasal dari perjanjian antara kreditur dengan debitur, atau dari
keputusan pengadilan, serta dari peraturan hukum. Dari pengertian ini dapat disimpulkan
bahwa yang berkepentingan terhadap restrukturisasi utang adalah pihak debitur yang
bermasalah. Restrukturisasi utang perlu dilakukan untuk mengatasi kredit yang bermasalah
yang sedang dialami oleh perseroan, baik perseroan yang bergerak di bidang manufaktur,
jasa, maupun perdagangan. Dari sisi debitur, restrukturisasi utang merupakan suatu tindakan
yang perlu diambil sebab perseroan tidak memiliki lagi kemampuan atau kekuatan untuk
memenuhi commitment-nya. kepada kreditur. Commitment yang dimaksud adalah dimana
debitur tidak dapat lagi memenuhi perjanjian yang telah disepakati sebelumnya dengan
kreditur, sehingga mengakibatkan gagal bayar. Dan apabila perseroan tidak melakukan
restrukturisasi utangnya maka akan timbul wanprestasi atau cacat yang dapat mengakibatkan
masalah besar bagi kelangsungan hidup suatu perseroan.
Restrukturisasi utang bermasalah terjadi jika berdasarkan pertimbangan ekonomi atau
hukum, kreditur memberikan konsesi khusus kepada debitur yaitu konsesi yang tidak akan
diberikan dalam keadaan tidak terdapat kesulitan keuangan di pihak debitur. Konsesi ini
dapat berasal dari perjanjian antara kreditur dan debitur, atau dari keputusan pengadilan, atau
dari peraturan hukum. Banyak faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dan diperhatikan
oleh kedua belah pihak sebelum melakukan restrukturisasi. 1
1
http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/05/restrukturisasi-hutang-alasan-proses.html diakses tgl 26 Juni 2013.
2
Apabila kemampuan perseroan sudah begitu sulit sehingga tak bisa lagi membayar
cicilan maupun bunga utang, maka ada kemungkinan kreditur mengalihkan utang perseroan
menjadi modal atau saham. Perseroan yang mengalami keadaan demikian mampu
menyelesaikan kewajibannya salah satunya dengan cara melakukan konversi utang menjadi
saham, sehingga perseroan tak lagi punya kewajiban untuk membayar bunga kepada kreditur.
Dengan demikian berubahlah status kreditur menjadi pemegang saham, mungkin sebagai
pemegang saham biasa, mungkin juga sebagai pemegang saham dengan hak-hak istimewa.
Tentu saja status sebagai pemegang saham memberikan keistimewaan yang berbeda, tetapi
status itu sekaligus juga mengurangi hak tagih sebesar jumlah yang dikonversikan terkecuali
apabila seluruh utang dikonversikan menjadi saham, maka hak tagih tidak ada lagi. Pasal 3
ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyatakan
bahwa “Para pemegang saham tidak bertanggung jawab secara pribadi atas tindakan
Perseroan Terbatas dan perikatan yang dilakukan oleh Perseroan Terbatas melebihi dari
saham yang dimiliki oleh masing-masing pemegang saham”. Berdasarkan ketentuan di atas,
dipahami bahwa besar tanggung jawab pemegang saham dalam Perseroan Terbatas hanya
sebatas pada besar saham yang dimiliki dan tidak dapat mencakup kekayaan pribadi dari
pemegang saham. Di dalam Perseroan Terbatas terdapat pemisahan kekayaan pribadi
pemegang saham dengan perseroan itu sendiri.
Dalam hal debitur tidak mampu membayar utangnya dan ketidakmampuan tersebut
bukan karena itikad yang buruk, maka biasanya utang tersebut akan dikonversikan menjadi
3
aset tertentu seperti saham ataupun aset berupa barang lainnya. Dalam kaitannya dengan hal
tersebut dikenal tiga pola penukaran aset yaitu:2
1. Debt to Asset Swap (utang ditukar dengan aset), pola ini berupa pembayaran utang dengan
cara debitur menyerahkan aset-aset yang dimilikinya, di luar aset jaminan kepada kreditur.
Dimana nantinya saet-saet tersebut biasanya akan di lelang oleh Kreditur untuk mendapat
pelunasan;
2. Debt to Equity Swap (utang ditukar dengan saham milik perseroan yang berutang). Pola
ini berupa konversi utang menjadi saham debitur, sehingga setelah adanya konversi, kreditur
akan menjadi pemegang saham debitur. Transaksi debt to equity swap adalah transaksi
pengeluaran saham-saham baru dimana pembayaran atas saham tersebut dilakukan dengan
dikonversikannya piutang kreditur menjadi saham-saham baru dalam perseroan debitur.
Kreditur yang mempunyai tagihan terhadap perseroan dapat mengkompensasikan hak
tagihnya menjadi penyetoran atas harga saham, sepanjang hal tersebut disetujui oleh Rapat
Umum Pemegang Saham; dan
3. Debt to Quasy Equity Swap (utang ditukar dengan saham perseroan lain yang dipunyai
oleh Debitur). Pola ini berupa konversi utang menjadi saham-saham di anak perseroan atau
perseroan terafiliasi milik debitur, sehingga setelah adanya konversi, kreditur akan menjadi
pemegang saham di anak perseroan atau perseroan afiliasi debitur.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menawarkan
alternatif penyelesaian utang-piutang antar korporasi (perseroan), yakni dengan konversi
2
alfarisifadjari.com/restrukturisasi-hutang/ diakses pada tanggal 26 Juli 2013.
4
saham. Konversi saham dilakukan oleh korporasi (perseroan) berpiutang terhadap saham
perseroan yang berutang, sehingga perseroan yang berpiutang ikut memiliki saham dari
perseroan berutang.
Saham perseroan yang dapat diambil alih adalah saham yang telah ditempatkan dan
disetor (geplaats en gestort aandeel, subscribed and paid-up share). Akan tetapi, dapat juga
terhadap saham yang belum dikeluarkan atau yang akan dikeluarkan (aandelen in
portefeulle) atau saham portefel (portpolio).3
Melalui konversi utang menjadi saham, suatu perseroan menerbitkan saham baru kepada
kreditur sebagai bentuk pembayaran atas kewajibannya. Hal ini dilakukan karena perseroan
tersebut tidak mampu melunasi kewajibannya kepada kreditur secara tunai. Akibat dari
dilakukannya konversi utang menjadi saham tersebut, utang perseroan akan berkurang,
modal disetor perseroan bertambah, pihak kreditur berubah menjadi pemegang saham dan
kepemilikan pemegang saham yang ada menjadi terdilusi.
Sebagaimana disebutkan di atas, suatu perseroan melakukan konversi utang menjadi
saham karena perseroan tersebut tidak mampu membayar utang-utangnya dengan cash.
Utang-utang perseroan tersebut timbul karena berbagai sebab, antara lain pembelian bahan
baku, pinjaman di bank, bunga, dan sebagainya. Dengan dikeluarkannya saham-saham baru
perseroan, maka kreditur tidak lagi memiliki tagihan terhadap perseroan dan perseroan akan
secara penuh dibebaskan dari kewajiban membayar utang kepada kreditur.
3
M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, hal. 510.
5
Private Placement merupakan tindakan untuk menempatkan sejumlah dana tertentu dari
seorang investor untuk tujuan tertentu. Beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh perseroan
yang melakukan tindakan untuk menerima Private Placement yaitu untuk memperbaiki
kinerja dan laporan keuangan perseroan. Karena dengan dilakukannya private placement
akan ada fresh money yang masuk ke dalam kas perseroan, sehingga dimungkinkan adanya
perbaikan kinerja maupun laporan keuangan perseroan.
Saat dimana perseroan tak mempunyai modal untuk memenuhi kewajiban lancarnya, dan
perseroan menghindari penerbitan surat utang baru karena perjanjian utang yang ada,
mungkin akan dilakukan penerbitan saham baru. Obligasi konversi atau yang dikenal juga
dengan nama convertible bond, adalah suatu jenis obligasi yang dapat dikonversikan menjadi
saham dari perseroan penerbit obligasi dan biasanya pada rasio pertukaran yang sudah
ditentukan terlebih dahulu pada penerbitan obligasi tersebut.
Dalam proses akuisisi utang menjadi saham, pihak pengakusisi menerbitkan Surat Utang
dalam bentuk Obligasi Konversi. Obligasi Konversi inilah yang akan berubah menjadi
saham. Untuk melakukan konversi utang menjadi saham tentu saja mengharuskan adanya
bukti utang / surat utang. Tanpa adanya surat utang maka konversi tidak dapat dilakukan.
Surat utang bentuknya bisa sekedar akte notaris tentang utang piutang ataupun berbentuk
obligasi konversi/ convertible bonds. Atau bisa juga berbentuk perjanjian bermeterai antara
kreditur dengan debitur. Bukti transfer uang tidak dapat dijadikan bukti adanya utang, karena
bisa saja transfer tersebut merupakan pembayaran atas penjualan barang. Besaran utang yang
dapat dikonversi tergantung perjanjian pinjam-meminjam uang yang telah disepakati antara
6
kreditur dan debitur. Untuk convertible bonds sudah ditentukan sejak awal, misalnya 1
lembar bond dapat ditukar dengan 2 lembar saham biasa atau 1 lembar saham preferen. Bila
utang yang ada pada awalnya tidak diperjanjikan untuk dapat ditukar dengan saham, maka
perlu perjanjian baru dalam bentuk akta notaris mengenai besaran konversi utang menjadi
saham.
Dari sisi penerbit obligasi konversi maka keuntungan yang diperolehnya yaitu
pembayaran bunga yang lebih rendah, namun sebagai kompensasi keuntungan tersebut maka
penerbit juga akan mengalami dilusi saham sewaktu pemegang obligasi melakukan konversi
obligasinya ke dalam bentuk saham baru dalam perseroan.4
Convertible Bond (CB) merupakan fasilitas pinjaman untuk membiayai suatu proyek
atau operasi bisnis perseroan, seperti halnya pemberian fasilitas pinjaman. Namun CB
memberikan opsi untuk melakukan konversi utang menjadi saham. Biasanya yang menjadi
kreditur CB adalah induk perseroan atau anggota dari grup perseroan itu sendiri, atau
perseroan modal ventura. Perlu ditekankan di sini kata opsi, pada hakekatnya CB
memberikan opsi bagi: (i) debitur untuk membeli utangnya yang dipegang oleh pemegang
CB atau call option, di satu sisi, dan (ii) di sisi lain, kreditur untuk menjual piutangnya atas
CB yang dipegangnya atau put option. Konversi utang menjadi saham tidak akan terjadi bila
tidak ada syarat tertentu telah terpenuhi. Syarat itu bisa dilihat dari segi teknis (misalnya
wanprestasi dan pembayaran dini) atau dari segi bisnis/ komersil atau finansial. Atas sifatnya
4
http://budikolonjono.blogspot.com/2010/02/pengertian-saham-dan-jenis-jenis saham.html#!/2010/02/pengertiansaham-dan-jenis-jenis-saham.html diakses pada tanggal 7 Juni 2013
7
yang demikian, maka model pembiayaan melalui CB biasanya dilaksanakan dalam jangka
waktu menengah atau jangka panjang (sekitar 3-5 tahun).
Pada Mandatory Comvertible Bonds (MCB), konversi utang menjadi saham wajib
dilakukan berdasarkan syarat yang diatur menurut perjanjian pengeluaran CB. Syarat tersebut
dilakukan pada saat jatuh tempo pembayaran seluruhnya (ketika kreditur berhak meminta hal
itu), atau bisa juga pada tanggal dimana debitur wajib melaksanakan pembayaran utang
seluruh dan seketika karena satu dan lain hal.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa
seluruh saham yang dikeluarkan untuk penambahan modal harus ditawarkan terlebih dahulu
kepada pemegang saham yang ada. Kewajiban tersebut dimaksudkan untuk melindungi
kepemilikan pemegang saham suatu perseroan agar tidak mengalami dilusi apabila perseroan
tersebut bermaksud untuk menambah modalnya. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2000, dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f dan huruf k disebutkan “Yang menjadi
Objek Pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima
atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,
yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk antara lain bunga dan
keuntungan karena pembebasan utang. Pasal 26 ayat (1) huruf b dan ayat (5) menyebutkan
bahwa atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam bentuk apapun,
termasuk bunga, yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah, Subjek Pajak dalam
negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perseroan luar negeri
8
lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dipotong
pajak sebesar 20% (dua puluh persen) bersifat final, dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib
membayarkan. Dalam hal konversi utang menjadi saham (debt to equity swap), besarnya
jumlah penyertaan modal tersebut untuk kepentingan perpajakan harus sama dengan nilai
buku utang debitur. Apabila nilai saham ditetapkan berdasarkan nilai buku, atas agio atau
disagio saham yang diperoleh debitur bukan merupakan penghasilan ataupun kerugian bagi
debitur. Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas dapat diberikan penegasan sebagai
berikut:
a. Dalam transaksi konversi utang menjadi saham (debt to equity swap) terdapat dua
macam transaksi yang dilakukan secara bersamaan, yaitu:
-
Transaksi pelunasan utang,
-
Transaksi penyertaan modal, sehingga meniadakan transaksi kas.
Atas transaksi perubahan utang menjadi saham (debt to equity swap), sepanjang
dilakukan dengan nilai yang sama antara pelunasan utang dan penyertaan modal, yakni
sebesar nilai buku utang terakhir, maka tidak terdapat konsekuensi perpajakan seketika.
Dalam hal utang (sebesar nilai buku terakhir) dilunasi melalui perubahan bentuk
menjadi penyertaan modal yang jumlahnya lebih kecil, maka selisihnya merupakan
keuntungan karena pembebasan utang bagi debitur dan penghapusan piutang bagi
kreditur berdasarkan suatu perjanjian. Sebaliknya apabila jumlah penyertaan modal
lebih besar dari nilai buku terakhir utang yang dilunasi, maka selisihnya merupakan
penghasilan bunga bagi kreditur dan biaya bunga bagi debitur. Agio atau disagio saham
9
yang timbul karena transaksi penyertaan modal yang menggunakan harga pasar, bukan
merupakan penghasilan ataupun kerugian bagi debitur.
b. Atas penghasilan bunga yang diterima oleh kreditur sebagai wajib pajak luar negeri,
wajib dipotong pajak sebesar 20% yang bersifat final, dari jumlah bruto oleh pihak
yang wajib membayarkan sepanjang bunga atas pinjaman tersebut telah dibebankan
sebagai biaya bunga oleh debitur dan telah diakui sebagai penghasilan oleh pihak
kreditur.
Ketika perseroan menerbitkan tambahan saham, tindakan ini akan mengurangi
kepemilikan saham investor yang sudah ada (existing) secara proporsional. Masalah
berkurangnya kepemilikan saham karena penerbitan saham baru disebut dilusi, yang pada
akhirnya akan berdampak pada nilai saham eksisting.
Sehubungan dengan debt-to-equity swap, maka apabila hak tagih tersebut dimiliki oleh
pihak asing dan perseroan debitur tersebut berstatus non Penanaman Modal Asing, maka
apabila asing tersbut melakukan konversi atas hak tagihnya menjadi saham pada perseroan
debitur, status perseroan debitur akan menjadi perseroan berstatus Penanaman Modal Asing.
Dalam hal ini ketentuan Peraturan BKPM 12/3009 Pasal 37 tentang Izin Prinsip Perubahan
juncto Pasal 23 tentang Pengalihan Kepemilikan Saham Asing perlu juga dicermati dengan
seksama. Dalam debt-to-equity swap, batasan kepemilikan saham asing yang diatur dalam
negative list (Perpres 36/2010) juga harus diperhatikan sehubungan dengan masuknya pihak
asing dalam struktur permodalan perseroan debitur.5
5
Ibid, hal. 189.
10
Pelaksanaan restrukturisasi utang dengan pola konversi utang menjadi saham
merupakan jalan penyelesaian utang yang harus dilakukan dengan penuh pertimbangan
karena konversi utang menjadi saham akan mengubah status kreditur yang bersangkutan
menjadi pemegang saham perseroan debitur dan untuk itu dalam hal debitur merupakan
perseroan terbatas maka akan timbul tanggung jawab terbatas bagi pemegang saham
perseroan termasuk kreditur yang menjadi pemegang saham baru dalam perseroan tersebut.
Restrukturisasi utang merupakan salah satu upaya alternatif yang dapat ditempuh
terhadap utang-utangnya yang telah jatuh tempo. Salah satu upaya dalam merestrukturisasi
utang adalah dengan cara konversi utang debitur menjadi saham dalam perseroan debitur
atau “debt to equity swap”. Dengan cara demikian, diharapkan kedua belah pihak saling
diuntungkan dimana kreditur dapat memperoleh sebagian hak kepemilikan saham dalam
perseroan debitur dan memperoleh deviden atas kepemilikan saham, sedangkan bagi debitur
keuntungannya adalah perseroan debitur dapat tetap menjalankan usahanya dan dapat
menghindari perkara gugatan kepailitan dari kreditur sehingga perseroan debitur tetap dalam
keadaan baik dam masih dapat beroperasi serta berjalan terus.
Bagi perseroan yang berstatus perusahaan penanaman modal asing yang akan
melakukan kegiatan usaha, wajib memperoleh izin sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku yang diperoleh melalui pelayanan terpadu satu pintu. Pelayanan
terpadu satu pintu dilakukan dengan tujuan untuk membantu penanam modal dalam
memperoleh kemudahan pelayanan perizinan, fasilitas fiskal, dan informasi mengenai
penanaman modal.
11
Dengan melihat latar belakang permasalahan tersebut di atas, maka penulis membuat
tesis dengan judul “Penyertaan Modal Asing Pada Perseroan Terbatas Tertutup
Dengan Cara Konversi Utang”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana peraturan perundang-undangan di Indonesia melindungi pemegang saham
suatu perseroan terbatas tertutup agar tidak mengalami dilusi terhadap kreditur yang
menjadi pemegang saham mayoritas dengan cara konversi utang?
2. Bagaimana Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal mengatur tentang
pelaksanaan konversi utang menjadi saham sebagai bentuk penyertaan modal dalam suatu
perseroan terbatas tertutup?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk menganalisa perlindungan hukum terhadap pemegang saham suatu perseroan
terbatas tertutup agar tidak mengalami dilusi apabila perseroan terbatas tertutup tersebut
bermaksud untuk mengkonversikan utangnya menjadi saham kepada krediturnya yang
akhirnya menjadi pemegang saham mayoritas.
2. Untuk mengetahui pelaksanaan konversi utang menjadi saham dan menganalisa bentuk
penyertaan modal dengan cara konversi utang menjadi saham menurut Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2007 tentang Penanaman Modal.
12
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi kegunaan baik secara teoritis maupun
secara praktis, yaitu:
1. Kegunaan Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran bagi pengembangan
ilmu pengetahuan khususnya Hukum Bisnis, terutama pada bidang kajian Hukum
Korporasi dan Hukum Investasi.
2. Kegunaan Praktis
1. Mengaplikasikan bentuk penyertaan modal asing melalui konversi utang menjadi
saham menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
2. Perhatian pemerintah melalui BKPM dalam mengawasi penyertaan modal asing
dalam suatu perseroan terbatas tertutup.
E. Sistematika Penulisan
1. Sistematika penulisan ini dipaparkan terlebih dahulu dengan tujuan untuk
memberikan gambaran secara garis besar tentang apa yang akan dikemukakan oleh
penulis dalam setiap bab. Sistematika penulisan ini dibagi dalam lima bab yang
secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Bab I merupakan bab Pendahuluan yang terdiri atas latar belakang permasalahan,
rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian dan sistematika penulisan.
13
b. Bab II adalah bab Tinjauan Pustaka yang berisi kerangka teori atau dasar-dasar
teori yang akan digunakan penulis dalam mengkaji hasil temuan. Sub bab dalam bab
ini antara lain mengenai landasan yuridis hukum perseroan terbatas serta hukum
investasi dan bentuk penyertaan modal asing melalui konversi utang menjadi saham.
c. Bab III adalah bab Metode Penelitian yang mengemukakan metode pendekatan,
spesifikasi penelitian, tipe penelitian, metode pengumpulan data, teknik pengumpulan
data, dan alat pengumpulan data.
d. Bab IV adalah bab Hasil Penelitian dan Pembahasan, yang berisi uraian atas hasil
penelitian dan analisis penulis, bab ini berisi sub-bab Pelaksanan Penanaman Modal
Asing Melalui Restrukturisasi Utang sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007
tentang Penanaman Modal.
d. Bab V merupakan bab Penutup, yang berisi kesimpulan dan saran yang
merupakan kesimpulan dari hasil penelitian penulis dan rekomendasi yang berupa
saran-saran penulis sebagai solusi atas permasalahan yang dihadapi berkaitan dengan
judul penelitian yang penulis ketengahkan.
14
Download